Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDHA DI INDONESIA

(Riset Komparatif Agama Budha dan Agama Islam)


Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Perbandingan Agama
Dosen Pengampu : Alfi Nikmah, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 5– B6AIR

1. Muhammad ‘Imaduddin (1810110049)


2. Lina Handayani (1810110053)
3. Laila Nurul Hidayaah (1810110060)
4. Liyana Natasa (1810110075)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021
Dalam kehidupan ini tentu seseorang membutuhkan agama. Untuk memperoleh
keyakinan ataupun pengetahuan tentang suatu agama yang dapat dilakukan melalui
penelaahan terhadap informasi yang ada. Selain itu, suatu informasi agama tersebut juga
dapat digunakan sebagai pembanding antar satu agama dengan agama lainnya, yakni
salah satunya adalah mengenai agama Buddha.
Agama Buddha merupakan suatu agama yang lahir dan berkembang sekitar 6 abad
sebelum Masehi. Agama Buddha merupakan salah satu agama yang besar di dunia. Kata
Buddha sendiri diambil dari kata Buddha yang berarti membangun. Sedangkan orang
Buddha sendiri artinya orang yang membangun.Ada juga sebutan lain yakni Bhagavat
artinya yang luhur serta Tathagat artinya yang sempurna. Selanjutnya seorang Buddha
adalah orang yang mendapat pengetahuan dengan kekuatannya sendiri. Agama ini timbul
didaerah India Utara(daerah Kerajaan Magadha).

A. Kajian Historis Agama Budha di Indonesia


Budha lahir dimungkinkan di bagian laut India sekitar abad ke-6 SM, agama
ini tersebar dengan pesat meliputi seluruh Asia, Amerika dan bahkan Eropa,
penyebaran ke Asia terutama pada negara-egara khususnya seperti Thailand,
Kamboja, Srilangka, China, Korea, Jepang, Sikkim, Tibet, Mangolia, Laos, Vietnam,
Bhutan, Nepal dan Tibet, dengan penyebaran agama budha yang semakin terbesar
dengan saat ini, diperkirakan Budha merupakan agama yang mayoritas, terkhususnya
di Hawai.1 Agama Budha pada umumnya, diajarkan oleh seorang guru bernama
Sidharta Gautama, putra dari Raja Kapilawastu, ia lahir di Lumbini (diperkirakan
daerah Nepal), dengan marga Gautama dari suku Sakya, beliau dibesarkan dikeluarga
Hindu.
Sebagai seorang puta raja Sidharta hidup dengan segala kelimpahan, nama
Sidharta sendiri berarti sudah mencapai tujuannya, ia menikah dengan Gopa atau
Yashodara, singkat cerita ia dan istrinya memilki anak yang bernama Rahula, lahirnya
agama Budha diawali saat Sidharta Gautama keluar dari Istana dimana ia dilahirkan
dan ia melihat penderitaan yang dialami oleh rakyat hatinya terenyuh. Bahkan dengan
4 adegan yang menyedihkan hati Sidharta ketika melihatnya, yaitu Kelahiran bayi
yang langsung mengeluarkan tangisan, orang tua yang lemah tubuhnya, orang yang
tersiksa akibat sakit penyakit dan penguburan yang ditangisi dengan ratapan, lantas
1
FX. Midji Sutrisno, SJ Buddhisme Pengaruh Dalam Abad Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1993),113.

1
melihat keempat adegan tersebut ia mendapat kesimpulan bahwa hidup manusia
penuh dengan penderitaan akhirnya akibat kontras antara hidupnya dengan kehidupan
nyata rakyat waktu itu, ia meninggalkan keluarga dan istana dimana ia tinggal, ia
pergi menggembara sejauh-jauhnya.
Hal yang Sidharta kerjakan adalah belajar untuk Semedi, berpuasa, mencari
guru, intinya setiap apa yang dia kerjakan semenjak mengembara tidak satupun yang
bermaksud menyenangkan hatinya sendiri, pada akhirnya suatu peristiwa yang
dikenal sampai dengan saat ini bagi agama Budha, ketika Sidharta mencapai titik
kedamaian batiniahnya, dimana ia duduk dibawah sebatang pohon ara, dimana ia
mengalami suatu pencerahan, pohon itu memilki nama Bodhi sejak saat itu menjadi
Budha, sesudah mengalami pencerahan.2 Tujuan hidup terakhir dan termulia bagi
umat Buddha ialah mencapai Nirvana banyak orang yang menyebutkan sebagai surga
hal ini lebih mengarah kepada perhentian, dengan maksud berhentinya seluruh
aktivitas yang terjadi dibawah kolong langit yang penuh dengan suka-duka
didalamnya, yang sangat dipercayai umat yang beragama Budha bahwa orang yang
belum mencapai Nirvana akan terus menerus mengalami kelahiran dan kematian,
setelah mati akan dilahirkan kembali hal ini sering disebut reinkarnasi, ketika sudah
mencapai Nirwana maka proses reinkarnasi sudah berhenti.
Masuknya agama Budha ke Indonesia sulit untuk ditemukan bukti yang
konkrit, hal ini dikarenakan tidak adanya data tertulis yang menyatakan hal tersebut.
Bahkan para sejarawan Indonesia dan luar negeri sampai sekarang tidak pernah
sepakat tentang kapan tepatnya agama Buddha masuk ke Indonesia. Selama ini yang
beredar dalam buku-buku sejarah hanya dugaan yang berdasarkan kepada fakta-fakta
sejarah yang memungkinkan terdapat perbedaan-perbedaan tafsir. Fakta sejarah yang
paling tua tentang pengaruh agama yang berasal dari India adalah terdapat pada
prasasti yang ditemukan di Kutai dan Jawa Barat. Di Kutai-Kalimantan ditemukan
tujuh prasasti dan diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 Masehi dan dibuat atas
perintah Raja Mulawarman, anak Aswawarman, cucu Ku-dungga.3

Beberapa penemuan tersebut tidaklah memberikan petunjuk kapan tepatnya


agama Buddha masuk ke wilayah Indonesia. Kerajaan-kerajaan yang beragama
Buddha muncul setelah abad V atau VI Masehi, tetapi proses penyebaran agama

2
Hali Daniel Lie, M.Th, Intisari Agama-agama Sedunia ( Bandung: Agiamedia, 1997), 1-3.
3
George Coedes, Asia Tenggara Hindu-Budha (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2020), 86-87.

2
Buddha itu sendiri telah berlangsung pada masa-masa sebelumnya. Masuknya agama
Buddha ke Indonesia boleh jadi terjadi sebelum abad V namun muncul dalam bentuk
institusi kerajaan-kerajaan Buddha setelah abad V Masehi.
Masa Kerajaan Agama Budha di Indonesia
1. Masa Sriwijaya
Pada tahun 671 peziarah Cina I-ching singgah di Fo-shih dalam
perjalanannya dari Cina ke India. I-ching menetap di Fo-shih selama 6 bulan untuk
belajar bahasa Sanskerta. I-Ching menulis, Ada lebih dari seribu agamawan
Buddhis yang sepenuhnya menekuni pengkajian dan amal baik. Dengan seksama
mereka periksa dan pelajari semua pokok pemikiran yang mungkin ada, seperti di
Madhyadesa (India); aturan dan upacaranya sama. Jika seorang agamawan Cina
hendak ke Barat untuk mendengar dan membaca (teks-teks Buddhis yang asli),
sebaiknya tinggal di Fo-shih selama setahun atau dua tahun dan disana menerapkan
aturan-aturan yang sesuai kemudian ia dapat pergi ke India tengah.
Sepulang dari India I-ching kembali menetap di Fo-shih selama empat
tahun untuk menyalin dan menerjemahkan buku-buku berbahasa Sanskerta ke
dalam bahasa Cina. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Guangzhou untuk
mencari asisten untuk kemudian kembali lagi ke Fo-shih dan di sana belian
menyelesaikan kedua karyanya “tentang agamawan-agamawan terkemuka yang
pergi mempelajari agama Buddha di negeri-negeri Barat” dan “tentang ajaran
kebatinan yang disampaikan dari laut-laut Selatan”.4
2. Masa Kerajaan Sailendra
Keadaan Agama Buddha pada masa Kerajaan Sailendra lebih jelas
dibanding pada masa Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dikarenakan sumber-sumber yang
memberi informasi mengenai Agama Buddha lebih banyak, misalnya dengan
keberadaan prasasi-prasasti dan bangunan-bangunan seperti candi. Mengenai
Sailendra ini ada beberapa teori. Majumdar dan Nilakanta Sastri mengatakan bahwa
Sailendra adalah orang India yang datang langsung ke tanah Jawa. Sekalipun
begitu, keduanya berbeda pendapat dalam hal dari India bagianmana Sailendra
berasal. Majumdar menghubungkan Sailendra dengan raja Sailodbhawa dari
Kalingga di sebelah barat daya india, sementara Nilakanta Sastri menghubungkan
Sailendra dengan wangsa Pandya di India Selatan. Namun di pihak lain, Przyluski
dan Coedes menyatakan bahwa Sailendra adalah asli orang Jawa.
4
George Coedes, Asia Tenggara Hindu-Budha, 123.

3
Pada masa Sailendra inilah agama Buddha mengalami perkembangan yang
sangat pesat di pulau Jawa khususnya dan mencapai puncak kejayaannya yang
terkenal dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Secara historis, terdapat banyak
warisan kebudayaan peninggalan dari masa Sailendra, baik berupa bangunan-
bangunan yang monumental seperti candi-candi, dan candi Borobudur adalah salah
satu peninggalan bersejarah yang sangat populer yang secara historis didirikan pada
masa wangsa Sailendra.5
Sejarah Agama Budha di desa Kutuk Undaan Kudus
Warga desa Kutuk Undaan Kudus, terdapat tiga agama yang dianutnya meliputi
agama Islam, Kristen dna Budha. Akan tetapi mayoritas atau sebagian besar menganut
agama Islam dan sebagiannya lagi pengikut agama Kristen dan Budha. Hasil wawancara
dengan bapak pendita Suparno, beliau seorang pendita dan orang yang dituakan di daerah
tersebut, dan samanera Paring. Dalam penjelasan wawancara pada hari Kamis, tanggal 6
Mei 2021 pukul 11.05 WIB di kediaman rumah bapakSuparno menjelaskan bahwa agama
Budha masuk di Kudus sekitar tahun 1960an tepatnya tahun 1967 setelah paska
G30SPKI, terdapat dua kekuatan politik pada masa itu yakni partai politik besar NU dan
PNI yang sekarang kita kenal dengan PDI, kedua partai tersebut saling berkampanye
besar-besaran. Partai NU yang bernuansa agamis sedangkan PNI bernuansa nasionalis,
kedua partai ini hampir mengalami bentrok besar karena adanya kesalahpahaman.
Kepala desa Kutuk yakni Bapak Abduk Salim, dan beserta tokoh masyarakat pada
masa itu seperti Bapak Rono sebagai Kadus dan Bapak Ranuyoso sebagai tokoh
masyarakat di undang untuk ke rumah kepala desa Kutuk bebrincang mengenai
bagaimana masyarakat yang berselisih paham biasa kembali akur. Karena pada masa itu
susahnya mediasi maka masyarakat di desa Kutuk tersebut terpecah menjadi dua, terdapat
masayarakat yang menganut agama Budha karena berpemikiran bahwa agama Budha
sendiri tidak ikut campur dalam kisruh partai dan tenang dan terdapat masyarakat yang
tetap menganut agama Islam. Singkat ceritanya, Kadus desa Kutuk yang semula
beragama Islam yang berpindah ke agama Budha dikarenakan masa kisruh partai sakit
hati dengan menantunya yang justru mendukung partai PDI. Dan vihara yang berada di
area rumahnya akan dijual, Bapak Ranuyoso selaku tokoh masyarakat Budha pun mencari
cara bagaimana vihara tersebut tetap bisa beridiri meskipun dipindah tempatkan. Sampai
dengan beliau mencari bantuan ke Semarang dan mengajak para tokoh Budhisme untuk
membicarkan hal tersebut dengan pak Kadus. Dan pak Kadus pun bersedia masuk Budha
5
Abdul Syukur, Kebangkitan Agama budha, 32.

4
lagi jikalau tanahnya yang ditempati Vihara tersebut dibeli keseluruhan. Lambat taun
pengikut agama Budha semakin berkurang dan sekarang sekitar 200an penduduk.6

B. Ajaran Utama Agama Budha, Kitab Suci dan Konsep Ketuhanan


Ajaran utama agama Budha sebenarnya tidak dapat disebut sebagai agama.
Karena ajarannya tidak mempunyai konsep ketuhanan, gambaran sifat-sifat Tuhan,
kewajiban manusia terhadap Tuhan dan sebagainya. Paham Budhisme mengenai dewa
itu seperti makhluk, artinya rusak dan berubah, sebagaimana halnya manusia. Roh
pun tidak dikenal dalam ajaran Budha, demikian juga sembahyang kepada Tuhan.
Dalam penjelasan wawancara dengan Samanera paring menjelaskan bahwa konsep
ketuhanan yang dianut agama Budha, Tuhan sendiri mmempunyai sifat yang absolut,
tidak menjelma, tidak diciptakan dan adanya alam semesta terbentuk karena hukum
alam itu sendiri.7
Keyakinan terhadap nirvana dengan semboyan; “Carilah sendiri keselamatan
dirimu dalam pergaulan alam yang luas ini”. Pengajaran tentang karma dan
phunarbhawa (reinkarnasi: penjelmaan kembali ke bumi) mendapat posisi yang urgen
dalam ajaran Budhisme. Akan tetapi Budhisme tidak mengenal roh atau jiwa. Dalam
ajaran Budha yang menjelma itu bukan roh manusia, melainkan keinginan manusia.
Keinginan itu kini terus hidup. Oleh karena itulah manusia terus lahir berulang-ulang
kali ke dunia atau sering dikenal dengan sebutan reinkarnasi dan penyebutan dalam
bahasa Budha “Tumimbal Lahir” yang berarti perbuatan baik atau buruk sekarang
menentukan kehidupan akhir dan tolak ukurnya karma terhadap apa yang diperbuat.
Dalam agama Budha manusia yang terlahir kembali memiliki tingkatan kesucian
yakni kesucian Sota Pala, kesucian Sakadagami, kesucian Anagami dan kesucian
Arahat. Dalam agama Budha tidak diakui tentang adanya kasta. Semua orang sama
haknya dan dapat mencapai nirvana yang merupakan tujuan akhir bagi ajaran Budha.8
Nirwana adalah keadaan pencerahan yang diupayakan oleh semua penganut Budha
yang taat untuk mengatasi banyak masalah penderitaan dunia.
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia atau Empat
Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani), yakni:
1. Hakikat hidup adalah Dukha (Dukkha Ariya Sacca)
6
Pendita Bapak Suparno, Kamis 06 Mei 2021 pukul 11.05 WIB di desa Kutuk Undaan Kudus.
7
Samanera Paring, Wawancara tokoh setempat Kamis, 6 Mei 2021 10.15 WIB di desa Kutuk, Undaan
Kudus.
8
Samanera Paring.

5
Hidup manusia itu pasti disertai penderitaan. Yang dimaksud penderitaan di sini
ialah kelahiran, umur tua dan kematian.
2. Sumber Dukha adalah Tanha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Penyebab penderitaan ialah keinginan.
3. Dukha dapat dihilangkan dengan memadamkan Tanha (Dukkha Nirodha Ariya
Sacca)
Penderitaan dapat dihilangkan dengan memadamkan keinginan dan karenanya
manusia dapat mencapai nirvana.
4. Memadamkan keinginan dan mencapai nirvana itu dapat dilaksanakan dengan
hidup menurut yang ditetapkan oleh Budha yang dikenal dengan nama delapan
jalan.9Marga adalah jalan menuju pemadaman penderitaan, diringkas menjadi 8,
yaitu: perbuatan benar, kata-kata yang benar, perbuatan yang benar, hidup yang
benar usaha yang benar, ingatan yang benar, dan semedi yang benar.
Dalam agama Budha, patung Sidharta Gautama merupakan simbol dalam
beribadahnya. Seperti dalam agama Islam ketika beribadah menghadap kiblat, umat
Budha menghadap Sidharta Gautama. Sembahyang atau ibadahnya bagi pengikut
agama Budha di desa Kutuk Undaan Kudus adalah setiap hari Sabtu malam Minggu.
Dan setiap pagi juga sore hari. Setiap malam Minggu para penganut agama Budha
datang ke vihara untuk melakukan beribadah bersama. Kemudian di hari Mingu
paginya adalah waktu untuk anak-anak sekolah, dalam perkawinan orang Budha
bukanlah di KUA melainkan langsung ke Dup Capil setelah pemberkatan atau ritual
doa di Vihara. Berbeda dengan agama Islam yang menikah di KUA.
Puasa dalam agama Budha waktunya dibagi setiap penanggalan lunar atau
penanggalan jawa, yakni tanggal 1, 8, 15, 23 sehinga satu bulan terdapat 4 hari
berpuasa dan waktunya selama 24 jam. Untuk sahurnya dilakukan sebelum matahari
terbit sekitar jam 6 pagi dan berbuka sampai jam 6 pagi lagi. Ajaran sedekah yang ada
di agama Budha melalui Dana Paramitha , dan seluruh umat Budha senantiasa
dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Pada dasarnya semua agama mengajarkan cinta
kasih kepada alam sekitar serta tidak adanya kekerasan. Hidup bersosial dan saling
berdampingan dengan agama lain menimbulkan sikap saling pengertian dan toleran.
Sehingga tumbuh pula kerukunan antar umat beragama. Seperti halnya di desa Kutuk,
toleransi yang ada antar umat agama Budha dan Islam sangat erat misalnya ketika
terdapat salah satu warganya yang beragama Islam meninggal maka saling bergotong
9
Khairiyah, M.Ag, Agama Budha (Yogyakarta: Kalimedia, 2018), 38-42.

6
royong, umat Budha juga ikut serta dalam menggali punden umat Muslim menyolati
dan banyak hal toleransi yang ada di daerah tersebut.

Dalam pelaksanaan peribadatan umat Budha dilakukan di vihara. Kata vihara


berasal dari bahasa pali ( bahasa India kuno) yang berarti tempat ringgal atau tempat
untuk melakukan puja bhakti. Vihara juga dapat diartikan sebagai biara Budha atau
tempat pertemuan para biarawan Budha. Vihara merupakan tempat ibadah agama
Budha yang merupakan komplek terdiri dari dhammasala, uposathagara, kuthi, dan
bavana sabha. Vihara juga berfungsi sebagai tempat kegiatan dan pusat keagamaan
selain sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal para Bhikku/Bhikkuni.

Di desa Kutuk Undaan Kudus terdapat 2 vihara sebagai tempat


peribadahannya, yakni Vihara Budha Santi dan Budha Manggala. Vihara mempunyai
fungsi sebagai tempat melakukan puja bhakti, tempat pembabaran, penghayatan dan
pengalaman dhamma (ajaran agama Budha), sebagai tempat meditasi, sebagai tempat
tinggal. Peran vihara sebagai tempat peribadatan diharapkan dapat meningkatkan
moral dan budi pekerti luhur, mendidik dan menimbulkan kesadaran dalam kehidupan
sehari-hari.10 Upacara keagamaan atau peribadatan dalam agama Buddha dikenal
dengan “Puja” atau “Puja Bakti”, puja berarti ritual penghormatan. Penghormatan
atau pemujaan dalam agama Budha ditujukan pada objek yang benar. Dalam
Dukanipata, Anggutara Nikaya, Sutta Pitaka ada dua pemujaan yakni :

1. Amisa Puja (memuja secara materi)


Makna ini secara harfiah artinya pemujaan dengan persembahan seperti lilin,
dupa, bunga, air, buah dan lainya. Sedangkan asal mula amisa puja berawal dari
kebiasaan bhikkhu Ananda, siswa setia Budha yang selalu mengatur tempat tidur,
membersihkan tempat tinggal, membakar cendana, menyiapkan bunga-bunga,
mengatur giliran umat yang ingin menemui dan menyampaikan dana makanan,
merawat dan melayani sang Budha.
2. Patipatti Puja (memuja secara praktik)
Secara harfiah patipatti berarti pemujaan melalui pelaksanaan atau praktik, seperti
berlindung pada Tiratana, melaksanakan lima kemoralan pancasila Budhis,
pengendalian enam indera, mencari nafkah hidup dengan benar dan lainya.
Dalam agama Budha terdapat empat hari raya besar, yakni :
10
Wagito, ViharaTheravada di Kota Singkawang, Vol. 5, No.1, Maret (2017) : 54, diakses pada tanggal
18 April 2021, pukul 4:52 WIB, https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmarsitek/article/view/20899/17002

7
a. Waisak
Hari waisak merupakan peringatan 3 peristiwa, yakni hari kelahiran pangeran
Sidharta (nama sebelum menjadi Budha), hari pencapaian penerangan
sempurna pertapa Gautama, dan hari sang Budha wafat atau mencapai
Nibbana / Nirwana. Hari waisal juga dikenal dengan istilah Visakah puja atau
Budha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan singapura, Visakha Bucha di
Thailand, Vesak di Sri Lanka.
b. Kathina
Hari raya ini merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah
menjalani vassa, setelah vassa berakhir umat Budha memasuki masa Kathina
atau bulan Kathina. Dalam kesempatan ini, selain memberikan persembhan
jubah, umat Budha berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan
vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Budha.
c. Asadha
Kebaktian untuk memperingati hari besar Asadha disebut Asadha Puja/ Asalha
Puja. Hari ini diperingati 2 bulan setelah hari waisak, guna memperingati
peristiwa dimana Budha memaparkan Dharma untuk pertama kalinya kepada
5 orang pertapa di taman Rusa Isipitana, pada tahun 588 SM.
d. Magha Puja
Hari besar ini memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, inti agama
Budha dan etika pokok para Bhikkhu. Sabda sang Budha dihadapan ribuan
Arahat.11
Hari besar atau hari kemenangan Waisak, dalam agama Budha di desa
Kutuk Undaan Kudus biasanya dilakukan stiap 2/3 bulan sekali diadakan hari
asada, hari katina dan maga puja selain itu biasanya ketika menjelang hari
waisak masyarakat sekitar yang menganut agama Budha di desa Kutuk
melakukan perayaan seperti takbir keliling di desa seperti agama Islam, namun
karena adanya pandemi virus seperti sekarang ini dibatasi dan tidak diadakan
sementara untuk mematuhi anjuran dari pemerintah.12

C. Kaitan Antara Keagaaman Budha dengan Pendidikan Agama Islam

11
Pujimin dan Suyatno, Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti (Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud, 2018), 76-113.
12
Pendita Suparno

8
Agama Islam merupakan suatu nama atau sebutan dari ajaran aqidah, syari’ah
dan akhlak yang bersumber kepada wahyu Allah SWT16, namun agama Islam
merupakan agam yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada umat manusia
melalui nabi Muhammad SAW. Dimana ajaran Islam ini bukan hanya mengenai suatu
segi kehidupan manusia saja, namun mengenai segi kehidupan manusia yang kompleks
dan bersumber pada ajaran al-Qur’an dan al-Hadist.13 Islam Memusatkan segala yang
bersifat ilahi kepada satu Tuhan merupakan tema penting yang diangkat al-Qur’an yang
kemudian diperkenalkan dengan istilah tauhid (monoteisme). Menyembah kepada satu
Tuhan (monoteisme) merupakan misi penting yang dibawa oleh para nabi dan rasul
sebelum nabi Muhammad datang.
Berkaitan dengan konsep Tuhan menurut pandangan Islam dapat kita ketahui
bahwa konsep tauhid dalam islam, dihubungkan dengan adanya hukum islam yang
pertama, yakni umat beriman kepada Allah adalah meyakini bahwa Dia adalah Esa, dan
tidak ada satupun yang menyamai-Nya, Allah adalah tempat bergantung bagi semua
mahluk ciptaannya dan tunggal tidak beristri dan beranak. Sangat jelas disebutkan
ketauhidan ini dengan kesempurnaan Allah. Dia yang maha tinggi, Maha pencipta
tunggal, Pemberi kehidupan serta kematian, Penopang langit dan bumi dan tidak
beriman seseorang yang tidak secara mutlak mengetahui bahwa Allah adalah yang
Maha Agung dan tidak ada satupun pribadi yang sanggup menyamainya.14
Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT,
menurut kisah yang diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran,
bahwa Allah menciptakan manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya.
Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal dari tanah,
kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk
Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai kemampuan. Allah SWT
sudah menciptakan manusia ahsanu taqwim, yaitu sebaik-baik cipta dan menundukkan
alam beserta isinya bagi manusia agar manusia dapat memelihara dan mengelola serta
15
melestarikan kelangsungan hidup alam semesta ini. Dalam hidupnya semua manusia
harus memenuhi kebutuhannya yang terkadang tidaklah mudah, diperlukan
perencanaan dan pemikiran yang matang, adanya adaptasi dalam globalisasi membuat

13
Harun Nasution, Islam,Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985), 24.
14
Umar Sulaiman al-Asyqar, Belajar Tentang Allah (Jakarta: Sahara Publisher, 2008), 350.
15
Heru Juabdin Sada, MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM, Al-Tadzkiyyah:
JurnalPendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016, Diaksespada 4 Mei 2021 pukul 10.31 WIB.
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/view/1498.

9
seorang manusia harus terus berkembang hingga membentuk sebuah peradaban yang
paling unggul yaitu tentang pendidikan. sehingga tercipta sebuah konsep yang bagus
dan menarik yaitu Tri Pusat Pendidikan.
Konsep yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara ini terdapat 3 unsur pendidikan
terpenting bagi para pelajar yang dipercaya dapat menciptakan sebuah peradaban yang
unggul. Salah satu unsur pendidikan yang penting tersebut adalah masyarakat.
Masyarakat apabila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang
bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi, sebuah interaksi atau
hubungan sosial yang dapat memberi pendidikan, kebutuhan, pembentukan karakter
dan lainnya. Bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan orang
dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai pada
yang berpendidikan tinggi. Masyarakat disebut lingkungan pendidikan non formal yang
memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya,
tetapi tidak sistematis. 16
Begitu juga dengan lingkungan yang mempunyai keberagaman agama di
dalamnya. Baik misi yang dilaksanakan dalam penyebaran agamanya maupun dari
kegiatan keagamaan yang dilaksanakan, tak terkecuali agama Buddha dan agama Islam.
Meskipun keduanya secara positif mendukung kerukunan hidup umat beragama, namun
keduanya mempunyai pengaruh satu sama lain dalam pendidikan.
Dalam agama Buddha mempunyai kegiatan keagamaan yang dilaksanakan setiap
hari, setiap minggu juga setiap tahun yang berupa puja bakti. Kegiatan tersebut tidak
ada ketentuan waktu pelaksanaannya. Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi umat
baik tempat maupun waktunya sesuai keyakinan masing-masing. Namun, jika kegiatan
keagamaan tersebut merupakan perayaan besar seperti Tri Suci Waisak, akan
dilaksanakan bersama-sama dalam satu vihara yang dijadikan pusat peribadatan dan
dipimpin oleh seorang Bhikkhu. Kegiatan tersebut diwarnai dengan berbagai macam
perayaan seperti atraksi berbagai macam kesenian, meskipun inti acara tersebut adalah
pemusatan pikiran (meditasi) yang benar (Marga Satya). 17
Agama Islam pun, mempunyai ciri khas tersendiri dalam melaksanakan ibadah
sesuai ajaran yang ditetapkan. Menurut pandangan Islam, manusia dalamkonsep an-nas
16
Sigit Vebrianto Susilo, ReflesksiNilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dalam Upaya
Mengembalikan JatidiriPendidkan Indonesia, , Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 4 No.1 Edisi Januari 2018.
Diakses pada 4 Mei 2021 pukul 10.39 WIB. https://www.journal.unma.ac.id/index.php/CP/article/view/165 .
17
Loo BaoJie dan Rahilah Omar, Perkembangan Agama Buddha AliranVajrayana
Di Malaysia, 1977-2012, Jurnal Wacana Sarjana, Vol. 2(3) Sept 2018, Diaksespada 4 Mei 2021 pukul 10.46
WIB. https://spaj.ukm.my/jws/index.php/jws/article/view/167.

10
adalah makhluk sosial (homo socius). Manusia tidak dapat hidup sendiri, dengan
mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antar sesamanya dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat, terjadi
interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi masyarakat lingkungannya, dan
sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pengaruh pada manusia sebagai warganya.
Oleh karena itu dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu. 18
Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antar sesama manusia. Pada
kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai aspek
kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Atas dasar
pertimbangan ini, maka pemikiran tentang masyarakat mengacu kepada pemikiran
bahwa1. Masyarakat merupakan kumpulan individu yang terikat oleh kesatuan dari
berbagai aspek seperti latar belakang budaya, agama, tradisi, kawasan lingkungan dan
lain-lain. 2. Masyarakat yang terbentuk dalam keragaman adalah sebagai ketentuan
Allah, agar dalam kehidupan terjadi dinamika sosial, dalam bentuk interaksi
antarsesama manusia yang menjadi warganya.3. Setiap masyarakat memiliki identitas
sendiri yang secara prinsip berbeda satu sama lain. 4. Masyarakat merupakan
lingkungan yang dapat memberi pengaruh pada pengembangan potensi individu.
Berdasarkan konsep Tri Pusat Pendidikan yang menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pendidikan Islam dan pandangan Islam tentang konsep AnNas jika
dikaitkan dengan kegiatan keagamaan Buddha, dapat diketahui bahwa kegiatan
keagamaan Buddha baik positif maupun negatif secara tidak langsung akan
mempengaruhi pendidikan agama Islam. Meskipun begitu, kiranya perlu diteliti lebih
jauh sehingga tidak hanya sekedar wacana belaka sehingga teori tersebut dapat
dibuktikan kebenarannya.19

18
Siti Khasinah, Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam Barat, JurnalIlmiah DIDAKTIKA, Vol
13 No. 2, 296-317, Diaksespada 4 Mei 2021 pukul 10.50 WIB. https://jurnal.ar-
rainy.ac.id/index.php/dadika/article/view/480.
19
Nurul Hidayati, KonsepIntegrasiTripusatPendidikanTerhadapPKemajuanPMasyarakat,
JurnalPendidikan Islam Vol. 11, No. 1, Februari
2016https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/view/811Diaksespada 4 Mei 2021 pukul 10.58
WIB.

11
BAB III
SIMPULAN
Masuknya agama Budha ke Indonesia sulit untuk ditemukan bukti yang konkrit.
Fakta sejarah yang paling tua tentang pengaruh agama yang berasal dari India adalah
terdapat pada prasasti yang ditemukan di Kutai dan Jawa Barat. Di Kutai-Kalimantan
ditemukan tujuh prasasti dan diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 Masehi
dandibuat atas perintah Raja Mulawarman, anak Aswawarman, cucu Ku-dungga.
Penemuan yang memebrikan petunjuk masuknya budha setelah abad V atau VI Masehi,
sebelum abad V namun muncul dalam bentuk institusi kerajaan-kerajaan Buddha
setelah abad V Masehi yakni pada masa kerajaan sriwijaya dan sailendra.
Budha masuk di Kudus sekitar tahun 1960an tepatnya tahun 1967 setelah paska
G30SPKI, terdapat dua kekuatan politik pada masa itu yakni partai politik besar NU
dan PNI yang sekarang kita kenal dengan PDI, kedua partai tersebut saling
berkampanye besar-besaran.
Kitab suci yang dipergunakan dalam agama Budha Theravada adalah kitab suci
Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon), tertulis dalam bahasa
Pali/Magadhi Kuno yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai
“pitaka” atau “keranjang”) yaitu :

12
1. Vinaya Pitaka
Berisi peraturan-peraturan untuk mengatur tata tertib sangha atau jemaat,
kehidupan sehari-hari para biksu atau bhikku atau rahib dan sebagainya.
2. Sutta Pitaka
Berisikan himpunan ajaran dan kotbah Buddha Gautama.
3. Abidhamma Pitaka
Berisikan susunan ceramah dan perkembangan logika tentang dharma dari
ajaran Hyang Budha, membahas filsafat dan metafisika, juga sastra memberikan
definisi kata-kata Budha Dharma, dan penjelasan terperinci mengenai filsafat
dengan sistematis, memantapkan suatu metode mengenai latihan spiritual oleh
sesepuh dari aliran pada waktu itu.

Lambang yang digu nakan agama budha yakni: budha rupang, bunga, lilin, ari, dupa, bendera
budha, stuppa, Dhammacakka, relik, Swastika, tasbih, teratai, genta, jubah.Hari besar bagi
umat budha yaitu: a.) Waisak, b.) Kathina, c.) Aadha, d.) Magha puja.

Keterkaitan agama budha terhadap pendidikan agama islam menjadikan kerukunan umat
dalam beragama, saling menghormati, saling menghargai perbedaan, toleransi antat umat
beragama.

13
DAFTAR PUSTAKAKA

Al-Asyqar, Umar Sulaiman. Belajar Tentang Allah. Jakarta: Sahara Publisher, 2008.
Baojie, Loo dan Rahilah Omar. Perkembangan Agama Buddha AliranVajrayana Di
Malaysia. 1977-2012. JURNAL WACANA SARJANA Vol. 2(3) Sept (2018) – 4
Mei 2021- http://spaj.ukm.my/jws/index.php/jws/article/view/167.
Coedes, George. Asia Tenggara Hindu-Budha. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2020.
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu danBudha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010.
Hidayati, Nurul. Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan Terhadap Kemajuan
Masyarakat. Jurnal Pendidikan Islam Vol. 11. No. 1. Februari (2016) – 4 Mei
2021- https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/view/811.
Khairiyah, M.Ag. Agama Budha. Yogyakarta: Kalimedia, 2018.
Khasinah, Siti. HAKIKAT MANUSIA MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN BARAT.
JurnalIlmiah DIDAKTIKA Februari 2013 VOL. XIII. NO. 2 – 4 Mei 2021 -
http://jurnal.ar.-rainy.ac.id/index.php/didaktika/article/view/8-.
Kusumo, Soedjito dan Sahudi Sendaja. Pendidikan Agama Budha. Jakarta: Politeknik
Negeri Media Kreatif: 2013.
Lie, Hali Daniel M.Th. Intisari Agama-agama Sedunia. Bandung: Agiamedia, 1997.

14
Nasution, Harun. Islam,Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.
Pendita Bapak Suparno, Kamis 06 Mei 2021 pukul 11.05 WIB di desa Kutuk Undaan
Kudus.
Sada, Heru Juabdin. MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM. Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam. Volume 7. Mei (2016) - 4 Mei 2021 -
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/view/1498.
Samanera Paring, Wawancara tokoh setempat Kamis, 6 Mei 2021 10.15 WIB di desa
Kutuk, Undaan Kudus.
Susilo, Sigit Vebrianto. REFLEKSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KI HADJAR
DEWANTARA DALAM UPAYA UPAYA MENGEMBALIKAN JATI DIRI
PENDIDIKAN INDONESIA. JurnalCakrawala Pendas Vol. 4 No.1 EdisiJanuari
(2018) – 4 Mei 2021- http://www.jurnal.unma.ac.id/index.php/CP/article/view/710.
Sutrisno, FX. Midji. SJ Buddhisme Pengaruh Dalam Abad Modern. Yogyakarta:
Kanisius, 1993.
Suyatno, dan Pujimin. Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan. Balitbang.Kemendikbud. 2018.
Syukur, Abdul. Kebangkitan Agama budha: Analisis Historis tentang Latar Belakang
Kebangkitan Agama Budha di Indonesia. Bandung: Gunung Djati Press. 2009.
T, Suwarto. Buddha Dharma Mahayana. Palembang: Majelis Agama Budha
Mahayana, 1995.
Wagito. Vihara Theravada di Kota Singkawang. Vol. 5. No.1. Maret (2017) : 54. - 18
April 2021-
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmarsitek/article/view/20899/17002.

15
16

Anda mungkin juga menyukai