Anda di halaman 1dari 3

atyam Sivam Sundaram

FUNGSI BANTEN DALAM AGAMA HINDU

Iklan

Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol, penampilannya sangat indah dan
menarik hati setiap orang untuk melihatnya. Bagi umat Hindu simbol-simbol tersebut
menggetarkan kalbu dan berusaha untuk memahami makna yang terkandung di balik
simbol-simbol tersebut, setiap aktivitas keagamaan tidak terlepas dari simbol-simbol.
Simbol-simbol tersebut merupakan media bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri
dengan Sang Pencipta, mengadakan dialog dengan Yang Maha Kuasa dan memohon
perlindungan dan wara nugraha-Nya.

Salah satu simbol dalam agama Hindu adalah menggunakan Banten dalam berbagai
ritual upacara. Banten dalam agama Hindu adalah bahasa agama. Ajaran suci Veda
sabda Tuhan Yang Maha Esa disampaikan kepada umat dengan berbagai bahasa. Bahasa
Veda itu disampaikan juga dalam bahasa Mona. Mona artinya diam namun banyak
menyampaikan informasi tentang kebenaran Veda, bahasa Mona itu adalah Banten.
Banten dalam Lontar Yajnā Prakṛti memiliki tiga arti sebagai simbol ritual yang sakral.
Dalam lontar tersebut banten disebutkan:

Sahananing Bebanten Pinaka Raganta Tuwi, Pinaka Warna Rūpaning Ida Baṭṭāra,
Pinaka Aṇḍa Bhuvāna.

Dalam lontar ini ada tiga hal yang dibahasakan dalam wujud lambang oleh Banten
yaitu Pinaka Raganta Tuwi artinya lambang dirimu atau lambang diri kita, Pinaka
Warna Rūpaning Ida Baṭṭāra artinya lambang kemahakuasaan Tuhan dan Pinaka Aṇḍa
Bhuvāna artinya lambang alam semesta (Bhuvāna Agung).
Yang pertama banten lambang diri kita. Banten ini banyak jenisnya misalnya Banten
Tataban Alit yaitu Banten Peras, Penyeneng, Tulung dan Sesayut. Banten ini
mengandung beberapa konseo hidup yang bersifat universal, misalnya:

Banten Peras, banten ini lambang perjuangan dan doa untuk mencapai sukses dalam
hidup kita. Saya yakin di dunia ini tidak ada manusia normal yang tidak ingin sukses
dalam hidupnya. Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai syarat minimal agar kita
sukses dalam hidup ini. Dalam banten Peras ini digambarkan sesuai
dengan Tattva agama Hindu yang tercantum di dalam kitab Veda dan sastranya. Di
dalam lontar disebutkan: Peras Ngarania Prasida Tri Guna
Śakti, artinya Peras namanya adalah sukses (Prasida) dengan kuatnya (Śakti) Tri Guna.
Tri Guna itu adalah Sattwam, Rajas dan Tamas. Kalau ketiga guna ini berada pada
struktur yang benar maka ia menjadi kekuatan yang luar biasa untuk membawa orang
pada sukses dalam hidupnya. Struktur yang ideal dari Tri Guna ini apabila struktur
tersebut didominasi oleh Guṇa Sattwam. Guṇa Sattwammenguasai Guṇa
Rajah dan Tamah. Dalam banten Peras Guṇa Sattwam disimbolkan dengan
benang, Guṇa Rajas dilambangkan oleh uang dan Guṇa Tamas dilambangkan oleh
beras. Ketiga unsur itu ada pada banten Peras.

