Sementara kata visual sendiri bermakna segala sesuatu yang dapat dilihat dan
direspon oleh indera penglihatan kita yaitu mata. Berasal dari kata
Latin videre yang artinya melihat yang kemudian dimasukkan ke dalam bahasa
Inggris visual.
Jadi desain komunikasi visual bisa dikatakan sebagai seni menyampaikan
pesan (arts of commmunication) dengan menggunakan bahasa rupa (visual
language) yang disampaikan melalui media berupa desain. Dengan tujuan
menginformasikan, mempengaruhi hingga merubah perilaku target
audience sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Bahasa rupa yang dipakai
berbentuk grafis, tanda, simbol, ilustrasi gambar/foto, tipografi/huruf dan
sebagainya yang disusun berdasarkan khaidah bahasa visual yang khas. Isi
pesan diungkapkan secara kreatif dan komunikatif serta mengandung solusi
untuk permasalahan yang hendak disampaikan (sosial maupun komersial
ataupun berupa informasi, identifikasi maupun persuasi).
pemecahan masalah rupa, warna, bahan, teknik, biaya, guna dan pemakaian
yang diungkapkan dalam gambar dan bentuk. Dalam desain grafis masalahnya
mencakup berbagai bidang seperti teknik perencanaan gambar, bentuk, simbol,
huruf, fotografi dan proses cetak disertai pula dengan pengetahuan tentang
bahan dan biaya.
Tujuan desain grafis selain menciptakan desain atau perencanaan fungsional
estetis, namun juga yang informatif dan komunikatif dengan masyarakat.
Dilengkapi pula dengan pemahaman mengenai psikologi massa dan teori-teori
pemasaran, sehingga karya-karya desain grafis ini bisa merupakan alat promosi
yang ampuh.
Orang yang berkarya di bidang desain grafis maka disebut sebagai desainer
grafis (graphic designer), namun anehnya orang yang bekerja di bidang desain
komunikasi visual, sangat jarang sekali disebut sebagai desainer komunikasi
visual. Biasanya sebutan yang diberikan tetap saja desainer grafis.
Seni grafis sedangkan seni grafis (dan ini paling sering disalahartikan sama
sebagai desain grafis) adalah masuk ke dalam seni murni (fine arts). Sementara
desain grafis masuk ke dalam kelompok seni terapan (applied arts). Ya, dalam
khazanah seni, ada penggolongan seni menjadi seni murni dan seni terapan.
Disebut sebagai seni murni adalah jika tujuan penciptaan seni adalah untuk
semata-mata untuk kepuasan bathin dan ekspresi sang seniman semata.
Sedangkan seni terapan adalah seni yang tujuan penciptaannya adalah untuk
memenuhi suatu kebutuhan.
Seni grafis adalah sebuah cabang seni rupa murni yang mempergunakan teknik
cetak untuk penciptaan karyanya, misalnya dengan: sablon/cetak saring, cap,
cungkil kayu (wood carving), engraving, litografi, cetak digital,
etsa, mezzotint, aquatint, drypoint.
2.
Format
Format adalah unsur lain dalam desain yang mendefinisikan besar kecilnya suatu obyek.
(mencakup semua elemen DKV) Dengan menggunakan unsur ini Anda dapat
menciptakan kontras dan penekanan (emphasis) pada obyek desain anda sehingga
orang akan tahu mana yang akan dilihat atau dibaca terlebih dahulu. Hal ini
memudahkan anda untuk menyampaikan pesan yang sangat penting , penting dan
kurang penting yang terlihar dari ukuran (format ) suatu elemen tersebut. Jika elemen itu
dibuat lebih bsar dari yang lain berarti itu menjadi hal yang sangat penting untuk
sampaikan begitu juga sebaliknya.
3.
Tekstur (Texture)
Tekstur adalah tampilan permukaan (corak) dari suatu benda yang dapat dinilai dengan
cara dilihat atau diraba. Yang pada prakteknya, tekstur sering dikategorikan sebagai
corak dari suatu permukaan benda, misalnya permukaan karpet, baju, kulit kayu, cat
dinding, cat canvas, dan lain sebagainya.
