Anda di halaman 1dari 13

JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni) Vol.5, No.

1, April 2020
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387

NILAI BUDAYA
DALAM BALUTAN KESENIAN BANGRENG

Ria Intani T.
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
e-mail: riapatanjala@gmail.com

Abstract: Bangreng is a performance art that developed in Sumedang Regency. Bangreng


art was born from the art of Terebang which developed into the art of Gembyung, and then
developed again into the art of Bangreng. Various opinions say that an art is not created
for mere beauty, but also various things that are valuable for life. In this regard, this study
was conducted to find a depiction of Bangreng art, along with the values contained therein.
This type of research is qualitative by extracting the data through interviews and
observations. The results of the study showed that the art of Terebang which contained a
lot of religious values and Gembyung which contained elements of entertainment became
the foundation in Bangreng art. Thus, even though Bangreng art contains entertainment,
religious values are maintained.

Keywords: Bangreng art, cultural values.

Abstrak: Bangreng merupakan seni pertunjukan yang berkembang di Kabupaten


Sumedang. Kesenian bangreng terlahir dari kesenian terebang yang berkembang menjadi
kesenian gembyung, dan kemudian berkembang lagi menjadi kesenian bangreng. Berbagai
pendapat mengatakan bahwasanya sebuah kesenian tidak diciptakan untuk keindahan
semata, melainkan pula berbagai hal yang bernilai untuk kehidupan. Sehubungan dengan
itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang kesenian bangreng,
berikut nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Jenis penelitian ini kualitatif dengan
penggalian datanya melalui wawancara dan pengamatan. Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa kesenian terebang yang banyak mengandung nilai keagamaan dan gembyung yang
mengandung unsur hiburan menjadi fondasi dalam kesenian bangreng. Dengan demikian
meskipun kesenian bangreng mengandung unsur hiburan, namun demikian nilai-nilai
keagamaan tetap terjaga.

Kata kunci: Kesenian bangreng, nilai budaya.

15
16 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

PENDAHULUAN kesenian yang terlahir di masa kini

Ada banyak definisi tentang sebagai kesenian modern.

kebudayaan. Dua pakar, Andreas Bagi J.W.M. Baker SJ. dalam

Eppink dan Edward Burnett Tylor, Yudi Putu Satriadi dkk. (2015: 1),

masing-masing mendefinisikan kesenian adalah:


“merupakan bentuk
kebudayaan sebagai berikut.
kreatifitas manusia dalam
Kebudayaan menurut Andreas mencari jati diri yang
dituangkan dalam bentuk
Eppink adalah:
seni. Adapun seni itu sendiri
“mengandung keseluruhan merupakan bentuk keahlian
pengertian nilai sosial, norma atau keterampilan manusia
sosial, ilmu pengetahuan, untuk mengekspresikan dan
serta keseluruhan struktur menciptakan hal-hal yang
sosial, religius, tata nilai, indah serta bernilai bagi
intelektualitas, dan artistik kehidupan, baik untuk diri
dan seni pada masyarakat sendiri maupun masyarakat
(Saebani, 2012: 162).” umum. Fungsinya utuk
mengidealisasikan dan
Adapun kebudayaan menurut menguniversalkan kebenaran,
sehingga kebenaran itu
Edward Burnett Tylor adalah:
menghibur, meriangkan hati,
“merupakan keseluruhan dan mencamkan cita-cita
yang kompleks, yang di mulia lebih dalam daripada
dalamnya terkandung keyakinan rasional belaka.
pengetahuan, kepercayaan, Keindahan menegaskan nilai-
kesenian, moral, hukum, adat nilai menurut cara khusus.”
istiadat, dan kemampuan lain
yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat Bagi Teguh Hindarto
(Saebani, 2012: 162).” (Rosyadi, 2016: 400), istilah untuk
kesenian tradisional diartikan
Dua definisi kebudayaan di
sebagai:
atas menyebutkan bahwa salah satu
“bentuk kesenian yang lahir
unsur dari kebudayaan adalah dan tumbuh dalam konteks
wilayah tertentu yang
kesenian. Saat ini kita melihat
diteruskan dari satu periode
kesenian tempo dulu yang ke periode berikutnya.”
merupakan pewarisan dari generasi
J.W.M. Baker SJ.
ke generasi sebagai kesenian
sebagaimana uraian di atas
tradisional. Sebaliknya, kita melihat