Penyeneng, adalah suatu jenis banten yang berbentuk Sampian dengan


tiga kojongnya.Banten penyeneng ini melambangkan konsep hidup yang seimbang,
dinamis dan produktif. Konsep hidup yang ideal adalah harus berupaya untuk
menciptakan sesuatu yang patut diciptakan, memelihara sesuatu yang patut dipelihara
dan meniadakan sesuatu yang patut ditiadakan. Ada beberapa jenis penyenengdengan
berbagai variasinya sesuai dengan kreativitas seseorang, namun dalam penyenengitu ada
hal yang versifat esensial dan substantif. Yang esensial dan substantif ada tiga makna
yang disimbolkan oleh Banten Penyenen itu adalah adanya tepung tawar yaitu suatu
banten yang dibuat dari tepung beras, kunir dan daun dadap. Tepung tawar ini adalah
lambang dari keseimbangan hidup. Hidup yang seimbang adalah hidup yang
memperhatikan adanya hukum rwa bhineda, kecuali Sang Hyang Widhi Wasa tidak ada
yang tidak kena hukum ini. Ada siang ada malam, ada senang ada sedih, ada lahir ada
batin, ada sosial ada individu dan seterusnya. Hidup yang seimbang adalah hidup yang
selalu mengupayakan adanya keseimbangan lahir batin, material spiritual, individual
dengan sosial dan seterusnya. Daun dapdap dalam Lontar Taru Premāṇa disebut Taru
Śakti. Śakti artinya kuat, kekuatan yang paling baik adalah keseimbangan itu
sendiri. Undur Bīja dalam banten penyeneng itu lambang bibit sumber kreativitas.
Dalam Penyeneng juga digunakan Nasi Segau yang artinya sebagai suatu kekuatan yang
harus ditumbuhkan dandimohonkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar kita dapat
menghilangkan sesuatu yang patut dan wajib dihilangkan. Meskipun wujud Banten
Penyeneng itu sangat lokal Bali namun makna yang dimuat sangat universal. Memang
hidup yang ideal adalah hidup yang penuh dengan kreativitas untuk mencipta,
memelihara dan meniadakan yang patut ditiadakan. Pengertian ini dapat kita tarik
dari Pūjā Pengantar Banten Penyeneng yang berbunyi Oṁ Kaki Penyeneng Nini
Panyeneng Kajenengan Dening Brahmā Viṣṇu Īśvara yang artinya Kakidan Nini
Penyeneng itu tiada lain Hyang Widhi sebagai puruṣa dan Pradhāna sumber terjadinya
kehidupan. Penyeneng artinya pemberi kehidupan, kata Nyeneng dalam bahasa Bali
artinya Hidup.

Banten Tulung adalah suatu banten dengan tiga kojong juga berisi nasi dengan lauk pauk
dan rerasmen. Umat umumnya terutama kaum wanita sangat terampil membuatnya
namun yang penting disini adalah makna dari banten tulung tersebut. Dalam bahasa Bali
kata “tulung”berarti tolong menolong. Manusia disamping sebagai makhluk individu
jga berdimensi sebagai makhluk sosial. Salah satu ciri manusia sebagai makhluk sosial
adalah memiliki kemampuan berkerja sama dengan sesamanya untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan saling tolong menolong itulah mereka akan hidup lebih sejahtera.

Banten sesayut, berasal dari kata Āyu. Kata Āyu ini berasal dari bahasa Sansekerta
artinya hidup yang baik. Kata Āyu ini sudah mewarga ke bahasa Jawa Kuna dan Bahasa
Bali. Dalam bahasa Bali kata Āyu inilah yang menjadi kata rahayu yang artinya selamat.
Sesayut mendapat awalan Dwipūrwa menjadi sesayut artinya keselamatan atau
kesejahteraan. Jenis banten sesayut ini ratusan jumlahnya dan bermacam-macam
namanya. Ada sesayut Pūrṇa Suka, Tulus Dadi, Tulus Āyu, Sida Pūrna, Pamiak Kala
Lara Melaradan dan lain-lain. Namun ada hal yang sama di sini yaitu dasar sesayut
yang disebut tatakan sesayut yang wujudnya bulat dibuat dari daun kelapa yang sudah
hijau. Bentuk bulat itu dibuat dengan daun kelapa itu dibuat “maiseh”tahap demi tahap
sampai membentuk bulatan. Bentuk sesayut yang inilah melambangkan bahwa
perjuangan untuk mencapai hidup yang sejahtera yang disebut Āyu ini tidak bisa
dilakukan dengan ambisi tergesa-gesa. Perjuangan hidup itu harus dilakukan dengan
bertahap seperti kulit sesauttersebut yang bentuknya bulat bertahap. Keselamatan hidup
di dunia ini harus dicapai melalui perjuangan hidup yang bertahap.

Demikianlah arti dan makna dari beberapa jenis Banten yang membentuk banten
Tataban Alit. Semua bentuk Banten ini memang sangat lokal tradisional. Namun nilai-
nilai yang dikemas oleh bentuk lokal tradisional itu adalah nilai-nilai hidup universal
global.

Anda mungkin juga menyukai