Anda di halaman 1dari 6

KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBURU

1. Masyarakat Berburu dan Meramu Tingkat Awal


Pada masa berburu dan meramu, lingkungan hidup manusia masih liar dan keadaan
bumi masih labil. Pada saat itu banyak terjadi letusan gunung berapi dan daratan
tertutup hutan yang lebat, serta berbagai binatang purba masih hidup di dalamnya.
Manusia pendukung pada masa itu adalah Pithecanthropus erectus dan Homo
wajakensis. Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan (meramu) telah ada
semenjak manusia muncul di permukaan bumi, begitu pula halnya dengan manusia
Indonesia. Kehidupan masyarakat berburu dan berpindah-pindah mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut.
 Belum mengenal bercocok tanam.
 Kebutuhan makan mereka bergantung pada alam sehingga cara mereka
mencari makanan disebut dengan nama food gathering (mengumpulkan
makanan) dan berburu.
 Alat-alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih
sangat kasar).
 Manusia purba hidup berkelompok dan tempat tinggal mereka berpindah-
pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) seiring dengan
usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Masyarakat Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut


Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen.
Corak kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut masih terpengaruh
pada masa sebelumnya. Kehidupan mereka masih bergantung pada alam. Mereka
hidup dengan cara berburu binatang di dalam hutan, menangkap ikan, dan dengan
mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buah-buahan, daun-daunan, dan biji-
bijian. Alat-alat kehidupan yang digunakan pada berburu dan meramu tingkat lanjut,
misalnya kapak genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa itu juga telah
dikenal gerabah yang berfungsi sebagai wadah. Pola bermukim mereka mulai
berubah dari nomaden menjadi semisedenter.
Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan
makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih
dahulu diberi ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche).
Mereka memilih gua yang letaknya cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk
melindungi diri dari iklim dan binatang buas.Masyarakat berburu dan meramu tingkat
lanjut juga telah mengenal pembagian kerja. Kegiatan berburu banyak dilakukan
oleh kaum laki-laki. Kaum wanita yang tidak banyak terlibat dalam kegiatan
perburuan, lebih banyak di sekitar gua-gua tempat tinggal mereka. Karena perhatian
wanita ditunjukan kepada lingkungan yang terbatas, maka ia mampu memperluas
pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan.
Pada tingkat lanjut ini telah mengenal bercocok tanam meskipun dalam taraf yang
sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah. Pada masyarakat
berburu dan meramu diduga telah muncul kepercayaan. Buktinya adalah dengan
ditemukannya bukti-bukti tentang penguburan yang ditemukan di Gua Lawa,
Sampung, Ponorogo, Jawa Timur;Gua Sodong, Besuki, Jawa Timur; dan Bukit
Kerang, Aceh Tamiang, Nangroe Aceh Darussalam.

KEHIDUPAN MASYARAKAT BERCOCOK TANAM


1. Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Masa bercocok tanam merupakan masa yang penting bagi berkembangan
masyarakat dan peradaban. Adanya penemuan baru dalam rangka penguasaan
sumber alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai
dipelihara dan dijinakkan. Cara bercocok tanam dengan berhuma mulai
dikembangkan, sehingga muncullah ladang-ladang pertanian yang sederhana.
Berhuma adalah bercocok tanam secara berpindah-pindah dengan cara menebang,
membakar, serta membersihkan hutan kemudian menamainya dan
meninggalkannya setelah tanah tersebut tidak subur lagi.
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan
cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat itu telah memiliki tempat tinggal yang
tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar hubungan antarmanusia di dalam kelompok masyarakat semakin
erat. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam
ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Setiap
pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat selalu dilakukan dengan cara bergotong
royong, diantaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu, membangun
rumah, dan lain-lain.
Cara hidup bergotong royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat
yang bersifat agraris. Kegiatan gotong royong hingga saat ini masih tetap
dipertahankan terutama di daerah pedesaan. Dalam kehidupan masyarakat
bercocok tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus inter pares). Gelar primus
inter pares di Indonesia adalah ratu atau datu(k) artinya orang terhormat dan yang
patut dihormati karena kepemimpinannya, kecakapannya, kesetiaannya,
pengalamannya, dan lain-lain.
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam dan menetap memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Sudah mengenal bercocok tanam secara baik.
2. Sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan kebutuhan
mereka (menghasilkan makanan atau food pruducing). Disamping berburu
dan menangkap ikan, mereka juga telah memelihara binatang-binatang jinak
seperti anjing, babai, dan kerbau. Binatang-binatang tersebut selain untuk
keperluan konsumsi juga dapat dipakai sebagai binatang korban.
3. Sudah mempunyai tempat tinggal yang menetap secara mantap.
4. Peralatan yang dibuat dari batu lebih halus dam bermacam-macam, seperti
kapak, tombak, panah, dan lain-lain. Selain peralatan, mereka juga berhasil
membuat perhiasan dari gelang-gelang dan biji-biji kalung dari batu.
5. Peradaban mereka sudah lebih maju, alat-alat rumah tangga dibuat lebih baik
dan mereka telah mengerti seni

2. Kehidupan Budaya
Kebudayaan manusia praaksara pada masa bercocok tanam mengalami
perkembangan dengan hasil kebudayaan yang bervariasi (ada yang terbuat dari
batu dan tuang hingga yang terbuat dari tanah liat). Hasil-hasil kebudayaan pada
masa bercocok tanam seperti kapak persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah,
dan perhiasan.

3. Kehidupan Kepercayaan
Bagaimana kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam? Kepercayaan
masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami perkembangan. Mereka telah
mempunyai konsep tentang alam dan kehidupan setelah kematian.Mereka percaya
bahwa roh seseorang tidak lenyap pada waktu meninggal. Penghormatan terhadap
nenek moyang atau kepala suku yang diagungkan tidak berhenti pada waktu kepala
suku telah meninggal. Penghormatan terus berlanjut menjadi sebuah pemujaan.
Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam diwujudkan dalam berbagai
upacara keagamaan, seperti persembahan kepala leluhur dan upacara penguburan
mayat yang dibekali dengan benda miliknya. Mereka percaya bahwa roh nenek
moyang selalu mengawasi mereka. Oleh karena itu, mereka selalu meminta
perlindungan dari ancaman kelompok lain, binatang buas, dan ancaman dari adanya
wabah penyakit.Sistem kepercayaan masyarakat praaksara tersebut telah
mendorong berkembangannya kepercayaan animisme dan dinamisme.
Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh
nenek moyang, sedangkan menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda
tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda tersebut sangat
dihormati dan dikeramatkan.

PEMBAGIAN ZAMAN BATU


Berdasarkan perkembangannya, zaman batu dibagi menjadi 4 yakni zaman
batu besar, muda, tengah dan tua. Keempat zaman tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Di bawah ini adalah pembagian zaman batu sekaligus dengan
karakteristiknya yang perlu Anda ketahui.

1. Zaman Batu Tengah


Zaman Batu Tengah disebut para peneliti dengan nama lain yaitu Mesoitikum. Di
zaman ini, manusia purba membuat alat dengan bentuk yang tidak dihaluskan, tidak
diasah dan masih kasar. Alat tersebut meliputi kapak genggam atau peble. Alat-alat
ini berasal dari pecahan batu kali. Di zaman batu tengah atau Mesolitikum,
masyarakat sudah tidak berpindah-pindah atau menetap. Masyarakat kebanyakan
tinggal di gua. Tapi ada pula masyarakat yang telah bisa membuat rumah dengan
sangat sederhana. Mereka mulai belajar bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Di zaman mesolitikum, ditemukan bukit-bukit karang yang
dihasilkan dari sampah dapur masyarakat dulu. Manusia di zaman tersebut juga
sudah bisa mengenal seni. Contoh Alat-alat zaman Mesolithikum :
1. Kapak genggam (peble)
2. Kapak pendek (hache Courte)
3. Pipisan (batu-batu penggiling)
4. Kapak-kapak tersebut terbuat dari batu kali yang dibelah
5. Alat-alat di atas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Flores

