Masa jabatan
18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967
Masa jabatan
9 Juli 1959 – 25 Juli 1966
Informasi pribadi
Kebangsaan Indonesia
Partai politik
Partai Nasional
Indonesia
Dari Fatmawati
Guntur
Soekarnoputra
Megawati
Soekarnoputri
Rachmawati
Soekarnoputri
Sukmawati
Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra
Dari Hartini
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra
Dari Ratna
Karina Kartika Sari
Dewi Soekarno
Dari Haryati
Ayu Gembirowati
Profesi Insinyur
Politikus
Agama Islam
Tanda tangan
Putar media
Soekarno di Konferensi Asia-Afrika
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[10], bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di
HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
diBandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,[1]:38 setelah dua
bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun1922 mendaftar kembali[1]:38 dan
tamat pada tahun 1926.[11] Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25
Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda
bersama delapan belasinsinyur lainnya.[1]:37 Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada
saat itu menyatakan"Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3
orang insinyur orang Jawa".[1]:37 Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan
Soetedjo,[12]:167 selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander
Henricus Ondang.[12]:167
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[5] Di sana ia berinteraksi
dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat
itu merupakan pemimpin organisasiNational Indische Partij.
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal
sebagai arsitekalumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. [note
3] [note 4] [13]
Pekerjaan
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan
membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total
masjid Jami' di tengah kota. [14]
Pengaruh terhadap karya arsitektur
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi
atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia,Jerman Barat,
dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata
Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka. [15]
Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan
berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah
kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang.
Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya
dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu
beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat
melalui sayembara. [16]
Masjid Istiqlal 1951
Monumen Nasional 1960
Gedung Conefo [16]
Gedung Sarinah [16]
Wisma Nusantara [16]
Hotel Indonesia 1962 [17]
Tugu Selamat Datang[17]
Monumen Pembebasan Irian Barat[17]
Patung Dirgantara[17]
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek,
Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab
Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’imenjadi dua jalur dalam bangunan dua
lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-
besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang
melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf [13]
Rancangan skema Tata Ruang KotaPalangkaraya yang diresmikan pada tahun1957 [13]
Silsilah keluarga
Kiprah politik
Soekarno tampil pertama kali pada kulit muka majalah Time tanggal 23 Desember 1946 Vol. XLVIII No. 26,
ilustrasi karya Boris Chaliapin untuk media asal Amerika tersebut
Masa pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong
Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri.
Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno
menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko(kasar).
Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar
surat kabar Jong Java diterbitkan dalambahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa
Belanda.[18]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikanAlgemeene Studie Club (ASC)[note 5][20] di
Bandung yang merupakan hasil inspirasi dariIndonesische Studie Club oleh Dr.
Soetomo.[5]Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan
pada tahun1927.[11] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda
pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung,
untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun1930 ia dipindahkan
ke Sukamiskin dan di pengadilan Landraad Bandung 18 Desember 1930 ia membacakan
pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada
tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933,
dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional.
Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada
seorang Guru Persatuan Islam bernamaAhmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu, ia baru
kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942–1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat padaGerakan 3A dengan
tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-
lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati
penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat
Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI danPPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar
Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif.
Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan
Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan
gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrirdan Amir Sjarifuddin karena menganggap
Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku
kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana
Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden
No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini
ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan
Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun
1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan
ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia
yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961 yang disambut oleh Presiden John F. Kennedy
Presiden Soekarno, PresidenOsvaldo Dorticos, Fidel Castro danChe Guevara, pada 9 Mei 1960, kunjungan
kenegaraan ke Havana,Kuba
Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung, 24 November 1956, Peking, Tiongkok
Presiden Soekarno dan Dr.J. Leimena bernyanyi bersama para artis ibukota pada Resepsi Peringatan HUT ke-
21 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Bogor.
Zhou Enlai, Presiden Soekarno, dan Kawashima pada saat Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia
Afrika di Bandung pada 19 April 1965.
