i ta s Dha
teg r
In S e k a rang
h ulu dan
D a
Antara
S. Dhammasiri
Catatan:
1. Buku ini dapat dibagikan atau disebarluaskan dengan cara apa pun
dan untuk keperluan apa pun tanpa perlu meminta izin dari penulis.
Umat Buddha sering kali latah, tak ada bedanya seperti penganut-
penganut agama lainnya. Lebih sering terdengar, penganut agama lain
mengklaim bahwa surga hanya menjadi milik mereka yang percaya
dan yakin pada agama mereka; sementara itu, penganut agama
Buddha lebih sering mengklaim bahwa pencapaian kesucian hanyalah
milik orang yang yakin pada agama Buddha. Selebihnya, tidak akan
bisa mencapai kesucian atau dengan kata lain, kesucian itu hanya
monopoli milik agama Buddha, khususnya mereka yang memiliki
kepercayaan dan keyakinan kepada agama Buddha. Mari kita lacak
hal ini, benarkah demikian adanya.
1
cara yang benar.
2
petapa sebagai pendengar pertamanya. Sang Buddha membabarkan
ajaran-Nya di tengah-tengah krisis kepercayaan. Umumnya mereka
tidak percaya pada Sang Buddha, mendengarkan pun setengah hati.
Sang Buddha tetap berusaha agar penemuan-Nya bisa dikomunikasikan
kepada sahabat-sahabat lamanya. Di akhir ceramah, hanya Kondañña
yang paham dan dia menjadi seorang sotāpanna pertama dalam sejarah
agama Buddha. Apakah dia seorang umat Buddha? Jelas bukan. Justru
Kondañña menjadi murid Sang Buddha setelah mencapai tingkat
kesucian pertama. Hal yang sama juga terjadi pada empat petapa
lainnya. Mereka memutuskan menjadi murid Sang Buddha setelah
mencapai tingkat kesucian pertama.
4
Upatissa dan Kolita yang di kemudian hari dikenal dengan
sebutan Sāriputta dan Moggallāna juga mencapai tingkat kesucian
pertama saat mereka masih belum menjadi pengikut atau murid Sang
Buddha. Cerita pencapaian mereka berawal dari pertemuan Upatissa
dengan Y.M. Assaji. Upatissa yang saat itu haus untuk mencari guru
spiritual yang tepat, terpesona melihat penampilan dan perilaku Y.M.
Assaji.
9
Lima Perilaku yang Menunjukkan Anda Telah
Mencapai Suatu Tingkat Kesadaran yang
Lebih Tinggi!
Jika ada sesuatu yang kita ketahui tanpa keraguan sedikit pun,
hal itu adalah bahwa semua bentuk kehidupan adalah sebuah proses
evolusi. Segala sesuatu, dari partikel terkecil yang ada hingga alam
semesta secara keseluruhan adalah dalam rengkuhan proses evolusi.
Tak dapat diubah adalah satu-satunya kebenaran. Pengembangan
adalah poinnya. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan adalah apakah
semua itu terjadi dengan kesadaran ataukah tidak. Sebagaimana
yang terjadi dalam karier apa pun—apakah atletik, intelektual atau
spiritual—tanda-tanda tertentu akan mulai tampak setelah praktik
yang cukup telah diusahakan, dan semua itu akan termanifestasi,
sebagaimana seharusnya, dalam perilaku Anda. Jika tidak, berarti
Anda masih belum memiliki pemahaman sepenuhnya—konsep masih
belum termanifestasi sepenuhnya pada level perilaku.
10
kesadaran “yang lebih tinggi” (ini hanyalah pemikiran egoistic
berdasarkan pada perbandingan), ada, tanpa perlu diragukan, cara-
cara lain memandang dunia, yang berdampak pada, tentunya, cara-
cara berbeda karena berada di dunia—cara-cara yang membuka jalan
ke arah lebih santai, harmoni dan seimbang, bahkan ketika dunia
eksternal berputar sebagaimana biasanya. Pasti ada perubahan secara
internal.
5. Apresisasi
12
sendiri mengapresiasi banyak hal-hal kecil yang sebelumnya Anda
ambil hanya sebagai batu pijakan. Anda mulai melihat begitu banyak
tentang apa yang benar di dunia ini, bersamaan dengan apa yang salah
di dalamnya, dan rasa terimakasih ini memberikan Anda semangat
dan motivasi untuk melanjutkan pekerjaan “memperbaiki” keduanya,
dan diri Anda sendiri.
13
Komentar Saya Terhadap Lima Perilaku pada
Orang yang telah Mencapai Kesadaran Lebih
Tinggi oleh Kyle McMillan
Saya tidak tahu secara persis siapa it Kyle McMillan. Hanya saja,
beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah tautan yang berkaitan
dengan tulisannya: “5 Behaviours Show That You Are Reaching A
Higher Level Of Consciousness”. Saya tertarik untuk membacanya,
dan melihat isinya cukup menarik. Karena itu, saya menerjemahkan
tulisan tersebut agar dapat diakses oleh lebih banyak orang, terutama
yang tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Tulisannya saya
terjemahkan dengan judul: “Anda Telah Mencapai Suatu Tingkat
Kesadaran yang Lima Perilaku yang Menunjukkan Lebih Tinggi!”.
14
Jika hilangnya ketertarikan dipahami sebagai keinginan untuk
menghindari, berarti masih ada rasa tidak suka, kebencian terhadap
sesuatu—dalam hal ini adalah gossip dan perilaku destruktif. Rasa tidak
suka dan kebencian juga bersifat destruktif—dapat berarti destruktif
secara internal maupun eksternal, berdampak pada destruktif secara
spiritual maupun sosial. Dengan demikian, hilangnya ketertarikan
bukanlah rasa tidak suka atau kebencian terhadap gossip dan sifat-
sifat destruktif.
18
tercengkeram oleh noda-noda batin.
19
Lenyapnya Dhamma: 1. Perspektif Tipitaka
20
*****
Dari dua kasus di atas, sudah jelas terlihat bahwa Saṅgha yang
menganut untuk menjalankan Dhamma dan Vinaya bukan berarti hidup
tanpa ancaman. Mereka hidup dengan ancaman yang jelas. Dengan
adanya ancaman-ancaman semacam itu, dirumuskanlah sebab-sebab
musnahnya ajaran kebenaran (Dhamma). Selain itu, juga disebutkan
tanda-tandanya.
22
berintelegensi tinggi karena mampu mengajukan pertanyaan semacam
itu.
Selain yang disebutkan di atas, masih adalah lagi faktor lain yang
bisa menyebabkan lenyapnya ajaran kebenaran. Hal-hal yang bisa
menjadi kondisi bagi lenyapnya ajaran kebenaran adalah menjelaskan
non-dhamma sebagai dhamma, dan menjelaskan non-vinaya sebagai
vinaya. Vinaya dalam hal ini adalah aturan moral yang mampu
membantu untuk menghancurkan atau minimal mengendalikan
kotoran batin.
24
Dalam penjelasan-Nya, Sang Buddha mengatakan bahwa
menjelaskan non-dhamma sebagai dhamma dan non-vinaya sebagai
vinaya, akan bisa menyebabkan penderitaan bagi banyak orang,
kehancuran masyarakat, keruntuhan para deva dan manusia. Apa
yang dimaksudkan oleh Sang Buddha adalah ketika masyarakat
mendapatkan penjelasan non-dhamma sebagai dhamma, non-vinaya
sebagai vinya, mau tidak mau masyarakat harus mempraktikkan apa
yang bukan dhamma dan apa yang bukan vinaya. Dengan demikian,
bukan kebahagiaan yang didapatkan, tetapi penderitaan. Bukan
perkembangan tetapi kehancuran. Bukan kemajuan tetapi kemunduran.
26
spiritual akan bertahan dalam durasi yang lama. Dhamma ajaran
kebenaran akan berdiri koko selama seribu tahun. Namun, Ānanda,
karena para wanita telah ditahbiskan dalam Dhamma dan Vinaya yang
diproklamirkan oleh Sang Tathāgata, sekarang kehidupan spiritual
tidak akan bertahan dalam durasi yang lama; ajaran kebenaran hanya
akan bertahan selama lima ratus tahun.
28
Jika mengetahui bahwa Dhamma yang ada adalah Dhamma
yang tidak murni, Dhamma yang palsu, dan umat Buddha masih
mempelajarinya, berarti umat Buddha adalah umat yang munafik;
bukan umat Buddha yang jujur, tetapi umat Buddha yang selalu
berdusta.
30
tanda-tandanya. Dari semua fakta yang ada dapat disimpulkan bahwa
lenyapnya Dhamma disebabkan oleh karena tidak adanya rasa hormat
pada Tiratana, praktik dan meditasi. Jika Dhamma yang murni
dikatakan hanya bertahan selama lima ratus tahun karena diterimanya
wanita menjadi anggota Saṅgha, alasan tersebut telah ditepis oleh
Sang Buddha dengan menetapkan delapan aturan kehormatan. Dengan
adanya aturan tersebut, Dhamma yang murni dapat bertahan lebih
lama.
31
Lenyapnya Dhamma: 2. Perspektif Post-
Kanon
32
PTS, perdebatan ini berada di halaman 130-134.
Seperti bendungan yang penuh dengan air, dan hujan deras terus
turun, air pun terus mengalir. Air bendungan tersebut tidak akan kering
karena terisi terus oleh curahan hujan. Demikian juga, jika putra-putra
Sang Buddha terus menghujani dunia ini dengan perilaku moralitas
yang baik, praktik yang benar, bendungan Dhamma tidak akan pernah
kering, bendungan Dhamma akan bertahan lama.
35
Lenyapnya Dhamma: 3. Perspektif Kitab
Komentar
36
5. Aṅguttara Nikāya (II, 106)
7. Udāna (287).
1. Adhigamaantaradhāna
2. paṭipattiantaradhāna
3. pariyattiantaradhāna
4. liṅgaantaradhāna
5. dhātuantaradhāna
40
Meski sehebat apapun usaha untuk mempertahankan keduanya,
akan tiba masanya saat muncul raja, menteri dan masyarakat yang tidak
bermoral. Moralitas mereka yang buruk akan mempengaruhi kondisi
alam. Dipercaya bahwa moral yang buruk akan membawa dampak
yang buruk pada lingkungan. Hujan turun tidak pada waktunya, petani
gagal panen, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat, juga para
bhikkhu. Dengan kondisi semacam itu, setiap individu akan sibuk
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga mereka melupakan
untuk mempelajari Tipiṭka dan Kitab Komentarnya.
44
Referensi semacam itu, tidak hanya ada dalam Aṭṭhakāthā Pali
tetapi juga ditemukan dalam sumber yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Klasik Chinese. Dalam sebuah buku yang berjudul Shan-
chien-lu-p’i-p’o-sha, dikatakan bahwa “Dalam seribu tahun pertama
ada orang-orang yang mencapai tingkat kesucian dengan disertai tiga
pengetahuan (tevijja). Seribu tahun selanjutnya, ada orang-orang yang
mampu mencapai tingkat kesucian arahat dengan melenyapkan seluruh
kotoran batinnya, tetapi tidak ada yang memiliki tevijja. Dalam seribu
tahun selanjutnya, orang-orang hanya akan mampu mencapai tingkat
kesucian anāgāmi. Dalam seribu tahun selanjutnya, orang-orang
hanya akan mampu mencapai tingkat kesucian sakadāgāmi. Dalam
seribu tahun selanjutnya, orang-orang hanya akan mampu mencapai
tingkat kesucian sotāpanna dalam berlatih Dhamma. Setelah periode
ini, masih akan ada masa lima ribu tahun lagi. Dalam periode lima ribu
tahun yang pertama masih ada orang-orang yang mampu merealisasi
Dhamma. Tetapi, dalam lima ribu tahun selanjutnya, hanya ada orang-
orang yang belajar dan tidak ada orang yang mampu merealisasi
Dhamma. Setelah periode sepuluh ribu tahun, Kitab Suci akan lenyap
sepenuhnya dan hanya ada orang-orang yang menggundul rambut
mereka dan mengenakan jubah kuning.”
48
menambahkan lima ribu tahun lagi sehingga menjadi sepuluh ribu
secara keseluruhan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sekarang sedang berada dalam periode hanya pencapaian anāgāmi,
menurut versi pertama, tevijja menurut pandangan kedua dan
pandangan ketiga tidak memberikan spesifikasi tahunnya.
49
Lenyapnya Dhamma: 4. Pandangan Pribadi
Saya
50
menemukan Dhamma. Dhamma yang telah terlupakan ditemukan
kembali oleh Sang Buddha. Penemuan tersebut sangat berharga
untuk menciptakan kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia.
Karena itu, Sang Buddha tidak hanya menyembunyikan penemuan
tersebut tetapi mendeklarasikannya untuk kepenting orang banyak.
Harapan-Nya adalah agar orang-orang yang memiliki kebijaksanaan
bisa mendapatkan manfaat yang terbaik dari penemuan tersebut.
Ibarat kota tua yang telah direstorasi dan dibuka untuk umum,
banyak orang yang datang melihatnya, demikian juga, ketika Dhamma
dideklarasikan secara terbuka, banyak orang yang berbondong-
bondong menyaksikan keindahan Dhamma. Sesuai dengan data yang
ada, begitu banyak orang yang dapat menikmati keindahan ajaran
Sang Buddha. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan, sampai kapan
keindahan ajaran Sang Buddha bisa dinikmati? Hanya pada saat Sang
Buddha hidup? Bagaimana setelah Sang Buddha wafat?
52
Komentar berbahasa Sinhala dan semua Kitab Komentar berbahasa
Pali, baik dari Vinaya, Sutta maupun Abhidhamma Piṭaka tidak
menyinggung Dhamma yang murni telah habis masanya?
55
Mengenai pencapaian kesucian, semua data yang ada baik dari
Tipiṭaka, post-Kanon dan Kitab Komentar, lebih mendukung untuk
mengatakan bahwa Dhamma selalu ada sepanjang dipraktikkan.
Dhamma selalu murni selama dijaga dengan mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dhamma selalu memberikan hasil yang
terbaik sepanjang dipraktikkan dengan baik. Sebenarnya, inilah kunci
kelangsungan Dhamma. Inilah strategi untuk mempertahankan dan
melestarikan Dhamma.
Sekarang fakta dan data yang ada telah diuraikan. Anda ingin
menganut prinsip yang mana? Anda lebih cenderung memilih
pandangan yang mana? Dari semua fakta yang ada, Anda boleh memilih
untuk percaya bahwa Dhamma telah lenyap dengan konsekuensi
Anda menunda praktik, karena tidak ada Dhamma yang murni dan
yang ada hanyalah saddhammapaṭirūpaka atau Anda percaya bahwa
Dhamma yang murni masih ada dengan konsekuensi Anda praktik
dengan sungguh-sungguh demi terakhirinya dukkha dalam kehidupan
sekarang ini juga. Apapun pilihannya, diri sendirilah yang akan
menanggungnya.
57
Waisak: Cara Umat Buddha Memaknai
Kelahiran, Kesuksesan dan Kematian
58
Dengan adanya perayaan Waisak, kelahiran, kesuksesan dan
kematian tidak ada bedanya sama sekali. Ketiganya perlu dirayakan
dengan cara yang sama. Ketiganya perlu dianggap istimewa, tanpa
mendiskriminasikan satu dengan yang lainnya.
62
Apakah arti Mencatat, Melabeli dan
Mengetahui? Apakah manfaat mencatat?
Jika anda mencatat objek yang muncul, anda akan membuat diri
anda baik dan pikiran anda bersih. Perilaku anda tidak akan terasa
kasar atau penuh kebencian. Dengan memurnikan diri sendiri, anda
tidak akan menyakiti yang lain.
Di sisi lain, jika anda gagal berkontemplasi, anda tidak akan puas
dengan diri anda sendiri. Lebih jauh, teman-teman dekat dan mereka
yang berada di sekitar anda tidak akan puas dengan perilaku anda.
Ketika perilaku anda buruk dan kasar, anda mungkin melakukan
64
tindakan-tindakan yang tidak layak dan tercela. Tindakan balasan pun
akan dilakukan terhadap anda. Demikian juga, anda mungkin akan
terlahir di alam menderita dalam kehidupan-kehidupan anda yang
akan datang sebagai dampak dari perilaku-perilaku anda yang tidak
layak.
66
sebagian atau sementara dari berbagai kotoran batin yang berkaitan
dengan keserakahan (lobha), kemarahan (dosa) dan kebodohan batin
(moha). Anda juga bisa sepenuhnya terbebaskan dari kotoran batin
dan dengan demikian menjadi seorang arahat. Anda akan terbebas dari
kekhawatiran, penderitaan batin dan jasmani. Dengan kata lain, anda
akan menghalau kotoran batin untuk selamanya, dan mencapai ariya
magga-phala. Anda pun akan merealisasi Nibbāna. Ini adalah berbagai
manfaat yang dipastikan oleh Sang Buddha kepada kita jika mencatat
dan berkontemplasi pada objek sebagaimana mereka muncul.
68
Marilah kita kembali pada anak sekolah. Mereka mulai pendidikan
mereka dengan cara belajar A, B, C. Dengan cara ini, anak sekolah
akan belajar bagaimana membuat kalimat dan mengatakannya dengan
keras saat membaca. Pada tahap selanjutnya, mereka tidak lagi merasa
perlu untuk membaca kalimat dengan keras ketika membaca sebuah
buku. Mereka akan mampu membaca seluruh buku secara diam hanya
dalam pikiran mereka saja.
Para yogi tak ubahnya seperti anak sekolah ini. Pada awalnya,
mereka harus mencatat objek dengan cara melabeli. Hal ini akan
mengizinkan mereka untuk mengetahui berbagai objek secara berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Ketika mereka terus berjuang untuk
bermeditasi, kemampuan batin mereka menjadi lebih kuat dan mereka
mulai mengembangkan pandangan terang. Pada tahap ini, tidak perlu
lagi menggunakan pelabelan. Para yogi tidak harus melabeli pada
setiap objek lagi karena fondasi kesadaran mereka sudah menjadi agak
berkembang. Apa yang dilakukan, saat sebuah objek muncul, mereka
hanya memusatkan pikiran pada objek tersebut. Dengan melakukan
hal ini, mereka akan mampu mengetahui sifat sejati sebuah fenomena.
70
ketika kita mengembangkan pandangan terang, pencatatan akan
mampu menangkap pikiran yang terus mengembara, pikiran yang
terus mencatat dapat berjalan sejajar dengan pikiran yang terus
mengembara. Pada tingkat ini, tepat saat ketika pikiran cenderung
muncul, anda menyadari fenomena tersebut. Pada tahap ini, pikiran
yang saat ini telah dipersenjatai dengan kesadaran dapat menyadari
pikiran dan jika kuat dalam menyadari, kita akan mampu menyadari
pikiran dengan benar.
Ketika para yogi mencapai level ini, para yogi dari Timur
khususnya dari negara ini, Myanmar, akan melaporkan bahwa saat
mereka mencatat objek utama, di sela-sela itu, muncullah pikiran.
Tetapi, pencatatan pada objek utama tidak kehilangan momentum.
“Muncullah pikiran” demikian mereka akan melaporkan. Para yogi
ini dari Timur seperti dari Myanmar melaporkannya dengan sangat
jelas. Tetapi orang-orang dari Barat, ketika mereka mengalami hal
72
ini, mereka tidak melaporkannya dengan cara yang sama, melainkan
mereka akan melaporkan bahwa saat mereka sedang mencatat objek
utama, ada pikiran yang muncul sebagai latar belakang. Orang-orang
Barat melaporkannya seperti ini kepada Sayadaw. Pada awalnya,
Sayadaw bingung karena laporan tersebut tidak jelas baginya. Sayadaw
harus bertanya lebih lanjut kepada mereka dan mencari tahu apa yang
sebenarnya mereka maksudkan dalam laporan mereka. Orang-orang
Barat tidak melaporkan seperti halnya orang-orang dari Myanmar.
74
juga akan mengetahui objek-objek yang muncul di sela-sela itu. Sebuah
contoh yang bagus adalah berpikir. Namun, kita harus menyadari di
sini bahwa berpikir bukanlah sesuatu yang menjadi tujuan kita. Pikiran
tersebut muncul saat kita mencatat objek utama; kita menjadi sadar
akan adanya pikiran tersebut pada poin tersebut.
78
anda melaporkan hal yang sama terus menerus hampir dalam setiap
interview. Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena anda mengizinkan
nivarana atau rintangan untuk datang selama jeda atau istirahat dalam
praktik anda. Hal ini terjadi karena karena anda memutuskan latihan
dari waktu ke waktu. Selama latihan meditasi, jika anda mengalami
sesuatu, anda akan berhenti dan berpikir, “Apakah ini?”. Jika anda
mengalami lebih lanjut sesuatu yang luar biasa, jika rasa pengalaman
tersebut sangat bagus, akan melekat pada pengalaman tersebut. Ketika
hal ini terjadi, pengamatan anda akan menjadi kotor seperti contoh
kolam air. Jika kamu mengaduk kolam air, lapisan lumpur di dasar
kolam akan menyebabkan air menjadi keruh.
Jika kamu memiliki keyakinan, tidak akan ada air yang keruh.
Karena itu, anda harus bertanya pada diri anda sendiri pertanyaan:
“Apakah saya benar-benar memiliki keyakinan? Apakah saya praktik
dengan cara yang benar, orang yang bebas dari rintangan? Dapatkah
saya mencatat seperti ini?”. Jika nivarana masuk, pengalaman atau
pengamatan anda akan menjadi tidak jelas.
Anda harus lebih jauh bertanya pada diri sendiri: “Apakah saya
praktik dengan mengabaikan kehidupan dan organ tubuh? Apakah
saya percaya bahwa ini adalah satu-satunya Dhamma yang saya
inginkan? Apakah saya praktik mengabaikan segalanya dan bertujuan
hanya pada Dhamma? Ketika saya mencatat objek, apakah saya
mendapatkan kesulitan, apakah saya mampu mengatasinya? Apakah
saya memiliki tujuan dalam meditasi saya? Dengan begitu, apakah
saya fokus pada tujuan saya?”. Inilah hal-hal yang anda perlu evaluasi
untuk diri sendiri.
82
Memory Tentang Sayadawgyi
Itu adalah sebuah kejadian yang saya ingat dengan jelas terjadi
pada masa awal kehidupan saya sebagai samana yang bertindak
sebagai pembantu beliau. Setelah Y.M. Ñāṇārāma meninggal, Y.M.
Ñāṇinda yang dikenal sebagai Galle Sayadaw, seorang bhikkhu
senior asal Burma yang dikenal baik oleh Y.M. Ñāṇārāma dan juga
Sayadawgyi mengunjungi Nissarana Vanaya dan memberi tahu kami
bahwa pemerintah Burma telah menganugrahkan gelar kehormatan
“Agga Maha Pandita” sebagai bentuk penghormatan dan beliaupun
meminta kesediaan saya untuk menemaninya ke Burma untuk acara
penganugerahan gelar kehormatan ini. Saya senang untuk pergi
dan bertemu “Pandita” pada kesempatan tersebut dan saya pun
mengunjungi Burma pada tanggal 27 Januari 1992.
84
Tidaklah sulit untuk mendapatkan izin untuk tinggal dan bermeditasi
di Panditarama karena pengantar yang baik dari Galle Sayadaw.
86
Setelah menerima beberapa permintaan dari Nissarana Vanaya di
Sri Lanka, saya harus kembali dan meminta izin dari Sayadawgyi untuk
pulang. Awalnya, beliau meyakinkan saya untuk tinggal setahun lagi dan
untuk menguatkan pengalaman meditasi saya di bawah bimbingannya
dan saya pun setuju. Praktik pun dilanjutkan bersamaan dengan kerja
berat di lapangan seperti perencanaan proyek HMG. Karena tuntutan
selama beberapa kali yang saya terima setelah setahun berlalu, saya
pun terpaksa memberi tahu Sayadawgyi mengenai rencana saya untuk
kembali ke Sri Lanka. Saat itu, Y.M. Sayadaw U Sasana menjelaskan
bahwa lebih baik tinggal bersama Sayadawgyi, tetapi kondisinya tidak
bisa saya ubah dan saya pun kembali pada bulan Desember 1996 saat
perayaan Natal.
87
3. Tetesan Hujan di Tengah Musim Panas oleh Sayadaw-ji, 58
halaman.
4.
Pembuka Jalan: Petunjuk bagi Para Yogi saat Interview/
Petunjuk Singkat untuk Interview, 28 halaman.
89
Santuṭṭhi: Bersyukur ala Buddhis
90
berterima kasih kepada suatu kekuatan di luar. Ini adalah murni wujud
kedewasaan batin. Puas karena kebutuhannya tercukupi, puas karena
tidak banyak keinginan. Karena itu, kepuasan dalam konteks agama
Buddha, tidak dapat dipisahkan dari sedikit keinginan (appicchatā).
Keduanya saling melengkapi, dan tidak bisa berdiri sendiri. Jika satu
tidak ada, yang lainpun tidak ada.
Sang Buddha mengkritik sikap hidup yang apatis, dingin dan tanpa
gairah kehidupan. Ini terbukti dengan kritik Sang Buddha terhadap
filsafat hidup yang dikembangkan oleh para filsuf India. Filsafat
kehidupan yang dikritik oleh Sang Buddha adalah akiriyavāda dan
niyativāda. Akiriyavāda adalah filsafat kehidupan yang menekankan
pentingnya untuk tidak aktif, pasif, dingin, tanpa melakukan tindakan
apa-apa. Sang Buddha menilai filsafat kehidupan semacam ini sangat
destruktif baik pada level fisiologis, verbal maupun psikologis.
92
berusaha, tidak ada gunanya memiliki semangat. Secara singkat, semua
hidup tanpa memiliki otoritas untuk berkreasi sesuai yang diharapkan.
Semua tidak memiliki kekuasan untuk menentukan hidupnya. Semua
proses kehidupan telah diatur sedemikian rupa sehingga manusia
hanya perlu menjalaninya, tanpa perlu usaha apapun.
94
Memahami Pañcasīla Buddhis dalam Praktik
Pengembangan Kesadaran
96
Untuk bisa melakukan semua itu dengan baik tentu, tidak hanya
masalah eksternal yang perlu diurusi. Tidak hanya masalah di luar
yang perlu diselesaikan. Sumber kebencian harus dihentikan sehingga
kebencian tidak akan keluar; ketidaksukaan tidak akan mengalir;
niat jahat tidak termanifestasi baik dalam pikiran, ucapan maupun
perbuatan.
Kebencian dalam diri kita tidak akan pernah bisa berhenti, tetap
akan terus mengalir jika kita terus membenci diri sendiri. Sang Buddha
mengatakan kebencian tidak akan pernah berakhir jika dibalas dengan
kebencian. Kebencian hanya akan berakhir jika dibalas dengan kasih
sayang. Kasih sayang ini tidak hanya dibutuhkan secara eksternal
tetapi juga secara internal.
Tidak hanya orang lain yang perlu disayangi, diri sendiri pun perlu
disayangi. Kasih sayang yang terbaik pada diri sendiri adalah dengan
cara mengembangkan kesadaran. Dengan pengembangan kesadaran,
kita tidak akan menyakiti siapapun, baik diri sendiri maupun orang
lain.
Menghargai hak milik orang lain akan terjadi jika kita mampu
menghargai hak milik sendiri. Dalam beberapa kesempatan, Sang
Buddha mengajarkan agar kita mampu menjaga harta milik kita
dengan baik, sehingga harta tersebut tidak dicuri orang, tidak jatuh ke
tangan orang-orang yang tidak layak. Sebenarnya, ini adalah bentuk
97
pengerucutan bagaimana kita perlu menghargai hak milik sendiri
dengan cara menjaganya dengan baik.
Kepuasan pada diri sendiri akan dapat dicapai kalau kita mau
melihat ke dalam diri sendiri, mengembangkan kesadaran terhadap
fenomena yang terjadi dalam batin dan jasmani sendiri. Semakin
tenggelam dalam pengembangan kesadaran terhadap diri sendiri,
semakin kita puas melihat diri sendiri; kita tidak akan berusaha untuk
mencari kepuasan di luar sebab kepuasan yang sesungguhnya datang
dari pemahaman terhadap fenomena batin dan jasmani yang terjadi
dalam diri sendiri.
100
benar dan tidak munafik kepada orang lain, kita pun perlu jujur, juga
tidak munafik kepada diri sendiri. Kalau memang salah, kita harus
berani dengan jujur mengakui kepada diri sendiri bahwa kita salah.
Kalau benar, kita pun harus berani mengakui kepada diri sendiri kita
benar.
102
Ciraṃ tiṭṭhatu saddhammo!
103