Tengku Walisyah
Abstrak: Dalam merebut perhatian audiens terhadap iklan yang ditawarkan beberapa
upaya dilancarkan untuk mendesain content iklan yang atraktif. Dimulai dari hadirnya
bentuk-bentuk komunikasi visual seperti desain grafis, brand, billboard/poster dan
display pada majalah/surat kabar, sampai kepada packaging menghasilkan visualisasi
kreatif tersendiri dalam periklanan. Alhasil, selanjutnya efek dahsyat pun lahir
sebagai manifestasi dari beberapa kriteria seperti tipografi, ilustrasi, warna, prinsip
visual, serta Art Director dan Copywriter dimana perpaduannya menghasilkan
harmoni visualisasi yang dahsyat.
Pendahuluan
Istilah visual jika dirujuk pada maknanya adalah dapat dilihat dengan indera
penglihatan (mata); berdasarkan penglihatan.1 Sesuatu yang dapat dilihat atau dengan
kata lain dapat dinikmati oleh indera penglihatan. Berarti mengandung makna bahwa
sesuatu tersebut sama dengan gambar atau hal lain yang bisa ditangkap oleh mata.
Komunikasi visual berarti pesan yang dilancarkan berbentuk gambar dari pihak
komunikator ditangkap oleh indera mata sang komunikannya untuk seterusnya diproses
sedemikian rupa. Sebagaimana Adi Kusrianto memaparkan bahwa komunikasi visual
yang menggunakan mata sebagai alat penglihatan merupakan komunikasi yang
menggunakan bahasa visual dengan unsur dasarnya yaitu segala sesuatu yang dapat
dilihat dan dipakai untuk menyampaikan arti, makna atau pesan.2 Jika diruntut rekam
jejak penggunaan visual sebagai bentuk komunikasi atau bahasa dalam proses
komunikasi maka akan didapatkan bahwa jauh sebelum zaman modern ini muncul
ternyata bentuk visual sesungguhnya telah pula diupayakan manusia terdahulu. Menurut
Rakhmat Supriyono adanya penemuan terhadap gambar-gambar pada dinding-dinding
gua dan bebatuan kuno menjadi bukti yang tak terbantahkan. Relief-relief candi turut
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi 2 cetakan ke-empat (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 1120.
2
Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual (Yogyakarta: ANDI, 2009), hlm. 10.
33
34
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
menjadi bukti betapa piawainya nenek moyang kita menyampaikan cerita melalui
bentuk visual yang satu ini.3
Pesan berbentuk gambar yang dimaksud pada proses komunikasi merupakan
kategori pesan non verbal. Sebagaimana pesan itu sendiri terdiri dari dua jenis yaitu
pesan verbal dan pesan non verbal. Dalam hal ini Hafied Cangara menegaskan bahwa
pesan adalah kode dimana kode verbal adalah seperangkat kata yang telah tersusun
secara berstruktur dan mengandung makna sedangkan kode non verbal merupakan
bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language) dan memiliki banyak bentuk.4 Secara
ringkas pesan non verbal dapat berupa lambang seperti gerakan tangan, warna, ekspresi
wajah, dan lainnnya.5 Secara spesifik diantaranya adalah kontak tubuh, kedekatan jarak,
orientasi, penampilan, anggukan kepala, ekspresi wajah, bahasa tubuh (gesture), postur,
gerakan mata, sampai kepada aspek pembicaraan seperti intonasi (bisa mempengaruhi
makna) ataupun kode paralinguistik (warna suara, volume, aksen, kesalahan, dan
kecepatan bicara).6
Pesan juga merupakan tanda. John Fiske memaparkan bahwa jika pusat
konsentrasi pada sebuah proses komunikasi adalah tanda, maka kajian ini disebut
sebagai semiotik atau semiologi yang berfokus pada teks dan mengandung tiga wilayah
kajian yaitu: (1) tanda itu sendiri; (2) kode/sistem dimana tanda-tanda diorganisasi, dan
(3) budaya tempat dimana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Tanda adalah sesuatu
bersifat fisik, dapat diterima oleh indera kita dan mengacu pada sesuatu di luar dirinya
yang bergantung pada pengenalan dari para pengguna bahwa itu adalah tanda. 7
Littlejohn turut menegaskan bahwa basis dari seluruh komunikasi adalah tanda-tanda
(signs) dimana jika manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan
komunikasi dengan sesamanya maka banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.8
3
Rakhmat Supriyono, Desain Komunikasi Visual: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: ANDI,
2010), hlm. 2.
4
Perhatikan sumber Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi: Edisi Ketiga (Depok:
Rajawali Pers, 2018), hlm. 117-121.
5
Nurudin, Ilmu Komunikasi: Ilmiah dan Populer (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 134.
6
Argyle (1972) dalam John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm. 111-115.
7
Ibid, hlm. 66-68.
8
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 15.
35
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
9
Alex Sobur, Semiotika..., hlm. 116.
10
Ibid.
36
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
dimensi yang mencakup beberapa bentuk misalnya menggambar, melukis, dan fotografi
dimana hal tersebut merujuk pada karya yang dicetak atau karya seni untuk diperbanyak
melalui proses cetak.11
Seni grafis adalah desain dan produk publikasi serta seni komersial yang
mencakup beberapa bidang diantaranya adalah Drawing, Ilustrasi, Grafik, Diagram,
Cartografi (gambar peta), Fotografi, Advertising, Desain Buku, Komputer Grafis serta
Poster dan Ilmu Percetakan. Sementara, dalam kehidupan sehari-hari hasil karya dari
Desain Grafis itu sendiri ada di sekeliling kita seperti buku, koran, atau majalah yang
dibaca; kemasan biskuit; judul acara di televisi;12 poster atau iklan di jalan yaitu
billboard, spanduk, baliho, banner, papan nama, signboard, dan bentuk iklan lainnya
antara lain brosur, katalog, kop surat, kartu nama, kalender, dan barang cetak lainnya. 13
Desain grafis atau Graphic Design memberikan informasi serta panduan melalui
sign atau tanda-tanda juga merupakan visual elemen yang sering dipergunakan untuk
menarik perhatian pembaca atau penonton. Selain itu elemen desain grafis ini dipakai
sebagai pendamping teks untuk memberikan pemahaman dan untuk menjadikan
tampilan sesuatu pesan itu lebih menarik. Tak heran jika majalah ternama seperti TIME,
Newsweek, dsb senantiasa menggunakan bahan-bahan desain grafis yang sangat kuat
untuk memenangkan perhatian para audiensnya. Hal ini jauh berbeda dengan majalah
ilmiah dan bidang pendidikan yang biasanya menggunakan tampilan yang pasif. Namun
jika mereka berkepentingan dalam hal mendongkrak pemasaran maka sejak beberapa
tahun terakhir ini telah mulai memanfaatkan tampilan desain grafis yang juga menarik. 14
Istilah Desain Grafis belakangan lebih sering disebut dengan istilah Desain
Komunikasi Visual atau disingkat menjadi DKV. Istilah ini disebut demikian karena
memiliki peran untuk mengomunikasikan pesan atau informasi kepada pembaca dengan
berbagai kekuatan visual yaitu tipografi, ilustrasi, warna, garis, layout, dan sebagainya
dengan bantuan teknologi tentunya. Melihat begitu pesatnya perkembangan Desain
Grafis yang semakin luas tidak terbatas pada penggunaan unsur-unsur grafis atau visual
saja, maka istilah pun berkembang menjadi DKV. Namun, istilah Desain Grafis ini
11
Adi Kusrianto, Pengantar..., hlm. 100.
12
Adi Kusrianto, Pengantar..., hlm. 100.
13
Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm. 9.
14
Adi Kusrianto, Pengantar..., hlm. 126-127.
