Adinda Lestari
Didik Purwanto
PerpusQDV3UHVV
20
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
Perancang Sampul
Irma Rachmawati
Diterbitkan oleh
Perpusnas Press, anggota Ikapi
Jl. Salemba Raya 28 A, Jakarta 10430
Telp: (021) 3922749 eks.429
Fax: 021-3103554
Email: press@perpusnas.go.id
Website: http://press.perpusnas.go.id
perpusnas.press
perpusnas.press
@perpusnas_press
Sambutan
- iii -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Jakarta, 2019
ttd
- iv -
Kata Pengantar
Jakarta, 2019
Deputi Bidang Pengembangan
Bahan Pustaka dan Jasa Informasi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Ttd
-v-
Daftar Isi
Glosarium ............................................................................................... 93
Daftar Pustaka ....................................................................................... 95
Lampiran ............................................................................................... 97
- vii -
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Naskah kuno sebagai salah satu peninggalan atau unsur warisan budaya
masa lampau pada dasarnya mengandung nilai yang cukup tinggi dan dapat
memberikan sumbangsih bagi masa depan budaya bangsa. Isi naskah memuat
sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan,
kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat masa
lampau. Melalui naskah, generasi penerus dapat memperoleh gambaran yang
lebih luas dan jelas mengenai bentuk dan isi kebudayaannya, selain candi,
prasasti, ataupun relief. Selain itu, naskah sebagai bagian dari sastra lama
perlu dikaji karena sangat sedikit individu yang tertarik dengan naskah kuno.
Jika bangsa Indonesia hanya tertarik dengan peninggalan bersejarah yang
berbentuk fisik saja, seperti candi, prasasti, ataupun relief, naskah kuno yang
sudah terbelakang akan semakin terbelakang dan tidak terjamah.
Banyak naskah kuno di Indonesia yang menarik untuk dikaji. Salah
satunya adalah teks sastra Melayu klasik jenis hikayat. Sastra Melayu klasik
dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu puisi dan prosa, sedangkan drama
tidak dikenal dalam sastra Melayu klasik. Prosa sastra Melayu klasik lazim
disebut hikayat karena pada umumnya judul prosa Melayu klasik didahului
dengan kata ‘hikayat’. (Edwar Djamari, 1990:12). Hikayat termasuk salah satu
jenis kesastraan Melayu atau prosa lama yang berisi penuh dengan daya khayal
dan fantasi. Ceritanya berkisar pada peristiwa yang terjadi di lingkungan istana
atau kalangan raja. Kata ‘hikayat’ diturunkan dari bahasa Arab yang berarti
cerita (Liaw Yock Fang, 1991:151). Hikayat yang penuh dengan daya khayal
dan fantasi ini, mengantarkan pengarang untuk menyajikan hal-hal yang
indah dan menarik yang disampaikan melalui kisah manusia di lingkungan
istana kerajaan.
Selain itu, hikayat disebut juga dengan cerita pelipur lara. Sesuai dengan
namanya, cerita pelipur lara biasanya menceritakan hal-hal yang indah-indah
-1-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
-2-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
itu tahan untuk beberapa bulan; 2 hasil menggubah; gubahan bebas daripada
cerita lain tanpa merusak garis besar cerita: - cerita itu lebih hidup daripada
cerita aslinya; 3 ringkasan; ikhtisar (laporan dan sebagainya).
B. Tujuan Penyaduran
Penerbitan buku yang mengambil bahan dari naskah kuno koleksi
Perpustakaan Nasional RI bertujuan untuk membantu masyarakat pembaca
pada umumnya dan kalangan peneliti khususnya yang tertarik dengan
kebudayaan Nusantara. Perpustakaan Nasional RI memandang perlu untuk
menerbitkan saduran naskah Hikayat Langlang Buana (ML. 20), selain karena
ikut melestarikan warisan budaya nenek moyang, juga karena pada umumnya
cerita pelipur lara seperti hikayat ini memerlukan suatu pemahaman yang
mendalam karena jalan cerita Hikayat ini sangat rumit dan berbelit-belit, untuk
itu perlu adanya saduran yang akan memudahkan dan memahami suatu karya
sastra tanpa menghilangkan aspek-aspek estetika yang ada dalam naskah
tersebut. Buku ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami
alur cerita sehingga kandungan isi naskah dapat terbaca dengan terpahami.
-3-
-4-
Bab II
Hasil Saduran
A. Deskripsi Naskah
Hikayat Langlang Buana merupakan salah satu koleksi naskah Melayu
yang berbentuk Hikayat dari, koleksi naskah kuno yang ada di Perpustakaan
nasional RI. Naskah-naskah yang ada di perpustakaan nasional berjumlah 12
ribuan lebih, dari jumlah itu naskah Melayu berjumlah sekitar 1000 naskah,
Hikayat Langlang Buana merupakan naskah koleksi Bataviaasch Genootschap
(BG) yang merupakan lembaga yang berdiri tahun 1778. Lembaga ini terus
mengumpulkan koleksi kepurbakalaan, etnografi, buku, dan naskah. Setelah
merdeka, lembaga ini kemudian menjadi lembaga kebudayaan Indonesia,
kemudian koleksi naskah ex-BG terus terkelompok sebagai salah satu bagian
dari Museum Pusat yang kemudian dikenal menjadi Museum Nasional
kemudian tahun 1989 koleksi naskah pindah ke Perpusnas.
Naskah ditulis di atas kertas Eropa dengan cap kerta Keferstling 1863 &
Sohn 1863, berukuran 31,5 x 20,5 cm. Penomoran halaman asli menggunakan
angka Arab 1-101. Naskah setebal 101 halaman, masing-masing berisi 20
baris. Naskah dalam keadaan baik, Tulisan naskah secara keseluruhan masih
baik dan jelas terbaca tetapi kondisi kertas sudah sangat lapuk dan mudah
patah dan banyak halaman sudah lepas dari jilidnya dan berlubang dimakan
oleh serangga, untuk sampul naskah sudah lapuk. Kolofon Judul naskah ditulis
pada halaman akhir sanat 1283. Estetika Naskah dalam naskah ini tidak ada
baik iluminasi maupun ilustrasi.
Kepustakaan Naskah Hikayat Langlang Buana dengan kode ML 20
dideskripsikan dalam Catalogus Van Ronkel (1909) dan Katalogus Sutaarga
dkk (1972), serta dicatat dalam Katalog Behrend (1998). Transliterasi Hikayat
Langlang Buana telah dimuat dalam buku Seri Naskah Nusantara no 35 oleh
Mardiono. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2018). Hikayat Langlang
Buana telah dianalisis oleh Kusumo Trinurwani dalam Skripsi yang berjudul
“Hikayat Langlang Buana: Suntingan Teks Disertai Tinjauan Alur dan Tokoh”
-5-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
(Jakarta: FS UI, 1986), dan juga oleh Mohd. Yusuf MD. Nor dalam buku
Hikayat Langlang Buana (Malaysia: Petaling Jaya: Fajar Bakti SDN, BHD,
1991)
B. Ringkasan Cerita
Pada awal cerita mengisahkan ada seorang raja di Keindraan yang
bernama Maharaja Puspa Indra yang mempunyai seorang puteri sangat cantik
parasnya yang bernama Tuan Puteri Kusuma Dewi, ia telah bertunangan
dengan Indra Syahperi anak dari Raja Indra Dewa, barang siapa yang melihat
paras Tuan Puteri Kusuma Dewi maka berahilah ia. Maka banyak raja dan
anak raja yang berahi akan Tuan Puteri Kusuma Dewi tersebut. Oleh maharaja
tuan puteri dibuatkan sebuah mahligai di Padang Belanta Khirani.
Selanjutnya mengisahkan Raja Indra Bimaya, pada suatu saat Indra
Bimaya tertidur dan bermimpi didatangi seorang tua. Dia diperlihatkan gambar
seorang puteri yang cantik jelita yang tak lain adalah Tuan Puteri Kusuma
Dewi. Setelah Indra Bimaya melihat gambar Tuan Puteri Kusuma Dewi, ia
jatuh pingsan. Setelah sadar dari pingsannya Indra Bimaya pun bermohon
kepada ayah bundanya untuk pergi mencari seperti apa yang dilihat dalam
mimpinya.
Dalam perjalanannya untuk mencari seperti apa yang dilihat dalam
mimpinya itu, Raja Indra Bimaya melalui beberapa gunung yang tinggi dan
hutan yang luas-luas. Dia bertemu dengan Sri Maharaja Sakti dan Maharesi
Antakosa, Maharesi Kusuma Candra dan Langlang Buana lalu diajarkan
beberapa ilmu peperangan dan kesaktian.
-6-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
C. Saduran
Hikayat ini diceritakan oleh orang pada zaman dahulu yang menceritakan
seorang raja yang terkenal dengan tahta kerajaan yang sangat mulia dan
sakti tiada tandingannya di dunia ini. Raja-raja mana pun takluk kepadanya.
Derajatnya sangat tinggi lagi mulia. Di dalam istananya tidak kekurangan
dayang-dayang, inang pengasuhnya yang masih gadis, dan lengkap dengan
kendil/periuk, tanglung/lampion (lentera dari kertas), serta pelita (lampu
dengan bahan bakar minyak). Demikianlah kebesaran Maharaja Puspa Indra.
Maharaja Puspa Indra memiliki seorang anak perempuan yang sangat
cantik. Warna tubuhnya seperti emas yang bercahaya. Ayah bundanya
menamainyaTuan Puteri Kusuma Dewi. Kemudian, Maharaja Puspa Indra
menyuruh orang membuat mahligai di tengah Padang Belanta Khirani
yang bersinarkan cahaya. Padang Belanta Khirani yaitu tempat dewa-dewa
bercengkrama dan tempat para mambang (makhluk halus).
Diceritakan oleh yang punya cerita bahwa siapa pun raja-raja yang
datang ke Padang Belanta Khirani dan melihat gambar Tuan Puteri, seketika
ia menjadi jatuh cinta padanya. Ada empat puluh raja yang meminang Tuan
Puteri, namun tidak seorang pun yang diterima oleh Raja Puspa Indra.
Kemudian, tuan putri bertunangan dengan anak Raja Indra Dewa, saudara
sepupu dengan permaisuri Indra Maharupa yang sangat elok parasnya. Jika
ia berjalan siang hari, seperti matahari akan terbit. Jik ia berjalan malam hari,
seperti bulan purnama empat belas hari bulan. Demikianlah rupanya anak raja
itu. Ayah bundanya menamainya Raja Indra Syahperi.
Dikisahkan ada seorang raja yang besar kerajaannya. Negerinya bernama
Lela Gembira. Raja ini memiliki tiga saudara.Yang tua tinggal di kerajaan
Negeri Lela Gembira dan dipimpin oleh raja bernama Puspa Indrakoca
sedangkan yang tengah tinggal di kerajaan di Negeri Jawa.
-7-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
-8-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
-9-
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Janganlah ayah bersedih. Biarlah aku cari sendiri Tuan Puteri yang
pernah aku lihat itu,” kata Raja Indra Bimaya.
Setelah itu, Raja Indra Bimaya kembali ke istananya lalu masuk ke dalam
kamar untuk tidur. Namun, matanya tidak juga terpejam. Ia teringat gambar
Tuan Puteri Kusuma Dewi. Keesokan pagi, Raja Indra Bimaya pergi mencari
Tuan Puteri Kusuma Dewi.
Dikisahkan bahwa Raja Indra Bimaya berjalan melewati gunung-gunung
yang tinggi dan besar, padang yang luas, dan bertemu dengan segala binatang
buas, seperti harimau dan ular yang besar-besar di dalam hutan. Binatang-
binatang itu menundukkan kepalanya, seperti orang memberi hormat kepada
Raja Indra Bimaya.
Setelah beberapa hari baginda di dalam hutan itu, baginda pun bertemu
dengan sebuah gunung yang sangat tinggi dan besar lagi indah rupanya. Ketika
sampai di kaki gunung, ia bertemu dengan seorang nenek tua.
“Hai orang muda dari mana kamu berasal dan anak siapa kamu ini?”
“Nenekku, hamba tersesat dan tidak tahu jalan.”
“Apa maksud cucuku sampai kemari?Siapa namamu?”
“Nenek, aku Raja Indra Bimaya dan ayah bundaku adalah Raja Indrakoca
dari negeri Lela Gembira.”
Ceritalah Raja Indra Bimaya kepada nenek tua itu. Kemudian, nenek
tua itu mengatakan bahwa Puteri Kusuma Dewi sudah bertunangan dengan
Raja Indra Syahperi. Akan tetapi, jika ia ingin bertemu Puteri Kusuma Dewi,
ia harus menemui Sri Maharaja Sakti karena baginda itu anak Maharaja
Mangindra Dewa.
“Ya nenekku, di manakah tempat baginda itu?” tanya Raja Indra Bimaya.
“Jika engkau ingin menemui Sri Maharaja Sakti, bawalah aku ke atas
gunung ini karena di sana ada seorang maharaja bertapa bernama Maharesi
Antakosa. Ia sangat sakti, bergurulah kepadanya. Ada satu geliga (batu
hikmat), jika engkau ingin mengubah dirimu menjadi sesuatu atau ingin
menjadi bunga malar sebarang maka sebutlah namaku dan engkau akan
berubah sesuai keinginanmu.”
- 10 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Maka geliga itu diambil oleh Raja Indra Bimaya lalu dikenakannya dan
bertanya pula baginda,“Nenek, apakah nama gunung ini?”
“Inilah Gunung Indra Maharupa.”
Kemudian, Raja Indra Bimaya dan orang tua itu naik ke gunung yang
sangat indah. Ketika sampai, terlihat Maharesi Antakosa sedang duduk dengan
murid-muridnya.
“Naiklah,” kata Maharesi Antakosa.
Raja Indra Bimaya dan maharesi pun menuju ke balai.
“Tuan hendak ke mana dan ada perlu apa datang ke sini?” tanya Maharesi
Antakosa.
“Aku hanya ingin bertemu Tuan.” Lalu, diceritakanlah masalahnya
kepada maharesi.
“Hai anakku, jika kamu ingin memperistri Kusuma Dewi, temuilah
Maharesi Kesna Candra.”
“Di manakah tempatnya maharesi itu?”
“Temui Maharesi Kesna Candra di matahari mati.Namun, jika engkau
bertemu dengan suatu rumah yang ada kembang hijau kemudian menjadi
seorang perempuan tua lalu ia berubah menjadi seorang muda yang cantik,
engkau jangan teringat akan Putri Kusuma Dewi. Jika engkau teringat,
keinginan Tuan tidak akan tercapai. Selanjutnya, engkau akan menghadapi
perang dan setelahnya akan memperoleh kemenangan.” Kemudian, baginda
pun berjalan menuju matahari mati.
Dikisahkan Raja Indra Bimaya bertemu dengan Tuan Puteri Candralela
Nurlela di padang Anta Beranta. Padang itu sangat indah. Lalu, Raja Indra
Bimaya berjalan di tengah padang itu dan menemukan serumpun bunga malar
yang sangat harum dan bunga itu berkata,“Selamat datang Tuanku Raja Indra
Bimaya.”
“Ajaib sekali padang ini, bunganya pandai menegur kita,” kata Raja
Indra Bimaya.