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 17

mengatakan bahwa seni menciptakan kesenian tradisionalnya pada


hal-hal yang bernilai bagi kehidupan, umumnya adalah “berjalan di
selain juga hal-hal yang indah. Bagi tempat”.
Sutrisno dan Putranto (Nopianti, Salah satu kesenian
2014: 85), yang dimaksudkan dengan tradisional yang masih bertahan
nilai adalah: adalah kesenian bangreng. Kesenian
“merupakan sesuatu yang ini berkembang salah satunya di Desa
dipandang berharga oleh
Padasari, Kecamatan Cimalaka,
orang atau kelompok serta
dijadikan acuan tindakan Kabupaten Sumedang.
maupun pengarti arah hidup.
Bangreng merupakan seni
Melalui kebudayaanlah nilai-
nilai tersebut dihayati sebagai pertunjukan. Murgiyanto
makna hidup dan
berpendapat bahwa suatu
diwacanakan serta dihayati
dalam simbol. pertunjukan adalah tontonan yang
bernilai yang disajikan di depan
Djamaris dkk. (Rukesi dan
penonton. Sebuah pertunjukan
Sunoto, 2017: 27) mengelompokkan
membutuhkan pendukung selain
nilai budaya berdasarkan pola
pemain dan penonton, juga pesan
hubungan manusia, yaitu hubungan
yang disampaikan dan cara
antara manusia dengan Tuhan, alam,
penyampaiannya yang khas, serta
masyarakat, manusia lain, dan diri
ruang dan waktu (Nopianti, 2014:
sendiri. Adapun menurut Saryono
82).
(Rukesi dan Sunoto, 2017: 27),
Seperti apa gambaran dari
kedudukan dan fungsi nilai budaya
kesenian bangreng ini dan hal-hal
salah satunya adalah sebagai
bernilai apa yang ada di dalam
pengendali perilaku manusia.
kesenian bangreng ini yang ingin
Kesenian tradisional pada
disampaikan kepada penontonnya?
umumnya masih bertahan di
Sehubungan dengan pertanyaan
pedesaan. Hal ini dapat dipahami
tersebut maka penelitian ini
mengingat di sana kesenian
dilakukan.
tradisional dilahirkan dan di sana
pergerakan perubahan berjalan
lambat. Meskipun juga kondisi

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
18 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

METODE Berikut beberapa tulisan yang

Penelitian ini merupakan terkait dengan kesenian bangreng:

penelitian kualitatif. Jenis penelitian - “Tinjauan Deskriptif terhadap

kualitatif memerlukan jawaban Karawitan Kesenian Bangreng di

berupa pernyataan dan bukan angka- Kabupaten Sumedang, ditulis oleh

angka. Dengan demikian dalam Elly Suliasih. Bentuk tulisan


skripsi. Sebagaimana judulnya,
penggalian datanya menggunakan
pedoman wawancara sebagai tulisan ini fokus membahas

“alatnya”. Pedoman wawancara masalah karawitan.

tersebut bersifat terbuka untuk - Sumber internet:

memberikan keleluasaan informan Sumedangtandang.com/direktori/d

dalam memberikan jawaban. etail/desa-padasari.htm

Selain wawancara, http://archive69blog.blogspot.co.id

penggalian data dilakukan dengan /2010/11/seni-bangreng-sebagai-

cara pengamatan. Tujuannya tidak sarana-

lain untuk mendapatkan data yang upacara.html#ixzz57/KMd1sNs.

tidak diperoleh melalui wawancara. Tulisan ini membahas sangat

Ada beberapa tahapan yang sekilas tentang keseninan

dilakukan dalam penelitian ini. bangreng.

Tahap pertama adalah melakukan - “Bangreng Kesenian Tradisional Di

studi pustaka. Tujuannya untuk Kecamatan Tanjungkerta

memahami konsep-konsep terkait Kabupaten Sumedang (Dari

dengan kesenian tradisional dan nilai Gembyung hingga Bangreng 1950-

budaya. Selain itu, mencari dan 2000)”. Tulisan ini ditulis oleh

membaca tulisan yang membahas Lasmiyati dan merupakan bagian

kesenian bangreng. Tujuannya agar dari buku yang berjudul “Kehidupan

tulisan ini ada pembeda dengan Sosial Budaya Masyarakat Sunda,

tulisan-tulisan sebelumnya dan dapat Banten, dan Lampung”. Tulisan ini

melengkapi dari tulisan-tulisan yang menitikberatkan pada sejarah

sudah ada tersebut. perkembangan kesenian bangreng.

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 19

-- Perekaman Kesenian Bangreng di penasihatnya. Selain itu, wawancara


Kabupaten Sumedang. Laporan ini juga dilakukan dengan beberapa
merupakan hasil dari pelaku seni yang lain. Baik itu dari
pendokumentasian secara audio pihak nayaga maupun ronggeng.
visual dan ditulis oleh penulis
sendiri, Ria Intani T. dkk. Laporan PEMBAHASAN
ini berisi gambaran bangreng 1. Sekilas Gambaran Umum Desa
secara umum. Padasari sebagai Lokasi
Dengan membaca tulisan-tulisan Kesenian Bangreng
yang tersebut di atas menunjukkan Berkembang
bahwa nilai budaya dalam kesenian Desa Padasari secara
bangreng belum pernah menjadi administratif berada di Kecamatan
fokus pembahasan. Cimalaka, Kabupaten Sumedang.
Tahap kedua dari kegiatan Desa ini merupakan desa pemekaran
penelitian adalah dengan mencari dengan luas wilayahnya berkisar
informasi sekilas seputar kesenian 159,87 hektar. Di sebelah utara, Desa
bangreng. Informasi dicari melalui Padasari berbatasan dengan Desa
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Baros Kecamatan Tanjungkerta, di
(Disparbud) Kabupaten Sumedang, sebelah timur dengan Desa Licin, di
Dilanjutkan dengan wawancara sebelah selatan dengan Desa Citimun
kepada Kepala Bidang Kebudayaan dan Naluk, dan di sebelah barat
Disparbud Kabupaten Sumedang. dengan Desa Banyuasih Kecamatan
Materi wawancara berkenaan dengan Tanjungkerta.
sejarah dan garis besar dari kesenian Warga Desa Padasari
bangreng. seluruhnya beragama Islam,
Tahap ketiga, melakukan berkewarganegaraan Indonesia, dan
penggalian data di lokasi pertunjukan mayoritas mata pencahariannya
bangreng. Wawancara ditujukan sebagai petani. Selain kesenian
kepada pimpinan sanggar, dalam hal bangreng, di desa ini juga
ini Lingkung Seni Sri Pusaka Wargi berkembang kesenian calung, reog,
dengan Abah Maman sebagai dan tutunggulan. Dalam rangka

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
20 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

