Anda di halaman 1dari 40

187 RAGAM PERASAAN

DALAM SUTTA PITAKA

“Para bhikkhu, seperti halnya panas terbentuk dan api dihasilkan dari gabungan dan gesekan dua kayu-
api, tetapi ketika kayu itu dipisahkan dan disingkirkan maka panas yang dihasilkan lenyap dan mereda;
Demikian pula, dengan bergantung pada [1] Kontak yang dialami sebagai menyenangkan (Sukha) … [2]
Kontak yang dialami sebagai menyakitkan (Dukkha) … [3] Kontak yang dialami sebagai menggembirakan
(Somanassa)… [4] Kontak yang dialami sebagai tidak-menyenangkan (Domanassa)… [5] Kontak yang
dialami sebagai seimbang (Upekkha), maka indria keseimbangan muncul. Dengan berada dalam kondisi
seimbang, seseorang memahami: ‘aku sedang berada dalam kondisi seimbang’. Ia memahami: ‘Dengan
lenyapnya kontak tersebut yang dialami sebagai seimbang, maka perasaan yang bersesuaian —indria
keseimbangan yang muncul dengan bergantung pada kontak tersebut yang dialami sebagai seimbang—
berhenti dan mereda.” -- SN48.39. Kaṭṭhopama Sutta

MAJAPUTERA KARNIAWAN (BALA KALYĀṆO), ©2018

1
NASIHAT PENGANTAR
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammā Sambuddhasa (tikkhattuṃ)
Terpujilah Sang Bhagava yang Maha Suci, yang telah mencapai Penerangan Sempurna (3x)

“Demikianlah engkau seharusnya melatih diri:


‘Kami akan mendengarkan khotbah-khotbah yang merupakan ucapan dari Tathagata --- Yang
mendalam, memiliki arti yang dalam, melampaui, berhubungan dengan kekosongan --- Sedang
diulang. Kami akan bersemangat mendengarnya, akan menyimaknya, akan mengerahkan
pikiran kita untuk memahaminya; dan kami akan berpikiran ajaran-ajaran itu harus dipelajari
dan dikuasai.’
Dengan cara seperti inilah, engkau seharusnya melatih dirimu.”
Tasmātiha, bhikkhave, evaṃ sikkhitabbaṃ: ‘ye te suttantā tathā­gata­bhāsitā gambhīrā
gambhīratthā lokuttarā suñña­tap­paṭi-saṃ­yuttā, tesu bhaññamānesu sussūsissāma, sotaṃ
odahissāma, aññā cittaṃ upaṭṭhāpessāma, te ca dhamme uggahetabbaṃ ­pariyāpuṇitabbaṃ
maññissāmā’ti. Evañhi vo, bhikkhave, sikkhitabban”ti.
(SN.20.7. ĀṄI SUTTA)

DAFTAR ISI:
Cover Depan……………………………………………………………………………………………………………………………..1.
Nasihat Pengantar…………………………………………………………………………………………………………………….2.
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………………………………2.
Daftar Abreviasi………………………………………………………………………………………………………………………..2.
Bab 1, Pengertian………………………………………………………………………………………………………………….3-7.
Bab 2, 187 RAGAM PERASAAN DALAM SUTTA…………………………………………………………………….8-30.
BAB 3, MENYIKAPI DAN MENGHADAPI PERASAAN……………………………………………………………31-37.
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………………...38.

DAFTAR ABREVIASI
1. DN : Dīgha Nikāya.
2. MN : Majjhima Nikāya.
3. SN : Saṃyutta Nikāya.

2
BAB 1, PENGERTIAN.
Pengertian Perasaan Dalam Sutta

Dalam Sutta Pitaka, Perasaan (vedanā) adalah salah satu dari Lima Kelompok Unsur Kehidupan
(Pañcakkhandhā) selain jasmani (rūpa), persepsi (saññā), bentukan-bentukan pikiran (saṅkhāra),
dan kesadaran (viññāṇa) [DN33. Saṅgīti Sutta]. Dalam Sutta yang sama, kelimanya disebutkan
sebagai Lima kelompok unsur kemelekatan (pancūpādānakkhandhā), yang mana dipertegas
dalam DN.22 Mahāsatipaṭṭhana Sutta dan SN56.11 Dhammacakkappavattana Sutta bahwa lima
kelompok unsur kemelekatan adalah penderitaan (dukkhā).
Mengapa disebutkan sebagai perasaan? Jawabannya sangat sederhana, yaitu ‘Karena ia
merasakan (Vedayatīti)’ maka dari itu disebut perasaan. Apakah yang dirasakan? Secara garis
besar adalah merasakan kesenangan (Sukhampi vedayati), merasakan kesakitan (dukkhampi
vedayati), merasakan bukan-kesakitan juga bukan-kesenangan (adukkhamasukhampi vedayati)
[SN22.79. Khajjanīya Sutta].

Beragam sumber munculnya perasaan


Ada beragam sumber perasaan (vedanānānattaṃ). Darimana asal mula nya ragam perasaan?
Perasaan berasal mula dan bersumber dari berbagai kondisi. Asal mula ragam perasaan yang
pertama adalah bergantung dari keragaman kontak (phassanānattaṃ), sementara keragaman
kontak bergantung dari keragaman unsur (dhātunānattaṃ) [SN14.4. Vedanānānatta Sutta]. Sutta
yang sama menjelaskan bahwa:
1. Dengan bergantung pada unsur mata maka muncul kontak-mata; dengan bergantung
pada kontak-mata maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-mata.
2. Dengan bergantung pada unsur telinga maka muncul kontak-telinga; dengan bergantung
pada kontak-telinga maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-telinga.
3. Dengan bergantung pada unsur hidung maka muncul kontak-hidung; dengan bergantung
pada kontak-hidung maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-hidung.
4. Dengan bergantung pada unsur lidah maka muncul kontak-lidah; dengan bergantung
pada kontak-lidah maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-lidah.
5. Dengan bergantung pada unsur badan maka muncul kontak-badan; dengan bergantung
pada kontak-badan maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-badan.
6. Dengan bergantung pada unsur pikiran maka muncul kontak-pikiran; dengan bergantung
pada kontak-pikiran maka muncul perasaan yang timbul dari kontak-pikiran.
SN36.10 Phassamūlaka sutta mempertegas hal ini, dalam sutta ini dijelaskan bahwa perasaan
yang menyenangkan (Sukhā vedanā), menyakitkan (dukkhā vedanā), dan bukan-menyakitkan

3
juga bukan-menyenangkan (adukkhamasukhā vedanā) adalah lahir, berakar, bersumber, dan
berkondisi dari kontak. Kemudian dalam sutta ini juga dijelaskan bahwa:
1. Dengan bergantung pada kontak yang dialami sebagai menyenangkan, maka muncul
perasaan yang menyenangkan. Dengan lenyapnya kontak yang dialami sebagai
menyenangkan, maka perasaan menyenangkan yang muncul bergantung pada kontak
yang dialami sebagai menyenangkan berhenti dan mereda.
2. Dengan bergantung pada kontak yang dialami sebagai menyakitkan, maka muncul
perasaan yang menyakitkan. Dengan lenyapnya kontak yang dialami sebagai
menyakitkan, maka perasaan menyakitkan yang muncul bergantung pada kontak yang
dialami sebagai menyakitkan berhenti dan mereda.
3. Dengan bergantung pada kontak yang dialami sebagai bukan-menyakitkan juga bukan-
menyenangkan, maka muncul perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-
menyenangkan. Dengan lenyapnya kontak yang dialami sebagai bukan-menyakitkan juga
bukan-menyenangkan, maka perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-
menyenangkan yang muncul bergantung pada kontak yang dialami sebagai bukan-
menyakitkan juga bukan-menyenangkan berhenti dan mereda.

Tidak Semua Perasaan Disebabkan Kamma Masa Lalu

Apakah perasaan itu adalah akibat dari Kamma masa lalu? Dalam SN36.21 Sīvaka Sutta, Sang
Buddha membantah doktrin ‘Apa pun yang dialami seseorang, apakah menyenangkan atau
menyakitkan atau bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, semuanya disebabkan oleh
apa yang dilakukan di masa lalu.’ Dalam sutta itu Buddha juga membabarkan kalau perasaan tidak
hanya bersumber dari faktor kamma dan faktor batin, namun juga dari faktor jasmani. Dalam
sutta ini Buddha menjabarkan delapan jenis sebab perasaan yaitu:
a) Ketidak seimbangan empedu
b) Ketidak-seimbangan dahak
c) Ketidak-seimbangan angin
d) Berasal-mula dari ketidak-seimbangan [ketiga itu, Empedu-dahak-angin]
e) Dihasilkan oleh perubahan cuaca
f) Dihasilkan oleh perilaku tidak hati-hati
g) Disebabkan oleh serangan
h) Dihasilkan oleh akibat kamma
Jadi apabila ada perasaan yang timbul tidak semuanya berasal dari apa yang dilakukan di masa
lalu (Kamma lampau).

4
Beragam Sumber Perasaan Lainnya

Sumber ragam jenis perasaan lainnya juga dijelaskan dalam SN45.12 Dutiyavihāra Sutta. Dalam
sutta itu dijelaskan lebih beragam jenis sumber pengkondisi perasaan:
1. Ada perasaan dengan pandangan salah (micchādiṭṭhi) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya pandangan salah sebagai kondisi.
2. Ada perasaan dengan pandangan benar (sammādiṭṭhi) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya pandangan benar sebagai kondisi.
3. Ada perasaan dengan kehendak salah (micchāsaṅkappo) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya kehendak salah sebagai kondisi.
4. Ada perasaan dengan kehendak benar (sammāsaṅkappo) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya kehendak benar sebagai kondisi
5. Ada perasaan dengan ucapan salah (micchāvācā) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya ucapan salah sebagai kondisi.
6. Ada perasaan dengan ucapan benar (sammāvācā) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya ucapan benar sebagai kondisi.
7. Ada perasaan dengan perbuatan salah (micchākammanto) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya perbuatan salah sebagai kondisi.
8. Ada perasaan dengan perbuatan benar (sammākammanto) sebagai kondisi, juga
perasaan dengan meredanya perbuatan benar sebagai kondisi.
9. Ada perasaan dengan penghidupan salah (micchāājīvo) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya penghidupan salah sebagai kondisi.
10. Ada perasaan dengan penghidupan benar (sammāājīvo) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya penghidupan benar sebagai kondisi.
11. Ada perasaan dengan usaha salah (micchāvāyāmo) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya usaha salah sebagai kondisi.
12. Ada perasaan dengan usaha benar (sammāvāyāmo) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya usaha benar sebagai kondisi.
13. Ada perasaan dengan perhatian salah (micchāsati) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya perhatian salah sebagai kondisi.
14. Ada perasaan dengan perhatian benar (sammāsati) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya perhatian benar sebagai kondisi.
15. Ada perasaan dengan konsentrasi salah (micchāsamādhi) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya konsentrasi salah sebagai kondisi.
16. Ada perasaan dengan konsentrasi benar (sammāsamādhi) sebagai kondisi, juga perasaan
dengan meredanya konsentrasi benar sebagai kondisi.
17. Ada perasaan dengan keinginan (chanda) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya keinginan sebagai kondisi.

5
18. Ada perasaan dengan pemikiran (vitakka) sebagai kondisi, juga perasaan dengan
meredanya pemikiran sebagai kondisi.
19. Ada perasaan dengan persepsi (saññā) sebagai kondisi, juga perasaan dengan meredanya
persepsi sebagai kondisi.

Sutta yang sama juga menjelaskan bahwa:


a) Ketika keinginan (chanda) belum diredakan, dan pemikiran (vitakka) belum diredakan,
dan persepsi (saññā) belum diredakan, maka ada perasaan dengan itu sebagai kondisi.
b) Ketika keinginan telah diredakan, dan pemikiran belum diredakan, dan persepsi belum
diredakan, maka juga ada perasaan dengan itu sebagai kondisi.
c) Ketika keinginan telah diredakan, dan pemikiran telah diredakan, dan persepsi belum
diredakan, maka juga ada perasaan dengan itu sebagai kondisi.
d) Ketika keinginan telah diredakan, dan pemikiran telah diredakan, dan persepsi telah
diredakan, maka juga ada perasaan dengan itu sebagai kondisi.
e) Ada usaha untuk mencapai apa yang-belum-dicapai. Ketika tingkat itu telah tercapai,
maka juga ada perasaan dengan itu sebagai kondisi.

Mengapakah Buddha Menjelaskan Beragam Jenis Perasaan?


Demikianlah dijelaskan dalam sutta bahwa banyak sekali sumber dari perasaan. Kemudian
dibawah juga akan dijelaskan mengenai ragam bentuk-bentuk perasaan, tetapi sebelumnya
pastilah para pembaca menjadi bingung mengapa Sang Buddha membabarkan banyak sekali
jenis-jenis perasaan? Bukankah selama ini kita cuma mengetahui tiga jenis atau lima jenis
perasaan? Itu karena Buddha sendiri memang membabarkan Dhamma dengan berbagai cara. Hal
ini diungkapkan Sang Buddha dalam MN.59 Bahuvedanīya Sutta dan SN36.19 Pañcakaṅga Sutta,
dalam sutta itu menggambarkan bahwa tukang kayu Pañcakaṅga menyatakan kalau Sang Buddha
membabarkan dua jenis perasaan, sementara Bhikkhu Udāyī berpendapat kalau Sang Buddha
membabarkan tiga jenis perasaan, kemudian mereka saling berusaha meyakinkan satu sama lain
namun tidak berhasil.
Bhikkhu Ānanda mendengar percakapan mereka dan kemudian melaporkan hal ini kepada Sang
Buddha, dan Sang Buddha mengakui bahwa metode penyajian tukang kayu Pañcakaṅga kepada
Bhikkhu Udāyī adalah metode yang benar, demikian sebaliknya metode penyajian Bhikkhu Udāyī
kepada tukang kayu Pañcakaṅga juga benar, namun mereka tidak bisa saling menerima metode
penyampaian satu sama lain. Buddha menjelaskan, menyatakan, dan menyajikan dua jenis
perasaan; tiga jenis perasaan; lima jenis perasaan; enam jenis perasaan; delapan belas jenis
perasaan; tiga puluh enam jenis perasaan; seratus delapan jenis perasaan. Demikianlah adalah
bagaimana Dhamma telah ditunjukkan oleh beliau dalam penyajian yang berbeda-beda.

6
“Ketika Dhamma telah dibabarkan olehKu dalam berbagai metode penjelasan yang berbeda-
beda, dapat diharapkan bahwa mereka yang tidak mengakui, menghargai, dan menyetujui apa
yang dinyatakan dan dibabarkan dengan baik oleh orang lain, akan berdebat dan bertengkar dan
terlibat dalam perselisihan, dan mereka akan saling menusuk dengan pedang ucapan.
Tetapi ketika Dhamma telah dibabarkan olehKu dalam berbagai metode penjelasan yang
berbeda-beda, dapat diharapkan bahwa mereka yang mengakui, menghargai, dan menyetujui
apa yang dinyatakan dan dibabarkan dengan baik oleh orang lain, akan hidup rukun, dengan
saling menghargai, tanpa perselisihan, berbaur bagaikan susu dengan air, saling menatap
dengan tatapan penuh cinta kasih.“
[Sang Buddha dalam MN.59 Bahuvedanīya Sutta dan SN36.19 Pañcakaṅga Sutta]

7
Dua Jeni s Perasaan (Dve V ed an ā) BAB 2, 187 RAGAM PERASAAN DALAM SUTTA.
SUMBER BAGAN: PENGOLAHAN SENDIRI.
Tiga Jenis Perasaan (Tisso Vedanā)

Lima jenis perasaan (Pañca vedanā)

En am j en is p erasaan (Cha vedanā)

Sembilan jenis perasaan (Nava ved anā) [Dalam perenu ngan


9 perasaan – Vedanānup assanā]

En am p emeri ksaan yang di sertai oleh kegembiraan (Cha s omanassūpa-vicārā)


Delapan b el as jenis perasaan
En am p emeri ksaan yang di sertai oleh ketidak-senangan (Cha d oman assūp avicārā) (Aṭ ṭhārasa vedanā)

En am p emeri ksaan yang di sertai oleh kesei mb angan (Cha u pekkh ūpa-vicārā)

En am j en is kegemb iraan yang berlandaskan pad a


kehidu pan ru mah tangga (Cha gehasitān i so manassān i)
En am j en is keti dak senan gan yang berlandaskan pada
kehidu pan ru mah tangga (Cha gehasit ān i do manassāni)
En am j en is keseimbangan yang berlan daskan p ad a
kehidu pan ru mah tangga (Cha gehasit ā upekkhā) Tiga puluh enam jeni s
En am j en is kegemb iraan yang berlandaskan pad a pelep asan perasaan (Chatt iṃsa vedan ā)
keduni aw ian (Cha n ekkhammasitāni somanassāni)
En am j en is keti dak senan gan yang berlandaskan pada
pelep asan kedu niawian (Cha n ekkhammasit āni do manassān i)
En am j en is keseimbangan yang berlan daskan p ad a pelep asan
keduni aw ian (Cha n ekkhammasitā upekkh ā)

Kelo mp ok ti ga p uluh enam perasaan [di atas]


di masa lalu. (Atītā chatti ṃsa vedanā)

Kelo mp ok ti ga p uluh enam perasaan [di atas] Seratu s delapan j enis perasaan
di masa dep an (An āgatā ch attiṃsa vedanā) (Aṭṭhasataṃ ved anā)

Kelo mp ok ti ga p uluh enam perasaan [di atas] di


masa sekarang. (Paccup pan nā ch attiṃsa vedan ā)

8
187 RAGAM JENIS JENIS PERASAAN
Terjemahan Bahasa
No Kelompok Perasaan Nama Pali Sumber
Indonesia
1 Dua Jenis Perasaan (Dve Kāyikā Jasmani
SN36.22
2 Vedanā) Cetasikā Batin
Perasaan
3 Sukhā vedanā
menyenangkan
Perasaan
4 Dukkhā vedanā
Tiga Jenis Perasaan (Tisso menyakitkan
SN36.22
Vedanā) Perasaan bukan-
menyakitkan juga
5 Adukkhamasukhā vedanā
bukan-
menyenangkan
6 Sukhindriyaṃ Indria kesenangan
7 Dukkhindriyaṃ Indria kesakitan
8 Lima jenis perasaan (Pañca Somanas-sindriyaṃ Indria kegembiraan
SN36.22
vedanā) Indria ketidak-
9 Domanas-sindriyaṃ
senangan
10 Upekkhindriyaṃ Indria keseimbangan
Perasaan yang
Cakkhu­samphassajā
11 timbul dari kontak-
vedanā
mata
Perasaan yang
12 Sota­samphassajā vedanā timbul dari kontak-
telinga
Perasaan yang
Ghāna­samphassajā
13 timbul dari kontak-
vedanā
Enam jenis perasaan (Cha hidung SN36.22
vedanā) Perasaan yang & DN.33
14 Jivhā­samphassajā vedanā timbul dari kontak-
lidah
Perasaan yang
15 Kāya­samphassajā vedanā timbul dari kontak-
kulit badan
Perasaan yang
16 Mano-samphassajā vedanā timbul dari kontak-
pikiran
Perasaan
17 Sukha vedanā
menyenangkan
Perasaan
18 Dukkha vedanā
Sembilan jenis perasaan (Nava menyakitkan
DN.22 &
vedanā) [Dalam perenungan 9 Perasaan bukan
MN.10
19 perasaan – Vedanānupassanā] Adukkhamasukha vedanā menyenangkan juga
bukan menyakitkan
Perasaan indriya
20 Sāmisa sukha
yang menyenangkan

9
Perasaan non indriya
21 Nirāmisa sukha
yang menyenangkan
Perasaan indriya
22 Sāmisa dukkha
yang menyakitkan
Perasaan non indriya
23 Nirāmisa dukkha vedana
yang menyakitkan
Perasaan indriya
Sāmisa adukkhamasukha yang bukan
24
vedana menyenangkan juga
bukan menyakitkan
Perasaan non indriya
Nirāmisa adukkhamasukha yang bukan
25
vedana menyenangkan juga
bukan menyakitkan
Melihat suatu
bentuk dengan
Cakkhunā rūpaṃ disvā mata, ia
26 somanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
rūpaṃ upavicarati bentuk yang
menghasilkan
kegembiraan
Mendengar suatu
suara dengan
Sotena saddaṃ sutvā telinga, ia
27 somanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
saddaṃ upavicarati suara yang
Delapan menghasilkan
belas Enam pemeriksaan kegembiraan
SN36.22
jenis yang disertai oleh Mencium suatu bau
Ghānena gandhaṃ ,
perasaan kegembiraan (Cha dengan hidung, ia
ghāyitvā MN.137,
28 (Aṭṭhāras somanassūpa- mengeksplorasi bau
somanassaṭṭhānīyaṃ MN.140
a vicārā) yang menghasilkan
gandhaṃ upavicarati
vedanā) kegembiraan
Mengecap suatu
Jivhāya rasaṃ sāyitvā rasa dengan lidah, ia
29 somanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi rasa
rasaṃ upavicarati yang menghasilkan
kegembiraan
Menyentuh suatu
objek sentuhan
Kāyena phoṭṭhabbaṃ
dengan badan, ia
phusitvā
30 mengeksplorasi
somanassaṭṭhānīyaṃ
objek sentuhan yang
phoṭṭhabbaṃ upavicarati
menghasilkan
kegembiraan

10
Mengenali suatu
objek pikiran dengan
Manasā dhammaṃ viññāya pikiran, ia
31 somanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
dhammaṃ upavicarati objek pikiran yang
menghasilkan
kegembiraan
Melihat suatu
bentuk dengan
Cakkhunā rūpaṃ disvā mata, ia
32 domanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
rūpaṃ upavicarati bentuk yang
menghasilkan
kesedihan
Mendengar suatu
suara dengan
Sotena saddaṃ sutvā telinga, ia
33 domanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
saddaṃ upavicarati suara yang
menghasilkan
kesedihan
Mencium suatu bau
Ghānena gandhaṃ
dengan hidung, ia
ghāyitvā
34 Enam pemeriksaan mengeksplorasi bau
domanassaṭṭhānīyaṃ
yang disertai oleh yang menghasilkan
gandhaṃ upavicarati
ketidak-senangan kesedihan
(cha Jivhāya rasaṃ sāyitvā Mengecap suatu
35 domanassūpa­vicār domanassaṭṭhānīyaṃ rasa dengan lidah, ia
ā) rasaṃ upavicarati mengeksplorasi rasa
Menyentuh suatu
objek sentuhan
Kāyena phoṭṭhabbaṃ
dengan badan, ia
phusitvā
36 mengeksplorasi
domanassaṭṭhānīyaṃ
objek sentuhan yang
phoṭṭhabbaṃ upavicarati
menghasilkan
kesedihan

Mengenali suatu
objek pikiran dengan
Manasā dhammaṃ viññāya pikiran, ia
37 domanassaṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
dhammaṃ upavicarati objek pikiran yang
menghasilkan
kesedihan

11
Melihat suatu
bentuk dengan
Cakkhunā rūpaṃ disvā mata, ia
38 upekkhāṭṭhānīyaṃ rūpaṃ mengeksplorasi
upavicarati bentuk yang
menghasilkan
keseimbangan
Mendengar suatu
suara dengan
Sotena saddaṃ sutvā telinga, ia
39 upekkhāṭṭhānīyaṃ saddaṃ mengeksplorasi
upavicarati suara yang
menghasilkan
keseimbangan
Enam pemeriksaan
Mencium suatu bau
yang disertai oleh
Ghānena gandhaṃ dengan hidung, ia
keseimbangan (cha
40 ghāyitvā upekkhāṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi bau
upekkhūpa-vicārā)
gandhaṃ upavicarati yang menghasilkan
keseimbangan
Mengecap suatu
Jivhāya rasaṃ sāyitvā rasa dengan lidah, ia
41 upekkhāṭṭhānīyaṃ rasaṃ mengeksplorasi rasa
upavicarati yang menghasilkan
keseimbangan
Menyentuh suatu
objek sentuhan
Kāyena phoṭṭhabbaṃ
dengan badan, ia
phusitvā
42 mengeksplorasi
upekkhāṭṭhānīyaṃ
objek sentuhan yang
phoṭṭhabbaṃ upavicarati
menghasilkan
keseimbangan

12
Mengenali suatu
objek pikiran dengan
Manasā dhammaṃ viññāya pikiran, ia
43 upekkhāṭṭhānīyaṃ mengeksplorasi
dhammaṃ upavicarati objek pikiran yang
menghasilkan
keseimbangan

Ketika seseorang
menganggap sebagai
keuntungan atas
suatu perolehan
akan bentuk-bentuk
yang dikenali oleh
Cakkhu­viññeyyānaṃ
mata yang
rūpānaṃ iṭṭhānaṃ
diharapkan,
kantānaṃ manāpānaṃ
diinginkan,
manoramānaṃ
menyenangkan,
Tiga lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
Enam jenis memuaskan, dan
44 puluh paṭilābhaṃ vā paṭilābhato
kegembiraan yang berhubungan
enam samanupassato pubbe vā SN.36.2
berlandaskan pada dengan
jenis paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ 2,
kehidupan rumah keduniawian–atau
perasaan niruddhaṃ vipariṇataṃ MN.137,
tangga (Cha ketika ia ingat apa
(Chattiṃs samanussarato uppajjati MN.140
gehasitāni yang sebelumnya
a somanassaṃ.
somanassāni) telah diperoleh yang
vedanā)
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Sota­viññeyyānaṃ Ketika seseorang
saddānaṃ iṭṭhānaṃ menganggap sebagai
45 kantānaṃ manāpānaṃ keuntungan atas
manoramānaṃ suatu perolehan
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ akan suara-suara

13
paṭilābhaṃ vā paṭilābhato yang dikenali oleh
samanupassato pubbe vā telinga yang
paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ diharapkan,
niruddhaṃ vipariṇataṃ diinginkan,
samanussarato uppajjati menyenangkan,
somanassaṃ. memuaskan, dan
berhubungan
dengan
keduniawian–atau
ketika ia ingat apa
yang sebelumnya
telah diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Ketika seseorang
menganggap sebagai
keuntungan atas
suatu perolehan
akan bau-bauan
yang dikenali oleh
Ghāna­viññeyyānaṃ
hidung yang
gandhānaṃ iṭṭhānaṃ
diharapkan,
kantānaṃ manāpānaṃ
diinginkan,
manoramānaṃ
menyenangkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
memuaskan, dan
46 paṭilābhaṃ vā paṭilābhato
berhubungan
samanupassato pubbe vā
dengan
paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ
keduniawian–atau
niruddhaṃ vipariṇataṃ
ketika ia ingat apa
samanussarato uppajjati
yang sebelumnya
somanassaṃ.
telah diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Jivhā­viññeyyānaṃ Ketika seseorang
rasānaṃ iṭṭhānaṃ menganggap sebagai
kantānaṃ manāpānaṃ keuntungan atas
manoramānaṃ suatu perolehan
47 lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ akan rasa kecapan
paṭilābhaṃ vā paṭilābhato yang dikenali oleh
samanupassato pubbe vā lidah yang
paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ diharapkan,
niruddhaṃ vipariṇataṃ diinginkan,

14
samanussarato uppajjati menyenangkan,
somanassaṃ. memuaskan, dan
berhubungan
dengan
keduniawian–atau
ketika ia ingat apa
yang sebelumnya
telah diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Ketika seseorang
menganggap sebagai
keuntungan atas
suatu perolehan
akan objek-objek
sentuhan yang
Kāya­viññeyyānaṃ
dikenali oleh badan
phoṭṭhabbānaṃ iṭṭhānaṃ
yang diharapkan,
kantānaṃ manāpānaṃ
diinginkan,
manoramānaṃ
menyenangkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
memuaskan, dan
48 paṭilābhaṃ vā paṭilābhato
berhubungan
samanupassato pubbe vā
dengan
paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ
keduniawian–atau
niruddhaṃ vipariṇataṃ
ketika ia ingat apa
samanussarato uppajjati
yang sebelumnya
somanassaṃ.
telah diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Ketika seseorang
Mano­viññeyyānaṃ menganggap sebagai
dhammānaṃ iṭṭhānaṃ keuntungan atas
kantānaṃ manāpānaṃ suatu perolehan
manoramānaṃ akan objek-objek
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ pikiran yang dikenali
49 paṭilābhaṃ vā paṭilābhato oleh pikiran yang
samanupassato pubbe vā diharapkan,
paṭiladdhapubbaṃ atītaṃ diinginkan,
niruddhaṃ vipariṇataṃ menyenangkan,
samanussarato uppajjati memuaskan, dan
somanassaṃ. berhubungan
dengan

15
keduniawian–atau
ketika ia ingat apa
yang sebelumnya
telah diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–
kegembiraan
muncul.
Ketika seseorang
menganggap sebagai
bukan keuntungan
atas suatu bukan
perolehan akan
Cakkhu­viññeyyānaṃ
bentuk-bentuk yang
rūpānaṃ iṭṭhānaṃ
dikenali oleh mata
kantānaṃ manāpānaṃ
yang diharapkan,
manoramānaṃ
diinginkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
menyenangkan,
appaṭilābhaṃ vā
50 memuaskan, dan
appaṭilābhato
berhubungan
samanupassato pubbe vā
dengan
appaṭiladdhapubbaṃ
keduniawian–atau
atītaṃ niruddhaṃ
ketika ia ingat apa
vipariṇataṃ samanussarato
yang sebelumnya
uppajjati domanassaṃ.
Enam jenis ketidak tidak diperoleh yang
senangan yang telah berlalu, telah
berlandaskan pada lenyap, dan telah
kehidupan rumah berubah–maka
tangga (Cha kesedihan muncul.
gehasitāni Ketika seseorang
domanassāni) menganggap sebagai
bukan keuntungan
Sota­viññeyyānaṃ atas suatu bukan
saddānaṃ iṭṭhānaṃ perolehan akan
kantānaṃ manāpānaṃ suara-suara yang
manoramānaṃ dikenali oleh telinga
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ yang diharapkan,
appaṭilābhaṃ vā diinginkan,
51
appaṭilābhato menyenangkan,
samanupassato pubbe vā memuaskan, dan
appaṭiladdhapubbaṃ berhubungan
atītaṃ niruddhaṃ dengan
vipariṇataṃ samanussarato keduniawian–atau
uppajjati domanassaṃ. ketika ia ingat apa
yang sebelumnya
tidak diperoleh yang
telah berlalu, telah

16
lenyap, dan telah
berubah–maka
kesedihan muncul.
Ketika seseorang
menganggap sebagai
bukan keuntungan
atas suatu bukan
perolehan akan bau-
Ghāna­viññeyyānaṃ
bauan yang dikenali
gandhānaṃ iṭṭhānaṃ
oleh hidung yang
kantānaṃ manāpānaṃ
diharapkan,
manoramānaṃ
diinginkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
menyenangkan,
appaṭilābhaṃ vā
52 memuaskan, dan
appaṭilābhato
berhubungan
samanupassato pubbe vā
dengan
appaṭiladdhapubbaṃ
keduniawian–atau
atītaṃ niruddhaṃ
ketika ia ingat apa
vipariṇataṃ samanussarato
yang sebelumnya
uppajjati domanassaṃ.
tidak diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–maka
kesedihan muncul.
Ketika seseorang
menganggap sebagai
bukan keuntungan
atas suatu bukan
perolehan akan rasa
Jivhā­viññeyyānaṃ
kecapan yang
rasānaṃ iṭṭhānaṃ
dikenali oleh lidah
kantānaṃ manāpānaṃ
yang diharapkan,
manoramānaṃ
diinginkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ
menyenangkan,
appaṭilābhaṃ vā
53 memuaskan, dan
appaṭilābhato
berhubungan
samanupassato pubbe vā
dengan
appaṭiladdhapubbaṃ
keduniawian–atau
atītaṃ niruddhaṃ
ketika ia ingat apa
vipariṇataṃ samanussarato
yang sebelumnya
uppajjati domanassaṃ.
tidak diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–maka
kesedihan muncul.
Kāya­viññeyyānaṃ Ketika seseorang
54 phoṭṭhabbānaṃ iṭṭhānaṃ menganggap sebagai
kantānaṃ manāpānaṃ bukan keuntungan

17
manoramānaṃ atas suatu bukan
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ perolehan akan
appaṭilābhaṃ vā objek-objek
appaṭilābhato sentuhan yang
samanupassato pubbe vā dikenali oleh badan
appaṭiladdhapubbaṃ yang diharapkan,
atītaṃ niruddhaṃ diinginkan,
vipariṇataṃ samanussarato menyenangkan,
uppajjati domanassaṃ. memuaskan, dan
berhubungan
dengan
keduniawian–atau
ketika ia ingat apa
yang sebelumnya
tidak diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–maka
kesedihan muncul.

Ketika seseorang
menganggap sebagai
bukan keuntungan
atas suatu bukan
perolehan akan
Mano­viññeyyānaṃ objek-objek pikiran
dhammānaṃ iṭṭhānaṃ yang dikenali oleh
kantānaṃ manāpānaṃ pikiran yang
manoramānaṃ diharapkan,
lokāmisapaṭisaṃyuttānaṃ diinginkan,
appaṭilābhaṃ vā menyenangkan,
55
appaṭilābhato memuaskan, dan
samanupassato pubbe vā berhubungan
appaṭiladdhapubbaṃ dengan
atītaṃ niruddhaṃ keduniawian–atau
vipariṇataṃ samanussarato ketika ia ingat apa
uppajjati domanassaṃ. yang sebelumnya
tidak diperoleh yang
telah berlalu, telah
lenyap, dan telah
berubah–maka
kesedihan muncul.

18
Ketika melihat suatu
bentuk dengan
mata; Keseimbangan
muncul pada
Cakkhunā rūpaṃ disvā
seseorang biasa
uppajjati upekkhā bālassa
dungu yang tergila-
mūḷhassa puthujjanassa
gila, tidak terpelajar,
anodhijinassa
belum menaklukkan
56 avipākajinassa
keterbatasannya,
anādīnavadassāvino
belum menaklukkan
assutavato puthujjanassa.
akibat perbuatan,
Yā evarūpā upekkhā,
dan yang buta akan
rūpaṃ sā nātivattati.
bahaya.
Keseimbangan
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Ketika mendengar
suatu suara dengan
telinga;
Keseimbangan
Sotena saddaṃ sutvā muncul pada
Enam jenis uppajjati upekkhā bālassa seseorang biasa
keseimbangan mūḷhassa puthujjanassa dungu yang tergila-
yang berlandaskan anodhijinassa gila, tidak terpelajar,
57 pada kehidupan avipākajinassa belum menaklukkan
rumah tangga (Cha anādīnavadassāvino keterbatasannya,
gehasitā upekkhā) assutavato puthujjanassa. belum menaklukkan
Yā evarūpā upekkhā, akibat perbuatan,
rūpaṃ sā nātivattati. dan yang buta akan
bahaya.
Keseimbangan
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Ketika mencium
suatu bau dengan
hidung;
Ghānena gandhaṃ
Keseimbangan
ghāyitvā uppajjati upekkhā
muncul pada
bālassa mūḷhassa
seseorang biasa
puthujjanassa
dungu yang tergila-
anodhijinassa
58 gila, tidak terpelajar,
avipākajinassa
belum menaklukkan
anādīnavadassāvino
keterbatasannya,
assutavato puthujjanassa.
belum menaklukkan
Yā evarūpā upekkhā,
akibat perbuatan,
rūpaṃ sā nātivattati.
dan yang buta akan
bahaya.
Keseimbangan

19
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Ketika mengecap
suatu rasa dengan
lidah; Keseimbangan
muncul pada
Jivhāya rasaṃ sāyitvā
seseorang biasa
uppajjati upekkhā bālassa
dungu yang tergila-
mūḷhassa puthujjanassa
gila, tidak terpelajar,
anodhijinassa
belum menaklukkan
59 avipākajinassa
keterbatasannya,
anādīnavadassāvino
belum menaklukkan
assutavato puthujjanassa.
akibat perbuatan,
Yā evarūpā upekkhā,
dan yang buta akan
rūpaṃ sā nātivattati.
bahaya.
Keseimbangan
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Ketika menyentuh
suatu objek
sentuhan dengan
badan;
Kāyena phoṭṭhabbaṃ Keseimbangan
phusitvā uppajjati upekkhā muncul pada
bālassa mūḷhassa seseorang biasa
puthujjanassa dungu yang tergila-
anodhijinassa gila, tidak terpelajar,
60
avipākajinassa belum menaklukkan
anādīnavadassāvino keterbatasannya,
assutavato puthujjanassa. belum menaklukkan
Yā evarūpā upekkhā, akibat perbuatan,
rūpaṃ sā nātivattati. dan yang buta akan
bahaya.
Keseimbangan
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Ketika mengenali
suatu objek pikiran
Manasā dhammaṃ viññāya
dengan pikiran;
uppajjati upekkhā bālassa
Keseimbangan
mūḷhassa puthujjanassa
muncul pada
anodhijinassa
seseorang biasa
61 avipākajinassa
dungu yang tergila-
anādīnavadassāvino
gila, tidak terpelajar,
assutavato puthujjanassa.
belum menaklukkan
Yā evarūpā upekkhā,
keterbatasannya,
rūpaṃ sā nātivattati.
belum menaklukkan
akibat perbuatan,

20
dan yang buta akan
bahaya.
Keseimbangan
seperti ini tidak
melampaui bentuk.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya bentuk-
bentuk, seseorang
Rūpānaṃ tveva aniccataṃ
melihat
viditvā vipariṇāma-
sebagaimana adanya
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe
dengan
ceva rūpā etarahi ca sabbe
kebijaksanaan benar
62 te rūpā aniccā dukkhā
bahwa bentuk-
vipariṇāma­dhammā’ti
bentuk baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ
sebelumnya maupun
sammappaññāya passato
yang sekarang
uppajjati somanassaṃ.
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
Enam jenis kegembiraan
kegembiraan yang muncul.
berlandaskan pada Dengan mengetahui
pelepasan ketidak-kekalan,
keduniawian (Cha perubahan,
nekkhammasitāni peluruhan, dan
somanassāni) lenyapnya suara-
suara, seseorang
Saddānaṃ tveva aniccataṃ
melihat
viditvā vipariṇāma-
sebagaimana adanya
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe
dengan
ceva rūpā etarahi ca sabbe
kebijaksanaan benar
63 te rūpā aniccā dukkhā
bahwa suara-suara
vipariṇāma­dhammā’ti
baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ
sebelumnya maupun
sammappaññāya passato
yang sekarang
uppajjati somanassaṃ.
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
kegembiraan
muncul.
Gandhānaṃ tveva Dengan mengetahui
64 aniccataṃ viditvā ketidak-kekalan,
vipariṇāma- perubahan,

21
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe peluruhan, dan
ceva rūpā etarahi ca sabbe lenyapnya bau-
te rūpā aniccā dukkhā bauan, seseorang
vipariṇāma­dhammā’ti melihat
evametaṃ yathābhūtaṃ sebagaimana adanya
sammappaññāya passato dengan
uppajjati somanassaṃ. kebijaksanaan benar
bahwa bau-bauan
baik yang
sebelumnya maupun
yang sekarang
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
kegembiraan
muncul.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya rasa
kecapan, seseorang
Rasānaṃ tveva aniccataṃ
melihat
viditvā vipariṇāma-
sebagaimana adanya
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe
dengan
ceva rūpā etarahi ca sabbe
kebijaksanaan benar
65 te rūpā aniccā dukkhā
bahwa rasa kecapan
vipariṇāma­dhammā’ti
baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ
sebelumnya maupun
sammappaññāya passato
yang sekarang
uppajjati somanassaṃ.
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
kegembiraan
muncul.
Dengan mengetahui
Phoṭṭhabbānaṃ tveva
ketidak-kekalan,
aniccataṃ viditvā
perubahan,
vipariṇāma-
peluruhan, dan
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe
lenyapnya objek-
ceva rūpā etarahi ca sabbe
66 objek sentuhan,
te rūpā aniccā dukkhā
seseorang melihat
vipariṇāma­dhammā’ti
sebagaimana adanya
evametaṃ yathābhūtaṃ
dengan
sammappaññāya passato
kebijaksanaan benar
uppajjati somanassaṃ.
bahwa objek-objek

22
sentuhan baik yang
sebelumnya maupun
yang sekarang
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
kegembiraan
muncul.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya objek-
Dhammānaṃ tveva objek pikiran,
aniccataṃ viditvā seseorang melihat
vipariṇāma- sebagaimana adanya
virāga­nirodhaṃ, ‘pubbe dengan
ceva rūpā etarahi ca sabbe kebijaksanaan benar
67
te rūpā aniccā dukkhā bahwa objek-objek
vipariṇāma­dhammā’ti pikiran baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ sebelumnya maupun
sammappaññāya passato yang sekarang
uppajjati somanassaṃ. adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan, maka
kegembiraan
muncul.
Dengan mengetahui
Rūpānaṃ tveva aniccataṃ
ketidak-kekalan,
viditvā
perubahan,
vipariṇāma­virāga­nirodha
peluruhan, dan
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi
lenyapnya bentuk-
ca sabbe te rūpā aniccā
bentuk, seseorang
dukkhā
Enam jenis ketidak melihat
vipariṇāmadhammā’ti
senangan yang sebagaimana adanya
evametaṃ yathābhūtaṃ
berlandaskan pada dengan
sammappaññāya disvā
68 pelepasan kebijaksanaan benar
anuttaresu vimokkhesu
keduniawian (Cha bahwa bentuk-
pihaṃ upaṭṭhāpeti:
nekkhammasitāni bentuk baik yang
‘kudāssu nāmāhaṃ
domanassāni) sebelumnya maupun
tadāyatanaṃ upasampajja
yang sekarang
viharissāmi yadariyā
adalah tidak kekal,
etarahi āyatanaṃ
penderitaan, dan
upasampajja viharantī’ti iti
tunduk pada
anuttaresu vimokkhesu
perubahan; Ia
pihaṃ upaṭṭhāpayato
memunculkan

23
uppajjati pihapaccayā kerinduan akan
domanassaṃ. kebebasan tertinggi
sebagai berikut:
‘Kapankah aku dapat
masuk dan berdiam
dalam landasan
yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya suara-
suara, seseorang
Saddānaṃ tveva aniccataṃ melihat
viditvā sebagaimana adanya
vipariṇāma­virāga­nirodha dengan
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi kebijaksanaan benar
ca sabbe te rūpā aniccā bahwa suara-suara
dukkhā baik yang
vipariṇāmadhammā’ti sebelumnya maupun
evametaṃ yathābhūtaṃ yang sekarang
sammappaññāya disvā adalah tidak kekal,
anuttaresu vimokkhesu penderitaan, dan
69
pihaṃ upaṭṭhāpeti: tunduk pada
‘kudāssu nāmāhaṃ perubahan; Ia
tadāyatanaṃ upasampajja memunculkan
viharissāmi yadariyā kerinduan akan
etarahi āyatanaṃ kebebasan tertinggi
upasampajja viharantī’ti iti sebagai berikut:
anuttaresu vimokkhesu ‘Kapankah aku dapat
pihaṃ upaṭṭhāpayato masuk dan berdiam
uppajjati pihapaccayā dalam landasan
domanassaṃ. yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Gandhānaṃ tveva Dengan mengetahui
70 aniccataṃ viditvā ketidak-kekalan,
vipariṇāma­virāga­nirodha perubahan,

24
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi peluruhan, dan
ca sabbe te rūpā aniccā lenyapnya bau-
dukkhā bauan, seseorang
vipariṇāmadhammā’ti melihat
evametaṃ yathābhūtaṃ sebagaimana adanya
sammappaññāya disvā dengan
anuttaresu vimokkhesu kebijaksanaan benar
pihaṃ upaṭṭhāpeti: bahwa bau-bauan
‘kudāssu nāmāhaṃ baik yang
tadāyatanaṃ upasampajja sebelumnya maupun
viharissāmi yadariyā yang sekarang
etarahi āyatanaṃ adalah tidak kekal,
upasampajja viharantī’ti iti penderitaan, dan
anuttaresu vimokkhesu tunduk pada
pihaṃ upaṭṭhāpayato perubahan; Ia
uppajjati pihapaccayā memunculkan
domanassaṃ. kerinduan akan
kebebasan tertinggi
sebagai berikut:
‘Kapankah aku dapat
masuk dan berdiam
dalam landasan
yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Dengan mengetahui
Rasānaṃ tveva aniccataṃ
ketidak-kekalan,
viditvā
perubahan,
vipariṇāma­virāga­nirodha
peluruhan, dan
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi
lenyapnya rasa
ca sabbe te rūpā aniccā
kecapan, seseorang
dukkhā
melihat
vipariṇāmadhammā’ti
sebagaimana adanya
evametaṃ yathābhūtaṃ
dengan
sammappaññāya disvā
71 kebijaksanaan benar
anuttaresu vimokkhesu
bahwa rasa kecapan
pihaṃ upaṭṭhāpeti:
baik yang
‘kudāssu nāmāhaṃ
sebelumnya maupun
tadāyatanaṃ upasampajja
yang sekarang
viharissāmi yadariyā
adalah tidak kekal,
etarahi āyatanaṃ
penderitaan, dan
upasampajja viharantī’ti iti
tunduk pada
anuttaresu vimokkhesu
perubahan; Ia
pihaṃ upaṭṭhāpayato
memunculkan

25
uppajjati pihapaccayā kerinduan akan
domanassaṃ. kebebasan tertinggi
sebagai berikut:
‘Kapankah aku dapat
masuk dan berdiam
dalam landasan
yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya objek-
objek sentuhan,
Phoṭṭhabbānaṃ tveva seseorang melihat
aniccataṃ viditvā sebagaimana adanya
vipariṇāma­virāga­nirodha dengan
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi kebijaksanaan benar
ca sabbe te rūpā aniccā bahwa objek-objek
dukkhā sentuhan baik yang
vipariṇāmadhammā’ti sebelumnya maupun
evametaṃ yathābhūtaṃ yang sekarang
sammappaññāya disvā adalah tidak kekal,
anuttaresu vimokkhesu penderitaan, dan
72
pihaṃ upaṭṭhāpeti: tunduk pada
‘kudāssu nāmāhaṃ perubahan; Ia
tadāyatanaṃ upasampajja memunculkan
viharissāmi yadariyā kerinduan akan
etarahi āyatanaṃ kebebasan tertinggi
upasampajja viharantī’ti iti sebagai berikut:
anuttaresu vimokkhesu ‘Kapankah aku dapat
pihaṃ upaṭṭhāpayato masuk dan berdiam
uppajjati pihapaccayā dalam landasan
domanassaṃ. yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Dhammānaṃ tveva Dengan mengetahui
73 aniccataṃ viditvā ketidak-kekalan,
vipariṇāma­virāga­nirodha perubahan,

26
ṃ,‘pubbe ceva rūpā etarahi peluruhan, dan
ca sabbe te rūpā aniccā lenyapnya objek-
dukkhā objek pikiran,
vipariṇāmadhammā’ti seseorang melihat
evametaṃ yathābhūtaṃ sebagaimana adanya
sammappaññāya disvā dengan
anuttaresu vimokkhesu kebijaksanaan benar
pihaṃ upaṭṭhāpeti: bahwa objek-objek
‘kudāssu nāmāhaṃ pikiran baik yang
tadāyatanaṃ upasampajja sebelumnya maupun
viharissāmi yadariyā yang sekarang
etarahi āyatanaṃ adalah tidak kekal,
upasampajja viharantī’ti iti penderitaan, dan
anuttaresu vimokkhesu tunduk pada
pihaṃ upaṭṭhāpayato perubahan; Ia
uppajjati pihapaccayā memunculkan
domanassaṃ. kerinduan akan
kebebasan tertinggi
sebagai berikut:
‘Kapankah aku dapat
masuk dan berdiam
dalam landasan
yang saat ini telah
dimasuki dan
didiami oleh para
mulia?’ ; Kemudian
muncul kesedihan
dengan kerinduan
itu sebagai kondisi.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
Rūpānaṃ tveva aniccataṃ
lenyapnya bentuk-
viditvā
bentuk, seseorang
vipariṇāma­virāga­nirodha
Enam jenis melihat
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā
keseimbangan sebagaimana adanya
etarahi ca sabbe te rūpā
yang berlandaskan dengan
aniccā dukkhā
74 pada pelepasan kebijaksanaan benar
vipariṇāma­dhammā’ti
keduniawian (Cha bahwa bentuk-
evametaṃ yathābhūtaṃ
nekkhammasitā bentuk baik yang
sammappaññāya passato
upekkhā) sebelumnya maupun
uppajjati upekkhā. Yā
yang sekarang
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā
adalah tidak kekal,
ativattati.
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan

27
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya suara-
Saddānaṃ tveva aniccataṃ suara, seseorang
viditvā melihat
vipariṇāma­virāga­nirodha sebagaimana adanya
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā dengan
etarahi ca sabbe te rūpā kebijaksanaan benar
aniccā dukkhā bahwa suara-suara
75
vipariṇāma­dhammā’ti baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ sebelumnya maupun
sammappaññāya passato yang sekarang
uppajjati upekkhā. Yā adalah tidak kekal,
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā penderitaan, dan
ativattati. tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya bau-
Gandhānaṃ tveva bauan, seseorang
aniccataṃ viditvā melihat
vipariṇāma­virāga­nirodha sebagaimana adanya
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā dengan
etarahi ca sabbe te rūpā kebijaksanaan benar
aniccā dukkhā bahwa bau-bauan
76
vipariṇāma­dhammā’ti baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ sebelumnya maupun
sammappaññāya passato yang sekarang
uppajjati upekkhā. Yā adalah tidak kekal,
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā penderitaan, dan
ativattati. tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.

28
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya rasa
Rasānaṃ tveva aniccataṃ kecapan, seseorang
viditvā melihat
vipariṇāma­virāga­nirodha sebagaimana adanya
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā dengan
etarahi ca sabbe te rūpā kebijaksanaan benar
aniccā dukkhā bahwa rasa kecapan
77
vipariṇāma­dhammā’ti baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ sebelumnya maupun
sammappaññāya passato yang sekarang
uppajjati upekkhā. Yā adalah tidak kekal,
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā penderitaan, dan
ativattati. tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.
Dengan mengetahui
ketidak-kekalan,
perubahan,
peluruhan, dan
lenyapnya objek-
Phoṭṭhabbānaṃ tveva objek sentuhan,
aniccataṃ viditvā seseorang melihat
vipariṇāma­virāga­nirodha sebagaimana adanya
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā dengan
etarahi ca sabbe te rūpā kebijaksanaan benar
aniccā dukkhā bahwa objek-objek
78
vipariṇāma­dhammā’ti sentuhan baik yang
evametaṃ yathābhūtaṃ sebelumnya maupun
sammappaññāya passato yang sekarang
uppajjati upekkhā. Yā adalah tidak kekal,
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā penderitaan, dan
ativattati. tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.
Dhammānaṃ tveva Dengan mengetahui
aniccataṃ viditvā ketidak-kekalan,
79
vipariṇāma­virāga­nirodha perubahan,
ṃ, ‘pubbe ceva rūpā peluruhan, dan

29
etarahi ca sabbe te rūpā lenyapnya objek-
aniccā dukkhā objek pikiran,
vipariṇāma­dhammā’ti seseorang melihat
evametaṃ yathābhūtaṃ sebagaimana adanya
sammappaññāya passato dengan
uppajjati upekkhā. Yā kebijaksanaan benar
evarūpā upekkhā, rūpaṃ sā bahwa objek-objek
ativattati. pikiran baik yang
sebelumnya maupun
yang sekarang
adalah tidak kekal,
penderitaan, dan
tunduk pada
perubahan;
Keseimbangan
muncul –
Keseimbangan ini
melampaui bentuk.
Kelompok tiga puluh
80 Atītā chattiṃsa vedanā. enam perasaan [di
atas] di masa lalu.
Kelompok tiga puluh
81 Seratus delapan jenis perasaan Anāgatā chattiṃsa vedanā. enam perasaan [di
SN36.22
(Aṭṭhasataṃ vedanā) atas] di masa depan
Kelompok tiga puluh
Paccuppannā chattiṃsa enam perasaan [di
82
vedanā. atas] di masa
sekarang.
Total: 187 Ragam Jenis Perasaan
Sumber tabel: Pengolahan sendiri.

30
BAB 3, MENYIKAPI DAN MENGHADAPI PERASAAN.

A. Memandang Perasaan jasmani yang Menyakitkan Sebagai “Jurang Tanpa Dasar”


Dalam SN36.4. Pātāla Sutta, Sang Buddha menggambarkan bahwa Perasaan Jasmani yang
menyakitkan (Dukkhā vedanā) sebagai “Jurang Tanpa Dasar”, mengapa demikian? Karena
ketika perasaan jasmani yang menyakitkan melandanya, ia mampu membuat seseorang yang
tidak cukup berlatih dalam Dhamma dan melihat perasaan sebagaimana adanya, ia menjadi
bersedih, berduka, dan meratap sehingga ia tidak mampu bangkit bahkan tidak mendapatkan
pijakan kaki untuk tegar berdiri. Namun juga sebaliknya, bagi mereka yang telah melihat
sebagaimana adanya perasaan dan berlatih sesuai Dhamma, maka ketika perasaan jasmani
yang menyakitkan menyentuhnya, ia tidak akan meratap dan bersedih, juga mampu
mendapatkan pijakan kaki untuk tegar berdiri.

B. Melihat Perasaan Yang Bagaimanapun Sebagai Bukan Diri.


Sang Buddha menyatakan dalam SN22.59 Anattalakkhaṇa Sutta, kalau perasaan adalah Bukan
Diri (Anattā), mengapa dikatakan bukan diri? Karena hakikatnya apapun yang bukan diri
menyebabkan penderitaan, bagaimana bisa dikatakan menyebabkan penderitaan? Itu karena
apapun yang bukan diri tidak bisa diatur secara mutlak. Orang tidak bisa mengatur “Perasaan
saya harus begini, perasaan saya tidak harus seperti ini”, orang tidak bisa mengatur
perasaannya agar senang setiap saat atau bahkan netral setiap saat, perasaan mengalami
perubahan setiap saat.
Dalam sutta yang sama, terjadi percakapan antara Sang Buddha dengan para Bhikkhu
Pañcavaggiya yang berbunyi seperti ini:
Sang Buddha: “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah perasaan (Vedanā) adalah
kekal (Nicca) atau tidak kekal (Anicca)?”
Bhikkhu Pañcavaggiya: “Tidak kekal, Yang Mulia.”
Sang Buddha: “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan (Dukkha) atau kebahagiaan
(Sukha)?”
Bhikkhu Pañcavaggiya: “Penderitaan, Yang Mulia.”
Sang Buddha: “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak
dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”
Bhikkhu Pañcavaggiya: “Tidak, Yang Mulia.”

31
Kemudian Sang Buddha menasihati para Bhikkhu Pañcavaggiya bahwa perasaan apa pun juga,
apakah di masa lalu (atīta), di masa depan (ānāgata), atau di masa sekarang (Paccuppanna),
baik perasaan itu internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat,
segala perasaan itu harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini
bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Lebih lanjut karena melihat perasaan sebagai bukan aku, bukan milikku, bukan diriku, seorang
siswa mulia mengalami keengganan/kejijikan (nibbinda) terhadap perasaan, karena ia
mengalami kejijikan terhadap perasaan, ia menjadi bosan dari nafsu (virāgā), dan melalui
kebosanan dari nafsu, maka batinnya terbebaskan.

C. Sebagai Penderitaan.
Dalam SN36.5. Daṭṭhabba Sutta, Sang Buddha menjelaskan bahwa:

 Perasaan menyenangkan (Sukhā vedanā) harus dilihat sebagai menyakitkan (Dukkha);


 Perasaan menyakitkan (Dukkha vedanā) harus dilihat sebagai anak-panah;
 Perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan (Adukkhamasukhā) harus
dilihat sebagai tidak kekal (Anicca).
Lebih lanjut dalam SN36.11. Rahogata Sutta, Sang Buddha mengajarkan kalau “Apa pun yang
dirasakan termasuk dalam penderitaan.” Hal Ini dinyatakan dengan merujuk pada ketidak-
kekalan (Anicca) bentukan-bentukan (Saṅkhārā), bentukan-bentukan yang tunduk pada
kehancuran (khaya), bentukan-bentukan yang tunduk pada kelenyapan (vaya), bentukan-
bentukan yang tunduk pada peluruhan (virāga), bentukan-bentukan yang tunduk pada
penghentian (nirodha), bentukan-bentukan yang tunduk pada perubahan (vipariṇāma).

D. Sebagai Pembunuh.
Melihat perasaan sebagai pembunuh? Bagaimana bisa perasaan dikatakan sebagai pembunuh?
Dalam SN22.85. Yamaka Sutta, Bhikkhu Sāriputta memberikan nasihat kepada Bhikkhu Yamaka
mengenai Lima Utas Kenikmatan Indera (yang salah satunya adalah perasaan – disini akan
khusus dibahas yang perasaan saja) dalam bentuk perumpamaan.
Yang mulia Sāriputta menggambarkan perumpamaan ketika ada seorang perumah tangga atau
putra perumah tangga, dengan harta kekayaan berlimpah, dijaga oleh seorang pengawal.
Kemudian seseorang ingin menghancurkan, membahayakan, membunuhnya. Orang itu akan
berpikir: ‘Perumah tangga atau putra perumah tangga ini adalah seorang kaya, dengan harta
kekayaan berlimpah, dijaga oleh seorang pengawal. Tidaklah mudah untuk membunuhnya.
Biarlah aku mendekatinya dan kemudian membunuhnya.’

32
Kemudian ia akan mendatangi perumah tangga atau putra perumah tangga itu dan berkata
kepadanya: ‘Aku akan bekerja untukmu, tuan.’ Lalu perumah tangga atau putra perumah
tangga itu mengangkatnya menjadi pelayannya dan orang itu akan melayaninya, bangun tidur
sebelum orang itu, pergi tidur setelah orang itu, melakukan apa pun yang ia inginkan,
perbuatannya menyenangkan, kata-katanya menyenangkan. Perumah tangga atau putra
perumah tangga itu menganggapnya sebagai seorang teman, teman akrab, dan ia
mempercayainya. Tetapi ketika orang itu menyadari bahwa perumah tangga atau putra
perumah tangga itu telah mempercayainya, kemudian, ketika ia sendirian, ia membunuhnya
dengan pisau tajam.
Orang itu tetaplah seorang Pembunuh, meskipun tidak ada yang mengenalinya sebagai
pembunuh. Sekalipun orang itu melakukan apa pun yang diinginkan, perbuatannya
menyenangkan, kata-katanya menyenangkan, bahkan ketika orang itu mendatanginya ketika ia
sedang sendirian dan membunuhnya dengan pisau tajam; Ia adalah seorang pembunuh,
walaupun yang lain tidak mengenalinya sebagai pembunuh.
Demikian juga dengan kaum duniawi yang tidak terpelajar yang tidak terampil dan disiplin
dalam Dhamma, yang menganggap perasaan sebagai diri (Atta), atau diri sebagai memiliki
perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia tidak
memahami sebagaimana adanya perasaan yang tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukkha), dan
tanpa diri (Anatta) sebagai ‘perasaan yang tidak kekal, penderitaan, dan tanpa diri’.
Dia juga tidak memahami sebagaimana adanya perasaan yang terkondisi, dan bersifat
membunuh, sebagai ‘perasaan yang terkondisi dan bersifat membunuh.’ Karenanya ia menjadi
terlibat dengan perasaan, melekat padanya, dan menganggapnya sebagai ‘diriku/milikku’. Hal
ini membawanya menuju bahaya dan penderitaan dalam waktu yang lama.
Sebaliknya dengan siswa mulia yang terpelajar yang terampil dan disiplin dalam Dhamma, yang
tidak menganggap perasaan sebagai diri (Atta), atau diri sebagai memiliki perasaan, atau
perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia memahami sebagaimana
adanya perasaan yang tidak kekal (Anicca), penderitaan (Dukkha), dan tanpa diri (Anatta)
sebagai ‘perasaan yang tidak kekal, penderitaan, dan tanpa diri’.
Dia juga memahami sebagaimana adanya perasaan yang terkondisi, dan bersifat membunuh,
sebagai ‘perasaan yang terkondisi dan bersifat membunuh.’ Karenanya ia tidak menjadi terlibat
dengan perasaan, tidak melekat padanya, dan tidak menganggapnya sebagai ‘diriku/milikku’.
Hal ini membawanya menuju kesejahteraan dan kebahagiaan dalam waktu yang lama.

E. Melatih Perenungan terhadap Perasaan


Dalam DN22. Mahāsatipaṭṭhana Sutta, dibahas mengenai Perenungan Perasaan (Vedanā-
nupassanā), yang bertujuan untuk mengamati perasaan sebagaimana adanya. Dalam sutta itu
dijelaskan bahwa:

33
(1) Seorang bhikkhu yang sedang merasakan perasaan menyenangkan (sukha vedana)
mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan menyenangkan (sukhaṃ vedanaṃ
vedayāmī’ti pajānāti);
(2) Merasakan perasaan menyakitkan (dukkha vedana), ia mengetahui bahwa ia sedang
merasakan perasaan menyakitkan (dukkhaṃ vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(3) Merasakan perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan menyakitkan
(adukkhamasukha vedana) ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan yang
bukan menyenangkan juga bukan menyakitkan (adukkhama sukhaṃ vedanaṃ
vedayāmī’ti pajānāti);
(4) Merasakan perasaan indria yang menyenangkan (sāmisa sukha vedana) ia mengetahui
bahwa ia sedang merasakan perasaan indria yang menyenangkan (sāmisaṃ sukhaṃ
vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(5) Merasakan perasaan non-indria yang menyenangkan (nirāmisa sukha vedana) ia
mengetahui bahwa ia merasakan perasaan non-indria yang menyenangkan (nirāmisaṃ
sukhaṃ vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(6) Merasakan perasaan indria yang menyakitkan (sāmisa dukkha vedana) ia mengetahui
bahwa ia sedang merasakan perasaan indria yang menyakitkan (sāmisaṃ dukkhaṃ
vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(7) Merasakan perasaan non-indria yang menyakitkan (nirāmisa dukkha vedana) ia
mengetahui bahwa ia merasakan perasaan non-indria yang menyakitkan (nirāmisaṃ
dukkhaṃ vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(8) Merasakan perasaan indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan (sāmisa
adukkhamasukha vedana) ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan indria
yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan (sāmisaṃ adukkhama sukhaṃ
vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti);
(9) Merasakan perasaan non-indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan
(nirāmisa adukkhamasukha vedana) ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan
perasaan non-indria yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan.’ (nirāmisaṃ
adukkhamasukhaṃ vedanaṃ vedayāmī’ti pajānāti)
Demikianlah ia
(1) Berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan secara internal (ajjhattaṃ vā
vedanāsu vedanānupassī viharati),
(2) Merenungkan perasaan sebagai perasaan secara eksternal (bahiddhā vā vedanāsu
vedanānupassī viharati),
(3) Merenungkan perasaan sebagai perasaan secara internal dan eksternal
(ajjhatta¬bahiddhā vā vedanāsu vedanānupassī viharati).
(4) Ia berdiam merenungkan munculnya fenomena di dalam perasaan
(Samudaya¬dhammānupassī vā vedanāsu viharati).
(5) Ia berdiam merenungkan lenyapnya fenomena di dalam perasaan (vaya-
dhammānupassī vā vedanāsu viharati).

34
(6) Ia berdiam merenungkan muncul dan lenyapnya fenomena di dalam perasaan
(samudaya¬vayadhammā¬nupassī vā vedanāsu viharati).
(7) Atau, penuh perhatian bahwa “ada perasaan” (‘Atthi vedanā’) muncul dalam dirinya
hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan kesadaran (yāvadeva ñāṇamattāya
paṭissatimattāya anissito ca viharati). Dan
(8) ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apapun di dunia ini (na ca kiñci loke
upādiyati).
Dengan demikian ia mengetahui sebagaimana adanya mengenai perasaan. Ketika kita terbiasa
melatih agar perasaan diketahui sebagaimana adanya maka ia tidak akan tertembak anak
panah kedua.

F. Penjelasan Mengenai Anak Panah Kedua (Manfaat Mengetahui Perasaan Sebagaimana


Adanya)
Dalam SN36.6. Salla Sutta dijelaskan ketika kaum duniawi yang tidak terpelajar tersentuh oleh
perasaan jasmani yang menyakitkan (Dukkha vedanā), ia berdukacita, bersedih, dan meratap; ia
menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Saat itu ia merasakan dua
perasaan yaitu perasaan jasmani (Kayika) dan perasaan batin (Cetasika). Sang Buddha
memberikan perumpamaan dua anak panah. Berikut kutipan lengkap perumpamaannya dalam
Sutta, sengaja dikutip agak lengkap agar tidak menjadi bias makna.
“Misalkan mereka menembak seseorang dengan sebatang anak panah, dan kemudian
mereka menembaknya lagi dengan anak panah ke dua, sehingga orang itu akan merasakan
perasaan yang ditimbulkan oleh dua anak panah itu. Demikian pula, ketika kaum duniawi
yang tidak terpelajar tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan. Ia berdukacita,
bersedih, dan meratap; ia menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Saat
itu ia merasakan dua perasaan yaitu perasaan jasmani (Kayika) dan perasaan batin
(Cetasika).”
(1) “Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan (Dukkha Vedanā) yang sama itu, ia
memendam ketidak-senangan (Paṭigha) terhadapnya. Ketika ia memendam ketidak-
senangan terhadap perasaan menyakitkan, maka kecenderungan tersembunyi pada
ketidak-senangan Ppaṭighānusayo) bersembunyi di balik ini. Kemudian Karena tersentuh
oleh perasaan menyakitkan, ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena
alasan apakah? Karena kaum duniawi yang tidak terpelajar tidak mengetahui jalan
membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria.
(2) Ketika ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, maka kecenderungan
tersembunyi pada nafsu (Rāgānusayo) terhadap perasaan menyenangkan (Sukha
Vedanā) bersembunyi di balik ini. Ia tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula
dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan
perasaan-perasaan ini.

35
(3) Ketika ia tidak memahami hal-hal ini, maka kecenderungan tersembunyi pada
ketidaktahuan (Avijjānusayo) sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga
bukan-menyenangkan (Adukkhamasukhā vedanā) bersembunyi di balik ini.
(4) Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat.
Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika
ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia
merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut kaum duniawi yang tidak
terpelajar yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang melekat pada
dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan; yang melekat pada
penderitaan, Aku katakan.
“Para bhikkhu, ketika siswa mulia yang terpelajar tersentuh oleh perasaan yang
menyakitkan, ia tidak berdukacita, tidak bersedih, dan tidak meratap; ia tidak menangis dan
tidak memukul dadanya dan tidak menjadi kebingungan. Ia merasakan satu perasaan—
perasaan jasmani, bukan perasaan batin. Misalkan mereka menembak seseorang dengan
sebatang anak panah, tetapi mereka tidak menembaknya lagi dengan anak panah ke dua,
sehingga orang itu akan merasakan perasaan yang ditimbulkan oleh hanya satu anak
panah. Demikian pula, ketika siswa mulia yang terpelajar tersentuh oleh perasaan jasmani
yang menyakitkan … ia hanya merasakan satu perasaan—perasaan jasmani (Kayika), bukan
perasaan batin (Cetasika).
(1) “Karena tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia tidak memendam
ketidak-senangan terhadapnya. Karena ia tidak memendam ketidak-senangan
terhadap perasaan menyakitkan, maka kecenderungan tersembunyi pada ketidak-
senangan tidak bersembunyi di balik ini. Karena tersentuh oleh perasaan
menyakitkan, ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena
alasan apakah? Karena siswa mulia yang terpelajar mengetahui jalan
membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria.
(2) Karena ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, maka
kecenderungan tersembunyi pada nafsu terhadap perasaan menyenangkan tidak
bersembunyi di balik ini. Ia memahami sebagaimana adanya asal-mula dan
lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga
perasaan ini. Karena ia memahami hal-hal ini, maka kecenderungan tersembunyi
pada ketidaktahuan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-
menyenangkan tidak bersembunyi di balik ini.
(3) Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak
melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan
tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-
menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Ini, para bhikkhu, disebut
siswa mulia yang terpelajar yang tidak melekat pada kelahiran, penuaan, dan
kematian; yang tidak melekat pada dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan,
dan keputus-asaan; yang tidak melekat pada penderitaan, Aku katakan.

36
“Ini, para bhikkhu, adalah pertentangan, kesenjangan, perbedaan, antara kaum duniawi
yang tidak terpelajar dengan siswa mulia yang terpelajar.”
(SN36.6. Salla Sutta)

G. Perumpamaan Kayu – Api.


“Para bhikkhu, seperti halnya panas terbentuk dan api dihasilkan dari gabungan dan gesekan
dua kayu-api, tetapi ketika kayu itu dipisahkan dan disingkirkan maka panas yang dihasilkan
lenyap dan mereda; Demikian pula, dengan bergantung pada [1] Kontak yang dialami sebagai
menyenangkan (Sukha) … [2] Kontak yang dialami sebagai menyakitkan (Dukkha) … [3] Kontak
yang dialami sebagai menggembirakan (Somanassa)… [4] Kontak yang dialami sebagai tidak-
menyenangkan (Domanassa)… [5] Kontak yang dialami sebagai seimbang (Upekkha), maka
indria keseimbangan muncul. Dengan berada dalam kondisi seimbang, seseorang memahami:
‘aku sedang berada dalam kondisi seimbang’. Ia memahami: ‘Dengan lenyapnya kontak
tersebut yang dialami sebagai seimbang, maka perasaan yang bersesuaian —indria
keseimbangan yang muncul dengan bergantung pada kontak tersebut yang dialami sebagai
seimbang— berhenti dan mereda.”
(SN48.39. Kaṭṭhopama Sutta)

37
38
DAFTAR REFRENSI

SuttaCentral (Offline Legacy Version), 2005. Dīgha Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018 pukul
11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30.

SuttaCentral (Online Legacy Version), 2005. Dīgha Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018 pukul
11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30, https://legacy.suttacentral.net/dn

SuttaCentral (Offline Legacy Version), 2005. Majjhima Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018
pukul 11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30.

SuttaCentral (Online Legacy Version), 2005. Majjhima Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018
pukul 11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30, https://legacy.suttacentral.net/mn

SuttaCentral (Offline Legacy Version), 2005. Saṃyutta Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018
pukul 11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30.

SuttaCentral (Online Legacy Version), 2005. Saṃyutta Nikāya, Diakses mulai dari 14 Mei 2018
pukul 11:00 Hingga 17 Mei 2018 pukul 00:30, https://legacy.suttacentral.net/sn

SuttaCentral (Offline Legacy Version), 2005. Udāna, Diakses 17 Mei 2018 pukul
09:40.
SuttaCentral (Online Legacy Version), 2005. Udāna, Diakses 17 Mei 2018 pukul
09:40, https://legacy.suttacentral.net/ud

39
Terima Kasih Sudah Belajar Dhamma Bersama

“Sahabat Sāriputta, siapakah penyokong Dhamma di dunia ini? Siapakah yang mempraktikkan dengan
benar di dunia ini? Siapakah Para Sempurna di dunia ini?”

“Mereka, sahabat, yang mengajarkan Dhamma untuk melepaskan nafsu (ragappahānā), untuk
melepaskan kebencian (dosappahānāya), untuk melepaskan delusi (mohappahānāya): mereka adalah
penyokong Dhamma di dunia ini. Mereka yang berlatih untuk melepaskan nafsu, untuk melepaskan
kebencian, untuk melepaskan delusi: mereka adalah yang mempraktikkan dengan benar di dunia ini.
Mereka yang nafsu, kebencian, dan delusinya telah dilepaskan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti
tunggul pohon palem, dilenyapkan sehingga tidak akan muncul kembali di masa depan: mereka adalah
Para Sempurna di dunia ini.”

(Saṃyutta Nikāya 38.3. Dhammavādīpañhā­sutta)

Diberikan sebagai Dhamma Dana, tidak untuk diPerjual-Belikan!

“Dhammena na vaṇiṃ care - seseorang seharusnya tidak berdagang Dhamma”


(Udāna 6.2. Sattajaṭila sutta)

40

Anda mungkin juga menyukai