Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

KESADARAN TUHAN

"Apakah umat Hindu menyembah banyak Tuhan?"

Pertanyaan atau pernyataan di atas sering kita dengar dari saudara beda
agama yang belum atau tidak memahami tentang konsep ketuhanan dalam
Agama Hindu. Dengan demikian maka sering muncul pemikiran yang
cenderung merendahkan karena ketidakjelasan pemahaman tentang Tuhan
mana sebenarnya yang disembah. Juga karena ketidakjelasan pemahaman
tentang berbagai wujud Tuhan.

Di dalam masyarakat (umat) Hindu, memang terdapat perbedaan dalam


proses tata cara penyembahan dan bahkan perbedaan nama Tuhan yang
disembah sesuai dengan alirannya tetapi sebenarnya mereka tetap me-
nyembah satu Tuhan yang sama yang disebut Brahman, seperti yang di-
sebutkan di dalam kitab suci Weda dan kitab-kitab Upanisad. Umat Hindu di
Indonesia pada umumnya dan umat Hindu di Bali khususnya menyembah
Tuhan dengan sebutan Hyang Widhi Wasa, artinya Tuhan yang maha menge-
tahui dan maha kuasa.

Untuk memahami dan memiliki kesadaran tentang Tuhan (Brahman atau


Hyang Widhi) terlebih dahulu kita harus memiliki hati yang tulus, suci,
bijaksana, dan tidak memiliki keterikatan terhadap apapun masalah kedu-
niawian. Dalam kesadaran umat Hindu, Tuhan itu maha suci, oleh karena itu
pikiran dan hati manusia yang ingin menyembah Tuhan juga harus suci.
Umat Hindu yang melakukan persembahyangan, sebelum melakukan puja
bhakti atau puja astuti ke hadapan Tuhan terlebih dahulu melakukan
pensucian diri (badan), pensucian pikiran, melakukan hening sejenak, dan
pensucian jiwa (jiwatman).

Aspek Kemahakuasaan Tuhan

Apa yang menjadikan Tuhan maha kuasa? Kata kunci yang penting di
sini adalah 'sifat keabadian' Tuhan yang menjadikan maha kuasa. Karena
Tuhan tidak dilahirkan di saat kapan pun, Tuhan tidak berawal (anadi) dan
juga tidak berakhir (ananta). Tuhan tidak berubah sedikit pun, dan tidak ada
kesaktian apapun yang dapat mengubah Tuhan. Sehingga Tuhan menjadi

1
sangat maha kuasa. Inilah kunci dari kemahakuasaan, yaitu bersumber dari
hukum keabadian. Sesuatu yang kekal abadi, tidak dapat diubah dengan cara
apapun.

Penjelasan terkait dengan keabadian Tuhan terdapat dalam sloka Rig


Weda VIII. 100. 4.:

“Aku ada hai pemuja (manusia)! Pandanglah Aku di sini, kemuliaan-Ku


melebihi semua yang ada. Hukum Keabadian menjadikan Aku Maha Kuasa. Bila
Aku menghantamnya, dunia ini hancur berantakan”.

