Anda di halaman 1dari 7

Om Swastyastu

Om Avignam Astu Nama Sidham


0m anobadrah kertawiyantu wiswatah
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

Kepada pandita yang saya sucikan, kepada Bapak kelihan desa yang saya hormati,
kepada tokoh masyarakat yang saya hormati dan umat sedharma yang berbahagia dan saya
banggakan. Puji syukur kita haturkan kehadapan Ida Sang HyangWidhi Wasa atas Asung Kerta
Wara NugrahaNya. Sehingga hari ini kita dapat berkumpul bersama di pura dalem Dharma Yoga
dalam acara persembahyangan piodalan “bude cemeng kelau” dengan keadaan sehat tanpa
kekurangan suatu apapun.

Terima kasih atas waktu yang telah diberikan kepada saya. Pada kesempatan yang
berbahagia ini saya akan menyampaikan pesan Dharma dengan tema KELUARGA SUKINAH
MENURUT HINDU. Adapun alasan mengapa saya mengangkat tema ini karena yang Saya
amati dilapangan masih banyak umat terutama pelajar yang belum memahami keluarga,dan
tingginya angka perceraian membuat tema ini sangat menarik untuk di bahas.

Umat sedharma yang berbahagia,

Sejak awal kehidupan manusia , ternyata bersatunya antara seorang wanita dengan seorang laki-
laki yang disimbulkan akasa dan pertiwi sebagai cakal bakal sebuah kehidupan baru yang
diawali dengan lembaga perkawinan. Hendaknya laki-laki dan perempuan yang telah
terikatdalam ikatan perkawinan selalu berusaha agar tidak bercerai dan selalu menyintai dan setia
sampai hayat hidupnya, jadikanlah hal ini sebagi hukum yang tertinggi dalam ikatan suami-istri
(G.Pudja MA, 2002 :561). Keluarga yang dibentuk hanya berlangsung sekali dalam hidup
manusia, keluarga atau rumah tangga bukanlah semata-mata tempat berkumpulnya laki dan
wanita sebagai pasangan suami istri dalam satu rumah, makan-minum bersama. Namun
mengupayakan terbunanya keperibadian dan ketenangan lahir dan bathin, hidup rukun dan
damai, tentram, bahagia dalam upaya menurunkan tunas muda yang suputra (Jaman, 195 :3).

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Bab I


pasal 1:

menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuahanan Yang maha Esa.

pasal 2 :

Menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Dengan demikian perkawinan menurut pandangan Hindu bukanlah sekedar legalitas hubungan
biologis semata tetapi merupakan suatu peningkatan nilai berdasarkan hukum Agama, karena
Wiwaha samkara adalah merupakan upacara sacral atau skralisasi peristiwa kemanusiaan yang
bersifat wajib ( G. Pudja,MA,2002 :80).

Keluarga bahagia yang menjadi tujuan wiwaha samkara dalam terminology Hindu disebut
keluarga Sukhinah merupakan unsur yang sangat menentukan terbentuknya masyarakat sehat
(sane society).

Prajanartha striyah srstah

Samtanartham ca manawah

Tasmat sadharano dharmah

ςrutau patnya sahaditah

Vedasmrti. IX.96

Untuk menjadi ibu, wanita itu diciptakan dan

untuk menjadi ayah , laki-laki itu diciptakan

Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda


Untuk dilakukan oleh suami beserta dengan istrinya

B. Tujuan Grehastha

Beranjak dari Veda Smrthi Bab. IX Sloka 45 menegaskan bahwa ia yang merupakan orang
sempurna yang terdiri atas tiga orang menjadi satu : istrinya, ia sendiri dan keturunannya .Begitu
pula dikatakan tidak ada bedanya sama sekali antara Dewi Sri (Dewi Kemakmuran ) dengan istri
dirumah, yang dikawinkan dengan tujuan untuk mempunyai keturunan membawa kebahagiaan
dan layak dipuja sebagai pelita rumah tangga (Veda Smrthi. XI.26). Kata anak dalam bahasa
sankerta “Putra” kata putra berarti kecil, yang disayang, kata putra menjadi penting dalam
berkeluarga , hal secara tegas seperti sloka berikut :

Pumnamo narakadyas

Mattraya te pitaram sutah,

Tasmat putra iti proktah

Swayamewaswayambhuwa

Artinya :

Oleh karena seorang anak yang akan menyebrangkan orang tuanya dari neraka yang disebut
Put (neraka lantaran tidak punya keturuanan ), oleh karenanya ia disebut putra.

Sehingga arti dan maksud kata Putra pada hakekatnya adalah ia yang menyelamatkan atau
menyebrangkan roh orang tua/leluhurnya dari neraka mencapai sorga.

Apakah semua anak dapat membahagiakan keluarganya, tentu tidak karena kita sering
melihat dan mendengar istilah anak durhaka, anak penghacur keluarga. Namun anak yang
dimaksudkan dlam tujuan perkawinan Hindu adalah anak yang suputra yang senantiasa
membahagiakan keluarganya ( PGAHN, 1987:26).
Pentingnya berkeluarga untuk tujuan kebahagiaan dan penyelamatan dari neraka, juga
dinyatakan bahwa Jaratkaru yang melihat orang tua yang tergantung di bamboo petung
pangkalnya digigit tikus di pinggir jurang. Karena tersentak hatinya barkatalah Jaratkaru:

Ling Sang Jaratkaru : aparan ta rahadyan sanghulun kabeh, ginatung ri petung sawulih, meh
tikela deni panigit ing tikur, ikang jurang ri sornya tan kinawruhan jero nika. Ya tikangde
larangeresi manah ninghuluh, moghawelas ahyun tumulunge kita.

( Apakah sebabnya tuanku sekalian bergantung dibuluh yang hampir putus oleh gigitan tikus,
seang dibawahnya jurang yang tiada terduga dalamnya ?. Perbuatan itulah yang menyebabkan
hamba, kasihan hamba melihat, dan hamba akan menolong )

Menjawablah orang yang tergantung di buluh petung :

“kunang tapan pegat wangsa mami. Nahan ta mami n pegat sangkeng pitraloka, magantungan
petungan sawulih, kangken tibeng narakaloka; tattwa nikang petung sawulih, hana wangsa
mami sasiki, Jaratkaru ngaranya. Ndan moksa wih ta ya, mahyun luputeng
sarwajanmabandhana, tatan pastry”

Artinya ……. Karena keturunan kami terputus. Itulah sebabnya saja pisah dari dunia leluhur,
bergantung dibuluh petung ini, seakan-akan sudah masuk neraka. Ada seorang keturunan saya
bernama Jaratkaru, ia moksa (pergi ) untuk melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tiada
beristr ( Adiparwa 1938 :35)

Demikianlah pentingnya posisi spiritual dari seorang anak dalam keluarga Hindu, karena
kelahiran anak yang suputra akan membahgiakan keluraganya dan membuka sorga setelah
kematian leluhurnya. Namun untuk mendapat kan anak yang suputra sebagai sumber
kebahagiaan keluarga ( yan ning putra suputra sadhu gunawan mamadangi ri kula wandawa),
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
b. Suardharma Keluarga

Suatu keluarga yang utuh dan sempurna terdiri dari suami, istri , anak . Untuk mengujudkan
keluarga sejahtera masing –masing keluarga mempunyai kewajiban fungsional(suadharma)
masing-masing.

Suadharma suami

a. Melindungi istri dan anak-anaknya


b. Menyerahkan harta dan menugaskan istri sepenuhnya untuk mengurus rumah tangga serta
urusan agama bagi keluarga.
c. Menjalani hidup dengan member nafkah istri bila karena suatu urusan penting ia tinggalkan
istrinya keluar daerah.
d. Memelihara hubungan kesucian dengan istri dan saling percaya memprcayai sehingga terjalin
hubungan kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga .
e. Berupaya agar istrinya selalu ceria dan bahagia di tengah keluarga guna dapat mengujudkan
kewibawaan keluarga.
f. Menggauli istrinya, mengusahkan agar tidak timbul perceraian , dan masing-masing tidak
melanggar kesucian.
Suadharma istri

a. Sebagai seorang istri ataupun wanita hendaknya diluar berusa untuk menghindari bertindak
diluar pengetahuan suami atau orang tuanya.
b. Istri /wanita harus pandai-pandai membawa diri dan pandai mengatur rumah tangga.
c. Istri harus setia pada suaminya dan hendak selalu berusha tidak melanggar ketentuan-
ketentuan yang telah ditentukan untuk hidup suci.
d. Istri harus selalu mengendalikan diri dalam keadaan suci dan selalu ingat kepada suami dan
tuhan .
e. Istri berkewajiban melihara rumah tangga.
f. Seseorang istri dapat bekerja untuk menunjang kehidupan asal tidak bertentangan dengan
kesopanan terutama bila suaminya kurang mampun member nafkah .
g. Wanita telah diciptakan menjadi ibu, disamping itu ia mempunyai pula kewajiban sebagai
pengurus rumah tangga dan menyelenggaran upacara keagamaan
Suadarma Anak

a. Pertama adalah berguru , belajar atau menuntut ilmu pengetahuan (brahmacari).


b. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya dengan teguh melakukan pengendalian diri ,
mengamalkan kebajikan dan menegakan kebenaran .
c. Melakukan upacara Sradha bagi leluhurnya dan kegiatan keagamaan yang ditentukan di dalam
weda .
d. Memberi pertolongan dan mendermakan hasil usahanya
Kitab Sarasamucascaya menyatakan :

“Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah

Pakaccaivapacitartham pitarastena ptrinah”

(S.s. 228)

Artinya:

Yang dianggap anak adalah orng yang menjadi pelindung bagi orang yang memerlukan
pertolongan , serta menolong kaum kerabat yang tertimp kesengsaranan , mensedekahkan
segala hasil usahanya, memasak dan menyediakan makanan untuk orang-orang miskin anak yang
demikian itu putra sejati namanya .

“Tapascaucavata nityam dharmasatyaratena ca,

Matapitroharahah pujanam karyamanjasa”

(S.s. 239)

Artinya :

Orng yang selalu hormat kepada ibu bapaknya dinyatakan teguh melalukan tapa dan
menyucikan diri, dan tetap teguh berpegang kapada kebenaran dan kebajakan .
Demikialah sedikit pesan dharma yang dapat saya sampaikan semoga dapat bermanfaat
bagi kita semua. Apabila ada kata-kata saya yang kurang berkenan di hati umat sedharma
sekalian saya mohon maaf dan kehadapan Brahman saya mohon ampun. Karena pepatah
mengatakan “tan hhana wang sweta nulus” tidak ada manusia yang sempurna. Saya ucapkan
terima ksih atas perhatiannya dan saya akhiri dengan mantram puja santih.
Om asato masad gamaya
Tamaso majyotir gamaya
Mrtyor ma amrtam gamaya
Loka samasta sukino bawantu

Om śāntih śāntih śāntih om.

Anda mungkin juga menyukai