Anda di halaman 1dari 4

Terimalah salam di dalam Dhamma, Namo Sanghyang Adi Buddhaya, Namo Buddhaya, Pertama tama marilah kita panjatkan

n kepada Sanghyang Adi Buddha, Sang Buddha, dan Bodhisatva karena kita telah diberikan kesehatan dan kebahagian untuk dapat menghadiri waisak fair ini dan mendengarkan dhammakatta yang akan saya bawakan. Untuk memulai saya ingin merasakan pancaran cinta kasih dari Saudara Saudari yang berbahagia di dalam dhamma. Berikanlah senyum kebahagiaan kepada orang yang paling dekat dengan anda atau dengan saya, tentunya dengan senang hati saya membalasnya. Senyum yang anda berikan akan membuat anda merasa bahagia. Penelitian mengatakan bahwa orang yang dalam suasana hati bahagia akan lebih mudah menerima apa yang didengarnya. Nah... Dengarkan baik baik kalimat bijak yang satu ini, Jika kita tidak merasa senang sekarang, maka seumur hidup kita tidak akan bisa merasa senang . Topik yang akan saya bawakan, Gugus Panna dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan . Saudara saudari yang berbahagia di dalam dhamma, tanggal 28 Mei 2010 ini merupakan peringatan hari Tri Suci Waisak yang ke- 2552. Ada 3 kejadian penting yang diperingati pada hari Tri Suci Waisak ini, diantaranya adalah peristiwa kelahiran Pangeran Siddharta, peringatan Buddha mencapai Bodhi ( penerangan sempurna ), mahaparinibbana Buddha. Setelah lima puluh hari mencapai kebodhian, Buddha mulai beniat untuk mengajarkan dhamma kepada para dewa dan manusia. buddha pun berpikir, Dhamma ini sungguh dalam, halus, dan sulit dilihat, tidak bisa dimengerti dengan pemikiran semata, hanya bisa dipahami oleh bijaksanawan. Jika Ku ajarkan kepada dewa dan manusia, mereka tidak akan mengerti. Karena kebingungannya, Buddha lalu mengarahkan pikirannya agar terbaca oleh Brahma Sahampati, Brahma yang paling dihormati. Sesaat itu Brahma Sahampati pun menyadari pemikiran Buddha, kemudian dari alam Brahma ia melesat ke alam manusia. Brahma Sahampati memohon kepada Buddha untuk mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk. Akhirnya Buddha pun setuju untuk mengajarkan dhammaNya. Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pula pada akhirnya. Di Taman Rusa Isipatana dhamma pertama Buddha dibabarkan kepada lima orang pertapa ( Kondannya, Wappa, Bhaddiya, Mahanama, Assaji )yang merupakan teman Pangeran Siddharta ketika bertapa menyiksa diri di hutan Uruvella. Khotbah perdananya adalah tentang Pemutaran Roda Dhamma ( Dhammacakkappawattana Sutta ), yang berisi tentang Empat Kebenaran Mulia. Isi dari Empat Kebenaran Mulia : 1. 2. 3. 4. Kebenaran Mulia tentang Dukkha Kebenaran Mulia tentang Asal Dukkha Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha Kebenaran Mulia tentang Cara Hidup menuju Akhir Dukkha

Kebenaran mulia keempat, Kebenaran Mulia tentang Cara Hidup menuju Akhir Dukkha yang populer disebut Jalan Mulia Berunsur Delapan ( Hasta Arya Magga ). Inilah ajaran Buddha Gotama yang menuntun manusia untuk mencapai kebahagiaan tertinggi.

Tiga Gugus dan Delapan Unsur dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah : Panna 1. 2. Sila 3. 4. 5. Perkataan Benar ( Samma Vaca ) Perbuatan Benar ( Samma - Kammanta ) Penghidupan Benar ( Samma Ajiva ) Pandangan Benar ( Samma Ditthi ) Pikiran Benar ( Samma Sankappa )

Samadhi 6. 7. 8. Upaya Benar ( Samma vayama ) Perhatian Benar ( Samma sati ) Konsentrasi Benar ( Samma Samadhi )

Sesuai dengan topik, saya akan membatasi pembahasan sampai pada gugus Panna ( kebijaksanaan ), karena gugus panna inilah yang menjadi awal pelaksanaan gugus dan jalan yang berikutnya dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Pertama, pandangan benar atau pemahaman benar adalah melihat sesuatu sebagaimana adanya bukan sebagaimana tampaknya. Buddha mengajarkan kita untuk tidak percaya begitu saja pada apa yang diajarkan-Nya, melainkan meminta penganutnya agar mempelajari dan membuktikan sendiri akan kebenaran ajaran-Nya. Yang tertuang dalam sabbda Buddha, Ehi passiko , yang berarti Datang dan Lihatlah. Pandangan benar menuntun kita untuk melihat dan mengetahui mana yang benar dan mana yang merupakan akar dari kejahatan. Contoh : Buah jeruk. Dalam Jaln Mulia berunsur Delapan, dengan adanya pandangan benar ini barulah seseorang terdorong untuk mempraktekkan unsur unsur jalan lainnya. Kedua dari gugus panna, Pikiran Benar. Yang dimaksud dengan pikiran benar adalah pikiran yang terbebas dari kemelekatan, kebencian, keserakahan, keinginan jahat, dan kekejaman. Melalui pikiran inilah akan mempengaruhi perkataan dan perbuatan kita. Buddha pernah bersabda yang dituangkan dalam Dhammapada Bab I ( Yamaka Vagga ), ayat 1 :

Manopubbangama dhamma Manosettha manomaya Manasa ce padutthena Bhasati va karoti va Tato nam dukkhamanveti Cakkam va vahato padam

Segala perbuatan buruk didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran tidak suci, penderitaan pun akan mengikuti, seperti roda pedati mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya. Pemikiran benar haruslah dengan mengembangkan cinta kasih dan belas kasihan.pikiran yang tidak benar akan membawa dukkha ( derita ). Apakah anda pengen kaya ? Apakah Anda pengen Bahagia ? Apakah anda pengen pintar ? apakah anda pengen menjadi orang sukses ? mau tau caranya ? mudah... belajar banyak dari orang kaya. Seseorang pandai berenang, awalnya belajar dari yang pandai berenang. Dan yang paling penting adalah pikiran kita, seharusnya selalu berpikir positif. Bisa... bisa... bisa.... Saddhu... saddhu... saddhu... dengan begitu, senantiasa apa yang kita pikirkan akan terjadi. Itu tadi pembahasan topik dhammakatta tentang gugus panna ( kebijaksanaan ), yaitu pandangan benar dan pikiran benar. Pada awal pembahasan saya mulai dengan cerita, ni pada bagian akhir pun saya berikan cerita. Disuatu pagi yang indah, duduklah seorang pertapa muda tepatnya di tepi pantai. Laut yang begitu indah dengan ombak yang berdesir menimbulkan bunyi yang amat menyenangkan hati. Dan dengan mudahnya pertapa muda tersebut memusatkan pikirannya dalam keadaan duduk bersila. Tiba tiba terdengar bunyi, plum... ciup... puik... plim... . Mendengar suara ribut itu pun kemudian pertapa muda tersebut membuka matanya perlahan dan melihat apa sebenarnya penyebab suara berisik itu. Terlihatlah seekor kepiting sedang terjebak di dalam air akibat ombak yang mengulung. Dengan cinta kasih ( metta ), pertapa muda itu kemudian bangkit dari duduk dan menuju ke arah kepiting. Spontan ia mengulurkan tangannya, sang kepiting pun mencapit tangan pertapa muda dengan begitu eratnya. Rasa puas karena telah berhasil menyelamatkan sang kepiting pun menutupi rasa sakit di tangan. Dengan wajah berseri seri, pertapa muda kemudian kembali duduk bersila dan mencoba memusatkan pikiran lagi. Tak lama, terdengar kembali, plum... ciup... puik... plim... . Kedua kalinya pertapa itu pun membuka mata dan melihat. Ternyata kejadian yang sama, seekor kepiting kembali terbawa ombak. Dengan cinta kasih, ia pun menolong sang kepiting untuk kembali ke darat. Itu dilakukan pertapa muda dengan cara yang sama, mengulurkan tangannya untuk dicapit kepiting. Kali ini jari pertapa terluka, sakit. Tapi itupun tidak bisa mengalahkan rasa puas pertapa muda tersebut. Tatiyampi, untuk ketiga kalinya hal yang sama terjadi kembali. Dengan pemikiran dan niat yang sama pertapa mengulurkan tangan menolong kepiting. Kejadian itu pun terjadi berulang ulang sampai tangan pertapa muda luka dan berdarah dicapit sang kepiting. Kelima kalinya ketika pertapa bangkit dan hendak mengulurkan tangan, seorang bijaksana memanggilya, Hai pertapa muda... . Pertapa muda itu berdiri memandang ke arah bijaksana. Ketika akan menyahutnya kembali, pertapa muda melihat orang bijaksana tersebut jalan mendekat dengan membawa ranting kayu sepanjang satu meter. Diraihnya kepiting yang terjebak di air, dengan sigap sang kepiting pun mencapit ranting kayu yang kemudian sang bijaksana mengangkat kepiting itu menjauh dari air. Orang bijaksana kemudian berkata, Menolong makhluk lain adalah perbuatan yang baik. Hendaknya jangan

sakiti diri jika ada cara lain yang bisa digunakan. . Setelah mendengar kata orang bijaksana, pertapa muda itu pun kemudian paham akan pandangan yang kurang tepat dan pemikiran yang tidak bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai