Anda di halaman 1dari 23

Bodhisattva Teladan

Upasika Zhuang Ya-qin

Dipetik Dari :

Laporan belajar dari  
Venerable Can‐kui 
“Kelas Belajar Edisi 096” 

Dipersembahkan Dengan Setulusnya Oleh :

Sukacita Melafal Amituofo

www.smamituofo.blogspot.com

Disebarluaskan secara gratis, dilarang memperjualbelikan.


Daftar isi
 

Hal 

1. Prinsip umum dari pelatihan diri...................................................................4 

2. Buddha Tak Pernah Terpisahkan Dari Hati...................................................5 

3. Ketulusan Sepenuhnya Mengundang Mukjizat...........................................7 

4. Teladan Kebajikan Yang Patut Dihormati....................................................9 

5. Terlahir ke Alam Sukhavati Dengan Bebas Tanpa Rintangan....................15 

Lampiran 

Petikan sharing dari Huang Bo‐lin...................................................................18 

Daftar  Pustaka.................................................................................................22 

Gatha Pelimpahan Jasa...................................................................................23 

 
Venerable Can-kui :

Yang terhormat guru kami Master Chin Kung, rekan-rekan anggota Sangha
sekalian, para praktisi senior upasaka dan upasika sekalian : Amituofo! Hari
ini Can-kui ingin menyampaikan laporan yang berjudul Bodhisattva Teladan --
- Upasika Zhuang Ya-qin.

Pada pertengahan bulan Oktober tahun 2014, saya sedang berada di


Toowoomba  Australia, mendengar tentang kisah Upasika Zhuang Ya-qin dan
merasa sangat terharu. Kemudian saya menyusun kisah beliau untuk
dipersembahkan kepada seluruh praktisi Aliran Sukhavati.

1. Prinsip umum dari pelatihan diri

Upasika Zhuang Ya-qin lahir pada tahun 1937 di Kabupaten Hui`an di


Quanzhou, Provinsi Fujian. Menurut dua putrinya, yakni adik dan kakak
marga Wu : Ibunda adalah orang yang jujur, penurut dan tekun. Beliau
memperlakukan orang lain dengan tulus, bajik, welas asih, hormat dan rendah
hati. Beliau juga orangnya pendiam, Buddha tak terpisahkan dari hatinya,
paling suka mendengar ceramah Master Chin Kung.

Tahun 1987 Master Chin Kung mulai memberi ceramah di Singapura, Upasika
Zhuang Ya-qin mulai sering pergi mendengar ceramah. Meskipun beliau tidak
mengenal huruf, namun kemampuan pemahamannya sangat bagus, setelah
mendengar ceramah dia mampu menyampaikan garis besarnya kepada orang
lain.

Tahun 1991 Upasika Zhuang mengambil Visudhi Trisarana dengan guru


visudhi-nya adalah Master Yan Pei, yang memberinya nama Buddhis Fa Xin.
Tahun 1997 mengambil Lima Sila, guru pemberi sila adalah Master Chin
Kung. Dalam keseharian Upasika Zhuang mendengar ceramah Master Chin
Kung yang berjudul “Sutra Usia Tanpa Batas”, sepanjang hidupnya
menggunakan asas “tulus, suci, seimbang, tercerahkan, maitri karuna, ikhlas,
rela, bebas, menuruti apa adanya, melafal Amituofo”, sebagai pelatihan diri
dalam keseharian.

Biasanya ketika sedang berhubungan telepon dengan putrinya, secara perlahan


beliau juga akan menyebut satu persatu prinsip umum pelatihan diri di atas,
lalu dilanjutkan dengan melafal Amituofo; sebelum menutup pembicaraan
telepon, beliau akan mengulangi lagi asas tersebut, kadang kala akan
menambahkan sepatah “Sutra Usia Tanpa Batas”, lalu melimpahkan jasa.
Dengan ini beliau memberi manfaat bagi diri sendiri dan insan lain,
mempengaruhi anggota keluarganya, begitu tekun dan tak pernah terputus.

2. Buddha Tak Pernah Terpisahkan Dari Hati

Sambil mengenang kembali, adik kakak Wu mulai mengisahkan, setiap hari


Buddha tak pernah terpisahkan dari hati ibunda. Ketika beliau melafal
Amituofo di dalam hati, telinganya dapat mendengar dengan jelas nama
Buddha yang dilafalnya. Bahkan hingga dalam mimpi, juga melafal Amituofo
dan membaca gatha pelimpahan jasa (Semoga jasa dan kebajikan
memperindah tanah suci para Buddha).

Ketika putrinya berbicara dengannya, sepasang matanya akan memandang ke


arah putrinya, namun hatinya tetap melafal Amituofo berkesinambungan tak
terputus. Usai percakapan bila ditanya apakah beliau mengerti apa yang telah
diucapkan, maka beliau akan menjawab tidak mengerti sama sekali. Sepatah
Amituofo dilafal berkesinambungan tak terputus.
Upasika Zhuang tidak mengenal huruf sama sekali, namun dia dapat melafal
Sutra Hati dan Maha Karuna Dharani, yang paling dia sukai adalah Sutra Usia
Tanpa Batas Bab 6 yakni Mengikrarkan Tekad Agung. Ketika praktisi lainnya
sedang membaca Sutra Usia Tanpa Batas, dia akan menggunakan jari
telunjuknya untuk menunjuk satu persatu aksara di buku sutra, setiap
menunjuk satu aksara dia akan melafal sepatah Amituofo.

Hal pertama dan hal terakhir yang dilakukannya dalam keseharian adalah
melafal Amituofo, kebaktian pagi dan kebaktian sorenya juga adalah melafal
Amituofo, menerima tamu yang datang berkunjung juga melafal Amituofo, dia
juga sering pergi membantu melafal Amituofo bagi orang yang telah
meninggal dunia. Ada seorang sahabat Dharma yang memberitahu putrinya
“Ketrampilan melafal Amituofo ibunda anda sungguh bagus, sewaktu dia
melafal Amituofo, keningnya memancarkan cahaya!

Ketekunan dan keseriusan ibunda dalam melatih diri telah menggugah putra
putrinya, maka itu selalu bersama dirinya melatih untuk mengikhlaskan,
merelakan, melepaskan segala kemelekatan, mempersiapkan diri ketika
Buddha Amitabha datang menjemput, mengulurkan tangan untuk menyambut
tangan Buddha Amitabha, tanpa keraguan sama sekali langsung mengikuti
Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.

Tahun 2010, Upasika Zhuang ketika sedang mengikuti “Upacara Kebaktian


Pembacaan Amitabha Sutra Berkesinambungan Selama Tiga Sesi” mendadak
terserang stroke (pendarahan otak), saat dia siuman kata pertama yang keluar
dari mulutnya adalah “Amituofo”. Putrinya bertanya padanya, siapa nama saya?
Amituofo. Ditanya apa saja jawabannya tetap Amituofo.

Dibawah dukungan para umat di Singapura, putri Upasika Zhuang memohon


bimbingan dari Master Chin Kung, bagaimana cara untuk menyembuhkan
penyakit ibundanya. Master Chin Kung menjawab : “Carilah tabib baik hati
yang belajar Ajaran Buddha”. Maka itu Upasika Zhuang mengandalkan Maha
Raja Tabib Buddha Amitabha dan empat tabib yang kaya akan hati maitri
karuna untuk menyembuhkan penyakitnya, dalam waktu singkat kesehatannya
telah pulih kembali. Keluarganya dapat merasakan bahwa jasa kebajikan dari
nama Buddha Amitabha sungguh tak terbayangkan!

3. Ketulusan Sepenuhnya Mengundang Mukjizat

Upasika Zhuang sepanjang hidupnya melafal Amituofo, mengundang mukjizat


yang tak terbayangkan. Dia berkata pada putra putrinya bahwa sudah beberapa
kali dia melihat Rupang Buddha Amitabha tersenyum padanya, juga melihat
keseluruhan poster Rupang Buddha Amitabha berubah menjadi keemasan.

Suatu hari rumah sedang dicat, setelah pengecatan selesai, poster-poster


rupang Buddha hendak digantung kembali ke dinding. Upasika Zhuang
berkata, Rupang Buddha Amitabha warna putih porselen itu harus segera
digantung kembali. (Oleh karena rupang ini beliau undang ke rumah waktu
dulu ketika mendengar ceramah Master Chin Kung di Jushilin, maka itu beliau
begitu menghargainya).

Ketika putrinya sedang memindahkan poster rupang-rupang Buddha, karena


kurang hati-hati sehingga membuat bingkai kacanya pecah, namun hanya
bingkai kaca poster Buddha Amitabha yang masih utuh.

Ada seorang sahabat berkunjung ke rumah Upasika Zhuang di Australia, dia


menyambut temannya dengan gembira. Lalu sahabatnya ini melihat di
belakang Upasika Zhuang muncul Rupang Buddha Amitabha yang sangat
besar sekali, serupa dengan Rupang Buddha Amitabha yang berwarna putih
porselen.
Sahabat ini adalah pertama kali melihat Buddha Amitabha, dia berkata : “Lain
kali bila berkunjung lagi ke Australia, pasti harus tinggal di rumah kalian”.

Upasika Zhuang tidak memiliki kemelekatan pada putra putrinya. Tahun 1999,
putri sulungnya Wu Ya-yu sebelum meninggal dunia di rumah sakit berkata
pada ibundanya bahwa dia telah melepaskan semua kemelekatan, namun satu-
satunya yang tidak sanggup dilepaskannya adalah ibundanya. Upasika Zhuang
berkata pada putrinya : “Saya telah melepaskan segalanya, kamu juga harus
bisa melepaskan semuanya.

Maka itu Wu Ya-yu melepaskan segala kemelekatan, menfokuskan pikiran


melafal Amituofo. Meskipun dia belum lama belajar Ajaran Buddha, namun
dengan penuh ketulusan dia bertekad mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke
Alam Sukhavati. Yang paling tak terbayangkan adalah Wu Ya-yu telah
mengetahui terlebih dulu waktunya terlahir ke Alam Sukhavati (13 November
1999, hari sabtu pukul 1 siang), bahkan juga terlebih dulu memberitahukan
pihak rumah sakit kapan dia hendak keluar dari rumah sakit, akhirnya Wu Ya-
yu meninggal dunia pada waktu yang telah dia ungkapkan sebelumnya.

Setelah putri sulungnya meninggal dunia, Upasika Zhuang lebih giat melafal
Amituofo. Dia selalu menasehati agar anak-anaknya pergi ke vihara menjadi
relawan, selalu memotivasi putrinya : “Cepatlah pergi membantu vihara, yang
paling penting adalah dapat mengulurkan tangan”. Maka itu putra putrinya
kemudian menjadi relawan di Pure Land Learning College Australia.

Bulan Pebruari tahun 2012 dengan didampingi putra putrinya, Upasika Zhuang
menumpang pesawat terbang dari Australia pulang kembali ke Singapura. Di
dalam pesawat terbang ada seorang pramugara Bangsa Timur Tengah yang
rupawan, setiap kali dia melewati tempat duduk Upasika Zhuang, maka dia
akan membungkuk dan menyalami kedua tangan Upasika Zhuang.
Oleh karena gigi Upasika Zhuang sudah tidak kuat lagi sehingga tidak mampu
mengkonsumsi hidangan vegetarian yang disajikan oleh pihak penerbangan,
pramugara itu khusus menyajikan buat Upasika Zhuang beraneka ragam roti
dari kabin kelas bisnis. Lalu mempersilahkan dirinya memilih sendiri roti yang
disukainya.

Putrinya merasa heran dan bertanya pada ibundanya : “Apakah mama tampak
begitu jelita sehingga pramugara itu begitu baik padamu?” Sebelum turun dari
pesawat, putrinya tidak dapat lagi menahan rasa penasarannya dan bertanya
pada pramugara itu. Tak terduga dengan berlinangan air mata dia menjawab :
“Kalian harus baik-baik menjaga ibunda kalian, oleh karena ibundamu maka
itu kalian mendapat perlindungan”.

Putrinya bertanya lagi : “Apakah anda memiliki kemampuan untuk melihat


sesuatu?” Pramugara itu tertawa sambil menjawab : “Ya benar”.

Setelah kejadian ini berlalu putrinya jadi berpikir, ini pasti di samping ibunda
ada Dewa Pelindung Dharma yang senantiasa melindunginya,cahaya Buddha
menyinari sehingga kami juga ikut terlindungi.

4. Teladan Kebajikan Yang Patut Dihormati

Mengenang kembali teladan yang diberikan oleh ibunda dalam tindakan nyata,
putra putrinya merasa sangat terharu. Upasika Zhuang dalam keseharian tidak
pernah berbohong, lidahnya dapat menutupi hidungnya. Putrinya pernah
memohon pada beliau untuk memperlihatkannya pada Venerable Wu Zhuang
dan dokter Zhang, mereka juga terkesima dan berkata : Amituofo, sungguh
menakjubkan!”
Master Chin Kung berkata, ketulusan merupakan sifat sejati yang memang ada
pada diri kita sejak semula, namun karena tersesat, sehingga rupa
menakjubkan yang memang sudah ada di dalam diri kita tidak bisa muncul
keluar. Buddha memberitahukan pada kita, manusia biasa yang selama tiga
masa kehidupan tidak pernah berbohong, buah akibat yang diterimanya adalah
lidahnya akan lebih panjang daripada orang lain pada umumnya, bila
dijulurkan keluar dapat menutupi hidungnya.

Dalam kehidupan keseharian, Upasika Zhuang memang tidak berani


mengatakan sepatah kata dusta. Terkadang putra putrinya berbuat ulah, supaya
dia berbohong demi kebajikan pada temannya, dia akan menolaknya dengan
berkata : “Jangan sekali-kali mencoba untuk berbohong”. Ketika orang lain
mengajukan pertanyaan yang sensitif padanya, maka wajahnya akan memerah
dan menjawab : “Saya tidak mengerti juga tidak mengetahuinya.

