KESADARAN TUHAN
Pertanyaan atau pernyataan di atas sering kita dengar dari saudara beda
agama yang belum atau tidak memahami tentang konsep ketuhanan dalam
Agama Hindu. Dengan demikian maka sering muncul pemikiran yang
cenderung merendahkan karena ketidakjelasan pemahaman tentang Tuhan
mana sebenarnya yang disembah. Juga karena ketidakjelasan pemahaman
tentang berbagai wujud Tuhan.
Apa yang menjadikan Tuhan maha kuasa? Kata kunci yang penting di
sini adalah 'sifat keabadian' Tuhan yang menjadikan maha kuasa. Karena
Tuhan tidak dilahirkan di saat kapan pun, Tuhan tidak berawal (anadi) dan
juga tidak berakhir (ananta). Tuhan tidak berubah sedikit pun, dan tidak ada
kesaktian apapun yang dapat mengubah Tuhan. Sehingga Tuhan menjadi
1
sangat maha kuasa. Inilah kunci dari kemahakuasaan, yaitu bersumber dari
hukum keabadian. Sesuatu yang kekal abadi, tidak dapat diubah dengan cara
apapun.
Disebutkan di dalam kitab suci Weda, serta yang dipahami dan disadari
oleh umat Hindu, Tuhan (Brahman) memiliki 4 sifat kemahakuasaan yang
disebut cadu sakti. Pertama, wibhu sakti. Tuhan itu maha ada, memenuhi dan
meresapi seluruh alam semesta. Tuhan berada di mana-mana, di semua
tempat, tidak terpengaruh dan tidak berubah (wyapi wyapaka nirwikara), dan
tidak ada tempat yang kosong bagi Tuhan karena Beliau memenuhi
segalanya. Tuhan ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.
Kedua, prabhu sakti. Tuhan itu maha kuasa yang menjadi raja dari segala
raja (raja diraja), yang menguasai segalanya baik dalam hal penciptaan
(utpetti), pemeliharaan (stiti), dan peleburan (prelina).
Ketiga, jnana sakti. Tuhan itu maha tahu yang mengetahui segala sesuatu
yang terjadi baik di alam nyata maupun di alam maya (tidak nyata), yang
terjadi di masa lampau (atita), yang sedang terjadi (nagata), ataupun yang
akan terjadi (wartamana).
Ketiga, krya sakti. Tuhan itu maha karya yang setiap saat tidak pernah
berhenti melakukan aktivitas baik dalam penciptaan, pemeliharaan,
peleburan, pengawasan, penjagaan, sutradara dalam sandiwara kehidupan
demi memberikan pembelajaran dan pengetahuan, serta segala aktivitas
lainnya.
Di samping sifat kemahakuasaan di atas, umat Hindu memahami,
menyadari, dan percaya bahwa Tuhan (Brahman) memiliki 8 sifat -- seperti
yang disebutkan dalam kitab Wrhaspati Tattwa -- yang disebut sebagai asta
iswara sebagai berikut:
1. Anima. Tuhan mempunyai sifat halus yang bahkan lebih halus dari
partikel apapun.
2. Lagima. Tuhan mempunyai sifat yang sangat ringan bahkan lebih ringan
dari ether.
3. Mahima. Tuhan mempunyai sifat memenuhi segala ruang, tidak ada
tempat kosong bagi Beliau.
4. Prapti. Tuhan mempunyai sifat segala tempat bisa dicapai. Beliau dapat
2
pergi ke mana pun yang dikehendaki dan Beliau telah ada.
5. Prakamya. Tuhan mempunyai sifat segala kehendak-Nya akan selalu
terjadi.
6. Isitwa. Tuhan mempunyai sifat merajai segala-galanya, dalam segala hal
yang paling utama.
7. Wasitwa. Tuhan mempunyai sifat menguasai dan dapat mengatasi apa
pun.
8. Yatrakamawasayitwa. Tuhan mempunyai sifat tidak ada yang dapat
menentang kehendak-Nya.
Ada lagi sifat-sifat Tuhan yang merupakan sumber dari segala kehidupan
(Parama Atma) sebagai berikut:
1. Achintya: Tuhan itu tak terpikirkan;
2. Awikara: Tuhan itu tak berubah-ubah;
3. Awyakta: Tuhan itu tak terlahirkan;
4. Achodya: Tuhan itu tak terlukai oleh senjata;
5. Adhaya: Tuhan itu tak terbakar oleh api;
6. Akledya: Tuhan itu tak terkeringkan oleh angin;
7. Achesyah: Tuhan itu tak terbasahi oleh air;
8. Nitya: Tuhan itu kekal abadi;
9. Sarwagatah: Tuhan itu ada di mana-mana;
10. Sthanu: Tuhan itu tak berpindah-pindah;
11. Acala: Tuhan itu tak bergerak;
12. Sanatana: Tuhan itu selalu dalam keadaan sama;
13. Atarjyotih: Tuhan itu maha sempurna.
3
Dewa atau dewi berasal dari kata "div" yang artinya sinar suci dari Tuhan
(Hyang Widhi). Dewa atau dewi adalah pancaran sinar kemahakuasaan dari
Tuhan. Demikian pula halnya dengan jiwa manusia (atman) yang merupakan
percikan terkecil dari sinar suci Tuhan (Brahman). Umat Hindu menyadari
bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kehidupan di seluruh alam semesta.
Dewa berbentuk sarira/roh atau atma yang mempunyai sifat dan kekuasaan
tertentu yang diberikan oleh Tuhan. Di antara banyak nama dewa atau dewi,
ada tiga nama dewa yang mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan, yaitu
Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa sehingga ketiga dewa tersebut
dijadikan dewa tertinggi dalam agama Hindu yang disebut Dewa Tri Murti,
artinya tiga manifestasi Tuhan. Ketiga wujud dewa tersebut -- Brahma,
Wisnu, dan Siwa -- sebenarnya adalah satu, yaitu Tuhan itu sendiri.
Fungsi para dewa atau dewi adalah untuk mengatur jalannya roda
kehidupan di seluruh alam semesta baik dalam penciptaan, perjalanan waktu,
dan peleburan serta proses setelah kematian. Para dewa atau dewi juga
membantu makhluk lainnya termasuk manusia untuk bisa mengerti konsep
ketuhanan dan mengatur tatanan hidup manusia. Sehingga secara tidak
langsung mereka adalah wakil dari Tuhan yang mengatur segala kehidupan
sesuai dengan tugasnya masing-masing dan juga sebagai penghubung antara
Tuhan dengan ciptaan-Nya. Dengan kata lain, apabila umat Hindu
melakukan persembahan kepada salah satu dewa atau dewi maka sama
artinya mereka menyembah Tuhan karena semua dewa atau dewi itu adalah
sinar suci dari Tuhan itu sendiri. Semua dewa atau dewi itu adalah satu tetapi
berbeda karena fungsinya. Misalnya: Dewa Brahma dalam fungsi mencipta,
Dewa Wisnu dalam fungsi memelihara ciptaan, dan Dewa Siwa dalam fungsi
melebur (memprelina) ciptaan kembali ke asalnya. Jika ditanya kepada umat
Hindu, “Siapa yang melakukan penciptaan, memelihara ciptaan, dan melebur
ciptaan kembali ke asalnya?”. Umat Hindu akan menjawab, “Tuhan (Hyang
Widhi) itu sendiri”.
4
menyembah banyak Tuhan atau satu Tuhan?”
Dalam Kitab Suci Bhagawad Gita, atau Pancama Weda, dijelaskan mengenai
Brahman (Tuhan) dan sifat-sifat Tuhan. Pada Bab VIII. 3 disebutkan, "Yang tak
dapat dihancurkan, yang maha agung disebut Brahman. Svabhava (Sang Jati
Diri atau Atman) yang bersemayam dalam jiwa manusia disebut Adhyatman".
Pada Bab VIII.4 Kitab Suci Bhagawad Gita disebutkan, "Yang menjadi inti
dari semua benda dan makhluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang
menjadi inti para dewa adalah jiwa kosmos. Wahai Arjuna, di dalam ragamu
itu, Aku Sendiri (Tuhan, sebagai saksi di dalam) adalah Adhiyagna." Pada
sloka ini dijelaskan salah satu kemahakuasaan Tuhan, yakni Tuhan juga hadir
sebagai atman di dalam raga atau badan setiap makhluk hidup.
Pada Bab VIII.9 Kitab Suci Bhagawad Gita disebutkan, "Ia (manusia)
memuja-Ku (Tuhan) sebagai yang maha mengetahui, sebagai yang selalu
5
hadir, sebagai yang maha penguasa, sebagai yang maha tercepat, sebagai
yang maha memelihara. Aku (Tuhan) hadir terang benderang bagaikan Sang
Surya dan jauh dari semua kegelapan."
Karena sifat-sifat Tuhan yang maha tidak terbatas, sehingga sangat sulit
bagi manusia yang mempunyai akal dan kesadaran yang bisa dibilang masih
sangat rendah untuk bisa memahami-Nya. Untuk bisa mencapai sesuatu
yang tidak terbatas maka kita harus mempersempit atau memperkecil
ketidakterbatasan itu. Contoh: misalnya kita harus mengukur luas suatu
bidang (suatu area) yang tidak beraturan yang sangat luas, maka kita harus
mempersempit bidang tersebut dan dibentuk pola-pola bidang datar yang
bisa diukur (misal persegi, segi tiga, trapesium, dll) sehingga nantinya kita
bisa menemukan jumlah luas keseluruhan dari bidang tak beraturan tersebut.
Wujud Tuhan
Pikiran manusia yang terbatas tidak akan bisa mencapai sesuatu yang
tidak terbatas. Maka diperlukan suatu media atau bentuk yang bisa
menghubungkan atau memusatkan pikiran manusia kepada pribadi yang
6
dipuja yaitu Tuhan (Brahman). Oleh karena itu, dalam agama Hindu dikenal
istilah Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Saguna artinya memiliki atribut,
sehingga Saguna Brahman adalah Tuhan yang mempunyai nama, bentuk,
wujud, dan atribut lainnya. Sedangkan Nirguna artinya tanpa atribut,
sehingga Nirguna Brahman adalah Tuhan yang merupakan jiwa suci yang
tidak mempunyai bentuk, tidak berwujud, tidak punya nama, ataupun
atribut lainnya. Untuk lebih mudahnya, seseorang yang memuja Tuhan
sebagai Saguna Brahman akan cenderung untuk melakukan pemujaan kepada
dewa atau dewi dan memusatkan pikirannya kepada pribadi dewa atau dewi
yang disembah. Sedangkan seseorang yang memuja Tuhan sebagai Nirguna
Brahman tidak akan mempersonifikasikan lagi pribadi Beliau karena sudah
mencapai tahap pencerahan tertinggi untuk bisa mamahami dan merasakan
kehadiran Tuhan (Brahman).