Anda di halaman 1dari 5

TRI KERANGKA DASAR (TATTWA, SUSILA, ACARA)

SEBAGAI PONDASI UMAT HINDU


DALAM MENGHADAPI PENGARUH MODERNISASI

OLEH
I MADE DWI SUSILA ADNYANA

I. PENDAHULUAN
Agama Hindu sebagai agama tertua di dunia selalu mengalami perkembangan
disetiap zamannya. Dalam sejarah peradaban agama Hindu, banyak ahli sejarah
yang mencatat bahwa perkembangan Hinduisme dari setiap zamannya terus
mengalami evolusi yang dimulai dari zaman Weda (2.000 SM – 1.000 SM),
zaman Brahmana (1.000 SM – 300 M), zaman Purana (300 M – 700 M), zaman
reformasi Hindu (700 M – 1.200 M), hingga pada zaman Hindu modern. Namun
disetiap evolusi perkembangannya, Hinduisme mampu menyerap dan memfilter
terhadap segala perubahan yang terjadi bagaikan air yang terus mengalir
mengikuti arus. Pada masing-masing periodenya, evolusi Hinduisme memiliki
implementasi pemujaan Tuhan yang berbeda-beda, namun esensinya tetap sama.
Setiap zaman mempunyai karakteristik tersendiri dalam segala aspek yang
mencakup tata cara pemujaan, ritual, upacara, dan yang lainnya.
Pada zaman Weda, kehidupan beragama umat Hindu mengenal dengan
pemujaan banyak Dewa seperti Dewa Matahari (Surya), Dewa Bulan (Candra),
Dewa Api (Agni), Dewa Hujan (Indra), dan masih banyak lagi. Pada zaman
Brahmana, kehidupan manusia mulai didominasi oleh upacara yajna
(persembahan) yang wajib dilaksanakan sesuai adat istiadat setempat, mulai
adanya sebuah peraturan dan kewajiban keagamaan, pemujaan terhadap banyak
dewa-dewa sudah mulai dispesifikasi menjadi tiga dewa utama yaitu Brahma,
Wisnu, dan Siwa yang disebut dengan istilah Tri Murti. Pada zaman purana, mulai
muncul banyak sekte-sekte yang kadang kala saling bertentangan, kembali
munculnya pemujaan terhadap banyak dewa sesuai sekte masing masing
(pemujaan kepada 33.000.000 dewa), munculnya perhitungan tentang yuga
(zaman), dan pada zaman purana inilah muncul perayaan hari raya agama Hindu.
Diprediksikan pada zaman purana ini juga agama Hindu mulai menyebar ke
Indonesia, khususnya di Bali yang pada masa itu banyak terdapat sekte-sekte.
Setelah melewati periode tiga zaman (Weda, Brahmana, Purana), muncullah
zaman reformasi Hindu (Reformation Of Hinduism). Pada zaman reformasi Hindu
ini ditandai dengan munculnya aliran filsafat Hindu (Darsana) sehingga
pemikiran umat Hindu pada zaman ini sudah mulai berfikir ke arah filosofis.
Dewasa ini perkembangan agama Hindu telah menghadapi masa modernisasi
(Modern Of Hinduism). Kemajuan teknologi dan juga pengaruh globalisasi telah
mulai merubah mind set umat Hindu sedikit demi sedikit. Kebutuhan hidup yang
semakin kompleks membuat umat Hindu pada zaman ini mulai berfikir secara
instant, dalam artian selalu ingin sesuatu yang cepat dengan usaha yang tidak
optimal. Sering terjadi kekeliruan dari segi upacara yajna khususnya umat Hindu
di Bali yang menganggap bahwa yajna selalu diidentikan dengan sarana upakara
yang mewah, seperti contoh banten gebogan. Terkadang sering terlihat pada hari
raya keagamaan, banyak umat Hindu yang saling berlomba untuk membuat
banten gebogan yang mewah hanya untuk meninggikan status sosial mereka. Jelas
sekali terlihat kekeliruan yang terjadi jika di lihat dalam perspektif Acara Hindu.
Padahal secara filosofis (Tattwa), banten gebogan yang mewah tidak akan ada
artinya bila kesucian pikiran yang harusnya tertuju dan terpusat pada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa telah berubah menjadi arogansi peninggian status sosial
belaka. Apalagi etika Hindunya (Susila) tidak mencerminkan sikap yang baik. Hal
ini tentu menjadi kekeliruan yang harus dibenahi. Seharusnya Tri Kerangka Dasar
agama Hindu harus sejalan dan berkorelasi satu sama lain yaitu antara Tattwa,
Susila, dan juga Acara sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan umat
manusia dalam menghadapi pengaruh modernisasi. Tri Kerangka Dasar inilah
yang dijadikan sebagai pondasi utama yang kokoh dalam mengahadapi tantangan
zaman yang terus berkembang.
II. PEMBAHASAN
Tri Kerangka Dasar agama Hindu merupakan pondasi utama umat Hindu
untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama Hindu. Bagian dari pada Tri
Kerangka dasar agama Hindu ini adalah Tattwa (filsafat), Susila (etika), dan
Acara (pelaksanaan). Ke tiga aspek ini harus tetap sejalan dan seimbang secara
menyeluruh agar ajaran agama Hindu dapat dipahami dan dilaksanakan secara
baik dan benar. Apabila pemahaman dan penerapannya hanya dipahami dari satu
aspek saja, maka akan terjadi kekeliruan yang menyebabkan suatu ketimpangan.
Tattwa merupakan dasar keyakinan (sradha) dalam teologi Hindu. Dalam
pengertian sederhana, Tattwa dapat diartikan sebagai ajaran filsafat agama Hindu,
namun pada pengertian yang lebih spesifik, Tattwa lebih dari sekedar filsafat
karena disetiap kebenarannya harus didasari oleh suatu keyakinan. Seperti contoh,
atma yang dibungkus oleh jiwa pada badan halus manusia menyebabkan manusia
hidup dan dapat bernafas. Dalam sudut pandang filsafat, hal ini perlu dicari
kebenarannya hingga menemukan pembuktian yang jelas. Jika ditinjau dari sudut
pandang Tattwa, atma pada jiwa manusia harus diyakini kebenarannya, sebab
apabila dicari pembuktian yang jelas, akan susah mengungkapkan bentuk atma
karena bentuknya abstrak. Itulah yang menjadi perbedaan dan persamaan Tattwa
dan filsafat.
Susila adalah etika dalam agama Hindu. Susila menyangkup tentang prilaku,
tata cara, sopan santun, dan juga norma-norma agama. Perlunya pemahaman yang
mendalam terhadap ajaran Susila bertujuan untuk mengharmoniskan anatara umat
manusia dan sesamanya sehingga tercipta suasana yang tentram, damai dan
sejahtera. Contoh sederhana dalam ajaran Susila ini adalah bagaimana cara kita
sebagai manusia dapat memanusiakan manusia sebagai manusia, karena pada
hakekatnya manusia itu adalah sama. Tidak saling menyikiti, hormat
menghormati, dan juga saling menghargai, duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi, saling memberi dan saling menerima, menghindari pertikaian antar sesama
agar tercipta kehidupan yang harmonis. Dalam ajaran agama Hindu, hal ini
disebut dengan istilah Tat Twam Asi. Inilah yang perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari supaya tercipta suasana yang harmonis.
Acara berasal dari bahasa sansekerta yang mengandung arti pelaksanaan.
Acara adalah sub ke tiga dari pada Tri Kerangka Dasar agama Hindu yang
menyangkut tentang suatu pelaksanaan, dalam artian praktik nyata dari
implemtasi ajaran Tattwa dan Susila adalah pada aspek Acara. Apabila kita hanya
mempelajari dan memahami dari sudut padang pengetahuan filsafat dan etika saja,
akan sia-sia apabila pengetahuan itu tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan,
dengan kata lain antara teori dan praktek haruslah sejalan.
Acara dalam ruang lingkup yang lebih luas khususnya pada implementasi
pelaksanaan ajaran agama Hindu di Bali, lebih menukik pada pelaksanaan upacara
yajna sebagai bentuk pendekatan diri kepada Sang pencipta dengan sarana yang
disebut upakara. Terkadang banyak umat Hindu yang hanya melihat dari sudut
pandang Acara saja pada pelaksanaan upacara yajna ini, tetapi jarang umat Hindu
yang mengetahui makna dan artinya secara filosofis. Contoh sederhana dalam
kehidupan sehari-hari, ada sebagian umat Hindu yang melaksanakan persembahan
sehari-hari setelah memasak (yajna sesa) hanya sebatas melaksanakan saja,
namun tidak mengetahui arti dan makna daripada pelaksanaan tersebut. Hal ini
perlu dibenahi agar kedepannya umat Hindu mempunyai pemahaman yang
mendasar apa yang telah dilaksanakan dan mengetahui maknanya, apalagi di
tengah-tengah arus modernisasi seperti sekarang ini.
Pemahaman tentang Tri Kerangka Dasar agama Himdu (Tri Jnana Sandhi)
perlu dipahami secara menyeluruh dan seimbang agar terciptanya umat Hindu
yang lebih kritis dan teoritis. Inilah yang nantinya dijadikan sebagai pondasi
dalam mengamalkan kehidupan beragama umat Hindu dalam pengaruh
mosernisasi dan perkembangan zaman yang semakin mengglobal.

