Menebar Senyum Memasuki
Kolam Tujuh Mustika
Dikutip Dari :
Judul :
笑著進入七寶池
www.smamituofo.blogspot.com
2
Daftar Isi
Hal
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 1……………………………………… 4
Bagian 2……………...……………………… 9
Bagian 3…………………………………….. 14
Bagian 4……………….……...…………….. 20
Bagian 5…………….………………………. 26
Bagian 6…………….…….………………… 32
Bagian 7…………………….………………. 38
3
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 1
Walaupun jalan hidup ini penuh liku-liku, namun kita masih dapat
menggunakan suasana hati yang baik untuk melewatinya.
4
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin‐chi
Bagian 1
Tokoh utama dalam kisah nyata ini adalah Chen Jin-chi. Jin artinya
masuk, sedangkan chi artinya kolam. Menurut penuturan istrinya, pada
mulanya nama yang bermakna demikian tidak memiliki masa depan
yang bagus, makanya mereka bermaksud untuk mengganti nama. Tidak
disangka pada detik yang amat penting, barulah tahu bahwa nama yang
bermakna “masuk ke kolam” ini ternyata bertanda baik, masuk ke kolam
tujuh mustika di Alam Sukhavati. Dapat memasuki kolam tujuh mustika
Buddha Amitabha berarti dia dapat mencapai KeBuddhaan dan
menyelamatkan para makhluk; ini adalah masa depan yang gemilang!
melafal Amituofo, dalam sekejab seluruh kerisauannya jadi lenyap,
akhirnya juga turut menebarkan senyum sambil melafal Amituofo!
Istrinya yang baik, dan dua orang anak yang berbakti, saat dirinya jatuh
sakit, terus memberi dukungan padanya, ketika tangannya pegal karena
kanker, anaknya segera membantu memijatnya, menjaganya siang
malam, tidak hanya menjaganya, namun juga terus memotivasinya untuk
membangkitkan keyakinan pada Buddha, akhirnya menjadi barisan yang
mengantarnya ke Alam Sukhavati untuk mencapai KeBuddhaan,
sehingga pada kelahiran ini dia memperoleh manfaat yang terbesar dan
keberhasilan yang tertinggi. Dapat dilihat Chen Jin-chi begitu
berterimakasih pada keluarganya, bagaimana keluarganya menjadi
keluarga teladan, mengantarnya dari tempat penuh penderitaan ini ke
pantai seberang. Semangat mereka patut kita teladani, karena itu
mengapa saya memperkenalkan kisah ini di sini:
20 tahun yang lalu saya telah mengenal Upasaka Chen, beliau adalah
sahabat abang saya, pertama kali bertemu saya merasa dia amat jujur
dan bepengertian. Pada saat itu saya bilang ke abang saya : “Diantara
6
teman-temanmu, tampaknya Chen Jin-chi yang paling tulus”. Sejak itu
saya tidak berkesempatan bertemu Chen Jin-chi lagi. Sampai akhirnya di
punggung belakangnya muncul tumbuh tumor sebesar kepiting. Saat
pertama berpapasan dengannya, kebetulan dia sedang diopname di
rumah sakit, hatinya merasa amat menderita dan sangat tegang, dia
memberitahuku : ”Di ranjang sebelah sini terdengar nafas sepenggal-
penggal, di ranjang sebelah sana tinggal tulang terbalut kulit, saya
merasa amat takut”. Dia melanjutkan lagi : “Saya tidak ingin hidup
demikian, saya tidak ingin hidupku berakhir dengan cara demikian”.
Saya berkata padanya : “Hanya dengan yakin pada Buddha dan melafal
Amituofo, maka takkan ada ketakutan lagi! Cobalah berpikir dengan
seksama, setelah divonis kanker maka harus bagaimana melewati hari-
hari? Tiada lain, mulai sekarang mengerahkan segenap kemampuan
melewati kehidupan dengan sukacita, sampai pada detik terakhir, dengan
penuh sukacita mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati
melewati kehidupan yang lebih bahagia, ini yang paling baik. Apakah
anda ada cara yang lebih baik?” Setelah mendengar ucapanku, dia
tertawa, sepertinya dia telah tercerahkan, dan kemudian dia berkata :
“Betul, sakit juga boleh melewati hari-hari dengan sukacita, jangan
berpikir sembarangan untuk menakuti diri sendiri, hari-hari masih
cemerlang”. Kami berbincang panjang lebar, walaupun jalan hidup
penuh liku-liku, namun kita masih dapat menggunakan suasana hati
yang baik untuk melewatinya.
kepada mereka semuanya, agar mereka dapat mengakhiri kegelapan,
ketakutan dan kehilangan arah”. Dia amat serius sampai
mengucapkannya tiga kali. Namun saat itu saya merasa masih belum
memiliki kekuatan itu, maka hanya senyum-senyum berkata padanya :
“Anda memiliki niat ini adalah hati maha karuna, Bodhicitta, dengan
hati ini melafal Amituofo, maka akan terjalin dengan Hati Buddha. Kita
harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh Buddha, apalagi dapat
membuktikan Ajaran Buddha, maka semua orang akan percaya. Mereka
akan memiliki keyakinan pada Buddha, dengan sendirinya takkan takut
lagi, maka ini barulah dapat membantu mereka”.
8
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 2
9
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin‐chi
Bagian 2
Upasaka Chen juga seperti kita pada umumnya adalah orang awam,
hanya saja dia orangnya baik dan ramah, kehidupannya teratur,
memperlakukan orang lain dengan tulus, tak peduli terhadap orang lain
maupun keluarganya tidak pernah murka dan berkata kasar. Hanya saja
kemudian dia memiliki hobi makan seafood dan kepiting; ada orang
yang melihat bentuk tumor di punggung belakangnya dan berkata :
“Seperti kepiting, ada kakinya lagi”. Dia sama dengan orang awam
lainnya, selalu merisaukan jika dirinya tidak cukup gizi, maka itu tidak
sudi melepaskan makanan daging. Ketika sel kanker limfoma menekan
saraf-saraf di pembuluh darah tangan kanannya, dia kesakitan sampai
mati rasa, dia seperti anak-anak mengatakan kepadaku, tangannya sakit
dan kaku, sulit untuk bergerak.
10
Kemudian dia berkata lagi padaku : “Sewaktu dirawat di rumah sakit,
suatu hari di tengah malam, hujan amat deras, dia mendengar ada suara
yang ingin menangkapnya, sehingga dia amat menderita dan tidak dapat
tidur, untunglah ikan yang pernah saya lepas datang menolongku”.
Setelah dia meninggal dunia, kami menemukan buku hariannya di
rumah sakit yang salah satu kalimatnya tertulis : “Semua makhluk
memiliki saling keterkaitan, bila anda melindunginya, maka dia juga
akan datang menolong dirimu, maka itu melepaskan satwa ke alam
bebas itu amat penting, setelah keluar dari rumah sakit, saya akan
melepaskan satwa lagi”.
Banyak insan yang telah melafal Amituofo untuk kurun waktu yang
lama, namun tidak memiliki keyakinan untuk terlahir ke Alam Sukhavati,
selalu merisaukan apakah dirinya sendiri akan berhasil terlahir atau tidak,
selalu merasa ragu, tidak percaya bahwa diri sendiri memiliki Jiwa
KeBuddhaan, tidak sudi memastikan bahwa Buddha Amitabha yang
maha maitri maha karuna tentu takkan mengabaikan diriku. Banyak
orang yang akan terpikir : “Saya memiliki banyak kelemahan, tidak
serius melatih diri, melatih Amituofo juga jarang, tidak seperti guru
sesepuh yang sehari melafal 80 ribu atau 100 ribu lafalan. Saya takut
sakit, menjelang ajal apakah akan kesakitan? Apakah saya akan koma?
Yang pasti banyak sekali hal yang dirisaukannya.
menggunakan rintangan karma untuk melihat Cahaya Buddha.
Keyakinan, tekad dan pengamalan hanyalah sebuah niat pikiran dan
perputaran saja. Namun jika kita tidak berhasil memutarnya, sanak
keluarga dan teman-teman kita juga dapat membantunya, sehingga kita
dapat beralih dari kesakitan dan kemelekatan menjadi dituntun Cahaya
Buddha.
datang mengulurkan tangan maka Buddha sendiri yang akan datang
menolong!
13
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 3
14
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin‐chi
Bagian 3
Saya telah pernah memeriksa banyak pasien, walaupun setiap insan
berharap dapat terlahir ke Alam Sukhavati, namun ketika diserang
penyakit, tetap saja tidak dapat menghindari perasaan takut. Ketika jatuh
sakit, tubuh melemah, ketika penyakit bertambah parah, tentu tak luput
dari kesulitan untuk bersabar menahan penderitaan, ini merupakan
sesuatu yang sulit dihindarkan oleh orang awam yang masih memiliki
kemelekatan pada tubuh jasmani; mungkin saja ketika anda dan saya
bertemu dengan kondisi ini, juga akan sedemikian, kemelekatan pada
jalinan kasih sayang.
keluarganya. Banyak pihak keluarga praktisi Ajaran Sukhavati yang
pada awalnya bermaksud ingin membantu si pasien agar dapat terlahir
ke Alam Sukhavati, namun karena terlalu memaksa si pasien agar
menfokuskan diri melafal Amituofo dan melepaskan segala kemelekatan,
akhirnya menimbulkan kesalahpahaman pada si pasien, yang
menganggap diri si pasien adalah arahat yang sudah kebal akan
kesakitan.
16
“Ucapan” akan lebih berkhasiat daripada obat, poin ini harus
diperhatikan dengan lebih seksama oleh kita semuanya. Sepatah kata
baik akan menghangatkan musim dingin, sama halnya pula sepatah kata
dingin akan membekukan musim panas. Sepatah kata dingin atau kasar
mungkin akan membuat pendengarnya selama 10 tahun juga takkan bisa
melupakan kebencian ini. Kita dapat mengamatinya dengan seksama,
Buddha memiliki kemampuan tanpa batas, namun manusia lebih suka
memuja Buddha dengan kalimat “maha maitri maha karuna” Buddha
Amitabha, “maha maitri maha karuna” Bodhisattva Avalokitesvara,
tidak ada yang memuja dengan menyebut “maha bijaksana” atau “maha
kekuatan” Buddha Amitabha. Karena kita memerlukan maha maitri
maha karuna Buddha, karena betapa sulitnya melalui sebuah kesulitan
besar, sungguh kita mengharapkan uluran tanganNya untuk membawa
kita keluar dari penderitaan menuju kebahagiaan, ini adalah harapan
semua makhluk.
merisaukan jika dirinya belum berbuat dengan baik, tidak dapat
memberikan dukungan terbesar buat suaminya. (Yang dimaksud dengan
dukungan adalah semasa hidup si pasien, kita berusaha dengan segenap
tenaga memberikannya ketenangan dan kedamaian; saat ajalnya tiba,
dapat membantunya mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam
Sukhavati).
18
Yang membuatku salut adalah Nyonya Chen begitu setia
mengamalkannya bahkan dia telah berhasil melakukannya.
19
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 4
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Bagian 4
Karena hati orang awam tidaklah kekal, ketika “kekuatan kesabaran”
belum sempurna, terkadang juga akan mengalami kemunduran. Ketika
pasien karena penderitaan sakitnya dan keyakinannya jadi goyah, tidak
dapat meneruskan melafal Amituofo lagi, maka peranan orang-orang di
sekitarnya amat penting, haruslah dengan maitri karuna dan kelembutan
untuk mengerti akan penderitaannya, agar pasien tahu bahwa mereka
merasakan apa yang dideritanya, kemudian baru memotivasinya agar
membangkitkan kembali keyakinannya; jangan malah sebaliknya
menyalahkan diri si pasien dan merasa kecewa pada dirinya, serta
mengabaikannya.
22
Pada tahun 85 musim dingin, karena sel kankernya telah menyerang
ke bagian otak sehingga dia sulit bersuara, lengan tangannya mati rasa.
Selama ini dia begitu sehat, tiba-tiba divonis kanker, membuatnya amat
menderita dan risau, karena emosinya labil maka sulit untuk
menfokuskan diri melafal Amituofo. Dalam hatinya menyalahkan
Buddha dan Bodhisattva yang tidak membuat pengaturan yang baik buat
dirinya, begitu emosi tasbih pun langsung dilepaskannya.
Mendengar ucapannya serta perjuangan berat keluarganya, saya
sungguh merasa sedih dan perih, hanya dapat berkata padanya : “Jalan
ini sungguh sulit, untunglah ada Buddha Amitabha ikut serta”. Setelah
itu dia menangis dan saya juga turut menangis. Kita adalah manusia
yang memiliki darah dan airmata, Buddha akan memaafkan kita,
hapuslah airmata dan melangkah lagi ke depan, kita semua saling
membantu dengan penuh sukacita pulang ke kampung halaman Alam
Sukhavati. Menangis sejenak, beban di hati pupus sudah, saya mencoba
berbincang dengannya : “Saat menderita kita juga harus memikirkan
pada masa lampau kita juga membuat makhluk lain menderita, kini saya
telah merasakannya sendiri, maka itu dengan tulus kita meminta maaf
pada mereka, bertobat, melafal Amituofo dan melimpahkan jasa
kebajikan ini agar mereka memperoleh kedamaian”. Dia
menganggukkan kepalanya dan mengiyakan.
24
dia masih dapat tersenyum bergandengan tangan dengan Buddha pulang
ke Alam Sukhavati.
25
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 5
26
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin‐chi
Bagian 5
27
Pada mulanya saya tidak mengira dia begitu serius, tidak disangka
dia menggunakan tangannya yang telah kaku itu untuk menggambar
sebuah denah bangunan, di atas denah ditulis “Namo Amitabha
Buddhaya” yang menunjukkan bahwa bangunan itu adalah vihara.
Setelah dia wafat, seorang sanak keluarganya bermimpi melihat dirinya
berada di sebuah bangunan yang indah dan megah, mungkin ini adalah
mujizat dari keinginannya untuk mendanakan sebuah bangunan bagi
para pasien untuk melafal Amituofo!
Pertama kali ketika kami bersua, telah ada seorang Bodhisattva yang
bernama Nyonya Wang, setelah mengetahui kondisi penyakit yang
dideritanya maka segera memberinya Sutra Bhaisajyaguru dan
memotivasinya untuk membaca, karena selama ini Upasaka Chen sehat-
sehat saja, mendadak divonis dokter dan dia tidak dapat menerima
kenyataan ini. Seperti juga para pasien lain yang pada umumnya setelah
mendengar vonis dokter, tangan dan kaki akan gemetaran, dia berharap
keajaiban dapat muncul dan sembuh dari penyakitnya, tidak berharap
kehidupan ini berakhir, tidak ingin berpisah dengan keluarganya. Maka
itu sebagus apapun Alam Sukhavati, dia juga tidak sudi ke sana, inilah
kondisi manusia pada umumnya.
28
Ketika tubuhnya masih sehat, dia tidak ingin memilikirkan masalah
bahwa “suatu hari nanti kehidupan ini pasti berakhir”, juga tidak
berminat untuk menerima maitri karuna Buddha Amitabha. Sikap ini
dapat kita maklumi, sebagian besar orang juga sedemikian. Dalam
keadaan serupa ini jika begitu bertatap muka langsung minta dia
melepaskan kemelekatan dan bertekad lahir ke Alam Sukhavati,
mungkin saja kehendaknya adalah memohon penyembuhan, maka itu
dia akan menentang maksud baik kita, sehingga merusak jodohnya
dengan Buddha. Maka itu saya menuruti keinginannya, memberikan
perhatian agar emosi pasien selalu stabil, menjaganya agar jangan ada
rasa takut atau perasaan diabaikan, sendirian menuju jalan kematian
yang ditakutkan setiap insan, saya senantiasa menasehati pasien :
“Jangan cemas, sesulit apapun jalan yang akan ditempuh, kami akan
menemanimu melangkah ke sana, Buddha Amitabha akan menuntun kita,
melewati perjalanan ini dengan selamat”. Bahkan juga menekankan
bahwa Buddha Amitabha adalah Cahaya Sukacita, Cahaya
Kebijaksanaan, Cahaya Maitri Karuna,……………..Buddha Amitabha
adalah cahaya tanpa batas dan usia tanpa batas, jika melafal sampai
terjalin denganNya maka akan melenyapkan malapetaka dan
memperpanjang usia.
29
yang harus dilalui oleh setiap manusia, maka itu harus menuruti
keinginan insan lain, membimbing mengikuti jodoh.
30
Maka itu bukan hanya dengan melafal Amituofo barulah dapat
terlahir ke Alam Sukhavati, namun sesuai dengan keinginan juga dapat
terkabulkan, dengan melafal Sutra Bhaisajyaguru atau nama Buddha
Bhaisajyaguru lalu melimpahkan jasa kebajikan ke Alam Sukhavati,
niatnya juga dapat terwujud. Bahkan walaupun melafal sutra Mahayana
lainnya, asalkan jasa kebajikannya dilimpahkan ke Alam Sukhavati,
keinginannya untuk terlahir ke Alam Sukhavati juga dapat terkabul, ini
ibaratnya berasal dari SMA berlainan mengikuti ujian masuk ke
perguruan tinggi yang sama, asalkan keyakinan dan tekadnya
memperoleh nilai sepuluh, maka akan diterima, terlahir ke Alam
Sukhavati adalah hal yang nyata dan benar, setiap insan dapat
memilikinya, jadi tidak perlu ragu dan khawatir.
31
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 6
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Bagian 6
Setiap kalimat yang tercantum dalam sutra adalah nyata dan tidak
semu, apa yang diucapkan Buddha pasti akan menjadi kenyataan, hanya
saja sampai di mana anda dapat membangkitkan keyakinan dan
mengamalkannya. Bagi kita yang yakin pada kekuatan tekad maitri
karuna Buddha maka dalam seketika juga hidup di dalam Cahaya
Buddha, jika tidak dapat menimbulkan keyakinan maka akan hidup
dalam bayangan gelap rintangan karma. Insan yang yakin sepenuhnya,
maka masa depannya bersinar terang; sedangkan insa yang yakin
setengah hati maka masa depannya adalah setengah terang dan setengah
redup. Yang paling penting adalah, asalkan ada keraguan maka akan
masuk ke kegelapan, maka itu harus lekas membangkitkan keyakinan
hati, membuang kegelapan dan menuju cahaya gemilang.
33
Jujur saja walau hanya satu saja nyawa yang melayang, kita juga
tidak mampu melunasinya; maka itu kita harus menyadari bahwa lebih
baik saat menjelang ajal harus membayar hutang, atau saat masih hidup
cepat-cepat melunasinya! Andaikata karma telah berbuah, apa yang
harus dilakukan? Jika dapat mengerahkan segenap tenaga melafal
Amituofo, maka kekuatan jasa kebajikan dan kewibawaanNya tak
terbayangkan, sepatah Amituofo dapat melenyapkan delapan miliar
kalpa karma buruk berat tumimbal lahir, mewakili kita untuk melunasi
hutang-hutang karma kita, tak perlu khawatir tidak mampu sekaligus
melunasi semuanya.
Saya sendiri begitu yakin akan hal ini, maka itu ketika Nyonya Chen
menghubungiku, dengan keyakinan yang pasti, saya memberitahukan
dirinya : “Menfokuskan pikiran melafal Amituofo, pendarahan akan
berhenti, kekuatan Buddha tak terbayangkan”. Ternyata Nyonya Chen
demi menyelamatkan suaminya, dia melafal Amituofo dengan
setulusnya, tidak lama kemudian pendarahan berhasil berhenti, tekanan
darahnya juga kembali normal.
dia tidak mengenal nama-nama Bodhisattva yang diucapkan suaminya
itu. Begitu mendengarnya, saya langsung bisa mengetahui bahwa itu
adalah delapan Maha Bodhisattva yang disebut dalam Sutra
Bhaisajyaguru, telah terjalin dengan dirinya, mungkin waktunya telah
semakin dekat untuk terlahir ke Alam Sukhavati.
Tetapi ketika rombongan kami tiba di rumah sakit, dia masih tidak
mampu merelakan keluarganya, tidak ingin terlahir ke Alam Sukhavati,
saya bertanya padanya : “Bukankah anda suka pada Buddha Amitabha
dan Alam Sukhavati?” Dia bukan saja tidak menggelengkan kepala,
namun juga berlinangan airmata. Sungguh kasihan, pada detik demikian
masih belum menembusi rintangan ini, dia sendiri amat jelas, tubuhnya
hampir tidak bisa digunakan lagi, namun dia masih terus berharap.
35
Saya menjelaskan pada putranya bagaimana kondisi ayahnya saat itu
dan bagaimana cara membantu dia agar terlahir ke Alam Sukhavati, agar
dia jelas keadaan saat itu, kemudian memohon agar Buddha memberkati
sehingga ayahandanya dapat melepaskan kemelekatan dan bersukacita
membangkitkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati”.
bersedia melafal Amituofo, maka anda telah mengganti frekuensi anda.
Hanya saja kita manusia yang hidup di dunia saha ini, di hati kita ada
halangan, barulah tidak dapat melihat Alam Sukhavati”.
37
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 7
38
Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Bagian 7
Kemudian saya melihat raut wajahnya mulai tenang dan damai, tidak
ada kerutan sama sekali, wajahnya tidak memancarkan penderitaan lagi.
Saya melihat para dokter dan suster, dan orang-orang yang menjaganya
malah berwajah pucat dan kurus, sedangkan dia malah berwajah merah
bercahaya, sungguh tak terbayangkan. Ketika dia baru menderita
penyakit ini, wajahnya karena menjalani radioterapi, kelihatan sedikit
berwarna hitam. Dengan menfokuskan pikiran melafal Amituofo,
wajahnya berubah menjadi merah bercahaya. Nyonya Chen
menasehatinya agar pulang rumah dan melafal Amituofo, dia
menyetujuinya, dan dia masih dapat berterimakasih pada dokter dan
suster yang merawatnya; dia berharap bisa mencabut selang infus,
barulah saya menyadari kaki dan tangannya telah lebih lincah daripada
sebelumnya.
39
Di dalam Amitabha Sutra tertera :
berpura-pura, hanya saat menjelang ajal tiada kepalsuan lagi, insan yang
tulus dan setia, pada akhirnya akan memperoleh manfaat besar. Saya
bertanya pada dirinya : “Apakah anda ada berkomunikasi dengan
Buddha Amitabha?” Istilah komunikasi ini adalah istilah yang dia pakai
selama ini. Dia diam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya.
Saya bertanya lagi : “Apakah anda telah melihat Buddha Amitabha?”
Dia menganggukkan kepala lagi; saya bertanya lagi : “Buddha sedang
memancarkan cahaya menyinari dirimu, apakah kamu telah melihatnya?”
Dia mengangguk lagi. Dia telah menganggukkan kepalanya tiga kali,
saya merasa sudah tenang, mengetahui bahwa dia pasti akan terlahir ke
Alam Sukhavati, kemudian dengan hening dia melafal Amituofo. Ketika
kami mengantarnya sampai ke mobil ambulans, airmatanya berlinang,
namun tidak mengerutkan kening, saya berkata padanya : “Kita sekarang
akan pulang ke rumah untuk melafal Amituofo, pulang ke kampung
halaman Alam Sukhavati”. Dia mengangguk, sepanjang perjalanan kami
melafal Amituofo di dalam mobil ambulans.
41
Ketika Master Jian Yin datang, beliau dengan ramah berbincang
dengan para hadirin serta menceramahkan tentang keistimewaan Alam
Sukhavati, bukan hanya hadirin yang merasa amat bersukacita, bahkan
Upasaka Chen sampai membuka kedua matanya yang telah lama
terpenjam, ketika matanya terbuka dia tersenyum, senyumannya
bercampur baur dengan senyuman hadirin lainnya. Sungguh satu
senyuman dapat menghilangkan segala penderitaan.
42
Lebih dari sepuluh menit menjelang ajal, dia mengalirkan linangan
airmata yang tidak sedikit, mungkin itu adalah airmata “kesedihan
bercampur dengan kebahagiaan”! Karena telah menderita di tumimbal
lahir selama berkalpa-kalpa, dan kini telah memperoleh pembebasan,
sungguh bahagia tiada taranya, juga mengasihi para makhluk yang
masih tersesat dan tidak bersedia kembali ke jalan yang benar, maka itu
dia mengalirkan airmata kesedihan bercampur bahagia. Kemudian pada
detik terakhir, tiba-tiba dia tersenyum sampai gigi pun terlihat, bunga
bermekar hati terbuka, dan mampu menggerakkan tangannya yang
selama ini telah tidak lincah, melambaikan tangan kepada semua hadirin
tanda pamit.
43
Terimakasih Buddha Amitabha, mengasihi semua makhluk di
lautan penderitaan, tidak pernah mengabaikan siapapun juga. Buddha
berada di mana saja, dan hanya insan yang tulus sepenuhnya yang dapat
meraih tanganNya.
USAI
44
Daftar Pustaka
笑著進入七寶池
道證法師講述
http://book.bfnn.org/books3/2037.htm
45