Anda di halaman 1dari 20

Teratai Murni

Menebarkan Harum
Semerbak
Dikutip Dari :

Ceramah Master Dao Zheng

Judul :

清蓮飄香

Dipersembahkan Dengan Setulusnya Oleh :

Sukacita Melafal Amituofo

www.smamituofo.blogspot.com

Untuk kalangan sendiri, disebarluaskan secara gratis,


dilarang memperjualbelikan.
Daftar Isi
Hal

Kuntum-kuntum Teratai Bermekaran……………....………….4


Saat-saat Yang Menentukan……………………………………7
Selalu Bersamamu…………………………………...………..10

Kekuatan gaib bukanlah tujuan dari Ajaran Buddha........……13


Tidak melupakan hati yang ingin membantu orang banyak….17
Kuntum-kuntum Teratai Bermekaran

Semasa hidup mengalihkan kerisauan menjadi cahaya tanpa batas Buddha 
Amitabha,  melafal  sepatah  Amituofo,  begitu  pikiran  dialihkan,  maka 
bermekarlah  setangkai  teratai,  selanjutnya  di  dalam  taman  dengan 
sendirinya akan ada kuntum‐kuntum teratai yang bermekaran.  
Sesungguhnya banyak jenis penyakit kanker yang dapat
disembuhkan, banyak pasien yang dapat sembuh dan sehat
kembali, bekerja kembali dan bersumbangsih pada masyarakat.
Contohnya dokter Chen Mingxian dan dokter Li Feng, mereka
berdua adalah Bodhisattva yang penuh kemuliaan.

Walaupun banyak pasien yang telah berhasil disembuhkan,


tetapi tidak dapat menghapus bayangan gelap di hati,
menyingkirkan perasaan tersiksa---seperti pada kejadian yang
dialami seorang pasien kanker leher rahim, dia berhasil sembuh
dan hidup lebih lama 14 tahun, tetapi dia malah mengatakan
padaku : “Selama 14 tahun ini, saya setiap hari begitu cemas,
hari demi hari saya lewati dalam penderitaan”.

Sehingga saya merasa bahwa walaupun tumor dapat dioperasi,


dapat menggunakan penyinaran, kemoterapi, pengobatan
tradisional, sehingga berhasil menyembuhkannya, tetapi
andaikata tidak memiliki keyakinan pada Ajaran Buddha, maka
di hatinya akan senantiasa merasa risau, takut jika tidak berhasil
dioperasi, tidak berhasil disembuhkan.

Buddha membabarkan pada kita tentang Hukum Karma


mencakup tiga masa kehidupan, penderitaan yang kita alami
sekarang ini, adalah berasal dari kelahiran lampau, bahkan benih
penderitaan yang kita tanam pada masa kelahiran lampau, yang
paling parah adalah berasal dari keserakahan, amarah dan
kebodohan, sehingga melakukan berbagai tindakan yang buruk.

Setiap manusia tidak ada yang tidak serakah, tidak ada yang
tidak pernah emosi, karena telah menanam benih berduri di
ladang hati kita, ketika jalinan jodoh ini masak, maka saat
berjalan takkan luput dari terluka oleh tusukan duri. Andaikata
ketika terluka akibat tusukan duri ditambah lagi mengeluh atau
menyalahkan orang lain dan marah, maka ini sama dengan
menanam duri lagi, maka kelak di kemudian hari akan ada
jalanan yang tak habis dari tusukan duri, takkan ada habis-
habisnya linangan darah dan airmata.

Buddha mengajarkan kita yang telah pernah menginjak jalanan


berduri, untuk tidak lagi menaburkan duri, seharusnya beralih
menanami bunga teratai, semasa hidup mengalihkan kerisauan
menjadi cahaya tanpa batas Buddha Amitabha, melafal sepatah
Amituofo, begitu pikiran dialihkan, maka bermekarlah setangkai
teratai, selanjutnya di dalam taman dengan sendirinya akan ada
kuntum-kuntum teratai yang bermekaran. Saat melafal Amituofo,
bukan hanya dalam seketika hidup dalam suasana sukacita,
ketika kehidupan akan berpisah, Buddha Amitabha akan datang
menjemput, menuju ke Alam Sukhavati yang penuh dengan
kebahagiaan dan suci.
Saat-saat Yang Menentukan

Walaupun Buddha Amitabha maha maitri maha karuna,  mengharapkan 
kita  agar  kembali  ke  jalan  yang  benar,  walaupun  itu  adalah  detik  yang 
paling  terakhir,  namun  sayangnya  banyak  insan  yang  tidak  mampu 
membangkitkan  keyakinan  dan  tekad,  tidak  dapat  menfokuskan  diri 
melafal Amituofo.  
Pengalamanku dalam mendampingi pasien melafal Amituofo,
pada dua tahun pertama, saya amat terkejut karena mendapati
bahwa dari sekian banyak pasien, ternyata tidak ada satupun
yang pada detik menjelang ajalnya sempat melafal Amituofo,
mengapa demikian?

Contohnya pasien penderita kanker yang kesakitan, berusaha


dengan sekuat tenaga berteriak kesakitan sehingga tidak
sanggup lagi melafal Amituofo, anehnya lagi dia masih bisa
berkata “saya tidak sanggup lagi melafal Amituofo”, tetapi dia
tidak sudi menfokuskan diri melafal Amituofo.

Ada lagi yang terlalu lemah sehingga tidak sanggup melafal


Amituofo. Ada lagi yang susah bernafas sehingga tidak mampu
melafal Amituofo. Ada yang mengalami kecelakaan, darahnya
mengalir dengan deras, begitu melihat kolam darah jadi panik
sehingga tidak tahu melafal Amituofo lagi. Ada yang dalam
keadaan koma, tidak tahu apakah dia ada melafal atau tidak.

Maka itu walaupun Buddha Amitabha maha maitri maha karuna,


mengharapkan kita agar kembali ke jalan yang benar, walaupun
itu adalah detik yang paling terakhir, namun sayangnya banyak
insan yang tidak mampu membangkitkan keyakinan dan tekad,
tidak dapat menfokuskan diri melafal Amituofo, maka itu ketika
diterpa ombak penderitaan, maka segera ditenggelamkannya, ini
adalah kondisi sebagian insan pada akhir hayatnya.
Selalu Bersamamu

“Ketika kamu menangis,  

ketahuilah bahwa Saya juga sedang meneteskan airmata, 

ketika kamu berbahagia, ketahuilah bahwa Saya juga turut bersukacita, 

tak peduli kapan dan di mana saja, 

di dalam keyakinan dan pelafalan Amituofo, kita senantiasa berada dalam kebersamaan, 

bersama dengan Buddha dan Bodhisattva”. 
Walaupun “A-mi-tuo-fo” hanya terdiri dari empat kata,
seharusnya tidak sulit diucapkan, setiap insan juga dapat
melafalnya, sulitnya adalah apakah mampu melafalnya disaat
datangnya cobaan, dapat memahami Hati Buddha Amitabha
yang maha karuna, maka itu dengan gigih melafalnya
berkesinambungan, sejak awal hanya diri kita yang
mengacuhkan uluran tangan dari Buddha Amitabha, sementara
Buddha tak pernah sekalipun mengabaikan diri kita.

Kami ingin saling berbagi dengan semua insan yang sedang


dilanda penderitaan, dua buah syair berikut ini :

“Ketika kamu menangis, ketahuilah bahwa Saya juga sedang


meneteskan airmata,
ketika kamu berbahagia, ketahuilah bahwa Saya juga turut
bersukacita,
tak peduli kapan dan di mana saja,
di dalam keyakinan dan pelafalan Amituofo, kita senantiasa
berada dalam kebersamaan,
bersama dengan Buddha dan Bodhisattva”.
“Ketika kamu sendirian, janganlah berpikir bahwa kamu sedang
sendiri,
seharusnya berpikir ada dua insan,
ketika kalian berdua, seharusnya berpikir ada tiga orang,
yang satunya itu adalah Buddha Amitabha,
kemanapun anda pergi, maka Dia akan senantiasa melangkah
bersamamu…..”
Kekuatan gaib bukanlah tujuan dari Ajaran Buddha

Kekuatan  gaib  bukanlah  tujuan  dari  Ajaran  Buddha,  kekuatan  gaib 


hanyalah  hasil  sampingan,  walaupun  memiliki  kekuatan  gaib  juga  tidak 
menjamin dapat membebaskan diri dari tumimbal lahir. 
Ada sebagian orang yang menganggap bahwa melafal Amituofo
adalah diperuntukkan bagi orang yang akan mati, maka itu
merasa takut, ketakutan hingga tidak berani melafal Amituofo,
sesungguhnya Amituofo berarti cahaya dan usia tanpa batas.
Melafal Amituofo dapat melenyapkan malapetaka dan
memperpanjang usia, setelah ajal tiba dapat terlahir ke Alam
Sukhavati. Sekarang marilah kita melihat kisah dari dua praktisi
senior berikut ini, bagaimana cara mereka menyebarkan Dharma
lewat tindakan nyata.

Yang pertama adalah Master Guang Qin yang telah berusia 95


tahun, beliau adalah seorang Bhiksu senior yang telah mencapai
samadhi pelafalan nama Buddha, dalam kurun waktu hampir
enam tahun beliau tidak pernah tidur dalam posisi berbaring,
hanya dengan duduk bermeditasi. Saya pernah mengunjungi dan
meminta bimbingan beliau dengan seorang rekanku yang
bernama dokter Wu, bagaimana cara bermeditasi agar bisa
membuka titik akupuntur Qimai?

Dengan tegas Master Guang Qing menjawab : “ Hanya dengan


melafal Amituofo, sampai mencapai pikiran terfokus tak
tergoyahkan, maka dengan sendirinya seluruh titik akupuntur
Qimai dapat terbuka”. Dalam keseharian Master Guang Qing
selalu menasehati orang : “Melafal Amituofo!” “Jangan makan
daging!”

Kenyataannya Master Guang Qin memiliki kemampuan gaib,


banyak orang yang telah mengalaminya, tetapi kekuatan gaib
bukanlah tujuan dari Ajaran Buddha, kekuatan gaib hanyalah
hasil sampingan, walaupun memiliki kekuatan gaib juga tidak
menjamin dapat membebaskan diri dari tumimbal lahir.

Saat menjelang ajal, Master Guang Qin masih tetap bermeditasi


dan melafal Amituofo, beliau melafal “Namo Amituofo! Namo
Amituofo!” Setiap nama Buddha dilafalnya dengan seluruh
hidupnya, dengan menggunakan seluruh sisa kekuatannya untuk
melafal nama Buddha, pada detik terakhir beliau mengucapkan
sepatah kalimat : “Tidak datang dan tidak pergi, tidak ada
urusan”. Berbeda dengan orang awam yang selalu “sibuk datang
dan pergi, semuanya adalah urusan”. Di dalam suara lafalan
Amituofo, Master masih tetap duduk bersila, dengan begitu
beliau terlahir ke Alam Sukhavati, betapa damai dan bebasnya.

Semua insan begitu menghormatinya, ketika jasad beliau hendak


dikremasi, sampai-sampai umat berebutan masuk ke dalam
ruang tungku perapian, untuk merasakan kehangatan praktisi
senior ini. Baik pria wanita, tua dan muda,
berbondong=bondong menuju ke atas gunung. Suara lafalan
Amituofo bercampur dengan suara tangisan dan suara guntur,
betapa sukar dijumpai seorang praktisi yang dapat begitu
menggugah orang banyak.

Ada seorang umat yang terlambat datang menghadiri upacara


kremasi, sampai di tempat dia berlutut di hadapan abu kremasi,
melakukan penghormatan, memohon pada Master Guang Qin,
akhirnya di dalam tumpukan abu kremasi, dia memperoleh
sarira, ini sungguh merupakan “Buddha Dharma dipelajari dari
hati yang penuh penghormatan, dengan adanya satu bagian rasa
hormat, maka akan memperoleh satu bagian manfaat”.
Tidak melupakan hati yang ingin
membantu orang banyak

Setiap  saat  tidak  melupakan  hati  yang  ingin  membantu  orang  banyak, 
semua ini demi mengasihani mereka yang melangkah di jalan yang gelap; 
asalkan  dapat  menyinari  di  kejauhan,  maka  takkan  menyayangkan 
mengorbankan tubuh sendiri  
Kisah praktisi senior lainnya adalah Upasaka Li Bing-nan. Di
usianya yang telah mencapai 97 tahun, masih berada di atas
podium menceramahkan Dharma. Sepuluh tahun yang lalu
ketika saya masih duduk di bangku kuliah tingkat pertama,
merupakan kali pertama saya mendengar ceramahnya. Pada saat
itu saya tidak mengerti isi ceramahnya makanya menilai beliau
kurang trampil dalam berceramah, sehingga saya menyia-
nyiakan waktu selama beberapa tahun, dan tidak pergi
mendengar ceramah beliau lagi, sampai kemudian ketika saya
mengikuti sebuah kegiatan “kelompok belajar bervegetarian dan
menjalan sila”, yang diadakan oleh Master Chan Gong, saya
mendengar Master Chan Gong setiap kebaktian pagi dan sore
akan mengadakan pelimpahan jasa kepada Senior Guang Gong
dan Upasaka Li Bing-nan, barulah kemudian timbul niat untuk
pergi mendengar ceramahnya, pada waktu itu beliau telah
berusia 95 tahun, dan jatuh sakit, sulit untuk berjalan, tetapi
beliau masih menggunakan bangku untuk menopangnya ke atas
podium dan berceramah, saat saya menyaksikan hal ini, ceramah
tersebut didengar dengan tetesan airmata, beliau adalah teladan
hidup yang mengajari dengan tindakan nyata, yang mengajari
diriku --- “Setiap saat tidak melupakan hati yang ingin
membantu orang banyak, semua ini demi mengasihani mereka
yang melangkah di jalan yang gelap; asalkan dapat menyinari di
kejauhan, maka takkan menyayangkan mengorbankan tubuh
sendiri”.

Sepanjang hidupnya beliau melafal Amituofo, menyebarkan


Ajaran Sukhavati, membimbing sehingga sudah banyak orang
yang berubah ke jalan yang benar, melafal Amituofo, belajar
Ajaran Buddha. Tiga minggu sebelum wafat, beliau masih
bersama umat untuk melafal Amituofo dan melepaskan satwa ke
alam bebas, sungguh leluasa, terakhir, beliau mengetahui
terlebih dulu waktu ajalnya, dengan tangan memegang tasbih,
berbaring ke arah kanan, dibawah suara lafalan Amituofo,
dengan damai pulang ke Alam Sukhavati, hingga kini kami
masih begitu mengenangnya dengan mendalam.

USAI

 
Daftar Pustaka
清蓮飄香~道證法師講述
http://book.bfnn.org/article/0270.htm

Anda mungkin juga menyukai