- 11 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 12 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
padang itu dan di dalamnya ada puteri yang bernama Candralela Nurlela
duduk dengan seorang laki-laki yang elok parasnya dan sikapnya. Raja Johan
Syahperi pun marah lalu segera turun dari atas gunung ke tengah Padang Anta
Beranta dengan bala tentara jin dan dewa-dewa.
“Hai saudaraku, darimana rakyat ini datang?” kata Raja Indra Bimaya.
“Inilah rakyat Raja Johan Syahperi, lawanlah!” kata Tuan Puteri.
Rakyat Johan Syahperi pun datang ke mahligai Tuan Puteri lalu baginda
menitahkan empat orang hulu balangnya.
“Hai laki-laki yang di atas mahligai, turun dan berperanglah dengan raja
kami. Mengapa engkau berlindung di atas mahligai itu?”
“Hai saudaraku, segeralah engkau lawan Raja Johan Syahperi,” kata
Raja Indra Bimaya kepada jin.
Raja jin itu menyembah lalu turun berperang dengan rakyat Raja Johan
Syahperi. Rakyat Raja johan Syahperi banyak yang mati. Baginda pun marah
dan berkata,”Jika demikian, besok aku akan keluar berperang.”
“Raja Johan Syahperi rupanya ingin berperang esok hari,” kata Raja
Indra Bimaya kepada Tuan Putri.
“Marilah kita ke medan perang. Mengapa engkau berlindung kepada jin
gemala hikmat itu? Apakah kau takut dengan raja kami?” seru segala hulu
balang jin.
Setelah didengar oleh Raja Indra Bimaya kata hulu balang Raja Johan
itu, baginda pun tersenyum dan berkata,“Hai saudaraku, dengarlah kata hulu
balang itu, Raja Johan itu memanggilku.”
“Engkau jangan berperang, biarlah hulu balang jin itu melawan Raja
Johan Syahperi karena engkau belum biasa berperang dengan jin,” kata Tuan
Puteri.
“Serahkan saja kepada Tuhan,” kata baginda tersenyum.
Selanjutnya, gendang perang pun dipalu kedua pihak, Raja Indra Bimaya
mengeluarkan geliga (batu hikmat) yang diberikan Maharesi Antakosa
- 13 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
kemudian keluarlah empat jin dengan segala senjatanya dan seekor kuda hijau
lalu baginda naik dan menuju ke tengah Padang Anta Beranta. Perang pun
dimulai. Mereka sangat kuat dan tidak ada yang mau mengalah/menyerah.
Perang itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam tiada henti.
Tersebutlah perkataan Maharesi Antakosa di Gunung Indra Maharupa.
Pada suatu hari baginda duduk dihadapan maharesi dan jogi(pertapa hindu).
Baginda pun tersadar akan Raja Indra Bimaya. Ia pun tahu Raja Indra Bimaya
itu berperang dan datang ke Padang Anta Beranta ditemani maharesi.
“Apa sebabnya engkau berperang?” tanya Maharesi Antakosa.
Raja Indra Bimaya meneritakan segalanya. Kemudian, Maharesi Antakosa
menceritakan perihal Raja Indra Bimaya kepada Raja Johan Syahperi. Setelah
didengar oleh baginda, Raja Johan Syahperi pun sangat senang.
Setelah itu, Maharesi Antakosa pun mohon pamit kepada Raja Johan
Syahperi lalu kembali kepada Raja Indra Bimaya. Maharesi Antakosa
membawa baginda kembali ke mahligai Tuan Puteri Candaralela Nurlela lalu
duduk makan dan minum dengan Maharesi Antakosa. Seketika itu, datanglah
pesuruhnya Raja Johan Syahperi, yaitu empat orang anak raja dan empat
orang anak menteri kepada Raja Indra Bimaya.
“Silakan duduk, saudaraku. Ada apa kalian datang ke sini?” tanya Raja
Indra Bimaya.
“Aku datang disuruh oleh paduka kakanda Johan Syahperi. Ia minta
maaf dan mempersilakan engkau menemuinya.”
“Hai anakku, marilah kita pergi menghadap Raja Johan Syahperi,” kata
Maharesi Antakosa.
Kemudian, baginda Raja Indra Bimaya dan Maharesi Antakosa pun
mengambil pakaian yang bagus. Mereka pergi ke istana Raja Johan Syahperi.
Sesampainya di sana, mereka memberi salam kepada Raja Johan Syahperi.
Mereka duduk bersama-sama di atas kursi yang keemasan dengan raja-raja,
menteri, hulu balang, dan rakyat. Raja Johan Syahperi menjamu mereka
dengan segala hidangan, makanan, minuman, dan buah-buahan. Bunyi-
bunyian, seperti rebab, kecapi, dandi, muri, bangsi, kopok, dan ceracap pun
ditabuh.
“Hai saudaraku, janganlah engkau bersedih. Selagi ada umur, aku akan
menolongmu walau harus binasa sekalipun.”
“Hai saudaraku, katakanlah yang sebenarnya!” kata Raja Indra Bimaya.
- 14 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Hai anakku, segeralah engkau kerjakan seperti kata tuanku itu,” kata
Maharesi Antakosa.
“Adapun perkerjaan saudara itu mudah-mudahan bisa aku laksanakan,”
kata Raja Indra Bimaya.
Setelah Raja Johan Syahperi mendengar kata Raja Indra Bimaya, baginda
pun sangat senang, kemudian, Raja Indra Bimaya mohon pamit kepada Raja
Johan Syahperi untuk kembali ke mahligaiTuan Puteri. Sesampainya di sana,
ia menceritakan pertemuannya dengan Raja Johan Syahperi. Setelah Tuan
Puteri mendengar kata Raja Indra Bimaya itu, maka Tuan Puteri pun berpikir
di dalam hatinya,”Baiklah juga aku menuruti kata Raja Indra Bimaya ini
karena aku pun tidak punya ibu dan bapak.”
Setelah itu, maka Raja Indra Bimaya pun menemui Raja Johan Syahperi.
“Hai saudaraku, bersiap-siaplah untuk esok hari memulai pekerjaan,”
kata Raja Indra Bimaya.
Setelah didengar oleh Raja Johan Syahperi itu, maka ia pun sangat
senang seraya menyuruh memalu bunyi-bunyian kepada segala jin.
Setelah itu, Raja Indra Bimaya kembali ke mahligai Tuan Puteri
mengeluarkan gemala hikmat itu lalu keluarlah jin dan beribu-ribu peri. Lalu,
jadilah sebuah negeri lengkap dengan isinya.
Setelah genap empat puluh hari dan empat puluh malam, kerajaan Raja
Johan Syahperi pun dihiasi dengan segala perhiasan. Perarakan (kereta)
baginda pun dihias sangat indah. Saf shalat ain al-banat dan dewangga pun
dihiasi warna keemasan. Setelah selesai menghias perarakan itu, Raja Indra
Bimaya pun memecut kudanya dan meminta masyarakat memalu bunyi-
bunyian. Kemudian, Raja Johan Syahperi pun naik ke atas perarakan itu
dan terbukalah payung intan berwarna merah berhiaskan mutiara. Karena
terlalu ramainya waktu itu maka berdirilah jogan (tombak kebesaran raja),
tunggul/tonggak, panji-panji berumbai keemasan, intan sehingga perarakan
Raja Johan Syahperi itu bergeser hingga ke mahligai Tuan Puteri Candralela
Nurlela. Tuan Puteri pun terlihat memakai pakaian yang indah.
- 15 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 16 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Selanjutnya, Raja Indra Bimaya pun pamit kepada Raja Johan Syahperi
lalu berjalan menuju matahari mati. Tidak lama berjalan, baginda bertemu
dengan suatu padang yang sangat luas dan suatu tasik yang terlihat seperti laut
dari kejauhan. Ia pun berkata dalam hati,“Laut mana gerangan ini?” Setelah
ia berpikir demikian, baginda pun berjalan menuju tasik itu. Setelah sampai
ke tasik itu, ia melihat tasik itu berombak-ombak. Pada tasik itu ada beberapa
pohon bunga-bungaan dan buah-buahan anggur dan kurma, sekalian menegur
baginda, katanya,“Tuanku Raja Indra Bimaya, baru sekarang kita bertemu.”
Melihat air di hulu tasik itu airnya manis, baginda pun bermain-main
di tepi tasik itu. Seketika angin bertiup, tasik pun berombak-ombak lalu
muncullah seekor ikan emas sangat indah, katanya,“Tuanku Raja Indra
Bimaya, baru sekarang kita bertemu.”
“Heran sekali aku melihat ikan di tasik ini pandai berkata, menegur kita
serta ia berpantun:
Diceritakan bahwa di dalam tasik itu ada seorang peri terlalu besar
kerajaannya bernama Raja Bahrum Dewa. Raja itu memiliki seorang anak
perempuan yang sangat cantik parasnya. Beberapa anak raja dan mambang,
dewa-dewa hendak meminang Tuan Puteri itu, namun baginda menolaknya
karena baginda itu berasal dari anak cucu Batara Gangga masyhur. Anak
- 17 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
perempuan itu dinamai Tuan Puteri Mandu Ratna. Ketika berumur empat
belas tahun, parasnya semakin cantik. Tak jemu mata memandang.
Ketika Raja Indra Bimaya bermain-main di tepi tasik, baginda pun
berhenti di bawah pohon beringin lalu hendak tidur. Seketika peri penunggu
pintu tasik itu pun datang menghampirinya. Baginda pun terkejut dan
berkata,“Hai orang tua, kamu siapa dan apa nama tasik ini?”
“Hai orang muda,aku ini peri menunggu tasik ini, siapa engkau dan
bangsa mana? Apa maksud tuan datang ke sini?”
“Hai nenekku, aku ini bangsa manusia dan namaku Raja Indra Bimaya.
Ayah bundaku Raja Maharaja Indrakoca dan nama negeri hamba Lela
Gembira,” jawab Raja Indra Bimaya.Lalu, diceritakanlah segala persoalannya
kepada peri itu.
“Hai cucuku, marilah ke rumah nenek barang sehari dua hari.”
“Baiklah,” kata Raja Indra Bimaya.
Baginda pun dibawa ke rumahnya. Setelah sampai ke rumah peri itu,
ia dijamu makan dan minum. Setelah itu, Raja Indra Bimaya berkata,“Ya
nenekku, siapa pemilik taman ini?”
“Inilah taman anak Raja Bahrum Dewa. Anaknya bernama Tuan Puteri
Mandu Ratna.”
“Bolehkah aku melihat Tuan Puteri itu?” tanya Raja Indra Bimaya.
“Jika engkau ingin melihat Tuan Puteri itu, nantilah ketika ia datang ke
taman ini.”
“Kapan ia mandi ke taman ini?”
“Tiga hari lagi ia akan mandi di sini.”
Diceritakan pada saat malam, Tuan Puteri Mandu Ratna Dewi duduk
dihadap oleh dayang-dayang, inang pengasuhnya. Mereka saling menceritakan
mimpi mereka dan bersenda gurau.
“Tuan Putri ingin bersuamikah?”
- 18 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 19 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah itu, Tuan Puteri tersenyum dan berkata,“Hai bayan, dari mana
engkau datang?”
“Dari Negeri Lela Gembira.”
“Hai bayan, apakah tuanmu akan datang ke sini?”
“Ya,Tuan Puteri, Raja Indra Bimaya itu akan datang.”
Kemudian, Tuan Puteri kembali ke mahligainya membawa bayan itu.
Bayan itu dibuatkan sangkar yang sangat indah. Seketika itu bayan itu pun
menjadi nuri yang terbang ke pangkuanTuan Puteri itu dan berpantun:
- 20 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Tuan Puteri pun berpaling seraya menepiskan tangan Raja Indra Bimaya.
Baginda pun tersenyum seraya berpantun:
Tuan Puteri pun tersenyum dan melirik Raja Indra Bimaya dengan
ekor matanya yang tajam. Dayang-dayang pun tertawa melihat laku Raja
Indra Bimaya itu. Tuan Puteri pun memandang Siti Mengerna menyuruh
menghidangkan makanan untuk Raja Indra Bimaya kemudian berpantun:
Raja Indra Bimaya pun tersenyum seraya memandang Tuan Puteri dan
berkata,“Marilah kita makan bersama.” Tuan Puteri pun makan bersama
dengan Raja Indra Bimaya.
Diceritakan pada siang dan malam hari ada empat orang menteri dan
empat orang hulu balang memegang senjata dan berbaju rantai berkawal di
bawah mahligai Tuan Puteri itu. Setelah didengar oleh hulu balang suara orang
tertawa di atas mahligai Tuan Puteri itu, ia berkata,“Tuan Puteri berbicara
dengan siapa?”
Maka kata seorang lagi,“Kita laporkan dulu kepada Maharaja Indra
Dewa. Kita menunggu perintah maharaja.”
Keempat hulu balang itu pun menghadap Maharaja Indra Dewa, maka
katanya kepada maharaja,“Malam tadi kami berkawal di bawah mahligai Tuan
Puteri dan kami mendengar suara seorang laki-laki tertawa di atas mahligai
Tuan Puteri.”
- 21 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah mendengar hal itu, maharaja pun pergi menghadap Raja Bahrum
Dewa itu dan menceritakan hal tersebut. Kemudian, Raja Bahrum Dewa pun
sangat marah.
“Pergilah kamu lihat anak celaka itu. Ia sudah membuat malu kita,”
perintah Raja Bahrum Dewa kepada empat puluh hulu balangnya.
Pada malam itu juga hulu balang dan semua rakyat diperintahkan Raja
Bahrum Dewa untuk mengepung laki-laki di atas mahligai Tuan Puteri Mandu
Ratna. Dayang-dayang Tuan Puteri melihat banyak orang datang. Ia pun
terkejut lalu menyembah kepada Raja Indra Bimaya,“Tuanku, banyak orang
datang mengepung kita.”
Setelah didengar oleh Tuan Puteri dan Raja Indra Bimaya, ia pun
tersenyum dan berpantun:
Tuan Puteri pun turun dari atas pangkuan Raja Indra Bimaya.
“Tuan Puteri, mau pergi ke mana?Apakah Tuan Putri mau melihat
kematian kakanda ini?”
Tuan Puteri pun terkenangkan kasih sayang Raja Indra Bimaya lalu ia
menangis dan berkata dalam hati,“Jika Raja Indra Bimaya mati, aku pun tidak
mau hidup lagi.”
Hari pun hampir siang dan Raja Indra Bimaya pun mengeluarkan
geliga(batu hikmat) pemberian Raja Johan Syahperi lalu keluarlah empat orang
jin lengkap dengan senjatanya seraya bertitah,“Hai saudaraku, berperanglah
dengan Raja Bahrum Dewa, tetapi jangan sampai terbunuh.”
Empat orang jin itu pun menyembah lalu turun berperang dengan rakyat
Raja Bahrum Dewa. Seketika rakyat Raja Bahrum Dewa banyak yang
- 22 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
tertangkap.
“Apakah laki-laki itu sudah mati?” tanya Raja Bahrum Dewa.
“Laki-laki itu tidak mati. Hamba hanya mendengar suaranya saja, tetapi
beribu-ribu rakyat dilawannya,” sembah hulu balang.
Setelah baginda mendengar sembah segala hulu balang itu, Raja Bahrum
Dewa pun marah. “Segeralah pergi, tangkap laki-laki itu!” seru Raja Bahrum
Dewa.
Raja-raja, menteri, dan hulu balang pun mengepung Raja Indra Bimaya.
“Tuanku, bagaimana nasib kita ini? Kita sudah terkepung. Ayahanda
Tuan Puteri sudah murka,” sembah inang pengasuh.
Raja Indra Bimaya pun tersenyum seraya berpantun:
Berbolong-bolong pelangi
Bertajuk bunga air mawar
Menanting setahun hujan di langit
Air di laut masakan tawar
- 23 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 24 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
istri raja-raja. Raja Indra Bimaya pun dihias pula oleh Raja Johan Syahperi
dengan pakaian kerajaan yang keemasan bertahtakan ratna mutu manikam.
Kemudian, dinaikkan ke atas perarakan lalu terkembanglah payung kerajaan
yang keemasan bertahtakan seribu gemala berapit dengan rama-rama kuning.
Segala orang di dalam negeri itu pun berlari-lari datang melihat Raja
Indra Bimaya dan memuji-muji rupa Raja Indra Bimaya. Baginda pun
turun menyambut tangan Raja Indra Bimaya dan di kiri baginda Raja Johan
Syahperi serta panji-panji itu pun ditabur orang dengan bunga-bunga.Terlihat
permaisuri datang dari dalam istana. Raja Indra Bimaya pun didudukkan oleh
baginda di sebelah kanan Tuan Puteri. Mereka seperti bulan dan matahari
dipagari bintang. Setelah itu, Raja Bahrum Dewa pun keluar menjamu Raja
Johan Syahperi.
Setelah itu, Raja Johan pun pamit kepada Raja Bahrum Dewa dan
Raja Indra Bimaya. Raja Bahrum Dewa pun memberi pakaian bersalin yang
keemasan lalu mereka berpeluk dan bercium serta bertangis-tangisan. Raja
Indra Bimaya pun teringat akan Tuan Puteri Kusuma Dewi. “Wahai Tuan
Puteri Kusuma Dewi, dimanakah gerangan kakanda harus mencari?” tanyanya
dalam hati. Kemudian, baginda pun masuk menghadap Raja Bahrum Dewa.
Setelah datang ke istana, ia ditegur oleh baginda,“Marilah duduk dekat
ayah.”
“Ya Tuanku Syah Alam, aku mohon ampun dan karunia yang maha
mulia, aku akan pergi esok hari,” kata Raja Indra Bimaya.
Baginda pun terkejut mendengarnya dan berkata,“Hai anakku, jangan
pergi dulu. Tinggallah sebulan atau dua bulan di sini karena ayah belum puas
hati memandangmu.”
“Ya Tuanku Syah Alam, jikalau aku rindu, aku akan datang menghadap
tuanku. Jikalau Tuanku mengizinkan, aku akan membawa anak Tuan,” sembah
Raja Indra Bimaya.
“Tidak ada salahnya engkau membawa adinda, tetapi nanti ayah meminta
orang menemani.”
- 25 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah itu, baginda pun tahu bahwa Raja Indra Bimaya itu orang yang
bijaksana. Baginda sangat sedih dan tidak bisa berkata-kata lagi mendengar
ceritanya. Baginda pun menangis. Kemudian, Raja Indra Bimaya kembali ke
mahligai Tuan Puteri, duduk di dekatnya dan berkata,“Wahai Tuan Puteri,
besok kakanda akan pergi menemui Sri Maharaja Sakti. Kakanda ingin Tuan
Puteri ikut kakanda menemuinya.”
“Jangankan menemui Maharaja Sakti, ke laut api sekalipun kakanda
pergi, hamba turut juga.”
Baginda pun terlalu suka cita di dalam hatinya mendengar perkataan
Tuan Puteri lalu berkata,“Jika demikian, Tuan Puteri perintahkan dayang-
dayang dan inang pengasuh agar ikut dengan kita.”
Kemudian, baginda membawa Tuan Puteri masuk menghadap ayah
bunda baginda. “Marilah engkau duduk dekat ayah.”
Maka baginda kedua pun duduklah dan menyembah bermohon kepada
ayahanda bunda baginda dan bertanya,“Kapan engkau pergi?”
“Esok hari aku pergi.”
“Hai anakku, jagalah adinda karena dia belum sempurna, sudilah kiranya
engkau mengajar dia,” kata Raja Bahrum Dewa.
Raja Indra Bimaya pamit kepada Raja Bahrum Dewa dua laki isteri
sedangkan Tuan Puteri menyembah kaki ayah bunda baginda. Kemudian,
Raja Indra Bimaya pun mengeluarkan gemala hikmat pemberian dari Raja
Johan Syahperi.Tuan Puteri pun masuk ke dalam hikmat itu dengan dayang-
dayang disusul baginda, berjalan menuju matahari mati.
Dikisahkan peri mengatakan Raja Indra Bimaya bertemu dengan
Maharesi Kusuma Candra dan Raja Indra Bimaya bertemu dengan Langlang
Buana di tasik Maharaja Sakti.
Diceritakan orang yang punya cerita ini, setelah beberapa hari berjalan,
baginda bertemu dengan gunung api bernyala-nyala. Dari kejauhan terlihat
kawahnya sampai ke udara rupanya. Baginda berpikir di dalam hatinya,“Inilah
gerangan gunung api.”
- 26 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 27 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 28 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Maharesi Kesna Candra keluar dari taman itu dan ia melihat ada seorang
muda yang sangat elok rupanya. Maharesi Kesna Candra pun tahu bahwa dia
kedatangan Raja Indra Bimaya. Kemudian, dibawanya masuk ke dalam taman
itu dan duduk bersama-sama dihadap oleh segala muridnya.
“Hai anakku, apa maksud anakku datang ke tempat ini?”
“Hamba datang minta ditunjukkan jalan menemui Sri Maharaja Sakti.”
“Hai anakku, tahukah anakku jauhnya tempat Sri Maharaja Sakti
itu? Dari sini tujuh ratus tahun burung terbang barulah sampai ke Gunung
Indranaga dan gunung itu tempat segala naga. Maka dari itu disebut Gunung
Indranaga. Jalannya pun terlalu sukar, tetapi jika anakku hendak pergi ke sana,
ambillah geliga(batu hikmat) ini dan panji-panji lalu anakku pergi ke kolam
jambang teratai kemudian tiup geliga(batu hikmat) ini maka anakku sebut
Langlang Buana supaya anakku bertemu dengan baginda, tetapi baik juga
anakku memakai cara jogi(pertapa hindu).”
Raja Indra Bimaya pamit kepada Maharesi Kesna Candra lalu Maharesi
Kesna Candra berkata,“Hai anakku, jika anakku menginginkan sesuatu,
sebutlah namaku supaya aku segera datang menemui engkau.”
Raja Indra Bimaya pun berjalan membawa isyarat Maharesi Kesna
Candra. Seketika itu juga baginda sampai ke Tasik Janang Lara. Di tasik itu
ada bunga tanjung putih, katanya,“Tuanku datang ke sini untuk meminang
Tuan Puteri Kusuma Dewi.”
Raja Indra Bimaya heran melihat keindahan Tasik Janang Lara yang
bunganya pandai berbicara. Setelah itu, bunga itu pun tenggelam lalu timbul
bunga tanjung kuning, demikian juga kata bidadari,“Kami malu pada Raja
Indra Bimaya.”
“Marilah kami pergi menangkap dia,” kata bidadari bungsu.
Bidadari bungsu itu pun menjadikan dirinya kumbang hijau datang
menghampiri telinga baginda. Baginda pun menangkap kumbang itu.
Kemudian, kumbang itu mengubah dirinya menjadi seorang perempuan yang
sangat cantik dan berpantun:
- 29 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Hai perempuan, jujurlah siapa engkau dan dari mana asalmu?” tanya
Raja Indra Bimaya.
“Kami ini pengasuh Tuan Puteri Kusuma Dewi,” jawabnya.
“Hai perempuan, bagaimana kabarTuan Puteri Kusuma Dewi?”
“Hampir kawin dengan Raja Indra Syahperi.”
Baginda pun terkejut seperti ingin pingsan setelah mendengar perkataan
bidadari itu sedangkan mereka tertawa-tawa melihat Raja Indra Bimaya. Lalu,
perempuan itu hilangdan Raja Indra Bimaya tidak sempat bertanya lagi.
Setelah itu, baginda mengambil sehelai daun teratai dan naik ke atas
daun teratai itu. Jika air pasang, ia hanyut ke laut. Jika surut, terdampat ke
darat. Pada malam itu Langlang Buana pun mengampiri Tasik Janang Lara.
Seorang jogi(pertapa hindu) hanyut di atas daun teratai itu sebulan
lamanya
“Apakah keinginan jogi(pertapa hindu) itu?” tanya Langlang Buana.
Langlang Buana itu pun kasihan melihat jogi(pertapa hindu) itu. Baginda
pun turun ke pulau itu.
“Hai Kesna Candra, apa maksudmu?”
“Ya tuanku, tolonglah hamba agar mendapatkan Keindraan,” kata Raja
Indra Bimaya. Lalu, ia menceritakan segala hal ihwalnya kepada Langlang
Buana.
Setelah Langlang Buana mendengar cerita Raja Indra Bimaya, ia
berkata,“Hai jogi(pertapa hindu), aku tidak dapat menolongmu jika kamu
belum belajar kepada Maharaja Sakti. Jika engkau belum mati lalu engkau
mati dan menjadi abu lalu engkau hidup lagi, engkau baru bisa beristerikan
- 30 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Tuan Puteri Kusuma Dewi. Jikalau engkau kembali dari Gunung Indranaga,
aku dapat menolongmu. Sekarang ambillah badek(pisau yang dijadikan
senjata) ini. Jika engkau sudah kembali, engkau berhentilah di Padang
Keindraan. Sebelumnya, jikalau engkau ingin naik Keindraan pada Padang
Anta Beranta itu karena padang itu jalan orang naik keindraan maka timbullah
badek(pisau yang dijadikan senjata) ini dan sebutlah namaku supaya aku
datang menemuimu.”
Langlang Buana pun hilang dan Raja Indra Bimaya pun terdampar ke
darat. Seketika baginda teringat akan anak panah pemberian Raja Johan
Syahperi lalu dipanahkannya anak panahnya itu dan disebutlah Gunung
Indranaga. Anak panah itu pun terhujam di kaki Gunung Indranaga. Ia pun
berjalan mengikuti anak panah itu kira-kira satu jam lamanya.
Ketika itu Sri Maharaja Sakti sedang duduk di balairung di depan murid-
muridnya. Baginda pun mengetahui kedatangan anak Raja Lela Gembira dan
berkata pada murid-muridnya dan anak raja-raja,“Hai anakku, pergilah temui
Raja Indra Bimaya.”
Anak raja-raja menemui Raja Indra Bimaya dan berkata,“Silahkan Tuan
temui Sri Maharaja Sakti.”
Baginda pun segera menyembah kaki Sri Maharaja Sakti dan ia
dipersilahkan duduk bersama-sama dengan segala anak raja-raja.
“Hai anakku, apa tujuanmu datang ke sini?” tanya Sri Maharaja Sakti.
Raja Indra Bimaya pun mengungkapkan tujuannya datang menemuinya.
Setelah Maharaja Sakti mengetahui tujuan Raja Indra Bimaya, baginda pun
tahu asal usul Raja Indra Bimaya. Ketika Maharaja Maya Kesna membuat
kerajaan dengan Maharaja Mengindra Dewa di Keindraan, ia turun ke dunia
menjelma menjadi bunga malar yang kemudian dimakan oleh Raja Lela
Gembira. Lalu, Sri Maharaja Sakti pun tersenyum di dalam hatinya,“Jika
begini akan menjadi perang besar kelak di Keindraan dengan Raja Indra
Syahperi.”
Raja Indra Bimaya pun duduk di gunung itu, tunduk khidmat kepada
Sri Maharaja Sakti. Beberapa kesaktian diajarkan oleh baginda. Beberapa
- 31 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
disuruh bunuh oleh Sri Maharaja Sakti lalu dihidupkan kembali. Ia disuruh
naik ke puncak niur lalu diguncang oleh baginda sehingga Raja Indra Bimaya
pun jatuh ke tanah lalu mati dan hancur luluh tulang-tulangnya. Setelah itu,
dikumpulkannya tulang-tulangnya itu dan berseru,“Hai Raja Indra Bimaya
sedang di Gunung Indranaga dan sedang di Padang Lela Sakti, bangunlah
engkau!”
Tiga kali baginda membangunkan Raja Indra Bimaya, tetapi tidak juga
bangun. Kemudian, baginda mengambil bunga rampai lalu ditaburkan di
atas tubuh Raja Indra Bimaya dan berseru,“Maharaja Bulia Kesna sedang di
Gunung Mercu Indra, sedang di padang naik daun, bangunlah engkau!”
Raja Indra Bimaya pun bangun lalu duduk menyembah kaki Maharaja
Sakti dan berjabat tangan dengan segala anak raja-raja.
“Hai anakku, apa yang kau lihat dan rasakan tadi?” tanya Sri Maharaja
Sakti.
“Hamba datang ke sebuah negeri yang sangat besar kerajaannya,” jawab
Raja Indra Bimaya.
Setelah genap tujuh bulan baginda di Gunung Indranaga itu, ia
mendapatkan banyak pelajaran dari Sri Maharaja Sakti. Akan tetapi, segala
anak raja-raja, murid Sri Maharaja Sakti itu pun sakit hati karena mereka yang
sudah lama berguru kepada Sri Maharaja Sakti tidak banyak dapat pelajaran
darinya. Kemudian, baginda pamit kepada Sri Maharaja Sakti.
“Anakku, kembalilah ke Padang Anta Beranta dan temui Langlang
Buana,” kata baginda kepada Raja Indra Bimaya.
Raja Indra Bimaya menyembah kaki Sri Maharaja Sakti lalu dipeluk
dan dicium oleh baginda. Kemudian, ia berjalan turun dari Gunung Indranaga
itu. Setelah sampai di kaki gunung, baginda memanah anak panahnya yang
sakti itu. Anak panah itu pun terhunjam ke Padang Anta Beranta. Baginda
pun berjalan di atas panah selama satu jam menuju Padang Anta Beranta.
Seketika itu juga baginda menjatuhkan badek(pisau yang dijadikan senjata)
lalu Langlang Buana turun di padang itu dengan rupa orang tua. Langlang
Buana menghampiri Raja Indra Bimaya.
- 32 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Hai cucuku, engkau sudah bertemu dengan Sri Maharaja Sakti itu.”
“Ya Tuanku, aku sudah bertemu dengan baginda Sri Maharaja Sakti.”
“Jika demikian, sebutlah olehmu Raja Johan Syahperi itu supaya engkau
beroleh naik Keindraan,” kata Langlang Buana.
Setelah itu, Langlang Buana pun hilang. Lalu, Raja Indra Bimaya pun
menyebut Raja Johan Syahperi. Seketika itu juga Raja Johan Syahperi pun
datang dengan bala tentaranya.
“Sudahkah tuan bertemu dengan Sri Maharaja Sakti itu?” tanya Raja
Johan Syahperi.
Raja Indra Bimaya menceritakan perjalanannya menemui Sri Maharaja
Sakti kepada Raja Johan Syahperi.
“Jika demikian, akan terjadi perang besar karena Maharaja Bulia
Kesna saudara sepupu dengan Maharaja Indra Mengindra Dewa. Tatkala ia
berperang berbuat kerajaan di Negeri Mercu Indra, ia pun turun ke dunia
menjelma kepada Raja Gembira. Jika demikian, patutlah Raja Indra Bimaya
ini mengambil tunangan Raja Indra Syahperi karena belum selesai pekerjaan
dengan Raja Indra Bimaya dan Indra Mengindra Dewa. Sekarang apa yang
akan engkau kerjakan?”
“Apapun yang Tuan katakan, aku turut,” jawab Raja Indra Bimaya.
“Jika demikian, marilah kita naik ke kaki Gunung Indranaga supaya kita
dengar kabar Tuan Puteri Kusuma Dewi.”
Raja Indra Bimaya menceritakan pertemuannya dengan Tuan Puteri
Kusuma Dewi ketika bertamu di Tasik Janang Lara kepada Raja Johan.
“Jikalau demikian marilah kita segera naik Keindraan sementara sebelum
ketahuan dengan Raja Indra Syahperi,” kata Raja Johan sambil tersenyum.
Hari pun malam dan baginda mengeluarkan gemala hikmat pemberian
Maharesi Antakosa. Seketika muncullah sebuah mahligai lengkap dengan
isinya dan sebuah balai. Kemudian, Tuan Puteri Mandu Ratna keluar
sedangkan baginda duduk makan dan minum bersama rakyat dijamu Raja
Johan Syahperi.
- 33 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 34 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Raja Indra Bimaya pun naik rotan itu sedangkan Raja Johan naik kuda
menuju Keindraan. Setelah sampai di Padang Belanta Khirani, baginda
melihat dari kejauhan sebuah padang yang sangat permai. Di tengah padang
itu tempat mahligai Tuan Puteri Kusuma Dewi.
“Itulah tempat Tuan Puteri Kusuma Dewi. Jika engkau ingin melihat
Tuan Puteri Kusuma Dewi, marilah aku bawa ke rumah bidadari Saludang
Mayang, tetapi ingat, engkau jangan lalai di sana. Jika engkau lalai, engkau
tidak akan pernah bertemu Tuan Puteri Kusuma Dewi,” kata Raja Johan
kepada Raja Indra Bimaya.
“Di manakah tempat bidadari Saludang Mayang itu?” tanya Raja Indra
Bimaya.
“Marilah kita bermain di tengah padang itu!” ajak Raja Johan.
Kedua anak raja itu pun berjalan ke kampung Bidadari Saludang Mayang.
“Inilah rumah Bidadari Saludang Mayang,” kata Raja Johan.
Raja Indra Bimaya pun masuk ke dalam kampung Bidadari Saludang
Mayang. Bidadari Saludang Mayang memandang baginda, bertatap mata lalu
bidadari Saludang Mayang tersenyum. Raja Indra Bimaya pun tersenyum lalu
naik ke rumah bidadari Saludang Mayang. Bidadari Saludang Mayang pun
berpantun:
- 35 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 36 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Bidadari Saludang Mayang pun menangis dan dibujuk oleh Raja Indra
Bimaya dengan kata yang manis-manis. Bidadari Saludang Mayang berkata
dalam hati,“Baiklah,aku tunjukkan Tuan Puteri Kusuma Dewi itu kepadanya.”
Ia pun berkata kepada Raja Indra Bimaya,“Esok hari aku menunjukkan
setelah hari malam.” Lalu, baginda pun duduk bersenda gurau dengan
Bidadari Saludang Mayang.
Setelah hari siang, Raja Indra Bimaya bangun dan bergegas mandi.
Setelah itu, baginda pun memakai baju. Kemudian, Bidadari Saludang Mayang
membawa Raja Indra Bimaya ke tempat Puteri Kusuma Dewi mandi ke
Taman Puspa Berahi. Setelah itu, Bidadari Saludang Mayang pun kembali ke
rumahnya dengan duka cita. Setelah Bidadari Saludang Mayang itu kembali,
Raja Indra Bimaya pun heran karena ia didak juga dapat melihat Tuan Puteri
Kusuma Dewi. Ia pun berkata,“Wahai Tuan Puteri Kusuma Dewi, bagaimana
cara kakanda melihat Tuan Puteri?” tak berapa lama, baginda pingsan di
dalam Taman Puspa Berahi. Beberapa hari baginda terlantar.
- 37 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 38 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Dayang, ada apa ramai-ramai di luar?” tanya Tuan Puteri kepada salah
satu dayangnya.
“Ya tuanku Tuan Puteri, ada seorang orang tua bangka berdandi(memakai
gendang kecil, tambur, alat bunyi-bunyian). Ia menari dan bernyanyi sangat
merdu suranya dan ramailah orang-orang melihat orang tua menari dan
berdandi(memakai gendang kecil, tambur, alat bunyi-bunyian) itu,” jawab
dayangnya.
“Pergilah, panggil ia ke sini, kita suruh ia berdandi(memakai gendang
kecil, tambur, alat bunyi-bunyian),” titah Tuan Puteri kepada inangda.
Inangda pun keluar memanggil orang tua itu.
“Hai orang tua, Tuan Puteri memanggilmu.”
“Hai inangda, katakanlah kepada Tuan Puteri, aku masuk bermain-main.”
Kemudian, keluar pula seorang suruhan Tuan Puteri memanggilnya
masuk untuk bermain.
“Tidak apa-apa, masuklah karena Tuan Puteri ingin melihatmu bermain-
main.”
Ia pun masuk Bersama kanak-kanak itu. Setelah datang ke dalam,Tuan
Puteri pun keluar dan duduk lalu berkata,“Hai orang tua, bermainlah engkau.”
Setelah Raja Indra Bimaya melihat Tuan Puteri, ia pun pingsan. Segala
dayang-dayang itu pun kasihan melihat kanak-kanak itu.
“Ada apa dengan anak ini?” tanya dayang-dayang.
“Cucu hamba ini teringat akan ibunya sudah meninggal,” jawab orang
tua itu.
Tuan Puteri pun kasihanlah melihat budak itu lalu bertitah kepada
inangda,“Hai inangda, bawa kemari budak itu!”
Inangda segera membawa budak itu kepada Tuan Puteri. Ia pun
menyambutnya dan dipangkunya. Tidak lama kemudian, budak itu pun
membuka matanya. Tuan Puteri pun sangat senang melihat kanak-kanak itu
membuka matanya. Ia pun bermain-main di pangkuan Tuan Puteri.
- 39 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Hai orang tua, cucumu itu aku ambil sebagai anak,” kata Tuan Puteri
kepada orang tua itu.
“Tiada bisa, Tuanku karena ini aku bermain, segenap negeri orang aku
pergi bermain.”
“Hai orang tua, bermainlah engkau.”
Maka orang tua itu pun berdandi(memakai gendang kecil, tambur, alat
bunyi-bunyian) dengan suara merdu. Ia menari terbongkok-bongkok dan
bernyanyi. Suaranya sangat merdu. Tuan Puteri pun sangat senang melihat
orang menari sangat indah gerakannya sedangkan budak itu bermain di
pangkuan Tuan Puteri.
Setelah selesai bermain, hari pun malam. Orang tua itu puningin pamit
kepada Tuan Puteri. Setelah didengar oleh Tuan Puteri perkataan orang tua
itu, mereka diberi makanan.
“Tinggallah dulu di sini!” pinta Tuan Puteri.
“Rumahku tidak ada orang, besok aku datang lagi bermain di sini.”
“Hai orang tua, tinggalkanlah cucumu itu di sini!”
“Ya tuanku Tuan Puteri, jikalau cucuku tinggal di sini, aku takut nanti ia
menangis.”
“Tidak apa-apa. Jika ia menangis, aku akan tidur bersamanya.”
“Baik juga tuanku sudi bersama-sama dengan cucuku ini.”
Orang tua itu pun pamit kepada Tuan Puteri lalu berjalan ke luar kota.
Budak itu pun menangis di pangkuan Tuan Puteri. Kanak-kanak itu pun
dibawanya masuk ke peraduan Tuan Puteri. Setelah sudah jauh malam, Raja
Indra Bimaya pun mengembalikan dirinya seperti semula. Dilihatnya Tuan
Puteri Kusuma Dewi tidur terlalu nyenyak. Baginda pun terlalu berahi lalu
diangkatnya Tuan Puteri itu dan dipangkunya serta dipeluk dan diciumnya.
Tuan Puteri pun terkejut dan dilihatnya seorang laki-laki yang sangat
tampan sedang memeluk dan menciumnya. Tuan Puteri pun menangis ingin
melepaskan diri darinya, tetapi tidak bisa.
“Hai orang muda, berkata jujurlah engkau. Di mana kanak-kanak tadi?”
“Kanak-kanak itu sudah pulang kepada bapaknya,” kata Raja Indra
Bimaya sambil tertawa.
- 40 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 41 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 42 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 43 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 44 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Belanta Khirani itu ada sebuah batu, di dalam goa. Batu itu tempat raja jin
yang bernama Barma Gangga. Merak emas itu pun masuk ke dalam goa batu
itu pada saat Raja Barma Gangga sedang duduk di balairung, dihadap oleh
para jin. Kemudian, merak itu pun datang membawa Tuan Puteri kehadapan
Raja Barma Gangga.
“Hai merak emas, darimana engkau membawa Tuan Puteri ini?”tanya
Raja Barma Gangga.
“Ya tuanku, Langlang Buana menitahkan agar Tuan Puteri ditaruh di
sini. Baginda beritahukan saja pada tuanku,” jawab merak emas.
Setelah Raja Gangga mendengar perkataan merak emas itu, ia pun
tahulah tentang isyarat perkataan Langlang Buana. Tuan Puteri pun menangis.
“Ya tuanku Tuan Puteri, janganlah engkau menangis, duduk juga tidak
apa-apa,” kata Raja Gangga.
Selanjutnya, perkataan Raja Indra Syahperi pun datanglah menghadap
Maharaja Puspa Indra ingin bermohon kepada raja pergi mencari Tuan Puteri.
Lalu, Raja Puspa Indra pun bertitah,“Nantilah ayahanda mengumpulkan
segala rakyat untuk menemani anakku.”
“Sudah banyak rakyat yang pergi dengan saya,”sembah Raja Indra
Syahperi.
Setelah itu, Raja Indra Syahperi pamit lalu berjalan keluar kota menuju
hutan besar-besar. Dicarinya juga tiada ia bertemu maka Raja Indra Syahperi
pun menangis dan berkata,“Hai Tuan Puteri, di mana aku harus mencarimu?”
Selanjutnya, Maharaja Puspa Indra pun menitahkan empat orang anak
raja-raja Keindraan, empat menteri dan hulu balang, serta seratus rakyat pergi
mencari Tuan Puteri itu. Namun, tidak juga menemukannya. Habislah tanah
Keindraan tidak ada kabarnya.
Tersebutlah perkataan Indra Bimaya itu, tiga hari dan tiga malam baginda
pingsan tidak sadarkan diri. Setelah ingat akan dirinya, baginda pun teringat
akan gemala hikmat pemberian Maharesi Antakosa. Disebutnya Raja Garuda
empat ekor datang maka sembah Raja Garuda,“Ya tuanku, apakah maksud
tuanku memanggil kami?”
- 45 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 46 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 47 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 48 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah sudah ia berbicara dengan Raja Indra Bimaya, segala jin itu pun
berseru,“Hai manusia berkepala satu, tidakkah keluar berperang dengan raja
kami, takutkah engkau akan raja kami?”
Setelah Raja Johan mendengar perkataan hulu balang jin itu, ia pun marah
lalu menghunus pedangnya dan naik kudanya lalu dipacunya ke tengah medan.
Kemudian, Raja Barma Gangga melihat kedatangan Raja Johan dan berkata
kepada jin,“Hai Raja Jin, mengapa engkau datang menolong dia?Mengambil
upahkah engkau kepada manusia itu sehingga engkau datang melawan aku?”
Setelah didengar oleh Raja Johan perkataan Raja Barma Gangga, ia pun
berkata,“Benarlah apa yang engkau katakana itu. Aku mengambil upah juga
kepada manusia itu. Jikalau engkau mati olehku, istrimu itulah upahnya.”
Setelah didengar oleh Raja Barma Gangga perkataan Raja Johan itu, ia
pun marah seraya menghunus pedangnya lalu diparangkannya kepada Raja
Johan. Akan tetapi, ditangkiskan oleh Raja Johan dengan perisainya lalu
keluarlah api memancar-mancar ke udara. Setelah diparangkannya oleh Raja
Johan kepada Raja Barma Gangga, kenalah tubuh Raja Barma Gangga. Raja
Barma Gangga pun membalas serangan Raja Johan. Namun, serangannya itu
dapat ditepiskan oleh Raja Johan dengan perisainya dan seribu kasaktian Raja
Johan menangkiskan parang Raja Barma Gangga.
Raja Indra Bimaya melihat Raja Johan hampir tewas berperang dengan
Raja Barma Gangga. Raja Barma Gangga itu pahlawan yang terkenal di tanah
Keinderaan. Tidak ada yang dapat menandinginya. Kemudian, Raja Indra
Bimaya datang menolong Raja Johan.
“Hai saudaraku, berhentilah engkau melawan Raja Barma Gangga,”
pinta Raja Indra Bimaya. Raja Johan pun tersenyum.
Raja Indra Bimaya datang dengan kudanya ke tengah medan peperangan
itu lalu menghunus pedangnya. Raja Barma Gangga melihatnya lalu
berkata,“Hai manusia, kembalilah engkau karena hari sudah malam. Bukannya
aku takut melawan engkau, melainkan hari sudah malam. Allah Subhanahu
Wata’ala menjadikan malam ini sebagai perhentian segala urusan hamba-Nya.
Esok hari kita kembali berperang.”
- 49 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 50 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 51 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Kardan Dewa pun masuk. Setelah datang lalu menyembah Raja Barma
Gangga. Segala perktaan Raja Indra Syahperi itu diceritakannya kepada Raja
Barma Gangga.
- 52 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 53 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Awal mula aku berperang dengan Raja Barma Gangga itu adalah ketika
Tuan Puteri diterbangkan oleh merak emas lalu dibawanya masuk ke dalam
goa itu. Hamba minta, namun Raja Barma Gangga tidak memberikannya.
Jikalau diberinya hamba ingin mengantarkannya kepada ayah bundanya,
tetapi hamba tidak tahu entahkan anak siapa atau anak raja Tuan Puteri itu.
Akan tetapi, sekarang hamba sudah berperang dengan Raja Barma Gangga.
Katakanlah kepada Indra Syahperi bahwa aku akan datang sekarang. Jikalau
aku belum berhasil ambil Puteri Kusuma Dewi itu dari tangan Barma Gangga,
aku tidak akan kembali ke tanah manusia,” jawab Raja Indra Bimaya sambil
tersenyum.
Setelah Bujanga Dewa mendengar perkataan Raja Indra Bimaya, ia pun
marah dan berkata,“Hai Raja Indra Bimaya, tidak tahukah engkau bahwa Tuan
Puteri Kusuma Dewi itu tunangan Raja Indra Syahperi? Mengapa engkau
berkata seperti itu?”
“Aku tidak tahu. Yang aku tahu adalah tunanganku diterbangkan oleh
merak emas itu ke sini!”
Setelah Raja Indra Bima Bimaya mengatakan hal tersebut, Bujangga
Dewa pun kembali dengan perasaan malu. Ia pun segera menemui Raja Indra
Syahperi dan mengatakan semua hal yang diceritakan Raja Indra Bimaya.
