Anda di halaman 1dari 2

NYEKEB MEMATANGKAN DIRI

Radite Pahing Dunggulan, kawastanin penyekeban, tedun Ida Sang Kala Tiga, dados
Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dunggulan miwah Bhuta Amengkurat. Imanusa patut
pagehin idep mangda nenten kakahonang antuk gagodan sang Bhuta tiga. (Sundarigama).
Turunya Sang Kala Tiga yaitu Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dunggulan miwah
Bhuta Amengkurat bertugas menggoda atau mengganggu kehidupan manusia. Untuk itu
manusia hendaknya manusia agar mengendalikan pikiran agar tidak dikalahkan oleh godaan
Sang Bhuta Tiga.
Bhuta dan pikiran adalah poin pokok pada hari penyekeban. Dalam masyarakat secara
umum dikenal ada istilah Bhuta dan Bhutakala. Bhuta artinya: telah lalu; lampau; anak laki-
laki; Dewa Shiwa; makhluk; hantu; unsur; lampau; dahulu; sejahtera, sedangkan Bhutakala
artinya: tergoda; masa lampau; bhutakala (Surada, 2007). Dalam kenyataannya dimasyarakat
bhutakala lebih cenderung berkonotasi dengan rencang atau makhluk bawahan dari Bhatara
(Tuhan). Pada hari penyekeban Sang Kala Tiga yaitu Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta
Dunggulan dan Bhuta Amengkurat merupakan rencang Bhatara Shiwa yang menggoda
manusia.
Nyekeb artinya memeram dengan tujuan mematangkan. Nampak bahwa pengekangan
pikiran yang bertujuan mematangkan diri melalui lelaku berfikir yang baik. Untuk dapat
berfikir dengan jernih guncangan-guncangan pikiran hendaknya dikendalikan. Dalam buku
Samkhya dan Yoga dijelaskan bahwa guncangan pikiran sesungguhnya dampak dari
intensitas Tri Guna yang menyebabkan lima jenis keadaan pikiran, antara lain:
1. Ksipta (tidak diam-diam)
2. Mudha (lamban dan malas)
3. Viksipta (bingung atau kacau)
4. Ekagra (terpusat)
5. Niroddha / Niruddha (terkendali)
Ksipta, mudha, viksipta, merupakan dampak dari pengaruh rajas dan tamas yang
dominan. Ekagra menuju Niroddha merupakan persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan
akhir yaitu kelepasan (Sura; Sukayasa; Gitananda, 2022). Dengan demikian tujuan dari
nyekeb pikiran adalah menundukan ksipta, mudha, viksipta mengarahkan pikiran Ekagra atau
terpusat menuju Niroddha atau terkendali. Inilah kematangan diri yang sesungguhnya
diharapkan pada hari penyekeban.
Idep yang pageh (kokoh) dalam sundarigama merupakan harapan Ekagra menuju
Niroddha dalam Samkhya dan Yoga. Harapan ideal ini tentunya lebih terfokus pada
kontemplasi menuju kedalam diri. Untuk itu patutlah didukung dengan pengendalian lidah,
baik berupa makanan maupun tontonan; gadget; yang mempengaruhi pikiran. Pikiran dapat
diarahkan melalui mantra (Manana Trayte iti mantrah), dengan cara pengulangan-
pengulangan yang membatin guna memperoleh anugrah Shiwa. Hal ini sejalan dengan
Arjuna Wiwaha I:5 sebagai berikut:
Wyarthekang japa-mantra yan kasalimur dening rajah mwang tamah
Nghing yan langgêng ikang Shiwa smrti datêng srêddha bhathàra riya
Terjemahan:
Tidak ada manfaatnya merapal japa-mantra jika orang masih dikuasai oleh
ego dan perasaan malas. tetapi jika ia teguh merenungkan Shiwa, datanglah
anugerah Tuhan kepadanya’.
Dari merenungkan Shiwa melalui perenungan atau japa Mantra, pikiran diikat
menuju Shiwa yang suci. Dengan pikiran yang Ekagra (terpusat), dan Niroddha /
Niruddha (terkendali), diri menjadi matang. Kematangan diri ibarat buah yang masak
yang siap dipetik dan dinikmati. inilah saat yang tepat menikmati anugrah Shiwa
(Tuhan) yang membahagiakan melalui kendali atas pikiran yang Niroddha.
RAHAJENG PENYEKEBAN

Anda mungkin juga menyukai