Anda di halaman 1dari 4

BIJA BENIH KEBIJAKSANAAN

I Gede Adnyana, S.Ag


Pengantar: Om Swastyastu umat sedharma, dalam persembahyangan kita biasanya nunas
tirta atau air suci yang merupakan anugrah dari Sang Hyang Jagat Karana atau
Tuhan Yang Maha Esa Sang Penjadi dunia, dan diakhiri dengan memohon bija yang
terbuat dari beras. Apa makna bija dalam persembhyangan, dalam kesempatan ini
kita akan membahas “Bija, Benih Kebijaksanaan”, bersama narasumber Bapak
MangkuI Gede Adnyana, S.Ag.

Tanya: Pak mangku, Sebelum membahas tentang pentingnya bija dalam persembahyangan
lebih jauh, terlebih dahulu umat sedharma perlu mengetahui sebenarnya bija itu
sendiri apa?

Jawab: Bija Benih Kehidupan


Bija adalah benih, bibit, biji padi, biji jagung, elemen, unsur, sumber, asal (Astra,
2001: 265). Benih akan tumbuh bila ada tanah yang subur dan air yang cukup. Tanah
atau pertiwi adalah elemen padat penopang kehidupan ini. Air menjadikan tanah dapat
menumbuhkan tanaman yang sangat berguna bagi kehidupan. Kehidupan itu bermula
dari benih yang mendapat tempat yang layak atau sesuai untuk tumbuh berkembang.
Biji padi bukanlah benda mati namun tak dapat pula dikatakan sebagai
makhluk hidup, tetapi menyimpan potensi kehidupan di dalamnya. Tentu akan
berbeda dengan sebongkah kerikil yang tidak dapat dikatakan sebagai biji atau bija
oleh karena dia tidak memungkinkan untuk tumbuh berkembang. Jadi yang
membedakan Bija dengan benda mati, adanya potensi hidup yang terpendam
didalamnya yang mana bila mendapat tempat yang sesuai memungkinkannya untuk
tumbuh menjadi tanaman atau tumbuhan baru.
Bija digunakan setelah nunas tirta dalam persembahyangan mengandung
pesan-pesan religius. Tirta dan Bija merupakan simbolisme dari karunia utama
dalam persembahyangan. Tirta sebagai penyucian diri dari dasamala (sepuluh
kotoran bathin), dan bija berupakan benih ketuhanan yang hendak ditumbuhkan
didalam kesucian diri. Pentingnya benih-benih ketuhanan tumbuh adalah agar
manusia memiliki wiweka jnana, berupa kebijaksanaan diri dalam memilih dan
memutuskan segala sesuatu berdasarkan budhi.
Tanya: Menarik untuk disimak bahwa bija meskipun belum tumbuh tetapi tidak dapat
dikatakan benda mati, dikatakan sebagai benda hidup pun juga tidak karena meskipun
memiliki daya hidup tetapi belum tumbuh. Jadi tergolong apa sebenarnya bija ini
apakah makhluk hidup atau benda mati?

Jawab: Tanah (pertiwi), air (apah), cahaya (teja), udara (bayu) dan akasa (ruang), adalah
syarat agar benih itu dapat tumbuh menjadi tanaman. Bija itu sendiri juga terbuat
dari unsur yang sama, ditempatkan pada tempat dengan kondisi dimana lima elemen
bhuta dapat berkembang atas intruksi kehendak dari budhi didalam benih. Dengan
lingkungan yang sesuai, benih tumbuh dan berkembang dimana sari pati panca maha
bhuta akan terkumpul didalam buah ataupun umbi yang nantinya akan berkembang
menjadi benih-benih (wija) kehidupan baru. Bija sebagai potensi hidup hakikatnya
adalah makanan yang tumbuh berkat adanya (air) hujan. Hujan adalah hasil dari
yajnya, dan yadnya adalah hasil dari kerja atau karma. Karma atau kerja berasal dari
Brahma yang abadi (Brahma akhsara), karena itu Brahma berada disekitar yajnya.
Dengan kata lain Brahma sebagai manifestasi Tuhan dalam mencipta selalu berada
disekitar yajnya (Gita III.14-15). Dalam pelaksanaan yajnya hakikatnya
menghadirkan yang kekal (Brahma akhsara), yang tiada lain adalah Brahman agar
berkenan melimpahkan karunianya.

Tanya: Selain bija yang terbuat dari beras kita juga mengenal bija aksara. Apa kaitan antara
bija dengan bija aksara?
Jawab: Dalam mantra bija aksara merupakan suku kata inti seperti OM-RAM- RIM- RUM-
KHAM-GAM- dan sebagainya (Stuti Stava: 274). Sering kali dalam terjemahan
kata-kata ini tidak diterjemahkan oleh karena sifatnya yang sangat rahasia dan tak
tergantikan. Setiap Bija aksara mewakili ista dewata, dengan menggunakannya
seseorang terhubung dengan ista dwata yang dipuja: Sang adalah bijaaksara dari
Iswara; Bang Bamadewa; Tang Tat Purusa; Ang Agora; Ing Isyana. Dengan definisi
sebagai inti seperti disebutkan dalam Stuti Stawa menunjukan bahwa Bija aksara
adalah yang terdalam atau jika diandaikan dengan tanaman dia adalah benih atau
Wija.
Dalam proses memohon bija juga menggunakan bija mantra Om Kum
Kumara wija ya namah swaha.
Tanya: Kaitannya dengan persembahyangan ataupun pelaksanaan yajnya bija itu digunakan
oleh umat setelah nunas tirta, apa makna dari penggunaan bija ada yang ditempel di
dahi atau diantara kedua alis?

Jawab: Bija pada ajnya cakra yaitu Makara Wija, tempat bersemayamnya Sang Hyang
Siwatma manifestasi-Nya Makara, Ong Mang aksara sucinya. Sangat utama, sangat
stabil tanpa keinginan, tanpa suka duka (BK. II.9). Pikiran yang stabil baik dalam
suka maupun duka merupakan hal yang sangat penting, sebab pikiran sangat
menentukan tindakan anggota badan maupun kata-kata. Menumbuhkan sifat
kedewataan Makara, hakikatnya menyadarkan sang atma melalui anugrah Sang
Hyang Siwatma, sehingga tepatlah bila titik ini (antara kedua alis) menjadi tempat
meletakan bija yang pertama.

Tanya: Ketika meletakkan bija di antara kedua alis sangat erat kaitannya dengan
pengendalian pikiran. Bagimana dengan yang diletakan di pangkal tenggorokan?
Jawab: Bija pada pangkal tenggorokan Wija Isana dengan aksara Ong Ing (benih Isana;
Shiwa) dalam tubuh dikonsentrasikan oleh para Rsi atau Sulinggih pada pangkal
leher. Keutamaan dari Wija Isana disebut sebagai Paramatma yang artinya jiwa
agung, jiwa tertinggi, wisesa (utama), alamnya Brahma Mantra, suci, Keswaryan
(kemahakuasaan, keunggulan), malilang lwirnya (berkeadaan terang).
Tanya: Apa makna dari penggunaan bija ditelan tiga biji, dan mengapa harus tiga biji?
Jawab: Tiga buah bija yang utuh ditelan, Gayatri Wija berada didalam perut, aksaranya Ong
Tang, merupakan alam Maha loka kediaman Yaksa Prajapati manifestasi Gayatri
berwarna tiga: merah, putih, hitam, yang disebut juga triguna Sattwam, rajah, tamah
(BK. II.2). Pengendalian Triguna amat penting dalam upaya mencapai kebahagiaan
hidup. Dengan anugrah Gayatri melalui bija semoga benih-benih sattwam menguasai
rajah tamah menumbuhkan Budhi Sattwam mewujudkan kebijaksanaan hidup.
Tanya: Jadi pada intinya Bija merupakan anugrah tuhan yang perlu ditumbuhkan dan
dikembangkan didalam diri manusia, yang mana ini juga sejalan dengan ajaran yoga.
Dalam proses nunas bija apakah itu juga merupakan proses yoga?
Jawab: Bija atau wija juga digunakan kaitanya dengan keberadaan aksara suci di dalam
tubuh manusia. Bija mengandung kekuatan yang menumbuhkan sifat-sifat
ketuhanan didalam diri. “Tatra niratishayan sarvajntvabijam”, Pada-Nya /Iswara
benih serba tahu itu berada pada puncaknya (YS. I.25). Bija juga merupakan
perlambang tumbuhnya pengetahuan didalam diri, seperti juga biji padi yang dapat
tumbuh berkembang. Dalam Buanakosa (BK) patalah II sloka 5 disebutkan:

Satyalokan tata Rudrah, Brahma jiwa manadhikam, aiswaryyam swaccha


paramam, kante mule nyased wudhah.
Iruhur nika, hana ta satya loka nga, unggwan Sang Hyang Rudra, Isana
wija ngkana, Paramatma ya, wisesa ya, ya Brahma Kantrapada, ya jiwa
anadhika, ya keswaryyan, nga, malilang lwirnya, ya ta nyasakna Sang
Pandita ring wit ning gulu, Om Ing Namah.

Terjemahan:
Diatasnya ada alam yang disbut Satya loka, tempat bersemayamanya Sang
Hyang Rudra Manifestasi Siwa (benih Isana), juga disebut Paramatma, sangat
utama, Ia adalah alam Brahma Mantra, Ia itu jiwa yang suci, itu pula disebut
keunggulan, keadaanya sangat terang benderang, itu ditempatkan oleh Sang
Rsi pada pangkal leher. Ong Ing aksara sucinya.

Pola-pola serupa juga berlaku pada Wija-Ista Dewata lainya didalam tubuh.
Misalnya: Agora Wija berada di pusar aksaranya Ong Ang, merupakan alam Indra
loka manifestasi Agora berwarna merah (BK. II.1). Waisnawi Wija berada dihati
aksaranya Ong Sang, alam Jana loka, kediaman Wisnu, warnanya hitam pekat seperti
tinta (BK. II.3). Bamadewa Wija berada di dalam dada, aksaranya Ong Bang,
merupakan alam Tapa Loka, kediaman Sang Hyang Brahma, Manifestasi Bamadewa,
berwujud cahaya (BK. II.4), dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai