Anda di halaman 1dari 40

Cari

Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia

Dr. (H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo; 6 Juni 1901 – 21 Juni 1970)[note 1][note 2] adalah Presiden
pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967.[6]:11, 81 Ia adalah seorang tokoh perjuangan yang berperan penting
dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[7]:26-32 Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama
dengan Mohammad Hatta) pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno orang pertama yang mencetuskan konsep mengenai Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[7]
Dr. (H.C.) Ir. H.
Soekarno

Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967

Perdana Menteri Daftar


Sutan Syahrir

Amir Sjarifoeddin

Mohammad Hatta

Mohammad Natsir

Soekiman W

Wilopo

Ali Sastroamidjojo

Burhanuddin Harahap

Djoeanda Kartawidjaja

Soekarno

Soeharto

Wakil Presiden Mohammad Hatta (1945–1956)

Pendahulu Tidak ada, jabatan baru

Pengganti Soeharto
Perdana Menteri Indonesia ke-11

Masa jabatan
9 Juli 1959 – 25 Juli 1966

Pendahulu Djuanda Kartawidjaja

Pengganti Soeharto
(Ketua Presidium Kabinet)

Informasi pribadi

Lahir Koesno Sosrodihardjo


6 Juni 1901
Soerabaja, Hindia Belanda (sekarang Surabaya, Indonesia)[1]

Meninggal 21 Juni 1970 (umur 69)


Jakarta, Indonesia

Kebangsaan Indonesia

Partai politik Partai Nasional Indonesia (1927–1931)

Suami/istri Oetari (1921–1923)


Inggit Garnasih (1923–1943)
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1953–1970)
Kartini Manoppo (1959–1968)
Saliku Maesaroh (1958–1959)
Ratna Sari Dewi (1962–1970)
Haryati (1963–1966)
Yurike Sanger (1964–1968)
Heldy Djafar (1966–1969)

Anak Dari Inggit


Ratna Juami (anak angkat)

Kartika (anak angkat)


Dari Fatmawati
Guntur Soekarnoputra

Megawati Soekarnoputri

Rachmawati Soekarnoputri

Sukmawati Soekarnoputri

Guruh Soekarnoputra
Dari Hartini
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra
Dari Ratna
Karina Kartika Sari Dewi Soekarno
Dari Haryati
Ayu Gembirowati
Dari Kartini Manoppo
Totok Suryawan Soekarnoputra
Orang tua Soekemi Sosrodihardjo

Ida Ayu Nyoman Rai

Profesi Insinyur
Politikus
Guru

Tanda tangan

Video luar

Arsip Konferensi Asia-Afrika di Bandung

Konfrensi Asia Afrika oleh Humas Arsip Nasional RI. (https://www.youtube.com/watch?v=-3dG7wB9WcM)

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang kontroversial, isinya —berdasarkan versi yang dikeluarkan
Markas Besar Angkatan Darat— menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan
institusi kepresidenan.[7] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[7] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang
Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[7]

Nama

Soekarno lahir di Peneleh, Surabaya, Jawa Timur dengan nama Kusno (Koesno) yang diberikan oleh orangtuanya.[6] Akan tetapi, karena
ia sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[6][8]:35-36 Nama tersebut diambil
dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[6][8] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa
huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[8]

Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama
tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda).[8]:32 Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda
tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain
itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun.[8]:32 Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali
berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"[9] karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian penamaan di Indonesia, terutama nama Jawa, yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama
keluarga.

Soekarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[10] Dalam beberapa versi lain, disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Soekarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia[11] dijelaskan bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam
masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.

Kehidupan

Masa kecil dan remaja

Rumah masa kecil Bung Karno

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo (1873–1945) dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman
Rai (1881–1958).[6] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di
Singaraja, Bali.[6] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.[6] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[12]:4-6, 247-251 Ketika kecil
Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[6]

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota
tersebut.[6] Di Mojokerto, ayahnya memasukkan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[12] Kemudian pada Juni
1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS).[6] Pada
tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.[6] Ia dapat
diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[6] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[6] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Darsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[6] Soekarno
kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[6] Nama
organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[6] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian
"Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[12]

Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja

Soekarno bersama mahasiswa pribumi TH Bandung tahun 1923. Baris belakang dari kiri ke kanan: M. Anwari, Soetedjo, Soetojo, Soekarno, R. Soemani, Soetono, R. M.
Koesoemaningrat, Djokoasmo, Marsito. Duduk di depan: Soetoto, M. Hoedioro, Katamso.

Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921,[13] bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,[2]:38 setelah dua bulan
dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[2]:38 dan tamat pada tahun 1926.[14] Soekarno dinyatakan lulus
ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan
belas insinyur lainnya.[2]:37 Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita
karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[2]:37 Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo,[15]:167 selain itu ada seorang
lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[15]:167

Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib
Tjokroaminoto.[6] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu
merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Sebagai arsitek

Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. [note 3][note 4][16]

Pekerjaan

Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan.
Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.

Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[17]

Pengaruh terhadap karya arsitektur

Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan
secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara
yang baru merdeka.[18]

Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota
itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa
karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M.
Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.[19]

Masjid Istiqlal (1951)

Monumen Nasional (1960)

Gedung Conefo[19]

Gedung Sarinah[19]

Wisma Nusantara[19]

Hotel Indonesia (1962)[20]


Tugu Selamat Datang[20]

Monumen Pembebasan Irian Barat[20]

Patung Dirgantara[20]

Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan
sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966,
termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan
tawaf [16]

Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 [16]

Silsilah keluarga
Silsilah keluarga
   

Raden Soekemi Sosrodihardjo  

Ida Ayu Nyoman Rai  

   

   
               

       

Soekarno (1901-1970)    

       
   
   
   

Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
       

                     

           
       

Inggit Garnasih (menikah 1923)
       

                     

           
       

Fatmawati (menikah 1943)
         

               
         
             

                         

             

Guntur (l.1944)  

Megawati (l.1947)  

_Rachmawati_ (l.1950)  

               
     

           
       

Hartini (menikah 1952)
         

   
         
               

         

             

Taufan (1951-1981)  

Bayu (l.1958)          

               
     

           
       

Ratna (menikah 1962)
         

                     
 

             

Kartika (l.1967)    

               
     

           
       

Haryati (menikah 1963)
         

                     
 

             

Ayu    

               
     

           
       

Yurike Sanger (menikah 1964)


       

                     

           
       

Kartini Manoppo
         

                     
 

             

Totok (l.1967)    

               
     

         
         

Heldy Djafar (menikah 1966)


 
     

Kiprah politik

Garis waktu masa jabatan Presiden Indonesia


 

Soekarno tampil pertama kali pada kulit muka majalah Time tanggal 23 Desember 1946 Vol. XLVIII No. 26, ilustrasi karya Boris Chaliapin untuk media asal Amerika
tersebut

Masa pergerakan nasional

Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi
Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam
rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan
bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java
diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.[21]

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC)[note 5][23] di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari
Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[6] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun
1927.[14] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan di pengadilan
Landraad Bandung 18 Desember 1930 ia membacakan pleidoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali
pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali
ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu, ia baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang
pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang


Pada awal masa penjajahan Jepang (1942–1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh
seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya
tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula
yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang
berbahaya.

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar
pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan
Jepang, antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.


Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno
dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air (PETA) Rengasdengklok.
Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena
Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang
diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18
Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada
tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan
bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan
krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris),
meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta
ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Presiden Soekarno dan Nikita Khruschev dalam sebuah pertemuan Kepala Negara
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi
karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh
agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama
dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui
bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda.

Masa kemerdekaan

Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961 yang disambut oleh Presiden John F. Kennedy

Presiden Soekarno, Presiden Osvaldo Dorticos, Fidel Castro dan Che Guevara, pada 9 Mei 1960, kunjungan kenegaraan ke Havana, Kuba
 

Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung, 24 November 1956, Peking, Tiongkok

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden
Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali
kepada Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni
perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang
memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi
konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-
Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun
1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung. Bandung
dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap
masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden
Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India)
ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena
ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak
penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara
dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (Tiongkok).
Masa marabahaya

Soekarno di antara barisan prajurit

Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sedikitnya pernah mengalami percobaan pembunuhan lebih dari satu kali, Putrinya, Megawati
Soekarnoputri pernah menyebut angka 23. "Saya ingin mengambil satu contoh konkret, Presiden Soekarno itu mengalami percobaan
pembunuhan dari tingkat yang namanya baru rencana sampai eksekusi (sebanyak) 23 kali," tutur Mega pada Juli 2009. Sementara itu,
angka lebih kecil keluar dari mulut Sudarto Danusubroto. Dia ajudan presiden pada masa-masa akhir kekuasaan Soekarno. Sudarto
pernah mengatakan ada 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Soekarno. Jumlah ini pernah diamini oleh eks Wakil Komandan
Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan. Namun bekas pengawal pribadinya, hanya mampu mengingat 7 kali upaya percobaan
pembunuhan.[24]

Granat Cikini

Pada 30 November 1957, Presiden Soekarno datang ke Perguruan Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam rangka
perayaan ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba meledak di tengah pesta penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100 orang
terluka, termasuk pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga orang ditangkap akibat kejadian tersebut.
Mereka perantauan dari Bima yang dituduh sebagai antek teror gerakan DI/TII.[24]

Penembakan Istana Presiden

Pada 9 Maret 1960, Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat
Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar
menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah
memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden. Maukar sendiri membantah ia mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya
sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak melihat bendera kuning dikibarkan di Istana –
tanda presiden ada di Istana. Aksi ini membuat 'Tiger', call sign Maukar, harus mendekam di bui selama 8 tahun.[24]

Pencegatan Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia
menyempatkan diri mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala,
sampai di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan pengadangan. Beruntung pasukan pengawal presiden
sigap meloloskan kedua pemimpin dunia tersebut.[24]

Granat Makassar

Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno tengah berada di Makassar. Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga
Mattoangin. Ketika itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil
lain. Soekarno selamat. Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati.[24]

Penembakan Idul Adha

Pada 14 Mei 1962, Bachrum sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam barisan jemaah salat Idul
Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno, dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke
tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng, dan peluru meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet
Ketua DPR GR KH Zainul Arifin. Haji Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.[24]

Penembakan mortir Kahar Muzakar

Pada 1960-an, Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke Sulawesi. Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan Terbang
Mandai, sebuah peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar. Arahnya kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh.
Soekarno sekali lagi, selamat.[24]

Granat Cimanggis

Pada Desember 1964, Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi kendaraan.
Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan. Perasaan
Soekarno kurang nyaman. Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden. Beruntung, jarak pelemparannya
sudah di luar jangkauan mobil yang melaju. Soekarno pun selamat.[24]

Upaya pembunuhan karakter

Presiden Soekarno dan Dr.J. Leimena bernyanyi bersama para artis ibukota pada Resepsi Peringatan HUT ke-21 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Bogor.
Dekade 1950-an dan 1960-an, Amerika melalui perpanjangtanganannya Central Intelligence Agency melancarkan misi rahasia yang
bertujuan membunuh karakter dan kewibawaan Presiden Soekarno melalui agitasi dan propaganda media popular via produksi film
porno yang diperankan oleh pemeran yang mirip Soekarno. Tujuan dari kampanye hitam ini adalah mengubah persepsi masyarakat
internasional terhadap Soekarno yang anti kapitalisme dan mengagumi kaum Hawa tetapi tunduk tak berdaya di bawah kendali agen
rahasia Rusia.[25][26]

"Kesuksesan itu menginspirasi para pejabat CIA membuat langkah lebih jauh lagi. Mereka berniat memproduksi film porno Soekarno
dengan seorang wanita pirang yang dibuat seolah-olah pramugari Rusia itu," tulis Blum mengutip pengakuan mantan agen CIA, Joseph
Burkholder Smith, yang menulis buku Portrait of a Cold Warrior. Kepala Kepolisian Los Angeles sampai turun tangan mencari pria
berkulit gelap yang sedikit botak dan wanita pirang yang cantik. Tak ada yang mirip Soekarno, CIA membuat topeng khusus yang mirip
Soekarno kemudian dikirim ke Los Angeles. Bintang porno disuruh memakai topeng Soekarno selama beradegan mesum. CIA merekam
dan mengambil foto-foto adegan biru tersebut.[25]

Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957–1958, film porno itu
dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan
bahwa Soekarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang
Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai penerbangan. “Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto, meski
tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II.[26]

Namun foto-foto itu akhirnya tak jadi disebarluaskan. Banyak versi kenapa CIA batal menyebarkan adegan mesum itu. Sebagian
peneliti menilai kampanye hitam seperti itu tak mempan untuk menjatuhkan Soekarno. Apalagi ada mitos yang percaya jika seorang
laki-laki "gagah" dan "berkuasa", maka dirasa sah-sah saja berhubungan dengan banyak wanita, terutama mengingat bahwa raja-raja di
Nusantara pun dulu memiliki banyak istri dan selir.[25] Nasib akhir dari film yang berjudul Happy Days pada akhirnya tak pernah
dilaporkan.[26]

Masa embargo negara Adi Kuasa

Zhou Enlai, Presiden Soekarno, dan Kawashima pada saat Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 19 April 1965.
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua blok negara Adi Kuasa dengan ideologi yang bertentangan satu
sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan sekutu di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan
Tiongkok. Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival.
Amerika tidak dapat berkutik ketika Allen Lawrence Pope, agen Central Intelligence Agency tertangkap tangan. Tawar-menawar
penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya menyudahi embargo ekonomi dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk
menggelontorkan 37 ribu ton beras dan ratusan persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu setelah diplomasi tingkat tinggi
antara John F. Kennedy dengan Soekarno.[27] Sementara Uni Soviet menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena genosida
terhadap elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965–1967.[28] Indonesia sendiri terjepit di antara geopolitik Asia
Tenggara, Malaysia yang dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura yang memisahkan diri sebagai negara
baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno mengumumkan sikap konfrontatif terhadap pembentukan negara federasi Malaysia pada Januari
1963. Sehingga pada 1964–1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16 September 1963 tersebut diembargo Soekarno.[29]
Singapura membuka keran kerja sama dan berusaha dengan segala cara untuk mempertahankan perdagangan dengan Indonesia meski
telah diboikot dan diembargo. Hal ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura akibat konfrontasi tersebut.[30]

Masa keterpurukan

Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan
30 September atau G30S pada 1965.[14][31] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI
dituduh terlibat di dalamnya.[14] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan.[31] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme,
Agama, Komunisme).[7][31] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[7][14]

Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[31] Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan
dan keselamatan pribadi presiden.[31] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan
Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[31] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan
jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.[32]

Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV
MPRS.[31] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[7] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk
melengkapi pidato tersebut.[31] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[31]

Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[32]
Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[32] Setelah melakukan
Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[32]
Sakit hingga meninggal

Pemakaman Soekarno pada 22 Juni 1970 di Blitar, Jawa Timur.

Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.

Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[32] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal
dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[32] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas
Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.[32] Ia bertahan
selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot
Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[6][32] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang
dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[32] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar
Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.[32] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal TNI dr. Roebiono Kertopati.[32]

Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:[32]

1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-
angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno
meninggal dunia.

3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga saat meninggalnya.

Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto
memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.[32] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun
1970.[32] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan
makam ibunya.[32] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[32]
Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.[32]

Peninggalan

Rumah Proklamasi yang merupakan bekas kediaman Soekarno sekitar tahun 1950-1960. Di depannya, tampak Tugu Proklamasi.

Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962.

Jalan Proklamasi, yang dulunya bernama Jalan Pegangsaan Timur,[33] merupakan letak bekas kediaman Soekarno yang berada di
Jakarta Pusat. Rumah tersebut diberikan oleh Syech Faradj bin Martak. Rumah tersebut menjadi saksi bisu Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan di sana.[34] Kediaman Bung Karno yang dijadikan tempat pembacaan naskah
proklamasi kemerdekaan pun sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan kehadiran Tugu Proklamasi dengan patung Soekarno-Hatta
yang menggambarkan suasana pembacaan teks Proklamasi pada tahun 1945 dahulu.[35]

Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100
Tahun Bung Karno".[12]:247-251 Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta
menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[12] Prangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno
ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900
serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi
Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri.[12] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko,
empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[12]

Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[36] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro
dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.

Nama Soekarno diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung
Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks
olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali
pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[37]

Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan
Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan
pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati.
Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan
pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[38]

Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni
kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[39] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh
delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[39] Pada tahun 2003,
Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[12] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul
"Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[12] Selain
memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[12] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin
emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.[12]

Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno.[12] Soenuso mengaku merupakan
mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[12] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai
warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[12] Benda-benda tersebut antara lain sebuah
lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey
London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[12] Selain itu terdapat pula uang UBCN
(Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[12] Meskipun emas yang
ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[40]

Penghargaan

Gelar Doctor Honoris Causa

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[41]
Tanggal Gelar yang Dianugerahkan Nama Universitas, Kota, Negara

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


10 Januari 1951 Far Eastern University, Manila, Filipina
Law)

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,


19 September 1951 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum
Indonesia

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of Columbia University, New York, Amerika
24 Mei 1956
Law) Serikat

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of Michigan University, Michigan, Amerika
27 Mei 1956
Law) Serikat

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


8 Juni 1956 McGill University, Montreal, Kanada
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teknik (Doctor of


23 Juni 1956 Berlin University, Berlin Barat, Jerman Barat
Technical Science)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


11 September 1956 Lomonosov University, Moskow, Rusia
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


13 September 1956 Beograd University, Belgrado, Yugoslavia
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


23 September 1956 Karlova University, Praha, Cekoslovakia
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


27 April 1959 Istanbul University, Istanbul, Turki
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


30 April 1959 Warsaw University, Warsawa, Polandia
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


20 Mei 1959 Brazil University, Rio de Janeiro, Brazil
Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Politik (Doctor of


11 April 1960 Sofia University, Sofia, Bulgaria
Political Science)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Politik (Doctor of


13 April 1960 Bucharest University, Bukarest, Rumania
Political Science)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Mesin (Doctor of


17 April 1960 Budapest University, Budapest, Hungaria
Engineering)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Falsafah (Doctor of


24 April 1960 Al-Azhar University, Kairo, Mesir
Philosophy)

5 Mei 1960 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Sosial dan Politik La Paz University, La Paz, Bolivia
13 September 1962 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teknik (Doctor of Institut Teknologi Bandung, Bandung,
Technical Science) Indonesia

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Pengetahuan


2 Februari 1963 Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Kemasyarakatan

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Pengetahuan Hukum,


29 April 1963 Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
Politik, dan Hubungan Internasional

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum & Politik Royal Khmere University, Phnom Penh,
14 Januari 1964
(Doctor of Law & Politics) Kamboja

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum (Doctor of


2 Agustus 1964 University of the Philippines, Manila, Filipina
Law)

Universitas Pyongyang, Pyongyang, Korea


3 November 1964 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Pengetahuan Politik
Utara

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Institut Agama Islam Negeri, Jakarta,
2 Desember 1964
Da'Wah Indonesia

23 Desember 1964 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Sejarah Universitas Pajajaran, Bandung, Indonesia

Universitas Muhammadiyah, Jakarta,


3 Agustus 1965 Doctor Honoris Causa dalam Falsafah Ilmu Tauhid
Indonesia

Tanda kehormatan

Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan
Thabo Mbeki.[12] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo
yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[12] Soekarno mendapatkan penghargaan
tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah
menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[12] Acara penyerahan
penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang
mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[12] Penghargaan lainnya adalah Lenin Peace Prize (1960)[42] dan Philippine Legion of
Honor (Chief Commander, 3 Februari 1951).[43]
       

       

       

       

       
       

       

Bintang Republik Indonesia


Bintang Mahaputera Adipurna Bintang Gerilya Bintang Sakti
Adipurna
Medal Of The Order Of Australia
Bintang Dharma Bintang Jasa Utama Bintang Bhayangkara Utama
(O.A.M.) - Australia
Collar Of The Order Of The
Grand Cross Of The Order Of The Grand Cross Of The Order Of The Order Of Georgi Dimitrov -
Liberator General San
Condor Of The Andes - Bolivia Southern Cross - Brazil Bulgaria
Martin - Argentina
Collar Of The Order Of The Grand Cross 1st Class Of The Order Knight Grand Cross Of The Order
Order Of The Golden Spur - Tahta
White Lion - Of Merit Of The Federal Republic Of Pope Pius IX - Tahta Suci
Suci Vatikan
Czechoslovakia Of Germany - Jerman Vatikan
Grand Cordon Of The Chief Commander Of The Grand Cross Of The Military Order Supreme Companion Of The
Supreme Order Of The Philippine Legion Of Honor - Of Saint James Of The Sword - Order Of The Companions of O.R.
Chrysanthemum - Jepang Filipina Portugal Tambo - Afrika Selatan
Knight Grand Cross (First Class) Of
Resistance Medal 1st Class -
Order Of Lenin Lenin Prize The Most Illustrious Order Of Chula
Vietnam
Chom Klao - Thailand
Great Star Of The Order Of
Bintang Sewindu Angkatan Perang Satyalencana Perintis
The Yugoslav Star - Bintang Garuda
Republik Indonesia Kemerdekaan
Yugoslavia

  Bintang Republik Indonesia Adipurna[44]

  Bintang Mahaputera Adipurna[45]

  Bintang Gerilya[46]

  Bintang Sakti[47]

  Bintang Dharma[48]

  Bintang Jasa Utama[49]


  Bintang Bhayangkara Utama[50]

  Bintang Garuda[51]

  Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia[52]

  Satyalancana Perintis Kemerdekaan

Karya tulis

Sukarno. Pancasila dan Perdamaian Dunia Sukarno. (1957). Indonesia Merdeka.

Sukarno. Kepada Bangsaku : Karya-karya Bung Karno Pada Sukarno. (1959). Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. (kumpulan
Tahun 1926-1930-1933-1947-1957. esai)

Sukarno. Cindy Adams. (1965). Bung Karno: Penyambung Lidah Sukarno. (1960). Dibawah Bendera Revolusi Jilid 2. (kumpulan
Rakyat Indonesia. esai)

Sukarno. Pantja Sila Sebagai Dasar Negara. Sukarno. (1960). Amanat Penegasan Presiden Soekarno Didepan
Sidang Istimewa Depernas Tanggal 9 Djanuari 1960.
Sukarno. Bung Karno Tentang Marhaen Dan Proletar.
Sukarno. (1964). Tjamkan Pantja Sila ! : Pantja Sila Dasar
Sukarno. Negara Nasional Dan Cita-Cita Islam: Kuliah Umum
Falsafah Negara.
Presiden Soekarno.
Sukarno. (1964). Komando Presiden/Pemimpin Besar Revolusi:
Sukarno. (1933). Mencapai Indonesia Merdeka.
Bersiap-sedialah Menerima Tugas untuk Menjelamatkan R.I.
Sukarno. (1945). Lahirnya Pancasila dan untuk Mengganjang "Malaysia"!
Sukarno. (1951). Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Bung Sukarno. (1965). Wedjangan Revolusi.
Karno di Depan Pengadilan Kolonial.
Sukarno. (1965). Tjapailah Bintang-Bintang di Langit: Tahun
Sukarno. (1951). Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Berdikari.
Republik Indonesia.
Sukarno. (1965). Pantja Azimat Revolusi.

Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:


Pengarang:Soekarno

Pidato
Hari dan tanggal Rangka Judul pidato

Jumat, 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan RI Tudjuhbelas Agustus 1945

Sabtu, 17 Agustus 1946 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-1 Sekali Merdeka, Tetap Merdeka

Minggu, 17 Agustus 1947 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-2 Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang Putung

Selasa, 17 Agustus 1948 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-3 Seluruh Nusantara Berdjiwa Republik

Rabu, 17 Agustus 1949 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-4 Tetaplah Bersemangat Elang-Radjawali

Kamis, 17 Agustus 1950 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-5 Dari Sabang sampai Merauke

Jumat, 17 Agustus 1951 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-6 Tjapailah Tata, Tenteram, Kertarahardja

Minggu, 17 Agustus 1952 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-7 Harapan dan Kenjataan

Senin, 17 Agustus 1953 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-8 Djadilah Alat Sedjarah

Selasa, 17 Agustus 1954 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-9 Berirama dengan Kodrat

Rabu, 17 Agustus 1955 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-10 Tetap Terbanglah Radjawali

Jum'at, 17 Agustus 1956 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-11 Berilah Isi Kepada Hidupmu

Sabtu, 17 Agustus 1957 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-12 Satu Tahun Ketentuan

Minggu, 17 Agustus 1958 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-13 Tahun Tantangan

Senin, 17 Agustus 1959 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-14 Penemuan Kembali Revolusi Kita

Rabu, 17 Agustus 1960 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-15 Djalannja Revolusi Kita

Membangun Dunia Kembali


Jumat, 30 September 1960 Sidang Umum PBB ke-XV
To Build The World Anew

Revolusi – Sosialisme Indonesia – Pimpinan


Kamis, 17 Agustus 1961 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-16
Nasional

Jumat, 17 Agustus 1962 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-17 Tahun Kemenangan

Sabtu, 17 Agustus 1963 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-18 Genta Suara Revolusi Indonesia

Senin, 17 Agustus 1964 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-19 Tahun "Vivere Pericoloso"

Selasa, 17 Agustus 1965 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-20 Tahun Berdikari

Rabu, 22 Juni 1966 Sidang Umum MPRS IV Nawaksara

Rabu, 17 Agustus 1966 HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-21 Djangan Sekali-Kali Meninggalkan Sedjarah

Musik

Soekarno menciptakan lagu Bersuka Ria, yang muncul dalam album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso pada tahun 1965. Lagu ini
dibawakan oleh Rita Zahara, Bing Slamet, Titiek Puspa, dan Nien Lesmana.
Budaya populer

Buku
M. Yuanda Zara. Ratna Sari Dewi Sukarno. Christiaan Lambert Maria Penders (1974). The Life and Times
of Sukarno.
Sukarno, Iman Toto K. Rahardjo (Editor), Herdianto WK (Editor).
(2001). Bung Karno dan Wacana Islam: Kenangan 100 tahun Lambert J. Giebels, 1999, Soekarno. Nederlandsch onderdaan.
Bung Karno. Biografie 1901–1950. Deel I, uitgeverij Bert Bakker Amsterdam,
ISBN 90-351-2114-7
John Beilenson. Sukarno.
Lambert J. Giebels, 2001, Soekarno. President, 1950–1970, Deel
Cindy Adams. Sukarno: My Friend.
II, uitgeverij Bert Bakker Amsterdam, ISBN 90-351-2294-1 geb.,
Adams, C. (2011). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat ISBN 90-351-2325-5 pbk.
Indonesia. Penerjemah Syamsu Hadi. Ed. Rev. Yogyakarta:
Lambert J. Giebels, 2005, De stille genocide: de fatale
Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-
gebeurtenissen rond de val van de Indonesische president
7-9.
Soekarno, ISBN 90-351-2871-0
Guntur Sukarno. Sukarno: Bapakku, Kawanku, Guruku.
Rex Mortimer. (1974). Indonesian Communism Under Sukarno:
Peter Polomka. Indonesia Since Sukarno . Ideology and Politics, 1959–1965.
Clifford Geertz, Benedict Anderson, Wim F. Wertheim. Sukarno Bambang S. Widjanarko, Antonie C.A. Dake (Introduction),
di Panggung Sejarah Rahadi S. Karni (Ed.). (1974). The Devious Dalang: Sukarno and
Justus Maria van der Kroef. Indonesia After Sukarno. the So-Called Untung-Putsch.

Peter Kasenda. Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926–1933. Hal Kosut (Ed.). (1976). Indonesia: The Sukarno Years.

Ayub Ranoh. Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis- Franklin B. Weinstein. (1976). Indonesian Foreign Policy and
Etis Atas Kepemimpinan Kharismatis Sukarno. the Dilemma of Dependence: From Sukarno to Soeharto.

Books LLC. Sukarno: Indonesia-Malaysia Confrontation, Masashi Nishihara, Dean Praty R. (Translator). (1976). Sukarno,
Transition to the New Order, Mohammad Hatta, Megawati Ratna Sari Dewi, dan Pampasan Perang: Hubungan Indonesia-
Sukarnoputri, Constitution of Indonesia. Jepang 1951–1966.

Anonim. (1956). Presiden Sukarno di Tiongkok. Ganis Harsono. (1977). Recollections of an Indonesian Diplomat
in the Sukarno Era.
Maslyn Williams. (1965). Five Journeys from Jakarta: Inside
Sukarno's Indonesia. Fatmawati Sukarno. (1978). Fatmawati: Catatan Kecil Bersama
Bung Karno (Book, #1).
John Hughes. (1967). The End of Sukarno: A Coup That Misfired:
A Purge That Ran Wild. Guntur Sukarno. (1981). Bung Karno & Kesayangannya.

Bernhard Dahm. (1969). Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Rosihan Anwar. (1981). Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga
Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961–1965.
John D. Legge (1972) Sukarno: A Political.
Ramadhan Kartahadimadja. (1981). Kuantar ke Gerbang: Kisah Tim Buku TEMPO. (2010). Sukarno: Paradoks Revolusi
Cinta Inggit dengan Sukarno. Indonesia.

Marshall Green. (1990). Dari Sukarno ke Soeharto: G30 S-PKI Arifin Surya Nugraha. (2010). Fatmawati Sukarno : The First
dari Kacamata Seorang Duta Besar. Lady.

Willem Oltmans. (1995). Mijn vriend Sukarno. M. Ridwan Lubis (2010). Sukarno dan Modernisme Islam.

John Subritzky. (2000). Confronting Sukarno: British, American, Books LLC. (2010). People From Blitar, East Java: Sukarno.
Australian and New Zealand Diplomacy in the Malaysian-
Bücher Gruppe. (2010). Nationalheld Indonesiens: Tan Malaka,
Indonesian Confrontation, 1961–65.
Liste Indonesischer Nationalhelden, Sukarno, Mohammad
Angus McIntyre, David Reeve. (2002). Sukarno in Retrospect: Hatta, Abdul Muis, Diponegoro, Iskandar Muda.
Annual Indonesia Lecture Series # 24.
Hong Liu. (2011). Sukarno, Tiongkok, & Pembentukan Indonesia
Victor M. Fic. (2004). Anatomy of the Jakarata Coup: October 1, (1949–1965).
1965: The Collusion with China Which Destroyed the Army
Hephaestus Books. (2011). National Heroes Of Indonesia,
Command, President Sukarno and the Communist Party of
including: Tuanku Imam Bonjol, Sukarno, Wage Rudolf
Indonesia.
Supratman, Diponegoro, Mohammad Hatta, Adam Malik, Yos
Antonie C.A. Dake. (2005). Sukarno File: Berkas-berkas Sudarso, Sudirman, Hamengkubuwono Ix, Sutan Sjahrir, Kartini,
Soekarno 1965–1967 – Kronologi Suatu Keruntuhan. Sultan Agung Of Mataram, Abdul Muis, Rizal Nurdin.

Wijanarka. (2006). Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Peter Kasenda. (2012). Hari – Hari Terakhir Sukarno.
Palangkaraya.
Jesse Russell (Editor), Ronald Cohn (Editor). (2012). Rukmini
Reni Nuryanti. (2007). Perempuan dalam Hidup Sukarno: Sukarno.
Biografi Inggit Garnasih.
Joseph H. Daves. (2013). The Indonesian Army from Revolusi to
Reni Nuryanti. (2007). Istri-istri Sukarno. Reformasi Volume 1: The Struggle for Independence and the
Sukarno Era.
Helen-Louise Hunter. (2007). Sukarno and the Indonesian Coup:
The Untold Story. Joseph H Daves. (2013). The Indonesian Army from Revolusi to
Reformasi: Volume 1 – The Struggle for Independence and the
M. Yuanda Zara. (2008). Sakura Di Tengah Prahara: Biografi
Sukarno Era.
Ratna Sari Dewi Sukarno.
Stefan Seefelder. (2014). Die Bedeutung Der Fruhen Komintern
Wawan Tunggul Alam. (2008). Demi Bangsaku: Pertentangan
Fur Die Kommunistischen Antikolonialen Bewegungen Asiens.
Sukarno vs Hatta.
Maos Und Sukarnos.
Arifin Suryo Nugroho. (2009). Srihana-Srihani:Biografi Hartini
Peter Kasenda. (2014). Sukarno, Marxisme & Leninisme: Akar
Sukarno.
Pemikiran Kiri & Revolusi Indonesia.
Onghokham. (2009). Sukarno, Orang Kiri, & Revolusi G30S 1965.
Walentina Waluyanti de Jonge. (2015). Sukarno-Hatta Bukan
Rushdy Hoesein. (2010). Terobosan Sukarno Dalam Proklamator Paksaan.
Perundingan Linggarjati.
Dr. Syafiq A. Mughnie,M.A.,PhD. Hassan Bandung, Pemikir Islam ISBN 90-6718-178-1
Radikal. PT. Bina Ilmu, 1994, pp 110–111.
Stefan Huebner, Pan-Asian Sports and the Emergence of
Leslie H. Palmier. Sukarno, the Nationalist. Pacific Affairs, vol. Modern Asia, 1913–1974. (http://nuspress.nus.edu.sg/products/p
30, No, 2 (Jun. 1957), pp 101–119. an-asian-sport-and-the-emergence-of-modern-asia-1913-197
4) Singapore: NUS Press, 2016, 174-201.
Bob Hering, 2001, Soekarno, architect of a nation, 1901–1970,
KIT Publishers Amsterdam, ISBN 90-6832-510-8, KITLV Leiden,

Lagu
Lagu berjudul "Untuk Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno" ditulis pada awal dekade 1960-an oleh Soetedjo dan dipopulerkan oleh
Lilis Suryani, solis perempuan terkenal Indonesia era itu. Liriknya penuh dengan puja-puji untuk Presiden seumur hidup tersebut.

Film, televisi, dan panggung pertunjukan

Di kancah perfilman, hiburan televisi, dan panggung teater Indonesia dan negara lain, ada beberapa aktor yang memerankan sosok
Bung Karno. Semua aktor tersebut, tentu saja bermain dalam film dan panggung pertunjukan dan judul yang berbeda. Kebanyakan aktor
itu, ketika mendapatkan tawaran main, merasa bangga karena memerankan tokoh besar, pahlawan proklamator, bapak pendiri bangsa,
sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.

Catatan

1. Dalam autobiografi Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams (Bobbs-Merrill Company Inc, New York, 1965) Sukarno menyebutkan
lahir di Surabaya, "Bapak dipindah ke Surabaya dan di sanalah aku dilahirkan" (halaman 26), selanjutnya "Aku dilahirkan pada tahun 1901...
Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal 6 Juni." (halaman 21). Namun dalam beberapa dokumen mencantumkan tanggal 6 Juni
1902 di antaranya "Dalam Buku Induk TH Bandoeng yang sekarang masih tersimpan di ITB terbaca bahwa tanggal lahir Soekarno adalah 6 Juni
1902."[2]:37[3]:16 Pendapat lain adalah "Dari Buleleng, ia mendapat temuan ayah Soekarno dipindah ke Surabaya tahun 1901. Dan pada 1902
Soekarno lahir. "Kalau akhirnya dibuat 1901 itu mungkin untuk memudahkan sekolahnya saja," ujar Nurinwa."[4] Adapun kontradiksi perbedaan
tahun kelahiran ini akhirnya dapat dijelaskan dalam dialog antara Sukarno dan ayahnya pada halaman 35 "Kalau perlu kita berbohong. Kita
akan mengurangi umurmu satu tahun. Pada tahun ajaran yang baru engkau akan didaftarkan dengan umur tiga belas." - Oleh karenanya dapat
dipastikan bahwa tanggal kelahiran Sukarno yang sesungguhnya adalah tanggal 6 Juni 1901.

2. "Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970."[5]

3. Bambang Eryudhawan, IAI: Ketika berdiri pada tahun 1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng berisi Fakultas Teknik saja. Bidang ilmu yang
diajarkan, terutama: a) Ilmu Pasti, b) Ilmu Alam, c) Mekanika, d) Arsitektur, e) Ilmu bahan bangunan, f) Sipil Basah/Bangunan air, g) Jalan dan
Jembatan, h) Mesin, i) Elektro, j) Surveying and leveling , k) Geodesi, l) Hukum pemerintahan dan perdagangan, m) Kebersihan, n) Teknik
penyehatan, o) Pertanian, p) Geologi terapan, q) Sejarah kebudayaan

4. Bambang Eryudhawan, IAI: Soekarno sebagai insinyur dianggap menguasai soal sipil basah, jalan dan jembatan, serta arsitektur. Di arsitektur,
gurunya adalah dua bersaudara Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker dan Prof. Ir. Richard Leonard Arnold Schoemaker yang mengajar di
kelas: arsitektur, sejarah arsitektur, rencana kota, pembuatan bestek dan taksiran biaya.
5. Algemeene Studieclub atau Algemeene Studie Club (ASC) adalah klab kuliah umum yang didirikan oleh para intelektual nasionalis Bumiputera
di Tanah Pasundan, Bandung pada zaman Hindia Belanda tahun 1926. Presiden Sukarno adalah salah satu anggota pendirinya. Sebagai
kelanjutan kelompok studi itu, Soekarno dengan kawan-kawan kemudian mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang merupakan cikal
bakal Partai Nasional Indonesia pada 4 Juli 1927. Pemerintah kolonial Belanda tampak sangat khawatir melihat kepopuleran Soekarno,
bersama Maskun, Gatot Mangkupradja, Supriadinata dan pertumbuhan pesat PNI. Dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan, pemerintah
kolonial menangkap dan menahan ratusan aktivis PNI pada 29 Desember 1929.[22]

Galeri

Soekarno pada tahun 1947.

Presiden Soekarno pada suatu kunjungan pameran lukisan di Jakarta, mengamati lukisan 'Sumilah' karya Sudibjo.
 

Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dalam upacara pembukaan PON II/1951.

Potret resmi Presiden Soekarno pada era 1960-an.

Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Nehru melihat Indira Gandhi menerima bunga pada kunjungannya ke Borobudur.
 

Letnan Vosveld melapor ke Soekarno.

Soekarno melakukan penutupan sidang kepada Genseikan.

Mobil Soekarno yang diberikan kepada Kolonel Julian.


 

Soekarno berjabat tangan dengan Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo.

Soekarno selesai bertemu dengan Sutan Sjahrir. Di belakang adalah Mohammad Roem.

Soekarno berterima kasih atas dilibatkannya rakyat Jawa dalam pemerintahan.


Referensi

1. A. Setiadi (2013), Soekarno Bapak Bangsa, Yogyakarta: Palapa, pp.21.

2. (Indonesia) Goenarso (1995). Riwayat perguruan tinggi teknik di Indonesia, periode 1920–1942. Bandung: Penerbit ITB.

3. (Indonesia) Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid I: Selintas Perkembangan. Bandung: Penerbit
ITB.

4. Iswidodo (ed.), Surya (Minggu, 29 Agustus 2010 20:28 WIB). "Antropolog UGM: Bung Karno Lahir di Surabaya" (http://www.tribunnews.com/2010/
08/29/antropolog-ugm-bung-karno-di-surabaya) . tribunnews.com. Diakses tanggal 11 September 2015.

5. "Soekarno – biografi" (http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan


Presiden-Presiden Republik Indonesia. Diakses tanggal 6 Juni 2015.

6. (Indonesia) Kasenda, Peter (2010). Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926–1933. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 979-373-177-X.

7. (Indonesia) Warman, Asvi (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN 979-709-404-1.

8. (Indonesia) Adams, Cindy (1984). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. ISBN 979-96573-2-6.

9. "Soekarno tanpa achmad" (https://historia.id/politik/articles/sukarno-tanpa-ahmad-PzgE6) .

10. (Inggris) Adams, Cindy (1965). Sukarno, an autobiography as told to Cindy Adams. New York: The Bobs Merryl Company Inc. ASIN B0007DFFFK
(https://www.amazon.com/dp/B0007DFFFK) .

11. (Cindy Adams, terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman
32

12. Kisah Istimewa Bung Karno. Kompas Media Nusantara. 2010. ISBN 978-979-709-503-1.

13. "Oost Indië" (https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010025560) . 15 Jul 1921 – via KB NBM Mfm MMK 0030 [Microfilm].

14. (Inggris) Brown, Colin (2007). Sukarno. Microsoft ® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation.

15. (Indonesia) Sakri, A. (1979b). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid II: Daftar lulusan ITB. Bandung: Penerbit ITB.

16. "Menguak Sisi Artistik Bung Karno" (https://web.archive.org/web/20121109041359/http://komunitasbambu.com/regular/resensileng.php?id=


21) . Arsip Sunjayadi.com. Diarsipkan dari versi asli (http://komunitasbambu.com/regular/resensileng.php?id=21) tanggal 2012-11-09.
Diakses tanggal 18 September 2015.

17. Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia (https://web.archive.org/web/20120113094006/http://melayuonline.com/ind/h


istory/dig/342) . Jakarta: Gema Insani Press. Diarsipkan dari versi asli (http://melayuonline.com/ind/history/dig/342) tanggal 2012-01-
13.

18. Santi Widhiasih (Senin, 11 September 2006). "Jejak Arsitektur Sang Presiden" (https://web.archive.org/web/20110614114736/http://cisral.unpad.
ac.id/index.php/2007/07/13/jejak-arsitektur-sang-presiden/) . Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli (http://cisral.unpad.ac.id/index.php/2
007/07/13/jejak-arsitektur-sang-presiden/) tanggal 2011-06-14. Diakses tanggal 11 September 2015. Resensi atas buku Bung Karno Sang
Arsitek – Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926 – 1965

19. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia. PT
Balai Pustaka.
20. Yuke Ardhiati, JJ. Rizal (ed.), Edi Sedyawati (pengantar) (Juni 2005). Bung Karno Sang Arsitek - Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang
Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu.

21. Dahm, Bernhard (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Penerbit LP3ES Jakarta. hlm. 47–48.

22. Yudi Latif (2008). "Indonesian Muslim Intelligentsia and Power" (https://books.google.co.id/books?id=FLR3uqRr-1oC&pg=PA183&lpg=PA183&dq=
Fikiran+Ra%27jat&source=bl&ots=Zgh0hwbxrh&sig=fslTILrZYNMM8LqallrLaxFei84&hl=en&sa=X&ved=0CB8Q6AEwATgKahUKEwjl_tCx95vHAh
UFI44KHUI7Cq4#v=onepage&q=Fikiran%20Ra'jat&f=false) . ISEAS Publishing.

23. Kasenda, Peter (2013). "SOEKARNO: Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar" (https://web.archive.org/web/20160305120926/http://www.p
rismajurnal.com/issues.php?id=%7B1091C553-A3AC-9E60-3D10-5B08943CF4EB%7D) . Jakarta Selatan: Jurnal Prisma. hlm. hal 2 & 3.
Diarsipkan dari versi asli (http://www.prismajurnal.com/issues.php?id=%7B1091C553-A3AC-9E60-3D10-5B08943CF4EB%7D) tanggal 2016-
03-05. Diakses tanggal 2015-09-09. Membaca kembali Sukarno. Sumber lain menyebut tahun 1924 dan 11 Juli 1925 sebagai hari kelahiran
organisasi kuliah umum tersebut

24. Anwar Khumaini (Jumat, 1 Juni 2012 06:12). "7 Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno" (https://web.archive.org/web/20140730051513/htt
p://m.merdeka.com/piala-dunia/7-percobaan-pembunuhan-terhadap-bung-karno.html) . Merdeka.com. Diarsipkan dari versi asli (http://m.merd
eka.com/piala-dunia/7-percobaan-pembunuhan-terhadap-bung-karno.html) tanggal 2014-07-30. Diakses tanggal 9 September 2015.

25. Ramadhian Fadillah (Kamis, 11 September 2014 01:02). "CIA bikin film porno Presiden Soekarno & pramugari cantik Rusia" (http://www.merdek
a.com/peristiwa/cia-bikin-film-porno-presiden-soekarno-pramugari-cantik-rusia.html) . www.merdeka.com. Diakses tanggal 15 September
2015.

26. Yudi Anugrah Nugroho. "Film Porno Mirip Sukarno" (http://historia.id/modern/film-porno-mirip-sukarno) . historia.id. Diakses tanggal
15 September 2015.

27. Kurnia Illahi (Minggu, 16 Agustus 2015−06:39 WIB). "Kecerdikan Soekarno Manfaatkan Soviet dan Amerika" (http://nasional.sindonews.com/rea
d/1032742/19/kecerdikan-soekarno-manfaatkan-soviet-dan-amerika-1439470065) . Nasional.sindonews.com. Diakses tanggal 15 September
2015.

28. "Ketika Alutsista Diembargo ..." (http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/10/04/0035.html) (ryi/bur/fan). Kompas.com. Diarsipkan dari
versi asli (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0010/05/nasional/keti21.htm) tanggal Wed Oct 04 2000 – 16:46:34 EDT. Diakses tanggal
15 September 2015.

29. Peter N. Nemetz (1990). The Pacific Rim: Investment, Development and Trade: Second Revised Edition (https://books.google.co.id/books?id=zbepR
mE3zukC&pg=PA18&lpg=PA18&dq=Embargo+Indonesia+1965&source=bl&ots=VFizthbfhS&sig=u8qtkJXhDmhjOVrFy4AHpiX6PWI&hl=en&sa=X&v
ed=0CC4Q6AEwAmoVChMIvpO8kKT8xwIVgk6OCh0w1g5y#v=onepage&q=Embargo%20Indonesia%201965&f=false) . Vancouver BC: University
of British Columbia Press. hlm. 16–20.

30. Kawin Wilairat. "Singapore's Foreign Policy" (https://books.google.co.id/books?id=IpFFBAAAQBAJ&pg=PA26&lpg=PA26&dq=Embargo+Indonesia+


1965&source=bl&ots=Yq7_7TVuBl&sig=OxwIiL7OKWYaYHZZ0e5O9gE9rpI&hl=en&sa=X&ved=0CDsQ6AEwBWoVChMIvpO8kKT8xwIVgk6OCh0w1g5
y#v=onepage&q=Embargo%20Indonesia%201965&f=false) . Singapore: The Institute of Southeast Asean Studies.

31. (Inggris) Aji, Achmad Wisnu (2010). Kudeta Supersemar: Penyerahan atau Perampasan Kekuasaan?. Garasi House of Book. ISBN 978-979-25-
4689-7. Halaman 36, 145.

32. Huda M., Nurul (2010). Benarkah Soeharto Membunuh Soekarno?. Starbooks. ISBN 978-979-25-4724-5. Halaman 5, 57, 84-89.

33. Nama Jalan Proklamasi Akan Dikembalikan (https://www.beritasatu.com/beritasatu/megapolitan/297252/nama-jalan-proklamasi-akan-dikemb


alikan-lagi-menjadi-pegangsaan-timur)
34. Merrillees, Scott (2015). Jakarta: Portraits of a Capital 1950-1980 (https://books.google.co.id/books?id=akLWjgEACAAJ&dq=JAKARTA:+Portraits+
of+a+Capital+1950-1980&hl=en&sa=X&redir_esc=y) . Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 44. ISBN 9786028397308.