Disebutkan di dalam kitab suci Weda, serta yang dipahami dan disadari
oleh umat Hindu, Tuhan (Brahman) memiliki 4 sifat kemahakuasaan yang
disebut cadu sakti. Pertama, wibhu sakti. Tuhan itu maha ada, memenuhi dan
meresapi seluruh alam semesta. Tuhan berada di mana-mana, di semua
tempat, tidak terpengaruh dan tidak berubah (wyapi wyapaka nirwikara), dan
tidak ada tempat yang kosong bagi Tuhan karena Beliau memenuhi
segalanya. Tuhan ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.
Kedua, prabhu sakti. Tuhan itu maha kuasa yang menjadi raja dari segala
raja (raja diraja), yang menguasai segalanya baik dalam hal penciptaan
(utpetti), pemeliharaan (stiti), dan peleburan (prelina).
Ketiga, jnana sakti. Tuhan itu maha tahu yang mengetahui segala sesuatu
yang terjadi baik di alam nyata maupun di alam maya (tidak nyata), yang
terjadi di masa lampau (atita), yang sedang terjadi (nagata), ataupun yang
akan terjadi (wartamana).
Ketiga, krya sakti. Tuhan itu maha karya yang setiap saat tidak pernah
berhenti melakukan aktivitas baik dalam penciptaan, pemeliharaan,
peleburan, pengawasan, penjagaan, sutradara dalam sandiwara kehidupan
demi memberikan pembelajaran dan pengetahuan, serta segala aktivitas
lainnya.
Di samping sifat kemahakuasaan di atas, umat Hindu memahami,
menyadari, dan percaya bahwa Tuhan (Brahman) memiliki 8 sifat -- seperti
yang disebutkan dalam kitab Wrhaspati Tattwa -- yang disebut sebagai asta
iswara sebagai berikut:
1. Anima. Tuhan mempunyai sifat halus yang bahkan lebih halus dari
partikel apapun.
2. Lagima. Tuhan mempunyai sifat yang sangat ringan bahkan lebih ringan
dari ether.
3. Mahima. Tuhan mempunyai sifat memenuhi segala ruang, tidak ada
tempat kosong bagi Beliau.
4. Prapti. Tuhan mempunyai sifat segala tempat bisa dicapai. Beliau dapat

2
pergi ke mana pun yang dikehendaki dan Beliau telah ada.
5. Prakamya. Tuhan mempunyai sifat segala kehendak-Nya akan selalu
terjadi.
6. Isitwa. Tuhan mempunyai sifat merajai segala-galanya, dalam segala hal
yang paling utama.
7. Wasitwa. Tuhan mempunyai sifat menguasai dan dapat mengatasi apa
pun.
8. Yatrakamawasayitwa. Tuhan mempunyai sifat tidak ada yang dapat
menentang kehendak-Nya.

Ada lagi sifat-sifat Tuhan yang merupakan sumber dari segala kehidupan
(Parama Atma) sebagai berikut:
1. Achintya: Tuhan itu tak terpikirkan;
2. Awikara: Tuhan itu tak berubah-ubah;
3. Awyakta: Tuhan itu tak terlahirkan;
4. Achodya: Tuhan itu tak terlukai oleh senjata;
5. Adhaya: Tuhan itu tak terbakar oleh api;
6. Akledya: Tuhan itu tak terkeringkan oleh angin;
7. Achesyah: Tuhan itu tak terbasahi oleh air;
8. Nitya: Tuhan itu kekal abadi;
9. Sarwagatah: Tuhan itu ada di mana-mana;
10. Sthanu: Tuhan itu tak berpindah-pindah;
11. Acala: Tuhan itu tak bergerak;
12. Sanatana: Tuhan itu selalu dalam keadaan sama;
13. Atarjyotih: Tuhan itu maha sempurna.

Dengan adanya sifat-sifat Tuhan (Brahman) seperti di atas sangatlah sulit


bagi orang awam untuk bisa mengerti dan memahami Tuhan. Terkecuali bagi
para maharsi yang sudah memiliki keyakinan teguh, kesadaran penuh, yang
selalu berusaha setiap saat untuk memahami dan menghayati keberadaan
Tuhan, melepaskan semua ikatan terhadap keinginan duniawi, dan
memasrahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

Dewa, Dewi, dan Tuhan

Pertanyaan atau pernyataan berikutnya yang sering diajukan oleh


saudara beda agama, “Mengapa umat Hindu menyembah banyak dewa dan
dewi? Apakah fungsi dewa dan dewi bagi umat Hindu? Apakah mereka
bukan Tuhan?”

3
Dewa atau dewi berasal dari kata "div" yang artinya sinar suci dari Tuhan
(Hyang Widhi). Dewa atau dewi adalah pancaran sinar kemahakuasaan dari
Tuhan. Demikian pula halnya dengan jiwa manusia (atman) yang merupakan
percikan terkecil dari sinar suci Tuhan (Brahman). Umat Hindu menyadari
bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kehidupan di seluruh alam semesta.
Dewa berbentuk sarira/roh atau atma yang mempunyai sifat dan kekuasaan
tertentu yang diberikan oleh Tuhan. Di antara banyak nama dewa atau dewi,
ada tiga nama dewa yang mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan, yaitu
Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa sehingga ketiga dewa tersebut
dijadikan dewa tertinggi dalam agama Hindu yang disebut Dewa Tri Murti,
artinya tiga manifestasi Tuhan. Ketiga wujud dewa tersebut -- Brahma,
Wisnu, dan Siwa -- sebenarnya adalah satu, yaitu Tuhan itu sendiri.

Fungsi para dewa atau dewi adalah untuk mengatur jalannya roda
kehidupan di seluruh alam semesta baik dalam penciptaan, perjalanan waktu,
dan peleburan serta proses setelah kematian. Para dewa atau dewi juga
membantu makhluk lainnya termasuk manusia untuk bisa mengerti konsep
ketuhanan dan mengatur tatanan hidup manusia. Sehingga secara tidak
langsung mereka adalah wakil dari Tuhan yang mengatur segala kehidupan
sesuai dengan tugasnya masing-masing dan juga sebagai penghubung antara
Tuhan dengan ciptaan-Nya. Dengan kata lain, apabila umat Hindu
melakukan persembahan kepada salah satu dewa atau dewi maka sama
artinya mereka menyembah Tuhan karena semua dewa atau dewi itu adalah
sinar suci dari Tuhan itu sendiri. Semua dewa atau dewi itu adalah satu tetapi
berbeda karena fungsinya. Misalnya: Dewa Brahma dalam fungsi mencipta,
Dewa Wisnu dalam fungsi memelihara ciptaan, dan Dewa Siwa dalam fungsi
melebur (memprelina) ciptaan kembali ke asalnya. Jika ditanya kepada umat
Hindu, “Siapa yang melakukan penciptaan, memelihara ciptaan, dan melebur
ciptaan kembali ke asalnya?”. Umat Hindu akan menjawab, “Tuhan (Hyang
Widhi) itu sendiri”.

Umat Hindu memahami, menyadari, dan menghayati keberadaan Tuhan


yang bersifat universal. Bagi umat Hindu, Tuhan itu maha segala-galanya.
Tuhan ada di mana-mana, di semua tempat yang Beliau kehendaki. Tuhan itu
maha besar, lebih besar dari seluruh ciptaan-Nya. Tuhan juga bisa maha kecil,
lebih kecil dari partikel terkecil. Jika di Bali ada 1.000 Pura, dan secara
bersamaan umat Hindu sembahyang di 1.000 Pura itu menyembah Tuhan,
mereka percaya, Tuhan (Hyang Widhi) hadir secara bersamaan di 1.000 Pura
itu.

Sekali lagi, jika ditanyakan kepada umat Hindu, “Apakah Anda

4
menyembah banyak Tuhan atau satu Tuhan?”

Semua umat Hindu akan menjawab, “Kami menyembah hanya satu


Tuhan. Kami menyembah Tuhan yang ada di langit dan juga Tuhan yang ada
di bumi. Kami menyembah Tuhan yang ada di matahari, di bulan, di semua
planet, dan Tuhan yang ada di seluruh alam semesta. Karena Tuhan yang ada
di langit dan di bumi itu sebenarnya sama dan hanya satu, yang disebut
Brahman (Hyang Widhi)”. Bagi saudara yang berbeda agama, mungkin sangat
sulit memahami bagaimana umat Hindu sadar akan keberadaan dan
kemahakuasaan Tuhan. Memang sifat dan kemahakuasaan Tuhan itu sangat
sulit untuk bisa dipahami oleh akal manusia yang masih sangat terbatas,
sehingga manusia lebih cenderung untuk menyembah dewa atau dewi yang
sebenarnya sama artinya dengan dengan menyembah Tuhan.

Saguna dan Nirguna Brahman

Dalam kesadaran umat Hindu, Brahman merupakan jiwa yang paling


utama yang menyebabkan segala sesuatu di alam semesta ini menjadi ada
dan tidak ada. Beliau bersifat kekal, tidak berwujud dan juga berwujud, tak
terbatas, tiada berawal (anadi) dan juga tiada berakhir (ananta), menguasai
segala bentuk, waktu, ruang, energi, serta menguasai alam semesta. Di Bali
Beliau dikenal dengan gelar Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang artinya Dia yang
maha tahu dan maha kuasa. Saat umat Hindu sembahyang, banyak nama
terucap untuk menyebut nama Tuhan, mulai Brahman, Brahma, Wisnu, Siwa,
Rudra, Narayana, Siwa-Aditya, Hyang Widhi, Ratu Bhatara, dan lain-lain.
Walaupun berbeda nama dan banyak nama, dalam kesadaran umat Hindu
Tuhan itu tetap satu dan hanya satu.

Dalam Kitab Suci Bhagawad Gita, atau Pancama Weda, dijelaskan mengenai
Brahman (Tuhan) dan sifat-sifat Tuhan. Pada Bab VIII. 3 disebutkan, "Yang tak
dapat dihancurkan, yang maha agung disebut Brahman. Svabhava (Sang Jati
Diri atau Atman) yang bersemayam dalam jiwa manusia disebut Adhyatman".

Pada Bab VIII.4 Kitab Suci Bhagawad Gita disebutkan, "Yang menjadi inti
dari semua benda dan makhluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang
menjadi inti para dewa adalah jiwa kosmos. Wahai Arjuna, di dalam ragamu
itu, Aku Sendiri (Tuhan, sebagai saksi di dalam) adalah Adhiyagna." Pada
sloka ini dijelaskan salah satu kemahakuasaan Tuhan, yakni Tuhan juga hadir
sebagai atman di dalam raga atau badan setiap makhluk hidup.

Pada Bab VIII.9 Kitab Suci Bhagawad Gita disebutkan, "Ia (manusia)
memuja-Ku (Tuhan) sebagai yang maha mengetahui, sebagai yang selalu

5
hadir, sebagai yang maha penguasa, sebagai yang maha tercepat, sebagai
yang maha memelihara. Aku (Tuhan) hadir terang benderang bagaikan Sang
Surya dan jauh dari semua kegelapan."

Karena sifat-sifat Tuhan yang maha tidak terbatas, sehingga sangat sulit
bagi manusia yang mempunyai akal dan kesadaran yang bisa dibilang masih
sangat rendah untuk bisa memahami-Nya. Untuk bisa mencapai sesuatu
yang tidak terbatas maka kita harus mempersempit atau memperkecil
ketidakterbatasan itu. Contoh: misalnya kita harus mengukur luas suatu
bidang (suatu area) yang tidak beraturan yang sangat luas, maka kita harus
mempersempit bidang tersebut dan dibentuk pola-pola bidang datar yang
bisa diukur (misal persegi, segi tiga, trapesium, dll) sehingga nantinya kita
bisa menemukan jumlah luas keseluruhan dari bidang tak beraturan tersebut.

Dalam upaya memahami Brahman (Tuhan), manusia tidak akan mungkin


bisa menggambarkan bagaimana Brahman itu sebenarnya. Lalu, bagaimana
manusia bisa menggambarkan bentuk Tuhan? Kembali lagi ke kitab-kitab
suci Agama Hindu dimana telah dijelaskan bentuk-bentuk manifestasi dari
Tuhan. Beliau adalah Brahma, Wisnu, Siwa, Surya, Baruna, Kresna, Ramadewa,
dan lain-lain. Apakah benar jiwa-jiwa tersebut adalah pribadi dari Tuhan?
Sesuai dengan sifat-sifat dari Brahman (Tuhan) yaitu maha kuasa, maha ada,
maha tahu, dan maha karya, maka untuk menjadi suatu pribadi tertentu tidak
akan sulit bagi Tuhan.

