Latar Belakang
1
Pembahasan
Aliran Sukhavati
Sekte Sukhavati, dikenal juga sebagai Jingtuzong adalah salah satu dari 13
sekte utama Agama Buddha di Tiongkok (dan juga Jepang). Merupakan sekte
aliran Mahayana yang didirikan dan berkembang di luar India setelah zaman
Siddharta Gautama. Tujuan akhir penganut sekte ini adalah dilahirkan kembali
kelak di surga Sukhavati.
2
3. Merupakan obat yang mujarab untuk berbagai penyakit pikiran, tidak seperti
metode lainnya.
Sedangkan di Tiongkok ajaran ini baru populer setelah pada tahun 508 di
zaman Dinasti Wei Utara atau Beiwei, Bodhiruci (biarawan dari India)
memperkenalkan naskah Amitayur Dhyana Sutra yang lebih lengkap dan
sistematis kepada masyarakat Buddhis Tiongkok di sana. Selain Tiga Naskah
3
Utama tersebut di atas, naskahnaskah ajaran Sukhavati yang berasal dari bahasa
Sanskerta lainnya adalah :
4
kembali Amitabha Sutra sebanyak lebih dari 100.000 gulungan dan menghasilkan
lebih dari 300 buah lukisan tentang Sukhavati. Karena sewaktu melafal nama
Buddha, dari mulut Master ShanDao keluar cahaya terang, maka itu beliau
disebut “Bhiksu Cahaya Terang”. Aliran Sukhavati Jepang menghormatinya
sebagai Sesepuh Terkemuka.
Patriarch ke 4 : FaZhao
Master FaZhao hidup pada masa Dinasti Tang pada abad ke 9. Beliau juga
bergelar “Master Lima Lantunan”. Menjadi bhiksu pada usia muda, mengkagumi
ajaran Master Hui Yuan dari Vihara Donglin, segenap hati melafal nama Buddha.
Dalam samadhinya, memperoleh bimbingan langsung dari Patriarch Kedua. Dia
tekun melatih diri di Vihara Yunfeng di Hunan. Suatu hari dia melihat di dalam
mangkok patranya ada pemandangan Gunung Wu Tai, lalu dia berkunjung ke
sana. Kemudian dia bertemu dengan Bodhisattva Manjusri, yang membabarkan
ajaran Sukhavati padanya.
Kaisar Tang Daizong jadi terkesan pada “Lima Lantunan Lafalan Nama
Buddha”, lalu mengundang Master FaZhao ke istana dan mengangkatnya menjadi
Guru Kerajaan untuk mengajari “Lima Lantunan Lafalan Nama Buddha”, karena
itu beliau juga digelar “Master Lima Lantunan”.
5
Master Shao Kang hidup pada abad ke 9 masa Dinasti Tang di Zhejiang,
China. Menjadi bhiksu pada usia muda, mempelajari sutra ajaran Sukhavati, dan
berkonsentrasi pada metode melafal nama Buddha. Pernah demi menyebarkan
ajaran, dia membagikan uang kepada anakanak agar mau melafal nama Buddha,
agar seluruh lapisan masyarakat mau melafal nama Buddha. Ketika Master Shao
Kang melafal nama Buddha, dari mulutnya terpancar cahaya dan dalam cahaya
terdapat rupang Buddha Amitabha. Akhirnya dia mendirikan vihara aliran
Sukhavati di Gunung Heilong di Luzhou. sebagai tempat umat berkumpul untuk
melafal nama Buddha dan menyebarkanluaskan ajaran Sukhavati.
Master Xing Chang hidup pada masa Dinasti Song pada abad ke 11,
merupakan penduduk provinsi Zhejiang, China. Semasa menjadi umat awam
namanya Zao Wei. Ketika usianya masih kecil, dia telah menjadi bhiksu, tekun
melatih diri, disiplin dalam menjalankan sila, menguasai Sraddhotpada Sastra,
juga melatih metode Samatha Vipasyana seperti yang diajarkan aliran Tian Tai.
Selama menetap di Vihara Zhāoqìng, Hangzhou, beliau mengukir rupang
Buddha, meneteskan darahnya sendiri untuk menyalin Avatasamka Sutra dan
sebagainya. Dia berhasil menciptakan suasana keagamaan di kalangan masyarakat,
setiap insan berminat melatih diri mencari pencerahan, mengadakan kebaktian
bersama, sehingga ajaran Sukhavati berkembang pesat pada masa itu.
Master Lian Chi hidup pada masa Dinasti Ming di abad ke 17 di Vihara
Yún qī di Hangzhou, China. Di usia 17 tahun dia telah mendapatkan gelar
sarjana, terkenal baik pendidikan maupun budi pekertinya. Setelah menjadi
bhiksu, beliau memusatkan diri dalam mempelajari ajaran Buddha. Untuk
6
memadukan ajaran Sukhavati dan ajaran Chan, beliau menulis buku penjelasan
tentang Sutra Amitabha dengan prinsip aliran Chan. Beliau juga menerapkan
upacara kebaktian untuk meringankan penderitaan para makhluk di alam samsara.
Master Lian Chi menempati urutan pertama dari 4 bhiksu agung pada masa
Dinasti Ming.
Master ZhiXu hidup pada masa Dinasti Qing pada abad ke 17 di provinsi
Jiangsu, China. Nama lainnya adalah Master OuYi. Pada usia belia, dia
merupakan penganut konfucius yang anti ajaran Buddha. Tetapi ketika menginjak
usia 17 tahun dia menjadi tercerahkan saat membaca karya tulis Master LianChi.
Dia bertekad memperbaiki sikapnya, menjadi bhiksu dan menyebarkan ajaran
Buddha, menyerukan perpaduan ajaran Konfucius, Buddha dan Taoisme. Beliau
juga menyatukan tiga sekte ke dalam aliran Sukhavati, di mana pada saat itu
perpaduan ini menimbulkan doktrin baru yang dinamakan doktrin Lingfeng.
Hasil karya tulis Master Ou Yi menjadi referensi penting dalam Aliran Sukhavati.
Master XingCe, nama lainnya adalah Jie Liu, hidup pada masa Dinasti
Qing pada abad ke 17 di provinsi Jiangsu, China. Pada usia 23 tahun menjadi
bhiksu, tekun melatih samadhi aliran Chan selama 5 tahun, sehingga menyadari
akan intisari dari semua Dharma. Kemudian dia menyebarkan ajaran Sukhavati di
provinsi Jiangsu dan Zhejiang, sehingga ajaran Sukhavati berkembang dengan
pesat. Membangun kembali asosiasi lotus, mengumpulkan umat untuk melafal
nama Buddha selama 7 hari, yang di kemudian hari menjadi tradisi yang populer
disebut “Fo Qi”. Master XingCe menghasilkan banyak karya tulis untuk aliran
Sukhavati.
Master Shi Xian, nama lainnya adalah Xing An, hidup pada masa Dinasti
Qing abad ke 17 di Hangzhou, China. Pada usia 15 tahun menjadi bhiksu, tekun
melatih diri, berpengetahuan luas, dia menguasai ajaran berbagai sekte misalnya
Chan, TianTai, Śūnyāta, Yogacara, dan sebagainya. Telah 5 kali dia menyalakan
api di jarinya sebagai persembahan kepada pagoda relik Buddha di Vihara Raja
Asoka dan mengikrarkan 48 tekad agung, sehingga relik tersebut memancarkan
cahaya. Di masa tuanya, beliau menetap di Vihara Fantian, mengumpulkan umat
untuk melafal nama Buddha, melatih diri dengan ajaran Sukhavati, salah satu
karya tulisnya yang populer adalah “kisah tentang insaninsan yang terlahir di
7
Alam Sukhavati”.
Master JiXing juga bernama Chèwù, hidup pada abad ke 18 pada masa
Dinasti Qing, pada masa berkuasanya Kaisar Qian Long. Master Chèwù
menguasai ajaran aliran Chan dan Tian Tai, namun akhirnya dia beralih
memusatkan perhatian pada ajaran Sukhavati. Membimbing umat untuk
mengadakan kebaktian melafal nama Buddha, menyebarkan ajaran Sukhavati
secara meluas. Di masa tua nya, beliau menetap di Gunung Hóng luó, umat silih
berganti datang berkunjung meminta bimbingannya, akhirnya dibangunlah Vihara
aliran Sukhavati.
Master Yin Guang hidup pada masa akhir Dinasti Qing abad ke 18 di
Suzhou, provinsi Jiangsu, China. Master Yin Guang juga mendapat sebutan
sebagai bhiksu yang selalu merasa malu pada diri sendiri. Ketika usianya masih
kecil Master Yin Guang belajar ajaran Konfucius bersama abangnya. Menjadi
bhiksu pada usia 21 tahun. Beliau mempelajari ajaran berbagai sekte namun
menitikberatkan pada ajaran Sukhavati. Beliau membangun kembali vihara Ling
yan shan di Jiangsu, mengajarkan umat tentang hukum karma, membangkitkan
tekad lahir ke Alam Sukhavati.
Di Jiangsu ini pula Master Yin Guang mendirikan Hong hua she, yakni
lembaga yang mencetak dan menyebarkan sutra secara gratis, menjalin jodoh baik
secara meluas. Ketika usianya telah lanjut, Master Yin Guang menetap di Vihara
Ling yan shan, mengubah vihara tersebut menjadi vihara yang hanya mempelajari
ajaran Sukhavati. Master Yin Guang menghasilkan banyak karya tulis.
Dari banyak sekte Buddhist suatu waktu yang populer di China, hanya
sekte Ch’an (Zen; Dhyana) dan ChinTu (Sukhavati) masih tumbuh berkembang
sampai dengan hari ini, dan survival mereka dapat dihubungkan dengan
kepraktisan dan kesucian dari pendekatan mereka terhadap sutranya.
Daftar Pustaka
8
Buddha Mahayana.
Eresen Erik. “Sekte Sukhavati Jingtuzong, Satu Dari Tiga Belas Aliran Buddha
Di Tiongkok Dan Jepan”.10 maret 2018.
http://web.budayationghoa.net/index.php/item/559sektesukhavatijingtuzong%
E5%87%80%E5%9C%9F%E5%AE%97satudaritigabelasaliranbuddhaditi
ongkokdanjepang.
Penutup
Kesimpulan
9
Dari banyak sekte Buddhist suatu waktu populer di China, hanya sekte
Ch’an (Zen; Dhyana) dan ChinTu (Sukhavati) masih tumbuh berkembang sampai
dengan hari ini, dan survival mereka dapat dihubungkan dengan kepraktisan dan
kesucian dari pendekatan mereka terhadap sutranya.
Saran
10