35. Farrel M. Rizqy, ed. (2009). Bung Karno – Di Antara Saksi dan Peristiwa (https://books.google.co.id/books?id=lxlRVJfadhQC) [Bung Karno –
Between Witnesses and Events]. Jakarta: Kompas. hlm. 64. ISBN 9789797094096.

36. Roy (3 Juni 2008). "Kuba Terbitkan Prangko Bung Karno dan Fidel Castro" (http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/03/01462536/kuba.terbi
tkan.prangko.bung.karno.dan.fidel.castro) . Kompas Cyber Media. Diakses tanggal 3 Juni 2008.

37. Nurdin Saleh (15 Januari 2001). "Gelora Senayan Siap Berubah Menjadi Gelora Bung Karno" (https://web.archive.org/web/20120118171746/htt
p://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2001/01/15/brk,20010115-18,id.html) . Tempo Interaktif. Diarsipkan dari versi asli (http://www.tem
pointeractive.com/hg/nasional/2001/01/15/brk,20010115-18,id.html) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 5 Juni 2010.

38. Info UBK (http://www.universitasbungkarno.com/profile-2) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20100503180233/http://www.universitas


bungkarno.com/profile-2) 2010-05-03 di Wayback Machine., Universitas Bung Karno. Diakses pada 5 Juni 2010.

39. Profil Yayasan (http://www.yayasanbungkarno.or.id/yayasan-profil.php) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20100715190313/http://ww


w.yayasanbungkarno.or.id/yayasan-profil.php) 2010-07-15 di Wayback Machine., Yayasan Bung Karno. Diakses pada 3 Agustus 2010.

40. "Satria Piningit Mengaku Temukan Harta Karun Bung Karno" (https://web.archive.org/web/20100719171343/http://www.suaramerdeka.com/hari
an/0305/17/nas6.htm) . Suara Merdeka. 17 Mei 2003. Diarsipkan dari versi asli (http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/17/nas6.htm)
tanggal 2010-07-19. Diakses tanggal 3 Agustus 2010.

41. Apa dan Siapa Ir. Sukarno (http://www.yayasanbungkarno.or.id/biografi.php) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20100629015211/htt


p://www.yayasanbungkarno.or.id/biografi.php) 2010-06-29 di Wayback Machine., Yayasan Bung Karno. Diakses pada 3 Agustus 2010.

42. Yearbook of the Great Soviet Encyclopedia. Moscow. Russian: Sovetskaya Entsyiklopediya. 1961.

43. "Briefer on the Philippine Legion of Honor" (http://www.gov.ph/briefer-on-the-philippine-legion-of-honor/) . Official Gazette of the Republic of
the Philippines. Gov.ph. Diakses tanggal 2013-04-13.

44. "Penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipurna Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=2


5&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-
Presiden RI. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

45. "Penghargaan Bintang Mahaputera Adipurna Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=31&from_


box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

46. "Penghargaan Bintang Gerilya Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=185&from_box=list&hl


m=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

47. "Penghargaan Bintang Sakti Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=183&from_box=list&hlm=1


&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

48. "Penghargaan Bintang Dharma Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=184&from_box=list&hl


m=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.
49. "Penghargaan Bintang Jasa Utama Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=186&from_box=list
&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

50. "Penghargaan Bintang Bhayangkara Utama Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=187&from_


box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

51. "Penghargaan Bintang Garuda Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=188&from_box=list&hl


m=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

52. "Penghargaan Bintang Sewindu APRI Presiden Soekarno" (https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=189&from_box=li


st&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=1&presiden=sukarno) . Kepustakaan Presiden-Presiden RI.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-09-07.

Lihat pula

Algemeene Studie Club (ASC), (1926). Konsepsi Presiden Soekarno (1950– Vivere pericoloso, (1964).
1959)
Marhaenisme, (1926–1927). Trisakti, (1964).
Operasi Trikora, 19 Desember 1961).
Perserikatan Nasional Indonesia, 4 Juli Berdikari, (1965).
(1927). Pasukan Gerilya Rakyat
Conference of The New Emerging
Sarawak/Pasukan Rakyat Kalimantan
Fikiran Ra'jat, (1932). Forces (Conefo), 7 Januari (1965)
Utara, (1962–1966).
Pancasila, (1945). Gerakan 30 September, 1 Oktober (1965)
Ganyang Malaysia, (1962–1966).
Nasonalisme, Agama, Komunisme, Nawa Aksara, 22 Juni (1966).
Games of the New Emerging Forces
(1956).
(Ganefo), (1962). Jangan Sekali-kali Meninggalkan
Demokrasi terpimpin (1959). Sejarah, 17 Agustus (1966).
Sarinah, (1963)
Manifesto politik, Undang-Undang Dasar Surat Perintah Sebelas Maret, 11 Maret
Unifikasi Indonesia Raya (Indonesia
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi (1966).
dengan rumpun Melayu), 1920-1950-an.
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
De-Soekarnoisasi, (1967–1998).
Kepribadian Indonesia (Manipol-Usdek), Unifikasi Mafilindo (Malaya, Filipina
(1959). dan Indonesia), 1963.

Pranala luar

Wikimedia Commons memiliki media mengenai Sukarno.

Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Soekarno.


Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Soekarno

Situs web resmi Soekarno Institut (http://www.soekarnoinstitut.com/) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20120606003535/


http://www.soekarnoinstitut.com/) 2012-06-06 di Wayback Machine.

Bio Soekarno di Ensiklopedi Tokoh Indonesia (http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/242-soekarno)


Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20130515130827/http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/242-so
ekarno) 2013-05-15 di Wayback Machine.

Bung Karno Dan Para Isteri Hati yang Melihat Wanita – Edisi Khusus Gatra Nomor 29 Beredar 4 Juni 2001 (http://www.gatra.com/200
1-06-07/versi_cetak.php?id=6900) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20070930185638/http://www.gatra.com/2001-06-07/v
ersi_cetak.php?id=6900) 2007-09-30 di Wayback Machine. oleh Dewi Sri Utami

Garis Waktu Soekarno tahun 1950–1965 (http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah09.shtml)

Video Soekarno Ketika Berpidato di Depan Rakyat Jakarta (https://www.youtube.com/watch?v=4manHf7iAhg)

Video Pelantikan Soekarno sebagai Presiden (https://www.youtube.com/watch?v=rJFJW5DSNus&feature=related)

Jabatan politik

Jabatan baru
Kemerdekaan Indonesia Presiden Indonesia Diteruskan oleh:
Lihat: Daftar Gubernur-Jenderal Hindia 1945–1967 Soeharto
Belanda

Diteruskan oleh:
Didahului oleh: Perdana Menteri Indonesia
Soeharto
Djuanda Kartawidjaja 1959–1966
sebagai Ketua Presidium Kabinet

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?


title=Soekarno&oldid=21538725"

Lihat riwayat suntingan halaman ini.

Anda mungkin juga menyukai