mewujudkan desa ini menjadi Desa hingga membangkitkan kembali


Wisata maka kepala desa mulai gairah penonton. Namun demikian
menggiatkan kembali pergelaran pada tahap waktu tertentu, senasib
pada kesenian-kesenian yang ada. dengan terebang, gembyung tidak
lagi popular. Masyarakat menuntut
2. Kesenian Bangreng hiburan yang lebih meriah dan
Berawal dari Kecamatan komunikatif. Terciptalah kemudian
Tanjungkerta Kabupaten Sumedang, kesenian bangreng.
kesenian bangreng selanjutnya Menurut Ade Rohana (Intani
meluas ke Kecamatan Cimalaka, T., 2018: 13), tahun 1968 adalah
Paseh, dan Situ Raja. Kesenian periode yang mana gembyung
bangreng tercipta dari unsur-unsur mengalami perkembangan dan
kesenian yang sudah lebih dulu ada. berubah menjadi bangreng. Proses
Menurut Ade Rohana, bangreng pengembangan dari gembyung
terlahir melalui dua periode. Tahun menjadi bangreng dilakukan dengan
1550-an adalah periode terebang menambahkan waditra dan lagu-lagu.
(Intani T., 2018: 13). Kesenian ini Selain itu, ada sedikit perubahan
dalam perjalanannya rupanya kurang dalam pertunjukannya (Suliasih,
menarik peminat. Kemungkinannya 1996: 28).
adalah karena tidak tampak Kata “bangreng” berasal dari
samasekali unsur hiburannya. suku kata “bang” dan “reng”. Suku
Padahal, dari sebuah pertunjukan kata tersebut merupakan akronim
seni, sebagai penonton, mereka dari kata “terebang” dan “ronggeng”.
merasa ingin terhibur. Terebang merupakan sebuah waditra
Atas kondisi tersebut, yang terbuat dari kayu, menyerupai
selanjutnya menurut Ade Rohana, rebana namun berukuran lebih besar.
berkembang kesenian gembyung. Adapun ronggeng adalah penari
Periode ini berlangsung sekitar tahun perempuan. Dengan demikian
1956 (Intani, 2018: 13). kesenian bangreng adalah kesenian
Kenyataannya bahwa kesenian yang salah satu waditranya berupa
gembyung dianggap lebih menarik terebang sebagai waditra pengiring

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 21

dan ronggeng adalah sebutan untuk selingan. Meskipun lagu selingan,


penarinya. namun demikian selain sebagai
Berdasarkan wawancara hiburan, pun mengandung arti
dengan Abah Maman, waditra penting karena menyimbolkan
terebang dibuat sebanyak lima buah. penghormatan kepada para leluhur.
Angka lima tersebut sebagai simbol Kesenian terebang ini
dari Rukun Islam dan salat lima dipertunjukkan baik pada perayaan
waktu yang menjadi kewajiban umat yang bersifat keagamaan maupun
muslim. Selanjutnya dikatakannya pada saat berlangsungnya upacara-
pula, bahwa tujuh huruf dalam kata upacara tradisi.
“terebang” merupakan simbol dari Seni gembyung yang lahir
jumlah hari dalam seminggu. Huruf sesudah terebang, menggunakan
per huruf dari kata “terebang” itu pun waditra berupa: 4 terebang, 1
memiliki arti. Yakni, huruf T sebagai gendang besar, 1 gendang kecil, 1
simbol Gusti Allah yang Esa. Huruf kulanter, 1 goong berikut kempul, 1
E, diartikan sebagai etika dalam kecrek, dan 1 tarompet. Awalnya
berkesenian. Huruf R, diartikan lagu yang dibawakan sebai pembuka
sebagai rebana untuk mengiringi pada kesenian gembyung di
shalawat Nabi. Huruf B, diartikan antaranya adalah Kembang Gadung
sebagai bangkitnya pusaka leluhur dan Kembang Beureum. Dalam
yang sudah turun-temurun. Huruf A, perkembangannya mengadopsi lagu-
diartikan sebagai agama. Huruf N, lagu ketuk tilu dan lagu-lagu lainnya
nadhom ‘puji-pujian’. Huruf G, (bebas). Oleh karena adanya
diartikan sebagai gending (alat pengembangan dalam penggunaan
tetabuh). lagu, selanjutnya berpengaruh pada
Kata “terebang” yang penuh tarian para ronggeng.
makna islami tersebut, dalam Adapun waditra kesenian
pertunjukannya juga membawakan bangreng (pada Lingkung Seni Sri
lagu-lagu bernuansa islami yang Pusaka Wargi), pada awalnya adalah
merupakan lagu wajib. Usai lagu kendang besar dan kecil, terebang
wajib, dilanjutkan dengan lagu-lagu besar, rebab, tarompet, goong besar

