ABSTRACT
This research is aimed at studying aesthetic communication and its values in folk theatre per-
formance, sandiwara Cirebon. This qualitative research with communication ethnography approach
tries to scrutinize the event of sandiwara performance as communication event between the society
in Cangkring village, Plered, Cirebon. The result shows that the aesthetic of sandiwara Cirebon has
values, they are, feeling-experience values and socio-cultural values. Aesthetic values which are in-
herent in the event of sandiwara Cirebon performance is an expression and reflection based on world
views, beliefs, and values adopted by local people in the socio cultural life. To interpret those values,
communication participant, artists, and public construct meaning of aesthetic communication based
on communication context included in sandiwara Cirebon performance, namely contexts of intra-
personal, public, culture, and transcendental.
Pendahuluan
Komunikasi itu omnipresent, yang ber- buruk, kurang ‘menggigit’ dan tidak in-
arti bahwa komunikasi hadir di mana- dah.
mana, tak terkecuali pada peristiwa seni Demikian pula bagi pelaku seni pertun-
pertunjukan, bahkan pada wilayah es- jukan yang mengerahkan segala kreatif-
tetiknya. Ketika seseorang atau suatu ke- itas, pengetahuan dan perasaannya untuk
lompok masyarakat menyaksikan pemen- mewujudkan keindahan pertunjukan seni.
tasan seni pertunjukan, baik musik, teater Dalam konteks demikian, persepsi dan in-
maupun tari, maka mereka atau sebagian terpretasi subjektif hadir untuk memaknai
dari mereka akan terkagum-kagum, dan kehadiran nilai-nilai keindahan dalam se-
mereka mengatakan bahwa ‘pertunjukan buah peristiwa pertunjukan sebagai tin-
itu indah sekali, begitu estetik’. Namun dakan simbolik. Fenomena tersebut me-
sebaliknya, beberapa orang bisa saja me- nunjukkan kesan terdapatnya komunikasi
ngatakan bahwa pertunjukan itu sangat tentang keindahan (estetik) dalam seni
Jaeni: Komunikasi Estetik 161
seni pertunjukan yang serba modern atau yang ada di masyarakat. Penelitian ini dii-
kemegahan panggung yang dahsyat de- baratkan meneliti secuil dunia yang harus
ngan kekuatan tata cahaya dan tata suara dicermati daripada hanya mendapatkan
yang mengagumkan. Akan tetapi pertun- seperangkat ukuran-ukuran (Alasuutari
jukan itu gagal dikarenakan tidak mampu dalam Soedarsono, 1999: 39), apalagi
memberikan informasi nilai-nilai yang mengungkap realitas komunikasi este-
disepakati masyarakatnya. Pertunjukan ti- tik dalam pertunjukan yang tengah ber-
dak mampu ‘mengomunikasikan’ bentuk langsung. Dengan demikian, metode
estetis melalui tindakan-tindakan simbol- yang dipakai dalam penelitian ini adalah
ik yang masyarakat anut dan dipahami metode etnografi, yang didasarkan pada
lingkungannya. asumsi bahwa ‘pengetahuan dari semua
Seni pertunjukan sebagai salah satu kebudayaan sangat tinggi nilainya’. Me-
unsur kebudayaan memberikan suatu cara lalui metode penelitian ini diharapkan
untuk melihat dunia melalui tindakan-tin- dapat membuat kesimpulan budaya yang
dakan simbolik. James L. Peacock menye- bersumber dari tiga hal sebagaimana di-
butkan bahwa tindakan simbolik adalah simpulkan oleh Spradley (1997: 10), yakni;
perilaku dan pikiran yang terkait dengan 1) dari hal yang dikatakan orang atau in-
benda-benda alam, daerah-daerah geo- forman; 2) dari cara orang bertindak atau
grafis dan unsur-unsur lain yang menjadi bertingkah laku; dan 3) dari berbagai arte-
simbol sifat perilaku dan pikiran tersebut fak yang digunakan.