37
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
masih sering digunakan tidak hilang begitu saja. DKV sendiri dikategorikan sebagai
commercial art yang berasal dari perpaduan antara seni rupa (visual art) dan
keterampilan komunikasi untuk tujuan bisnis. Begitu ketatnya persaingan bisnis di
bidang industri barang dan jasa serta pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi
menyebabkan istilah DKV turut berkembang. 15
Pada pesan periklanan elemen kekuatan visual dari Desain Grafis atau DKV
adalah terletak pada tipografi, ilustrasi, warna, garis, layout, dsb melalui bantuan
teknologi. Dimana tipografi berkaitan dengan gaya atau model huruf cetak yang
berumur sama dengan seni mencetak buku dan berasal dari kata Yunani tupos yang
bermakna “yang diguratkan” dan graphoo maknanya tulisan.16 Ilustrasi tidak hanya
terbatas pada gambar atau foto namun bisa berupa garis, bidang, bahkan susunan huruf
misalnya berbentuk siap pakai diantaranya adalah clip art, texture, pattern, dan dingbat
(jenis font berupa gambar, ornamen, dan simbol-simbol).17 Warna merupakan elemen
visual yang mampu menarik perhatian pembaca jika digunakan dengan komposisi yang
tepat.18 Garis adalah elemen visual lainnya yang bisa dipakai dimana saja dan dijadikan
fantasi visual agar pembaca terkesan dengan desain pesan periklanan.19 Lay out sendiri
biasa disebut tata letak untuk mentrasformasi ide menjadi sebuah karya yang terdiri dari
beberapa elemen penyusunnya diantaranya adalah headline, overline dan sebagainya.20
2. Brand
Philip Kotler menjelaskan istilah brand adalah nama, istilah, tanda, simbol,
desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang
dihasilkan perusahaan sebagai fungsi untuk membedakannya dengan produk sejenis.21
Dari definisi tersebut sebagaimana dipaparkan oleh Rama Kertamukti bahwa ada
15
Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm. 9.
16
Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm. 19-20.
17
Ibid, hlm. 50-51.
18
Ibid, hlm. 70.
19
Ibid, hlm. 59.
20
Dendi Triadi dan Addy Sukma Bharata, Ayo Bikin Iklan!: Memahami Teori dan Praktek Iklan
Media Lini Bawah (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 13.
21
Rama Kertamukti, Strategi Kreatif dalam Periklanan: Konsep Pesan, Media, Branding,
Anggaran (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 88.
38
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
beberapa elemen yang dimiliki oleh brand yaitu: Brand Name, Brand Mark, Trade
Mark, dan Copyright.
Brand name adalah nama merek untuk menyebutkan bagian yang dapat
diucapkan misalnya dari kartu prabayar ada merek Simpati, XL, AS, Mentari, IM3 dan
sebagainya. Sementara Brand Mark yaitu tanda merek sebagian dari merek yang tidak
dapat diucapkan melainkan dapat dikenali apakah itu lambang, desain huruf, atau warna
khusus sebagai contoh simbol dari kartu prabayar tadi. Selanjutnya, Trade Mark yang
memiliki arti tanda merek dagang mempunyai perlindungan hukum karena
kemampuannya menghasilkan sesuatu yang istimewa sekaligus untuk melindungi
penjual dengan hak istimewanya saat menggunakan tanda merek ini. Sedangkan
copyright yang artinya adalah hak cipta merupakan hak istimewa yang jelas dilindungi
undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya. 22
Istilah yang berasal dari Bahasa Inggris ini disebut juga dengan nama lain yaitu
“merek”. Brand atau merek secara sederhana adalah sebutan atau panggilan atau nama
untuk menyebutkan produk-produk tertentu. Begitu banyak dan beragamnya produk
yang hadir di tengah kehidupan orang-orang, tak jarang pula produk-produk yang sama
dengan kandungan, bahan dan juga manfaat atau kegunaan yang sama memiliki produk
saingan yang tak kalah banyak pula. Bahkan beberapa diantaranya memiliki bentuk,
warna, dan model yang sama. Sehingga kondisi ini menuntut hadirnya nama untuk
menyebutkan produk yang banyak tadi agar mudah untuk menggunakan atau
membedakan antara satu dengan lainnya.
Lebih lanjut lagi brand tidak hanya sekedar berfungsi sebagai identitas sebuah
produk belaka, namun brand bisa memiliki fungsi dan nilai yang luar biasa
berharganya. Ini tidak diperoleh secara instan, ada strategi yang diupayakan terlebih
dahulu oleh si pemilik brand. Jika brand dikelola dengan baik maka akan mengantarkan
pada sebuah kondisi dimana eksistensinya bisa bertahan lama. Sebagian produk yang
ada di pasaran memiliki brand terkenal sampai ke segala penjuru dunia. Namun ada
juga sebagian brand yang popularitasnya hanya sebatas lokal atau bahkan sama sekali
tidak dikenal. Bandingkan brand-brand seperti Wang Computer, rokok Cap Gentong,
rokok Filtra, Next Computer, dan Word Star dengan brand-brand Nokia, Apple
22
Ibid.
39
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Computer, Bill Gates, Leonardo di Caprio, Nike, Windows, A Mild, Iphone, dan
Petakumpet.23
Brand juga termasuk salah satu bentuk komunikasi visual dalam upaya
periklanan yang dilancarkan oleh seorang produsen selaku komunikator. Terlebih lagi
berkaitan dengan istilah brand ini ada istilah penting yang menyebabkan kesan
visualisasi melekat erat padanya yaitu visual branding. Istilah ini artinya adalah
pengaruh yang dilahirkan oleh bentuk visual tertentu untuk membedakan brand yang
satu terhadap brand kompetitor. Dengan kata lain Visual branding berfungsi sebagai
differensiasi produk, agar lebih terlihat menonjol dibanding yang lain sehingga audiens
bisa terus mengingatnya. Jika sebuah produk memiliki visual branding apalagi dengan
komposisi yang atraktif, maka produk atau brand tersebut memiliki tingkat reminding
yang tinggi.24
Lebih jauh M. Arief Budiman memaparkan ada elemen-elemen penting untuk
membangun sebuah visual branding, yaitu: (1) adanya brand atau merek/logo,
berbentuk visual, teks atau keduanya; (2) warna, yang menunjukkan sebuah atau
kategori produk maupun korporat yang menaungi brand tersebut; (3) komposisi semua
elemen penyusunnya. Kombinasi ketiga ini melahirkan brand identity sebuah
perusahaan atau sebuah produk yang bisa dilihat oleh audiens dalam sebuah iklan.
Dengan tujuan agar brand mampu dikenal audiens secara luas melalui tahapan-tahapan,
yaitu pertama diingat secara visual untuk selanjutnya diterima di hati audiens.25
Beberapa gambar visual branding yang dilahirkan dari produk-produk tertentu
sebagai berikut:
23
Perhatikan data untuk brand tersebut lihat M. Arief Budiman, Jualan Ide Segar (Yogyakarta:
Galangpress, 2008), hlm. 93.
24
Lihat sumber ibid, hlm. 94.
25
M. Arief Budiman, Jualan..., hlm. 95.
40
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
26
Ike Junita Triwardhani, Iklan Media Luar Ruang di Kota: Antara Kekuatan Penyampaian
Pesan dan Pertimbangan Konteks Lingkungan dalam Heri Budianto dan Farid Hamid (editor), Ilmu
Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan (Kencana, Jakarta: 2011), hlm. 194-195.
41
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
ataupun bentuk lain dalam mengupayakan pesan periklanan untuk sampai kepada
audiensnya. Jika dilihat secara fisik media ini memiliki tingkat visualisasi yang tinggi
karena bentuknya yang besar, tinggi, dan berlokasi di tempat-tempat umum atau sarana
publik, sehingga semakin menambah kesan visual yang dalam melekat padanya.
Poster memiliki kekhasan tersendiri dimana media yang satu ini khusus
ditujukan bagi orang-orang yang sedang bergerak. Lori Siebert dan Lisa Ballard
sebagaimana dikutip oleh Rakhmat Supriyono menegaskan bahwa tugas poster adalah
capturing a moving audience with your message (menangkap audiens yang sedang
bergerak dengan pesan yang anda sampaikan). Dengan kekhasannya seperti ini
ditambah lagi hanya dengan hitungan waktu yang sangat pendek atau bilangan detik
untuk merebut perhatian audiens maka content poster didesain sedemikian rupa. Dalam
hitungan detik itulah nilai visual pada poster ini menjadi fokus utama atau dominan agar
mudah dicerna, mampu membujuk audiens, membangkitkan keinginan audiens untuk
membeli melalui pesan yang singkat, padat dan jelas.27
Begitu pula display pada iklan yang dimuat pada majalah maupun surat kabar
juga termasuk ke dalam bentuk komunikasi visual yang dilancarkan dalam kegiatan
beriklan. Dalam iklan majalah atau surat kabar terdapat content iklan yang berisi penuh
satu halaman atau lebih iklan suatu produk. Kategori iklan pada majalah atau surat
kabar inilah yang disebut sebagai iklan display. Sehingga upaya periklanan yang
demikian ini menghasilkan nilai potensi visualisasi secara khas.
Menurut Monle Lee dan Carla Johnson banyak majalah mampu mereproduksi
iklan dengan tingkat ketajaman warna yang sempurna sekaligus inilah yang
menyebabkan kebutuhan akan reproduksi warna yang baik adalah jelas bagi jenis
periklanan produk tertentu seperti makanan maupun make-up.28 Jelas kekhasan iklan
display yang hadir pada media majalah maupun surat kabar menambah bentuk
komunikasi visual pada pesan-pesan iklan.
4. Packaging
Packaging adalah istilah Bahasa Inggris yang memiliki makna “kemasan”.
Kemasan merupakan tempat atau wadah suatu produk diletakkan. Packaging of a
27
Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm 158.
28
Monle Lee dan Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif Global
(Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 240.
42
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
31
M. Arief Budiman, Jualan..., hlm. 99.
44
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
45
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
46
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
32
Perhatikan sumber Sandra Moriarty, Nancy Mitchell dan William Wells, Advertising..., hlm.
50
48
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
(2) Melekat dalam Memori adalah efek berikut yang dihasilkannya sebab efek
visual mampu bertahan di ingatan audiens dimana orang biasanya mengingat
pesan sebagai fragmen-fragmen visual atau gambar utama yang lebih mudah
diingat.
(3) Memperkuat Keyakinan adalah efek dari nilai visual yang ditimbulkan
berikutnya dimana ada istilah seeing is believing untuk menunjukkan nilai efek
ini. Audiens yang jelas sudah menggunakan atau menyukai brand atau produk
tertentu merasa bertambah yakin menggunakan atau menyukainya.
(4) Menceritakan Kisah Menarik yaitu efek lain yang ditimbulkan oleh visual
iklan. Penceritaan secara visual lebih membangkitkan dan mampu
mempertahankan perhatian audiens.
(5) Mengkomunikasikan dengan Cepat sebagai efek iklan secara visual dimana
gambar memberi kabar lebih cepat ketimbang kata-kata. Audiens bisa langsung
mencerna gambar yang ada pada content iklan tanpa harus mencerna komunikasi
secara tertulis kata demi kata, baris demi baris.
(6) Asosiasi adalah kemampuan yang dimiliki unsur visual sebuah iklan dalam
mengaitkan produk dengan aosiasi visual untuk merepresentasikan gaya hidup
atau tipe pengguna.33
Pada efek menarik perhatian yang dipaparkan oleh Sandra Moriarty sebelumnya
ada istilah lain untuk menggambarkan kondisi yang sama bahwa efek visual pada iklan
yaitu sebagai eye catcher. Makna dari istilah ini adalah memiliki kemampuan untuk
menarik perhatian atau mampu menyedot perhatian. Lebih jauh Rakhmat Supriyono
menyebutnya dengan istilah eye grabber. Disinilah letak point of interest suatu objek
visual periklanan. Sehingga indera yang bekerja untuk menikmatinya yaitu mata
langsung tertuju pada apa yang disajikan. Seolah mata audiens ditarik atau dipaksa
untuk melihat gambar yang unik dan tak terduga. Selanjutnya bagai dihipnotis audiens
menyelesaikan apa yang tersaji di dalam contentnya.