Raja Indra Syahperi pun semakin marah, seperti api bernyala-nyala dan ia
memerintahkan raja-raja, menteri, hulu balang, dan rakyat sekaliannya naik ke
atas kudanya dengan alat senjatanya, masing-masing menggertakkan kudanya
ke tengah medan peperangan itu. Kemudian, mereka berseru,“Mana laki-laki
yang mau mati itu dan mana hulu balang yang ingin kemenangan, marilah ke
tengah medan ini!”
Setelah didengar oleh rakyat Raja Indra Bimaya perkataan hulu balang
Raja Indra Syahperi itu, Raja Indra Bimaya pun memerintahkan hulu balang
yang empat orang itu.
“Hai saudaraku, pergilah engkau melawan segala rakyat Raja Indra
Syahperi itu!”
Pengawal empat jin itu pun menyembah lalu pergi naik ke atas kudanya
dengan segala rakyat jin dan peri, dewa, mambang, tiada terkira banyaknya,
- 54 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
lengkap dengan segala bunyi-bunyian yang sangat ramai dan rakyat seperti
ombak mengalun. Demikianlah rakyat Raja Indra Bimaya. Setelah kedua pihak
rakyat itu bertemu, mereka saling memanah dan parang-memarang segala
peri, dewa, mambang. Pahlawan empat jin itu pun peranglah dengan rakyat
Raja Indra Syahperi. Setelah berperang, rakyat Raja Indra Syahperi banyak
yang mati dibunuh oleh empat jin itu. Baginda pun heran dan memerintahkan
hulu balang mengusir rakyat itu kira-kira satu jam lamanya. Akhirnya, rakyat
Indra Bimaya pun pecahlah perangnya tudak ketahuan perginya karena terlalu
gagah sepuluh orang hulu balang itu. Setelah dilihat oleh Raja Johan akan
rakyat Raja Indra Bimaya itu sudah pecah perangnya, baginda pun sangat
marah dan menyuruh memalu gendang kembali. Lalu, masing-masing pun
kembalilah ke tempatnya.
Dikisahkan tersebutlah perkataan Raja Puspa Indra, setelah baginda
mendengar kabar Raja Indra Syahperi berperang dengan Raja Indra Bimaya,
baginda menyuruh Raja Syahbardan Dewa, raja-raja, menteri, hulu balang,
dan seluruh rakyat pergi menemui Raja Indra Syahperi. Raja Syahbardan
Dewa pun pamit lalu berjalan keluar kota bersama balatentaranya. Beberapa
hari baginda berjalan, Raja Syahbardan Dewa pun sampailah ke tempat medan
perang itu. Setelah Raja Indra Syahperi melihat Raja Syahbardan Dewa, ia pun
segera keluar pergi menemui Raja Syahbardan Dewa. Raja Indra Syahperi
datang menyembah Raja Syahbardan Dewa dan berkata,“Sudah beberapa hari
ini anakku berperang.” Lalu, diceritakanlah oleh Raja Indra Syahperi segala
hal ihwalnya perkataan Raja Indra Bimaya.
Selanjutnya, Raja Indra Syahperi meminta Raja Syahbardan Dewa agar
menyuruh orang memalu gendang perang. Setelah pagi-pagi hari, segala hulu
balang Raja Syahbardan Dewa pun naik ke atas kudanya dan ada yang naik
gajahnya berbaris-baris di tengah. Medan itu pun diperbaiki orang. Seketika
itu juga berterbanganlah debu ke udara. Setelah itu, berbunyilah gendang
perang dari kedua pihak tentara. Hulu balang Syahbardan Dewa berkata,“Hai
Raja Indra Bimaya! Marilah engkau! Mengapa engkau berlindung? Takutkah
engkau akan raja kami yang ingin membunuh engkau?”
“Hai saudaraku, biarlah hamba masuk perang karena Raja Syahbardan
Dewa keluar perang pada hari ini,” kata Raja Johan kepada Raja Indra Bimaya.
- 55 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 56 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Kemudian, bantuan dari Raja Puspa Indra pun datang menjadi penghalau
perang itu dengan segala rakyat, indra, dan candra dewa serta mambang
sekaliannya. Demikianlah diceritakan oleh orang punya cerita ini.
Tersebutlah perkataan Maharesi Antakosa di Gunung Indra Maharupa.
Pada suatu hari baginda duduk dihadap oleh segala muridnya, lalu baginda
pun teringat akan Raja Indra Bimaya berperang dengan Raja Indra Syahperi.
Baginda pun berjalan mencari Raja Indra Bimaya diiringi oleh segala
maharesi. Setelah beberapa hari lamanya baginda berjalan mencari Raja Indra
Bimaya maka sampailah dan dilihatnya oleh Maharesi Antakosa dari jauh di
Padang Belanta Khirani itu penuh dengan segala balatentara jin, peri, dewa,
dan mambang. Raja Indra Bimaya pun melihat Maharesi Antakosa itu datang,
lalu kedua anak raja itu pun segera turun dan menemuin Maharesi Antakosa
itu.
Setelah bertemu, kedua anak raja itu pun datang menyembah maharesi,
lalu dipeluk dan dicium oleh Maharesi Antakosa. Setelah itu, Raja Indra
Bimaya pun membawa Maharesi Antakosa masuk lalu duduk di atas kursi yang
keemasan dihadap oleh segala raja dan menteri, hulu balang, bintara(pegawai
rendah, tentara), dan sida-sida(Pegawai dalam istana) sekalian. Raja Indra
Bimaya pun menceritakan segala maksudnya berperang dengan Raja Indra
Syahperi dan Raja Barma Gangga. Setelah itu, terdengarlah bunyi-bunyian
kanta(kepingan seperti kaca) dan sangka yang terlalu ramai. Raja Indra Bimaya
pun tahulah akan Maharesi Kesna Candra yang datang itu maka baginda pun
segeralah datang menyambut Maharesi Kesna Candara. Setelah bertemu Raja
Indra Bimaya, ia pun segera menyembah Maharesi Kesna Candra, lalu Raja
Indra Bimaya dipeluk dan dicium oleh Maharesi Kesna Candra. Kemudian,
baginda pun membawa Maharesi Kesna Candara masuk ke dalam kota lalu
duduk di atas kursi yang keemasan, dihadap oleh segala raja, menteri, hulu
balang, dan rakyat sekalian.
Setelah beberapa lamanya baginda pun duduk makan dan minum dengan
segala raja itu. Keesokkan harinya, dari pagi-pagi hari, baginda pun menyuruh
memalu gendang perang. Maka gendang perang itu pun berbunyilah darikedua
pihak tentara itu bersaf-saf. Sementara Raja Johan pun memakai pakaian yang
keemasan serta mengenakan mahkota yang bertahtakan ratna mutu manikam
- 57 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 58 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 59 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 60 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah demikian titah baginda, Sri Maharaja Sakti pun kembali mendapatkan
Raja Indra Bimaya.
Kala itu Raja Indra Bimaya sedang berhadapan dengan Raja Indra
Syahperi, gemar pula Sri Maharaja Sakti melihat laku kedua anak raja itu
sama baik parasnya.
Adapun peperangan itu selama empat puluh hari dan empat puluh malam.
Tidak ada seorang pun yang mau mengalah. Terlalu ramainya segala bunyi-
bunyian dengan bunyi suara yang kuat segala hulu balang karena raja dengan
raja, menteri dengan menteri, hulu balang dengan hulu balang, dan rakyat
dengan rakyat. Kemudian, berantaklah/berseraklah gemala mahkota segala
raja itu bersinar rupanya, medan berseri-seri rupanya padang itu oleh cahaya
mahkota raja-raja itu. Setelah dilihat oleh Sri Maharaja Sakti akan Raja Indra
Bimaya itu berhadapan dengan Raja Indra Syahperi, seperti merak mengikal,
seketika Raja Indra Bimaya datang di kiri, seketika Raja Indra Syahperi dari
kanan, terlalu pantas rupanya laku kedua anak raja itu, sama baik parasnya
seperti gambar Keinderaan, demikianlah rupanya.
Sri Maharaja Sakti pun datang. Setelah dilihat oleh Raja Indra Bimaya
kedatangan Sri Maharaja Sakti, Raja Indra Bimaya segera turun dari atas
gajahnya, datang menyembah kaki Sri Maharaja Sakti. Dipegang oleh Sri
Maharaja Sakti tangan Raja Indra. Setelah demikian, Raja Johan dan Maharaja
Kesna Candra dan Maharesi Antakosa pun datang menyembah kaki Maharaja
Sakti. Segala raja itu pun dibawanya oleh Raja Indra Bimya ke mahligai, lalu
ke dalam istana duduk di atas kursi yang keemasan dihadap oleh raja-raja
dan menteri, hulu balang, balatentara, rakyat sekalian penuh menghadap Sri
Maharaja Sakti, lalu baginda berkata kepada Raja Indra Bimaya,“Hai anakku,
adapun titah Langlang Buana kepada purnama bulan inilah ia akan datang.”
Setelah demikian maka baginda pun duduklah menantikan Langlang Buana itu.
Awalnya, Raja Indra Syahperi melihat Sri Maharaja Sakti datang
menemui Raja Indra Bimaya, baginda pun heranlah di dalam hatinya,“Di
mana Raja Indra Bimaya bertemu dengan Sri Maharaja Sakti”.”
Tersebutlah perkataan Langlang Buana menuju Negeri Beranta Jantan
dan mengambil Tuan Puteri Kusuma Dewi di dalam Goa Rangga Singa.
- 61 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah itu, bulan purnama empat belas hari bulan, Langlang Buana menuju
ke Goa Rangga Singa. Setelah dilihat oleh Raja Barma Gangga kedatangan
Langlang Buana, Raja Barma Gangga segeralah datang menyembah kaki
Langlang Buana.
“Hai Raja Barma Ganggga, pergilah engkau hantarkan puteri Kusuma
Dewi kepada Maharaja Puspa Indra.Mufakatlah dengan Raja Indra Bimaya.
Jikalau engkau tidak mau mufakat dengan Raja Indra Bimaya, peranglah
engkau dengan Sri Maharaja Sakti, tetapi puteri itu hantarkan juga kepada
ayah bundanya, lalu engkau katakan segala hal ihwalnya Raja Indra Bimaya
kepada Puspa Indra,” titah Langlang Buana. Setelah itu, Langlang Buana pun
pergi menemui Raja Indra Syahperi.
Setelah dilihat oleh Raja Indra Syahperi kedatangan Langlang Buana,
maka ia pun segeralah datang menyembah kaki Langlang Buana itu, maka
titah Langlang Buana,”Hai Raja Indra Syahperi, baik juga engkau mufakat
dengan Raja Indra Bimaya itu karena pada bicara aku tiada akan dapat engkau
melawan Raja Indra Bimaya itu.”
Dikatakanlah oleh Langlang Buana segala hal ihwalnya Raja Indra
Bimaya karena Raja Mengindra Dewa berbuat kerjaan di Mercu Indra,
sekaliannya dikatakan oleh Langlang Buana kepada Raja Indra Syahperi. Ia
pun berpikir di dalam hatinya,“Jikalau demikian,aku tidak akan mendapatkan
puteri Kusuma Dewi.” Seraya tunduk menyembah kepada Langlang Buana
dan berkata,“Mana titah patik junjunglah?”
Setelah Langlang Buana bertitah demikian, Langlang Buana pun
kembalilah kepada Raja Indra Bimaya. Setelah baginda datang maka Raja
Indra Bimaya dan raja-raja pun segeralah datang menyembah kaki Langlang
Buana, lau titah Langlang Buana,“Hai Raja Indra Bimaya, adapun puteri
Kusuma Dewi itu telah kusuruh hantarkan kepada Maharaja Puspa Indra, lalu
engkau suruh Sri Maharaja Sakti dan Raja Johan pergi menemui Maharaja
Puspa Indra.” Setelah sudah berpesan, maka baginda pun kembalilah.
Pada mulanya tersebutlah perkataan Raja Barma Gangga membawa Tuan
Puteri Kusuma Dewi kepada Raja Puspa Indra. Setelah baginda mendengar
kabar anakda baginda datang dibawa oleh Raja Barma Gangga, baginda pun
- 62 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
segeralah pergi mendapatkan anakda baginda itu di luar kota. Setelah baginda
bertemu dengan anakda baginda, ia segera memeluk dan menciumya, lalu
dibawanya masuk kota lalu ke dalam istana dengan segala bunyi-bunyian.
Setelah datang ke istana, permaisuri pun datang memeluk dan mencium
anakda baginda itu. Setelah itu, Raja Puspa Indra pun keluar, lalu duduk di
balairung dihadap oleh segala orang banyak. Barma Gangga pun berceritakan
segala kata-kata Langlang Buana dan segala perihal ihwalnya Raja Indra
Bimaya kepada Maharaja Puspa Indra dan juga mengatakan tatkala merak
emas itu datang membawa Tuan Puteri Kusuma Dewi.
- 63 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah didengar oleh Raja Puspa Indra akan titah Sri Maharaja Sakti,
baginda pun berpikir di dalam hatinya,“Jikalau aku berikan anakku kepada
Raja Indra Bimaya, bagaimana nasib Raja Indra Syahperi?”
Sri Maharaja Sakti pun tahu apa yang dipikirkan Raja Puspa Indra.
Sri Maharaja Sakti pun bertitah,“Hai Raja Puspa Indra, janganlah Tuanku
dukacita akan pekerjaan Indra Syahperi itu atas Langlang Buana.”
Setelah Raja Puspa Indra mendengar titah Sri Maharaja Sakti, ia pun
sukacita dan berkata,“Apapun titah Sri Maharaja Sakti, aku turut.”
Setelah Sri Maharaja Sakti mendengar sembah Raja Puspa Indra itu
maka titah Sri Maharaja Sakti,“Jika demikian, baiklah anakku memulai
pekerjaan berjaga-jaga karena ayahanda tidak dapat lama meninggalkan
Gunung Indranaga.”
Selanjutnya, Sri Maharaja Sakti pun mohon pamit kepada Raja Puspa
Indra. Baginda pun menyembah Sri Maharaja Sakti. Setelah itu,baginda
duduk.
“Hai anakku Raja Indra Bimaya, baiklah anakku memulai pekerjaan
berjaga-jaga karena aku akan segera kembali,” kata Sri Maharaja Sakti.
Setelah Raja Indra Bimaya mendengar titah Sri Maharaja Sakti, baginda
pun terlalu sukacita. Setelah itu, terdengarlah perkataan bahwa Raja Indra
Syahperi telah kembali setelah berperang dengan Raja Indra Bimaya. Baginda
pun dukacita dan berkata,“Baiklah, nanti di jalan aku ambil Tuan Puteri
Kusuma Dewi darinya.”
Setelah ia berpikir demikian, ia pun kembali dengan percintaan hendak
pun di lawannya perang, takut akan Langlang Buana dan Maharaja Sakti.
Setelah berpikir demikian, ia pun duduk dengan marahnya.
Pada awalnya, Raja Puspa Indra menyuruh menghiasi negeri, pakan,
pasar, dan lorong jalan raya sekalian pun diperbaiki orang. Setelah lengkap,
Raja Puspa Indra pun memulai pekerjaan berjaga-jaga. Setelah itu, Raja
Johan pun memulai pekerjaan berjaga-jaga, sedangkan Maharesi Kesna
Candra membuat perarakan tujuh belas pangkat dari emas sepuluh mutu dan
bertahtakan ratna mutu manikam, berumbaikan mutiara gemala, lalu beberapa
- 64 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
permata yang indah-indah tergantung pada tirai perarakan itu. Setelah lengkap
segala alat perarakan itu, Raja Johan pun mencita gemala hikmat, lalu jadilah
sebuah balai emas dan sebuah balai perak tempat raja-raja bermain-main dan
bertahtakan ratna mutu manikam dan balai bertahtakan permata sembilan
bagai terlalu indah-indah perbuatannya balai itu, kemudian raja-raja bermain.
Diceritakan oleh orang yang punya cerita ini, setelah itu, terdengar
perkataan sekalian anak raja-raja yang bertemu dengan Raja Indra Bimaya
di tasik itu beroleh sakti. Kemudian, raja-raja itu pun datang mendapatkan
Raja Indra Bimaya ke Negeri Beranta Jantan itu dengan segala tentaranya
dan rakyat sekalian yang tidak terhitung banyaknya. Penuhlah padang itu oleh
rakyat anak raja-raja empat puluh itu, lalu menjadi ramailah orang bermain-
main di situ. Ada yang bermain catur, ada yang bermain rebab, kecapi, dandi,
muri dan bangsi, serdam, kopok, ceracap, terlalu ramainya, lalu Raja Johan
pun turut bermain-main dengan raja-raja itu. Seketika baginda pergi kepada
raja-raja bermain catur. Baginda pun turut bermain catur. Seketika baginda
pergi kepada orang bermain rebab, baginda turut bermain rebab dan seketika
baginda pergi kepada orang berjuang biram(Gajah) maka baginda pun turut
berjuang biram(Gajah) orang bermain-main sebab karena Raja Johan.
Setelah genap empat puluh hari dan empat puluh malam, Maharesi Kesna
Candra dan Maharesi Antakosa pun menghiasi perarakan itu dengan segala
perhiasan. Raja Indra Bimaya pun dihiasi dengan pakaian Keindraan. Setelah
itu, ia dinaikkan ke atas perarakan. Beberapa gemala pun ada di perarakan
itu. Segala pawai pun diatur lalu terkembanglah payung Keindraan itu
seribu berapit dengan rama-rama kuning dan berdirilah jogan alam bernaga.
Setelah itu, diarak orang-orang, ada yang di atas burung melayang, ada yang
di atas singa terbang, dan ada yang di atas gajah berangga, masing-masing
dengan kendaraannya. Selain itu, ada yang raja dengan raja, menteri dengan
menteri, hulu balang dengan hulu balang, dewa dengan dewa, mambang
dengan mambang, dan peri dengan peri. Raja-raja itu pun masing-masing
mengeluarkan kesaktiannya. Raja Indra Bimaya pun didudukkan di atas
perarakan itu dihadap oleh raja-raja.
Bermula empat puluh anak raja-raja yang duduk menghadap baginda,
empat puluh anak menteri yang menyandangkan kerajaan itu, empat puluh
- 65 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
anak ceteria (anak raja-raja, kesatria) memegang kipas, dan empat puluh
bintara(pegawai rendah, tentara) dari kiri baginda dan empat puluh dari kanan
baginda, masing-masing dengan jawatannya (pangkat atau kedudukan).
Setelah itu, diatur oranglah segala pedati itu, perarakan itu pun bergeser-
geser sendirinya. Jika baginda berpaling ke kanan, segala yang di kanan
menyembah baginda, dan jika baginda berpaling ke kiri, segala yang di kiri
menyembah baginda. Maharaja Sakti pun meminta murid-muridnya bermain-
main melambungkan cemeti kudanya. Ada yang menjadi hujan permata dan
ada yang tertanam keluar bunga rampai, ada juga yang memanah ke udara
menjadi hujan air mawar. Ramailah orang memungut segala permata dan
emas. Menjadi kayalah segala yang memungut permata dan emas itu.
Setelah datang perarakan ke istana Raja Puspa Indra, Sri Maharaja
Sakti dan Maharesi Kesna Candra serta Maharesi Antakosa pun turun dari
atas ratnanya menyambut Raja Indra Bimaya. Raja Puspa Indra pun turun
menyambut Raja Indra Bimaya dan Raja Syahbardan Dewa pun dari kiri
baginda. Setelah dilihat oleh Raja Puspa Indra akan Raja Indra Bimaya itu
yang terlalu elok, ia pun menyembah.
“Ya Tuanku, sekarang aku ingin merajakan Raja Indra Bimaya supaya
aku dapat melihat anakku naik kerajaan,” sembah Raja Puspa Indra kepada
Sri Maharaja Sakti. Sri Maharaja Sakti pun sangat senang mendengar sembah
Raja Puspa Indra.
“Hai anakku, sekarang ini ayahanda serahkan kepadamu Negeri Beranta
Jantan ini selagi ayahanda masih hidup sampai ayahanda melihatmu naik
kerajaan di negeri ayahanda ini,”kata Raja Puspa Indra kepada Raja Indra
Bimaya.
“Ya Tuanku Syah Alam, hamba mohon ampun dan karunia ke bawah duli
paduka sri maharaja. Hamba tidak layak menerimanya. Jikalau ada yang lebih
pantas, biarlah orang lain saja. Biar hamba di tanah manusia saja,”kata Raja
Indra Bimaya.
“Hai anakku, baik juga anakku turut kata ayahandamu itu. Jika di tanah
manusia pun, anakku jadi raja juga. Jika di sini pun, anakku raja juga,”kata
Sri Maharaja Sakti.
- 66 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 67 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Johan pun berbuat panca persada tujuh belas pangkat. Setelah itu, dikenakan
oranglah perhiasan panca persada itu. Setelah lengkap perhiasannya, Maharaja
Lela Gembira dan Tuan Puteri Kusuma Dewi pun dinaikkan orang ke atas
perarakan dan didudukkan di atas singgasana dihadap oleh raja-raja dan
menteri, hulu balang dan segala dayang-dayang perwara sekalian. Setelah
lengkap, perarakan itu pun bergeser-geser dengan sendirinya diiringkan
oleh raja-raja. Kemudian, terkembanglah payung Keindraan di hulu dengan
rama-rama kuning. Berbunyilah gendang arak-arakan, nobat(gendang
besar), nakara(gendang besar, tabuh), dan nafiri(serunai panjang). Segala
yang mengiringkan masing-masing naik ke atas kendaraannya.Ada yang
di atas burung melayang, ada yang di atas singa terbang, ada yang di atas
gajah bandang, dan ada yang di atas merak mengikal, masing-masing dengan
kenaikannya.
Setelah datang ke Padang Sujana Pirus, Sri Maharaja Sakti dan Raja
Puspa Indra pun datanglah memimpin tangan Maharaja Lela Gembira dan
Tuan Puteri Kusuma Dewi naik ke atas panca persada. Setelah itu, mandi dan
raja-raja itu pun ramailah bersembur-semburan. Raja Johan pun memantekan
jangginya (benda ajaib, senjata ajaib) lalu turunlah hujan air mawar. Sri
Maharaja Sakti tersenyum lalu turunlah hujan permata. Maharesi Kesna
Candra pun melambungkan cemeti kudanya ke udara lalu turunlah hujan bunga
rampai. Maharesi Antakosa melambungkan gajahnya ke udara lalu turunlah
hujan emas. Setelah itu, Sri Maharaja Sakti menyuruh segala muridnya naik
ke atas tangga padang dan mengguncangkan tangga itu. Seketika anak raja-
raja itu jatuhlah habis berapung-apungan dan ada yang naik tangga batang
tujuh helai lalu putuslah batang itu.Anak raja-raja itu pun jatuhlah lalu mati,
hancur luluh menjadi abu lalu diseru-seru oleh Sri Maharaja Sakti lalu anak
raja-raja itu pun hidup pula datang bermain-main.
Setelah selesai mandi, Raja Lela Gembira pun dihiasi oleh Raja Johan
dengan pakaian kerajaan dan mengenakan mahkota yang keemasan. Setelah
itu, Raja Lela Gembira dan Tuan Puteri diarak orang berkeliling Negeri
Beranta Jantan. Setelah genap tujuh kali lalu ke istana. Setelah datang ke
istana, naik ke balairung dihadap oleh segala raja-raja dan menteri, hulu
balang, bintara(pegawai rendah, tentara), sida-sida(Pegawai dalam istana), dan
- 68 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
rakyat sekalian hina dina, kecil besar duduk menghadap baginda. Maharaja
Lela Gembira berjamu-jamu dengan raja-raja dan menteri serta memberi
dirham kepada segala menteri, hulu balang, rakyat sekalian, dan memberi
persalin akan Sri Maharaja Sakti. Maharaja Lela Gembira pun turun dari atas
singgasana membawa persalin itu kepada Sri Maharja Sakti lalu Maharaja
Sakti pun turun memegang tangan Maharaja Lela Gembira seraya memberi
hormat kepada baginda lalu didudukkan di atas singgasana kerajaan.
Raja-raja dan baginda berangkat masuk ke istana, duduk bersuka-sukaan
dengan Tuan Puteri Kusuma Dewi. Setelah beberapa lamanya, baginda tersadar
akan ayahanda baginda lalu Maharaja Lela Gembira berkata kepada Tuan
Puteri,“Hai Tuan Puteri, maukah ikut kakanda pulang ke tanah manusia?”
Setelah Tuan Puteri mendengar Maharaja Lela Gembira bertitah, Tuan
Puteri pun menangis karena akan berpisah dengan ayahanda bundanya
baginda lalu dibujuk oleh Maharaja Lela Gembira dengan kata yang manis-
manis,“Adinda Tuan Puteri, dengarlah juga perkataan kakanda ini. Beberapa
bulan kakanda tidak makan dan tidur, beberapa gunung dan padang yang
luas-luas sudah kakanda lalui dan nyaris kehilangan nyawa. Jikalau adinda
tidak mau mengikut ke tanah manusia, matilah kakanda di dalam percintaan
kakanda ini.”
Beberapa kata yang manis-manis dan beberapa bujuk dan cumbu-
cumbuan melembutkan hati Tuan Puteri.
“Ya Tuan Puteri, tidakkah engkau melihat kematian kakanda ini?
Dengarkah kabarnya Raja Indra Syahperi hendak menghadang kakanda di
jalan dan tatkala kembali itulah kakanda ingin dibunuhnya karena ia sakit hati
karena kakanda duduk dengan Tuan Puteri,”kata Maharaja Lela Gembira”.
Setelah Tuan Puteri mendengar perkataan Maharaja Lela Gembira
itu, bercucuranlah air matanya karena belas hatinya kepada Maharaja Lela
Gembira. Baginda melihat Tuan Puteri menangis lalu baginda tersenyum dan
berkata,“Kasih rupanya tuan akan kakanda mati.” Tuan Puteri pun menjeling
(mengerling, memandang dengan ekor mata) Maharaja Lela Gembira lalu
baginda tertawa-tawa. Setelah itu, hari pun malamlah, baginda pun mengajak
isterinya masuk ke peraduan.
- 69 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah hari siang, baginda bangun lalu duduk suami istri dihadap
oleh dayang-dayang dan inang pengasuhnya lalu baginda memakai pakaian
kerajaan. Setelah berpakaian, baginda keluar ke pengadapan duduk dihadap
oleh raja-raja, menteri, hulu balang, dan rakyat sekalian.Seketika duduk,
Sri Maharja Sakti dan Maharaja Johan datang. Setelah dilihat oleh Raja
Lela Gembira kedatangan kedua baginda itu, baginda pun turun memberi
hormat kepada Sri Maharaja Sakti dan Maharaja Johan. Kemudian, baginda
dibawanya duduk bersama-sama di atas kursi yang keemasan dihadap oleh
raja-raja, dan menteri, hulu balang, dan rakyat sekalian.
“Ya Tuanku, sekarang patik ingin pamit kembali ke tanah manusia.
Jikalau dengan mudah-mudahan lulus, kiranya sembah patik ke bawah duli
Syah Alam Tuanku berangkatlah ke tanah manusia supaya sempurnalah
karunia paduka Sri Maharaja Sakti,” sembah Maharaja Lela Gembira.
Setelah baginda mendengar sembahnya Maharaja Lela Gembira, baginda
pun tahulah kehendak Maharaja Lela Gembira. Baginda pun akan berperang
lagi dengan Raja Indra Syahperi. Maka titah Sri Maharaja Sakti,
“Baiklah hai anakku. Dalam penglihatanku, engkau akan berperang lagi
dengan Raja Indra Syahperi,” kata Sri Maharaja Sakti.
Setelah itu, Sri Maharaja Sakti berangkat kembali dan Maharaja Lela
Gembira turun menyembah Sri Maharaja Sakti. Setelah keesokkan paginya,
Maharaja Lela Gembira berangkat masuk menghadap Raja Puspa Indra.
Setelah datang ke istana baginda, Raja Puspa Indra segera turun memegang
tangan anakda baginda itu lalu dibawanya duduk di atas ratna yang keemasan
bersama-sama. Permaisuri pun menjungjungkan puannya kepada Maharaja
Lela Gembira. Baginda pun menyembah seraya menyambut puan itu lalu
makan sirih. Setelah makan sirih, Maharaja Lela Gembira datang menyembah.
“Ya Tuanku Syah Alam, patik memohon ampun dan karunia ke bawah
duli paduka Sri Maharaja, patik hendak kembali ke tanah manusia,” sembah
Maharaja Lela Gembira.
Setelah baginda mendengar sembah Maharaja Lela Gembira, baginda
pun terkejut dan berdebar hatinya karena akan berpisah dengan anaknya.
Permaisuri pun menangis lalu pingsan dan segera dibawa oleh baginda.
Kemudian, gemparlah di dalam istana baginda dengan tangis orang-orang di
dalam istana.
- 70 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 71 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 72 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
terbang diiringi oleh anak raja-raja yang di Gunung Indranaga. Lalu, Maharaja
Lela Gembira naik ke atas gajah putih dan memakai mahkota Raja Puspa
Indra. Kemudian, empat puluh anak raja-raja dihadapan baginda dan empat
puluh bintara(pegawai rendah, tentara) dari kanan baginda dan empat puluh
anak menteri dari kiri baginda menyandangkan pedang kerajaan serta empat
puluh anak raja-raja yang baginda bertemu di tasik itu dari belakang baginda.
Setelah beberapa lamanya berjalan, baginda pun sampai di Padang
Barma Dewa. Terdengarlah bunyi-bunyian Maharaja Lela Gembira ke telinga
Raja Barma Logam. Ia pun keluar dengan marah. Apabila ia marah, keluar
kepalanya tujuh masing-masing dengan rupanya kepalanya, seperti harimau
di kepalanya, seperti kepala kuda, ada seperti kepala onta, ada seperti babi,
dan ada seperti lembu, masing-masing dengan rupanya.
Setelah mendengar suara orang itu, ia pun berbunyi suara yang kuat,
suaranya seperti halintar membelah bumi bunyinya dan segala yang berjalan
dahulu pun terkejut, disangkanya hendak membelah bumi. Maharesi Antakosa
pun tahulah akan suara Raja Barma Logam itu. Setelah ia bertemu dengan
Raja Barma Logam, Maharesi Antakosa pun berperang dengan rakyat Raja
Barma Logam.
Setelah tiga hari tiga malam baginda berperang, Maharesi Kesna Candra
pun datang. Setelah dilihatnya orang itu, baginda pun masuk berperang.
Setelah tiga hari tiga malam baginda berperang, Raja Johan pun datang.
Setelah dilihatnya akan hal itu, baginda pun heran tidak ada tempat bertanya
lagi karena terlalu ramai orang berperang. Raja Johan pun mengalau-
ngalaukan gajahnya perlahan-lahan dan bertanya kepada orang yang tidak
ikut perang,“Apakah sebabnya tuanku sekalian ini berperang?”
Ia pun menceritakan segala perihal ihwalnya kepada Raja Johan. Setelah
didengar oleh baginda, baginda pun tahulah akan pekerjaan Raja Indra
Syahperi.Baginda pun tersenyum di dalam hatinya,“Datang kebesaran Raja
Indra Syahperi ini.”
Seketika terdengarlah bunyi-bunyian yang terlalu ramai dan Maharaja
Lela Gembira sampailah ke tengah Padang Barma Dewa. Setelah dilihat
oleh Raja Barma Logam, ternyata yang datang adalah Raja Lela Gembira
- 73 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
dengan segala bala tentaranya. Raja Barma Logam pun segera keluar dengan
alat senjatanya. Kemudian, berseru-serulah hulu balang Barma Logam,“Hai
raja manusia, janganlah engkau pergi dari sini! Jika engkau ingin turun ke
dunia dengan selamat, janganlah engkau bawa turun Puteri Kusuma Dewi,
tinggalkan ia di Keindraan itu!”
Terdengarlah perkataan hulu balang jin itu oleh Raja Lela Gembira. Ia
pun marah seperti api yang menyala. Apabila bangkit marahnya, keluarlah
seperti rambut yang hijau rupanya.
“Hai jin yang di dalam goa batu, enyahlah engkau dari sini! Aku hendak
pulang ke negeriku. Jika engkau tidak enyah dari sini, niscaya aku hancurkan
negerimu!” kata Raja Lela Gembira.
“Hamba manusia, jangankan satu kepalamu, seribu kepalamu aku tidak
takut,” tantang Barma Logam.
Barma Logam mengambil panah lalu membidiknya ke arah Raja Lela
Gembira, namun panahnya dapat ditangkis Raja Lela Gembira dengan cemeti
kudanya yang keluar api memancar-mancar ke udara, begitu seterusnya.
Setelah beberapa kali dipanah oleh Raja Barma Logam tidak juga kena, Raja
Lela Gembira pun marah seperti api yang menyala-nyala dan seperti ular
berbelit-belit rupanya.
“Hai Barma Logam tahanlah engkau,” kata Raja Lela Gembira seraya
mengeluarkan anak panah pemberian Raja Johan.
Dibidiknya anak panah itu sehingga mengenai tubuh Raja Barma Logam
lalu keluarlah api memancar-mancar ke udara dan menjadi ramailah perang
itu. Setelah tiga hari tiga malam berperang, banyak darah tumpah ke bumi.
Jin dan peri pun semakin banyak datang dari celah batu. Ada yang dari rongga
kayu, masing-masing membantu rajanya.
Setelah itu, Raja Johan melihat Raja Lela Gembira berhadapan dengan
Raja Barma Logam. Kemudian, Raja Johan menghampiri Raja Lela Gembira.
Baginda pun melihat Raja Johan. Ia sangat senang lalu dipeluk dan diciumnya
seraya menceritakan hal ihwalnya berperang.
“TahukahTuanku akan pekerjaan Raja Indra Syahperi,”kata Raja Johan
sambil tersenyum.
- 74 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 75 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Baiklah, apapun yang engkau katakan, aku turut,” kata Raja Lela
Gembira.
Setelah itu, gendang pun kembali berbunyi dari kedua pihak, tentara pun
kembalilah dan Raja Lela Gembira kembali dengan Raja Johan. Pada malam
itu Raja Johan dan Raja Lela Gembira kembalilah dan baginda pun mencita
gemala hikmat pemberian Maharesi Antakosa lalu keluarlah beribu-ribu
rakyat dan menjadi sebuah negeri dengan segala isinya dan bunyi-bunyian
terlalu ramai, Raja Lela Gembira pun berjamu dengan Raja Johan, makan dan
minum bersama hulu balang jin dan mambang, serta rakyat sekalian. Raja Lela
Gembira pun mencita gemala hikmat pemberian Maharaja Sakti lalu keluarlah
empat pengawal jin dan Raja Lela Gembira berkata,“Hai saudaraku, hamba
hendak menurunkan hujan batu supaya binasalah rakyat Barma Logam.”
“Baiklah tuanku,” sembah empat jin itu.
Tersebutlah perkataan Raja Indra Syahperi berjalan dengan segala
balatentaranya. Ia bertemu dengan rakyat jin dan peri, mambang dan dewa-
dewa terlalu banyak. Lalu, titah Raja Indra Syahperi kepada Bujangga
Dewa,“Pergilah engkau, tanya rakyat darimanakah datangnya ini dan apakah
pekerjaan mereka di sini?”
Bujangga Dewa pun pergi berjalan dan bertemu jin dan peri itu lalu
berkata,“Hai tuan-tuan sekalian, siapakah yang punya rakyat ini dan apa
pekerjaan kalian di sini?”
“Adapun kami ini rakyat Raja Lela Gembira yang berperang dengan
Raja Barma Logam,” jawab jin.
“Apa sebabnya perang dengan Raja Barma Logam?” tanya Bujangga
Dewa.
“Sebab Raja Lela Gembira hendak pulang ke negerinya ke tanah
manusia hendak membawa Tuan Puteri Kusuma Dewi namun tidak diberi izin
oleh Raja Barma Logam lalu dari sinilah terjadi perang dengan Raja Lela
Gembira,” sahut jin.
“Raja manakah yang bernama Raja Lela Gembira itu?” tanya Bujangga
Dewa.
- 76 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Raja Lela Gembira itu anak manusia, tetapi baginda itu sangat sakti,”
jawab jin.
Setelah Bujangga Dewa mendengar perkataan jin itu, ia pun segera
kembali menghadap Raja Indra Syahperi dan menyampaikan perkataan jin itu.
Kemudian, baginda pun terkejut mendengar penjelasan Bujangga Dewa. Ia
pun marah seperti ular berbelit-belit seraya menitahkan raja-raja dan menteri
serta hulu balang memalu bunyi-bunyian dan gendang yang terlalu ramai.
Setelah hari siang, Raja Indra Syahperi berjalan menuju ke tengah medan
peperangan. Setelah sampai, maka kedengaranlah bunyi-bunyian siapakah
gerangan. Lalu, Raja Johan berkata,“Kalau-kalau Raja Indra Syahperi yang
datang hendak mengambil Tuan Puteri Kusuma Dewi.”
Setelah Raja Lela Gembira mendengar perkataan Raja Johan, ia pun
meminta peri pergi melihat orang yang datang itu. Peri itu pun pergi dan
bertanya,“Hai Tuan-tuan, bunyi-bunyian dari manakah atau rakyat manakah
yang datang ini?”
“Tahukah Tuanku, Raja Indra Syahperi yang datang hendak mengambil
Tuan Puteri Kusuma Dewi,” jawab orang itu.
Kemudian, peri itu kembali menghadap Raja Lela Gembira dan
berkata,“Ya Tuanku, yang datang adalah Raja Indra Syahperi. Ia datang
hendak mengambil Tuan Puteri Kusuma Dewi.”
Setelah Raja Lela Gembira mendengar perkataan peri itu, ia pun
tersenyum memandang Raja Johan lalu tertawa-tawa dan berkata,“Apakah
salahnya jikalau dapat, baik esok hari kita keluar?”
Setelah hari siang, dari pagi-pagi hari berbunyilah gendang dari kedua
pihak.Tentara pahlawan pun berdiri di tengah medan itu lalu berseru-serulah
seorang hulu balang Barma Logam.
“Hai manusia, siapakah kamu yang ingin mati? Jikalau ada kelakian
kamu, marilah kita ke tengah medan berhadapan dengan raja kami Barma
Logam!”
- 77 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 78 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Gardan Dewa pun masuk dan menyembah Raja Barma Logam. Segala
perkataan Raja Indra Syahperi disampaikannya kepada Raja Barma Logam.
“Katakan kepada Raja Indra Syahperi alasan hamba berperang dengan
manusia itu karena ia pergi dari sini hendak membawa Tuan Puteri Kusuma
Dewi pulang ke negeri tanah manusia. Maka dari itu, hamba tidak beri dia
izin. Itulah mulanya terjadi perang ini,” titah Raja Barma Logam.
Setelah itu, Gardan Dewa pamit kepada Raja Barma Logam lalu kembali
menghadap Raja Indra Syahperi. Semua perkataaan Raja Barma Logam
disampaikannya kepada Raja Indra Syahperi. Setelah Raja Indra Syahperi
mendengarnya, baginda pun berpikir di dalam hatinya,“Setelah lepas
kebinasaanku kepada Langlang Buana, akan aku ambil Tuan Puteri Kusuma
Dewi dari tangan Lela Gembira.”
Selanjutnya, Raja Syahperi sangat marah seraya meminta segala
rakyatnya naik gajah dan kudanya serta memalu bunyi-bunyian perang.
Kemudian, rakyat Indra Candra dan mambang serta dewa-dewa pun naiklah
ke atas kendaraannya masing-masing.
“Hai Bujangga Dewa, pergilah engkau temui Raja Lela Gembira dan
sampaikanlah jikalau Raja Lela Gembira hendak selamat pulang ke negerinya,
tinggalkanlahTuan Puteri Kusuma Dewi di Keindraan,”titah Indra Syahperi
kepada Bujangga Dewa.
Setelah itu, Bujangga Dewa pun menyembah lalu pergi menemui Raja
Lela Gembira.Orang yang di luar baris itu pun bertanya,“Apa pekerjaan/
maksud tuanku datang kemari?”
“Hamba diutus oleh Raja Indra Syahperi kemari hendak menanyakan
kabar baginda Raja Lela Gembira,” jawab Bujangga Dewa.
Penunggu pintu itu pun pergi menghadap Raja Lela Gembira dan
berkata,“Ya Tuanku, ada utusan dari Raja Indra Syahperi hendak menghadap
Tuanku.”
“Suruhlah ia masuk kemari,” titah Raja Lela Gembira.Orang itu pun
pergi menemui Bujangga Dewa dan ia pun disuruh masuk.
- 79 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
“Ya Tuanku, patik ini diperintahkan oleh Raja Indra Syahperi mengabarkan
jikalau Tuanku hendak pulang ke negeri tuanku dengan selamat, janganlah
Tuanku membawa Tuan Puteri Kusuma Dewi sebab orang Keindraan Tuanku
tinggalkan kepadanya. Jika Tuanku tidak meninggalkannya, peranglah
dengan Raja Indra Syahperi!” kata utusan Raja Indra Syahperi kepada Raja
Lela Gembira.
“Hamba tidak tahu tunangan siapa-siapa.”
Bujangga Dewa pun kembali dengan perasaan malu. Ia segera menemui
Raja Indra Syahperi dan mengatakan segala yang dikatakan Raja Lela
Gembira kepadanya. Semakin marahlah Raja Indra Syahperi, seperti api
yang menyala-nyala. Kemudian, Raja Indra Syahperi menitahkan raja-raja,
menteri, hulu balang, dan rakyat sekalian naik ke atas kudanya dengan alat
senjatanya masing-masing mengertakkan kudanya ke tengah medan serta
bunyi suara yang kuat seperti tagar (guntur) di langit bunyinya. Lalu, berseru-
serulah segala hulu balang Raja Indra Syahperi,“Mana laki-laki berani mati
dan hulu balang mau kemenangan, marilah ke tengah medan ini!”
Setelah didengar oleh rakyat Raja Lela Gembira perkataan segala hulu
balang Raja Indra Syahperi, Raja Lela Gembira pun menitahkan empat orang
hulu balang.
“Hai saudaraku, pergilah engkau lawan segala rakyat Raja Indra
Syahperi!”
Empat hulu balang itu pun menyembah dan segera pergi naik kudanya
dengan segala rakyat jin dan peri, dewa, mambang, yang tidak terkira
banyaknya, lengkap dengan bunyi-bunyian yang sangat ramai, dan rakyat
seperti ombak mengalun. Setelah bertemu kedua pihak rakyat itu, mereka
saling memanah dan saling memarang segala peri, dewa, dan mambang.
Pahlawan empat itu pun peranglah dengan rakyat Raja Indra Syahperi, pun
banyaklah mati dibunuh oleh empat jin itu. Setelah itu, Raja Indra Syahperi
melihat rakyatnya banyak yang mati dan luka. Baginda pun heran melihatnya
dan menitahkan seorang hulu balang menghalaukan rakyat kira-kira satu jam
lamanya. Raja Lela Gembira pun pecahlah perangnya, tidak ketahuan perginya
karena terlalu banyak lukanya sepuluh hulu balang itu.
- 80 -
Setelah dilihat oleh Raja Johan akan rakyat Raja Lela Gembira itu sudah
pecah perangnya, baginda pun sangat marahdan menyuruh orang memalu
gendang kembali.Kemudian, kembalilah masing-masing ke tempatnya. Esok
paginya, Raja Barma Logam menyuruh orang memalu gendang perang. Segala
hulu balang Raja Barma Logam pun naik ke atas kudanya.Yang bergajah naik
gajahnya bersaf-saf di tengah. Medan itu pun diperbaiki orang lalu seketika
itu juga debu beterbangan ke udara. Setelah itu, berbunyilah segala bunyi-
buyian perang itu dari kedua pihak tentara.
“Hai Raja Lela Gembira, marilah engkau ke medan! Mengapa engkau
berlindung? Takutkah engkau akan raja kami hendak membunuh engkau?”
kata hulu balang Barma Logam.
Setelah itu, Raja Johan pun berkata kepada Raja Lela Gembira,“Hai
saudaraku, biarlah hamba masuk perang karena Raja Barma Logam keluar
perang pada hari ini.”
Raja Johan pun memakai pakaian perang lalu naik ke atas kudanya dan
berjalan ke tengah medan. Begitu pula Raja Barma Logam. Setelah kedua
pihak rakyat itu bertemu seperti laut rupanya serta dengan bunyi suara yang
kuat seperti tagar (guntur) di langit. Peperangan itu gegap gempita tiada terkira
bunyinya.Jikalau halilintar membelah bumi sekalipun, tidaklah terdengar
suara yang kuat segala hulu balang. Kemudian, beradu pedangnya, yang
bertombak bertikamkan tombaknya, yang bergajah berjuangkan gajahnya,
dan yang berkuda berjuangkan kudanya.
Setelah peperangan itu, banya darah tumpah ke bumi. Terang cuaca
menjadi kelam kabut. Rakyat pun banyak yang mati karena kedua pihak
sama gagahnya dan tidak ada yang mau mengalah. Lalu, Raja Barma Logam
bertemu dengan Raja Johan dan berkata,“Hai Raja Johan, mengapa tuanku
menuruti keinginan manusia itu karena tuanku bangsa jin.”
Maka sahut Raja Johan,“Hai Barma Logam, aku ikut kepada yang benar.”
