Dr. (H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo; 6 Juni
1901 – 21 Juni 1970)[note 1][note 2] adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang
menjabat pada periode 1945–1967.[6]:11, 81 Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang
memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda.[7]:26-32 Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang
pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan
ia sendiri yang menamainya.[7]
Dr. (H.C.) Ir. H.
Soekarno
Masa jabatan
Amir Sjarifoeddin
Mohammad Hatta
Mohammad Natsir
Soekiman W
Wilopo
Ali Sastroamidjojo
Burhanuddin Harahap
Djoeanda Kartawidjaja
Soekarno
Soeharto
Pengganti Soeharto
Perdana Menteri Indonesia ke-11
Masa jabatan
Pengganti Soeharto
Informasi pribadi
6 Juni 1901
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1953–1970)
Haryati (1963–1966)
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra
Dari Hartini
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra
Dari Ratna
Karina Kartika Sari Dewi Soekarno
Dari Haryati
Ayu Gembirowati
Dari Kartini Manoppo
Totok Suryawan Soekarnoputra
Profesi Insinyur
Politikus
Guru
Tanda tangan
Video luar
Nama
Soekarno lahir dengan nama Kusno yang diberikan oleh orangtuanya.[6] Akan tetapi, karena ia
sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh
ayahnya.[6][8]:35-36 Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata
Yudha yaitu Karna.[6][8] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a"
berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[8]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri
menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah
(Belanda).[8]:32 Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda
tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan
setelah berumur 50 tahun.[8]:32 Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini
terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah
wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"[9] karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian penamaan di Indonesia, terutama nama Jawa, yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Soekarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[10]
Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Soekarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-
negara Arab.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia[11] dijelaskan bahwa namanya
hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak biasa
memiliki nama yang terdiri satu kata.
Kehidupan
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921,[13] bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS,
Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,[2]:38 setelah dua bulan dia
meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[2]:38 dan tamat pada tahun
1926.[14]
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies
Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur
lainnya.[2]:37 Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama
penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[2]:37
Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo,[15]:167 selain itu ada seorang lagi dari
Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[15]:167
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat
Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[6] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara,
Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin
organisasi National Indische Partij.
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari
Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan
teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. [note 3][note 4][16]
Pekerjaan
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang
dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada
tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara
holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka.[18]
Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan
berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota
sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek
seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk
visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.[19]
Gedung Conefo[19]
Gedung Sarinah[19]
Wisma Nusantara[19]
Patung Dirgantara[20]
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang
arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah
Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram
secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat
yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf [16]
Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 [16]
Silsilah keluarga
Silsilah keluarga
Raden Soekemi Sosrodihardjo
Ida Ayu Nyoman Rai
Soekarno (1901-1970)
Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
Inggit Garnasih (menikah 1923)
Fatmawati (menikah 1943)
Guntur (l.1944)
Megawati (l.1947)
Hartini (menikah 1952)
Taufan (1951-1981)
Bayu (l.1958)
Ratna (menikah 1962)
Kartika (l.1967)
Haryati (menikah 1963)
Ayu
Kartini Manoppo
Totok (l.1967)
Kiprah politik
Garis waktu masa jabatan Presiden Indonesia
Soekarno tampil pertama kali pada kulit muka majalah Time tanggal 23 Desember 1946 Vol. XLVIII No. 26, ilustrasi
karya Boris Chaliapin untuk media asal Amerika tersebut
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java
cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-
sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam
rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan
sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia
mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java
diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.[21]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC)[note 5][23] di Bandung
yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[6] Organisasi
ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[14] Aktivitas
Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di
Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy.
Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan di pengadilan Landraad Bandung 18
Desember 1930 ia membacakan pleidoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga
dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan
diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu, ia baru
kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942–1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu
dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang
kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat
Indonesia sendiri.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan
pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan
krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya
memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden
dan pejabat tinggi negara lainnya.
Presiden Soekarno dan Nikita Khruschev dalam sebuah pertemuan Kepala Negara
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana
Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X,
dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta
saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara,
tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui
bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961 yang disambut oleh Presiden John F. Kennedy
Presiden Soekarno, Presiden Osvaldo Dorticos, Fidel Castro dan Che Guevara, pada 9 Mei 1960, kunjungan
kenegaraan ke Havana, Kuba
Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung, 24 November 1956, Peking, Tiongkok
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya
kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang
memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak
jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga
berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden
Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat),
Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (Tiongkok).
Masa marabahaya
Granat Cikini
Pada 30 November 1957, Presiden Soekarno datang ke Perguruan Cikini (Percik), tempat
bersekolah putra-putrinya, dalam rangka perayaan ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba
meledak di tengah pesta penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100 orang terluka,
termasuk pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga orang
ditangkap akibat kejadian tersebut. Mereka perantauan dari Bima yang dituduh sebagai antek
teror gerakan DI/TII.[24]
Pada 9 Maret 1960, Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang
berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar
adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar
menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah
Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana
Presiden. Maukar sendiri membantah ia mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya
sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak melihat
bendera kuning dikibarkan di Istana – tanda presiden ada di Istana. Aksi ini membuat 'Tiger',
call sign Maukar, harus mendekam di bui selama 8 tahun.[24]
Pencegatan Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev mengadakan
kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri mengunjungi Bandung, Yogya
dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala, sampai
di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan pengadangan.
Beruntung pasukan pengawal presiden sigap meloloskan kedua pemimpin dunia tersebut.[24]
Granat Makassar
Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno tengah berada di Makassar. Malam itu, ia akan
menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika itulah, saat melewati jalan
Cendrawasih, seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain.
Soekarno selamat. Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya
divonis hukuman mati.[24]
Pada 14 Mei 1962, Bachrum sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada
saf depan dalam barisan jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat
Soekarno, dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke
tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng, dan peluru
meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul Arifin. Haji Bachrum
divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.[24]
Granat Cimanggis
Pada Desember 1964, Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta.
Rombongannya membentuk konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata
Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan. Perasaan
Soekarno kurang nyaman. Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil
presiden. Beruntung, jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju.
Soekarno pun selamat.[24]
Presiden Soekarno dan Dr.J. Leimena bernyanyi bersama para artis ibukota pada Resepsi Peringatan HUT ke-21
Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Bogor.
"Kesuksesan itu menginspirasi para pejabat CIA membuat langkah lebih jauh lagi. Mereka
berniat memproduksi film porno Soekarno dengan seorang wanita pirang yang dibuat seolah-
olah pramugari Rusia itu," tulis Blum mengutip pengakuan mantan agen CIA, Joseph
Burkholder Smith, yang menulis buku Portrait of a Cold Warrior. Kepala Kepolisian Los
Angeles sampai turun tangan mencari pria berkulit gelap yang sedikit botak dan wanita
pirang yang cantik. Tak ada yang mirip Soekarno, CIA membuat topeng khusus yang mirip
Soekarno kemudian dikirim ke Los Angeles. Bintang porno disuruh memakai topeng
Soekarno selama beradegan mesum. CIA merekam dan mengambil foto-foto adegan biru
tersebut.[25]
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert
Operations in Indonesia, 1957–1958, film porno itu dikerjakan di studio Hollywood yang
dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar
tuduhan bahwa Soekarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri
agen Soviet (diperankan perempuan pirang Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari
maskapai penerbangan. “Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski
tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA
Interventions Since World War II.[26]
Namun foto-foto itu akhirnya tak jadi disebarluaskan. Banyak versi kenapa CIA batal
menyebarkan adegan mesum itu. Sebagian peneliti menilai kampanye hitam seperti itu tak
mempan untuk menjatuhkan Soekarno. Apalagi ada mitos yang percaya jika seorang laki-laki
"gagah" dan "berkuasa", maka dirasa sah-sah saja berhubungan dengan banyak wanita,
terutama mengingat bahwa raja-raja di Nusantara pun dulu memiliki banyak istri dan selir.[25]
Nasib akhir dari film yang berjudul Happy Days pada akhirnya tak pernah dilaporkan.[26]
Zhou Enlai, Presiden Soekarno, dan Kawashima pada saat Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 19 April 1965.
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua blok negara Adi
Kuasa dengan ideologi yang bertentangan satu sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi
Amerika dan sekutu di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan
Tiongkok. Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai
kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika tidak dapat berkutik ketika Allen
Lawrence Pope, agen Central Intelligence Agency tertangkap tangan. Tawar-menawar
penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya menyudahi embargo ekonomi dan
menyuntik dana ke Indonesia, termasuk menggelontorkan 37 ribu ton beras dan ratusan
persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu setelah diplomasi tingkat tinggi antara John
F. Kennedy dengan Soekarno.[27] Sementara Uni Soviet menerapkan embargo militer terhadap
Indonesia karena genosida terhadap elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun
1965–1967.[28] Indonesia sendiri terjepit di antara geopolitik Asia Tenggara, Malaysia yang
dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura yang memisahkan diri
sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno mengumumkan sikap konfrontatif
terhadap pembentukan negara federasi Malaysia pada Januari 1963. Sehingga pada 1964–
1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16 September 1963 tersebut diembargo
Soekarno.[29] Singapura membuka keran kerja sama dan berusaha dengan segala cara untuk
mempertahankan perdagangan dengan Indonesia meski telah diboikot dan diembargo. Hal
ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura akibat konfrontasi tersebut.[30]
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam
peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[14][31]
Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI
dituduh terlibat di dalamnya.[14] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan.[31] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan
dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[7][31] Sikap Soekarno
yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[7][14]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh
Soekarno.[31] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden.[31] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah
diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya
sebagai organisasi terlarang.[31] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu
TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966
yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap
saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.[32]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[31] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan
dibacakan pada 22 Juni 1966.[7] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi
pidato tersebut.[31] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[31]
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Soekarno semakin
memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan
kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga
saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor,
namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat
pemakaman Soekarno.[32] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.[32]
Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan
harinya bersebelahan dengan makam ibunya.[32] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[32] Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.[32]
Peninggalan
Rumah Proklamasi yang merupakan bekas kediaman Soekarno sekitar tahun 1950-1960. Di depannya, tampak Tugu
Proklamasi.
Jalan Proklamasi, yang dulunya bernama Jalan Pegangsaan Timur,[33] merupakan letak
bekas kediaman Soekarno yang berada di Jakarta Pusat. Rumah tersebut diberikan oleh
Syech Faradj bin Martak. Rumah tersebut menjadi saksi bisu Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan di sana.[34] Kediaman Bung Karno
yang dijadikan tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan pun sudah tidak ada lagi
dan digantikan dengan kehadiran Tugu Proklamasi dengan patung Soekarno-Hatta yang
menggambarkan suasana pembacaan teks Proklamasi pada tahun 1945 dahulu.[35]
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor
Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[12]:247-251 Prangko yang
diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta
menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik
Indonesia.[12] Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret
Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno
ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu,
prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat
proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika
menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri
Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[12] Selain prangko, Divisi
Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi
prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung
Karno.[12]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal
19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel
Castro.[36] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan
kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan
tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks
olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden
Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[37]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya
adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan
Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan
pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi
meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-
mahasiswanya.[38]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan
benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia.[39] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri
Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri,
Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra,
dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[39] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di
Arena Pekan Raya Jakarta.[12] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul
"Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto
semasa Soekarno menjadi presiden.[12] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai
cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[12] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin
emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.[12]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan
Soekarno.[12] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan
Udara Sedang.[12] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan
Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[12] Benda-benda
tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam
register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta
plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[12] Selain itu
terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di
Bank Swiss dan Bank Netherland.[12] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso
bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[40]
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di
dalam dan luar negeri.[41]
Tanggal Gelar yang Dianugerahkan Nama Universitas, Kota, Negara
Tanda kehormatan
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan
penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[12] Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[12]
Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan
solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari
apartheid.[12] Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan
Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya
dalam menerima penghargaan.[12] Penghargaan lainnya adalah Lenin Peace Prize (1960)[42]
dan Philippine Legion of Honor (Chief Commander, 3 Februari 1951).[43]
Indonesia
Bintang Republik Indonesia Adipurna[44]
Bintang Gerilya[46]
Bintang Sakti[47]
Bintang Dharma[48]
Bintang Garuda[51]
Karya tulis
Pidato
Hari dan tanggal Rangka Judul pidato
Musik
Soekarno menciptakan lagu Bersuka Ria, yang muncul dalam album Mari Bersuka Ria dengan
Irama Lenso pada tahun 1965. Lagu ini dibawakan oleh Rita Zahara, Bing Slamet, Titiek
Puspa, dan Nien Lesmana.
Budaya populer
Buku
M. Yuanda Zara. Ratna Sari Dewi Sukarno. Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN
979-911-032-7-9.
Sukarno, Iman Toto K. Rahardjo (Editor),
Herdianto WK (Editor). (2001). Bung Karno Guntur Sukarno. Sukarno: Bapakku,
dan Wacana Islam: Kenangan 100 tahun Kawanku, Guruku.
Bung Karno.
Peter Polomka. Indonesia Since Sukarno .
John Beilenson. Sukarno.
Clifford Geertz, Benedict Anderson, Wim F.
Cindy Adams. Sukarno: My Friend. Wertheim. Sukarno di Panggung Sejarah
Adams, C. (2011). Bung Karno Penyambung Justus Maria van der Kroef. Indonesia After
Lidah Rakyat Indonesia. Penerjemah Sukarno.
Syamsu Hadi. Ed. Rev. Yogyakarta: Media
Peter Kasenda. Sukarno Muda: Biografi Rex Mortimer. (1974). Indonesian
Pemikiran 1926–1933. Communism Under Sukarno: Ideology and
Politics, 1959–1965.
Ayub Ranoh. Kepemimpinan Kharismatis:
Tinjauan Teologis-Etis Atas Kepemimpinan Bambang S. Widjanarko, Antonie C.A. Dake
Kharismatis Sukarno. (Introduction), Rahadi S. Karni (Ed.). (1974).
The Devious Dalang: Sukarno and the So-
Books LLC. Sukarno: Indonesia-Malaysia
Called Untung-Putsch.
Confrontation, Transition to the New Order,
Mohammad Hatta, Megawati Sukarnoputri, Hal Kosut (Ed.). (1976). Indonesia: The
Constitution of Indonesia. Sukarno Years.
Lagu
Lagu berjudul "Untuk Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno" ditulis pada awal dekade
1960-an oleh Soetedjo dan dipopulerkan oleh Lilis Suryani, solis perempuan terkenal
Indonesia era itu. Liriknya penuh dengan puja-puji untuk Presiden seumur hidup tersebut.
Di kancah perfilman, hiburan televisi, dan panggung teater Indonesia dan negara lain, ada
beberapa aktor yang memerankan sosok Bung Karno. Semua aktor tersebut, tentu saja
bermain dalam film dan panggung pertunjukan dan judul yang berbeda. Kebanyakan aktor itu,
ketika mendapatkan tawaran main, merasa bangga karena memerankan tokoh besar,
pahlawan proklamator, bapak pendiri bangsa, sekaligus presiden pertama Republik
Indonesia.
Catatan
1. Dalam autobiografi Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams (Bobbs-Merrill Company Inc,
New York, 1965) Sukarno menyebutkan lahir di Surabaya, "Bapak dipindah ke Surabaya dan di
sanalah aku dilahirkan" (halaman 26), selanjutnya "Aku dilahirkan pada tahun 1901... Hari lahirku
ditandai oleh angka serba enam. Tanggal 6 Juni." (halaman 21). Namun dalam beberapa dokumen
mencantumkan tanggal 6 Juni 1902 di antaranya "Dalam Buku Induk TH Bandoeng yang sekarang
masih tersimpan di ITB terbaca bahwa tanggal lahir Soekarno adalah 6 Juni 1902."[2]:37[3]:16 Pendapat
lain adalah "Dari Buleleng, ia mendapat temuan ayah Soekarno dipindah ke Surabaya tahun 1901. Dan
pada 1902 Soekarno lahir. "Kalau akhirnya dibuat 1901 itu mungkin untuk memudahkan sekolahnya
saja," ujar Nurinwa."[4] Adapun kontradiksi perbedaan tahun kelahiran ini akhirnya dapat dijelaskan
dalam dialog antara Sukarno dan ayahnya pada halaman 35 "Kalau perlu kita berbohong. Kita akan
mengurangi umurmu satu tahun. Pada tahun ajaran yang baru engkau akan didaftarkan dengan umur
tiga belas." - Oleh karenanya dapat dipastikan bahwa tanggal kelahiran Sukarno yang sesungguhnya
adalah tanggal 6 Juni 1901.
2. "Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970."[5]
3. Bambang Eryudhawan, IAI: Ketika berdiri pada tahun 1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng
berisi Fakultas Teknik saja. Bidang ilmu yang diajarkan, terutama: a) Ilmu Pasti, b) Ilmu Alam, c)
Mekanika, d) Arsitektur, e) Ilmu bahan bangunan, f) Sipil Basah/Bangunan air, g) Jalan dan Jembatan,
h) Mesin, i) Elektro, j) Surveying and leveling , k) Geodesi, l) Hukum pemerintahan dan perdagangan,
m) Kebersihan, n) Teknik penyehatan, o) Pertanian, p) Geologi terapan, q) Sejarah kebudayaan
4. Bambang Eryudhawan, IAI: Soekarno sebagai insinyur dianggap menguasai soal sipil basah, jalan dan
jembatan, serta arsitektur. Di arsitektur, gurunya adalah dua bersaudara Prof. Charles Prosper Wolff
Schoemaker dan Prof. Ir. Richard Leonard Arnold Schoemaker yang mengajar di kelas: arsitektur,
sejarah arsitektur, rencana kota, pembuatan bestek dan taksiran biaya.
5. Algemeene Studieclub atau Algemeene Studie Club (ASC) adalah klab kuliah umum yang didirikan
oleh para intelektual nasionalis Bumiputera di Tanah Pasundan, Bandung pada zaman Hindia Belanda
tahun 1926. Presiden Sukarno adalah salah satu anggota pendirinya. Sebagai kelanjutan kelompok
studi itu, Soekarno dengan kawan-kawan kemudian mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang
merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia pada 4 Juli 1927. Pemerintah kolonial Belanda
tampak sangat khawatir melihat kepopuleran Soekarno, bersama Maskun, Gatot Mangkupradja,
Supriadinata dan pertumbuhan pesat PNI. Dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan,
pemerintah kolonial menangkap dan menahan ratusan aktivis PNI pada 29 Desember 1929.[22]
Galeri
Soekarno pada tahun 1947.
Presiden Soekarno pada suatu kunjungan pameran lukisan di Jakarta, mengamati lukisan
'Sumilah' karya Sudibjo.
Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dalam upacara pembukaan PON II/1951.
Potret resmi Presiden Soekarno pada era 1960-an.
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Nehru melihat Indira Gandhi menerima bunga pada
kunjungannya ke Borobudur.
Referensi
2. (Indonesia) Goenarso (1995). Riwayat perguruan tinggi teknik di Indonesia, periode 1920–1942.
Bandung: Penerbit ITB.
3. (Indonesia) Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid I:
Selintas Perkembangan. Bandung: Penerbit ITB.
4. Iswidodo (ed.), Surya (Minggu, 29 Agustus 2010 20:28 WIB). "Antropolog UGM: Bung Karno Lahir di
Surabaya" (http://www.tribunnews.com/2010/08/29/antropolog-ugm-bung-karno-di-surabaya) .
tribunnews.com. Diakses tanggal 11 September 2015.
5. "Soekarno – biografi" (http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden
_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia. Diakses tanggal
6 Juni 2015.
6. (Indonesia) Kasenda, Peter (2010). Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926–1933. Jakarta:
Komunitas Bambu. ISBN 979-373-177-X.
7. (Indonesia) Warman, Asvi (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah. Jakarta: Kompas Media
Nusantara. ISBN 979-709-404-1.
8. (Indonesia) Adams, Cindy (1984). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung. ISBN 979-96573-2-6.
10. (Inggris) Adams, Cindy (1965). Sukarno, an autobiography as told to Cindy Adams. New York: The
Bobs Merryl Company Inc. ASIN B0007DFFFK (https://www.amazon.com/dp/B0007DFFFK) .
11. (Cindy Adams, terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan
Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32
12. Kisah Istimewa Bung Karno. Kompas Media Nusantara. 2010. ISBN 978-979-709-503-1.
14. (Inggris) Brown, Colin (2007). Sukarno. Microsoft ® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft
Corporation.
15. (Indonesia) Sakri, A. (1979b). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid
II: Daftar lulusan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
18. Santi Widhiasih (Senin, 11 September 2006). "Jejak Arsitektur Sang Presiden" (https://web.archive.or
g/web/20110614114736/http://cisral.unpad.ac.id/index.php/2007/07/13/jejak-arsitektur-sang-pre
siden/) . Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli (http://cisral.unpad.ac.id/index.php/2007/07/13/j
ejak-arsitektur-sang-presiden/) tanggal 2011-06-14. Diakses tanggal 11 September 2015. Resensi
atas buku Bung Karno Sang Arsitek – Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria,
Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926 – 1965
19. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman
Jepang dan Jaman Republik Indonesia. PT Balai Pustaka.
20. Yuke Ardhiati, JJ. Rizal (ed.), Edi Sedyawati (pengantar) (Juni 2005). Bung Karno Sang Arsitek - Kajian
Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926-
1965. Depok: Komunitas Bambu.
21. Dahm, Bernhard (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Penerbit LP3ES Jakarta. hlm. 47–
48.
22. Yudi Latif (2008). "Indonesian Muslim Intelligentsia and Power" (https://books.google.co.id/books?id
=FLR3uqRr-1oC&pg=PA183&lpg=PA183&dq=Fikiran+Ra%27jat&source=bl&ots=Zgh0hwbxrh&sig=fslT
ILrZYNMM8LqallrLaxFei84&hl=en&sa=X&ved=0CB8Q6AEwATgKahUKEwjl_tCx95vHAhUFI44KHUI7Cq
4#v=onepage&q=Fikiran%20Ra'jat&f=false) . ISEAS Publishing.
23. Kasenda, Peter (2013). "SOEKARNO: Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar" (https://web.archi
ve.org/web/20160305120926/http://www.prismajurnal.com/issues.php?id=%7B1091C553-A3AC-9E6
0-3D10-5B08943CF4EB%7D) . Jakarta Selatan: Jurnal Prisma. hlm. hal 2 & 3. Diarsipkan dari versi
asli (http://www.prismajurnal.com/issues.php?id=%7B1091C553-A3AC-9E60-3D10-5B08943CF4E
B%7D) tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2015-09-09. Membaca kembali Sukarno. Sumber lain
menyebut tahun 1924 dan 11 Juli 1925 sebagai hari kelahiran organisasi kuliah umum tersebut
24. Anwar Khumaini (Jumat, 1 Juni 2012 06:12). "7 Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno" (http
s://web.archive.org/web/20140730051513/http://m.merdeka.com/piala-dunia/7-percobaan-pembun
uhan-terhadap-bung-karno.html) . Merdeka.com. Diarsipkan dari versi asli (http://m.merdeka.com/pi
ala-dunia/7-percobaan-pembunuhan-terhadap-bung-karno.html) tanggal 2014-07-30. Diakses
tanggal 9 September 2015.
25. Ramadhian Fadillah (Kamis, 11 September 2014 01:02). "CIA bikin film porno Presiden Soekarno &
pramugari cantik Rusia" (http://www.merdeka.com/peristiwa/cia-bikin-film-porno-presiden-soekarno-
pramugari-cantik-rusia.html) . www.merdeka.com. Diakses tanggal 15 September 2015.
27. Kurnia Illahi (Minggu, 16 Agustus 2015−06:39 WIB). "Kecerdikan Soekarno Manfaatkan Soviet dan
Amerika" (http://nasional.sindonews.com/read/1032742/19/kecerdikan-soekarno-manfaatkan-soviet
-dan-amerika-1439470065) . Nasional.sindonews.com. Diakses tanggal 15 September 2015.
29. Peter N. Nemetz (1990). The Pacific Rim: Investment, Development and Trade: Second Revised
Edition (https://books.google.co.id/books?id=zbepRmE3zukC&pg=PA18&lpg=PA18&dq=Embargo+In
donesia+1965&source=bl&ots=VFizthbfhS&sig=u8qtkJXhDmhjOVrFy4AHpiX6PWI&hl=en&sa=X&ved=
0CC4Q6AEwAmoVChMIvpO8kKT8xwIVgk6OCh0w1g5y#v=onepage&q=Embargo%20Indonesia%2019
65&f=false) . Vancouver BC: University of British Columbia Press. hlm. 16–20.
30. Kawin Wilairat. "Singapore's Foreign Policy" (https://books.google.co.id/books?id=IpFFBAAAQBAJ&p
g=PA26&lpg=PA26&dq=Embargo+Indonesia+1965&source=bl&ots=Yq7_7TVuBl&sig=OxwIiL7OKWYa
YHZZ0e5O9gE9rpI&hl=en&sa=X&ved=0CDsQ6AEwBWoVChMIvpO8kKT8xwIVgk6OCh0w1g5y#v=one
page&q=Embargo%20Indonesia%201965&f=false) . Singapore: The Institute of Southeast Asean
Studies.
31. (Inggris) Aji, Achmad Wisnu (2010). Kudeta Supersemar: Penyerahan atau Perampasan Kekuasaan?.
Garasi House of Book. ISBN 978-979-25-4689-7. Halaman 36, 145.
32. Huda M., Nurul (2010). Benarkah Soeharto Membunuh Soekarno?. Starbooks. ISBN 978-979-25-4724-
5. Halaman 5, 57, 84-89.
35. Farrel M. Rizqy, ed. (2009). Bung Karno – Di Antara Saksi dan Peristiwa (https://books.google.co.id/b
ooks?id=lxlRVJfadhQC) [Bung Karno – Between Witnesses and Events]. Jakarta: Kompas. hlm. 64.
ISBN 9789797094096.
36. Roy (3 Juni 2008). "Kuba Terbitkan Prangko Bung Karno dan Fidel Castro" (http://www.kompas.com/r
ead/xml/2008/06/03/01462536/kuba.terbitkan.prangko.bung.karno.dan.fidel.castro) . Kompas
Cyber Media. Diakses tanggal 3 Juni 2008.
37. Nurdin Saleh (15 Januari 2001). "Gelora Senayan Siap Berubah Menjadi Gelora Bung Karno" (https://w
eb.archive.org/web/20120118171746/http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2001/01/15/br
k,20010115-18,id.html) . Tempo Interaktif. Diarsipkan dari versi asli (http://www.tempointeractive.co
m/hg/nasional/2001/01/15/brk,20010115-18,id.html) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 5 Juni
2010.
40. "Satria Piningit Mengaku Temukan Harta Karun Bung Karno" (https://web.archive.org/web/20100719
171343/http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/17/nas6.htm) . Suara Merdeka. 17 Mei 2003.
Diarsipkan dari versi asli (http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/17/nas6.htm) tanggal 2010-
07-19. Diakses tanggal 3 Agustus 2010.
Lihat pula
Pranala luar
Bung Karno Dan Para Isteri Hati yang Melihat Wanita – Edisi Khusus Gatra Nomor 29
Beredar 4 Juni 2001 (http://www.gatra.com/2001-06-07/versi_cetak.php?id=6900)
Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20070930185638/http://www.gatra.com/2001-06
-07/versi_cetak.php?id=6900) 2007-09-30 di Wayback Machine. oleh Dewi Sri Utami
Jabatan politik
Jabatan baru
Kemerdekaan Indonesia
Presiden Indonesia
Diteruskan oleh:
Diteruskan oleh:
Didahului oleh:
Perdana Menteri Indonesia
Soeharto
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Soekarno&oldid=20326519"
Lihat riwayat suntingan halaman ini.