Umat Islam di
Nusantara
1. Siapa yang dibicarakan saat membahas Sejarah Perjuangan UmatiSLAM Bangsa
Indonesia yang Anda ketahui?
2. Kapan Islam masuk ke nusantara?
3. Bagaimana cara Islam masuk ke nusantara?
4. Apa saja tantangan bagi umat Islam di masa sebelum kemerdekaan?
5. Siapa saja tokoh yang Anda ketahui yang memiliki peran dalam perjuangan
Islam di masa sebelum kemerdekaan?
6. Bagaimana kesimpulan Anda terhadap perjuangan umat Islam sebelum
kemerdekaan?
Masuknya Islam ke Nusantara
PULAU SUMATRA
Kerajaan Perlak.
Lokasi Kerajaan Perlak terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur,NAD. Kerajaan Perlak berdiri sekitar tahun
840 Masehi
Samudra Pasai
Lokasi Kerajaan - Terletak di daerah Pantai Timur pulau Sumatera di sekitar Lhokseumawe sekarang
menjadi Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ). - Diperkirakan berdiri sekitar abad 13 Masehi.
Kerajaan Siak Sri Indrapura
Lokasi Kerajaan - Terletak di kabupaten Siak berjarak 125 km dari Pekanbaru. - Tumbuh menjadi kerajaan
bercorak Islam pada abad ke-15 Masehi
Kerajaan Minangkabau
Lokasi Kerajaan - Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Sumatera Barat
PULAU JAWA
Kerajaan Demak
Lokasi Kerajaan - Terletak di Pesisir Utara Pulau Jawa ibu kotanya Bintoro yaitu terletak di
kota Demak Jawa Tengah. - Wilayah kekuasaannya mencapai Pasuruan dan Banten.
Kerajaaan ini didirikan oleh Radeh Patah tahun 1500 M
Kerajaan mataram
. Lokasi Kerajaan - terletak di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya di kota
Gede Yogyakarta. Di dirikan tahun 1575 M oleh Sutawijaya atau Penembahan Senopati.
Kerajaan Banten
Lokasi Kerajaan - Wilayah kekuasaan meliputi bagian barat pulau Jawa dan Lampung.
Berdiri pada tahun 1552 M.
PULAU KALIMANTAN
Kerajaan Banjar
Lokasi Kerajaan - Terletak di Hulu Sungai Nagara di Amuntaikini. B. Sumber Sejarah -
Hikayat Bnajar dan Kronik Banjarmasin
Kerajaan Kutai Kartanegara Marta Aipura
Letak Kerajaan - Terletak di daerah Tenggarong Kaltim. B.Sumber Sejarah - Hikayat Kutai
berisi tentang riwayat kerajaan Kutai Ing Martadipura. - Negarakertagama berisi hubungan
antara Majapahit dan kutai Kartanegara. (1552-1600 M)
Kerajaan Pontianak
Terletak di kecamatan Pontianak Timur, kota Pontianak, Kalbar. Di dirikan oleh Syarif
Abdurrahman Alqadrie (1771-1808 M).
PULAU SULAWESI
Kerajaan Bone
Lokasi Kerajaan - terletak di kabupaten Bone Sulsel berdiri pada abad ke – 14. b.
Sultan pertamanya adalah Sultan Adam .
Kerajaan Gowa Tallo
Lokasi Kerajaan - Terletak di Makassar Sulawesi Selatan tepatnya di Semenanjung
Barat Daya Sulawesi. - Merupakan kerajaan Maritim yang kuat di Indonesia bagian
Timur dan merupakan kerajaan tertua serta terbesar di wilayah Sulawesi Selatan. -
Sudah berdiri pada abad 13 tapi baru menganut agama Islam abad ke-17 Masehi .Raja
islam pertama Sultan Alaudin ( 1591-1638 M)
PULAU MALUKU
Alfonso de Albuquerque
1511 : Berlabuh di Malaka
1512 : Mengirim 2 armada(Antonio Albreu dan Franscisco Serrao) ke Maluku
1570-1575 : Perlawanan Sultan Baabullah kpd Portugis
Belanda Masuk ke Nusantara
20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Oldebanevelt didirikanlah kongsi
dagang pertama di Belanda yang disebut Verenigde Oost-Indische Compagnie
disingkat VOC atau Perkumpulan Dagang India Timur. Pengurus untuk di pusatnya
terdiri dari 17 anggota. Knantor pertamanya terletak di Banten dan pimpinannya
adalah Francois Wittert.
Jika harga gula premium hari ini adalah Rp11.000 per kg, maka 1 florin (gulden) tahun 1920 setara dengan Rp 77.000
Jika harga emas hari ini (2015) adalah Rp530.000 per gram, maka harga 5600 gram emas hari ini adalah Rp2.968.000.000
(hampir 3 milyar Rupiah). Artinya, jika Rp2.968.000.000 sama dengan 40.000 f (tahun 1916), maka 1f (satu gulden) tahun itu
sama dengan Rp74.200 hari ini.
Antara 2 informasi ini, (konversi dengan harga gula dan harga emas), maka konversi 1 gulden tahun 1916 - 1920 adalah setara
dengan Rp74.200
Kritik terhadap Tanam Paksa
Perang Diponegoro biasa disebut juga dengan perang Jawa. Perang ini juga merupakan salah satu bentuk perlawanan dari masyarakat
Indonesia terhadap imperialism Belanda. Alasan mengapa disebut dengan perang Jawa adalah dikarenakan peperangan ini terjadi hampir di
seluruh daerah Jawa dan berpusat di Yogyakarta yang pada saat itu berada dalam kekuasaan Mataram Islam. Hubungan antar Belanda
dengan kesultanan Mataram di Yogyakarta telah dimulai sejak abad ke-17. Pada perkembangannya, Belanda semakin menintervensi
kekuasaan Mataram, seperti dalam hal tahta, pengangkatan pejabat-pejabat tinggi kerajaan, pelaksanaan Birokrasi, dan lain-lain.
Nama perang Diponegoro dinisbatkan pada nama seorang tokoh yang dianggap penting dalam peristiwa ini. ia adalah pangeran Antawiryo.
Banyak faktor yang menjadi penyebab dari perang ini, diantaranya adalah ketidak sukaan rakyat pada Belanda. Namun puncaknya terjadi
ketika residen Smissaert memerintahkan prajuritnya untuk memasang pancang yang menandakan akan dibangunnya jalan baru di Tegalrejo
[7]. Hal ini membuat Diponegoro dan pengikutnya marah. Dikarenakan pembangunan jalan raya tersebut akan melewati makam leluhur
pangeran Diponegoro. Ia kemudian mengerahkan pasukannya untuk menggagalkan rencana Belanda tersebut, dan dimulailah perang
Diponegoro
Pasukan Belanda mengalami kesulitan untuk menaklukan semangat dari pasukan Diponegoro. hingga akhirnya mereka menggunakan
sistem baru, yakni Benteng Stelsel yang dipelopori oleh Jenderal De Kock.
Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Selain itu, Belanda juga berusaha untuk
mendekati pemimpin-pemimpin pasukan Diponegoro dan melakukan perundingan-perundingan dengan pihak Diponegoro. Hingga
akhirnya, usaha Belanda berhasil. Ditandai dengan ditangkap dan diasingkannya pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830 M. Awalnya
pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado kemudian dipindahkan ke Ujung Pandang, dan akhirnya ia meninggal dunia disana pada 8
Januari 1855 M.
Perang Banjarmasin (1859-1906 M)
Sama halnya dengan perang-perang yang lain. Perang Banjarmasin merupakan bentuk perlawanan dari masyarakat Kalimantan terhadap Belanda dengan semangat
jihad fi sabilillah. Latar belakang pokok terjadinya perang ini adalah intervensi pihak Belanda terhadap keadaan perpolitikan di kesultanan Banjarmasin. Hal
tersebut berkaitan dengan pengangkatan pengganti sultan Mangkubumi ketika ia meninggal dunia pada 1851 M. Terjadi perbedaan pandangan antara sultan Adam
dengan Belanda.
Belanda lebih mendukung kepada pangeran Tamjidillah untuk menjadi sultan, sedangkan sultan Adam menginginkan pangeran Hidayat untuk menjadi sultan.
Alasan Belanda memihak kepada pangeran Tamjidillah untuk menjadi sultan adalah dikarenakan pangeran Tamjidillah merupakan seorang yang sangat pro kepada
Belanda dan juga berkepribadin buruk. Sedangkan pangeran Hidayat adalah seseorang yang sangat berbudi pekerti baik dan kontra terhadap Belanda. Pengangkatan
pangeran Tamjidillah menjadi sultan menimbulkan perlawanan yang besar di kalangan masyarakat terhadap Belanda, yang kemudian dikenal dengan perang Banjar.
Jalannya peperangan ini diklasifiasikan menjadi dua fase, yakni fase di bawah pimpinan pangeran Antasari dan fase setelah pangeran Antasari meninggal.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pangeran Antasari merupakan tokoh pokok dalam perang Banjar ini. Ia merupakan tokoh yang sangat berpengaruh. Dalam
peperangan ini, ia juga banyak dibantu oleh para ulama lainnya, seperti Kyai Demang Leman yang berjuang bersama Haji Nasrun, Haji Buyasin, dan Kyai
Langlang, dan juga pangeran Hidayat.
Pangeran Antasari bersama pasukan dan teman-temannya mendapat banyak tantangan dari Belanda. Hingga akhirnya, pangeran Hidayat berhasil ditangkap dan
diasingkan ke Jawa pada 03 Februari 1862 M. Mendengar kabar pangeran Hidayat dibuang oleh Belanda, pangeran Antasari semakin gigih untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Hingga akhirnya ia berhasil memproklamasikan kekuasaan baru di Banjarmasin dengan ibukota di Teweh yang sebelumnya berhasil
diruntuhkan oleh Belanda. Hingga akhirnya pangeran Antasari meninggal dunia. Dengan demikian, berakhirlah fase perang Banjar dibawah komando besar
pangeran Antasari.
Sepeninggal pangeran Antasari, perlawanan terus dilanjutkan, baik oleh teman-temannya maupun oleh keturunannya, seperti Muhammad Seman (Gusti Matseman),
Gusti Matsaid, Pangeran Mas Natawijaya, Tumenggung Surapati, Tumenggung Naro, dan Penghulu Rasyid. Namun perlawanan-perlawanna yang terjadi dapat
dengan mudah dikalahkan oleh Belanda. Hingga perlawanan terakhir yang datang dari Gusti Matseman terus dilanjutkan hingga ia meninggal dunia pada 1905 M.
Saat itulah yang menjadi penanda berakhirnya perang Banjar.
Perang Aceh (1873-1912 M)
Keadaan kesultanan Aceh pada abad ke-19 sangat menurun serta dikuasai oleh Belanda dan Inggris. Namun Belanda tetap lebih mendominasi
imperialism bangsa Barat di Aceh. Ada beberapa perjanjian yang dilakukan Belanda baik dengan rakyat Aceh maupun Inggris. Namun tetap saja
semua perjanjian tersebut menguntungkan pihak Belanda. Diantara perjanjian tersebut adalah Traktat London dan Traktat Sumatera. Akhirnya
Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 M.
Perang Aceh ini biasa disebut juga dengan perang rakyat. Hal tersebut dikarenakan hampir seluruh rakyat Aceh terlibat dalam peperangan melawan
Belanda yang mereka anggap kafir. perang ini juga merupakan perang dengan konsep jihad Fi Sabilillah. Serangan pertama dilancarkan oleh
Belanda pada tanggal 5 April 1873 M dengan 3000 personil. Belanda berhasil menduduki Masjid. Namun tidak selang lama, rakyat Aceh berhasil
merebut kembali masjid dari tangan Belanda. Pada tahun 1874 M, pasukan Aceh kehilangan Sultan dikarenakan ia meninggal karena sakit Kolera.
Peperangan terus berlanjut meskipun pengganti sultan belum ditentukan Belanda membuat strategi dengan membangun benteng-benteng. Namun
tetap saja mereka kesulitan, dikarenakan semangat jihad yang luar biasa dari masyarakat Aceh. Dalam perang Aceh ini, ada beberapa tokoh yang
sangat berperan, diantaranya adalah Teuku Umar dan istrinya Cuk Nyak Dien.
Teuku Umar memiliki taktik yang sangat luar biasa dalam perang Aceh. Awalnya ia berpura-pura untuk berpihak kepada Belanda, hingga ia
dipercaya oleh Belanda. Namun setelah ia mendapatkan peralatan perang yang cukup, ia segera kembali menyerang Belanda. Tahun 1896 M,
terjadi pertempuran kembali antara Belanda dengan rakyat Aceh. Dalam pertempuran ini akhirnya Teuku Umar meninggal dan digantikan oleh Cut
Nyak Dien. Perlawanan terus dilanjutkan di bawah pimpinan Cut Nyak Dien. Belanda membuat taktik yang sangat jitu. Mereka menyandera para
istri sultan dan pemimpin-pemimpin perang untuk memancing agar mereka menyerah. Taktik Belanda tersebut akhirnya berhasil. Hingga banyak
dari para pemimpin perang yang menyerahkan diri. Akhirnya Cut Nyak Dien pun kemudian ditemukan dan diasingkan ke Jawa hingga ia
meninggal di Jawa. Namun sepeninggal Cut Nyak Dien, perlawanan terus dilanjutkan hingga Belanda pergi dari Aceh pada 1942 M.
Perlawanan di Cilegon (9-30 Juli 1888 M)
Jihad Cilegon merupakan salah satu bentuk dari perlawanan masyarakat Petani yang ada di Cilegon dengan konsep jihad fi sabilillah.
Pemberontakan ini muncul dikarenakn tekanan yang dirasakan para petani yang diakibatkan oleh Belanda. Diantaranya adalah kemarau
yang mengakibatkan banyak para petani yang mengalami kegagalan panen. Selain itu, para Petani di Cilegon ini juga dibebankan untuk
melaksankan kerja wajib oleh Belanda dan beban pajak yang terlampau tinggi[12].
Semangat jihad fi sabilillah dalam pemberontakan ini dimasukkan oleh para ulama yang memimpin pemberontakan, diantaranya adalah
Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid. Pemberontakan ini juga dipengaruhi fanatisme agama yang
dihasilkan dari ajaran-ajaran tarekat yang berkembang saat itu dan juga pengaruh dari ajaran-ajaran Timur Tengah yang didapat oleh para
haji melalui ibadah haji.
Sejak tahun 1884 M, gagasan untuk melakukan pemberontakan telah dimatangkan. Para pemimpin menyampaikan gagasannya melalui
khotbah-khotbah, perkumpulan, maupun ceramah-ceramah. Pada Juni 1887 M, propaganda perang Jihad dan perekrutan pengikut dilakukan.
Kemudian dilakukan persiapan yang lebih matang, diantaranya adalah persiapan bela diri hingga pertengahan tahun 1888 M. Selama enam
bulan pada 1888 M, para pemimpin semakin sering mengadakan pertemuan guna menentukan tanggal penyerangan. Hingga akhirnya
disetujui 8 Juli 1888 M dimulailah jihad tersebut yang ditandai dengan adanya arak-arakan orang yang berpakaian putih yang dimulai dari
rumah Haji Akhiya dan berakhir di rumah haji Tubagus Kusen. Pada 9 Juli 1888 M, mereka melakukan serangan kepada rumah seorang
Dubas (juru tulis) Belanda. Gerakan dari sebelah Utara kota Cilegon dipimpin oleh Haji Wasid yang bertujuan membunuh asisten residen.
Perlawanan dari para petani ini terus berlanjut, dan Belandapun semakin gencar untuk melakukan serangan balik. Namun akhirnya
perlawanan ini dapat dipatahkan oleh Belanda, ditandai dengan terbunuhnya Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail pada pertempuran 31 Juli
1888 M.