III. PENUTUP
Tri Kerangka Dasar agama Hindu seharusnya dilaksanakan secara seimbang
dan menyeluruh. Tidak boleh dilaksanakan hanya dari satu aspek saja karena akan
menyebabkan suatu kekeliruan yang menyebabkan adanya ketimpangan entah
dari segi agama maupun sosial. Dalam menghadapi pengaruh modernisasi, Tri
Kerangka Dasar agama Hindu inilah yang perlu dijadikan suatu pondasi agar
senantiasa dapat bertahan dalam maraknya kemajuan teknologi dan
perkembangan zaman yang semakin mengglobal. Dalam sudut pandang Tattwa
(filsafat), umat Hindu harus dapat berfikir secara kritis dan filosofis dalam
menghadapi pengaruh modernisasi, dalam sudut pandang Susila (etika), umat
Hindu juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman, dengan
kata lain tidak melakukan tindakan atau prilaku yang menyimpang dari norma
agama meskipun sekedar ikut mengikuti perkembangan zaman tersebut.
Sedangkan dari sudut pandang Acara (pelaksanaan), umat Hindu diharuskan dapat
memaknai dan memahami setiap pelaksanaan keagaaman baik upacara yajna,
ritual, dan yang lainnya melalui dasar Tattwa dan Susila. Ke tiga aspek ini harus
dipahami dan diterapkan secara seimbang dan menyeluruh untuk dapat
memfilterisasi setiap perubahan pada zaman modernisasi ini. Tri Kerangka Dasar
inilah yang dijadikan pondasi utama dalam menghadapi pengaruh modernisasi.

REFRENSI
Phalgunadi, I Gusti Putu. (2013). Sekilas Sejarah Evolusi Agama Hindu.
Denpasar: Widya Dharma.
Tim Penyusun. (2013). Swastikarana Pedoman Ajaran Hindu Dharma. Parisada
Hindu Dharma Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai