Anda di halaman 1dari 172

 
Penyelamatan Dari
Klinik 24 Jam

Dikutip Dari :

Ceramah Master Dao Zheng

Judul :

永不休診的救度 

Dipersembahkan Dengan Setulusnya Oleh :

Sukacita Melafal Amituofo

www.smamituofo.blogspot.com

Untuk kalangan sendiri, disebarluaskan secara gratis,


dilarang memperjualbelikan.

 
Daftar Isi
Hal

Belajar Ajaran Buddha harus dimulai dari akarnya ……………………….7

Tanpa Pengamalan Tidak Bisa Disebut Keyakinan Benar……………….10

Mengandalkan “kekuatan diri sendiri” dan “Kekuatan Buddha”.…..…..13

Perumpamaan Aliran Sukhavati -- Menaiki Elevator

Bagian 1……………………………..……………………………………17

Bagian 2………………………………………………….………….……20

Bagian 3……………………………………………………………….….23

Bagian 4 ……………………………………………………….….……25

Mengandalkan kekuatan sendiri untuk terlahir ke Alam Sukhavati…….28

Dharma Yang Sulit Dipercaya

Bagian 1………………………………………………………………….32

Bagian 2………………………………………………...………………..35

 
Hal

Pikiran Terfokus Tak Tergoyahkan………………………………..…….52

“Mengandalkan Kekuatan Buddha”

Bagian 1………………………………………………….……..……..….58

Bagian 2…………………………………………………..………...….…61

Melimpahkan Akar Kebajikan Ke Alam Sukhavati….………………....66

Jangan menganut pandangan sesat ……………………..……………….70

“Menyadari Hukum Karma”………………………..………………..…..74

Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam Sukhavati

Bagian 1……………………………………………………...…..……….80

Bagian 2……………………………………………………….…...……..84

Bagian 3…………………………………………………………………..87

Bagian 4……………………………………………………..…...……….89

Bagian 5 – Tamat…………………………………………….…...………92

Cepat Lambatnya Bunga Teratai Bermekar ……………………..………96

Dangkal dalamnya ketrampilan melafal Amituofo

Bagian 1…………………………….……………..……………………101

Bagian 2 – Habis………………………………...………….………….104

Berkah kebajikan Alam Dewa dan Manusia Ada Celahnya ...……..…109

 
Membangkitkan Keyakinan Dan Tekad Melafal Amituofo ...……..….114

Berhasil Tidaknya Terlahir Ke Alam Sukhavati…………….……..….118

Saat Menjelang Ajal………………………………………..………..…124

Keangkuhan…………………………………..………………………..130

Analisa Berbagai Contoh Nyata

Bagian 1………………………………………………..………………135

Bagian 2………………………………………………………..………138

Bagian 3………………………………………………………….…….140

Bagian 4…………………………………………………..……………143

Bagian 5………………………………………………………………..146

Bagian 6…………………………………………..……………………149

Bagian 7 - Habis………………………………………..……………..152

Melafal Amituofo, Apakah Benar Yang Dilafal Itu Adalah Buddha?.156

Motivasi Dan Fokusnya Bermasalah…………………………………160

Makan Daging Memutuskan Benih Maitri Karuna Jiwa KeBuddhaan

Bagian 1……………………………………………………………….164

Bagian 2………………………………………………………………..167

Bagian 3 – Habis……………………………………………...……….169

 
Belajar Ajaran Buddha
harus dimulai dari akarnya

 
Belajar Ajaran Buddha harus dimulai dari
akarnya

Di dalam “Tiga Berkah Karma Suci”, berkah yang


pertama adalah “berbakti pada ayahbunda, menghormati guru
dan senior, berwelas asih tidak membunuh, dan melatih
sepuluh kebajikan”.

Andaikata kita tidak memulai dari dasar ini, tidak ada


pelaksanaan yang sesungguhnya, maka kita tidak tahu
bagaimana memahami budi ayahbunda dan budi guru,
apalagi menyadari budi Buddha Amitabha yang jauh dari kita?
Jika tidak bisa menyadarinya, maka lafalan di mulut kita
hanyalah kosong belaka.

Kenyataannya, jika tidak sudi mengamalkan pasti akan


rugi besar. Mengapa demikian? Bagi yang tidak bersungguh-
sungguh menyadari budi Buddha Amitabha, maka praktisi ini
takkan membangkitkan keyakinan sepenuhnya, jangankan
bilang keyakinan mendalam, yang dangkal saja juga takkan
ada, sehingga merintangi keyakinan, tekad dan kelahiran ke
Alam Sukhavati.

 
Kita juga pernah membahas bahwa orang yang tidak
bermaitri karuna pasti takkan percaya bahwa Buddha tanpa
pamrih akan bermaitri karuna pada dirinya, maka itu bagi
mereka yang tidak bermaitri karuna tentunya akan merintangi
dirinya sendiri, pada akhirnya tentu akan menderita kerugian
besar.
 
 

 

 
Kita menyadari bahwa di dalam
diri kita ada sebuah jiwa sejati yang
agung, Buddha Amitabha
adalah Jiwa KeBuddhaan
kita, jiwa sejati kita

 
Tanpa Pengamalan Tidak Bisa Disebut
Keyakinan Benar

Kita mengetahui bahwa Buddha Amitabha adalah Jiwa


KeBuddhaan diri sendiri, mengetahui bahwa setiap makhluk
memiliki Jiwa KeBuddhaan, mengetahui bahwa melafal
Amituofo juga harus disertai dengan pengamalannya, ini
hanyalah pengetahuan pertama, belumlah masuk ke dalam
“keyakinan mendalam”.

Kita menyadari bahwa di dalam diri kita ada sebuah jiwa


sejati yang agung, Buddha Amitabha adalah Jiwa
KeBuddhaan kita, jiwa sejati kita, tetapi tindakan, ucapan dan
pikiran dalam keseharian tidaklah sedemikian; walaupun
menyadari bahwa diri sendiri adalah Buddha, namun
sayangnya apa yang diperbuat adalah tindakan Asura,
serangga ceroboh, setan serakah.

Menurut prinsip yang dikemukakan oleh Master Ou Yi,


tanpa pengamalan maka tidak dapat disebut keyakinan benar,
tentu saja lebih tidak bisa digolongkan sebagai keyakinan
mendalam. Praktisi sekalian janganlah memiliki tabiat pintar
teori tanpa pengamalan.

10 

 
Walaupun sebuah teori yang mendalam, pengamalannya
juga harus dimulai dari dasar. Maka itu janganlah
membicarakan teori yang dalam, tetapi untuk mengamalkan
berkah pertama dari “Tiga Berkah Karma Suci” saja tidak
sanggup. ini sungguh patut dikasihani. Karena itu ingatlah
selalu : tanpa tindakan nyata maka tidak bisa disebut
memiliki keyakinan.
  
 

11 

 
Buddha tidak hanya mengaspal
sebuah jalan buat kita,
bahkan elevator juga sudah
disediakan buat kita

12 

 
Mengandalkan “kekuatan diri sendiri”
dan “Kekuatan Buddha”

Master Yin Guang mengatakan bahwa perbedaan antara


“kekuatan diri sendiri” dan “Kekuatan Buddha” harus
diperhatikan dengan seksama. Ada seorang praktisi yang
bilang : “Kekuatan Buddha Amitabha hanya membantu kita
mengaspal jalan keberhasilan, ini hanya sebuah jalinan jodoh
yang mendukung pelatihan diri kita, yang juga berarti bahwa
keinginan untuk terlepas dari tumimbal lahir adalah
tergantung karma masing-masing dan harus diselesaikan
sendiri”.

Itu adalah pendapat dari pengikut “Jalan Ramai”,


sesungguhnya di dalam Ajaran Sukhavati, Buddha tidak
hanya mengaspal sebuah jalan buat kita, bahkan elevator juga
sudah disediakan buat kita!”

Ceramah Master Yin Guang berikut ini tidak boleh tidak


dibaca oleh praktisi Ajaran Sukhavati. Master Yin Guang
mengatakan bahwa kita harus mengetahui dan memahami
bahwa jika hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi
masih ada tersisa sedikit karma buruk, maka tidak bisa
terlepas dari tumimbal lahir, apalagi jika masih memiliki
banyak karma buruk!
13 

 
Praktisi sekalian haruslah mengetahui bahwa 84 ribu pintu
Dharma yang dibabarkan Buddha Sakyamuni adalah “Jalan
Ramai”, yakni keluar dengan cara vertikal tegak lurus. Ibarat
seekor serangga di dalam bambu, dia ingin keluar, maka dia
akan merangkak naik selangkah demi selangkah, sampai
kemudian mencapai mulut bambu barulah dia dapat keluar.

Sedangkan Aliran Sukhavati menggunakan “Jalan


Melintang”, jalan ini memerlukan kekuatan pihak lain.
Buddha Amitabha telah membuat satu lubang kecil di bambu
itu, asalkan serangga di dalam bambu percaya bahwa dengan
14 

 
melewati lubang itu maka dia akan berhasil keluar dari
bambu tersebut, dan juga dia bersedia keluar, begitu dibor dia
langsung keluar.

Sebagian pintu Dharma, Buddha menunjuknya sebagai


tangga biasa, dimana praktisinya harus mengandalkan
kekuatan sendiri untuk menaiki anak tangga, sampai dimana
dia menginjakkan kaki maka kemajuannya ada di tingkatan
itu, andaikata di tengah jalan dia merasa kelelahan, atau
meninggal dunia, mungkin saja dia akan terguling ke bawah;
kelak pada kelahiran mendatang, dia harus menaiki anak
tangga tersebut dari bawah lagi, paling sedikit juga harus
mendaki selama tiga asamkheya kalpa besar, barulah bisa
mencapai puncaknya.

Ini adalah cara menaiki anak tangga satu persatu.


Syaratnya setiap kelahiran tidak boleh mengalami
kemunduran barulah memiliki harapan untuk mencapai anak
tangga KeBuddhaan.

Cara ini sama sekali tidak sebanding dengan Metode


Sukhavati.

15 

 
Praktisi yang mengandalkan
kekuatan Buddha adalah ibarat
menaiki lift, bertumpu secara
keseluruhan pada tekad
agung Buddha Amitabha
sebagai dasarnya.

16 

 
Perumpamaan Aliran Sukhavati --
Menaiki Elevator

Bagian 1

Aliran Sukhavati adalah bagaikan “menaiki elevator”, tak


peduli orang yang kakinya kuat atau yang kakinya terluka
sehingga susah berjalan, atau yang duduk di kursi roda, baik
itu adalah orang baik atau jahat, asalkan dia memiliki
keyakinan dan tekad, asalkan bersedia memasukinya dan
menutup pintu lift, asalkan jangan satu kaki di dalam lift dan
satunya lagi di luar lift; kemudian menekan tombol dengan
tepat, begitu tombol ditekan maka segera menuju lantai yang
hendak dituju, jika ingin menuju tingkatan teratai teratas
maka harus memilih tombol mana yang harus ditekan, bisa
sampai di tingkatan teratai terbawah sudah harus merasa puas,
di tingkatan mana yang ingin dituju, tinggi atau rendah
tergantung kehendak masing-masing untuk sampai di tujuan,
elevator akan mengangkut penumpang dengan setara tanpa
membeda-bedakan.

Lagipula sewaktu menumpang lift, juga boleh sambil


membawa koper, juga boleh tidak membawa bawaan sama
sekali. Jika ingin lebih santai maka jangan menenteng koper,
tetapi taruh saja semuanya di atas lantai lift, biarkan lift yang
17 

 
mengangkutnya. Tetapi bagi mereka yang suka bersusah
payah, maka semua barang bawaan juga boleh dipikul di atas
bahu, juga tak masalah! Yang paling santai adalah satu koper
pun tidak perlu dibawa serta. Menaiki elevator lebih praktis
daripada menaiki tangga, juga bisa langsung dan cepat
sampainya, maka itu disebut : “Yang paling mudah itu adalah
yang paling berhasil”.

Kemudian patut kita ketahui bahwa, elevator itu sudah


disediakan oleh Buddha Amitabha, bukan hasil jerih payah
kita! Yang membawa kita ke atas adalah energi listrik, sama
sekali bukan kemampuan kita, juga bukan usaha kita! Kita
hanya perlu membaca petunjuk jalan sehingga kita tahu di
mana letak elevator, kita hanya perlu percaya pada kekuatan
dari elevator dapat mengangkut diriku beserta seluruh barang
18 

 
bawaanku, kemudian kita sudi menaikinya, hanya perlu
tindakan melangkah masuk ke dalam saja, dengan
menaikinya berarti kita telah yakin dan bertekad.

Di dalam perumpamaan ini, kita “yakin bahwa elevator


dapat mengangkut diri kita bersama dengan seluruh koper
bawaan kita”, ini adalah perumpamaan dari “yakin
sepenuhnya bahwa kekuatan Buddha Amitabha dapat
menyelamatkan kita”. Dengan “bersedia menaiki elevator”,
diibaratkan sebagai “tekad untuk terlahir ke Alam Sukhavati”.

Di dalam perumpamaan ini, tindakan “melangkahkan kaki


memasuki lift” disebut sebagai “pengamalan”, tentunya harus
secara nyata melangkahkan kaki masuk ke dalam lift barulah
dapat disebut pengamalan, tindakan ini adalah perumpamaan
dari “melafal Amituofo”.

19 

 
Perumpamaan Aliran Sukhavati --
Menaiki Elevator

Bagian 2

Ketika memasuki elevator harus dengan melangkahkan


kedua kaki ke dalam, tidak bisa hanya melangkahkan sebelah
kaki saja ke dalam lift, sementara kaki lainnya berada di luar;
di satu pihak ingin pergi ke Alam Sukhavati, tetapi di pihak
lain tidak sanggup melepaskan kemelekatan pada alam saha.
Satu kaki berada di dalam dan satu kaki lainnya ada di luar,
mana mungkin bisa bergerak menuju ke atas.

Satu kaki berada di dalam dan satu lagi berada di luar,


dapat dikatakan “tekad” belum bulat! Sesungguhnya apakah
perlu dinaiki lift tersebut? Ingin menaiki tetapi sepertinya
tidak menaikinya, sebaliknya jika kita mengatakan dia tidak
menaiki, tetapi sepertinya dia ada menaikinya.

Demikianlah satu kaki di dalam dan satu kaki di luar,


tersangkut di pintu elevator, begitu pintu lift tertutup, maka
tubuhpun tertindih, tidak bisa naik juga tidak bisa turun,
tersangkut sampai begitu menderita. Inilah yang disebut
20 

 
memiliki tekad tetapi sepertinya tidak bertekad, tidak
memiliki tekad tetapi sepertinya tekadnya ada, tidak bisa
tegas dalam mengambil keputusan, ini tidak ada gunanya.

Jika satu kaki berada di dalam, satu kaki lainnya berada di


luar, dengan demikian apakah harus mengandalkan kekuatan
elevator? Atau mengandalkan kekuatan kaki untuk berjalan?
Juga tidak berani mengandalkan kekuatan elevator, juga
khawatir bila mengandalkan kekuatan sendiri akan kelelahan,
juga bukan mengandalkan kekuatanNya, juga bukan
mengandalkan kekuatan diri sendiri, juga tidak berani
melangkahkan kedua kaki ke dalam lift, dengan demikian
tentunya ini bukanlah pengamalan!

21 

 
Dalam tindakannya, sepertinya dia tidak melafal
Amituofo, tetapi juga tidak seperti tidak melafal Amituofo.
Tetapi jika ingin dikatakan dia melafal Amituofo, tetapi
pikirannya tidak terfokus, dan suka mengkhayal, banyak yang
dikhawatirkannya; jika dikatakan dia tidak melafal Amituofo,
sepertinya dia tahu bahwa harus melafal Amituofo, jika tidak
maka tidak ada jalan lain lagi.

Masalah separuh-separuh ini, sebelah di dalam, sebelah


lagi di luar, memiliki tekad tetapi sepertinya tidak bertekad,
mengamalkan tetapi sepertinya tidak mengamalkan, praktisi
semacam ini, jujur saja, tidak bisa dikategorikan sebagai
“Aliran Sukhavati”, tetapi dimasukkan ke dalam “aliran
duduk di atas pagar”, yaitu kelompok yang duduk di atas
pagar. Satu kaki di dalam elevator, satu kaki berada di luar
elevator, bukan saja tidak bisa naik ke atas, malah
menyalahkan bahwa pintu lift menindihnya sehingga dia
begitu menderita, sebenarnya dia sendiri yang tidak memiliki
keyakinan, tekad dan pengamalan, tidak sanggup masuk
secara keseluruhan ke dalam elevator tersebut.

22 

 
Perumpamaan Aliran Sukhavati --
Menaiki Elevator

Bagian 3

Praktisi yang mengandalkan kekuatan Buddha adalah


ibarat menaiki lift, bertumpu secara keseluruhan pada tekad
agung Buddha Amitabha sebagai dasarnya.

Tutuplah pintu lift, kemudian tekanlah tombol naik ke atas,


menekan tombol naik ini adalah melafal Amituofo, maka lift
akan naik ke atas dengan mengandalkan kekuatan listrik.
23 

 
Sesungguhnya asalkan kita berdiri diam di dalam lift, jangan
meninggalkan lift, memperhatikan dengan seksama tombol
yang akan ditekan, apakah sudah tepat arahnya atau tidak,
maka dengan sendirinya akan naik setingkat demi setingkat
ke arah atas.

Dengan penuh sukacita kita menuruti lift, arah lift menuju


ke atas, maka kita juga akan ikut naik, Terimakasih pada lift,
hanya perlu menaikinya saja, tidak perlu membawa banyak
koper, atau perlu mengeluarkan tenaga; atau mengira barang
bawaan amat banyak, sehingga harus mengeluarkan banyak
tenaga, barulah lift dapat terangkat ke atas. Juga tidak perlu
di dalam lift menabrak dindingnya, sehingga dengan
demikian barulah anda dianggap sebagai praktisi yang
melatih diri dengan keras.

24 

 
Perumpamaan Aliran Sukhavati --
Menaiki Elevator

Bagian 4

Melafal Amituofo dengan mengandalkan kekuatan


Buddha adalah ibarat menaiki lift ke arah atas, bertumpu
secara keseluruhan pada tekad agung Buddha Amitabha
sebagai dasarnya, sebagai tempat berlindung.

