Anda di halaman 1dari 3

Nama: Caulastrea Alifia Akbar

Kelas: X MIPA 1

ABSEN: 09

KERAJAAN GOWA – TALLO

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar yang membentuk persekutuan tahun 1528
dengan nama Makassar. Kerajaan ini terletak di tepi jalur utama perdagangan antara Malaka –
Maluku. Tampaknya adalah tempat ini menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari
berbagai kawasan. Semakin lama, Makassar memainkan peran penting dalam perdagangan dan
perdagangan di Nusantara. Negara Kerajaan Gowa-Tallo

A. Letak geografis
Letak Geografis Kerajaan Goa – Tallo Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan
Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah
ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki
posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah
Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur
maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini
mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur
perdagangan Nusantara. Berikut adalah peta Sulawesi Selatan pada saat itu.

B.Kehidupan politik

Sebetulnya ada banyak kerajaan di sekitar Makassar. Misalnya Gowa, Tallo, Bone, Soppeng, Wajo,
dan Sidenreng. Namun, hanya Gowa dan Tallo yang menggabungkan diri menjadi satu kekuatan
dengan nama Makassar. Raja Makassar yang pertama masuk Islam adalah Karaeng Matoaya dengan
gelar Sultan Alaudin (1593– 1639). Penguasa selanjutnya adalah Malekul Said (1639–1653), berhasil
membuat Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim. Puncak kegemilangan Kerajaan Makassar
terjadi saat Sultan Hasanuddin memegang tampuk kekuasaan. Di sini, Kerajaan Makassar
berkembang menjadi sebuah kerajaan dengan jaringan perdagangan yang kuat dan pengaruh yang
luas. Sultan Hasanuddin adalah seorang raja yang antimonopoli, sehingga ketika Belanda datang
ingin menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk, ia dengan keras. Dan VOC untuk
memonopoli perdagangan diIndonesia bagian timur jelas tidak bisa diterima oleh sultan. Konflik
terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya
Belanda untuk menguasai jaringan perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah
surut. Dengan siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk
memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar.
Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi
perjanjian itu antara lain VOC yang dibolehkan memonopoli perdagangan dengan membangun
benteng, Makassar rilis wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone. Konflik
terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya
Belanda untuk menguasai jaringan perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah
surut. Dengan siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk
memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar.
Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi
perjanjian itu antara lain VOC yang dibolehkan memonopoli perdagangan dengan membangun
benteng, Makassar rilis wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone. Konflik
terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya
Belanda untuk menguasai jaringan perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah
surut. Dengan siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk
memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar.
Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi
perjanjian itu antara lain VOC yang dibolehkan memonopoli perdagangan dengan membangun
benteng, Makassar rilis wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone. Belanda
berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan
Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar. Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin
harus Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi perjanjian itu antara lain VOC yang dibolehkan
memonopoli perdagangan dengan membangun benteng, Makassar rilis wilayah-wilayah
kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone. Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja
Bone) untuk memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan
Makassar. Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus Perjanjian Bongaya dengan Belanda.
Isi perjanjian itu antara lain VOC yang dibolehkan memonopoli perdagangan dengan membangun
benteng, Makassar rilis wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone. Negara
Kerajaan Gowa-Tallo

C. Kehidupan sosial budaya

Sudah sejak lama suku bangsa Bugis dikenal sebagai bangsa pelaut yang ulung. Salah satu hasil
budayanya yang mengagumkan adalah perahu pinisi. Dengan menggunakan perahu itu, mereka
mengarungi lautan lepas dan membangun jaringan perdagangan dan perdagangan antarpulau
bahkan antarkawasan. Para penguasa Gowa sudah sejak lama menerapkan prinsip kuda liberum
atau laut bebas. Meskipun begitu, mereka sangat terikat dengan norma adat yang ketat. Norma yang
dianut masyarakat Makassar biasa disebut pangadakkang bersumber dari ajaran agama Islam.
Bahkan hingga kini, masyarakat Makassar terkenal dengan penghormatannya yang kuat pada
norma-norma adat. Struktur sosial masyarakat Makassar termasuk golongan bangsawan yang
disebut karaeng, rakyat kebanyakan yang disebut maradeka dan hamba sahaya yang disebut ata.
D. Kehidupan Ekonomi

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim yang
besar dan menjelma menjadi pusat perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur. Ada beberapa
yang melatarbelakanginya: Malaka jatuh ke tangan Portugis, beralihnya para pedagang, mundurnya
peran Jawa, dan faktor yang bertentangan. Meskipun harus melayani pedagang yang berasal dari
berbagai bangsa, namun Kerajaan Makassar tetap membina aktivitas perdagangan tersebut secara
tertib dan adil.

Anda mungkin juga menyukai