33
Sandra Moriarty, Nancy Mitchell dan William Wells, Advertising..., hlm. 508-509.
49
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Untuk mewujudkan hal yang telah disebutkan semula maka dalam melengkapi
efek visual tadi ada beberapa kriteria yang dipakai untuk memenuhinya, yaitu
diantaranya adalah:
(1) Tipografi
Elemen ini berasal dari kata typography dimana artinya adalah memilih dan
mengelola huruf dalam desain grafis atau desain komunikasi visual. Ini berarti
gaya/model huruf cetak atau spesifikasi dan karakteristik huruf. Penggunaan yang
efektif dari elemen ini dalam upaya periklanan sangat menentukan dan menunjang
hadirnya efek dahsyat. Elemen ini juga turut dinikmati oleh indera mata secara
visualisasi pada sebuah iklan.
(2) Ilustrasi
Ini juga termasuk elemen eye catcher atau eye grabber berikutnya. Bahkan
elemen ini berpotensi besar menghasilkan efek dahsyat sehingga mata audiens langsung
tertuju pada iklannya. Kehadiran elemen ini mampu menyedot perhatian audiens,
meskipun jika ilustrasi yang ditampilkan kurang berkualitas dapat berbalik merusak dan
menghancurkan image. Secara luas ilustrasi tidak hanya terbatas pada foto dan gambar
saja, melainkan bisa berupa garis, bidang, dan bahkan susunan huruf. Dengan tujuan
menjelaskan teks sekaligus menciptakan daya tarik elemen ini berhasil sebagai eye
catcher melalui kriteria diantaranya adalah komunikatif, informatif, dan mudah
dipahami; menggugah perasaan dan hasrat untuk membaca; ide baru, orisinil, bukan
hasil plagiat, atau tiruan; punya daya pukau atau eye catcher yang kuat; serta, memiliki
kualitas memadai dalam aspek seni dan teknik pengerjaan.34
(3) Warna (color)
Elemen ini turut menghasilkan efek visual yang dahsyat pada sebuah iklan.
Unsur ini dapat dengan mudah menarik perhatian atau menjadi eye catcher audiens dan
dapat membantu menciptakan mood dan membuat teks lebih berbicara. Misalnya saja,
desain publikasi yang menggunakan warna-warna soft mampu menyampaikan kesan
lembut, tenang dan romantik. Sedangkan warna-warna kuat dan kontras memberi kesan
dinamis, cenderung meriah.35 Kuatnya potensi visual yang dilahirkan oleh elemen ini
34
Perhatikan sumber Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm. 50-51.
35
Lihat sumber Rakhmat Supriyono, Desain..., hlm. 70.
50
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
menghasilkan suatu karya yang sangat atraktif. Lihat saja bagaimana bentuk-bentuk
visual dari iklan billboard/poster, display pada majalah/surat kabar, maupun packaging
yang kesemua content iklan tersebut umumnya memuat adanya unsur warna untuk
mengupayakan efek dahsyat sebuah visual iklan.
(4) Prinsip Visual
Prinsip visual inilah yang mampu mengakomodir beberapa elemen yang telah
disebutkan semula dimana ada tipografi, ilustrasi dan warna. Prinsip tersebut
merupakan kombinasi dari semua elemen tadi yaitu adanya: keseimbangan (balance),
tekanan (emphasis), irama (rhythm), dan kesatuan (unity). Dimana masing-masing
elemen harus mampu memiliki nilai setara dalam visualisasi tampilan suatu iklan.
Untuk menghasilkan dahsyatnya efek visual sebuah iklan maka menurut prinsip ini baik
tipografi, ilustrasi maupun warna sebaiknya memiliki porsi yang sama tidak boleh satu
elemen melebihi elemen lainnya. Jadi, efektivitas dahsyatnya efek visual sebuah iklan
terletak pada kepiawaian dari pekerja yang mendesain iklan tersebut. Sehingga
kemampuan komunikasi visual wajib dimiliki oleh para pekerja di bidang kreatif ini.
(5) Art Director dan Copywriter
Efek dahsyat dari visualisasi iklan diupayakan oleh Art Director dan
Copywriter. Kedua ini merupakan pekerjaan yang diemban oleh para pelaku yang
bergelut di bidang periklanan. Profesi inilah yang paling berjasa melahirkan ide-ide
visualisasi sehingga dapat dinikmati oleh audiens. Mereka bekerja pada perusahaan
periklanan yang disebut dengan Advertising Agency dimana Art Director bertanggung
jawab membuat keputusan seni atau desain sedangkan Copywriter bertugas menyiapkan
naskah atau teks iklan. Semua tugas tersebut dikerjakan bersama dalam satu teamwork.
Tim ini disebut sebagai tim kreatif karena bekerja berdasarkan ide yang melahirkan
daya kreatif tinggi. Tim ini bekerja di bawah pimpinan seorang creative director dalam
satu departemen yaitu Creative Department. Art Director berlatar belakang rancang
grafis (Graphic Design) atau memiliki keahlian menggambar atau merancang tata
letak/layout iklan sering juga disebut dengan istilah Visualizer. Sedangkan Copywriter
adalah ahli utama menulis.36
36
Agus S. Madjadikara, Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan (Jakarta: Gramedia, 2005),
hlm. 3.
51
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Selain dari semua kriteria yang telah dipaparkan ada satu yang tak kalah urgen
dalam menambah dahsyatnya efek visual pada iklan yaitu adalah kreativitas. Berpotensi
besar dalam menghasilkan efek visual sebuah iklan. Berangkat dari ide yang unik, tidak
biasanya, lain dari yang lain namun mampu membangkitkan rasa ketertarikan audiens
sehingga mata audiens langsung tertuju padanya. Inilah salah satu upaya yang
dilancarkan oleh Art Director dan Copywriter dalam menghasilkan efek dahsyat dari
visualisasi iklan. Jadi, letak dahsyatnya efek visual sebuah iklan adalah hasil dari
kreativitas yang telah diupayakan oleh teamwork dari kedua bidang tadi.
Beberapa contoh iklan yang memuat content visual sebagai eye catcher atau eye
grabber yaitu sebagai berikut:
penggunaan pasta gigi yang ditawarkan pada content iklan tersebut. Meskipun secara
visual terlalu berlebihan namun tetap iklan tersebut bersifat eye catcher.
Iklan ini termasuk salah satu golongan iklan ambient advertising37 atau iklan
yang memanfaatkan sesuatu yang ada pada fasilitas di tempat atau ruang publik. Efek
eye catcher atau eye grabbernya jelas terlihat pada bentuknya. Gambar tersebut terdiri
dari dua kondisi dimana bagian atas adalah tembok/dinding yang ditempel bola lampu
yang sangat besar dan lampu tidak menyala serta tidak ada orang yang melintas di
depannya. Selanjutnya pada kondisi kedua ternyata lampu tersebut langsung menyala
saat seseorang lewat melintasinya. Uniknya, seolah lampu tersebut menyala tepat di atas
kepala orang yang lewat tadi.
37
Untuk kategori iklan ini beberapa ilmuwan berbeda menyebutkannya dimana Rakhmat
Supriyono menyebutkannya sebagai iklan outdoor sementara M. Arief Budiman mengkategorikan iklan
ini secara lebih spesifik lagi yaitu termasuk ke dalam ambient advertising. Untuk lebih jelasnya lihat
sumber keduanya.