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
22 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

dan kecil, dan dua buah saron. Selain itu, ada pula seorang juru alok
Tahun-tahun kedepannya setelah (laki-laki).
kelahirannya, waditra ditambah Lagu-lagu dalam bangreng
dengan seperangkat gamelan laras ada yang sifatnya wajib, ada pula
dan salendro. Jumlah nayaganya yang bukan wajib. Lagu-lagu wajib
sejumlah waditra yang digunakan. dibawakan untuk mengiringi
Saat pertunjukan, para nayaga ronggeng (penari inti). Adapun lagu
berbaju salontreng, bercelana pangsi, yang bukan wajib lebih bersifat
dan beriket kepala. hiburan. Lagu ini untuk mengiringi
Ronggengnya perempuan, penari partisipan bisa dari tamu
jumlahnya bergantung dari sanggar kehormatan atau penonton.
yang mementaskannya. Hanya saja Lagu-lagu wajib dibawakan
pada umumnya ronggeng berjumlah secara berurutan dengan urutan
satu sampai tiga orang. Adapun seperti berikut:
selebihnya adalah penari partisipan, - Kembang Gadung, dibawakan saat
bisa perempuan, bisa laki-laki. bubuka ‘pembukaan’.
Penampilan setiap ronggeng diatur - Kembang Tanjung, mengiringi juru
oleh seorang juru baksa. Mereka baksa.
yang diberi soder ‘selendang’ oleh - Kembang Beureum Cianjuran
juru baksa, merekalah yang akan - Paris Wado
menari terlebih dulu. Busana - Eceng Gondok
ronggeng berupa kebaya, samping, - Adem Ayem
selendang, dan bersanggul. Adapun - Gandaria
busana penari partisipan laki-laki - Cisanggean
sama dengan busana juru baksa dan Dulu, bangreng hanya tampil
nayaga. di acara ritual seperti di antaranya
Selain nayaga, juru baksa, ruwatan, hajat lembur, dan ngayun
dan ronggeng, ada juru kawih orok (selamatan 40 hari kelahiran
‘sinden’. Kadangkala juru kawih bayi). Waktu tampil bangreng
merangkap pula sebagai ronggeng. menyesuaikan waktu pelaksanaan
acara ritual. Adapun dalam

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 23

perjalanan waktu, bangreng tampil pada menjelang pertunjukan dan


sebagai hiburan di antaranya di acara menggunakan sesajen untuk acara
khitanan, pernikahan, dan 17 ritualnya . Kelompok yang dimaksud
Agustus. di antaranya adalah Lingkung Seni
Bangreng sebagai hiburan Sri Pusaka Wargi.
bisa tampil pada siang atau malam Menurut Abah Maman,
hari. Siang hari biasanya tampil sesajen yang diperlukan untuk acara
antara pukul 09.00-15.00 WIB, hiburan, jenis dan jumlahnya tidak
dengan jeda waktu salat dhuhur. sebanyak untuk acara ritual seperti
Adapun malam hari tampil seusai hajat lembur, ngayun orok, dan
waktu isya hingga sekitar pukul sebagainya. Sesajen untuk hiburan
03.00 WIB dinihari. Tampilan di lebih kurang “hanya” berjumlah dua
malam hari, diawali dengan puluh macam. Di antaranya adalah:
shalawatan, dilanjutkan dengan - Bubur beureum bubur bodas, surabi
tampilan kesenian bangreng, dan beureum surabi bodas. Beureum
diakhiri dengan shalawatan lagi. ‘merah’ dan bodas ‘putih’
Bangreng tampil melambangkan bendera Indonesia.
menggunakan dua tempat. Yakni, Selain itu beureum juga diartikan
panggung untuk tempat para nayaga, sebagai keberanian
juru kawih, dan juru alok. Adapun di mempertahankan yang benar dan
bawah depan panggung untuk tempat bodas bermakna kesucian.
juru baksa, ronggeng, dan penari - Klepon, makanan ini lengket di
partisipan tampil. tangan. Dimaknakan sebagai
Saat ini, kelompok yang merekatkan persatuan, silaturahmi,
menggeluti kesenian bangreng ada pertemanan, ketetanggaan, dan
dua jenis. Kelompok yang masih sebagainya.
mempertahankan tradisi ritual - Puncak manik, bentuknya yang
(meskipun untuk acara hiburan) dan mengerucut ke atas dimaknai
yang sudah tidak. Kelompok yang bahwa semua ibadah yang
masih mempertahankan tradisi ritual dilakukan hanya ditujukan kepada
ditandai dengan melakukan ritual Allah semata.