Haruslah diperhatikan bahwa dengan memasuki lift bukan


tanpa “tindakan” untuk menuju ke arah atas, atau sama sekali
tidak memiliki tindakan nyata untuk menuju ke atas, ini dapat
dikatakan bahwa setelah menumpang lift bukan berarti tidak
melafal Amituofo; tetapi sewaktu melafal Amituofo dapat
memahami bahwa berkat kekuatan tekad Buddha Amitabha
barulah saya dapat menuju ke atas, jadi bukan karena
kekuatan diri sendiri!

Batin yang sedemikian secara keseluruhan mengabaikan


kekuatan diri sendiri, mengakui kekuatan tekad Buddha
Amitabha, menyadari jasa elevator maka timbul rasa
berterimakasih, bahkan sangat leluasa, tiada keberhasilan
25 

 
maupun kegagalan serta memperoleh dan takut kehilangan,
maka tidak perlu khawatir lagi, takkan ada penderitaan
karena melekat pada keakuan, juga takkan berpikir dengan
angkuh : saya dapat menuju ke atas adalah berkat
kemampuan diri sendiri.

Kita harus memahami bahwa walaupun berada di dalam


lift, dengan barang bawaan dan koper yang banyak sekali,
juga melangkah dengan sibuk, dalam kondisi sedemikian
akhirnya sampai juga di tujuan, maka ini juga berkat
kekuatan lift, bukan karena jerih payah diri sendiri, atau giat
memikul barang bawaan, barulah dapat naik ke atas.
26 

 
Semua makhluk adalah dipikul
oleh kekuatan tekad Buddha
Amitabha, bukanlah
karena kekuatan diri
sendiri!

27 

 
Mengandalkan kekuatan sendiri untuk
terlahir ke Alam Sukhavati

Ada praktisi yang walaupun melafal Amituofo, tetapi dia


menganggap bahwa dia harus berusaha sendiri untuk
“mencapai pikiran terfokus tak tergoyahkan”, saya harus
mendapatkan piala “samadhi pelafalan Amituofo”, bahkan
menganggap bahwa saya amat senior dalam melatih diri,
telah menyelamatkan banyak orang, membawa banyak orang
memasuki elevator, semua ini berkat jasaku.

28 

 
Sesungguhnya pada masa lalu ketika kami masih
mendorong kereta pasien ke dalam lift rumahsakit, setelah
masuk, sesungguhnya baik pasien maupun diriku dan kereta
semuanya akan dipikul oleh elevator, semua makhluk adalah
dipikul oleh kekuatan tekad Buddha Amitabha, bukanlah
karena kekuatan diri sendiri!

Menganggap bahwa usaha itu adalah jerih payah sendiri,


saya harus berusaha untuk mencapai “pikiran terfokus tak
tergoyahkan”, saya harus mendapatkan piala “samadhi
pelafalan Amituofo”, pemikiran sedemikian hanyalah akan
menambah beban yang dipikul, yakni noda pikiran
“kemelekatan pada keakuan”, ini adalah pemikiran para
praktisi yang menganggap untuk terlahir ke Alam Sukhavati
harus mengandalkan kekuatan sendiri.

Pemikiran sedemikian, hanyalah akan lebih capek dan


menderita, sesungguhnya juga takkan memperoleh apa-apa.
Andaikata ada yang diperolehnya, mungkin akan
mendapatkan piala “stress”, yakni mendapatkan banyak
tekanan karena melekat pada keakuan.

Cara berpikir sedemikian, juga takkan sebanding dengan


mengandalkan kekuatanNya, yakni mengandalkan
keseluruhan kemampuan elevator, praktisi yang tahu

29 

 
bersyukur akan cepat sampai di tujuan; senyaman mereka
yang menyerahkan sepenuhnya pada kekuatan lift.

Orang jaman sekarang selalu menginginkan kebebasan,


maka pilihlah sendiri, ingin menaiki tangga, atau menaiki lift,
terserah pada pilihan anda. Andaikata anda memilih menaiki
lift, tentu sama juga akan sampai di tempat tujuan, tetapi anda
akan merasa lebih nyaman dan leluasa.

30 

 
Dapat membangkitkan keyakinan
dan pemahaman adalah berkat
kekuatan Buddha, orang yang
dapat yakin adalah insan yang
pada kehidupan ini juga
akan segera menjadi
Buddha.

31 

 
Dharma Yang Sulit Dipercaya

Bagian 1

Buddha Sakyamuni selalu mengatakan bahwa Ajaran


Sukhavati merupakan Dharma yang sulit dipercaya.
Bahkan seluruh Buddha di enam penjuru menjulurkan
lidahNya yang lebar dan panjang, untuk menasehati agar
semua makhluk membangkitkan keyakinan, ini
menunjukkan bahwa ajaran ini memang sulit dipercaya,
jika tidak, buat apa harus menasehati sampai berkali-kali?
Bahkan seluruh Buddha di enam penjuru, sampai seluruh
Buddha yang ada di sepuluh penjuru juga datang
menasehati, tetapi para makhluk ini sampai Buddha
sendiri yang muncul memberi nasehat, juga tidak
dipedulikan, juga tidak percaya.

Master Ou Yi mengatakan bahwa Buddha Amitabha


menempatkan buah hasil pencerahan sempurna Nya,
tanpa syarat memberikannya kepada para makhluk yang
diliputi dengan kekeruhan dan kejahatan, ini adalah
kondisi batin Buddha, maka itu hanya Buddha yang dapat
melakukannya!

32 

 
Maka itu hanya antar sesama Buddha yang dapat
memahaminya secara keseluruhan, jadi bukan usaha kita
sebagai makhluk di sembilan Dharmadhatu ini yang
menggunakan “kekuatan sendiri” yang bisa mempercayai
dan memahaminya. Harus diperhatikan bahwa sembilan
Dharmadhatu adalah dari orang awam sampai menjadi
Bodhisattva Pencerahan Tertinggi (Maha Bodhisattva
yang akan segera mencapai KeBuddhaan).

Sampai Bodhisattva Pencerahan Tertinggi yang


menggunakan kekuatan sendiri juga takkan percaya,
33 

 
memahami, maka itu tidak boleh menyalahkan mereka
yang tidak percaya, karena memang bukan dapat
dipercaya oleh sembilan Dharmadhatu yang menggunakan
kekuatan sendiri.

Dapat membangkitkan keyakinan dan pemahaman adalah


berkat kekuatan Buddha, orang yang dapat yakin adalah
insan yang pada kehidupan ini juga akan segera menjadi
Buddha.

34 

 
Dharma Yang Sulit Dipercaya

Bagian 2

Banyak praktisi yang melatih diri tahu bahwa meneteskan


setitik air ke dalam lautan besar, akan menjadi lautan besar,
memahami bahwa dengan menyerahkan diri sepenuhnya
berlindung pada Buddha Amitabha, melimpahkan seluruh
jasa kebajikan dan manfaat kepada Buddha Amitabha.

Sikap ini adalah cara praktis yang paling menakjubkan


untuk menghapus “kemelekatan pada keakuan” yang dimiliki
orang awam. Karena begitu niat pikiran diarahkan kepada
Buddha, ini berarti langsung memecahkan gelembung air
kecil dan membaur ke dalam lautan besar, yakni langsung
memasuki dunia Buddha Dharma; jika tidak demikian maka
selalu merasa ini adalah kehebatan diri sendiri, jasa dan jerih
payah diri sendiri, berhasil karena mengandalkan kekuatan
diri sendiri, selalu menganggap bahwa Buddha Dharma
adalah alat kosmetik, hanya untuk menghiasi diri sendiri.
Belajar Ajaran Buddha hanya menambah keangkuhan,
semakin lama belajar Ajaran Buddha maka keakuan semakin
besar, penyakit kemelekatan pada keakuan juga semakin
dalam, makin berat, ini sungguh hal yang sesat, bertentangan

35 

 
dengan Buddha Dharma yang “melenyapkan kemelekatan
pada keakuan”.

Kisah Suku Sakya --- “Bertobat dengan kekuatan sendiri”


dan “Bertobat dengan setulusnya melafal Amituofo dan yakin
pada Kekuatan Buddha”.

Mengapa ada praktisi yang mengajukan pertanyaan


tentang mengandalkan kekuatan sendiri, ini dikarenakan dia
menonton sebuah film yang berjudul “Kisah Suku Sakya”.
Dari kisah ini dia menganggap bahwa Buddha Sakyamuni
tidak mampu memikul beban karma Suku Sakya, maka itu
36 

 
dia mengemukakan teori “kita melafal Amituofo, Buddha
Amitabha juga tidak mampu memikul beban karma kita”.
Maka itu dia bisa membuat kesimpulan sedemikian
dikarenakan telah mengabaikan kondisi Suku Sakya pada
masa itu dengan kita yang membangkitkan keyakinan dan
tekad melafal Amituofo, dua hal ini jika ditinjau dari jalinan
jodoh dan syaratnya adalah tidak sama, benih sebabnya
berlainan maka tentu saja buah akibatnya berbeda, mana
boleh mengambil kesimpulan berdasarkan kejadian ini?

37 

 
Kemudian ada seorang praktisi lainnya yang mempunyai
ulasan tentang sebab mengapa Suku Sakya tidak dapat
memperoleh bantuan kekuatan Buddha, haruslah meninjau
apakah Suku Sakya ada atau tidak bertobat atas rintangan
karma, adakah terjalin dengan Buddha. Cara pemikiran ini
adalah benar adanya, dia ada memikirkan bahwa jalinan
jodoh dan syarat dari dua hal ini pada dasarnya adalah tidak
sama.

Karena menurut ulasan praktisi ini, adalah harus meninjau


apakah Suku Sakya ada atau tidak bertobat atas rintangan
karma, disini kita harus menekankan bahwa pertobatan yang
dilakukan atas kekuatan sendiri dan melafal Amituofo dengan
setulusnya, pertobatan yang mengandalkan Kekuatan Buddha,
dalam sisi kekuatan dan manfaatnya memiliki perbedaan
yang sangat besar.

Di dalam sutra ada sebuah kisah, ada seorang samanera,


dia mendengar seorang Bhiksu tua sedang membaca sutra,
samanera tersebut merasa kalau suara Bhiksu tua itu sungguh
tidak enak didengar, maka memarahinya : “Suaramu
membaca sutra seperti anjing menggonggong!”

Sesungguhnya Bhiksu tua ini telah mencapai tingkat


kesucian Arahat. Harus diperhatikan bahwa suara membaca
sutra Buddha dari Arahat, di telinga orang awam yang
38 

 
angkuh, mungkin tidak enak kedengarannya, maka
sembarangan memarahi orang, tidak tahunya ternyata orang
yang dimarahi itu adalah Arahat.

Di kening Arahat takkan tertulis “saya adalah Arahat”,


dan juga takkan memberimu kartu nama yang tertulis “sudah
mencapai Arahat”, maka itu mata orang awam tidak bisa
mengenaliNya.

Bhiksu tua Arahat ini memberitahukan samanera agar


segera bertobat, jika tidak maka akibat dari menfitnah orang
suci adalah sangat berat. Samanera ini amat panik dan cepat-
39 

 
cepat bertobat, tetapi dia bukan melafal Amituofo, dia
bertobat dengan kekuatannya dirinya sendiri.

Setelah bertobat dengan selekas mungkin, akhirnya dia


dapat mengelak dari hukuman neraka karena telah menfitnah
orang suci, tetapi harus juga terlahir menjadi anjing selama
500 tahun.

Dari kisah ini dapat diketahui bahwa bertobat dengan


kekuatan sendiri, maka kekuatan pertobatan tersebut ada
batasnya; harus menangis tersedu-sedu barulah dapat
mencapai pertobatan tingkat rendah. Tetapi sebagian dari kita
melakukan pertobatan pada dasarnya takkan sampai begitu
sedih, bahkan terkadang hanyalah sepatah dua patah ucapan
belaka, sampai tahap terendah saja kita tidak sanggup
mencapainya, maka itu sulit untuk memunculkan fungsi
pertobatan tersebut.

Pertobatan tingkatan atas adalah harus sampai sepasang


mata mengeluarkan darah. Pertobatan dengan kekuatan
sendiri adalah bagaikan di atas pakaian terdapat tinta hitam
yang begitu kotor, noda minyak, jika hanya
membersihkannya dengan air, sesungguhnya takkan berhasil,
mungkin hanya akan jernih sedikit saja. Sedangkan melafal
Amituofo, pertobatan yang mengandalkan Kekuatan Buddha,

40 

 
adalah ibarat menggunakan sikat yang kuat untuk
membersihkannya, hasilnya tentu saja tidak sama.

Kisah Suku Sakya yang tidak mempunyai niat pikiran


yakin dan bertekad, tidak dapat membangkitkan keyakinan
dan menerima maksud baik dari Buddha, maka itu tidak
dapat terjalin. Salah seorang praktisi beranggapan bahwa
kisah ini adalah untuk mengajari manusia agar jangan
melakukan kejahatan. Sesungguhnya kisah ini mengandung
makna yang mendalam dan luas, bukan hanya itu saja. Cerita-
cerita dalam Ajaran Buddha, setiap kisahnya mengandung

41 

 
makna yang mendalam dan luas, tergantung pada
pemahaman masing-masing.

Pada saat itu Suku Sakya tidak memiliki pemahaman


terhadap karma buruk yang mereka lakukan pada masa
kehidupan lampau, tidak memahami dan juga tidak mengakui,
tidak menyesalinya, bahkan tidak tahu sama sekali; juga tidak
memahami bahwa diri sendiri memiliki Jiwa KeBuddhaan,
sehingga dapat “mengubah kecerobohan untuk kembali ke
jalan yang benar”.

Lagipula walaupun Buddha Sakyamuni adalah satu suku


dengan mereka, tetapi mereka tidak terlalu yakin dengan
Ajaran Buddha, juga tidak menganggap bahwa Buddha dapat
menyelamatkan mereka, juga tidak percaya bahwa Buddha
dapat mewakili mereka memikul beban karma. Dalam
kondisi tidak percaya ini, tentu saja takkan sudi menerima
maksud baik dan penyelamatan dari Buddha. Maka itu
walaupun bersaudara dengan Buddha juga tak berdaya. Tidak
ada keyakinan dan tekad, juga tak berguna.

Tetapi apabila mereka dapat kembali ke jalan yang benar,


kondisinya tentu saja tidak sama, maka sejarah harus dicatat
ulang. Kita harus memahami, “segala sesuatu diciptakan oleh
pikiran”, ini adalah kebenaran mendasar dari Ajaran Buddha.
Niat pikiran mereka adalah niat pikiran yang tanpa keyakinan
42 

 
dan tekad, tentu saja akan memunculkan buah akibat yang
tanpa keyakinan dan tekad. Walaupun pada awalnya Buddha
yang dapat memikul beban karma, yang mampu
menyelamatkan, tetapi mereka tidak membangkitkan
keyakinan dan tekad untuk menerimanya, ini juga sama
dengan diri sendiri bersikeras untuk tetap berada di saluran
kekuatan karma, menuruti kekuatan karma menerima
pembalasannya. Ini bukan tidak mampu dipikul Buddha dan
tidak sanggup menyelamatkan, tetapi diri sendiri yang tidak
percaya dan menerima maksud baik dari Buddha, maka itu
tidak terjalin.

Ibarat dapat menumpang kapal menyeberangi laut,


seharusnya kapal dapat memikul berat badan mereka beserta
seluruh koper bawaan mereka; tetapi bagi mereka yang tidak
membangkitkan keyakinan dan tekad, maka akan bersikeras
untuk berenang sendirian. Ini bukanlah kapal yang tidak
sanggup mengangkut, tetapi karena kita tidak percaya dan
tidak sudi menaiki kapal, diri sendiri yang memilih untuk
berenang dan kemudian mati tenggelam, tidak bisa
menyalahkan kapal yang tidak dapat mengangkut dan
menyeberangkan.

Terhadap mereka yang tidak yakin dan bertekad duduk di


atas kapal, tentu saja kapal tidak dapat mengangkutnya dan
koper-koper bawaannya. Tetapi bagi mereka yang memiliki

43 

 
keyakinan dan tekad maka tentu saja kapal dapat
mengangkutnya berserta koper-koper bawaannya.

Ada lagi satu jenis orang yang sudi yakin dan bertekad
naik ke atas kapal, tetapi setelah sampai di kapal, dia tetap
tidak dapat yakin sepenuhnya, dia merasa lebih aman kalau
memikul sendiri barang bawaannya. Sehingga ketika berada
di kapal dia mengangkat sendiri koper-kopernya di atas
pundaknya, sambil berlayar sambil memikul beban berat,
selalu merasa bahwa koper-koper ini tidak dapat diangkut
oleh kapal, jadi lebih baik sendiri saja yang memikulnya.

44 

 
Demikianlah kondisinya di kapal, selalu menganggap
bahwa kapal tidak mampu mengangkut semuanya, maka
tidak bisa menyandarkan diri dan duduk dengan nyaman di
atas kursi kapal, harus susah payah duduk dengan memangku
barang-barang bawaannya, dengan demikian bukankah
selama perjalanan amat menderita?

Duduk dengan susah, capek setengah mati, masih


menyalahkan bahwa kapal ini tidak sanggup mewakili diriku
untuk memikul beban berat ini, sehingga saya harus bersusah
payah dan menderita. Sampai akhirnya, cara naik kapal
sedemikian lebih susah daripada jalan kaki, lalu berpendapat
bahwa menumpang kapal itu tidak ada gunanya, dan
kemudian terjun bebas ke lautan luas.

Di dunia ini banyak sekali praktisi sedemikian --- yang


tidak sudi koper-koper bawaannya diangkut kapal, sementara
dirinya sendiri begitu menderita karena harus mengangkatnya
sendiri, akhirnya menyalahkan bahwa kapal tidak sanggup
mengangkutnya, lebih susah daripada jalan kaki, maka itu
memilih terjun bebas ke laut. Praktisi yang berpemikiran
sedemikian, jika dikatakan dia tidak memiliki keyakinan dan
tekad, tetapi dia sudi naik ke atas kapal; sebaliknya bila
dikatakan dia memiliki keyakinan dan tekad, tetapi dia tidak
sudi menyerahkan koper bawaannya agar kapal yang
mengangkutnya. Ini adalah keyakinan dan tekad apaan? Atau

45 

 
sama sekali tidak memiliki keyakinan dan tekad? Praktisi
sekalian, silahkan memutuskannya sendiri.

Kisah Suku Sakya ini, Suku Sakya telah lenyap,


sesungguhnya bukanlah Buddha Sakyamuni tidak dapat
menyelamatkan Suku Sakya, bukan tidak sanggup mewakili
mereka memikul beban, tetapi karena Suku Sakya sendiri
yang tidak memiliki keyakinan dan tekad. Andaikata pada
saat itu mereka memiliki keyakinan pada Buddha, bertekad
menfokuskan pikiran melafal nama Buddha, kembali ke jalan
yang benar, maka sejarah ini akan dicatat ulang, akhir dari
kisah tersebut tentu akan tidak sama. Ini sama dengan
mengubah saluran, dari channel kekuatan karma lompat ke
channel Buddha; seperti kita menonton tayangan televisi,
46 

 
begitu saluran dipindahkan maka tayangan yang muncul juga
berubah.

Segala sesuatu tercipta dari pikiran, bila niat pikiran dapat


membangkitkan keyakinan dan tekad, maka akan
memperoleh penyelamatan dari Buddha, ini adalah kebenaran
bahwa segala sesuatu itu diciptakan pikiran, demikian pula
dengan kebenaran bahwa “Pikiran yang menjadi Buddha,
pikiran adalah Buddha”.

Pada saat itu Suku Sakya juga mengikuti kebenaran


bahwa segala sesuatu itu tercipta dari pikiran. Tetapi
sayangnya “pikiran tidak menjadi Buddha”, maka itu tentu
saja akan bergulir mengikuti karmanya, mereka memilih
saluran kekuatan karma. Apabila mereka bersedia
membangkitkan keyakinan dan tekad melafal nama Buddha,
“Pikiran menjadi Buddha”, tentu saja menjadi Buddha tidak
menciptakan karma, melafal Amituofo tidak memikirkan
karma, melafal nama Buddha sama dengan niat pikiran
Buddha, mengalihkan semua niat pikiran yang menciptakan
karma, ini tentu saja sama dengan : Buddha memikul pergi
semua beban karma.
 

47 

 
“Namo” adalah pengakuan bahwa diri sendiri tak berdaya,
sepenuhnya mengandalkan penyelamatan dari Buddha.
Terhadap gagasan membangkitkan keyakinan dan tekad,
sebagian praktisi mungkin masih kabur. Kita hanya
mengandalkan Kekuatan Buddha Amitabha! Jika tidak,
mengapa kita tidak melafal nama sendiri saja? Walaupun
mulut melafal Amituofo tetapi mengapa tidak berani
berlindung sepenuhnya kepada Buddha?

Praktisi yang menjelang ajalnya melafal “Namo


Amituofo”, ini sungguh telah menyerahkan sepenuhnya,
48 

 
harus berlindung secara keseluruhan barulah ada gunanya,
mengakui bahwa diri sendiri sama sekali tidak berdaya,
sepenuhnya mengandalkan penyelamatan dari Buddha, ini
adalah penyerahan keseluruhan jiwa raga barulah disebut
“Namo”. Jika masih tersisa satu niat pikiran untuk
mengandalkan diri sendiri, maka ini adalah penyerahan
setengah hati kepada Buddha, takkan mencapai pikiran yang
terfokus.

Para kaum intelek sulit untuk berhasil, ini karena


keakuannya begitu kuat, ingin mengandalkan diri sendiri,
maka itu hanya setengah hati menyerahkan diri pada Buddha,
selalu saja merasa ragu. Selalu saja tidak ikhlas membuang
49 

 
tangga dan menaiki lift. Baiklah jika demikian, ini juga
pilihan masing-masing individu, anda sekalian boleh menaiki
tangga pelan-pelan, satu kaki di dalam dan satu kaki di luar
lift, silahkan pelan-pelan dihimpit pintu lift.
  
Membangkitkan keyakinan dan tekad melafal Amituofo,
Buddha dapat memikul beban karma.

Ada seorang praktisi berkata : “Katanya melafal sepatah


Amituofo dengan setulusnya dapat mengeliminasi delapan
miliar kalpa karma berat tumimbal lahir, andaikata ada satu
orang yang rintangan karmanya amat berat, bersedia melafal
Amituofo, apakah ini dapat mengeliminasi rintangan
karmanya?”

Mengapa kita tidak melafal nama sendiri saja agar bisa


mengeliminasi delapan miliar kalpa karma berat tumimbal
lahir, tetapi harus melafal Amituofo? Tentu saja, karena
melafal Amituofo barulah berguna, mengandalkan Kekuatan
Buddha, mengandalkan Buddha Amitabha yang memikulnya!

Ada seorang praktisi lagi yang berkata : “Sampai di Alam


Sukhavati, Buddha Amitabha akan membantu kita,
mengaspal jalan kita agar mulus menuju pencapaian
50 

 
KeBuddhaan, di sana kita akan tekun berusaha, melatih diri
mencapai KeBuddhaan. Guru, bukankah ini sepertinya kita
melafal Amituofo, Buddha Amitabha akan memikul pergi
beban karma kita, saya ingin memperoleh kepastian akan hal
ini”.

Andaikata melafal Amituofo dan Buddha Amitabha tidak


bisa memikul pergi beban karma kita, maka para makhluk
yang melanggar Lima Sila dan melakukan sepuluh kejahatan,
mereka memiliki rintangan karma yang begitu berat,
bagaimana mungkin satu atau sepuluh lafalan dapat terlahir
ke Alam Sukhavati? Ini menunjukkan bahwa Buddha dapat
memikulnya! Tidak masalah. Hanya saja anda yang tidak
sudi mengakuinya, tidak membiarkanNya memikulnya,
barulah ada setumpuk masalah. Masih lagi ragu dan bertanya
padaNya apakah benar bisa memikulnya? Ragu dan tidak
percaya. Ini adalah Dharma yang sulit dipercaya, mintalah
pada Buddha agar memberkati dirimu agar bisa percaya!

51 

 
“Pikiran Terfokus Tak Tergoyahkan”
dengan “Menjadikan Pikiran Tidak
Tergoyahkan”
 
Apakah perbedaan antara gagasan “Pikiran Terfokus Tak
Tergoyahkan” dengan “Menjadikan Pikiran Tidak
Tergoyahkan”? Harus diperhatikan bahwa dua hal ini tidak
sama, dapat mempengaruhi kondisi dari seorang praktisi.

Terjemahan dari Amitabha Sutra ada dua macam : yang


satu adalah yang sering kita baca yakni versi terjemahan
Kumarajiva; versi lainnya adalah yang jarang dibaca yakni
versi terjemahan dari Master Hsuan Tsang.

Salah satu petikan dari Amitabha Sutra versi Master


Hsuan Tsang adalah : “Lagipula Oh Sariputra. Andaikata ada
putra atau putri berbudi yang memiliki keyakinan suci,
mendengar nama Buddha Usia Tanpa Batas yang memiliki
jasa kebajikan yang tanpa batas, tak terhingga dan tak
terbayangkan, jasa kebajikan dan kewibawaan Alam
Sukhavati, setelah mendengarnya mengadakan perenungan.
Andaikata dalam sehari semalam, atau dua atau tiga, atau
empat atau lima, atau enam atau tujuh, melafal Amituofo
52 

 
berkesinambungan tak tergoyahkan. Putra atau putri berbudi
ini saat menjelang ajal, Buddha Usia Tanpa Batas, bersama
para sravaka, Bodhisattva dan siswa-siswaNya yang tak
terhingga, muncul di hadapan praktisi dan dengan maitri
karuna memberi pemberkatan, agar pikirannya tidak
tergoyahkan. Saat ajalnya berakhir, praktisi ini akan
mengikuti Buddha dan para makhluk suci lainnya, terlahir ke
Alam Sukhavati yang penuh kesucian”.

53 

 
Dalam terjemahan versi Kumarajiva ada tercantum
“Andaikata dalam sehari atau dua hari sampai atau tujuh hari,
pikiran terfokus tak tergoyahkan”. Sedangkan di dalam
terjemahan versi Master Hsuan Tsang, beliau menerjemahkan
sebagai “Andaikata dalam sehari semalam, atau dua atau tiga
hingga atau tujuh, melafal berkesinambungan tak
tergoyahkan”.

Kata “berkesinambungan” adalah ibarat menggunakan tali


untuk mengikat, menopang agar pikiran tidak kalut; juga
seperti melepaskan layang-layang, tiada hentinya memegang
benang sambil menarik layang-layang, takkan
membiarkannya terputus sehingga layang-layang terbang dan
menghilang. Ini berarti bahwa setelah memiliki keyakinan
dan tekad, dengan sendirinya akan merasa tenang, tekun
melatih diri. Karena apabila seseorang itu dapat dengan
sepenuhnya membangkitkan keyakinan dan tekad, percaya
bahwa kekuatan Buddha akan memberkati, bersedia
menyerahkan diri sepenuhnya, sudi mempercayakan padaNya,
maka hatipun jadi damai.

Mempercayakan sebuah urusan kepada orang yang dapat


diandalkan, yakin bahwa Dia memiliki kekuatan untuk
menyelesaikannya dengan terbaik, bukankah hati kita jadi
tentram? Setiap saat melafal Amituofo adalah dengan hati
yang berlindung dan berterimakasih, sampai di sini
pembahasan kita tentang petikan Amitabha Sutra versi
54 

 
terjemahan Master Hsuan Tsang tentang “Melafal
Berkesinambungan Tak Tergoyahkan”.

Selanjutnya adalah “Menjadikan Hati Tak Tergoyahkan”,


apa yang merupakan subjek dari kalimat ini? Yakni Buddha
Usia Tanpa Batas. Adalah Buddha Usia Tanpa Batas yang
datang memberkati sehingga hati kita jadi tak tergoyahkan.
Bukan hanya Buddha Usia Tanpa Batas yang datang, tetapi
para Sravaka, Bodhisattva dan para siswaNya yang tak
terhingga, juga berdatangan, bahkan mereka begitu akrab
mengelilingi praktisi itu, berdiri di hadapannya, semua
makhluk suci itu memberikan pemberkatan padanya, begitu
banyak Buddha, Bodhisattva dan makhluk suci memberi
pemberkatan padanya, barulah dapat menjadikan pikiran tak
tergoyahkan.

Ini sangat jelas menunjukkan bahwa mengandalkan


Kekuatan dari Buddha dan Bodhisattva, dengan
“mengandalkan kekuatanNya”, barulah dapat mengubah
pikiran saat menjelang ajal yang pada mulanya akan kalut
menjadi tak tergoyahkan.

Terjemahan Amitabha Sutra versi Master Hsuan Tsang


adalah terjemahan langsung dan baku dari Bahasa Sansekerta,
maka itu isinya lebih panjang, tetapi lebih terperinci.
Sedangkan versi terjemahan Kumarajiva lebih dititikberatkan
55 

 
pada budaya Bahasa Mandarin, dengan kata dan kalimat yang
lebih ringkas dan sederhana, cocok dengan selera orang
Tiongkok.

Petikan sutra yang diambil dari terjemahan versi Master


Hsuan Tsang ini lebih mudah dipahami --- saat menjelang
ajal pikiran kita tak tergoyahkan adalah karena Buddha dan
para makhluk suci lainnya yang muncul di hadapan untuk
memberi pemberkatan dan perlindungan, barulah pikiran kita
tak tergoyahkan, bukan mengandalkan kekuatan diri sendiri,
ketrampilan diri sendiri, tetapi adalah mengandalkan
Kekuatan Buddha!
  
 

56 

 
Kekuatan Buddha adalah cara
terbaik untuk
menghapus kemelekatan
pada keakuan.

57 

 
“Mengandalkan Kekuatan Buddha” Adalah
Cara Terbaik Untuk Melenyapkan
Kemelekatan Pada Keakuan

Bagian 1

Mengapa kami terus menekankan agar “mengandalkan


kekuatanNya menjadikan pikiran tak tergoyahkan”? Kita
harus mengetahui bahwa mengapa pikiran kita jadi goyah?
Ini dikarenakan melekat pada keakuan! Melekat pada
gelembung air kecil, merisaukan keakuan.

Andaikata di dalam hati masih berharap agar bisa


memperoleh sesuatu di dunia saha ini, sebuah keberhasilan,
termasuk keberhasilan melatih diri, keberhasilan dalam
menyelamatkan makhluk lain, ini juga termasuk kerisauan,
ini juga adalah sebab dari “pikiran goyah”. Tetapi jika
mengandalkan kekuatan lautan luas, dengan sendirinya
takkan melekat pada gelembung air, gelembung air ini takkan
ada yang perlu dirisaukan, sehingga takkan bergejolak,
barulah dapat membangkitkan ketulusan, melafal Amituofo
berkesinambungan tak tergoyahkan, “mengandalkan
Kekuatan Buddha” adalah cara terbaik untuk menghapus
kemelekatan pada keakuan.
58 

 
Sebagian orang membicarakan “mengandalkan kekuatan
sendiri”, seringkali karena ingin mengandalkan kekuatan
sendiri, akhirnya jatuh ke dalam kemelekatan pada keakuan.
Jika ada sedikit niat mengandalkan kekuatan sendiri, ingin
mengejar keberhasilan keakuan, maka pikiran akan kalut dan
tidak mungkin tak tergoyahkan, dengan adanya pikiran
berhasil dan takut gagal, memperoleh dan takut kehilangan,
ini pasti akan goyah.

Contohnya dalam melafal Amituofo, cukup melafal


dengan setulusnya, tetapi justru ada yang berkomentar :
“Saya ingin cepat-cepat mencapai pikiran terfokus tak
59 

 
tergoyahkan”, “saya ingin mencapai samadhi pelafalan
Amituofo”, ”saya ingin melafal Amituofo sehari semalam,
agar bisa mendapat piala tidak tidur dan tidak makan!”.

Katanya mau melafal Amituofo sehari semalam, tetapi


bukannya melafal setulusnya, malah yang diperhatikan
adalah apakah saya bisa menahan ngantuk atau tidak?
Apakah saya bisa bertahan untuk tidak ke belakang? Jika
sedemikian pasti kacau, tidak ada orang yang membuatmu
jadi goyah, tetapi dirimu sendiri yang membuatmu goyah.

Terkadang melafal Amituofo itu malah jadi memikirkan


lainnya misalnya saya harus menahan kantuk, saya harus
menahan lapar, ini bukan melafal Amituofo, dari awal sampai
akhir adalah kacau, bagaimana mungkin tidah goyah? Ini
bukan lagi menfokuskan pikiran pada Amituofo tetapi pada
kekacauan.

60 

 
“Mengandalkan Kekuatan Buddha” Adalah
Cara Terbaik Untuk Melenyapkan
Kemelekatan Pada Keakuan

Bagian 2

Andaikata tidak mengandalkan kekuatan lautan luas,


pikiran tidak diletakkan pada lautan luas, pasti akan
memikirkan masalah-masalah gelembung air. Asyik
membanding-bandingkan apakah gelembung air atau lautan
luas yang lebih besar? Apakah gelembung air ini yang lebih
61 

 
kuat atau gelembung air itu? Malah berpikir lagi, saya ingin
menjadi gelembung air yang paling besar. Sebesar apapun
masih juga sebuah gelembung air, sebentar lagi juga pecah.
Semakin besar gelembung air maka semakin mudah pecah,
sebaliknya gelembung air yang amat kecil sampai tidak ada,
maka takkan pecah. Sesungguhnya gelembung air yang amat
kecil sampai tidak ada itulah berubah menjadi lautan besar.

“ Mengandalkan Kekuatan Buddha Amitabha”, inilah


rahasia yang paling menakjubkan dari Pintu Dharma Tanah
Suci. Mereka yang mengandalkan KekuatanNya adalah
bagaikan mutiara di atas telapak tangan Buddha Amitabha,
melewati hidup dengan bahagia!

Andaikata bersikeras harus menggunakan kekuatan


sendiri, ini adalah pemikiran seorang yatim piatu, sungguh
patut dikasihani. Ada sebagian anak yang mempunyai tekad
yang keras, harus berjuang dengan kekuatan sendiri, padahal
ayahnya sangat baik, tetapi si anak selalu merasa ayahnya
tidak baik, ayah tidak menyayanginya, maka itu selalu
berjuang sendirian, melewati hari-harinya dengan keluhan;
setiap hari bekerja keras, tetapi di dalam hatinya sungguh
menderita, sangat tertekan.

Sesungguhnya bukan ayah yang tidak menyayanginya,


tetapi dia sendiri yang tidak sudi mendekat, tidak memahami
62 

 
isi hati ayah. Sesungguhnya ayahnya memiliki kemampuan
dan hebat, segalanya sanggup dipikul, tetapi sayangnya dia
tidak mempercayai ayahnya.

Sesungguhnya ayahnya serba bisa, tetapi dia masih tidak


yakin pada ayahnya, selalu merasa daripada mengandalkan
ayahnya lebih baik mengandalkan diri sendiri. Dia bukan
tidak berusaha keras, malah sudah berupaya sampai begitu
menderita, begitu tertekan, ini adalah anak yang
mengandalkan kekuatannya sendiri.

Ada pula anak lainnya, selalu merasa ayahnya sungguh


menyayanginya, terhadap apa yang telah diberikan
ayahbunda, sepenuhnya berterimakasih, maka itu dia
bagaikan sebutir mutiara di atas telapak tangan Buddha
Amitabha, melewati hari-hari dengan bahagia.

Sesungguhnya ayah amat adil, juga tidak


memperlakukannya dengan istimewa, hanya saja dia tahu
bersyukur, menerima dan tahu mendekati sang ayah, selalu
merasa apa yang diinginkan pasti akan dikabulkan ayahnya,
sampai walaupun dia tidak meminta, ayahnya telah
menyediakannya terlebih dulu, sehingga melewati hari-hari
dengan bahagia.

63 

 
Karena dia tahu bahwa ayahnya serba bisa, semuanya
sudah dipersiapkan, maka itu dia sendiri tidak perlu
merisaukan dirinya sendiri lagi, juga tidak memohon apa-apa
lagi, dia hanya menunaikan kewajibannya menjaga adik-
adiknya, mengikuti semangat ayah dan membalas budi ayah,
anak yang selalu mendekatkan diri dengan sang ayah dan
tahu bersyukur ini, kehidupannya amat bahagia.

64 

 
Menggunakan jasa kebajikan
melafal Amituofo untuk memohon
pahala alam dewa dan manusia,
agar keberhasilannya bisa di atas
orang lain, sesungguhnya ini
namanya melimpahkan jasa
kebajikan melafal Amituofo untuk
masuk kembali ke enam
alam tumimbal lahir, sama
sekali bukan dilimpahkan ke
Alam Sukhavati!

65 

 
Melimpahkan Akar Kebajikan Ke Alam
Sukhavati Atau Enam Alam Tumimbal Lahir?

Sutra memberitahukan kita untuk melimpahkan akar


kebajikan ke Alam Sukhavati, ini adalah dari gelembung air
mengalir menjadi lautan besar. Dan praktisi yang salah arah,
menempatkan akar kebajikan melafal Amituofo yang begitu
besar, berkah kebajikan yang besar ini, malah dipergunakan
untuk menghiasi rupa sendiri, pelimpahan jasa ini sudah salah
arah.

Lebih sudi menggenggam erat gelembung air dan


mengabaikan lautan luas, sungguh sesat dan merasa benar
pula, ini bagaikan menukar berlian dengan sebutir bonbon.
Ini karena tidak memahami nilai dan kegunaan dari melafal
Amituofo, juga tidak memahami makna dari pelimpahan jasa,
maka itu melafal Amituofo, malah melimpahkan ke tempat
yang beracun (enam alam tumimbal lahir–pen),
menggunakan jasa kebajikan melafal Amituofo untuk
memohon pahala alam dewa dan manusia, agar
keberhasilannya bisa di atas orang lain, sesungguhnya ini
namanya melimpahkan jasa kebajikan melafal Amituofo
untuk masuk kembali ke enam alam tumimbal lahir, sama
sekali bukan dilimpahkan ke Alam Sukhavati!

66 

 
Harus diperhatikan bahwa melimpahkan jasa bukan hanya
dengan membaca gatha pelimpahan jasa. Di dalam Sutra Usia
Tanpa Batas tertera bahwa “setiap niat pikiran adalah
pelimpahan jasa”, setiap niat pikiran yang muncul adalah
pelimpahan jasa, niat pikiran kita hendak diarahkan ke mana?
Niat pikiran yang muncul adalah arah, ini barulah disebut
pelimpahan jasa.

Praktisi yang benar-benar melimpahkan jasa kebajikannya


ke Alam Sukhavati, pahalanya pasti besar, apakah masih
perlu merisaukan lagi takkan memiliki pahala kecil? Gelar
setinggi AVVT saja sudah diraih, apakah masih perlu
merisaukan takkan memperoleh titel-titel kecil lainnya?
Kedudukan kecil lainnya?

Praktisi yang benar-benar melimpahkan jasa


kebajikannya ke Alam Sukhavati, takkan mendambakan
segala sesuatu yang ada di dunia saha ini, segala keberhasilan,
termasuk di dalamnya keberhasilan melatih diri atau
keberhasilan karena telah menyelamatkan makhluk lain.

Jasa kebajikan dari melafal Amituofo ataupun kebajikan


lainnya haruslah dilimpahkan untuk bertekad lahir ke Alam
Sukhavati mencapai KeBuddhaan. Andaikata melafal
Amituofo tetapi di dalam hati masih ingin mengejar

67 

 
keberhasilan dari melafal Amituofo itu, maka ini adalah
pelimpahan jasa ke enam alam tumimbal lahir.

Melafal Amituofo yah cuma melafal Amituofo, melafal


dengan setulusnya, satu persatu kata dilafal dengan jelas,
didengar dengan jelas, “secara keseluruhan menempatkan
jasa kebajikan Buddha Amitabha menjadi jasa kebajikan diri
sendiri”, jadi untuk apa masih mencari jasa kebajikan dan
keberhasilan lainnya lagi?
   

68 

 
Kita dapat menaiki bahtera tekad
agung sehingga batu besar takkan
tenggelam, ini juga tak terpisah
dari hukum sebab akibat. Dapat
mencapai KeBuddhaan juga ada
sebab akibatnya. Bisa dikatakan
sejak orang awam sampai
mencapai KeBuddhaan juga
tak terpisah dari Hukum
Karma.

69 

 
Jangan menganut pandangan sesat
“Hukum Karma Itu Tidak Ada”

Ada praktisi yang mengatakan : “Di dalam hati Buddha


Sakyamuni sudah tidak ada lagi Hukum Karma”. Kalimat ini
mengandung masalah yang amat besar, praktisi sekalian
harus sangat serius memperhatikannya. Kita dapat terlahir ke
Alam Sukhavati juga ada sebab akibatnya, tidak berhasil
terlahir ke Alam Sukhavati juga ada sebab akibatnya.

Kita dapat menaiki bahtera tekad agung sehingga batu


besar takkan tenggelam, ini juga tak terpisah dari hukum
sebab akibat. Dapat mencapai KeBuddhaan juga ada sebab
akibatnya. Bisa dikatakan sejak orang awam sampai
mencapai KeBuddhaan juga tak terpisah dari Hukum Karma.
Pertanyaan yang diajukan praktisi tadi akan mudah
disalahpahamkan sebagai pandangan sesat “Tidak Ada
Hukum Karma”.

Di dalam Amitāyurdhyāna-sūtra tercantum tentang “Tiga


Berkah Karma Suci”, untuk terlahir ke Alam Sukhavati harus
memupuk tiga jenis berkah ini, salah satu diantaranya adalah
“yakin sepenuhnya pada Hukum Karma dan membaca Sutra
Usia Tanpa Batas”. Buddha mengajarkan kita agar percaya
70 

 
sepenuhnya pada Hukum Karma, jadi bagaimana mungkin
diri sendiri tidak memiliki sebab akibat.

Kita mengambil perumpamaan gelombang


elektromagnetik dan foto rontgen, melalui pancaran
gelombang elektromagnetik barulah dapat menghasilkan foto
rontgen, apakah praktisi sekalian bisa memahaminya?
Pancaran gelombang elektromagnetik adalah sebab, foto
rontgen adalah hasil akibatnya; demikian pula dengan apa
yang dipancarkan oleh gelombang pikiran kita, maka akan
muncul akibatnya, inilah Hukum Karma.

Bagi mereka yang telah mencapai pencerahan, gambar-


gambar foto itu adalah palsu, tetapi bagi kita orang awam,
selalu saja menganggap yang palsu itu benar-benar ada, yang
palsu inilah yang bisa membuat kita bahagia dan menderita.

Walaupun Buddha amat jelas bahwa para makhluk sedang


bermimpi, tetapi bersamaan itu pula Beliau juga sangat jelas
menyadari akan Hukum Karma, namun Beliau takkan kalut
dan kacau, apapun gelombang pikiran yang dipancarkan para
makhluk dan apa akibat yang akan ditimbulkannya, Buddha
sangat memahaminya, jadi bagaimana boleh dikatakan bahwa
di hati Buddha Sakyamuni tidak ada Hukum Karma?

71 

 
Hukum Karma amat jelas, seluruh Buddha dari tiga masa
juga mematuhi Hukum Karma melatih diri dan mencapai
KeBuddhaan, maka itu tidak boleh berpandangan sesat
bahwa “Hukum Karma Itu Tidak Ada”

72 

 
Di dalam “Maharatnakuta Sutra”, Buddha
menasehati kita agar mendengar pembabaran
Buddha Dharma, andaikata maharibu dunia
dipenuhi bara api, juga harus mendengar
pembabaran Buddha Dharma, demi
mempelajari Dharma, tidak boleh ada
kemunduran hati, munafik, dalam mendengar
Dharma itu tidak boleh mundur, malas, juga
tidak boleh bersikap menjilat dan munafik,
pura-pura duduk di sana tetapi
tidak mendengarkan dengan
konsentrasi, sesungguhnya
mendengar Dharma itu untuk siapa?

73 

 
“Menyadari Hukum Karma” dan “Tidak
Terjatuh Ke Dalam Hukum Karma”

Mungkin kita pernah mendengar sebuah kisah


perumpamaan dari Master Bai Zhang, yang memberi
petunjuk kepada kita : “Menyadari Hukum Karma” dan
“Tidak terjatuh ke dalam Hukum Karma”, perbedaan diantara
kedua hal ini amat jauh sekali. Walaupun praktisi sekalian
sudah pernah mendengarnya, tetapi agar anda sekalian
memiliki kesan yang lebih mendalam, saya akan
menceritakan kisah ini sekali lagi.
Master Bai Zhang hidup pada masa Dinasti Tang, ketika
beliau sedang berceramah, ada seorang lansia yang sering
datang mendengar ceramahnya, setelah ceramah selesai
lansia ini mengikuti umat lainnya membubarkan diri.

Suatu hari setelah ceramah selesai, lansia ini tidak pergi,


lalu Master Bai Zhang bertanya pada lansia ini : “Siapa yang
sedang berdiri di sana?”  

Lansia itu menjelaskan bahwa pada masa kehidupan


lampaunya, dia lahir pada masa Buddha Kasyapa sedang
membabarkan Dharma di dunia, pernah tinggal di gunung ini,
pada saat itu ada seorang praktisi yang bertanya padanya :
74 

 
“Apakah praktisi senior masih jatuh ke dalam Hukum
Karma?” Dia menjawab: “Tidak jatuh ke dalam Hukum
Karma”.

Harus diperhatikan, “tidak jatuh ke dalam Hukum Karma”,


ini juga bisa dikatakan takkan jatuh ke dalam Hukum Karma,
ini adalah pandangan sesat “tidak ada Hukum Karma”.
Kemudian karena salah mengucapkan satu kalimat ini, dia
harus terlahir sebagai rubah selama 500 kelahiran.

Mungkin praktisi sekalian merasa ini terlalu berat, baru


salah mengucapkan satu aksara saja harus menerima akibat
yang amat berat. Iya, memang begitu berat, maka itu kita
harus lebih mawas diri dan lebih serius. Karena salah
menyampaikan satu huruf saja, bisa salah konsep, satu
konsep saja yang salah maka akan terjalin dengan moha
(kebodohan).

Anda sekalian harus memahami bahwa gelombang dari


niat pikiran moha akan terjalin dengan alam binatang dan
menjalani penderitaan alam binatang. Dan mengajari orang
lain konsep yang salah, maka sama dengan menyesatkan jiwa
kebijaksanaan Dharmakaya insan lain, dosa ini tidak kecil,
barulah terlahir menjadi serigala selama 500 kelahiran.

75 

 
Untungnya pada masa kelahiran lampau, dia masih
memiliki akar kebajikan, sehingga setelah 500 kelahiran
kemudian, dia berjodoh bertemu dengan Master Bai Zhang,
memiliki kesempatan untuk kembali mendengar Buddha
Dharma, untuk menyelesaikan masalah ini. Kemudian dia
meminta Master Bai Zhang untuk mengucapkan kata yang
benar. Master Bai Zhang menjawab : “Menyadari Hukum
Karma”. Setelah mendengarnya lansia ini mendadak
mencapai pencerahan.

76 

 
“Menyadari Hukum Karma” adalah memastikan adanya
Hukum Karma, dengan memiliki pandangan benar barulah
dapat membebaskan diri dari tubuh serigala. Untunglah dia
memiliki jodoh bertemu dengan Master Bai Zhang, dengan
mengandalkan konsep Buddha Dharma yang benar,
mengubah kekuatan karma.

Bayangkan andaikata dia bersikeras mengandalkan


kekuatan sendiri, bagaimana mungkin bisa mengeliminasi
rintangan karma? Berusaha sendiri selama 500 kelahiran
masih tidak sanggup mengeliminasinya, inilah pentingnya
mendengar ceramah Dharma.

Praktisi sekalian boleh memperhatikan bahwa sejak jaman


Buddha Kasyapa hingga setelah Buddha Sakyamuni
parinirvana, masa Dinasti Tang, masih belum jelas akan satu
konsep tersebut, dapat dilihat bahwa mendengarkan Buddha
Dharma yang murni adalah sangat penting.

Di dalam “Maharatnakuta Sutra”, Buddha menasehati


kita agar mendengar pembabaran Buddha Dharma,
andaikata maharibu dunia dipenuhi bara api, juga harus
mendengar pembabaran Buddha Dharma, demi mempelajari
Dharma, tidak boleh ada kemunduran hati, munafik, dalam
mendengar Dharma itu tidak boleh mundur, malas, juga
tidak boleh bersikap menjilat dan munafik, pura-pura duduk
77 

 
di sana tetapi tidak mendengarkan dengan konsentrasi,
sesungguhnya mendengar Dharma itu untuk siapa?

78 

 
Dengan tidak memiliki keyakinan
dan tekad tentu saja tidak bisa
terlahir ke Alam Sukhavati, dan
dengan segala macam bentuk
senioritas ini, tidak ada
kaitannya sama sekali.

79 

 
Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam
Sukhavati

(Bagian 1)

Mengapa saya harus menyampaikan kalimat yang tidak


nyaman didengar ini kepada anda semuanya? Karena
belakangan ini ada praktisi yang begitu panik, dengan nada
berat memberitahuku bahwa di Taiwan ada seorang ketua
grup “Zhu Nian” (kelompok yang membantu melafal
Amituofo untuk orang yang akan meninggal dunia),
kondisinya saat menjelang ajal sungguh tidak bagus, tidak
terlahir ke Alam Sukhavati.

Ada lagi praktisi yang sambil menangis sambil


memberitahuku, Guru XX yang bernamaskara pada Buddha
sebanyak 2.500.000 kali, tetapi kondisinya saat menjelang
ajal tidak bagus, mungkin juga tidak terlahir ke Alam
Sukhavati, sehingga keyakinan para praktisi terhadap
kelahiran ke Alam Sukhavati menjadi mundur.
Sesungguhnya, hal ini sedikitpun tidak aneh, ini karena tidak
memahami dengan jelas tentang syarat untuk terlahir ke
Alam Sukhavati.

80 

 
Andaikata sepanjang hidup membentuk grup Zhu Nian
yang membantu melafal Amituofo untuk mereka yang akan
menjelang ajal, atau melakukan namaskara pada Buddha
hingga sekian kali, malah bukan “mengandalkan Kekuatan
Buddha Amitabha” melafal Amituofo; juga mengambil “saya
sering membantu orang lain melafal Amituofo”, atau “saya
telah melakukan namaskara pada Buddha hingga sekian kali”,
untuk dijadikan sebuah keberhasilan, yang menambah
kemelekatan pada keakuan, keangkuhan.

Andaikata sepanjang hidup membentuk grup Zhu Nian


yang membantu melafal Amituofo untuk mereka yang akan
menjelang ajal, atau melakukan namaskara pada Buddha
81 

 
hingga sekian kali, malah bukan “mengandalkan Kekuatan
Buddha Amitabha” melafal Amituofo; juga mengambil “saya
sering membantu orang lain melafal Amituofo”, atau “saya
telah melakukan namaskara pada Buddha hingga sekian kali”,
untuk dijadikan sebuah keberhasilan, yang menambah
kemelekatan pada keakuan, keangkuhan.

Mengira bahwa “aku” sungguh hebat dalam membantu


orang lain melafal Amituofo, “aku” pintar berceramah, “aku”
hebat dalam melakukan namaskara pada Buddha.
Demikianlah di luar tampak melafal Amituofo, kenyataannya
sedang melafal keakuan dan keangkuhannya. Lama kelamaan
merasa bahwa aku amat hebat, mengira bahwa kekuatan
sendiri dapat diandalkan. Sesungguhnya, aku itu hanya
sebuah gelembung air kecil, apa yang bisa diandalkan? Saat
ketidakkekalan datang dan jatuh sakit, maka segera bisa
memahaminya.

Buddha mengajarkan kita untuk melenyapkan keakuan,


dan bagi mereka yang mempergunakan melafal Amituofo ini
untuk mengembangkan kemelekatan pada keakuan, dan juga
yang tidak memiliki keyakinan sama sekali pada Buddha,
terhadap Ajaran Buddha sama sekali tak peduli. Mereka yang
memikirkan keakuan dan keangkuhan, sama sekali tidak
mengandalkan Kekuatan Buddha, juga tidak memiliki
kekuatan tekad untuk terlahir ke Alam Sukhavati, tidak ada
keyakinan dan tekad yang sesungguhnya, maka tidak dapat
82 

 
terlahir ke Alam Sukhavati. Dengan tidak memiliki
keyakinan dan tekad tentu saja tidak bisa terlahir ke Alam
Sukhavati, dan dengan segala macam bentuk senioritas ini,
tidak ada kaitannya sama sekali.

Harus diperhatikan bahwa Buddha Amitabha tidak pernah


mengatakan bahwa secara formalitas membantu orang lain
melafal Amituofo itu harus berapa kali, atau secara formalitas
harus mendirikan sebuah organisasi Buddhis, bernamaskara
hingga sekian kali, baru bisa terlahir ke Alam Sukhavati,
praktisi sekalian jangan sekali-kali mencoba menciptakan
teori baru.
 
 

 
 

 
 

 
 

83 

 
Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam
Sukhavati

(Bagian 2)

Buddha hanya mengatakan “membangkitkan


keyakinan dengan penuh sukacita”, yang penting itu adalah
“hati”, “membangkitkan keyakinan dengan penuh sukacita”,
tidak ada bentuk-bentuk formalitas apapun, mendirikan
organisasi, atau senioritas.

Seperti kejadian baru-baru ini di wilayah timur laut


Tiongkok, ada seorang upasaka yang bernama Wang Song-
shan, dia tidak memiliki senioritas apapun, juga tidak pernah
berpartisipasi dalam organisasi Buddhis, tetapi, dia
mendengar kaset ceramah Master Chin Kung yang berjudul
“Sutra Usia Tanpa Batas”, setelah mendengarnya dia
bersungguh-sungguh mengamalkannya. Akhirnya setelah
melafal Amituofo tidak sampai beberapa tahun kemudian, dia
meninggal dunia dalam posisi berdiri, bahkan juga terlebih
dulu mengetahui waktunya terlahir ke Alam Sukhavati,
kondisinya baik dan tidak sakit.

84 

 
Ketika tiba di Gunung Tianmu, dia berkata pada semua
orang di sana : “Saya datang ke Gunung Tianmu dengan
tujuan terlahir ke Alam Sukhavati”. Dan berpamitan dengan
satu persatu, tetapi tidak ada orang yang menanggapinya
dengan serius.

Keesokan paginya, dia meminta orang lain untuk


membantunya melafal Amituofo, mereka masih sempat
berkomentar : “Anda masih begitu sehat dan lincah, untuk
apa mencari orang membantumu melafal Amituofo?”
85 

 
Tak terpikir, dia melakukan namaskara pada Buddha di
bawah pohon, sesaat kemudian dia masih melepaskan
jaketnya karena kepanasan dan berkeringat; ada orang yang
melihat kedatangan “Tiga Suciwan Dari Alam Sukhavati
( Buddha Amitabha, Bodhisattva Avalokitesvara dan
Bodhisattva Mahasthamaprapta)”, memancarkan cahaya,
kemudian dia beranjali dan wafat dalam posisi berdiri.

Setengah tahun yang lalu dia telah berkata pada istrinya,


dia akan terlahir di Alam Sukhavati pada tingkatan bunga
teratai yang paling atas. Dia adalah petani tua yang berusia
sekitar 60 tahun lebih, membangkitkan keyakinan dengan
penuh sukacita, maka dapat terlahir ke Alam Sukhavati.

 
 

 
 
 
 

 
86 

 
Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam
Sukhavati

(Bagian 3)

Master Ou Yi mengatakan bahwa keyakinan, tekad dan


pengamalan adalah satu kesatuan. Praktisi yang memiliki
keyakinan pasti memiliki tekad dan pengamalan; praktisi
yang tidak memiliki tekad dan pengamalan, tidak bisa
dikatakan memiliki keyakinan benar; praktisi yang tidak
memiliki keyakinan dan pengamalan, juga tidak bisa
dikatakan memiliki tekad yang benar.

Praktisi yang memiliki keyakinan, maka dia akan melafal


Amituofo dengan setulusnya, dalam satu kehidupan akan
menjadi Buddha. Banyak orang yang tidak percaya akan hal
ini, tidak mampu membangkitkan keyakinan dan tekad sejati,
ini juga tidak mengherankan.

Ada yang mengatakan pada Master Chin Kung :


“Sungguh sulit menasehati orang lain agar membangkitkan
keyakinan dan tekad melafal Amituofo”. Mendengar ucapan
ini Master Chin Kung hanya tersenyum-senyum dan berkata :
87 

 
“Apakah anda melihat dia memiliki tampang seperti pada
kelahiran ini juga bisa menjadi Buddha?” Praktisi sejati yang
bertekad mencapai KeBuddhaan, dalam keseharian akan
semakin menguatkan keyakinan dan membulatkan tekad
untuk terlahir ke Alam Sukhavati.

 
88 

 
Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam
Sukhavati
 
(Bagian 4)

Tetapi untuk anggapan sesat bahwa “Buddha dapat


memikul beban karma kita”, maka itu kita bisa tenang-tenang
berbuat kejahatan, perlu diketahui bahwa gelombang niat
pikiran kita untuk melakukan perbuatan jahat, takkan terjalin
dengan Dharmadhatu Buddha, kemampuan Buddha untuk
memikul beban karma dengan si pelaku kejahatan takkan ada
kaitannya.

Ada praktisi yang mencemaskan bahwa andaikata Buddha


dapat memikul beban karma kita, maka kita boleh sesuka hati
melakukan kejahatan, ini ibaratnya seperti sudah tahu bahwa
kapal tersebut dapat mengangkut koper-koper bawaan, maka
sengaja membawa lebih banyak lagi barang-barang bawaan,
harus diperhatikan bahwa karena setiap hari sibuk
memperbanyak barang-barang bawaan, mungkin saja sampai
saat meninggal dunia masih belum sempat naik ke atas kapal,
sampai berputar lagi di dalam lingkaran tumimbal lahir masih
sibuk berkemas! Coba kalian pikirkan, praktisi yang telah
sempat naik ke atas kapal, apakah masih akan kembali ke
89 

 
pelabuhan untuk memperbanyak koper-koper bawaannya?
Justru orang yang masih sibuk di pelabuhan, memperbanyak
dan menciptakan barang-barang bawaan, sebenarnya
belumlah naik ke dalam kapal, bagaimana mungkin kapal
bisa mengangkutnya?

Orang yang masih bisa melakukan kejahatan, karena tidak


memahami makna dari “Buddha dapat memikul beban karma
kita”. Mari kita menggunakan istilah “mimpi” dan “sadar”
dengan perumpamaan sebagai berikut: Buddha Amitabha
membangunkan kita, begitu kita sadar, sama dengan
rintangan karma di dalam mimpi kita telah dipikul pergi oleh
90 

 
Buddha Amitabha. Orang yang memahami kebenaran ini
akan berdiam dalam kesadaran, dan takkan mungkin lagi
berada di dalam mimpi melakukan karma buruk.

Andaikata dikatakan, orang yang sadar takkan kembali


lagi ke dalam mimpi, maka itu ada yang merasa jika memang
demikian maka saya akan dengan tenang melanjuti terus
mimpiku, jika mimpiku belum usai, walaupun Buddha
Amitabha membangunkanku, daku juga takkan sudi bangun.

Orang yang tidak sudi bangun ini tentu saja akan terus
bermimpi, sehingga hidup dalam mimpi, menerima
penderitaan dalam mimpi, masih banyak lagi mimpi alam
neraka yang bisa dirasakan! Buddha membangunkannya
untuk menikmati Alam Sukhavati dengan berbagai manfaat,
dia malah tidak dapat menikmatinya.

91 

 
Harus Jelas Akan Syarat Terlahir Ke Alam
Sukhavati
 
(Bagian 5 - Tamat)

Praktisi sekalian tentunya mengetahui di dalam


“Saddharma Pundarika Sutra” tercantum bahwa satu niat
pikiran memunculkan Dasa Dharmadhatu (sepuluh alam
Dharma). Orang yang melakukan kejahatan tentu saja akan
mengikuti gelombang pikirannya, jatuh ke dalam saluran
(channel) yang sesuai dengan gelombang pikiran yang
dipancarkan.

Contohnya keserakahan akan memancarkan gelombang


pikiran yang terjalin dengan Alam Setan; amarah akan
memancarkan gelombang pikiran yang terjalin dengan neraka.
Diri sendiri memancarkan gelombang pikiran karma buruk,
walaupun betapa bagusnya Alam Buddha, kekuatan yang
sebesar apapun, tetapi gelombang pikiran dan channelnya
tidak satu arah maka takkan terjalin, Buddha mampu
memikul beban karma juga tidak ada kaitannya dengan si
pelaku kejahatan.

92 

 
Jika pada kelahiran lampau kita melakukan karma buruk,
tetapi begitu mengetahui bahwa Buddha memiliki kekuatan
maha maitri maha karuna, segera memperbaiki diri dan
melafal Amituofo. Gelombang pikiran dari niat pikiran
melafal Amituofo ini, langsung terpancar sampai ke Alam
Buddha, tentu saja gelombang pikiran ini takkan terjalin
dengan saluran kekuatan karma, yang juga takkan menjalani
penderitaan; jika dapat memancarkan gelombang pikiran
melafal Amituofo secara berkesinambungan, maka akan terus
berada di Alam Buddha, “takkan ada penderitaan, tetapi
menikmati kebahagiaan”!

Jika tidak melafal Amituofo, juga berbuat jahat dengan


sesuka hati maka tentu saja akan masuk ke lingkaran
kekuatan karma, memasuki saluran kekuatan karma,
menjalani penderitaan.
93 

 
Sesungguhnya, praktisi yang yakin bahwa Buddha dapat
memikul beban karmanya, pasti akan sangat terharu dan
berterimakasih pada Buddha, bahkan juga tahu membalas
budi, menghormati Jiwa KeBuddhaan yang ada di dalam diri
sendiri dan mengembangkannya. Praktisi yang yakin bahwa
Buddha dapat memikul beban karmanya, telah memasuki
maha maitri, maha karuna dan kekuatan maha tekad Buddha
Amitabha.

 
 

 
 

 
 

 
 

94 

 
 

Master Ou Yi berkata : “Tinggi


rendahnya tingkatan bunga
teratai yang dicapai adalah
tergantung pada dalam
dangkalnya ketrampilan
melafal Amituofo yang
dimiliki”.

95 

 
Cepat Lambatnya Bunga Teratai Bermekar
Setelah Terlahir Ke Alam Sukhavati

Ada seorang praktisi bertanya : “Andaikata benih tumbuh


dengan pelan-pelan, tetapi mengapa begitu terlahir di Alam
Sukhavati dapat mencapai Bodhisattva tingkatan ketujuh atau
kedelapan? Sepertinya tidak pelan-pelan…..”.

Menurut Amitāyurdhyāna-sūtra, pada sembilan tingkat


bunga teratai, ada yang bunganya cepat bermekar tetapi ada
96 

 
juga yang lama bukanya. Bagi praktisi yang terlahir pada
tingkatan teratas, bunganya langsung bermekar bertemu
Buddha; sedangkan yang terlahir pada tingkatan terbawah
harus melalui 12 kalpa besar lamanya barulah bunga
bermekar.
Cepat atau lambat itu tergantung pada keputusan masing-
masing praktisi, yaitu tergantung pada pikiran saat melatih
diri di dunia ini, mau cepat juga bisa, mau lambat juga bisa,
atau sepuluh kalpa demi sepuluh kalpa berlalu tapi juga tidak
sudi terlahir ke Alam Sukhavati.

Master Guang Qin mengatakan : “Hati terbuka berarti


bunga juga bermekar, bunga bermekar berarti hati terbuka.
Contohnya sebagian orang mengubah tabiatnya dan berusaha
memaksa agar dirinya bisa berubah, tetapi ada juga yang
agak santai, pelan-pelan berubahnya, hari ini sedikit dan
besok sedikit lagi, seperti buang air juga tidak bisa dipaksa
sekaligus keluarnya.

Contohnya : ada pencuri yang biasanya mencuri 100 ekor


ayam perhari, jika harus minta dia mengubah tabiatnya, tentu
saja dia akan berkata : “Mana mungkin bisa sekaligus
berubah”, harus pelan-pelan mengubahnya, sekarang perhari
mencuri 99 ekor, bulan depan tinggal 98 ekor. Ini adalah
penyakit yang melonggarkan kesalahan diri sendiri, orang
yang merasa mengubah tabiat itu harus pelan-pelan, maka
97 

 
setelah terlahir ke Alam Sukhavati, bunga teratainya juga
pelan-pelan mekarnya.

Orang yang biasanya tidak bisa menerima Ajaran Buddha,


ini artinya hatinya belum terbuka, karena hati belum terbuka
maka bunga pun belum bermekar. Lain halnya ada pula orang
yang begitu cepat dapat menerima Ajaran Buddha, begitu
mendengar Buddha Dharma, dia langsung mengamalkannya,
tidak sudi pelan-pelan dan pelan-pelan lagi, dia beranggapan
apa yang dapat diamalkan maka harus segera dilakukan.
Tabiat yang ingin diubahnya dalam sekejab sudah berubah,
takkan ada tarik ulur.

Tidak seperti sebagian orang yang sudah membuang tabiat


ke tong sampah, tetapi tidak berapa lama kemudian
mengutipnya kembali dari tong sampah, sepertinya tidak
ikhlas dan masih begitu menyayanginya, maka itu
melanggarnya sekali lagi.

Orang yang langsung menerima Ajaran Buddha dan


mengubah tabiatnya dengan cepat, dia takkan berlaku
sedemikian, maka bunganya juga cepat bermekaran.

98 

 
Maka itu setelah terlahir ke Alam Sukhavati, untuk
melenyapkan keraguan itu cepat atau lambat? Keberhasilan
itu diraih dalam waktu cepat atau lambat? Atau bahkan
takkan terpisah dari kebenaran bahwa segalanya muncul dari
pikiran. Jadi kalau mau cepat juga bisa cepat, mau lambat
juga bisa lambat. Praktisi yang terlahir di tingkatan teratai
teratas, bunganya akan langsung bermekaran bertemu
Buddha, memperoleh ramalan pencapaian KeBuddhaan dan
menyelamatkan makhluk lainnya, maka itu praktisi yang
bermaitri karuna harus terlahir di tingkatan teratas.

Master Ou Yi berkata : “Tinggi rendahnya tingkatan


bunga teratai yang dicapai adalah tergantung pada dalam
dangkalnya ketrampilan melafal Amituofo yang dimiliki”.
Maka itu bila ingin terlahir ke teratai tingkat atas,
ketrampilan melafal Amituofo yang dimiliki harus mendalam;
demikian juga sebaliknya.
 
 

 
 

 
 

99 

 
 

 
 

Praktisi yang yakin sepenuhnya


pada melafal Amituofo adalah
orang yang “menjadikan jasa
kebajikan Buddha Amitabha sebagai
jasa kebajikan sendiri”, mana
mungkin akan mengabaikan
Amituofo dan kemudian
melatih metode lain.
 

 
 

 
100 

 
Dangkal dalamnya ketrampilan melafal
Amituofo yang dimiliki, tergantung pada
realisasi masing-masing terhadap sepatah
Amituofo ---- Melafal Amituofo menjadikan
jasa kebajikan Buddha menjadi jasa kebajikan
sendiri, akar kebajikan dan berkah kebajikan
melafal Amituofo sama dengan Buddha
Amitabha.

Bagian 1
 
Kita sudah pernah membahasnya berkali-kali, dalam
dangkalnya ketrampilan melafal Amituofo adalah tergantung
pada realisasi masing-masing terhadap sepatah Amituofo.
Kemampuan Buddha sampai Bodhisattva Tingkat Tertinggi
saja tidak sanggup memahaminya, maka itu terhadap kondisi
sesungguhnya dari kemampuan dan jasa kebajikan Buddha
ini, kita tidak sanggup memahaminya secara keseluruhan,
hanya sesama Buddha yang sanggup memahaminya secara
keseluruhan.

Tetapi, kita boleh membangkitkan keyakinan, terhadap


kemampuan yang dimiliki Buddha, kita dapat meyakiniNya,
maka pemahamannya terhadap sepatah Amituofo ini adalah
101 

 
mendalam. Praktisi yang benar-benar yakin bahwa sepatah
Amituofo ini adalah “menjadikan jasa kebajikan Buddha
Amitabha menjadi jasa kebajikan sendiri”, maka
keyakinannya telah teguh, tekad dan pengamalannya juga
akan semakin kuat.

Seperti anak yang begitu menyanjung papanya, juga


sangat yakin akan kemampuan yang dimiliki papa, dia
merasa bangga dengan menyebut nama papa, dan mengulang
nama papa membuatnya merasa tenang. Karena dia tahu
bahwa dengan memanggil nama papa, maka papa akan segera
mengeluarkan segenap kemampuannya, maka itu begitu
102 

 
menyebut papa, maka seluruh kemampuan papa akan
menjadi miliknya, karena papa akan segera memberinya
dukungan.

Harta kekayaan papa juga merupakan harta kekayaannya,


anak ini jika menelepon papa dan memanggil papa maka
segalanya akan diselesaikan papa. Maka itu sepatah papa
merupakan harta yang tak ternilai, merupakan segala-galanya
bagi dirinya!
 
 

 
 

 
 

 
 

 
 
103 

 
Dangkal dalamnya ketrampilan melafal
Amituofo yang dimiliki, tergantung pada
realisasi masing-masing terhadap sepatah
Amituofo ---- Melafal Amituofo menjadikan
jasa kebajikan Buddha sebagai jasa kebajikan
sendiri, akar kebajikan dan berkah kebajikan
melafal Amituofo sama dengan Buddha
Amitabha.

Bagian 2 – Habis

Praktisi yang yakin sepenuhnya pada melafal Amituofo


adalah orang yang “menjadikan jasa kebajikan Buddha
Amitabha sebagai jasa kebajikan sendiri”, mana mungkin
akan mengabaikan Amituofo dan kemudian melatih metode
lain. Coba pikirkan, praktisi ini mana mungkin mengabaikan
Amituofo dan memilih khayalan? Maka itu, praktisi yang
memahami nilai dari melafal Amituofo, dengan sendirinya
selain melafal Amituofo takkan mendambakan lagi hal
lainnya, takkan sembarangan berpikir. Coba pikirkan, orang
yang mengetahui nilai dari berlian, mana mungkin takkan
mengutip berlian dan malah mengutip sampah!

104 

 
Ada praktisi yang menganggap bahwa dia sudah
memahami kalimat “menjadikan jasa kebajikan Buddha
Amitabha sebagai jasa kebajikan sendiri”, tetapi
kenyataannya terhadap masalah sepele di dunia saha,
ketenaran dan keuntungan masih begitu mempedulikannya,
ini namanya belum memahami kalimat ini, belum tahu akan
nilai melafal Amituofo itu. Hanya mendengar kalimat
tersebut tetapi masih belum yakin benar.

Praktisi sejati yang “menjadikan jasa kebajikan Buddha


Amitabha menjadi jasa kebajikan sendiri”, keyakinannya telah
mendalam, dengan sendirinya akan melafal Amituofo, dengan
sendirinya kekuatannya akan menjadi besar,
105
keseluruhan hatinya adalah Hati Buddha, mengakhiri
tumimbal lahir.

Dengan keyakinan dan tekad sedemikian melafal


Amituofo, ketrampilannya jadi mendalam, praktisi yang
dapat merealisasi sepatah Amituofo “menjadikan jasa
kebajikan Buddha Amitabha sebagai jasa kebajikan sendiri”,
begitu dia melafal Amituofo maka kekuatan jasa
kebajikannya akan menjadi besar hingga sama dengan
Buddha.

Bagi praktisi yang dapat percaya pada ucapan Master Ou


Yi bahwa “Akar kebajikan dan jasa kebajikan melafal
Amituofo adalah sama dengan Buddha”, dengan keyakinan
mendalam sedemikian melafal Amituofo, dengan sendirinya
pikiran tak tergoyahkan, maka ketrampilan melafal Amituofo
juga mendalam.

Sama halnya pula dengan praktisi yang tidak memiliki


keyakinan mendalam pada kekuatan Buddha, dan juga curiga
pada akar kebajikan sendiri, selalu merasa melafal Amituofo
tidak memiliki banyak kegunaan, lebih baik mengandalkan
diri sendiri yang memikul banyak beban hutang karma ini,
atau diri sendiri harus melakukan ini dan itu baru bisa! Ini
seperti orang yang tidak mengenal kualitas barang, dikasih
berlian malah tidak berani menerimanya, juga tidak bisa
106 

 
dijualnya dengan harga tinggi, paling tidak hanya bisa ditukar
dengan sebutir bonbon, masih bisa untuk dikunyah.

Dengan pemahaman sedemikian maka kekuatan melafal


Amituofo itu amat lemah. Melafal Amituofo tanpa keyakinan,
kekuatannya akan sangat lemah, tentu saja takkan bisa
menaklukan khayalan, pikiran tentu saja jadi goyah.

Maka itu Upasaka Xia Lian-ju menjelaskan tahapan


belajar untuk kita, yakni “memahami dengan benar”, barulah
dapat “membangkitkan keyakinan dengan mendalam”,
dengan keyakinan mendalam barulah dapat “memiliki tekad
bulat”, dengan tekad bulat barulah dapat “menfokuskan diri
melafal Amituofo”.

Andaikata kebenaran tidak dipahami dengan benar,


melatih diri dengan sembarangan dan membabi buta,
keyakinan tidak teguh, tekad tidak bulat, pengamalan tidak
terfokus, pikiran jadi kalut setiap saat, mendadak mati pula,
saat meninggal dunia pikiran masih tetap saja kalut.
 
 

107 

 
 

 
 

Di sini Master Ou Yi juga


mengingatkan kita bahwa “Berkah
Alam Dewa dan Manusia ada celahnya,
berkah kebajikannya “kecil”, tidak
dapat terlahir ke Alam Sukhavati”. Ini
dapat dikatakan bahwa kebajikan yang
dilakukan oleh orang awam
tidak terjalin dengan Alam
Sukhavati yang suci.

108 

 
Berkah kebajikan Alam Dewa dan
Manusia Ada Celahnya, Tidak BisaTerlahir
Ke Alam Sukhavati

Oleh karena ada praktisi yang mengemukakan bahwa


“Sravaka dan Pratyeka Buddha memiliki akar kebajikan yang
sedikit, tidak bisa terlahir ke Alam Sukhavati”. Untuk
persoalan ini, kami akan membuat penjelasan tambahan.

Apakah praktisi sekalian masih ingat bahwa di dalam


“Penjelasan Amitabha Sutra” buah pena Master Ou Yi, ada
tercantum kalimat : “Akar kebajikan Sravaka dan Pratyeka
Buddha kecil, berkah kebajikan Alam Dewa dan Manusia
Ada Celahnya, Tidak BisaTerlahir Ke Alam Sukhavati”.
109 

 
Dari kalimat di atas kita bisa mengetahui bahwa bukan
hanya kita orang awam, perbuatan bajik kita disebut berkah
kebajikan yang kecil, bukan benih sebab untuk dapat terlahir
ke Alam Sukhavati; bahkan pencerahan Arahat, Pratyeka
Buddha, juga termasuk akar kebajikan kecil! Juga bukan
benih sebab untuk dapat terlahir ke Alam Sukhavati. Apa
maksudnya?

Orang awam melakukan kebajikan, di dalamnya berbaur


dengan perasaan sendiri dan kasih sayang. Contohnya,
terhadap orang yang kita sukai, kita akan lebih memberi
perhatian; terhadap orang yang tidak kita sukai, walaupun
kita tahu dia sedang sakit parah, juga takkan memberi
perhatian padanya. Tetapi jika orang yang kita sukai
meninggal dunia, maka kita akan sibuk mencari orang untuk
membantu melafal Amituofo; sebaliknya jika bukan keluarga
sendiri, maka dengan sikap dingin bertanya : “Apakah perlu
saya membantu melafal Amituofo?”

Ingin berdana masih juga pilih kasih, “Saya ingin berdana


pada Master Chan Gong! Karena beliau menjalankan sila
dengan disiplin, jadi lebih memiliki pahala!” Jika berdana
masih mengharapkan pahala, memiliki barang bagus,
tentunya tidak ingin diberikan kepada orang yang tidak
disukai, bukan? Ini namanya dosa (kebencian). Membantu
orang yang kekurangan, kemudian merasa bangga karena
110 

 
telah beramal sejumlah uang tertentu, merasa hebat karena
sanggup berdana! Timbul lagi keangkuhan. Cuma membantu
orang lain saja, sudah merasa amat hebat dan senang, merasa
diri sendiri amat berhati nurani, jasa kebajikannya tak
terhingga! Timbul lagi keakuan. Hanya perbuatan baik tetapi
diingat terus, membanggakan dan pamer sejenak, sambil
menjadi budak dari keakuan dan keangkuhan.

Lain halnya dengan praktisi yang menjalankan sila, lewat


tengah hari tidak makan, lagi-lagi memandang rendah pada
mereka yang tidak sanggup menjalankannya, atau yang
makan di malam hari, timbul amarah, kesombongan. Bagi
yang bisa bermeditasi, merasa bisa duduk lebih lama daripada
praktisi lain, merasa bangga, mengembangkan keangkuhan.

Maka itu dikatakan : Hati orang awam dalam melakukan


kebajikan tak terhindar dari rasa suka dan tidak suka, maka
itu berkah yang terkumpul akan berbaur dengan noda pikiran
lobha, dosa, moha, kesombongan dan kecurigaan. Dapat
dikatakan : tidak dapat melakukan kebajikan yang suci,
paling tidak hanya bisa melakukan “kebajikan berbaur racun”,
yakni di dalam kebajikan selalu tercampur dengan racun
lobha, dosa dan moha. Benih sedemikian tidaklah suci, sama
sekali bukan benih untuk terlahir ke Alam Sukhavati!

111 

 
Maka itu praktisi sekalian jangan beranggapan bahwa diri
sendiri telah berbuat kebajikan apa, baru terlahir ke Alam
Sukhavati. Janganlah beranggapan : dapat terlahir ke Alam
Sukhavati karena diri sendiri memiliki ketrampilan melatih
diri, berbuat kebajikan, telah banyak bersumbangsih di
bidang Ajaran Buddha.

Di sini Master Ou Yi juga mengingatkan kita bahwa


“Berkah Alam Dewa dan Manusia ada celahnya, berkah
kebajikannya “kecil”, tidak dapat terlahir ke Alam
Sukhavati”. Ini dapat dikatakan bahwa kebajikan yang
dilakukan oleh orang awam tidak terjalin dengan Alam
Sukhavati yang suci.
 
 

 
 

 
 

 
 

 
112 

 
 

 
 

Karena melafal Amituofo adalah


menggunakan akar kebajikan dan
berkah kebajikan Buddha, tentu
saja akar kebajikan dan
berkah kebajikannya
sungguh besar sekali!
 

 
 

 
 

 
113 

 
Hanya Dengan Membangkitkan
Keyakinan Dan Tekad Melafal Amituofo,
Setiap Lafalannya Diberkahi Dengan Akar
Kebajikan Dan Berkah Kebajikan Yang
Sungguh Besar Sekali!

Dengan memperoleh perlakuan istimewa dari Buddha


Amitabha, barulah kita dapat terlahir ke Alam Sukhavati.
114 

 
Andaikata harus mengandalkan syarat dari kita maka kita
tidak memiliki bagian untuk bisa terlahir di Alam Buddha di
sepuluh penjuru, karena tidak memiliki benih sebab kesucian!

Alam para Buddha di sepuluh penjuru bukan dapat


dimasuki dengan kebajikan berbaur racun yang dilakukan
oleh orang awam, karena itu orang awam dapat memasuki
Alam Sukhavati adalah karena memperoleh perlakuan sangat
istimewa dari Buddha Amitabha, dengan mengandalkan
Kekuatan Buddha Amitabha, sehingga kita menekan nomor
PIN yang tepat yakni : “Namo Amituofo”, dengan Buddha
Amitabha sebagai penuntun jalan, barulah kita dapat masuk
ke Alam Sukhavati.

Jadi hanya dengan yakin pada Kekuatan Buddha,


bersedia menghargainya dan melafal Amituofo, barulah dapat
terlahir ke Alam Sukhavati yang akar kebajikan dan berkah
kebajikannya sungguh besar sekali. Karena melafal Amituofo
adalah menggunakan akar kebajikan dan berkah kebajikan
Buddha, tentu saja akar kebajikan dan berkah kebajikannya
sungguh besar sekali!

Hanya dengan yakin pada Kekuatan Buddha, bersedia


menghargainya, lafalan Amituofo barulah memiliki akar
kebajikan dan berkah kebajikan yang sungguh besar sekali.
Andaikata mengandalkan kekuatan sendiri, maka lafalan
115 

 
Amituofo hanya akan mengandung kekuatan sendiri, yang
akar kebajikan dan berkah kebajikannya sungguh kecil sekali!

Ucapan Master Ou Yi ini sungguh ringkas dan jelas,


maka itu satu katapun tak boleh tertinggal. Master Ou Yi
berkata : “Hanya dengan membangkitkan keyakinan dan
tekad melafal Amituofo, setiap lafalannya diberkahi dengan
akar kebajikan dan berkah kebajikan yang sungguh besar
sekali!

Harus diperhatikan kata “hanya”, “hanya” dengan


membangkitkan keyakinan dan tekad melafal Amituofo,
barulah setiap lafalannya diberkahi akar kebajikan dan
berkah kebajikan yang sungguh besar sekali! Dengan
keyakinan dan tekad sebagai dasar untuk melafal Amituofo,
yakni yang mengandalkan Kekuatan Buddha, sudi
menghargainya. Jika hanya mengandalkan kekuatan sendiri
melafal Amituofo maka kekuatan yang dihasilkan takkan
besar.

 Harus diperhatikan bahwa akar kebajikan dari Sravaka


dan Pratyeka Buddha yang mengandalkan kekuatan sendiri
untuk mencapai pencerahan, tidak membangkitkan Bodhicitta
tertinggi, juga tidak dapat dikategorikan sebagai benih sebab
untuk terlahir ke Alam Sukhavati! Apalagi kita orang awam
ini, terapung-apung dalam lautan sesat dan tidak tercerahkan. 
116 

 
  Asalkan dia yakin pada Kekuatan
Buddha Amitabha yang maha
maitri maha karuna, juga memiliki
kemampuan untuk
menyelamatkannya, kemudian dia
sendiri juga bersedia diselamatkan
oleh Buddha Amitabha, rela
meninggalkan alam saha menuju
Alam Sukhavati, cara melafal
Amituofo sedemikian sudah dapat
terkategori memiliki
keyakinan dan tekad,
maka pasti terlahir ke
Alam Sukhavati.
 
117 

 
Berhasil Tidaknya Terlahir Ke Alam
Sukhavati Adalah Tergantung Ada Tidaknya
Keyakinan Dan Tekad

Ada seorang praktisi yang bertanya : “Andaikata dalam


kondisi tertentu, praktisi itu memiliki keyakinan dan tekad,
tetapi tidak membangkitkan Bodhicitta, mungkin akibat
penderitaan sakit yang dialami saat menjelang ajal, yang
diinginkan hanyalah agar bisa cepat-cepat meninggalkan
alam ini, menikmati kesenangan di Alam Sukhavati, jika ada
niat sedemikian apakah benar tidak bisa terlahir ke Alam
Sukhavati?”

Saat itu guru An An menjawab : “Di dalam Sukhavati-


vyuhopadesa tercantum bahwa andaikata anda tidak
membangkitkan Bodhicitta, hanya demi kesenangan diri
sendiri maka berniat terlahir ke Alam Sukhavati, niat
sedemikian takkan bisa terlahir ke Alam Sukhavati”.

Mengenai pertanyaan praktisi ini, jawaban dari saya


adalah : “Berhasil tidaknya terlahir ke Alam Sukhavati adalah
tergantung ada tidaknya keyakinan dan tekad”. Jangan lupa
bahwa ini adalah prinsip utama. Asalkan dia yakin pada
Kekuatan Buddha Amitabha yang maha maitri maha karuna,
118 

 
juga memiliki kemampuan untuk menyelamatkannya,
kemudian dia sendiri juga bersedia diselamatkan oleh Buddha
Amitabha, rela meninggalkan alam saha menuju Alam
Sukhavati, cara melafal Amituofo sedemikian sudah dapat
terkategori memiliki keyakinan dan tekad, maka pasti terlahir
ke Alam Sukhavati. Harap diperhatikan apakah jawaban dari
saya bertentangan dengan jawaban dari guru An An?

Dan sebagai tambahan dari pertanyaan praktisi tadi, saya


akan menambahkan dua bait ceramah dari Master Yin Guang,
maka anda dapat memahami dalam kondisi tersebut apakah
seseorang bisa terlahir ke Alam Sukhavati atau tidak.
119 

 
Master Yin Guang berkata :
“Jika dapat membangkitkan sepenuhnya ketulusan melafal
Amituofo, bertekad lahir ke Alam Sukhavati, tak peduli
siapapun, dapat terlahir ke Alam Sukhavati, mengakhiri
tumimbal lahir. Kecuali bagi yang tidak membangkitkan
keyakinan, yang tidak bertekad, tidak dapat terlahir ke Alam
Sukhavati. Andaikata membangkitkan keyakinan benar dan
tekad menyeluruh, tiada satupun yang tidak terlahir ke Alam
Sukhavati. Metode Dharma ini, mengandalkan Kekuatan
Buddha secara keseluruhan. Ibarat menaiki kapal menyerangi
lautan, adalah mengandalkan kekuatan kapal, ini bukan
karena kehebatan diri sendiri”.

Jadi kondisi yang anda tanyakan itu, jika sesuai dengan


persyaratan yang dikatakan Master Yin Guang, maka bisa
terlahir ke Alam Sukhavati. Mari kita membaca lagi
penggalan lain dari ceramah Master Yin Guang :
“Bodhicitta adalah hati yang memberi manfaat pada diri
sendiri dan makhluk lain, bertekad lahir ke Alam Sukhavati
juga harus berlandaskan pada Bodhicitta, barulah dapat
mencapai kelahiran pada tingkatan teratai teratas; andaikata
hanya membangkitkan keyakinan saja, tanpa Bodhicitta,
maka jasa kebajikannya sangat kecil, sulit mencapai
kelahiran pada tingkatan teratai teratas”.

120 

 
Ini berarti, sama-sama terlahir ke Alam Sukhavati, jika
berlandaskan Bodhicitta maka dapat mencapai tingkatan
teratai teratas. Tetapi jika tekad terlahir ke Alam Sukhavati
adalah demi bersenang-senang di sana, tidak membangkitkan
Bodhicitta, maka jasa kebajikannya kecil sekali, sulit
mencapai tingkatan teratai teratas.

Dengan menggabungkan kedua petikan ceramah tersebut,


maka jawabannya adalah dapat terlahir ke Alam Sukhavati
tetapi tingkatan bunga teratainya tidak tinggi. Seperti contoh
yang tercantum dalam Amitāyurdhyāna-sūtra, bagi yang
melakukan lima perbuatan jahat yang berat dan sepuluh
kejahatan, saat menjelang ajal walau hanya melafal sampai
sepuluh kali pelafalan, juga bisa terlahir ke Alam Sukhavati.
Tingkatan teratainya adalah yang paling bawah, tetapi masih
bersyukur telah terlahir ke Alam Sukhavati.

Mungkin praktisi sekalian masih ingat bahwa Master Ou


Yi pernah mengatakan : Membangkitkan keyakinan dan
tekad secara menyeluruh, adalah Bodhicitta tertinggi!”
Selanjutnya kita akan menjelaskan mengapa membangkitkan
keyakinan dan tekad dengan sepenuhnya disebut Bodhicitta
tertinggi.

Master Ou Yi menekankan bahwa, “Dengan


menggabungkan keyakinan dan tekad, sebagai panduan ke
121 

 
Alam Sukhavati. Karena itu melafal Amituofo, adalah
pengamalan benar”.

Kalimat ini berarti : dengan keyakinan dan tekad melafal


Amituofo barulah dapat disebut sebagai “pengamalan benar”.
Andaikata melafal Amituofo tanpa keyakinan dan tekad, ini
bukan pelaksanaan yang benar! Maka itu jika keyakinan dan
tekad sudah dipenuhi maka ini sama dengan Bodhicitta. Jika
keyakinan dan tekad ini digabung maka sama dengan telah
membangkitkan Bodhicitta tertinggi.

Maka itu andaikata ada seseorang memiliki keyakinan dan


bertekad lahir ke Alam Sukhavati, maka tidak boleh
mengatakannya tidak memiliki Bodhicitta. Seperti pertanyaan
praktisi tadi. seorang pasien yang sakit sampai begitu
menderita, di pikirannya hanya ingin cepat-cepat
meninggalkan alam saha menuju Alam Sukhavati, yakni
sudah jenuh pada alam saha dan bersukacita ingin terlahir ke
Alam Sukhavati, ini dapat dikatakan dia telah memiliki
“tekad”!
  

 
 

 
122 

 
 

Dalam keseharian kita selalu


mengatakan bertekad lahir ke Alam
Sukhavati, kemudian saat cobaan
datang, kita jadi begitu panik, juga
tidak ingat lagi harus
memilih langkah yang ada
tekadnya.
 

 
 

 
 
123 

 
Saat Menjelang Ajal Masih Bisa
Mempertahankan Keyakinan Dan Tekad, Ini
Sungguh Hebat Dan Luar Biasa.

Jangan mengira hal ini amat mudah! Karena sebagian


orang kalau sudah jatuh sakit, seringkali muncul niat bunuh
diri, yang berarti sudah jenuh dengan alam saha tapi tidak
berminat ke Alam Sukhavati! Karena bunuh diri akan
menambah penderitaan, lebih memilih untuk menderita
daripada bahagia.