Untuk lebih jelas memahami tentang Tuhan (Brahman), kami kutipkan


beberapa sloka Bhagawad Gita berikut. Pada Bab X.19 disebutkan, "Jika
demikian, baiklah Arjuna! Akan Aku (Tuhan) sabdakan kepadamu sebagian
dari bentuk-bentuk suci-Ku, tetapi hanya bentuk-bentuk yang telah dikenal
dan mudah difahami, karena keberadaan-Ku tak ada batasnya". Pada Bab
X.20 disebutkan, "Aku adalah Jati Diri, wahai Arjuna, yang bersemayam di
dalam hati setiap makhluk. Aku adalah permulaan, yang di tengah-tengah,
dan juga akhir dari setiap yang ada". Pada Bab X.21 disebutkan, "Di antara
para Aditya Aku adalah Vishnu. Di antara cahaya Aku adalah Sang Surya yang
terang-benderang". Pada Bab X.25 disebutkan, "Di antara kata-kata Aku
adalah satu patah kata OM".

Wujud Tuhan

Pikiran manusia yang terbatas tidak akan bisa mencapai sesuatu yang
tidak terbatas. Maka diperlukan suatu media atau bentuk yang bisa
menghubungkan atau memusatkan pikiran manusia kepada pribadi yang

6
dipuja yaitu Tuhan (Brahman). Oleh karena itu, dalam agama Hindu dikenal
istilah Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Saguna artinya memiliki atribut,
sehingga Saguna Brahman adalah Tuhan yang mempunyai nama, bentuk,
wujud, dan atribut lainnya. Sedangkan Nirguna artinya tanpa atribut,
sehingga Nirguna Brahman adalah Tuhan yang merupakan jiwa suci yang
tidak mempunyai bentuk, tidak berwujud, tidak punya nama, ataupun
atribut lainnya. Untuk lebih mudahnya, seseorang yang memuja Tuhan
sebagai Saguna Brahman akan cenderung untuk melakukan pemujaan kepada
dewa atau dewi dan memusatkan pikirannya kepada pribadi dewa atau dewi
yang disembah. Sedangkan seseorang yang memuja Tuhan sebagai Nirguna
Brahman tidak akan mempersonifikasikan lagi pribadi Beliau karena sudah
mencapai tahap pencerahan tertinggi untuk bisa mamahami dan merasakan
kehadiran Tuhan (Brahman).

Seseorang yang tingkat spiritualitasnya masih rendah akan


membutuhkan media dalam pemujaannya. Sehingga kebanyakan orang akan
memuja Tuhan (Brahman) sebagai pribadi yang mempunyai bentuk dan
dibuatkanlah simbol baik berupa arca, patung, relief, ataupun gambar. Dalam
sarana upacaranya juga akan masih memakai persembahan berupa banten,
persembahan buah atau makanan, maupun hewan kurban. Sedangkan bagi
mereka yang sudah mempunyai tingkat spiritual tinggi, tidak akan
memerlukan media apapun karena dia sudah bisa merasakan kehadiran
Tuhan sebagai Nirguna Brahman dan akan mempersembahkan dirinya sendiri.
Mempersembahkan atau menyerahkan diri sendiri dalam ajaran Agama
Hindu bukan berarti melakukan tindakan bunuh diri demi
mempersembahkan nyawanya kepada Tuhan atau berperang atas nama
Tuhan. Melainkan melepaskan semua ikatan duniawi, memutuskan semua
hubungan atau tidak bergantung lagi dengan siapa pun, tidak mempunyai
nafsu ataupun ambisi apapun, hanya berserah diri dan selalu memuja Tuhan
(Brahman) sampai tercapai tujuannya yaitu Moksa.

Anda mungkin juga menyukai