53
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Iklan yang berasal dari iklan display majalah ini memiliki kekhasan tersendiri
berbeda dari iklan display lainnya. Sebab tidak hanya memanfaatkan warna sebagai
elemen efek visualnya juga memanfaatkan wajah seorang tokoh/bintang/model. Namun
dibalik itu semua iklan ini tergolong unik dimana iklan menambahkan elemen lain yang
tidak terduga sama sekali yaitu menambahkan kertas yang bisa dilipat pada tengah
kertas di halaman majalah tersebut. Menurut Rakhmat Supriyono, di sisi yang lain
adakalanya untuk merebut perhatian audiens untuk menghasilkan daya eye catcher yang
kuat maka tak jarang pula iklan display memuat adanya unsur kreatif lainnya yaitu
dengan penambahan aroma harum agar perhatian atau mata audiens bisa langsung
tertuju padanya.
54
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Iklan billboard termasuk iklan yang sering merampok perhatian dengan eye
grabber yang tidak terduga. Diantaranya adalah iklan di atas. Iklan tersebut
memanfaatkan ilustrasi yang bukan gambar melainkan benda nyata yang dipajang di
dalam content iklannya. Pertimbangan lokasi dimana jenis iklan ini ditempatkan di
ruang terbuka atau outdoor yaitu di pinggir jalan di tempat orang-orang berlalu lalang
baik dengan kendaraan maupun tidak tampaknya menuntut para perancang iklan jenis
ini untuk menciptakan ide content iklan yang tidak lazim, unik, tidak biasa, atau lain
dari yang biasanya. Hal ini ditempuh demi menjerat perhatian audiens untuk
melihat/menikmati content iklan tersebut. Maka melalui kriteria tipografi, ilustrasi,
warna dan sebagainya sebagaimana disebutkan semula upaya untuk menciptakan eye
catcher pun berhasil dilancarkan.
55
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
Iklan ini juga termasuk salah satu iklan yang memiliki eye catcher yang tinggi
dimana iklan tersebut memanfaatkan sarana atau fasilitas yang ada pada ruang publik.
Ilustrasi iklan tersebut diambil dari lubang saluran air dan asap. Upaya yang ditempuh
iklan ini sekali lagi jelas untuk menyedot perhatian audiens sebagaimana Rakhmat
Supriyono lebih lanjut menyebutkan adanya potensi stopping power yaitu implikasi
yang timbul sebagai akibat dari adanya nilai eye catcher atau eye grabber pada suatu
iklan. Stopping power dimaksud adalah potensi yang dimiliki iklan yang mengandung
eye catcher untuk mampu memberhentikan audiens dari kesibukannya supaya langsung
menikmati content iklan tersebut.
Penutup
unik tidak biasa menjadi suatu keharusan. Agar terlaksana tujuan tadi maka keduanya
harus mampu mengkombinasikan antara unsur visualisasi yang berupa verbal ataupun
non verbal. Sehingga pesan yang terkandung dalam suatu iklan bisa sampai kepada
audiens. Perpaduan antara mereka akan menghasilkan sesuatu yang layak disebut
sebagai kreativitas dalam periklanan. Walhasil bentuk-bentuk komunikasi visual dalam
periklanan tidak hanya memiliki bentuk yang berdinamika melainkan efek dahsyatnya
pun semakin nyata.
57
Jurnal Komunika Islamika Vol. 6 No. I 2019 ISSN 2355-7982
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Heri dan Farid Hamid (editor). 2011. Ilmu Komunikasi: Sekarang dan
Tantangan Masa Depan. Kencana, Jakarta.
Cangara, Hafied. 2018. Pengantar Ilmu Komunikasi: Edisi Ketiga. Depok: Rajawali
Pers.
Kertamukti, Rama. 2015. Strategi Kreatif dalam Periklanan: Konsep Pesan, Media,
Branding, Anggaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Lee, Monle dan Carla Johnson. 2011. Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam
Perspektif Global. Jakarta: Kencana.
Nurudin. 2017. Ilmu Komunikasi: Ilmiah dan Populer. Jakarta: Rajawali Pers.
Triadi, Dendi dan Addy Sukma Bharata. 2010. Ayo Bikin Iklan!: Memahami Teori dan
Praktek Iklan Media Lini Bawah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, edisi 2 cetakan ke-empat. Jakarta: Balai Pustaka.