2. Zaman Batu Tua


Pembagian zaman batu selanjutnya adalah zaman batu tua. Zaman ini dikenal
dengan istilah Palaeolitikum. Palaeolitikum berlangsung kurang lebih 600.000 tahun
lalu. Alat yang digunakan masyarakat masih kasar dan belum diasah. Kehidupan
masyarakat di zaman ini masih sederhana dan sangat bergantung dengan alam.
Tempat tinggalnya masih berpindah-pindah. Lokasi yang dipilih untuk ditinggali
masyarakat adalah wilayah yang subur. Contoh alat-alat tsb adalah :
1. Kapak Genggam, banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya
disebut “Chopper” (alat penetak/pemotong).
2. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa yaitu alat penusuk (belati),
ujung tombak bergerigi.
3. Flakes, yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon,yang dapat
digunakan untuk mengupas makanan.

3. Zaman Batu Besar


Zaman Megalitikum atau zaman batu besar menunjukkan perkembangan yang
cukup signifikan dalam kehidupan manusia. Dimana pada zaman ini, sudah banyak
bangunan yang terbuat dari batu besar. Dalam pembuatan bangunan, masyarakat
hanya meratakan batu-batu besar hingga bangunannya terbentuk. Bangunan yang
dibuat meliputi dolmen, peti kubur, arca-arca, kubur batu, menhir dan punden
berundak-undak Sekedar informasi, dolmen adalah bangunan yang bentuknya
seperti meja. Menhir adalah tugu, arca-arca adalah patung yang dianggap sebagai
nenek moyang, dan punden berundak adalah tempat pemujaan arwah nenek
moyang. Contoh hasil budaya batu besar ini antara lain berupa menhir, punden
berundak, dolmen, kubur batu, sarkofagus, waruga, dan berbagai jenis arca yang
berukuran besar. Mari kita bahas satu persatu secara lebih detail.
4. Zaman Batu Muda
Neolitikum atau zaman batu muda adalah zaman dimana masyarakatnya sudah bisa
membuat alat yang sudah dihaluskan dan diasah. Alat-alat yang dibuat juga sudah
memiliki nilai seni. Pada zaman ini, alat yang dibuat adalah kapak lonjong dan kapak
persegi. Kapak persegi dibuat dengan bentuk trapesium. Tangkai yang digunakan
untuk memegang kampak tersebut dibuat dari rotan yang melengkung. Masyarakat
pada zaman ini sudah menempati rumahnya masing-masing. Rumah masyarakat
dibuat dari bahan bambu, dedaunan dan kayu. Pada pembagian zaman batu ini,
masyarakat sudah membentuk kelompok. Bercocok tanam adalah salah satu cara
yang dilakukan untuk bisa bertahan hidup. Masyarakat bercocok tanam memakai
kapak lonjong dan kapak persegi. Selain dipakai untuk mencangkul, alat ini juga
digunakan untuk memukul atau memotong.

Contoh alat tersebut :

1. Kapak Persegi, misalnya Beliung, Pacul dan Torah untuk mengerjakan kayu.
Ditemukan di Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan
Kalimantan
2. Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi ,hanya di bagian yang diikatkan
pada tangkainya diberi leher. Hanya di temukan di Minahasa
3. Kapak Lonjong, banyak ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tanimbar, Leti,
Minahasa dan Serawak
4. Perhiasan ( gelang dan kalung dari batu indah), ditemukan di jawa
5. Pakaian (dari kulit kayu)
6. Tembikar (periuk belanga), ditemukan di daerah Sumatera, Jawa,
Melolo(Sumba)

Anda mungkin juga menyukai