Tekstur dibagi menjadi dua yaitu Tekstur nyata dan Semu. Pada DKV tekstur yang lebih
sering digunakan adalah tekstur semu. Hal ini dapat memudahkan pekerjaaan seorang
desainer Karena dapat menimbulakan tekstur kasar seperti kayu, batu dan yang lainnya
tanpa harus langsung menggunakan benda-benda itu begitu juga dengan tekstur halus
yang lebih mudah mendapatkan kesan halus ketika menggunakan tekstur semu (tidak
Nyata)
4.
Ruang (Space)
Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk lainnya, pada praktek
desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek estetika desain dan dinamika desain
grafis. Sebagai contoh, tanpa ruang Anda tidak akan tahu mana kata dan mana kalimat
atau paragraf. Tanpa ruang Anda tidak tahu mana yang harus dilihat terlebih dahulu,
kapan harus membaca dan kapan harus berhenti sebentar. Dalam bentuk fisiknya
pengidentifikasian ruang digolongkan menjadi dua unsur, yaitu obyek (figure) dan latar
belakang (background).
Unsur ini sangat menentukan kenyamanan membaca Karena jika tidak ada ruang pada
suatu desain maka yang terlihat sangatlah sesak begitu juga bila terlalu banyak ruang
kosong pada desain maka akan terlihat hampa. Disini lah seorang desainer dituntut
untuk pintar memanfaatkan suatu ruang pada bidang kosong.
5.
Garis (Line)
Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin dengan
titik poin yang lain sehingga bisa berbentuk gambar garis lengkung (curve) atau lurus
(straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain. Di
dalam duni a komunikasi visual seringkali kita menggunakan dotted line, solid line, dan
garis putus-putus.
Garis juga memiliki suatu arti dan anda harus tahu hal ini seperti garis vertical memiliki
kesan stabil, gagah,dan elegan sedangkan garis horizontal memilki arti pasif, tenag dan
damai sementara garis diagonal memiliki kesan aktif, dinamis dan menarik perhatian
6.
Bentuk (Shape)
Bentuk adalah segala hal yang memiliki diameter tinggi dan lebar. Bentuk dasar yang
dikenal orang adalah kotak (rectangle), lingkaran (circle), dan segitiga (triangle). Pada
desain komunikasi visual kita akan mempelajari bentuk dasar dan bentuk turunan.
Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A.) Huruf (Character) : yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang dapat
digunakan untuk membentuk tulisan sebagai wakil dari bahasa verbal dengan bentuk
visual langsung, seperti A, B, C, dsb.
B.) Simbol (Symbol) : yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang mewakili bentuk
benda secara sederhana dan dapat dipahami secara umum sebagai simbol atau lambang
untuk menggambarkan suatu bentuk benda nyata, misalnya gambar orang, bintang,
matahari dalam bentuk sederhana (simbol), bukan dalam bentuk nyata (dengan detail).
C.) Bentuk Nyata (Form) : bentuk ini betul-betul mencerminkan kondisi fisik dari suatu
obyek. Seperti gambar manusia secara detil, hewan atau benda lainnya.
Prinsip-prinsip DKV sebenarnya memiliki acuan pada seni rupa pada umumnya karena
terkait dengan suatu estetika pada seni itu sendiri yang terdiri dari 5 bagian yaitu
1.
Kesatuan (Unity)
Kesatuan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang sangat penting. Tidak
adanya kesatuan dalam sebuah karya rupa akan membuat karya tersebut terlihat ceraiberai, kacau-balau yang mengakibatkan karya tersebut tidak nyaman dipandang. Prinsip
ini sesungguhnya adalah prinsip hubungan. Jika salah satu atau beberapa unsur rupa
mempunyai hubungan (warna, raut, arah, dll), maka kesatuan telah tercapai.
2.
Keseimbangan (Balance)
Karya seni dan desain harus memiliki keseimbangan agar nyaman dipandang dan tidak
membuat gelisah. Seperti halnya jika kita melihat pohon atau bangunan yang akan
roboh, kita measa tidak nyaman dan cenderung gelisah. Keseimbangan adalah keadaan
yang dialami oleh suatu benda jika semua dayan yang bekerja saling meniadakan. Dalam
bidang seni keseimbangan ini tidak dapat diukur tapi dapat dirasakan, yaitu suatu
keadaan dimana semua bagian dalam sebuah karya tidak ada yang saling membebani.
3.
Proporsi (Proportion)
Proporsi termasuk prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Untuk
memperoleh keserasian dalam sebuah karya diperlukan perbandingan perbandingan
yang tepat. Pada dasarnya proporsi adalah perbandingan matematis dalam sebuah
bidang. Proporsi Agung (The Golden Mean) adalah proporsi yang paling populer dan
dipakai hingga saat ini dalam karya seni rupa hingga karya arsitektur. Proporsi ini
menggunakan deret bilangan Fibonacci yang mempunyai perbandingan 1:1,618, sering
juga dipakai 8 : 13. Konon proporsi ini adalah perbandingan yang ditemukan di bendabenda alam termasuk struktur ukuran tubuh manusia sehingga dianggap proporsi yang
diturunkan oleh Tuhan sendiri. Dalam bidang desain proporsi ini dapat kita lihat dalam
perbandingan ukuran kertas dan layout halaman.
4.
Irama (Rhythm)
Irama adalah pengulangan gerak yang teratur dan terus menerus. Dalam bentuk bentuk
alam bisa kita ambil contoh pengulangan gerak pada ombak laut, barisan semut, gerak
dedaunan, dan lain-lain. Prinsip irama sesungguhnya adalah hubungan pengulangan dari
bentuk bentuk unsur rupa.
5.
Dominasi (Domination)
Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tatarupa yang harus ada dalam karya seni
dan deisan. Dominasi berasal dari kata Dominance yang berarti keunggulan . Sifat
unggul dan istimewa ini akan menjadikan suatu unsure sebagai penarik dan pusat
perhatian. Dalam dunia desain, dominasi sering juga disebut Center of Interest, Focal
Point dan Eye Catcher. Dominasi mempunyai bebrapa tujuan yaitu untuk menarik
perhatian, menghilangkan kebosanan dan untuk memecah keberaturan.
Periode awal 1980 mencatat perkembangan jumlah perusahaan desain grafis yang cukup
signifikan di Jakarta, antara lain: Gugus Grafis (FX Harsono, Gendut Riyanto), Polygon (Ade
Rastiardi, Agoes Joesoef), Adwitya Alembana (Iwan Ramelan, Djodjo Gozali), dan di
Bandung: Zee Studio (Iman Sujudi, Donny Rachmansjah), MD Grafik (Markoes
Djajadiningrat), Studio OK! (Indarsjah Tirtawidjaja dkk), dll.
Menjelang akhir 1990-an, konsepsi baru seni global yang diberi tajuk postmodernisme yang
digalakan sampai sekarang ini membawa arus perubahan dan kebaruan yang radikal dan
kritis pada seni rupa Indonesia, tidak terlepas seni grafis. Penyampaian idea yang dimiliki
seiman pada karya dituangkan pada
media dan material yang dianggap tidak lazim pada masanya. Seperti lahirnya performance
art, instalasi, dan media lainnya yang unik dan mengundang kontroversi. Seperti pada
Bienalle IX Jogja yang sebagian besar karyanya merayakan kehadiran potmodernisme
dengan menjatuhkan pilihan pada instalasi. Meskipun begitu, seniman grafis tetap mencoba
memadukan teknik grafis dengan media asing yang dinamai instalasi, sepreti yang
dilakukan Marida Nasution pada pameran Taman Plastik, Tisna Sanjaya dengan
instalasinya yang berjudul Seni Grafis dan Sepakbola, dan beberapa seniman lainnya yang
mencoba tetap menyisipkan corak seni grafis yang membentuk proses penciptaan karyanya
bersanding dengan arus deras kritisisme postmodernisme.
Lebih jauh lagi, eksplorasi media seni grafis kian berkembang didukung oleh laju
perkembangan teknologi yang kian pesat juga. Teknologi-teknologi grafis mutakhir pun
seperti c-print, digital print, dll mulai dipertanyakan konvensinya. Beberapa pihak mencoba
untuk mengamini hal tersebut, namun banayak pihak yang keukeuh menyuarakan seni
grafis konvensional lebih bernilai daripada seni grafis dengan media cetak mutakhir, dengan
anggapan terlalu mudahanya reproduksi yang ditawarkan media cetak baru yang disokong
teknologi sehingga dianggap makin menjauhkan dan membei jarak seniman dari karyanya.
Namun kalangan postmodernisme yang ekletis beranggapan bahwa penciptaan karya seni
tidak lagi dibatasi pada konvensinya, namun sejauh apa seniman mampu mempertanggung
jawabkan pemilihan penuangan ide karya pada jenis media.
Selain perkembangan historikal di atas, hal menarik yang terlihat pada perkembangan seni
grafis Indonesia juga tampak pada dialog Jogja-Bandung yang selalu hangat dibicarakan
sampai saat ini, seperit pada seni lukis, seni grafis pun mulai menampakkan kecenderungan
karya yang berbeda antar seniman Jogja dan Bandung. Secara umum, dari masa
Sudjojono, bapak seni lukis modern Indonesia, kecenderungan mazhab kedua kota ini
memang berbeda, Jogja yang lekat dengan kaitan seni dengan kehidupan sosial
kemasyarakatan dan Bandung dengan perayaan modernism pada karyanya. Pun pada
akademi seni yang dikembangkan oleh kedua kelompok seniman yang telah memiliki
perbadaan visi ini, Sekolah Guru Gambar yang kemudian menjadi ITB, dan ASRI yang
kemudian menjadi ISI Jogja. Perbedaan visi yang diturunkan para pendir akademi ini
kemudian berkembang dan kian mengerucut, sehingga kedua kecenderungan ini ramai
dibicarakan. Khususnya pada seni grafis, kecenderungan penggunaan media pun mulai
terlihat, hal ini boleh jadi disebabkan oleh ketersediaan mesin cetak dan alat pendukung
lainnya dalam berkarya seni grafis. ITB, dikenal sebgai institusi yang memiliki mesin
terlengkap di Indonesia melahirkan seniman yang diberi kesempatan lebih untuk
mengeksplorasi teknik grafis, sementara di Jogja, kelangkaan mesin cetak datar dan kurang
fungsionalnya mesin cetak dalam kemdian megantarkan senimannya untuk amat
menggeluti teknik cetak tinggi. Serigrafi, kemudian menjadi media yang diminati kedua polar
ini, karena kemudahan dalam pengayaan media pendukungnya, namun tetap memiliki
kecenderungan yang berbeda dalam penyajian karyanya. Keterbatasan mesin ini kemudian
tidak dikeluhkan para penggrafis Jogja, mereka dengan giarnya menggeluti cukil kayu
hingga mencapai penguasaan teknis yang dapat dinilai amat baik. sementara di bandung,
tradisi kesadaran media menjadi hal yang sering dipertanyakan pada senimannya, karena
keleluasaan dalam pemilihan teknik cetak yang digunakan.
Seni grafis kontemporer Indonesia adalah cabang seni yang dinilai amat kaya, baik secara
visual mauoun ide yang diutuangkan senimannya. proses berkarya grafis kemudian
mempengaruhi kecenderungan berkarya para senimannya kemudian melahirkan seniman
yang memiliki pola kerja yang teratur dan pemikiran yang terstruktur. Perkembangan seni
grafis kontemporer Indonesia kiranya dinilai amat berkembang dengan baik, eskplorasi
teknis diaplikasikan pada media yang dianggap kurang lazim dalam penyajian karya grafis.
Dari kertas, kanvas, kayu, bahkan akrilik. Perayaan teknologi pun memberikan banyak opsi
yang sangat banyak bagi seniman grafis untuk berkarya. Bahkan lebih jauh lagi,
pereneungan
kontemplatif
seniman
kemudian
melahirkan
penyajian
karya
yang