Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BUDI PEKERTI MADYA

Agama Budha

Disusun Oleh:

Lina Prihatin (35173033J)

Tunjiani (35173035J)

Monica Indah Anggraini (35173044J)

Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Setia Budi Surakarta
2017
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha, Agama Buddha pertama kali masuk ke
Nusantara(sekarang Indonesia) sekitar pada abad ke-5 Masehi jika dilihat dari penginggalan
prasasti-prasasti yang ada. Diduga pertama kali dibawa oleh pengelana dari China bernama Fa
Hsien[1]. Kerajaan Buddha pertama kali yang berkembang di Nusantara adalahKerajaan
Sriwijayayang berdiri pada abad ke-7 sampai ke tahun 1377. Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi
salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara. Hal ini terlihat pada catatan
seorang sarjana dari China bernama I-Tsingyang melakukan perjalanan ke India dan Nusantara
serta mencatat perkembangan agama Buddha disana. Biarawan Buddha lainnya yang
mengunjungi Indonesia adalahAtisa,Dharmapala, seorang profesor dari Nalanda, dan
Vajrabodhi, seorang penganut agama Buddha yang berasal dari India Selatan.Di Jawa berdiri
juga kerajaan Buddha yaitu Kerajaan Syailendra, tepatnya di Jawa Tengah sekarang, meskipun
tidak sebesar Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berdiri pada tahun 775-850, dan meninggalkan
peninggalan berupa beberapa candi-candi Buddha yang masih berdiri hingga sekarang antara
lainCandi Borobudur,Candi MendutdanCandi Pawon. Setelah itu pada tahun1292hingga1478,
berdiriKerajaan Majapahityang merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang ada di
Indonesia. Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk
dan Maha Patihnya,Gajah Mada. Namun karena terjadi perpecahan internal dan juga tidak
adanya penguasa pengganti yang menyamai kejayaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, maka
Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit,
maka kerajaan Hindu-Buddha mulai tergeser oleh kerajaan-kerajaan Islam.Dari mula masuknya
agama Buddha di Nusantara terutama pada masa Kerajaan Sriwijaya, mayoritas penduduk pada
daerah tersebut merupakan pemeluk agama Buddha, terutama pada daerah Nusantara bagian
Jawa dan Sumatera. Namun, setelah berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia,
jumlah pemeluk agama Buddha semakin berkurang karena tergantikan oleh agama Islam baru
yang dibawa masuk ke Nusantara oleh pedagang-pedagang yang bermukim di daerah pesisir.
Jumlah umat Buddha di Indonesia juga tidak berkembang pada masapenjajahan
Belandamaupunpenjajahan Jepang. Bahkan pada masapenjajahan Portugis, umat Buddha di
Indonesia semakin berkurang karena bangsa Eropa juga membawamisionarisuntuk
menyebarkan agamaKristendi Nusantara.Kerajaan SriwijayaArtikel utama untuk bagian ini
adalah :Kerajaan Sriwijaya Wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-8. Stupa
Buddha di Candi Borobudur yang dibangun Dinasti Syailendra.
B. Rumusan Masalah

1. Sejarah keberadaan agama Buddha di Indonesia ?

2. Bagaimana dengan Kitab suci agama Buddha ?

3. Apa saja bukti jejak peninggalan agama Buddha ?

4. Bagaimana dengan ajaran agama Buddha ?

5. Apa perbedaan Siwa dan Buddha ?

6. Bagaimana tentang hari raya Buddha ?


BAB II

Pembahasan

A. Asal-usul Agama Buddha

Asal Usul Agama BudhaAsal usul agama Budha diketahui berdasarkan penelitian ilmiah yang
dilakukan para ilmuwan dengan memanfaatkan berbagai objek pengamatan seperti
peninggalan sejarah, cerita-cerita kuno, dan apa yang tertulis dalam berbagai kitab masa
lampau. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa agama Budha terlahir di abad ke-6 SM di
Nepal. Orang yang menjadi pencetusnya adalah seorang ksatria bernamaSiddharta Gautama.
Agama ini muncul dari perpaduan berbagai kebudayaan seperti kebudayaan helinistik(Yunani),
kebudayaan Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Agama ini juga muncul karena adanya
reaksi terhadaphadirnya agama Hinduyang muncul lebih awal.Dari Nepal, agama Budha
menyebar dengan cepatmengalahkan penyebaran agama Hindu ke berbagai daerah di India,
hingga ke seluruh benua Asia. Hingga kini, agama Budha sudah menjadi agama mayoritas di
beberapa negara seperti Thailand, Kamboja, Singapura, Myanmar, dan Taiwan.Perkembangan
Agama BudhaAgama Budha mencapai masa kejayaan di zaman pemerintahan Raja Ashoka
(273-232 SM)yang menetapkan agama Budha sebagai agama resmi negara. Dalam
perjalanannya yakni setelah 100 tahun meninggalnya Sang Budha, agama Budha terpecah
menjadi 2 aliran. Perpecahan tersebut terjadi karena adanya penafsiran yang berbeda dari
masing-masing kubu. Ke dua aliran tersebut adalah aliran Budha Hinayana dan aliran Budha
Mahayana.Aliran budha Hinayanamempunyai sifat-sifat tertutup, dalam artian aliran yang
berpendapat bahwa setiap orang hanya dapat mengejar pembebasan dari samsara untuk
dirinyasendiri. Sedangkanaliran budha Mahayanamempunyai sifat-sifat terbuka, dalam arti
setiap umat manusia berhak menjadi seorang Budha sehingga pengaruhnya dapat
membebaskan dirinya dan orang lain dari samsara (kesengsaraan). Agama Budha mengenal 4 hari
raya keagamaan dalam satu tahun. Keempatnya antara lain Hari RayaWaisak, Kathina, Asadha, Magha
Puja. Kendati memiliki 4 hari besar keagamaan, di Indonesia mungkin kita hanya akrab dengan hari raya
Waisyak saja. Hari raya Waisyak sebagai satu-satunya hari besar keagamaan agama Budha yang menjadi
hari libur nasional ini adalah hari yang digunakan sebagai peringatan 3 peristiwa penting dalam
kepercayaan umat Budha. Ketiga peristiwa penting tersebut antara lain peringatan kelahiran Sang
Budha, hari penerangan sempurna bagi Sang Budha, dan hari wafatnya Sang Buddha.

B. Kitab
Kitab Suci Agama Buddha. Kitab Suci ini dikenal dengan nama Kanon Pali karena tertulis dalam bahasa
Pali. Kitab ini adalah Kitab Suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang.Selain
yang berbahasa Pali, Buddha juga memiliki Kitab yang menggunakan Bahasa Sansekertayaitu Tripitaka.
Tetapi diantara kedua versi tersebut, hanya Kitab Suci Tipitaka (Pali) yang masih terpelihara secara
lengkap. Kitab ini berisi kumpulan ceramah, keterangan, perumpamaan dan percakapan Buddha dengan
para murid dan pengikutnya.Kitab Tipitaka ini terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu : Vinaya Pitaka,
Sutta Pitaka, dan Abhidhamma pitaka. Kitab ini terdiri atas tujuh buah buku, yaitu :
Dhammasangi,membahas etika yang dilihat dari sudutpandangan ilmu jiwa. Vibhanga,membahas apa
yang ada dibuku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Dhatukatha,membahas unsur-unsur
batin. Puggalapannatti,membahas jenis-jenis watak manusia. Kathavatthu,membahas kumpulan
percakapan-percakapan dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh
berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.

C. Bukti Peninggalan Buddha

Ada beberapa peninggalan Buddha di antaranya Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan
namacandi, pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan survei ini
kebanyakan bersifat agama Siwa, dan sedikit yang bersifat agama Buddha, antara lainCandi Jago,
Bhayalangu, Sanggrahan, dan Jabung yang dapat diketahui dari ciri-ciri arsitektural, arca-arca yang
ditinggalkan, relief candi, dan data tekstual, misalnyaKakawin Nagarakretagama,Arjunawijaya,Sutasoma,
dan sedikit berita prasasti.Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya beragama
Siwa dari aliran Siwa siddhanta kecuali Tribuwanattunga dewi (ibunda Hayam Wuruk) yangberagama
Buddha Mahayana. Walau begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan
hingga akhir tahun1447. Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan Raden Wijaya(Kertarajasa)
ada dua pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasiwandan Dharmadyaksa ring
Kasogatan, kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut Dharmapapati atau
Dharmadihikarana.

D. Ajaran Agama Buddha

Ada lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.Pada zaman
majapahit ada dua buku yang menguraikan ajaran Buddhisme Mahayana yaituSanghyang Kamahayanan
Mantrayanayang berisi mengenai ajaran yang ditujukan kepada bhiksu yang sedang ditahbiskan,
danSanghyang Kamahayanikan yang berisi mengenai kumpulan pengajaran bagaimana orang dapat
mencapai pelepasan. Pokok ajaran dalam Sanghyang Kamahayanikan adalah menunjukan bahwa bentuk
yang bermacam-macam dari bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Tampaknya, sikap
sinkretisme dari penulisSanghyang Kamahayanikantercermin dari pengidentifikasianSiwadengan Buddha
dan menyebutnyasebagai "Siwa-Buddha", bukan lagi Siwa. atau Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai
satu kesadaran tertinggi.Pada zaman Majapahit (1292-1478), sinkretisme sudah mencapai puncaknya.
Sepertinya aliranHindu-Siwa,Hindu-Wisnudan Agama Buddha dapat hidup bersamaan. Ketiganya
dipandang sebagai bentuk yang bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa
danWisnudipandang sama nilainya dan mereka digambarkan sebagai "Harihara" yaiturupang(arca)
setengah Siwa setengah Wisnu.

E. Perbedaan Siwa dan Buddha

pengidentifikasian Siwadengan Buddha dan menyebutnyasebagai "Siwa-Buddha", bukan lagi Siwa atau
Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu kesadaran tertinggi. Sepertinya aliranHindu-Siwa,Hindu-
Wisnudan Agama Buddha dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang
bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa danWisnudipandang sama nilainya dan
mereka digambarkan sebagai "Harihara" yaiturupang(arca) setengah Siwa setengah Wisnu. Siwa dan
Buddha dipandang sama. Di dalam kitabkakawin ArjunawijayakaryaMpu Tantularmisalnya diceritakan
bahwa ketika Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para pandhita menerangkan bahwa para Jinadari
penjuru alam yang digambarkan pada patung-patung itu adalah sama saja dengan penjelmaan Siwa .
para bhikkhu tersebut mengatakan tidak ada perbedaan antara Agama Buddha dengan Siwa . Dalam
kitabKunjarakarnadisebutkan bahwa tiada seorang pun, baik pengikut Siwa maupun Buddha yang bisa
mendapat kelepasan jika ia memisahkan yang sebenarnya satu, yaitu Siwa-Buddha.

F. Hari Raya Agama Buddha

Berdasarkan kitab Suci Tipitaka (Pali) umat Buddha merayakan empat hari raya utama. Empat hari raya
utama tersebut adalah:

a.Magha Puja (Hari Magha), biasanya jatuh pada purnama siddhi dibulan Februari-Maret. Pada hari ini
memperingati dua kejadian penting dalam masa hidup Sang Buddha. Kejadian penting pertama ialah
berkumpulnya 1250 orang arahat di vihara Veluvana, Rajagaha. Keistimewaan dan kejadian ini adalah:

-Seribu dua ratus lima puluh bhikkhu yang berkumpul itu semuanya arahat.

-Mereka semua adalah ‘Ehi Bhikku’, yaitu para bhikkhu yang ditahbiskan oleh Sang Buddha sendiri.

-Mereka semua datang tanpa berjanji (persetujuan) terlebih dahulu.

-Sang Buddha menerangkan prinsip-prinsip ajarannya yang disebut Ovada Patimokka.

b.Kejadian penting yang kedua terjadi pada tahun terakhir dari kehidupan Sang Buddha, yaitu sewaktu
Beliau berada di Cetiya Capala di dekat kota Vesali. Setelah Beliau memberikan khotbah Iddhipada
Dhamma kepada para siswaNya. Beliau berdiam sendiri dan membuat keputusan untuk wafat tiga bulan
kemudian. Dua kejadian penting ini terjadi pada purnama siddhi di bulan Magha namun pada tahun
yang berbeda.
Visakha Puja (Hari Wesak), biasanya jatuh pada purnama siddi dibulan Mei-Juni, untuk memperingati
kejadian penting yang berkenaan dengan Tathagata, yaitu :

-Saat lahirnya Pangeran Sidharta Gotama.

-Saat Petapa Siddharta Gotama mencapai penerangan sempurna (bodhi) menjadi Buddha.

-Saat Sang Buddha Gotama wafat atau parinibbana.

-Asalha Puja (Hari Asadha), biasanya jatuh pada purnama siddhi bulan Juli-Agustus (dua bulan
sesudah Wesak). Hari Asadha diperingati oleh umat Buddha karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Hari dimana Sang Buddha memberikan khotbah yang pertama. Khotbah ini terkenal dengan nama
“Dhammacakkappavatana Sutta” (Khotbah Pemutaran Dhamma).

Sangha pertama muncul di dunia, sangha adalah salah satu faktor ‘sarana’ (perlindungan) dalam
‘Tisarana yaitu: Buddha, Dhamma dan Sangha. Bagi para bhikkhu, hari Asadha berarti pertanda akan
dimulainya masa vassa pada keesokan harinya. Kata ‘vassa’ artinya hujan, jadi masa vassa bagi para
bhikkhu adalah menetap di suatu tempat (vihara, cetiya bila ada kuti atau tempat tertentu), selama tiga
bulan musim hujan. Pada masa ini para bhikkhu belajar, mendalami, menghayati dan mengamalkan
dhamma, di samping itu mereka mengajarkan dan membina umat yang datang ke vihara (tempat ber-
vassa) atau membina umat dengan cara mengunjungi para umat yang ada di daerah sekitar tempat ber-
vassa.

Kathina (Hari Kathina), dirayakan tiga bulan sesudah Hari Asadha. Perayaan ini diselenggarakan para
umat Buddha sebagai ungkapan perasaan ‘katannukatavedi’ atau ‘menyadari perbuatan baik yang telah
dilakukan’ oleh para bhikkhu (viharawan). Karena ketika viharawan berada di daerah untuk
melaksanakan vassa selama tiga bulan, para viharaman mengajar, menuntun dan membina umat agar
mendalami, menghayati dan mengamalkan dhamma. Ungkapan ini dinyatakan dengan
mempersembahkan barang-barang kebutuhan beruba jubah, obat-obatan, perlengkapan vihara dan
kebutuhan para viharawan sehari-hari kepada para bhikkhu atau viharawan lainnya. Upacara ini dapat
dilangsungkan dalam waktu satu bulan sesudah hari pertama berakhirnya masa Vassa.

2. Tuhan Menurut Pandangan Ajaran Budha

Konsep ketuhanan dalam agama budha berbeda dengan konsep dalam agama samawi dimana alam
semesta diciptakan oleh tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan
tuhan yang kekal, tetapi konsep didalam agama budha bahwasanya asal muasal dan penciptaan alam
semesta bukan berasal dari tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan
oleh waktu, dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan atau pencerahan sejati
dimana batin manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu
pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya, tidak ada dewa dewi yang dapat
membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Budha hanya merupakan contoh,
juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan
rohani, dan melihat kebenaran serta realitas sebenar-benarnya.
Sarjana besar radha Krishnan mantan wakil presiden republic india telah berkata “ Bahwa budha tidak
mengikrarkan akidah-akidah, tidak membuat mazhab-mazhab falsafah dan tidak menyebut bahwa dia
datang ke bumi membawa hikmat yang istimewa yang dimiliki dari azal. Dia tidak menyeru mereka
menganut agama seperti agama-agama lain. Dia menunjukan kepada para pengikutnya suatu jalan dan
bukanlah dia menetapkan suatu akidah karena menurutnya penerimaan terhadap sesuatu itu
menghalangi penggalian terhadap apa yang ada dibalik kebenaran.

Seruan budha adalah cerita tentang pengalamannya dan tentang jalan yang diikutinya. Dengan ini budha
mengesampingkan pembicaraan mengenai Tuhan. Dia mengelakkan segala apa yang berhubungan
dengan pembahasan-pembahasan ketuhanan, metafisika atau tentang masalah-masalah gaib mengenai
alam karena dia berpendapat bahwa pelepasan manusia adalah bergantung pada dirinya sendiri, bukan
kepada Tuhan. Dia berpendapat bahwa manusia itulah pembentuk nasib akhirnya.

Oleh karena adanya pengesampingan soal ketuhanan ini atau kadang-kadang ada aliran yang
mengingkarinya, golongan brahmana pada zamannya telah mencapanya sebagai seorang atheis. Akan
tetapi sebagian dari pengikut budha mempercayai bahwa budha bukanlah manusia, tetapi ruh tuhan
telah meresap di dalamnya. Akidah ini serupa dengan akidah peresapan yang di anut oleh para pengikut
agama Kristen yang dikatakan terjadi pada diri al-masih.

Satu masalah lagi yang berhubungan dengan Tuhan pada pendapat budha ini adalah aliran-aliran ajaran
budha yang bersifat moral dan tidak berakidah itu, juga karena kemudahannya dan tidak pula
bertentangan dengan tuhan-tuhan orang hindu, telah menyebabkan cepatnya penyebaran ajaran
tersebut di negeri india.
BAB III

Penutup

Kesimpulan :

Agama budha diindonesia selama era administrasi orde baru presiden soeharti telah
menganggap agama budha sebagai agama klasik diindonesia. Hal ini terlihat pada catatan seorang
sarjana dari china bernama I-tsingyang melakukan perjalanan ke india dan nusantara menyatat
perkembangan budha disana. Penyebaran di jawa kepercayaan leluhur masih diperankan perannannya
dalam kehidupan masyarakat. Struktur candi tertinggi dianggqp sebagai tempat suci sejak nenek
moyqng terdahulu.

Daftar pustaka.

Abdurrahman. 1988. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.

Arifin, M. 1994. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: Golden Terayon Press.

Faridi. 2002. Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hadiwijoyo, Harun. 1987. Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia.

Hakim Agus , Perbandingan Agama, Bandung: Cv. Diponegoro

Keene Michael, Agama-agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2006,

Manaf, Mujahid Abdul. 1996. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai