Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PRESIDEN

Presiden Pertama Ir. Soekarno (1945-1966)

Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada
tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa
hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak
Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai
anak Kartika.
Soekarno semasa sekolah dasar hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS
(Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Teknik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) dengan berhasil meraih gelar Insinyur (Gelar
untuk sarjana teknik) pada 25 Mei 1926.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, belia mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4
Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Atas idenya tersebut, Belanda, memasukkannya ke penjara
Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang
mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan.
Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya.
Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun
kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18
Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha
menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di
Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR
atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia
disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida
Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai Presiden
No Nama Presiden Presiden Tempat/Tanggal Lahir Masa Jabatan Karir Jumlah
Ke Anak

1 Soekarno I Koesno Sosrodihardjo6 18 Agustus 1945- Soekarno Bergabung


Juni 1901 Surabaya, 12 Maret 1967 Dengan Partai 12
Jawa Timur, Hindia Indonesia
Belanda
2 Soeharto II 8 Juni 1921 Kemusuk, 12 Maret 1967-21 Soeharto Berawal Saat
Yogyakarta, Hindia Mei 1998 Menjadi Prajurit KNIL 6
Belanda (1942) Atau Tentara
Kerajaan Hindia
Belanda.
3 B.J Habibie III 25 Juni 1936 Afdeling 21 Mei 1998 – 20 Pada Tahun 1998, 1
Parepare, Celebes, Oktober 1999 Dimana Saat Itu Ia
Hindia Beland Diangkat Sebagai
(Parepare, Sulawesi Presiden Republik
Selatan) Indonesia (21 Mei 1998
– 20 Oktober 1999),
4 Abdulrahman IV Jombang, Jawa Timur, 20 Oktober 1999 – lebih memilih 4
7 September 1940 23 Juli 2001 mengembangkan
pesantren.
5 Megawati V 23 Januari 1947 23 Juli 2001- 20 Megawati terbilang 3
Yogyakarta Indonesia Oktober 2004 cepat, walau banyak
rintangan yang
menghadang.
6 Susilo VI 9 September 1949 20 Oktober 2004 – walau pernah menjabat 2
Tremas, Arjosari, 20 Oktober 2014 sebagai Presiden RI dua
Pacitan, Jawa Timur, periode beruntun 2004-
Indonesia 2009 dan 2009-2014.
7 Joko Widodo VII Surakarta, Jawa 20 Oktober 2014 dia menekuni 3
Tengah, 21 Juni 1961 profesinya sebagai
pengusaha mebel.
Presiden Kedua Soeharto (1966-1998)

Kedua adalah dari Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, lahir di Dusun Kemusuk,
Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921Â Bapaknya bernama Kertosudiro
seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya
bernama Sukirah. Pada tahun 1947 beliau menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai
Mangkunegaran. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto,
Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Soeharto resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan
Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki
perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari
pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan
komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari
tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain
itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan
Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh
Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden
Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran
Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS,
Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret
1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan
diri, 21 Mei 1998.
Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal
Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal
dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky
Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan
siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta
akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP
menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak
Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek
mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang
wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan
kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang
membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu
(27/1).
Presiden Ketiga Habibie (1998-1999)

Selanjutnya adalah Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal
sebagai BJ Habibie. Beliau lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan
anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini
Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini
dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas
berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran
menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena
terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk
menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya,
terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang
ITB). Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian
mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan
dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut
Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak
sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van
Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya
setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di
Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB
Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10
perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua
Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden
itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat
refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau
pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.

Presiden Keempat Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa
Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”.
Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul
Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.
Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H.
Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan
dua tokoh bangsa Indonesia.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat
sebagai Menteri Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian
suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang profesi-
yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri
agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid.
Secara tidak langsung, Gus Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega
ayahnya yang sering mangkal di rumahnya.
Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami
garis hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan
April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan
madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya
mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Kematian ayahnya
membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan
perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada
usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang
agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan
fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca negara tidak luput dari
perhatianya. Di samping membaca, tokoh satu ini senang pula bermain bola, catur dan musik. Dengan
demikian, tidak heran jika Gus Dur pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi.
Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini
menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun
1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat
inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang,
di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke
Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur.
Perkimpoiannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pengalaman Pendidikan
Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Saat
serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur’an. Dalam usia lima tahun ia telah
lancar membaca al-Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di
sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl,
seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah
pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang
dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai
tertarik dan mencintai musik klasik.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada
tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di
pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya
menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena
merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah
Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan
rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma’shum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan
pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.
Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa
Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai
Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek
ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan
keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-
bukunya, yang membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu
menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini ada
sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang
diselenggarakan sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan
menyediakan makanan dan minuman dan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian
tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat
tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.
Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan
tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik
pamannya, K.H. Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22
tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke
Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa
karena tidak dapat langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam
sekolah persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah
ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan
dan pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku
yang dikehendaki.
Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur
ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi
maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa
Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut.

Perjalanan Karir
Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi
guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang.
Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur
mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-
tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang
intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua
pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu
Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi
nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar
negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada
awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam
diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan
lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di
lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-
dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran
adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri
dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang
diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-
27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak
Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian
dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus
Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya
masyarakat tertentu, khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang
seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman
Wahid.

Presiden Kelima Megawati (2001-2004)

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947.
Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan
Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator,
Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU,
Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat
militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita
itu tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal
Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang
putri Puan Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-
kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis,
Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung
ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari
SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega — panggilan akrab
para pendukungnya — tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang
sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam
kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya
sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk
tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi
primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara
untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati
terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu
bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak
menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi
politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung
atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia
terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan
berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan
Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres
ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh
pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum
PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan
berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah
Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk
menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas
menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI
yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh
pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha
mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP
PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-
benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega.
Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang
terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan
Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai
Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim
Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng
gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen
suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding
kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya
memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun,
tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai
Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober
2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam
pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah
kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.

Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

Terakhir Adalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan presiden RI ke-6. Berbeda
dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat
dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab
disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati,
merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti
Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti
Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus
Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000
dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik
SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di
bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional
(AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk
SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan.
Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya
menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus
SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka
SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri
untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian
penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu,
dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol.
Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi
Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS
(1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih
honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan
Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan
Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh
dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan
Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas
Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17
Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah
Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan
Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih
mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat
Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke
tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan
Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor
Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad
(1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-
1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).
Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat.
Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS,
1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983.
Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan
Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan
Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban
Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando
TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat
menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan
tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat
menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi
(Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri
Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard
Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam
IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk
menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military
Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara
Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah
kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat
Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang
Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).

Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk
pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada
pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan
posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10
Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet
Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko
Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan
mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung
putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan
mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004
beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6.
Joko Widodo, Presiden RI 2019-2024

Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961; umur 59 tahun)
adalah Presiden ke-7 Indonesia yang mulai menjabat sejak 20 Oktober 2014. Terpilih dalam Pemilu
Presiden 2014, Jokowi menjadi Presiden Indonesia pertama sepanjang sejarah yang bukan berasal dari
latar belakang elite politik atau militer Indonesia. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf
Kalla dan kembali terpilih bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam Pemilu Presiden 2019. Jokowi
pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014
didampingi Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur. Sebelumnya, ia adalah Wali
Kota Surakarta (Solo), sejak 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai
wakil wali kota.[5] Dua tahun menjalani periode keduanya menjadi Wali Kota Solo, Jokowi ditunjuk oleh
partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), untuk bertarung dalam pemilihan Gubernur
DKI Jakarta berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).[6]
Joko Widodo berasal dari keluarga sederhana, bahkan rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali ketika
dia masih kecil,[7] tetapi ia mampu menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah
Mada. Setelah lulus, dia menekuni profesinya sebagai pengusaha mebel.[7] Karier politiknya dimulai
dengan menjadi Wali Kota Surakarta pada tahun 2005. [8] Namanya mulai dikenal setelah dianggap
berhasil mengubah wajah Kota Surakarta menjadi kota pariwisata, kota budaya, dan kota batik.[9] Pada
tanggal 20 September 2012, Jokowi berhasil memenangi Pilkada Jakarta 2012. Kemenangannya dianggap
mencerminkan dukungan populer untuk seorang pemimpin yang "muda" dan "bersih", meskipun umurnya
sudah lebih dari lima puluh tahun.[10]
Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya terus melambung dan menjadi sorotan media. [11]
[12]
Akibatnya, muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk pemilihan umum presiden
Indonesia 2014.[13] Ditambah lagi, hasil survei menunjukkan, nama Jokowi terus unggul. [14] Pada awalnya,
Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa ia tidak akan mengumumkan calon
presiden dari PDI Perjuangan sampai setelah pemilihan umum legislatif 9 April 2014.[15] Namun, pada
tanggal 14 Maret 2014, Jokowi menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai calon presiden, tiga
minggu sebelum pemilihan umum legislatif dan dua hari sebelum kampanye.[16]

Anda mungkin juga menyukai