Anda di halaman 1dari 5

OTOBIOGRAFI FATMAWATI SUKARNO

Hj. Fatmawati

Ibu Negara Indonesia ke-1

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru

Pengganti Hartini (pejabat)


Siti Hartinah
Informasi pribadi
Lahir 5 Februari 1923
Bengkulu, Hindia Belanda

Meninggal 14 Mei 1980 (umur 57)


Kuala Lumpur, Malaysia

Kebangsaan Indonesia

Suami/istri Soekarno

(m. 1943; meninggal 1970)

Anak  Guntur Soekarnoputra


 Megawati Soekarnoputri
 Rachmawati Soekarnoputri
 Sukmawati Soekarnoputri
 Guruh Soekarnoputra

Orang tua  Hasan Din (ayah)


 Siti Chadijah (ibu)
Hj. Fatmawati Soekarno (5 Februari 1923 – 14 Mei 1980)[1] adalah istri dari Presiden
Indonesia pertama Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga
tahun 1967 dan merupakan istri ke-3 dari presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno dan
merupakan ibunda dari presiden kelima, Megawati Soekarnoputri.[2] Ia juga dikenal akan jasanya
dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada saat upacara
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kehidupan

Fatmawati bersama dengan lima anaknya

Fatmawati dan Soekarno

Fatmawati lahir dari kedua orangtua yang merupakan Suku Minangkabau, dari Sumatera
Barat, Hasan Din (1905–1974) dan Siti Chadijah, dengan nama Fatimah. Orang tuanya
merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura,
Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh
Muhammadiyah di Bengkulu.

Pada tanggal 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, yang merupakan
presiden pertama Indonesia. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai lima orang putra dan putri, yaitu
Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Fatmawati dikenal anti dengan poligami. Karena itu, setelah Soekarno meminta izin
untuk menikahi Hartini pada 7 Juli 1953, Fatmawati memilih untuk meninggalkan Istana Negara.

Makam Fatmawati di TPU Karet Bivak, Jakarta

Pada tanggal 14 Mei 1980, ia meninggal dunia di Kuala Lumpur, Malaysia dalam usia 57
tahun, karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah yang
kemudian dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.

KETURUNAN

Fatmawati dan Soekarno menikah pada tanggal 1 Juni 1943 dan dikaruniai 5 orang anak, yaitu:

 Guntur Soekarnoputra (l. 3 November 1944), menikah dengan Henny Emilia Hendayani
pada tanggal 16 Februari 1970. Mereka memiliki 1 orang putri.
 Megawati Soekarnoputri (l. 23 Januari 1947), Presiden Ke-5 Republik Indonesia. Dia
menikah pertama kali dengan Lettu Surindro Supjarso pada 1 Juni 1968 (w. 22 Januari
1970), menikah kedua kali dengan Hassan Gamal A. Hasan pada tanggal 22 Juni 1972
namun dibatalkan setelah 3 bulan, dan menikah terakhir kalinya dengan Taufiq Kiemas
(31 Januari 1942 – 8 Juni 2013) pada 14 Maret 1973. Ia memiliki 3 orang anak.
 Rachmawati Soekarnoputri (27 September 1950 – 3 Juli 2021), menikah pertama kali
dengan Dr. Tommy Pariatman Marzuki pada 14 Maret 1969 dan bercerai pada tahun
1973. Dia menikah kedua kali dengan Dicky Suprapto (27 September 1947 – 3 April
2006) pada tahun 1975 dan bercerai. Dia menikah terakhir kalinya dengan Benny
Sumarno (19 Mei 1949 – 2 April 2018) pada tahun 1995. Dia memiliki 3 orang anak.
 Sukmawati Soekarnoputri (l. 26 Oktober 1951), menikah pertama kali dengan Pangeran
Sujiwa Kusuma dari Mangkunegara (18 Agustus 1951 – 13 Agustus 2021) pada 16
September 1974 dan bercerai pada tahun 1983. Dia menikah kedua kali dengan
Muhammad Hilmy (1954 – 29 Oktober 2018). Dia memiliki 3 orang anak.
 Guruh Soekarnoputra (l. 13 Januari 1953), menikah dengan Guseynova Sabina Padmavati
(l. 1979) pada tanggal 19 Oktober 2002.

KISAH MENJAHIT BENDERA

Setahun setelah pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.


Bendera Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya diizinkan
berkumandang. Ibu Fatmawati kemudian berfikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk
dikibarkan di Pegangsaan 56. "Pada waktu itu tidak mudah untuk mendapatkan kain merah dan
putih di luar," tulis Chaerul Basri dalam artikelnya "Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung
Proklamasi" yang dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001. Barang-Barang bekas impor,
semuanya berada di tangan Jepang, dan kalau pun ada di luar, untuk mendapatkannya harus
dengan berbisik-bisik," tulisnya.

Berkat bantuan Shimizu, yang merupakan orang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai
perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia. Ibu Fatmawati akhirnya mendapatkan kain
merah putih. Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang memimpin
gudang di Pintu Air, di depan eks Bioskop Capitol. Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan
Timur saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Ibu Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi
fisiknya cukup rentan. Pasalnya, Ibu Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya
untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang ia menitikkan air mata
kala menjahit bendera itu. "Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi
bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih, saya jahit berangsur-angsur dengan
mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja, sebab Dokter melarang saya
menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit." kata Ibu Fatmawati dalam buku yang
ditulis oleh Bondan Winarno.
PENGHARGAAN

Nama Fatmawati diabadikan dalam Bandar Udara Fatmawati Soekarno di Kota Bengkulu
dan RSUP Fatmawati di Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Nama Stasiun MRT Fatmawati, salah satu
stasiun MRT Jakarta, diambil dari nama RSUP Fatmawati yang berada di dekat stasiun.
Kediamannya di Bengkulu kini dijadikan museum.

Anda mungkin juga menyukai