Setelah Raja Barma Logam mendengar perkataan Raja Johan, baginda
pun marah dan memanah Raja Johan. Raja Johan menangkisnya dengan
perisainya. Lalu, dipanahnya sekali lagi dan Raja Johan berhasil menangkisnya
lagi. Setelah itu, Raja Johan memanah Raja Barma Logam, namun berhasil
- 81 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
ditangkisnya Logam dengan cemeti kudanya. Seketika anak panah itu menjadi
bunga rampai. Setelah dilihat oleh Raja Johan anak panah itu menjadi bunga
rampai, baginda pun heranlalu dipanahnya pula dengan panah api. Raja Barma
Logam membalasnya dengan panah air. Padamlah api itu.Setelah itu, hari pun
malam dan gendang kembali dipalu orang. Kemudian, kedua pihak tentara itu
berhenti berperang dan kembali ke tempatnya masing-masing.
Setelah Raja Lela Gembira melihat Raja Johan datang, ia segera turun
memegang tangan Raja Johan lalu dibawanya duduk bersama-sama di atas
kursinya yang keemasan dihadap oleh raja-raja, menteri, hulu balang, dan
rakyat sekalian. Baginda pun duduk makan dan minum serta memalu bunyi-
bunyian.
Tersebutlah perkataan Maharesi Antakosa di Gunung Indra Maharupa
bahwa suatu hari baginda duduk dihadap oleh segala muridnya lalu baginda
teringat akan Raja Lela Gembira. Baginda pun tahulah akan Raja Lela
Gembira berperang dengan Raja Indra Syahperi. Ia pun berjalan menemui
Raja Lela Gembira diiringi segala maharesi. Setelah sampai, dari kejauhan
Maharesi Antakosa melihat padang penuh dengan balatentara jin, peri, dewa,
dan mambang. Raja Lela Gembira pun turun melihat maharesi itu datang
dengan kedua anak raja-raja. Kemudian, ia menemui mereka. Kedua anak
raja itu pun datang menyembah Maharesi Antakosa lalu dipeluk dan dicium
oleh Maharesi Antakosa. Setelah itu, Raja Lela Gembira membawa Maharesi
Antakosa masuk dan duduk di atas kursi yang keemasan dihadap oleh raja-
raja, menteri, hulu balang, dan bintara (pegawai rendah, tentara) sekalian.
Raja Lela Gembira pun menceritakan segala perihal ihwalnya. Seketika
terdengarlah bunyi-bunyian kanta (kepingan seperti kaca) dan sangka terlalu
ramainya.
Selanjutnya, Raja Lela Gembira mengetahui kedatangan Maharesi
Kesna Candra. Raja Lela Gembira dipeluk dan dicium oleh Maharesi Kesna
Candra. Kemudian, Maharesi Kesna Candra masuk ke dalam kota lalu duduk
di atas kursi yang keemasan dihadap oleh raja-raja, menteri, hulu balang, dan
rakyat sekalian. Raja Lela Gembira pun berjamu dengan raja-raja. Setelah
berapa lamanya baginda duduk makan dan minum dengan raja-raja, keesokan
paginya baginda pun menyuruh orang memalu gendang perang. Tidak lama
kemudian, gendang perang dari kedua pihak tentara pun berbunyi. Bersaf-
- 82 -
saflah mereka di tengah medan. Raja Johan pun memakai pakaian yang
keemasan bertahtakan ratna mutu manikam lalu terkembanglah payung intan
berhiaskan permata yang indah. Setelah itu, Maharesi Antakosa dan Maharesi
Kesna Candara naik kereka yang bertahtakan ratna mutu manikam diiringi
segala maharesi dan jogi(pertapa hindu) serta brahmana sekalian.
Sementara Raja Logam sudah memakai pakaian perang dan mengenakan
mahkota yang keemasan bertahtakan ratna mutu manikam lalu naik gajah
yang keemasan sepuluh mutu manikam lalu terkembanglah payung mutiara
dan terkibarlah panji-panji berbagai warna. Baginda pun menyambut gajahnya
ke tengah medan dan bertemu dengan Raja Johan. Setelah kedua raja itu
berhadapan dengan Raja Barma Logam lalu menghunus pedangnya ke arah
Raja Johan. Ditangkisnya peng itu oleh Raja Johan dengan perisainya. Gajah
yang dikendarai Raja Johan pun menderam lalu bercampur dengan bunyi
suara yang kuat segala hulu balang seperti tagar (guntur) bunyinya.
Setelah genap tiga kali diparangnya oleh Barma Logam lalu diparang
oleh Raja Johan akan Raja Barma Logam. Kemudian, bahanaya datang ke
tengah medan. Setelah peperangan itu, darah pun banyak tumpah ke bumi
karena perang itu campur baur. Ada yang diparang, ada yang menikam dan
ditikam orang pula sehingga kedua pihak tentara pun banyak yang mati dan
luka, dan kepala segala hulu balang berpelantingan. Adapun peperangan itu
tidak lagi berjejak di bumi, tetapi berjejak di atas bangkai juga.
Disebutkan Raja Barma Logam berperang dengan Raja Johan sejak pagi
hingga malam. Tidak ada seorang pun yang mengalah. Setelah hari malam,
gendang kembali dipalu orang. Semuanya kembali ke tempatnya masing-
masing. Malam itu Raja Barma Logam bermusyawarah dengan Raja Indra
Syahperi. Perang ini tidak menentu karena banyak raja datang membantu Raja
Lela Gembira banyak segala raja-raja datang membantunya. Jika demikian,
esok hari diserang.
Setelah didengar oleh Raja Indra Syahperi perkataan Raja Barma Logam,
Raja Indra Syahperi pun heranlah dan berkata,“Baiklah, esok hari hamba
sendiri keluar perang.”
Pada malam itu bunyi-bunyian Raja Indra Syahperi dipalu orang.Setelah
- 83 -
terdengar oleh Raja Lela Gembira bunyi-bunyian itu, baginda pun menyuruh
memalu gendang perang. Setelah dinihari, matahari pun terbit, gendang kedua
pihak tentara pun berbunyilah lalu berdirilah orang bersaf-saf di medan itu.
Medan itu sudah disiapkan orang dan Raja Indra Syahperi pun memakai
lengkap pakaian keindraan lalu baginda naik ke atas gajah berangga emas
sepuluh mutu manikam. Kemudian, terdirilah jogan alamat bernaga(tombak
atau bendera yang memberi tanda untuk memulai sesuatu) dan terkembanglah
payung keindraan, beribu-ribu rama-rama kuning lalu orang memalu gendang
arak-arakkan nobat (gendang besar) dan nakara (gendang besar, tabuh).
Setelah itu, baginda berjalan diiringi raja-raja, menteri, hulu balang, dan rakyat
sekalian. Setelah datang ke tengah medan, berhadapanlah dengan tentara Raja
Lela Gembira.
Raja Lela Gembira pun memakai pakaian yang keemasan dan
mengenakan mahkota yang keemasan bertahtakan ratna mutu manikam yang
tiada terkira harganya. Kemudian, baginda naik ke atas gajah berangga emas
sepuluh mutu manikam yang tiada terhingga lalu terkembanglah payung
intan dikarang seribu rama-rama kuning. Lalu, berkibarlah panji-panji yang
keemasan berbagai warna dan terdirilah jogan alamat bernaga(tombak atau
bendera yang memberi tanda untuk memulai sesuatu).
Raja Johan sudah berada di atas kudanya dan memakai lengkap
pakaiannya. Maharesi Kesna Candra pun naik ke atas kereta yang keemasan.
Raja Lela Gembira pun berangkat ke tengah medan diiringi raja-raja, menteri,
hulu balang, jin, peri, dewa, mambang, para maharesi, jogi(pertapa hindu),
brahmana, dan rakyat yang tiada terkira banyaknya itu bersaf-saf di tengah
medan. Raja Indra Syahperi melihat raja-raja sekalian seperti matahari akan
terbit. Teranglah medan itu oleh cahaya baginda. Raja Lela Gembira pun
heran tercengang-cengang seketika melihat rupa Raja Indra Syahperi. Raja
Indra Syahperi pun melihat Raja Lela Gembira terlalu elok parasnya. Jika
dipandang malam hari, seperti bulan purnama empat belas hari bulan. Jika
dipandang siang seperti, matahari akan terbit. Demikianlah eloknya Raja Lela
Gembira. Raja Indra Syahperi pun tercengang-cengang seketika baginda pun
heranlah dan berkata,“Hai Raja Lela Gembira, sekarang peranglah diantara
kita.”
- 84 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 85 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 86 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 87 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Setelah dilihat Sri Maharaja Sakti akan Raja Lela Gembira itu bertarung
dengan Raja Indra Syahperi, seperti merak mengikal rupanya. Seketika itu
Raja Lela Gembira pun datang dari kiri sedangkan Raja Indra Syahperi datang
dari kanan.Terlalu pantas rupanya anak raja itu dan sama baik parasnya seperti
gambar Keindraan demikianlah rupanya.
”Sayang sekali aku melihat anak raja itu telah disumpahi oleh Langlang
Buana tidak mendengar titahnya,” kata Sri Maharaja Sakti.
Tatkala itu hujan rintik-rintik, pelangi muncul, dan guruh pun berbunyi
sayup-sayup basah serta dengan bunyi-bunyian perang gegap gempita tiada
terkira, hulu balang dengan hulu balang, menteri dengan menteri, dan rakyat
dengan rakyat. Ada yang bertikamkan keris, ada yang berpedang bertetakkan
pedangnya, dan ada yang bertombak bertombakkan tombaknya. Orang-orang
yang berperang itu tidak hanya berjejak di bumi, tetapi juga di atas bangkai
dan kepala orang seperti anak kecil berpelantingan.
Setelah itu, Raja Indra Syahperi pun mengambil panah lalu dipanahnya
Raja Lela Gembira, namun dapat ditangkis oleh Raja Lela Gembira dengan
gajahnya. Kemudian, dipanahnya berturut-turut dan ditangkisnya juga.
Kemudian, dibalas pula oleh Raja Lela Gembira dengan panahnya pemberian
Raja Johan dan anak panah dari jin lalu dipanahkannya mengenai dada Raja
Indra Syahperi, namun Raja Indra Syahperi hilang, tidak ada yang dapat
melihatnya dan anak panah itu melayang entah kemana perginya.
Setelah hulu balang dan rakyat melihat Raja Indra Syahperi hilang
disambar anak panah Raja Lela Gembira tatkala kudanya di tengah medan,
dengan bunyi suara yang kuat segala rakyat bala tentaranya dari perang Raja
Lela Gembira membawa halnya itu lalu pecahlah perangnya. Segala rakyat
dan hulu balang Raja Indra Syahperi itu lari. Setengahnya lari kepada Raja
Johan meminta dibawanya.
Setelah itu, Raja Lela Gembira membawa Sri Maharaja Sakti duduk di
atas kursi yang keemasan dihadap oleh raja-raja, Jogi (pertapa hindu), dan
brahmana. Titah Sri Maharaja Sakti kepada Maharesi Antakosa dan Maharesi
Kesna Candra,“Berjalanlah tuan-tuan dahulu.”
Setelah itu, tersebutlah perkataan Raja Lela Gembira berjalan dengan
segala bunyi-bunyian yang terlalu gegap gempita seakan-akan runtuh
- 88 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 89 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Indrakoca serta dibawanya baginda masuk ke dalam kota, duduk di atas kursi
yang keemasan. Raja Syahbardan Dewa, Raja Johan, Maharesi Kesna Candra,
dan Maharesi Antakosa pun duduk dihadapan segala menteri, hulu balang, dan
rakyat. Raja Puspa Indrakoca menjamu raja-raja, menteri, dan hulu balang.
Sri Maharaja Sakti, Maharesi Kesna Candra, dan Maharesi Antakosa makan
sirih lalu bunyi-bunyian pun dipalu orang terlalu ramai sebagaimana adat raja-
raja yang besar-besar bersuka-sukaan.
Tersebutlah perkataan permaisuri di dalam istananya dan terdengar
anakda itu datang, ia pun segera keluar serta dilihat oleh Raja Lela Gembira
bundanya. Ia segera datang menyembah kaki ayahanda bunda lalu dipegang
oleh permaisuri tangan Tuan Puteri Kusuma Dewi dan dibawanya masuk ke
dalam istana, didudukkan di atas patarakan yang keemasan dihadap oleh segala
dayang dan inang pengasuhnya serta ditabur orang dengan beras kunyit.
Raja Puspa Indrakoca pun memberi persalin kepada raja-raja dan Sri
Maharaja Sakti. Setelah itu, Sri Maharaja Sakti berkata,“Hai anakku, Raja
Lela Gembira, hamba hendak mohon kembali ke Gunung Indranaga karena
lama sudah tertinggal.”
Raja Lela Gembira datang menyembah kaki Sri Maharaja Sakti dan
dipeluk serta diciumnya. Kemudian, Maharesi Kesna Candra pamit dan
Maharesi Antakosa pulang ke pertapaannya. Setelah itu, Raja Johan pamit
kepada Raja Puspa Indrakoca dan Raja Lela Gembira serta berpeluk dan
bercium.
Setelah pulang ke Negeri Paradan Kilat, anak raja empat puluh yang
di tasik, barulah Maharaja Sakti pamit kepada Raja Lela Gembira untuk
kembali ke tempatnya. Kemudian, Raja Syahbardan Dewa pamit kepada Raja
Indrakoca dan anakda Raja Lela Gembira. Tuan Puteri Kusuma Dewi pun
menyembah ayahanda Raja Syahbardan Dewa, dan berkata kepada Raja Lela
Gembira,“Ayahandalah taruhannya akan paduka adinda itu.Jika ada khilaf
yang dilakukan adinda, tegur saja oleh anakda sebab adinda itu adalah anak
yang belum mengerti pekerjaan.”
- 90 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 91 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Glosarium
- 93 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Tagar : guntur
Bintara : pegawai rendah, tentara
Sida-sida : Pegawai dalam istana
Jogan alamat bernaga : (tombak atau bendera yang memberi tanda untuk
memulai sesuatu)
Biram : gajah
Ceteria : anak raja-raja, kesatria
Jawatan : pangkat atau kedudukan
Nakara : gendang besar, tabuh
Nobat : gendang besar
Nafiri : serunai panjang
Janggi : benda ajaib, senjata ajaib
Menjeling : mengerling, memandang dengan ekor mata
Walimana : sejenis burung yang besar untuk kendaraan
Masyrik : Timur
Intiha : akhir, penghabisan, penutup
- 94 -
Daftar Pustaka
Attas, Siti Gomo. 2004. Bahan Ajar Pengantar Teori Filologi. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Baried, Siti Baroroh dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas UGM.
Sutaarga, Amir dkk. Katalog Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta:
Departemen P & K.
Sutrisno, Sulastin. 1979. Hikayat Hang Tuah: Analisis Struktur dan Fungsi.
Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.
Teuku Iskandar. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan
- 95 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Laman
https://kbbi.web.id/sadur 29-3-2019
- 96 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Lampiran:
Hlm. Cover
- 97 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Hlm. Awal
- 98 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Hlm. Tengah
- 99 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
Hlm. Akhir
- 100 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 101 -
Hikayat Langlang Buana (ML. 20)
- 102 -
Penerbit
PERPUSNAS PRESS
Jl. Salemba Raya No. 28A Jakarta
hp://press.perpusnas.go.id