Seorang pasien yang ingin terlepas dari penderitaan dan


dia memilih jalan dengan melafal Amituofo bertekad lahir ke
124 

 
Alam Sukhavati, maka dia telah sempurna akan “menjauhi
alam saha dan bersukacita terlahir ke Alam Sukhavati”.

Praktisi sekalian boleh mengamati, sebagian orang dalam


detik-detik ajalnya akan pergi meminta penyembuhan pada
dokter! Meminta resep mujarab! Minta suntikan morfin, atau
pergi mencari terapi diet makrobiotik! Niat pikiran
sedemikian, hanyalah bersukacita pada biusan sementara
alam saha, bukan bersukacita terlahir ke Alam Sukhavati,
menikmati kebahagiaan sejati.

Maka itu seperti pertanyaan yang diajukan oleh seorang


praktisi, pasien yang kesakitan bertekad lahir ke Alam
Sukhavati, sesungguhnya, hatinya tidak sama dengan
sebagian orang yang biasanya memohon kesembuhan! Di
dalam hati mereka ada permohonan yang tidak sama,
perbedaannya terletak pada kebijaksanaan dan cara pandang
masing-masing.

Dia dapat memahami kondisinya sendiri dan tahu


membangkitkan sukacita terlahir ke Alam Sukhavati, dan
tidak mencari penghilang sakit sementara, berarti dia
memiliki kebijaksanaan dan pandangan benar, bisa melihat
berat atau ringannya penyakit yang diderita, lamban atau
sudah mendesak!

125 

 
Jangan meremehkan langkah “saat penyakit mulai parah
dan menjelang ajal, bersedia melepaskan kemelekatan pada
tubuh jasmani, segera menfokuskan diri melafal Amituofo
bertekad lahir ke Alam Sukhavati”.
 
Kita tidak perlu berdebat apakah dia bertekad lahir ke
Alam Sukhavati, adalah demi diri sendiri atau makhluk lain.
Cobalah kita renungkan kembali, ketika jatuh sakit maka
akan sangat menderita, begitu didera derita maka pikiran pun
segera menuju tempat yang kesakitan itu, dan sulit dilepaskan,
walaupun selama ini mendengar ceramah bahwa tubuh
jasmani ini adalah khayalan semu, tetapi juga tidak bisa
melepaskan; maka itu sebagian besar praktisi akan
melepaskan Buddha dan bukannya melepaskan tubuh jasmani!

Coba kita meninjau kembali, saat rasa sakit itu datang,


apakah akan terpikir bahwa tekad terlahir ke Alam Sukhavati
adalah demi semua makhluk? Atau sedang menfokuskan diri
memikirkan penderitaan sendiri! Mungkin akan sulit untuk
memikirkan demi semua makhluk!

Ada seorang Bhiksuni yang beranggapan bahwa pada


umumnya manusia lebih menyukai penderitaan daripada
kebahagiaan, coba kita amati, lebih banyak orang yang lebih
126 

 
memilih untuk menfokuskan diri pada penderitaannya,
menfokuskan diri pada tubuh jasmaninya, bukankah ini yang
disebut lebih suka pada penderitaan? Sebagian besar orang juga
takkan memilih melafal Amituofo!

Ada seorang praktisi wanita yang sedang menjalani


pengobatan akunpuntur, dia menfokuskan perhatiannya pada
jarum-jarum yang menusuk di bagian tubuhnya, saya
memahami bagaimana penderitaan pasien yang menjalaninya,
karena itu saya menganjurkan agar dia melafal Amituofo :
“Jika saat ini anda tidak melafal Amituofo, maka sepanjang
hidup apa yang telah anda pelajari akan jadi sia-sia”.

Saat itu dia begitu konsentrasi memperhatikan tusukan


jarum-jarum di tangannya, juga amat menfokuskan diri pada
rasa pusingnya. Biasanya dia mengatakan “lebih memilih untuk
terlahir ke Alam Sukhavati”. Tetapi pada detik-detik terakhir
dia lebih memilih untuk memikirkan tubuh jasmaninya.

Dan sayangnya pada detik menjelang ajalnya, dia jadi


mengabaikan Buddha, Dharma dan tekadnya untuk terlahir ke
Alam Sukhavati. Dia lebih memilih jarum-jarum yang
menusuknya, menfokuskan diri pada penderitaannya.

127
Makanya Master Ou Yi menasehati kita agar tidak
bersikap remeh menganggap hal ini terlalu mudah sehingga
menjadi lengah dan tidak menggiatkan diri.

Dalam keseharian kita selalu mengatakan bertekad lahir


ke Alam Sukhavati, kemudian saat cobaan datang, kita jadi
begitu panik, juga tidak ingat lagi harus memilih langkah
yang ada tekadnya. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa
pada saat menjelang ajal, parktisi yang masih dapat
mempertahankan keyakinan dan tekadnya terlahir ke Alam
Sukhavati, sungguh hebat dan luar biasa! Menjelang ajal
menderita penyakit dan panik tapi masih bisa
mempertahankan keyakinan dan tekad, praktisi sedemikian
sungguh hebat dan luar biasa!
 
 

 
 

 
 

 
 

128 

 
 

Master Yin Guang menyayangkan


bahwa mata sejati umat awam
tidak terbuka, kondisi batin hasil
rekayasa Mara pun tidak dikenali.
Jangan karena muncul secuil kondisi
batin yang tidak bernilai
ini, akhirnya memutuskan
jalan kita ke Alam
Sukhavati!

129 

 
Keangkuhan

Orang memberi penghormatan kepada kita, karena di


dalam hatinya memang ada rasa hormat, dapat menaklukan
noda pikiran kesombongan, dia memahami bernamaskara dan
memberi penghormatan pada Buddha, ini karena dia
memiliki budi luhur, jadi bukanlah kita yang diperlakukan
dengan hormat ini memiliki kehebatan!

Umat yang setelah selesai mendengar ceramah dan berniat


melakukan namaskara karena dia memahami untuk
menghormati “Buddha Dharma” jadi bukan terhadap “si
penceramah”. Kita jangan merasa senang mengira umat
130 

 
bernamaskara pada kita, ini namanya terlalu banyak
berprasangka. Kita seharusnya merasa malu! Orang lain tahu
memberi sikap hormat, kita malah merasa bangga,
memunculkan keangkuhan!

Di sini ada sebuah hal yang harus diingat, Master Yin


Guang pernah memberi sebuah perumpamaan, ada seorang
upasaka marga Yang, suatu hari ketika dia sedang melakukan
namaskara pada Buddha, tiba-tiba Rupang Buddha berdiri
dan membalas dengan bernamaskara pada Upasaka Yang.

Andaikata pada saat itu pikiran Upasaka Yang goyah,


merasa bangga karena Rupang Buddha saja membalas
bernamaskara pada dirinya. Jika demikian maka habislah! Ini
adalah pikiran angkuh dan ceroboh yang akan merintangi
usahanya terlahir ke Alam Sukhavati!

Bagaimana reaksi Master Yin Guang? Beliau berkata


mengapa Rupang Buddha berdiri dan membalas namaskara
Upasaka Yang? Ini adalah “kekuatan karma buruk masa
lampau”, kekuatan karma buruk masa lampaunya sehingga
musuh kerabat penagih hutang, memunculkan kondisi khayal
sedemikian! Agar setelah Upasaka Yang melihatnya jadi
angkuh, begitu keangkuhannya muncul, dia merasa sangat
senang, mengira dirinya telah mencapai pencerahan, maka
Mara pun segera merasuki dirinya, terobsesi dan gila, semua
131 

 
ini akan merusak hasil jerih payah pelatihan dirinya, dengan
cara ini mereka melakukan pembalasan.

Karena kita membangkitkan keyakinan dan tekad untuk


melafal Amituofo, maka pada kelahiran ini juga kita akan
segera menjadi Buddha! Musuh kerabat penagih hutang masa
lampau kita tidak ikhlas! Tidak ikhlas karena kita bisa begitu
mudah meraih keberhasilan! Maka itu mencari kesempatan
balas dendam.

Baru dipuji sudah goyah, maka musuh kerabat penagih


hutang akan selalu mencari kesempatan untuk memujinya,
agar dia merasa bangga dan lupa diri sampai terbang ke
angkasa, Buddha pun sudah dilupakannya! Dengan cara ini
baru bisa merusak usahanya untuk terlahir ke Alam
Sukhavati!

Baru memperoleh sedikit kemajuan batin, misalnya bisa


memancarkan cahaya, sudah begitu sombong, maka musuh
kerabat pun menggunakan cara ini untuk memunculkan
segala jenis kondisi batin, agar dia merasa dirinya hebat,
bangga sekali sampai Buddha pun dilupakannya.

132 

 
Master Yin Guang berkata bahwa untunglah Upasaka
Yang ini memiliki kekuatan jasa kebajikan yang mendalam,
tidak terjebak ke dalam kondisi tersebut, masih tetap
membangkitkan pikiran benar melafal Amituofo, dan terlahir
ke Alam Sukhavati.

Master Yin Guang berkata bahwa setelah Upasaka Yang


mengalami kejadian tersebut, ada sebagian orang yang malah
menanggapi kejadian ini dengan serius! Sungguh kasihan.

Master Yin Guang berkata bahwa Buddha adalah Guru


Pembimbing di tiga loka (Kamaloka, Rupaloka dan
Arupaloka), Bodhisattva tingkatan tertinggi datang
melakukan namaskara pada Buddha, Buddha juga takkan
menghentikannya melakukan namaskara, karena itu mana
mungkin akan berdiri dan membalas namaskara Upasaka
Yang? Master Yin Guang menyayangkan bahwa mata sejati
umat awam tidak terbuka, kondisi batin hasil rekayasa Mara
pun tidak dikenali. Jangan karena muncul secuil kondisi batin
yang tidak bernilai ini, akhirnya memutuskan jalan kita ke
Alam Sukhavati!
 

133 

 
 

Niat ingin memperoleh ini akan


mengundang Avidya (kegelapan
batin). Mulut melafal nama
Buddha Usia Tanpa Batas, tetapi
pikiran mengarah ke
Avidya, dengan demikian
apakah telah mengarah
ke channel yang tepat?

134 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 1)

Ada sebuah contoh dimana ada sebuah vihara yang


mengadakan kegiatan pelafalan Amituofo selama tiga
tahun, makan dan tempat tinggal telah disediakan, anda
dapat melafal Amituofo dengan tenang. Akhirnya
sungguh diluar dugaan, seluruh peserta tidak ada yang
bisa bertahan sampai detik terakhir, bahkan akhirnya
mereka malah mengubah keyakinannya dan memeluk
pintu Dharma yang lain, hanya ada satu-satunya peserta
yang berhasil, yakni paman guru. Mengapa demikian?

Karena jika menyuruhmu setiap hari tidak perlu


mengerjakan apa-apa, hanya menyuruhmu melafal
Amituofo, andaikata anda tidak memahami teorinya,
apakah anda dapat membangkitkan keyakinan dan
melanjutkan melafalnya? Ini harusnya adalah masalah
utama! Selanjutnya mari kita membuat ulasan, mengapa
semua pesertanya tidak sanggup bertahan hingga tiga
tahun, hanya ada satu peserta saja yang sanggup bertahan?

135 

 
Ada tiga alasannya yakni alasan pertama adalah motivasi
yang salah, yang menjadi motivasinya datang melafal
Amituofo, bukanlah bertekad lahir ke Alam Sukhavati,
tetapi adalah untuk mencapai “pikiran terfokus tak
tergoyahkan”, yang juga dengan keinginan yang begitu
kuat “untuk berharap memperoleh sesuatu”, akhirnya?
Sehari tidak berhasil mendapatkannya, dua hari juga tidak,
bahkan hingga setahun juga tidak ada, maka merasa amat
kecewa! Sungguh sedih sekali, tidak merasa adanya
keberhasilan.

136 

 
Setelah ditaklukkan oleh rasa kecewa, maka segera
kehilangan keyakinan, ingin mencari pintu Dharma
lainnya. Sesungguhnya walaupun tidak memperoleh
“pikiran terfokus tak tergoyahkan” juga bisa terlahir ke
Alam Sukhavati! Asalkan ada keyakinan dan tekad maka
dapat terlahir ke Alam Sukhavati, justru sebaliknya,
praktisi yang kehilangan keyakinan yang tidak dapat
terlahir ke Alam Sukhavati.

Motivasi mereka juga sudah salah, satu pihak


menginginkan agar diriku, si gelembung air kecil ini,
dapat meraih keberhasilan, secara dasar ini sudah
bertentangan dengan Buddha Dharma yang menghendaki
tidak melekat pada keakuan! Buddha mengatakan harus
melatih sikap “tidak ada yang diperoleh”, sedangkan kita
bersikeras ingin ada yang bisa diperoleh, niat ingin
memperoleh ini akan mengundang Avidya (kegelapan
batin). Mulut melafal nama Buddha Usia Tanpa Batas,
tetapi pikiran mengarah ke Avidya, dengan demikian
apakah telah mengarah ke channel yang tepat?
 

 
 
 
137 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 2)

Banyak praktisi yang sangat lucu, menganggap jika sudah


mencapai “pikiran terfokus tak tegoyahkan” maka akan
mendapat piala kejuaraan yang jatuh dari langit dan
tertulis label “pikiran terfokus tak tergoyahkan”, dan
dihadiahkan kepada saya.

Sesungguhnya melafal Amituofo, adalah hal yang amat


santai dan nyaman! Seketika itu juga menfokuskan diri,
138 

 
mengendalikan enam landasan indria, ini sungguh leluasa
dan tidak melelahkan, mata juga dapat beristirahat dengan
tidak melihat ke sana kemari, telinga juga dapat
beristirahat tidak perlu sembarangan mendengar, tubuh
juga beristirahat karena tidak perlu kesana kemari,
bukankah ini sangat nyaman dan tidak melelahkan?

Seketika juga mengendalikan enam landasan indria, hanya


menfokuskan perhatian pada satu kata (Amituofo), untuk
apa memikirkan hal lain, atau tergesa-gesa ingin mencapai
“pikiran terfokus tak tergoyahkan”? Master Chan Gong
berkata : “Satu hati ingin melafal Amituofo, satu hati lagi
begitu tergesa-gesa ingin mencapai “pikiran terfokus tak
tergoyahkan, ini adalah dua hati yang berbeda! Andaikata
langkah awal adalah dua hati, maka selanjutnya juga
adalah dua hati, kapan baru bisa memperoleh satu hati
(pikiran terfokus)?”
 
 

 
 

 
 

139 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 3)

Marilah kita membuat ulasan sebab yang kedua, melafal


Amituofo tak terpisahkan dari menggunakan sikap
berjalan, berdiri, duduk dan berbaring, andaikata tidak
tahu menggunakan prinsip “sikap benar tapi santai”,
akhirnya menjadikan melafal Amituofo sebagai
kenikmatan tertinggi, menjadi latihan keras yang penuh
penderitaan!

Bermeditasi menderita, bernamaskaran juga menderita,


berjalan sambil melafal Amituofo juga menderita, begitu
penderitaan muncul maka segera melupakan Buddha,
keyakinan dan tekad juga segera diabaikan.

Sesungguhnya bukanlah melafal Amituofo yang membuat


penderitaan! Tetapi sudah salah cara melafalnya, barulah
terasa menderita! Apabila di hati kita berharap
memperoleh sesuatu, maka akan terasa sangat tegang!
Karena tegang maka semua otot tubuh jadi kencang,
sehingga tubuh terasa pegal dan sakit, sungguh menderita.
140 

 
Apabila motivasi kita sudah ada yang salah, yakni pikiran
yang tidak benar, sikap tubuh tidak bisa benar, maka
terasa serba ada tekanan, pasti akan jadi tersiksa, karena
menderita maka tidak sanggup bertahan lagi!

Maka itu yang paling penting adalah menyeimbangkan


pikiran, motivasi yang benar, barulah dapat bersikap benar
dan santai. Apabila motivasinya sudah benar, munculkan
pikiran benar, dengan sendirinya dapat melepaskan semua
kemelekatan, sehingga akan terasa rileks!

141 

 
Praktisi yang memiliki keinginan yang kuat untuk
berharap memperoleh sesuatu, ketika melafal Amituofo
pasti seperti orang yang hendak berkelahi, berusaha
memukuli bentuk-bentuk pikiran yang muncul, maka itu
dia merasa kelelahan! Jika demikian pasti tidak bisa
bertahan.
 

 
 

 
 

 
 

 
 
 

 
 

 
 
142 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 4)

Yang ketiga, mengulas lagi cara melatih diri ini, menurut


ceramah Dharma dari Master Yin Guang, seperti
menfokuskan diri pada satu pintu Dharma saja, sedangkan
urusan lainnya boleh diabaikan, ini hanya dapat dilakukan
saat mengikuti kegiatan pelafalan Amituofo selama 7 hari.

Andaikata untuk jangka waktu lama anda bertindak


sedemikian, maka akan timbul penyakit malas, karena
orang awam memiliki tabiat cepat bosan, sebentar
mengeluh kakinya pegal, sebentar mengeluh bosan,
sejenak lagi jadi malas, sesungguhnya tidak sanggup
bertahan, akhirnya keyakinannya juga jadi rusak, ini
adalah kerugian yang amat besar.

Ini dikarenakan cara yang salah! Di satu pihak tidak


memahami tekad agung Buddha Amitabha, di lain pihak
tidak memahami kesanggupan sendiri. Di dalam tekad
agung Buddha Amitabha tercantum bahwa tak peduli
kebajikan apa yang kita perbuat, juga boleh dilimpahkan
143 

 
ke Alam Sukhavati, walaupun hanya menuangkan teh
untuk orang lain, menyapu, juga boleh dilimpahkan jasa
kebajikannya ke Alam Sukhavati, dengan “melimpahkan
akar kebajikan ke Alam Sukhavati” juga bisa terlahir ke
Alam Sukhavati, asalkan ada keyakinan dan tekad,
Buddha akan datang menjemput, tinggal dengan tenang
melafal Amituofo saja!

Harus diperhatikan bahwa Buddha mengatakan agar


pikiran yang berniat “lahir ke Alam Sukhavati” itu jangan
sampai goyah, ini adalah masalah “pikiran”, yakni pikiran

144 

 
jangan sampai tergerak, tetapi tubuh itu jangan sampai
juga ikut tidak bergerak!

Jadi bukan menyuruh kita tidak perlu melakukan apa-apa


lagi, tinggal tunggu dituangkan teh, nasi dan sayur tinggal
disediakan dan tinggal menyuap ke mulut saja.
Sesungguhnya kita harus ringan tangan, sebagai manusia
mana boleh tidak bekerja sama sekali?

 
 

 
 

 
 

 
 

 
145 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 5)

Master Yin Guang berkata bahwa andaikata hujan turun


terus atau mentari bersinar terus, atau musim dingin terus,
atau musim panas terus, maka makhluk hidup tidak bisa
hidup. Jadi harus seimbang, terkadang hujan dan
terkadang muncul mentari, musim saling berganti dengan
seimbang, makhluk hidup barulah bisa bertahan dan hidup
dengan baik.

Maka itu Master Yin Guang mengajari kita dalam melatih


diri, harus mengukur kesanggupan diri sendiri : andaikata
hanya seorang praktisi pemula, harus menunggu dilayani
dan makan minum sudah disediakan, dengan alasan agar
praktisi itu dapat melafal Amituofo dengan tenang.
Sesungguhnya ini hanya akan membuatnya jadi malas,
angkuh, menjadikan melatih diri sebagai mementingkan
diri sendiri.

Master Yin Guang juga menyinggung, banyak praktisi


yang memamerkan “menfokuskan pikiran melafal
146 

 
Amituofo” dan apapun tidak sudi dikerjakannya, akhirnya
menjadi malas, seperti tuan besar dan nyonya besar,
menganggap bahwa dirinya pintar melafal Amituofo dan
jasa kebajikannya yang paling mulia, sehingga tidak perlu
mengerjakan hal lainnya lagi, akhirnya sangat sombong
sekali.

Sesungguhnya cara berpikir sedemikian, adalah sedang


melafal keangkuhan dan kemalasan, sama sekali bukan
melafal Amituofo! Ini karena tidak memahami teori
dengan jelas, juga tidak membaca ceramah Master Yin

147 

 
Guang, salah beranggapan mengira diri sendiri adalah
jelmaan Bodhisattva.

148 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 6)

Tetapi bukan berarti konsep “menfokuskan pikiran melafal


Amituofo, menfokuskan diri pada satu pintu Dharma saja”
ini salah! Juga bukan berarti melafal Amituofo tidak bisa
menghasilkan jasa kebajikan yang besar, yakni jasa
kebajikan Buddha!

Masalahnya cara dia melafal Amituofo itu sudah salah, sama


sekali bukan melafal Amituofo, tetapi yang dia lafal adalah
apapun tidak perlu saya kerjakan, saya harus cepatcepat
mencapai “pikiran terfokus tak tergoyahkan, saya sungguh
hebat bisa melafal Amituofo!”.

Karena orang awam memiliki tabiat cepat bosan maka kita


harus bisa menyeimbangkannya. Contohnya bila duduk
bersila melafal Amituofo, ketika kaki mulai terasa pegal dan
tidak sanggup bertahan, maka kita boleh menyapu lantai
sambil melafal Amituofo!

149
Menyappu juga memballas Budii Buddhha. Karenna di Allam
Sukhavati, perm
mukaan tanahnyya adalaah emas,, jadi tiddak
perlu menyappu, karrena Buddha
B Amitaabha teelah
memberrsihkannnya buatt kita. Sekaranng kita menelad
m dani
Buddhaa Amitaabha, membersi
m hkannyaa buat insan laain,
n menyaapu semaakin timbbul rasa terimakaasih.
semakin

ya juga ketika bernam


Misalny maskara pada Buddha
B d
dan
merasa lelah, juga booleh perrgi menncuci piiring unntuk
memballas buddi Budddha! T
Terpikir bahwaa di Allam
Sukhavati tidaak perluu mencuuci piriing, karrena tuugas
mencucci piring sudah diselesaik
d kan olehh Buddhaa Amitabbha;
150 

 
mencuci piring dengan cara demikian berarti telah
mengingat Buddha! Mencuci piring juga mengingat
Buddha, melafal Amituofo dan melimpahkan jasa
kebajikan ini ke Alam Sukhavati!

 
 
 
 

 
 

 
 

 
 

 
 
 
151 

 
Analisa Berbagai Contoh Nyata Dalam
Melafal Amituofo

(Bagian 7 - Habis)

Yang perlu ditekankan, yang penting hati kita diarahkan


tepat ke Alam Sukhavati, melafal Amituofo harus
difokuskan pada “Buddha”, melafal Amituofo sebagai
kegiatan utama, sedangkan urusan lain dikerjakan
menuruti jodoh untuk membalas budi Buddha. Jadi bukan
bekerja sebagai kegiatan utama dan bila ada waktu luang
baru melafal Amituofo, bila sibuk maka Amituofo
diabaikan, pikiran ini sudah miring!

Seperti Bodhisattva Sukacita, motivasinya melafal


Amituofo adalah untuk terlahir ke Alam Sukhavati,
melafal Amituofo berkesinambungan adalah
membangkitkan keyakinan dengan penuh sukacita!
Terimakasih pada budi Buddha, membalas budi Buddha!

Bodhisattva Sukacita sering berkata : “Saya amat


berterimakasih pada empat kata ini, A-Mi-Tuo-Fo,
andaikata tidak ada empat kata ini saya pasti akan sangat
menderita!”
152 

 
Dia berterimakasih pada budi Buddha, tidak berniat untuk
mencapai apa yang disebut dengan “pikiran terfokus”
untuk memuliakan dirinya, maka itu hatinya tidak risau,
malahan inilah yang disebut pikiran terfokus.

Mereka juga melakukan pekerjaan duniawi, tetapi mereka


tetap menempatkan melafal Amituofo sebagai kegiatan
utama dan pekerjaan di urutan kedua. Mereka
menggunakan melafal Amituofo sebagai penuntun saat
bekerja. Bekerja hanyalah untuk menuruti jodoh dan
153 

 
membalas budi Buddha. Maka itu, pekerjaan apa saja
yang dilakukan dapat terlepas dari ingin berhasil dan takut
gagal, ingin memperoleh dan takut kehilangan, tidak ada
keakuan, jadi siapa yang akan merasa lelah!
 

 
 

 
 

 
 

 
 

 
 

 
 

 
154 

 
Kita selalu seperti anak bandel
dan keras kepala, tidak mau
percaya pada ayahbunda, padahal
ayahbunda selalu ingin mengatur
yang terbaik buat diri kita,
tetapi kita malah menolak,
selalu ingin sok tahu dan sok
pintar.

155 

 
Melafal Amituofo, Apakah Benar Yang
Dilafal Itu Adalah Buddha?

Mengapa kami mempermasalahkan melafal Amituofo,


apakah yang dilafal itu adalah Buddha atau bukan, karena
motivasi setiap orang melafal Amituofo itu tidak sama, titik
fokus saat melafal Amituofo juga berbeda-beda, mulutnya
tampak seperti sedang melafal Amituofo, tetapi gelombang
pikiran yang dipancarkannya bukanlah Buddha, maka itu
pancaran gelombang pikirannya tidak mengarah pada Alam
Buddha, yang berarti arahnya sudah salah.

Contohnya ada orang yang demi main saham dan meraup


keuntungan maka dia melafal Amituofo, dengan demikian
walaupun mulutnya melafal Amituofo, sebenarnya
gelombang pikiran yang dipancarkannya adalah ingin meraup
keuntungan, tentu saja gelombang pikiran keserakahan akan
mengarah ke alam setan kelaparan, maka yang dia lafal
bukan Buddha.

Ada lagi orang yang melafal Amituofo karena ingin


meraih keberhasilan di dunia ini, apa yang dia harap adalah
ketenaran dan keuntungan, maka gelombang pikiran yang

156 

 
dipancarkannya adalah serakah dan arahnya tentu akan
membawanya ke alam setan kelaparan!

Ada lagi orang yang melafal Amituofo, yang dia


pancarkan adalah gelombang pikiran ingin menang dan
berebutan dengan orang lain, mulutnya tampak melafal
Amituofo, tetapi dihatinya selalu ingin menang dari orang
lain, ini adalah sifat Asura. Walaupun melafal Amituofo tapi
gelombang pikiran yang dipancarkannya adalah mengarah ke
Alam Asura.

157 

 
Andaikata dapat mengandalkan Kekuatan Buddha melafal
Amituofo, menyerahkan sepenuhnya pada Buddha, tentu saja
Buddha akan mengatur yang terbaik buat diri kita, bukan?
Justru diri kita yang suka menentang Buddha, tidak sudi
membiarkan Buddha yang mengaturnya buat kita.

Kita selalu seperti anak bandel dan keras kepala, tidak


mau percaya pada ayahbunda, padahal ayahbunda selalu
ingin mengatur yang terbaik buat diri kita, tetapi kita malah
menolak, selalu ingin sok tahu dan sok pintar.
  
 

 
 

 
 

 
 

158 

 
 

Bukan melafal Amituofo itu tidak


berguna, bukan karena melafal
Amituofo, maka orang jadi bunuh
diri, tetapi motivasinya melafal
Amituofo, fokusnya melafal
Amituofo, dan arah
pelimpahan jasanya pasti
bermasalah.

159 

 
Melafal Amituofo Sampai Gantung Diri,
Ini Karena Motivasi Dan Fokusnya
Bermasalah

Ada seorang praktisi yang bertanya : “Bagaimana jika ada


orang yang melafal Amituofo dan bertemu dengan jodoh
yang tidak bagus, seperti yang pernah dikemukakan oleh
Upasaka Huang Nian-zu, beliau memberi contoh ada orang
yang melafal Amituofo sampai akhirnya suatu hari dia
mengambil seutas tali dan menggantung diri, akhirnya tewas,
bagaimana penjelasan anda terhadap hal ini guru?”

Seseorang yang melafal Amituofo sampai mencapai tahap


dimana suara hembusan angin juga didengarnya sebagai
lafalan Amituofo, tetapi pada akhirnya gantung diri. Pada
kasus begini, andaikata tidak menganalisa sebab-sebab
kegagalannya, maka akan menimbulkan kesalahpahaman
bahwa melafal Amituofo itu tidak ada gunanya, sehingga
banyak praktisi pelafal Amituofo menjadi mundur keyakinan
dan pengamalannya. Ada praktisi yang setelah mendengar
kisah ini jadi ketakutan dan keyakinannya jadi mundur.

Bukan melafal Amituofo itu tidak berguna, bukan karena


melafal Amituofo, maka orang jadi bunuh diri, tetapi
160 

 
motivasinya melafal Amituofo, fokusnya melafal Amituofo,
dan arah pelimpahan jasanya pasti bermasalah.

Di dalamnya pasti dia menggunakan kekuatan sendiri


melafal Amituofo, yaitu memohon ketrampilan dirinya
melafal Amituofo, dan dengan arah sedemikian melafal
Amituofo.

Master Yin Guang telah berulang kali memperingatkan


kita bahwa mengandalkan kekuatan sendiri melafal Amituofo,
maka harus melafal sampai mampu memutuskan noda pikiran
161 

 
barulah dapat mengakhiri tumimbal lahir. Jika hanya
mengandalkan kekuatan sendiri maka takkan dapat
mengakhiri tumimbal lahir. Asalkan masih ada setetes karma
buruk masa lampau yang belum dilunasi, maka masih akan
diseret oleh kekuatan karma, mendadak juga akan bunuh diri.

Tetapi andaikata mengandalkan Kekuatan Buddha, maka


akan melafal sampai ke lautan luas! Para musuh kerabat
penagih hutang kelahiran lampau akan memperoleh
penyelamatan dari lautan besar.

Tetapi jika hanya mengandalkan kekuatan sendiri,


bagaimanapun hanyalah sebuah gelembung air kecil.
Andaikata pada masa kelahiran lampau ternyata ada sebuah
gelembung air kecil yang lebih kuat, tentu saja kita takkan
sanggup melawannya, gelembung air kecil tidak sanggup
menahan ombak! Maka itu kita harus dengan serius meninjau
kembali apa yang menjadi arah pikiran kita sewaktu melafal
Amituofo.

Jika melafal Amituofo adalah demi si gelembung kecil


maka ini sungguh dikhawatirkan karena gelembung air kecil
ini sungguh tak kekal!
  
  
162 

 
 

Kita juga tahu bahwa seorang


dosen perguruan tinggi tidak
mungkin bisa mengajarkan anak TK
mata kuliah kalkulus, maka itu
terpaksa menyesuaikan dengan
tingkatan Taman Kanak-
Kanak dan mengajari
mereka hitungan dasar.

163 

 
Makan Daging Memutuskan Benih Maitri
Karuna Jiwa KeBuddhaan

Bagian 1

Ada seorang praktisi yang berkata : “Buddha bilang


bahwa “daging tiga kriteria boleh dimakan”, tetapi di
kesempatan lain, ucapan Beliau sudah berlainan : “Orang
yang makan daging, memutuskan benih maitri karuna Jiwa
KeBuddhaan”.

Haruslah diperhatikan kalimat ini : kemudian ucapan


Beliau sudah berlainan, menunjukkan pada kita bahwa makan

164 

 
daging akan memutuskan benih maitri karuna Jiwa
KeBuddhaan.

Sesungguhnya kalimat pemakan daging akan memutuskan


benih maitri karuna Jiwa KeBuddhaan, bukanlah dibabarkan
Buddha di kelak kemudian hari, tetapi saat-saat pertama
ketika Buddha Sakyamuni baru mencapai KeBuddhaan,
Beliau telah membabarkannya di dalam Brahmajāla-sūtra
Bodhisattva Sila.

Tetapi, karena banyak makhluk yang bukan dalam sekejab


mampu memasuki maha maitri maha karuna Jiwa
KeBuddhaan, juga bukan dalam sekejab bisa membangkitkan
Bodhicitta, masih banyak orang awam dan akar Hinayana,
masih membutuhkan konsumsi daging, maka itu Buddha baru
terpaksa membabarkan tentang daging tiga kriteria.

Kita juga tahu bahwa seorang dosen perguruan tinggi


tidak mungkin bisa mengajarkan anak TK mata kuliah
kalkulus, maka itu terpaksa menyesuaikan dengan tingkatan
Taman Kanak-Kanak dan mengajari mereka hitungan dasar.
Sama halnya juga Buddha membabarkan Dharma, juga
menyesuaikan dengan kemampuan penyerapan masing-
masing makhluk.

165 

 
Keterangan :
Daging tiga kriteria adalah daging yang memenuhi
kriteria :
1. daging dari hewan yang tidak dilihat ketika dibunuh;
2. daging dari hewan yang tidak kita dengar ketika
dibunuh;
3. daging dari hewan yang tidak secara khusus dibunuh
untuk disajikan kepada kita.

 
 

 
 

 
 

 
 

 
166 

 
Makan Daging Memutuskan Benih Maitri
Karuna Jiwa KeBuddhaan

Bagian 2

Oleh karena akan banyak orang yang memperdebatkan :


“Pada waktu Buddha Sakyamuni berada di dunia, bukankah
ketika sedang berpindapatra, para Bhikkhu juga menerima
persembahan daging? Mengapa kalian begitu keras kepala,
harus bervegetarian.

Sesungguhnya orang yang mengucapkan komentar ini


tentu kurang membaca buku sutra, mungkin hanya terbatas

167 

 
pada sutra Hinayana, maka itu tidak memahami Ajaran
Buddha, kesimpulan akhir adalah dilarang makan daging.

Akhirnya ketika sampai pada pembabaran Lankavatara


Sutra, Buddha membabarkan bahwa banyak alasan mengapa
kita tidak boleh makan daging. Dan pada saat Buddha
membabarkan Lankavatara Sutra ini, Beliau menghapus
kemudahan yang Beliau berikan waktu sebelumnya. Ini
menyuruh kita semua untuk menghapus tradisi makan daging
tiga kriteria.

Di dalam Lankavatara Sutra, Buddha juga membabarkan


bahwa Buddha memandang semua makhluk sebagai putra
tunggal satu-satunya, maka itu Buddha tidak mengijinkan
daging putraNya dimakan. Makan daging berarti makan
daging putra Buddha.

168 

 
Makan Daging Memutuskan Benih Maitri
Karuna Jiwa KeBuddhaan

Bagian 3 - Habis

Di dalam Sutra Surangama, Buddha memberitahukan kita,


andaikata tidak memutuskan pikiran membunuh,
mengkonsumsi daging, tidak mungkin bisa mengakhiri
tumimbal lahir, meskipun melatih samadhi, sepertinya
memiliki kebijaksanaan yang tinggi, andaikata tidak
memutuskan pikiran membunuh, maka pasti jatuh ke alam
setan. Ada yang menjadi setan berkekuatan besar, ada yang
menjadi Yaksa terbang, ada yang menjadi marsekal setan dan
sebagainya. Para makhluk halus ini juga memiliki pengikut!
Masing-masing dari mereka mengaku sudah mencapai
pencerahan.

Buddha memberitahukan pada kita bahwa pada masa


berakhirnya Dharma, ada banyak makhluk halus ini
bertebaran di dunia, mengatakan pada manusia : “Makan
daging tidak masalah, makan daging bisa memperoleh Jalan
KeBodhian”.

169 

 
Buddha berkata, agar kita memperhatikan dengan
seksama : Orang yang makan daging, meskipun tampaknya
seperti memiliki kebijaksanaan, seperti telah mencapai
samadhi, sesungguhnya adalah “Raksa besar”. Mereka saja
belum memiliki jaminan keluar dari tumimbal lahir! Setelah
kehidupan mereka berakhir pasti memasuki lautan
penderitaan tumimbal lahir. Ini bukanlah siswa Buddha!
 

Usai 
170 

 
 

Gatha Pelimpahan Jasa

171 

 
Daftar Pustaka  

永不休診的救度 
http://big5.xuefo.net/nr/article2/24889.html

172 

Anda mungkin juga menyukai