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
24 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

- Kupat, dimaknai memohon


keselamatan dari empat penjuru
mata angin.
- Kembang, harum atau wangi
baunya. Bau yang disukai semua
orang. Selain itu juga dimaknai
bahwa setiap orang harus dapat
Gambar 1. Sesajen
menjaga diri agar tetap harum Sumber: Pertunjukan Bangreng, 2018.

namanya.
Bangreng ditampilkan
- Bakakak hayam, hayam merupakan
dengan tahapan sebagai berikut:
binatang yang memilki banyak
- Ijab kabul, ritual permohonan izin
kegunaan. Selain daging, telur,
kepada leluhur bahwa mereka akan
ceker, kepala, kulit, dan bulunya,
mementaskan bangreng. Ijab kabul
suaranya dapat membantu
dilakukan oleh sesepuh Lingkung
membangunkan orang untuk
Seni, Abah Maman, di depan
ibadah.
sesajen sambil membakar
- Pangradinan, macam-macam
kemenyan.
isinya merupakan barang-barang
yang diperlukan manusia. Seperti
di antaranya sisir, kaca, dan minyak
wangi.
- Gula beureum, rasanya manis.
Setiap orang harus bersikap manis
pada orang lain. Atau dapat juga
diartikan bahwa kalau kita bersikap
manis maka akan disukai orang.

Gambar 2. Abah Maman


Sumber: Pertunjukan Bangreng, 2018.

- Tataluan, permainan waditra secara


instrumentalia ini sebagai

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 25

pemberitahuan bahwa pertunjukan


akan segera dimulai.
- Bubuka ‘Pembukaan’
Pada saat bubuka, lagu yang
dibawakan adalah Kembang
Gadung. Lagu ini sebagai
penghormatan kepada para leluhur.
Saat bubuka, tidak diperkenankan
ada yang menari.
- Juru baksa memberikan soder
kepada ronggeng yang diminta
untuk menari.

Gambar 4. Ronggeng dan Partisipan


Menari
Sumber: Pertunjukan Bangreng, 2018.

Gambar 3. Juru Baksa - Hiburan, pada saat hiburan, siapa


Sumber: Pertunjukan Bangreng, 2018.
pun yang berkeinginan untuk

- Ronggeng menari. Manakala menari dipersilahkan.

ronggeng menari berpasangan


dengan laki-laki, tidak
diperkenankan saling bersentuhan.
Gerakkannya pun dijaga tidak
boleh mengesankan erotis.

Gambar 5. Hiburan
Sumber: Pertunjukan Bangreng, 2018.

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
26 JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 15 - 27

Kesenian bangreng tidak kesopanan. Meskipun demikian,


menerapkan pantangan yang kondisi kesenian bangreng saat ini
diberlakukan kepada mereka yang masih “berjalan di tempat” saja atau
terlibat dalam pertunjukan. Selain sekadar masih bertahan.
hanya ada etika yang harus dijaga, Kondisi tersebut untuk saat
Etika ini khususnya ditujukan untuk ini dapat dimungkinkan oleh
para ronggeng dan penari partisipan berbagai hal. Di antaranya karena
laki-laki. masuknya kesenian yang sifatnya
Sebutan ronggeng, saat ini lebih kekinian dan hiburan lain yang
sering dikatakan sebagai penari. Hal mudah didapatkan dari gawai.
ini demi menghapus citra yang Dengan demikian dapat dikatakan
kurang baik tentang ronggeng. kalau kesenian bangreng saat ini
Mengingat sebelum kesenian punah tidak, maju pun tidak.
bangreng tercipta, ada kesenian lain Bangreng sebagai sebuah
yang mana si ronggeng dapat kesenian, kehadirannya tidak melulu
“dibawa” oleh laki-laki pasangan sebagai sebuah tontonan, melainkan
menarinya. Atau, ada penari laki-laki juga sebagai tuntunan. Hal ini sesuai
yang dengan sengaja memberikan kriteria dari sebuah seni pertunjukan
uang kepada ronggeng dengan cara yaitu harus mempunyai pesan yang
menyisipkan ke dalam pakaian dalam ingin disampaikan kepada
ronggeng. penontonnya.
Olehkarena fondasi kesenian
KESIMPULAN bangreng adalah kesenian terebang
Seni tari, kawih, dan yang bernuansakan islami maka
karawitan, merupakan tiga unsur nilai-nilai agama yang
yang terdapat di dalam kesenian menggambarkan hubungan antara
bangreng. Kesenian bangreng manusia dengan Tuhan, ada di dalam
diciptakan untuk memenuhi kesenian bangreng.
kebutuhan masyarakat akan adanya Bukan saja nilai agama,
bentuk hiburan yang meriah, senyatanya bahwa ada nilai-nilai
komunikatif, namun tetap menjaga berkehidupan lainnya yang juga

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Nilai Budaya dalam Balutan Kesenian Bangreng (Ria Intani T.) 27

terkandung di dalam kesenian ini. Bangreng di Kabupaten


Sumedang. Laporan
Ada nilai yang menggambarkan
Perekaman. Bandung: BPNB
hubungan antara manusia dengan Jabar.
masyarakat, manusia lain, dan diri Nopianti, Risa. “Dari Ronggeng
Gunung ke Ronggeng Kaler:
sendiri. Ada nilai nasionalisme, Perubahan Nilai dan Fungsi”
persatuan, etika, penghormatan, dalam Jurnal Patanjala Vol. 6
No. 1 Maret 2014. Hlm. 81-
keberanian, dan konsistensi. Nilai-
92.
nilai tersebut dapat dipahami melalui Rosyadi. “Kesenian Gondang
aturan-aturan yang diterapkan dalam sebagai Representasi Tradisi
Masyarakat Petani di Jawa
pertunjukan, serta melalui makna Barat” dalam Jurnal Patanjala
simbolis dalam sarana sesajen yang Vol. 8 No. 3 September 2016.
Hlm. 397-412.
digunakan.
Rukesi dan Sunoto. “Nilai Budaya
Bangreng, sebagaimana dalam Mantra Bercocok
uraian di atas, menunjukkan bahwa Tanam Padi di Desa Ronggo,
Kecamatan Jaken, Kabupaten
kesenian ini diciptakan bukan semata Pati, Jawa Tengah: Kajian
untuk menampilkan suatu keindahan, Fungsi Sastra” dalam Jurnal
Basindo Vol. 1 No. 1 April
melainkan pula sebagai sarana untuk 2017. Hlm. 25-45.
menyebarkan nilai-nilai. Satriadi, Yudi Putu, Hermana,
Endang Supriatna, Yanti
Nisfiyanti, Ria Andayani
DAFTAR PUSTAKA Somantri, Ali Gufron. 2015.
Ahmad Saebani, Beni. 2012. Nilai Filosofis dalam
Pengantar Antropologi. Kesenian Gambang Kromong
Bandung: CV Pustaka Setia. di DKI Jakarta. Bandung:
BPNB Bandung.
Intani T., Ria, Heru Erwantoro, Yudi
Putu Satriadi, Wildan Suliasih, Elly. 1996. “Tinjauan
Nirmala, Rudi Rustiyadi, Deskriptif terhadap Karawitan
Titan Firman. 2018. Kesenian Bangreng di
Kabupaten Sumedang. Skripsi
Perekaman Kesenian
. Bandung: STSI Bandung.

c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387

Anda mungkin juga menyukai