(Peacock, 2005: 6). Seni pertunjukan men- Penelitian ini dilakukan di daerah Ci-
cakup nilai-nilai yang menspesifikan hal rebon, khususnya pada kelompok seni
yang baik, benar, dan bisa dipercaya. Hal pertunjukan teater rakyat sandiwara Cire-
demikian dalam pandangan etnografer bon ‘Dharma Samudra’, Desa Cangkring,
(Spradley, 1997: 13 – 16) dinyatakan seba- Kecamatan Plered. Waktu untuk melaku-
gai ikatan budaya (culture bound), yaitu kan penelitian ini tidaklah singkat namun
hidup dalam realitas tertentu yang dipan- penelitian ini dilakukan selama dua tahun
dang sebagai ‘realitas’ yang benar. lebih, yang sebelumnya telah dilakukan
Dengan demikian, penelitian atas ko- penelitian pendahuluan (preliminary re-
munikasi estetik dalam seni pertunjukan search). Lima puluh kali pertunjukan su-
teater rakyat sandiwara Cirebon tak lepas dah peneliti datangi dan mengapresiasinya
dari ikatan budaya masyarakat bersang- hingga pertunjukan usai semalam suntuk.
kutan. Lebih jauh, melalui etnografi akan Dalam penelitian ini tidak saja aktivitas
mengungkap berbagai nilai dan makna apresiasi, namun dalam pengumpulan
dalam seni pertunjukan teater rakyat me- data dilakukan pula pengamatan berperan
lalui dimensi komunikasi estetik. serta (participant observation), wawancara
mendalam (in-depth interview), pendoku-
mentasian dan studi dokumentasi, serta
Metode intropeksi. Pengumpulan data yang dise-
but terakhir ini dipertimbangkan karena
Meneliti keberadaan isi seni pertun- posisi peneliti yang terkait dengan budaya
jukan merupakan aktivitas penelitian ter- selingkung. Seiring dengan pengumpulan
hadap komponen simbolik atas nilai-nilai data tersebut, penetuan informan kunci
Jaeni: Komunikasi Estetik 163
dalam konteks penelitian ini sangat pen- terhadap budaya lingkungannya. Sandiwa-
ting, terutama pimpinan kelompok seni, ra Cirebon hadir dari perasaan dan peng-
beberapa anggota dari kelompok seni, dan alaman individu-individu yang menjadi
masyarakat yang mewakili publik seni. bagian dari pandangan dunia masyara-
Begitu data didapatkan segera dia- katnya dalam kehidupan berbudaya. Hal
dakan analisis. Artinya, analisis data ber- itu senada dengan Mulyana (2004:32) yang
jalan bersamaan dengan tahap pengum- menyebutkan pandangan dunia dalam
pulan data di lapangan. Melalui studi suatu peristiwa komunikasi sebagai sepe-
etnografi, maka teknik analisis melewati rangkat sikap, kepercayaan, dan nilai yang
tiga langkah, yaitu; deskripsi data, anali- dianut seseorang atau sekelompok orang
sis data, dan interpretasi data. Untuk dalam asuhan suatu budaya.
menunjukkan keabsahan data yang ditu- Melalui sandiwara, Umar Karsiyan,
liskan dalam penelitian ini, maka proses seorang tokoh sandiwara Cirebon, merasa
itu dilakukan dengan cara; 1) Intropeksi, hidup lebih berharga karena ia dapat
2) Memperpanjang waktu penelitian dari memberikan informasi nilai-nilai terbaik
jadwal yang ditentukan, 3) Menekuni dalam hidup kepada masyarakat yang
kembali pengamatan untuk memahami menontonnya. Sandiwara Cirebon yang
dan mendapatkan data secara mendalam, lebih banyak melakonkan babad Cirebon
4) mengadakan proses triangulasi dengan dirasakan sebagai syiar Islam karena yang
cara membandingkan data hasil wawan- diceritakan lebih pada bagaimana perten-
cara dangan data hasil pengamatan, mem- tangan antara kelompok jahat (non Islam)
banding apa yang dikatakan informan dan kelompok baik (Islam). Sandiwara
dengan berbagai pendapat dan pandang- baginya bukan sekadar hiburan semata,
an masyarakat atau unsur pemerintah namun nilai-nilai penting ada di dalam-
yang terkait, 5) melakukan member check. nya karena melakonkan kehidupan ma-
Setelah semua langkah-langkah di syarakat bersangkutan dengan setting ke-
atas ditempuh maka penulisan hasil di- percayaan masyarakat Cirebon, melalui
lakukan dengan cara etnografis. Penulisan kosmologinya, babad Cirebon, legenda dan
etnografis nyaris sama sebagai bentuk mitos, baik pada zaman para wali maupun
laporan yang khas dengan menuliskan- zaman para leluhur sebelumnya.
nya secara holistik dalam sentuhan naratif Dalam pertunjukan sandiwara Cirebon
sebagaimana tema penelitian yang diang- akan terdapat unsur lakon atau teater,
kat. Demikian halnya dengan penelitian musik, tari, dan unsur rupa atau artistik,
tentang komunikasi estetik dan tindakan yang dari seluruh unsure tersebut men-
simbolik dalam seni pertunjukan teater jadi bagian yang tak terpisahkan dari per-
rakyat. tunjukan. Sebagai bentuk teater rakyat,
maka unsur-unsur yang ada memiliki
kekhasan sendiri atas budaya-budaya
Pertunjukan Sandiwara dan Estetika
yang hidup dalam lingkungan masyara-
Seni pertunjukan teater rakyat sandi- katnya. Kekhasan inilah yang juga men-
wara Cirebon merupakan gagasan masyara- jadi wilayah keindahan seninya. Apa yang
kat pendukungnya yang diwakili oleh in- dilakukannya di atas panggung adalah
dividu-individu yang memiliki komitmen sesuatu yang indah. Mereka sadar bahwa
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 2, April - Juni 2012: 160 - 168 164
tik membutuhkan kecocokan nilai. Dalam dimaknai dan dinilai sesuai kehidupan-
komunikasi estetik harus ada kecocokan nya. Makna dan nilai yang demikian ter-
nilai-nilai estetik antara peserta komuni- lihat juga pada adegan yang menggam-
kasi yang dimediasi oleh seni pertunjukan. barkan para tokoh wayang merah, dimana
Dalam kalimat lain, meminjam kalimat para tokoh ini diidentikan dengan sebuah
Chandrasekhar (1987), bahwa komunikasi kejahatan, sebagai tokoh antagonis. Wa-
estetik terjadi karena relasi harmonis an- yang merah ditampilkan dengan cara-cara
tara unsur-unsur keindahan seni dengan yang kasar menakutkan dan tidak se-
kecerdasan, perasaan, dan pengalaman in- nonoh yang menyalahi etika dan norma,
dividu dalam lingkungannya. baik dari ucap, laku dan tindakan dalam
Nilai-nilai estetik pertunjukan sandi- pertunjukan sandiwara Cirebon. Cara-cara
wara Cirebon membawa kita untuk menye- kasar, menakutkan dan tidak senonoh itu
lami dan mengkaji komunikasi estetik seni dikemas dalam tampilan-tampilan seni
pertunjukan yang merupakan relasi nilai- yang juga cukup indah dirasakan. Dalam
nilai. Terdapat dua nilai estetik yakni, nilai adegan wayang merah ini sering dihadirkan
perasaan-pengalaman dan nilai sosial-bu- seorang penyanyi dangdut yang tampil
daya. Nilai perasaan-pengalaman meru- seksi, alih-alih untuk hiburan mereka.
pakan nilai instrinsik yang terdiri dari ba- Adegan ini erat kaitannya dengan konsep
gus, enakan, pantes atau prigel, dan seneng. kepercayaan masyarakat Cirebon tentang
Sementara nilai sosial-budaya merupakan godaan mahluk gaib. Godaan perempuan
nilai ekstrinsik yang meliputi; budi, sikap, adalah godaan yang paling dahsyat, yaitu
rasa, karsa, dan karya yang menyimbol- serupa setan, wewe gombel, dedemit dan se-
kan kehidupan sehari, misalnya politik, bagainya yang mereka istilahkan sebagai
ekonomi, sosial, dan lain-lain. memedi. Penyanyi dangdut yang tampil di
Temuan nilai estetik dalam seni per- tengah-tengah lakon dalam adegan wa-
tunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon yang merah tersebut dengan menyanyikan
tersebut, salah satunya menegaskan ke- lagu-lagu dangdut menjadi pantes, sekali-
senangan (pleasure) melalui kata unsur pun mengisyaratkan kejahatan.
seneng. Komunikasi estetik identik de- Akhirnya, komunikasi estetik adalah
ngan kesenangan, demikian Jackson (2003: pertukaran nilai-nilai yang dimaknai o-
10) menunjuk keterkaitan estetika dengan leh para peserta komunikasi (seniman
komunikasi. Namun bukan hanya kese- dan publiknya) atau dalam bahasa lain
nangan, komunikasi estetik dalam seni adalah relasi nilai-nilai (Sumardjo, 2000:
pertunjukan teater rakyat sandiwara Cire- 4). Adakalanya pertunjukan sandiwara
bon sangat menghargai pengalaman pri- itu memunculkan nilai penyadaran un-
badi masing-masing peserta komunikasi tuk membangkitkan semangat hidup ma-
(seniman-publik) yang oleh para filosof syarakatnya. Pertunjukan sandiwara mem-
sering disebut sebagai seeing as, “melihat berikan sesuatu, kesenangan, harapan dan
sebagai” (Leaman, 2005: 40). Mereka meli- cita-cita yang tersimpan pada unsur-unsur
hat adegan-adegan atau tampilan-tampil- estetiknya. Konsep tontonan sebagai tun-
an indah dalam pertunjukan sandiwara tunan mengisyaratkan bahwa yang baik
bukan sebagai tampilan itu sendiri me- menjadi tuntunan dan yang buruk hanya
lainkan sebagai sesuatu yang lain untuk sebatas tontonan. Kebaikan dalam nilai-
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 2, April - Juni 2012: 160 - 168 166
pengalaman mere-
ka dalam dunia seni
pertunjukan yang
sudah didapatkan-
nya sejak lama.
Mereka mendapat-
kan pengalaman itu
semasa hidupnya
melalui dongeng-
dongeng dan ceri-
ta-cerita orang tua
mereka serta pera-
Gambar 2 saannya terasah
Alur Komunikasi Estetik Seni Pertunjukan
Teater Rakyat Sandiwara Cirebon melalui pemang-
gungan-pemang-
gungan yang selalu
nilai estetika pertunjukan sandiwara pada diikutinya dalam rangka memenuhi kon-
peristiwa komunikasi itu bisa ditiru oleh sepsi guru panggung. Dengan demikian,
masyarakatnya, namun tidak menutup ke- melalui pengalaman dan perasaannya,
mungkinan ada juga yang meniru hal-hal sungguh berbeda cara rakyat mengon-
yang kurang baik dari pertunjukan seba- struksi keindahan dalam seni pertunjukan
gai media komunikasinya. sandiwara tersebut dengan orang-orang
Komunikasi estetik seni pertunjukan yang memiliki keahlian seni secara for-
sandiwara Cirebon dapat dipahami sebagai mal.
sebuah lingkaran relasi nilai, kecocokan Di samping nilai refleksif dalam komu-
nilai, yang dipahami bersama oleh peserta nikasi estetik tercermin pula fungsi komu-
komunikasi dalam pertunjukan (pelaku nikasi ekspresif baik pada pesan verbal
dan publik seni) sebagaimana terlihat maupun nonverbal (Mulyana, 2007: 24)
pada gambar 2. baik melalui laku, tindakan maupun ucap.
Realitas komunikasi keindahan dalam Dalam laku, ekspresi-ekspresi ditunjukkan
seni pertunjukan sandiwara merupakan oleh tokoh peran yang memiliki kemauan
hasil ciptaan manusia kreatif melalui keku- untuk berbuat sesuatu (will) dalam se-
atan ‘mengonstruksi’. Konstruksi menurut buah adegan, seperti hasrat untuk saling
Barker (2000: 10) pada dasarnya sebuah mengenal dengan seseorang, hasrat untuk
usaha diskursif maupun representatif yang berbuat jahat, hasrat untuk saling sayang,
sadar-diri (self-reflexive) yang bertujuan dendam dan lain-lain. Selanjutnya dalam
menafsirkan dan menggambarkan dunia tindakan, begitu jelas terrepresentasikan
kekinian. Para pelaku komunikasi dalam oleh gerak-gerak pada tarian setiap to-
seni pertunjukan sandiwara melakukan koh, tindakan-tindakan seperti berkelahi,
konstruksi tersebut. Mereka menciptakan memukul, menangkis, membacok, adeg-
bentuk pertunjukan yang kemudian diko- an romantis raja dan permaisuri melalui
munikasikan kepada publik seni sebagai nyanyian dengan berpelukan, saling usap
realitas sosial-budaya. Ini semua karena pipi, mengelus rambut, dan lain-lain. Se-
Jaeni: Komunikasi Estetik 167
Deddy Mulyana
Spradley, James P.
2004 Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
1997 Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara
Bandung: Rosdakarya.
Wacana.