Apabila putra putrinya bertanya padanya : “Bagaimana menurut mama tentang


pakaian yang kami kenakan?”. Andaikata tidak bagus, maka dia akan memberi
jawaban dengan bijaksana: “Tidak terlalu buruk, tetapi tidak bisa dibandingkan
dengan yang bagus”. Ucapannya cukup sederhana namun cukup jelas.

Suara Upasika Zhuang serupa suara pria. Biasanya dia suka


mempersembahkan dana buat anggota Sangha, meskipun keluarganya
bukanlah tergolong keluarga kaya raya, namun di dalam tasnya terdapat
setumpuk angpau. Tak peduli anggota Sangha manapun yang ditemuinya, tak
peduli anggota Sangha itu melatih pintu Dharma yang mana, dia juga sangat
menghormati mereka, mempersembahkan dana dengan setara, jumlah yang
ada di seluruh angpaunya memiliki nilai yang sama.

Dalam memperlakukan orang lain dan menangani masalah, Upasika Zhuang


memiliki pandangan yang adil merata terhadap keseluruhannya, selalu
menasehati putra putrinya bahwa sebagai manusia hendaknya dapat harmonis
dengan orang lain, jangan sampai menyakiti pihak lain. Tidak suka menggosip
dan membicarakan kekurangan orang lain, harmonis dengan semua insan,
memuji, menjalin jodoh baik secara meluas, tidak menjalin jodoh buruk.

Beliau juga sangat berhemat cermat, makanan yang tersisa selalu disantapnya
dengan diam-diam. Beliau juga tidak pernah menyebarluaskan masalah
keluarganya keluar, sepanjang hidupnya telah mengalami banyak
ketidakadilan, namun dia tak pernah mengeluh sama sekali.

Sejak kecil Upasika Zhuang hidup dalam keluarga yang kurang mampu,
kehidupan juga susah, kenyang akan pahit getirnya kehidupan. Ayahnya yang
bernama Ceng Tian-en adalah seorang guru dengan penghasilan yang pas-
pasan, tidak berdaya menafkahi keluarga, dengan terpaksa dan menahan hati
yang remuk harus menjual Upasika Zhuang kepada tetangganya yang tidak
memiliki anak, untuk digantikan dengan 30 Yuan RMB, lalu namanya diganti
menjadi Zhuang Ya-qin, sejak itu dia berpisah dengan ayahbunda kandungnya,
selanjutnya juga tidak ada kabarnya lagi.

Saat Perang Dunia Kedua meletus, dia masih berusia 6 tahun, dia mengikuti
ayah adopsinya yang bernama Zhuang Kui-shui menumpang kapal laut hingga
sampai di Asia Tenggara untuk menghindari bencana perang, berbagai
kesulitan telah dialaminya, tiba di Singapura dia mulai bekerja, belajar
memasak nasi, menjahit, bahkan harus bekerja di lahan proyek pembangunan
mengangkat semen, batu-batuan, hingga bahunya menjadi terluka dan
bernanah.

Sepanjang hidupnya Upasika Zhuang mengalami banyak penderitaan dan


hidup sederhana, saat bekerja hanya minum teh dingin, air putih, sayur asin,
ubi rambat, bubur dingin, beliau hanya diam menahan sabar, tidak mengeluh
sama sekali. Banyak kisah menyayat hati yang terungkap dari penuturan
sahabat-sahabatnya.
Setelah belajar Ajaran Buddha, dia semakin tidak banyak bicara, bila ditanya
maka dia akan menjawab saya tidak tahu. Bertemu dengan siapapun dia akan
menyalami atau merangkul mereka, dengan wajah penuh senyum berkata pada
orang lain : “Amituofo, apakah anda sudah makan?”. Selanjutnya tidak ada
lagi kata kedua yang terucap dari mulutnya.

Bodhisattva Jueming Miaoxing berkata : “Kurangi satu perkataan, perbanyak


melafal sepatah Amituofo, matikan niat pikiranmu, hidupkan Dharmakaya
mu”. Master Chin Kung mengajari kita, terutama bagi praktisi yang benar-
benar membangkitkan niat, ingin dalam satu kehidupan ini juga keluar dari
enam alam tumimbal lahir, yang ingin keluar dari Dasa Dharmadhatu, mana
mungkin punya waktu untuk mendekati jodoh luar yang tidak ada kaitannya
sama sekali dengan pelatihan diri kita? Melafal Amituofo lebih penting,
membaca Sutra Usia Tanpa Batas adalah lebih penting, Semua hal, segala
waktu, semua tempat, hendaknya senantiasa menjaga kesucian hati, agar setiap
niat yang timbul dapat terjalin dengan jalan kebenaran.

Saat putra putrinya sedang mengalami hal yang tidak menyenangkan di luar,
lalu pulang ke rumah mengadu pada bunda tentang ketidakadilan yang
dialaminya di luar rumah, Upasika Zhuang akan menasehati mereka : “Siapa
yang melatih diri maka dia yang akan memperoleh hasilnya, bagi yang tidak
melatih diri maka takkan memperoleh apa-apa; siapa yang makan maka dia
yang akan merasa kenyang.

Beliau selalu memotivasi putra putrinya agar dapat melapangkan hati, belajar
mengulurkan tangan membantu orang lain, bekerja dengan sukacita dan ikhlas
menerima apa adanya, menjalin jodoh baik dengan semua orang, jangan
sekali-kali menggosip orang lain. Dalam keseharian Upasika Zhuang adalah
orang yang pendiam, namun begitu membuka mulut maka ucapannya adalah
teori-teori yang hendaknya memaafkan dan memaklumi orang lain.

Dia mengajarkan putra putrinya untuk menjalin jodoh yang baik dengan orang
lain, belajar untuk selalu tersenyum, seperti yang dikatakan oleh Guru Cai
dalam “Ceramah Tentang Kehidupan Manusia Yang Bahagia”. Maka itu
dalam keseharian bila bertemu orang lain dia akan melemparkan senyumannya
dan menyapa dengan tangannya.

Jalinan jodoh Upasika Zhuang sangat bagus, keluar rumah dan menumpang
bus umum, pasti ada orang yang akan memberinya tempat duduk, tetapi dia
juga akan mengalah dan memberikannya lagi kepada orang lain. Dia selalu
mengalah dan membiarkan orang lain naik ke bus terlebih dulu, pernah suatu
kali karena mengalah hingga urutan terakhir, sehingga dia harus menumpang
bus yang berlainan dengan putranya.

Dalam berjanjian dengan orang lain, dia tidak pernah membiarkan orang lain
menunggu kedatangannya, dia berkata : “Tidak boleh membiarkan orang lain
menanti, sebaliknya menunggu orang lain merupakan hal yang paling gembira,
semakin menanti semakin senang. Setiap kali berjanjian maka dia akan hadir
lebih awal, meskipun harus menunggu dua atau tiga jam juga sangat
bersukacita. Dia akan menggunakan waktu untuk menunggu buat melafal
Amituofo di dalam hati atau menghitung tasbih melafal Amituofo. Ini
seharusnya merupakan cara beliau untuk melatih kesabaran dan tanpa keakuan.

Menurut penuturan putra putrinya, kehidupan ibundanya praktis, sederhana


dan tekun, tiada keinginan, tiada permohonan, takkan memanfaatkan orang
lain dan mengambil keuntungan darinya, tidak sembarangan emosi, tidak
pernah mencurigai orang lain, atau sembarangan menerka-nerka, apapun
dibilangnya tidak paham, tidak tahu, hanya tahu menfokuskan diri melafal
Amituofo berkesinambungan, menfokuskan diri pada satu pintu Dharma dan
mendalaminya, melatihnya berkesinambungan untuk jangka panjang.

Dalam berada bersama dengan orang lain, Upasika Zhuang tidak pernah
memiliki pendapatnya sendiri, hanya diam dan menuruti apa adanya, tidak
pernah mengeluarkan sepatah katapun, di dalam hati melafal Amituofo. Maka
itu dia memperoleh perhatian dan kasih sayang dari para sahabatnya, dijuluki
sebagai si penurut.
Sepanjang hidupnya dia telah mengalami pahit getirnya kehidupan serta
menahan kesabaran dan sanggup bekerja keras, pakaian yang dikenakannya
adalah yang sudah ditambal-tambal, bahkan pakaian putra putrinya juga
dijahitnya sendiri. Ketika menemani keluarganya berbelanja di mall, dia juga
takkan tertarik dengan potongan harga yang ditawarkan oleh pihak penjual.

Ketika putranya hendak membelinya pakaian, dia selalu berkata jangan


menghamburkan uang. Ketrampilan menjahitnya sangat bagus, pakaian dapat
diubahnya menjadi cantik, bahkan sampai saat jatuh sakit terbaring di tempat
tidur, juga dapat menggunakan satu tangan dengan perlahan menambalnya.

Dia juga sering berpesan pada putra putrinya agar tidak boros dalam
penggunaan air, jangan sampai mengurangi berkah. Baik membasuh muka
maupun mandi, dia hanya cukup menggunakan seember kecil air saja, takkan
memboroskan air.

Upasika Zhuang juga takkan diputar oleh kondisi, nonton film serial maupun
berita takkan dipengaruhi oleh alur cerita maupun pemerannya. Dia sangat
suka menonton film serial yang mengisahkan pendidikan keluarga yang
berjudul “Kasih Sayang”.

Putrinya berkata : “Master Chin Kung berkata tidak boleh menonton televisi.
Upasika Zhuang berkata : “Kalian tidak memahami maksud dari perkataan
guru. Guru berkata film boleh ditonton, jalan-jalan ke mall juga boleh-boleh
saja, namun tujuannya adalah untuk menguji kesucian hati dan kekuatan
samadhi diri sendiri, untuk melihat apakah masih bisa diputar oleh kondisi atau
tidak, terhadap keadaan menyenangkan apakah masih bisa timbul keserakahan?
Sebaliknya terhadap kondisi tidak menyenangkan apakah akan timbul
kebencian? Apakah takkan ada lagi keraguan dan takkan lagi terlena olehnya?”
Dia berkata bahwa serial yang berjudul “Kasih Sayang” itu sangat bagus, ada
sisi yang dapat menjadi pelajaran buat kita, asalkan tidak timbul niat pikiran,
memahami bahwa segala sesuatu yang memiliki rupa merupakan khayalan
semu, maka ini sudah cukup bagus.

Upasika Zhuang hanya membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan


saja, tidak membeli selebihnya lagi, menjelang Imlek juga takkan pergi
membeli baju baru. Dia selalu berkata bahwa kita tidak boleh memiliki hati
yang serakah, jangan mendambakan ketenaran, menjadi manusia yang jujur
dan benar, jangan berbohong, jangan salah pengertian dan mencurigai orang
lain.

Benda dan urusan sebaiknya semakin sedikit semakin bagus. Dia mengajari
putra putrinya, jangan mendengar gosip, hati harus teguh, bila tidak memiliki
ketetapan hati bagaimana bisa melafal Amituofo? Dia berkata : “Kalian harus
memakai akal sehat untuk berpikir, jangan emosi, hati jangan sampai
bergejolak”. Nasehat ibunda yang disertai dengan tindakan nyata
meninggalkan pengaruh mendalam bagi putra putrinya.

5. Terlahir ke Alam Sukhavati Dengan Bebas Tanpa Rintangan

Bulan Maret 2012 putrinya menemani Upasika Zhuang belajar ke Taiwan,


nalurinya berkata bahwa dirinya akan meninggal dunia di Taiwan, dua atau
tiga bulan sebelumnya, beliau telah berpesan pada keluarganya akan urusan
perkabungannya.

Suatu hari dia merasa tidak enak badan, lalu dilarikan ke rumah sakit. Di
dalam mobil ambulans kondisi Upasika Zhuang sempat tak sadarkan diri,
keluarganya segera membuka mesin pelafal Amituofo yang dilafalkan oleh
Master Chin Kung.
Tenaga medis setelah memeriksa denyut nadi Upasika Zhuang, dia
memastikan bahwa : “Ibunda anda sedang melafal Amituofo”. Karena denyut
nadinya serupa dengan irama lafalan Amituofo Master Chin Kung, sungguh
menakjubkan tak terbayangkan.

Dibawah uluran tangan dari Upasika Hu yang merupakan pendukung


penyebaran Aliran Sukhavati di Hongkong, Upasika Zhuang beristirahat di
rumah salah seorang sahabat Upasika Hu, menfokuskan pikiran melafal
Amituofo. Oleh karena di Taiwan tidak ada sanak keluarga, maka itu tidak
terganggu oleh jodoh luar, dapat melepaskan segala kemelekatan,
menfokuskan pikiran melafal Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.
Putra putrinya yakin bahwa ibunda mereka sangat bermaitri karuna, hendak
memperagakan kepada orang banyak akan dirinya terlahir ke Alam Sukhavati.
Dua atau tiga hari sebelum meninggal dunia, putrinya mencium keharuman
bunga dari mulut ibundanya.

Tahun 2012 lunar bulan 3 hari ke-21, Upasika Zhuang terlahir ke Alam
Sukhavati, dalam usia 75 tahun. Sanak keluarga dan para sahabat Dharma
membantunya melafal Amituofo selama 48 jam. Di Shuangxi, New Taipei
City, diadakan seremonial perpisahan dan dilakukan “Upacara Kebaktian
Pembacaan Amitabha Sutra Berkesinambungan Selama Tiga Sesi”.

Ketika upacara berlangsung hingga sesi ketiga pada waktu pelafalan “Namo
Mahasthamaprapta Bodhisattvaya Mahasattvaya”, putri ketiganya
memejamkan matanya dan melihat ibundanya dengan rupa nan berwibawa,
tampak jadi muda, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya keemasan,
sepasang tangannya beranjali, dari sisi kiri Rupang Bodhisattva Ksitigarbha
berjalan hingga ke hadapannya.

Pada hari ke-48 sejak ibundanya meninggal dunia, malam harinya, dia
bermimpi ibundanya yang tetap serupa memiliki rupa nan berwibawa,
ibundanya yang tampak berusia muda memberinya sehelai jubah Hai Qing
(jubah yang dipakai saat mengikuti upacara kebaktian Mahayana), kemudian
membawanya terbang ke sebuah tempat, memberitahu padanya bahwa kini dia
setiap hari berada di tempat tersebut membaca “Sutra Usia Tanpa Batas”.

Yang paling menakjubkan adalah setiap peringatan hari kelipatan 7 kematian


ibunda akan berpapasan dengan upacara kebaktian yang besar yang diadakan
di Asia Tenggara (termasuk Upacara Pelafalan Amituofo yang diikuti oleh
puluhan ribu peserta yang diadakan di Kuala Lumpur), sehingga putra-putrinya
selama 49 hari setiap hari kelipatan 7 akan menuju ke berbagai negara untuk
mengikuti “Upacara Kebaktian Pembacaan Amitabha Sutra
Berkesinambungan Selama Tiga Sesi”. Lebih dari sebulan kemudian putra
putrinya pulang kembali ke Singapura, menemukan Altar Buddha ibunda serta
kamar beliau tidak berdebu sama sekali.

Tahun 2013 kakak adik Wu mengikuti Upasaka (Upasika) Fu ke Hongkong


untuk mengunjungi Master Chin Kung sambil menyampaikan kabar
meninggalnya ibunda mereka. Upasika Hu mendorong mereka agar
menuangkan riwayat hidup ibunda mereka ke dalam bentuk tulisan, untuk
memberi motivasi kepada praktisi Aliran Sukhavati menfokuskan pikiran
melafal Amituofo, bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

Upasika Zhuang dengan teladan kebajikan sepanjang hidupnya, telah menjadi


contoh yang baik bagi siswa Buddha. Bahkan dengan menggunakan pelatihan
diri sepanjang hidupnya, membantu kita menguatkan keyakinan untuk melafal
Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.
Lampiran

Kelas Belajar Penjelasan Sutra Usia Tanpa Batas (Edisi 95) 27 Oktober 2014

Petikan sharing dari Huang Bo-lin

Apabila anda ingin mendidik para makhluk, terlebih dulu anda sendiri harus
sanggup mengamalkannya dengan baik, ingin mendidik insan lain terlebih
dulu diri sendiri harus bersedia menerima pendidikan, ini merupakan
kebenaran yang pasti. Master Chin Kung pernah berkata bahwa tak peduli itu
adalah Buddha, Bodhisattva atau insan suci dan bijak tempo dulu, cara Mereka
adalah serupa. Maka itu kita juga harus menuruti jalan ini, terlebih dulu
melatih diri sendiri dengan baik.

Ada sebagian praktisi Ajaran Buddha yang tidak mengamalkan hal ini dengan
baik, maka itu dia tidak bisa mendidik sanak keluarganya. Di sini ada sebuah
kisah, untuk dibagikan dengan hadirin sekalian.

Ada seorang shijie (shijie adalah sebutan untuk umat wanita dalam Aliran
Mahayana), dia sendiri mempelajari Ajaran Buddha, suaminya ketika masih
muda suka berjudi sehingga menghabiskan seluruh harta benda milik shijie ini.
Maka itu selama ini shijie ini terus memendam kebencian di dalam benaknya,
terhadap suaminya, dia merasa sulit untuk bisa diselamatkan.

Kemudian setelah suaminya divonis menderita penyakit  kanker rongga mulut,


saat penyakitnya kritis bagaimanapun sulit untuk menghembuskan nafas
terakhir, shijie ini setiap hari menemani suaminya di rumah sakit. Di hatinya
tetap ada kebencian yang mengganjal, membenci suaminya menghabiskan
uang miliknya di meja judi, dia masih belum melepaskan kemelekatan ini.
Melihat suaminya bagaimanapun tidak bisa menghembuskan nafas terakhir,
maka shijie ini juga merasa gelisah dan sedikit tidak sabar. Dia tidak sanggup
menjadi guru maupun menjadi teladan, tidak mampu menjadi pemimpin, atau
sebagai sanak keluarga, pemimpin adalah pelindung, guru adalah pendidik.

Kemudian dia pergi mengundang Master Dao Zheng datang memberi ceramah
pada pasien. Oleh karena sepasang tangan suaminya saat masih muda suka
berjudi, lalu bagaimana cara Master Dao Zheng untuk mengurai jalinan jodoh
dan kekuatan karma buruk mereka? Yakni dengan mengubah sudut pandang.

Master Dao Zheng mengangkat sepasang tangan pasien, lalu menenangkannya :


“Amituofo! Upasaka XX, sepasang tangan anda ini tempo dulu telah
melakukan perbuatan yang tidak benar”, Master Dao Zheng tidak nyaman
mengatakan bahwa pasien itu suka berjudi, tetapi Master mengatakan :
“Sepasang tangan ini tempo dulu telah melakukan perbuatan yang tidak benar,
sekarang kita memancarkan pikiran baik, marilah kita melafal Amituofo. Apa
tujuan melafal Amituofo? Yakni untuk menjadi Buddha”.

Master Chin Kung pernah menceramahkan bahwa apa tujuan kita belajar
Ajaran Buddha? Yakni untuk mencapai KeBuddhaan. Mengapa kita harus
terlahir ke Alam Sukhavati? Yakni untuk menjadi Buddha.

Master Dao Zheng melanjutkan lagi berkata, marilah kita mempergunakan


sepasang tangan kita untuk melafal Amituofo, lalu melafal Namo Amituofo!
Namo Amiutofo! Beginilah Master Dao Zheng membimbing pasien melafal
Amituofo. Kemudian pasien mengikuti guru melafal Namo Amituofo! Namo
Amituofo! Setelah melafal hingga satu kurun waktu kemudian, hati maitri
karuna pasien muncul keluar, kelembutan hatinya juga timbul ke permukaan.

Master Dao Zheng berkata padanya : “Sepasang tangan ini waktu dulu telah
melakukan perbuatan yang tidak baik, sekarang kita mengalihkannya,
sepasang tangan ini kelak setelah mencapai KeBuddhaan adalah sepasang
tangan yang digunakan untuk menyelamatkan para makhluk, menjadi sepasang
tangan Bodhisattva, setuju?”

Pasien itu menyadari bahwa sepanjang hidupnya sepasang tangannya


digunakan untuk berjudi sehingga menciptakan jalinan permusuhan yang besar
dengan istrinya. Setelah mendengar perkataan Master Dao Zheng, air mata
mengalir dari pelupuk matanya, merasa sangat menyesal. Demikianlah setelah
menyesal dan melinangkan air mata penyesalan, setelah melafal Amituofo
hingga sekitar 30 menit kemudian, pasien itu menghembuskan nafas terakhir.

Setelah memberi ceramah pada pasien, Master Dao Zheng membiarkan istri
pasien meneruskan sendiri melafal Amituofo, setelah melafal Amituofo selama
beberapa menit kemudian, Master Dao Zheng menjenguk pasien lain yang ada
di kamar sebelah. Sebelum beranjak pergi, terlebih dulu Master Dao Zheng
memberi pemberkatan Air Maha Karuna Dharani, memercikkannya ke bagian
mulut dan kanker tenggorokan pasien.

Kemudian Master Dao Zheng menuju ke kamar pasien sebelah, ketika beliau
sedang memberi ceramah pada pasien lain, tiba-tiba shijie itu datang dengan
sikap yang panik dan berkata : “Guru! Guru! Suamiku telah menghembuskan
nafas terakhir, suamiku telah menghembuskan nafas terakhir!”

Oleh karena pada saat pertama kali shijie ini bertemu dengan Master Dao
Zheng, dia berkata pada master, kenapa suaminya begitu sulit dan masih juga
belum menghembuskan nafas terakhir? Yakni serupa dengan bahasa umum
kita, kenapa masih juga belum mati? Karena karma buruk itu masih ada,
kebencian itu masih ada dan lagi kemelekatan masih ada.

Maka itu ketika dia berkata pada Master Dao Zheng, suamiku sudah
menghembuskan nafas terakhir, mengapa begitu cepat? Master Dao Zheng
berkata : “Bukankah anda ingin dia meninggal dunia secepatnya?” Inilah yang
kita bahas di depan, terlebih dulu kita harus meluruskan diri sendiri, shijie ini
bukannya melatih diri sendiri terlebih dulu, bagaimana bisa pergi mendidik
insan lain?

Maka itu Master Chin Kung berkata, para Buddha, Bodhisattva dan insan suci
dan bijak tempo dulu juga berlaku sedemikian, kita harus menuruti jalan ini,
terlebih dulu melatih diri sendiri dengan baik, meluruskan diri sendiri, barulah
dapat mendidik insan lain, ini disebut dengan memberi manfaat bagi diri
sendiri dan makhluk lain, barulah bisa mencapai kesempurnaan.

~~Selesai~~
Daftar
Pustaka
 
 
無量壽經科註第四回學習班
(第九十五集)
(第九十六集)
 

http://www.amtb.tw/baen/jiangtang.asp?web_choice=2&web_rel_
index=3527&sub_amtb_index=4944&Page=10 
 

Arsip
www.kebahagiaandharma.blogspot.com 
 

Anda mungkin juga menyukai