Anda di halaman 1dari 3

Untung Rugi Menjadi Sopir Taksi Online

Reporter: Arbi Sumandoyo


05 April 2017

tirto.id - Paling tidak, kata Budi, saban hari ia harus bekerja hampir 12 jam buat mencari
penumpang. Keluar dari rumah pukul 10 pagi dan kembali ke rumah menjelang dini hari. Ini
kegiatan baru baginya setelah meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan perusahaan swasta
di Bekasi.
Budi bilang ia kepincut pendapatan besar dari cerita menjadi sopir taksi online. “Saya baru
satu bulan ini bergabung,” ujarnya. “Hanya pakai satu aplikasi saja, cuma Uber.”
Budi tengah mengaso di depan sebuah minimarket di Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta
Selatan. Jari-jarinya sibuk membuka ponsel, sesekali mengecek aplikasi untuk kembali
mencari penumpang. Membawa mobil mengelilingi Jakarta bahkan sampai Bogor. Bila ingin
istirahat, ia kadang memarkirkan mobil di tepi jalan, tidur sejenak dan lantas kembali mencari
penumpang.
Bagi Budi, cerita mengenai pendapatan sopir taksi online memang menggiurkan. Namun,
pada kenyataannya, ia kewalahan mendapatkan penumpang. Apalagi di tengah jalanan
Jakarta yang selalu macet. Paling banter, katanya, sehari hanya mendapatkan delapan aplikasi
atau penumpang. “Per hari sekitar Rp400 ribu,” ujarnya. Pendapatan itu pun masih harus
dipotong untuk bensin dan makan. “Makan dan bensin Rp150 ribu.”
Budi memilih menjadi mitra Uber, perusahaan rintisan dan jaringan transportasi berpusat di
San Francisco, Amerika Serikat, yang beroperasi di 570 kota di seluruh dunia. Di Indonesia,
Uber terdapat di Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Malang, dan Yogyakarta. Budi memakai
mobil sendiri yang ia beli dengan kredit. Buat menutupi angsuran Rp4 juta per bulan, ia
setidaknya harus menyisihkan uang dari pendapatannya sehari Rp200 ribu dari usahanya
mencari penumpang selama 12 jam.
“DP mobilnya Rp15 juta,” katanya. "Kalau ditotal, pendapatan per bulan Rp10 juta.”
Jumlah pendapatan itu tak menentu, tapi per hari—dengan mengambil libur sehari—
setidaknya ia membawa penghasilan kotor Rp350 ribu - Rp450 ribu.
Iming-iming pendapatan besar sebagai sopir taksi online memang belakangan jadi tren
saat jasa taksi berbasis aplikasi masuk ke Indonesia pada 2015. Sejak itu, banyak yang
menjajal cari peruntungan dengan bergabung sebagai mitra taksi online. Bisnis sewa mobil
didaftarkan menjadi taksi Uber marak pula di Jakarta. Tak sedikit karyawan yang menyambi
sebagai sopir taksi online buat menambah pendapatan.
Seorang sopir yang menyewa mobil milik rental, bernama Syahroni, harus membayar sewa
mobil Toyota Avanza sebesar Rp1,2 juta. Uang sewa itu termasuk perawatan. Sementara buat
menyiasati pendapatan, lelaki asal Bogor ini memakai tiga aplikasi taksi online.
Pada pagi hari Syahroni menyalakan aplikasi taksi Uber, siangnya GrabCar atau Go-Car.
“Grab dan Go-Car hanya selingan, kalau jam-jam sibuk tetap pakai Uber,” katanya.
Tiap hari ia mendapatkan Rp500-Rp600 ribu dengan jam kerja sekitar 16 jam. Pendapatan itu
harus dipotong buat bensin selama sehari plus uang makan, sekitar Rp200 ribu. “Sekitar
Rp350 ribu tersisa,” tuturnya.
Bagi Syahroni, memakai mobil rental ialah siasatnya supaya ia tak terbebani dengan tagihan
membayar angsuran bulanan jika harus kredit mobil. Bahkan ia juga tak memikirkan biaya
pajak tahunan, termasuk asuransi mobil. Mobil rental ini, katanya, akan dikembalikan di hari
Sabtu saat ia mengaso seharian.

Iming-iming mendulang pendapatan besar dengan bergabung sebagai mitra penyedia jasa
aplikasi taksi online tak melulu menguntungkan. Seringkali sopir justru terjerat pada skema
yang sudah kadung ia jalani.
Misalnya Benny, sopir taksi online asal Jakarta Timur. Kepincut bergabung di dua aplikasi
penyedia jasa taksi online, ia kini seakan terjebak. Benny semula pekerja swasta, tetapi ia
memutuskan cabut dari pekerjaan lamanya itu dan mengambil mobil untuk didaftarkan di jasa
taksi online.
Saban bulan ia menerima pendapatan bersih sekitar Rp6 juta, tetapi ia juga harus bayar
cicilan Rp4,2 juta. “Bersih setiap hari bawa pulang uang Rp200 ribu,” katanya via telepon.
Bagaimana merinci pendapatan yang harus menutupi pula cicilan, kebutuhan bensin,
perawatan mobil termasuk uang bulanan untuk kehidupan sehari-hari?
Tirto melakukan perhitungan dengan skema si sopir memakai mobil dari cara ia mengkredit
dan tidak mengandalkan insentif atau bonus sebagai sopir taksi online termasuk mengurangi
nilai susut kendaraan per tahun. Misalnya, untuk mobil Xenia keluaran 2016, dengan cicilan
Rp4,2 juta, paling tidak si sopir harus menyisihkan pendapatan Rp150 ribu/hari dengan
asumsi tanpa libur sehari pun. Pendapatannya harus dibagi pula dengan biaya perawatan Rp1
juta (yang biasanya per tiga bulan), termasuk asuransi mobil sekitar Rp5 juta/ tahun.
Artinya, selain harus menyisihkan Rp150 ribu/hari, ia harus menyimpan Rp10 ribu/ hari buat
biaya perawatan mobil dan Rp14 ribu/hari buat membayar asuransi. Jadi, paling tidak uang
untuk biaya cicilan mobil, perawatan berkala dan asuransi, si sopir ini harus menyisihkan
Rp174 ribu/hari.
Itu ditambah biaya bensin per hari. Dari wawancara para sopir taksi online, tiap hari mereka
biasa menghabiskan uang bensin sekitar Rp150-Rp200 ribu. Jika dikalkulasi semuanya, para
sopir harus mendapatkan Rp324 ribu/hari buat menutupi biaya-biaya tersebut.
Baru sisanya para sopir bisa mencari uang tambahan untuk biaya kebutuhan sehari-hari.
Sementara, buat mendapatkan pendapatan kotor per hari sekitar Rp500 ribu, setidaknya para
sopir harus bekerja selama 12 jam.
Bagaimana dengan para sopir yang memakai kendaraan dari jasa rental?
Rata-rata biaya sewa mobil untuk jasa taksi online seperti di Jakarta sebesar Rp180 ribu/hari.
Ini belum termasuk bensin yang harus terisi penuh saat mobil dikembalikan. Simulasinya:
jika sehari si sopir mendapatkan uang kotor Rp500 ribu, uang itu dipotong biaya sewa Rp180
ribu termasuk mengisi bensin dan buat uang makan sekitar Rp200 ribu. Sisanya, mereka
membawa pulang Rp120 ribu/hari.
Menurut Benny, maksimal dalam 12 jam di jalanan Jakarta, kebanyakan sopir taksi
online hanya mampu mengambil 12 aplikasi penumpang. Bila mereka harus ambil pesanan
mengantar penumpang jarak jauh, agak sulit buat mencapai 12 aplikasi penumpang dalam
sehari. Faktornya, penumpang jarak jauh selain memakan waktu, ia belum tentu membawa
penumpang baru ke arah tujuan yang sama saat kembali. Misal dari Jakarta ke Bogor
kemudian balik lagi ke Jakarta.
“Kalau jauh, kadang suka enggak bawa aplikasi lagi. Sudah kemakan waktu buat nyari
aplikasi lagi di Jakarta,” kata Benny.
Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan menarik lainnya Arbi
Sumandoyo
(tirto.id - arb/fhr)

Anda mungkin juga menyukai