Guntur Soekarnoputra (l. 3 November 1944), menikah dengan Henny Emilia Hendayani pada tanggal 16
Februari 1970. Mereka memiliki 1 orang putri.
Megawati Soekarnoputri (l. 23 Januari 1947), Presiden Ke-5 Republik Indonesia. Dia menikah pertama kali
dengan Lettu Surindro Supjarso pada 1 Juni 1968 (w. 22 Januari 1970), menikah kedua kali dengan Hassan
Gamal A. Hasan pada tanggal 22 Juni 1972 namun dibatalkan setelah 3 bulan, dan menikah terakhir kalinya
dengan Taufiq Kiemas (31 Januari 1942 – 8 Juni 2013) pada 14 Maret 1973. Ia memiliki 3 orang anak.
Rachmawati Soekarnoputri (27 September 1950 – 3 Juli 2021), menikah pertama kali dengan Dr. Tommy
Pariatman Marzuki pada 14 Maret 1969 dan bercerai pada tahun 1973. Dia menikah kedua kali dengan Dicky
Suprapto (27 September 1947 – 3 April 2006) pada tahun 1975 dan bercerai. Dia menikah terakhir kalinya
dengan Benny Sumarno (19 Mei 1949 – 2 April 2018) pada tahun 1995. Dia memiliki 3 orang anak.
Sukmawati Soekarnoputri (l. 26 Oktober 1951), menikah pertama kali dengan Pangeran Sujiwa Kusuma dari
Mangkunegara (18 Agustus 1951 – 13 Agustus 2021) pada 16 September 1974 dan becerai pada tahun 1983. Dia
menikah kedua kali dengan Muhammad Hilmy (1954 – 29 Oktober 2018). Dia memiliki 3 orang anak.
1. Guruh Soekarnoputra (l. 13 Januari 1953), menikah dengan Guseynova Sabina Padmavati (l. 1979) pada
KISAH MENJAHIT BENDERA
Setahun setelah pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Bendera
Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya diizinkan berkumandang.
Ibu Fatmawati kemudian berfikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk dikibarkan di
Pegangsaan 56. “Pada waktu itu tidak mudah untuk mendapatkan kain merah dan putih di luar,”
tulis Chaerul Basri dalam artikelnya “Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung Proklamasi” yang
dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001. Barang-Barang bekas impor, semuanya berada di
tangan Jepang, dan kalau pun ada di luar, untuk mendapatkannya harus dengan berbisik-bisik,”
tulisnya.
Berkat bantuan Shimizu, yang merupakan orang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai
perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia. Ibu Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah
putih. Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang memimpin gudang di
Pintu Air, di depan eks Bioskop Capitol. Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Ibu Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisiknya cukup
rentan. Pasalnya, Ibu Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan
putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang ia menitikkan air mata kala menjahit bendera
itu. “Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya
paksakan diri menjahit bendera Merah Putih, saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit
Singer yang dijalankan dengan tangan saja, sebab Dokter melarang saya menggunakan kaki untuk
menggerakkan mesin jahit.” kata Ibu Fatmawati dalam buku yang ditulis oleh Bondan Winarno.