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua blok negara
Adi Kuasa dengan ideologi yang bertentangan satu sama lain. Blok kapitalis yang
dikomandoi Amerika dan sekutu di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara
poros Rusia dan Tiongkok. Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia
karena menilai kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika tidak dapat
berkutik ketika Allen Lawrence Pope, agenCentral Intelligence Agency tertangkap
tangan. Tawar-menawar penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya
menyudahi embargo ekonomi dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk
menggelontorkan 37 ribu ton beras dan ratusan persenjataan yang dibutuhkan
Indonesia saat itu setelah diplomasi tingkat tinggi antara John F. Kennedy dengan
Soekarno.[24] Sementara Rusia menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena
genosida terhadap elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965–
1967.[25] Indonesia sendiri terjepit di antara geopolitik Asia Tenggara, Malaysia yang
dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura yang memisahkan diri
sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno mengumumkan sikap konfrontatif
terhadap pembentukan negara federasi Malaysia pada Januari 1963. Sehingga pada
1964–1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16 September 1963 tersebut
diembargo Soekarno.[26]Singapura membuka keran kerja sama dan berusaha dengan
segala cara untuk mempertahankan perdagangan dengan Indonesia meski telah
diboikot dan diembargo. Hal ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura
akibat konfrontasi tersebut.[27]
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam
peristiwa yang dikenal dengan sebutanGerakan 30 September atau G30S pada
1965.[11][28] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan
kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[11] Kemudian massa dari KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia)
melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang
salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[28] Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme,
Agama, Komunisme).[6][28] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian
melemahkan posisinya dalam politik.[6][11]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno.[28] Isi dari surat tersebut merupakan perintah
kepada Letnan JenderalSoeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga
keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[28] Surat tersebut lalu
digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[28] Kemudian
MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan
jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi
presiden apabila presiden berhalangan.[29]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya
terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[28] Pidato tersebut berjudul
"Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni1966.[6] MPRS kemudian meminta Soekarno
untuk melengkapi pidato tersebut.[28] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan
oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16
Februaritahun yang sama.[28]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[29]Dengan ditandatanganinya surat tersebut
maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[29] Setelah melakukan
Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut
gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga
diselenggarakan pemilihan umumberikutnya.[29]
Sakit hingga meninggal
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[29] Sebelumnya,
ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjaldan pernah menjalani perawatan
di Wina,Austria tahun 1961 dan 1964.[29] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya
dan lebih memilih pengobatan tradisional.[29] Ia bertahan selama 5 tahun sebelum
akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat (RSPAD)Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik.[5][29] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang
dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[29]Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin
terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan
anggota tim dokter kepresidenan.[29] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike
medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua
Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[29]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:[29]
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Soekarno semakin
memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada
jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga saat
meninggalnya.
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka
Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko"100 Tahun Bung Karno".[9]:247-251 Prangko
yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah
Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi
Presiden Republik Indonesia.[9] Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan
menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800
dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di
atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir
memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat
prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh
Perum Peruri.[9] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima
macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam
poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[9]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada
tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden
Kuba Fidel Castro.[30] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro
dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga pada tahun 1958.
Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana
keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masaOrde
Baru, kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai
keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya
yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa
Bung Karno.[31]
Setelah kematiannya, beberapa yayasandibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya
adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan
Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk
membangununiversitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini
dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada
tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibiemeresmikan Universitas Bung
Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character
Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[32]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan
melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia.[33] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1
Juni 1978oleh delapan putra-putri Soekarno yaituGuntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri,Sukmawati Soekarnoputri, Guruh
Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi
Soekarno.[33] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan
Raya Jakarta.[9] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia
Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa
Soekarno menjadi presiden.[9] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai
cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[9] Di antaranya adalah kaus, jamemas,
koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.[9]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda
warisan Soekarno.[9] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan
dari BatalyonArtileri Pertahanan Udara Sedang.[9] Ia pernah menunjukkan benda-benda
yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di
rumahnya di Cileungsi,Bogor.[9] Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan
emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JMLondon, emas putih
dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logamberwarna kuning dengan
tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[9] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil)
dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di BankSwiss dan Bank
Netherland.[9] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun
belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[34]
Penghargaan
Gelar Doctor Honoris Causa
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari
26universitas di dalam dan luar negeri.[35]
Gelar yang
Tanggal Nama Universitas, Kota, Negara
Dianugerahkan
Doctor Honoris
10 Januari Causa dalam Far Eastern
1951 Ilmu Hukum University,Manila, Filipina
(Doctor of Law)
19 Doctor Honoris
Universitas Gajah
September Causa dalam
Mada,Yogyakarta,Indonesia
1951 Ilmu Hukum
Doctor Honoris
24 Mei Causa dalam Columbia University, New
1956 Ilmu Hukum York, Amerika Serikat
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
Michigan
27 Mei Causa dalam
University,Michigan,Amerika
1956 Ilmu Hukum
Serikat
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
8 Juni Causa dalam
McGill University,Montreal,Kanada
1956 Ilmu Hukum
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
Causa dalam
23 Juni Ilmu Teknik Berlin University,Berlin
1956 (Doctor of Barat,Jerman Barat
Technical
Science)
Doctor Honoris
11
Causa dalam Lomonosov
September
Ilmu Hukum University,Moskow, Rusia
1956
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
13
Causa dalam Beograd
September
Ilmu Hukum University,Belgrado,Yugoslavia
1956
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
23
Causa dalam Karlova
September
Ilmu Hukum University,Praha,Cekoslovakia
1956
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
27 April Causa dalam
Istanbul University,Istanbul, Turki
1959 Ilmu Hukum
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
30 April Causa dalam Warsaw
1959 Ilmu Hukum University,Warsawa,Polandia
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
20 Mei Causa dalam Brazil University,Rio de
1959 Ilmu Hukum Janeiro,Brazil
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
Causa dalam
11 April Ilmu Politik
Sofia University,Sofia, Bulgaria
1960 (Doctor of
Political
Science)
Doctor Honoris
Causa dalam
13 April Ilmu Politik Bucharest
1960 (Doctor of University,Bukarest,Rumania
Political
Science)
Doctor Honoris
Causa dalam
17 April Budapest
Ilmu Mesin
1960 University,Budapest,Hungaria
(Doctor of
Engineering)
Doctor Honoris
Causa dalam
24 April
Ilmu Falsafah Al-Azhar University, Kairo,Mesir
1960
(Doctor of
Philosophy)
Doctor Honoris
5 Mei Causa dalam
La Paz University, La Paz, Bolivia
1960 Ilmu Sosial dan
Politik
Doctor Honoris
Causa dalam
13
Ilmu Teknik Institut Teknologi
September
(Doctor of Bandung,Bandung,Indonesia
1962
Technical
Science)
Doctor Honoris
Causa dalam
2 Februari Universitas
Ilmu
1963 Indonesia,Jakarta,Indonesia
Pengetahuan
Kemasyarakatan
Doctor Honoris
29 April Causa dalam Universitas
1963 Ilmu Hasanuddin,Makassar,Indonesia
Pengetahuan
Hukum, Politik,
dan Hubungan
Internasional
Doctor Honoris
Causa dalam
14 Januari Ilmu Hukum & Royal Khmere University,Phnom
1964 Politik (Doctor Penh,Kamboja
of Law &
Politics)
Doctor Honoris
2 Agustus Causa dalam University of the
1964 Ilmu Hukum Philippines,Manila, Filipina
(Doctor of Law)
Doctor Honoris
3 Causa dalam Universitas
November Ilmu Pyongyang,Pyongyang,Korea
1964 Pengetahuan Utara
Politik
Doctor Honoris
2
Causa dalam Institut Agama Islam
Desember
Ilmu Ushuluddin Negeri,Jakarta,Indonesia
1964
Jurusan Da'Wah
23 Doctor Honoris
Universitas
Desember Causa dalam
Pajajaran,Bandung,Indonesia
1964 Ilmu Sejarah
Doctor Honoris
3 Agustus Causa dalam Universitas
1965 Falsafah Ilmu Muhammadiyah,Jakarta,Indonesia
Tauhid
Lain-lain
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan
penghargaan dari Presiden Afrika SelatanThabo Mbeki.[9] Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya
dilapisi emas.[9]Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah
mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju
serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan
membebaskan diri dari apartheid.[9] Acara penyerahan penghargaan tersebut
dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh
Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima
penghargaan.[9]Penghargaan lainnya Bintang Mahaputera Adipurna (1959),[36] Lenin
Peace Prize(1960),[37] Philippine Legion of Honor (Chief Commander, 3 Februari
1951).[38]
Karya tulis
Sukarno. Cindy Adams. (1965). Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sukarno. Negara Nasional Dan Cita-Cita Islam: Kuliah Umum Presiden Soekarno.
Sukarno. (1964). Tjamkan Pantja Sila ! : Pantja Sila Dasar Falsafah Negara.
Hari dan
Rangka Judul pidato
tanggal
HUT Proklamasi
Sabtu, 17 Sekali Merdeka,
Kemerdekaan RI
Agustus 1946 Tetap Merdeka
ke-1
HUT Proklamasi
Selasa, 17 Seluruh Nusantara
Kemerdekaan RI
Agustus 1948 Berdjiwa Republik
ke-3
HUT Proklamasi
Kamis, 17 Dari Sabang sampai
Kemerdekaan RI
Agustus 1950 Merauke
ke-5
HUT Proklamasi
Minggu, 17 Harapan dan
Kemerdekaan RI
Agustus 1952 Kenjataan
ke-7
HUT Proklamasi
Senin, 17 Djadilah Alat
Kemerdekaan RI
Agustus 1953 Sedjarah
ke-8
HUT Proklamasi
Selasa, 17 Berirama dengan
Kemerdekaan RI
Agustus 1954 Kodrat
ke-9
HUT Proklamasi
Rabu, 17 Tetap Terbanglah
Kemerdekaan RI
Agustus 1955 Radjawali
ke-10
HUT Proklamasi
Jum'at, 17 Berilah Isi Kepada
Kemerdekaan RI
Agustus 1956 Hidupmu
ke-11
HUT Proklamasi
Sabtu, 17 Satu Tahun
Kemerdekaan RI
Agustus 1957 Ketentuan
ke-12
HUT Proklamasi
Minggu, 17
Kemerdekaan RI Tahun Tantangan
Agustus 1958
ke-13
HUT Proklamasi
Senin, 17 Penemuan Kembali
Kemerdekaan RI
Agustus 1959 Revolusi Kita
ke-14
HUT Proklamasi
Rabu, 17 Djalannja Revolusi
Kemerdekaan RI
Agustus 1960 Kita
ke-15
Membangun Dunia
Jumat, 30
Sidang Umum Kembali
September
PBB ke-XV To Build The World
1960
Anew
Revolusi –
HUT Proklamasi
Kamis, 17 Sosialisme
Kemerdekaan RI
Agustus 1961 Indonesia –
ke-16
Pimpinan Nasional
HUT Proklamasi
Jumat, 17
Kemerdekaan RI Tahun Kemenangan
Agustus 1962
ke-17
HUT Proklamasi
Sabtu, 17 Genta Suara
Kemerdekaan RI
Agustus 1963 Revolusi Indonesia
ke-18
HUT Proklamasi
Senin, 17 Tahun "Vivere
Kemerdekaan RI
Agustus 1964 Pericoloso"
ke-19
HUT Proklamasi
Selasa, 17
Kemerdekaan RI Tahun Berdikari
Agustus 1965
ke-20
Budaya populer
Buku
M. Yuanda Zara. Ratna Sari Dewi Sukarno.
Sukarno, Iman Toto K. Rahardjo (Editor), Herdianto WK (Editor). (2001). Bung Karno dan
Wacana Islam: Kenangan 100 tahun Bung Karno.
Adams, C. (2011).Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Penerjemah Syamsu Hadi.
Ed. Rev. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9.
Guntur Sukarno. Sukarno: Bapakku, Kawanku, Guruku.
John Hughes. (1967). The End of Sukarno: A Coup That Misfired: A Purge That Ran Wild.
Christiaan Lambert Maria Penders (1974). The Life and Times of Sukarno.
Bambang S. Widjanarko, Antonie C.A. Dake (Introduction), Rahadi S. Karni (Ed.). (1974). The
Devious Dalang: Sukarno and the So-Called Untung-Putsch.
Franklin B. Weinstein. (1976). Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence: From
Sukarno to Soeharto.
Masashi Nishihara, Dean Praty R. (Translator). (1976). Sukarno, Ratna Sari Dewi, dan Pampasan
Perang: Hubungan Indonesia-Jepang 1951–1966.
Fatmawati Sukarno. (1978). Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno (Book, #1).
Rosihan Anwar. (1981). Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik
1961–1965.
Ramadhan Kartahadimadja. (1981). Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Inggit dengan Sukarno.
Marshall Green. (1990). Dari Sukarno ke Soeharto: G30 S-PKI dari Kacamata Seorang Duta
Besar.
Angus McIntyre, David Reeve. (2002). Sukarno in Retrospect: Annual Indonesia Lecture Series #
24.
Victor M. Fic. (2004). Anatomy of the Jakarata Coup: October 1, 1965: The Collusion with China
Which Destroyed the Army Command, President Sukarno and the Communist Party of
Indonesia.
Antonie C.A. Dake. (2005). Sukarno File: Berkas-berkas Soekarno 1965–1967 – Kronologi Suatu
Keruntuhan.
Reni Nuryanti. (2007). Perempuan dalam Hidup Sukarno: Biografi Inggit Garnasih.
Helen-Louise Hunter. (2007). Sukarno and the Indonesian Coup: The Untold Story.
M. Yuanda Zara. (2008). Sakura Di Tengah Prahara: Biografi Ratna Sari Dewi Sukarno.
Hephaestus Books. (2011). National Heroes Of Indonesia, including: Tuanku Imam Bonjol,
Sukarno, Wage Rudolf Supratman, Diponegoro, Mohammad Hatta, Adam Malik, Yos Sudarso,
Sudirman, Hamengkubuwono Ix, Sutan Sjahrir, Kartini, Sultan Agung Of Mataram, Abdul Muis,
Rizal Nurdin.
Joseph H. Daves. (2013). The Indonesian Army from Revolusi to Reformasi Volume 1: The
Struggle for Independence and the Sukarno Era.
Joseph H Daves. (2013). The Indonesian Army from Revolusi to Reformasi: Volume 1 – The
Struggle for Independence and the Sukarno Era.
Stefan Seefelder. (2014). Die Bedeutung Der Fruhen Komintern Fur Die Kommunistischen
Antikolonialen Bewegungen Asiens. Maos Und Sukarnos.
Peter Kasenda. (2014). Sukarno, Marxisme & Leninisme: Akar Pemikiran Kiri & Revolusi
Indonesia.
Dr. Syafiq A. Mughnie,M.A.,PhD. Hassan Bandung, Pemikir Islam Radikal. PT. Bina Ilmu, 1994, pp
110–111.
Leslie H. Palmier. Sukarno, the Nationalist. Pacific Affairs, vol. 30, No, 2 (Jun. 1957), pp 101–119.
Bob Hering, 2001,Soekarno, architect of a nation, 1901–1970, KIT Publishers Amsterdam, ISBN
90-6832-510-8,KITLV Leiden, ISBN 90-6718-178-1
Stefan Huebner,Pan-Asian Sports and the Emergence of Modern Asia, 1913–1974.Singapore:
NUS Press, 2016, 174-201.
Lagu
Lagu berjudul "Untuk Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno" ditulis pada awal dekade 1960-an
oleh Soetedjo dan dipopulerkan oleh Lilis Suryani, solis perempuan terkenal Indonesia era itu.
Liriknya penuh dengan puja-puji untuk Presiden seumur hidup tersebut.
Di kancah perfilman, hiburan televisi, dan panggung teater Indonesia dan negara lain,
ada beberapa aktor yang memerankan sosok Bung Karno. Semua aktor tersebut, tentu
saja bermain dalam film dan panggung pertunjukan dan judul yang berbeda.
Kebanyakan aktor itu, ketika mendapatkan tawaran main, merasa bangga karena
memerankan tokoh besar, pahlawan proklamator, bapak pendiri bangsa, sekaligus
presiden pertama Republik Indonesia.
Catatan
Referensi
Lihat pula
Jabatan politik
Jabatan baru
Kemerdekaan
Indonesia Presiden
Diteruskan oleh:
Lihat: Daftar Indonesia
Soeharto
Gubernur- 1945–1967
Jenderal Hindia
Belanda
Diteruskan oleh:
Didahului Perdana
Soeharto
oleh: Menteri
sebagai Ketua
Djuanda Indonesia
Presidium
Kartawidjaja 1959–1966
Kabinet