Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENELITIAN

Pengaruh Metode Hafalan Dalam Meningkatkan Pemahaman


Santri Terhadap Kitab Alfiyah di Pondok Pesantren Kajen
Margoyoso
Disusun guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Genap:

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Muhammad Khodrotun Naja, M.Pd.

Disusun Oleh:

Nur Salamah (1810110055)


Laila Nurul Hidayah (1810110060)
Erviandi Taufiq (1810110076)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................1


B. Rumusan Masalah .................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Pondok Pesantren ..................................................................................4


B. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren ..........................................4
C. Kitab Alfiyah .........................................................................................7
D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemahaman Hafalan ......................9
E. Metode Hafalan Kitab Alfiyah ............................................................10

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ....................................................................................13


B. Jadwal dan Lokasi ...............................................................................13
C. Populasi dan Sampel ...........................................................................13
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................14
E. Metode Analisis Data ..........................................................................14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ...................................................................................15


B. Pembahasan .........................................................................................21

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan .............................................................................................25

ii
B. Saran ....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................26

LAMPIRAN ....................................................................................................28

iii
ABSTRAK

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang khas dimiliki oleh Indonesia,
hingga saat inipun masih bertahan dengan metode pembalajaran asli yang
dimilikinya, yaitu metode pembelajaran tradisional, salah satu metode tradisional
itu adalah metode hafalan yang biasanya diterapkan pada pengkajian kitab-kitab
klasik mandzumat, diantaranya adalah kitab Alfiyah ibnu Malik. Alfiyah ibnu
Malik merupakan kitab mandzumat yang terdiri dari 1002 bait dan membahas
tentang nahwu dan sharaf ini susah sekali untuk dipahami, akan tetapi lebih
mudah dipahami jika pembelajarannya menggunakan metode hafalan.
Pertanyaannya adalah bagaimana teknik metode hafalan dan pemahaman santri
terhadap kitab Alfiyah ibnu Malik. Data diambil dengan wawancara, pembagian
kuesioner dan dokumentasi. Data yang diperoleh di analisis dengan Metod
Reduksi, Penyajian Data dan Penarikan Kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode hafalan mampu meningkatkan pemahaman terhadap
kitab alfiyah.

Kata Kunci: kitab alfiyah, hafalan, pemahaman

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga pesantren memiliki posisi yang sangat penting karena
kehadirannya tidak saja menempatkan diri sebagai tempat kegiatan
pendidikan, tetapi juga menjadi dasar bagi kegiatan dakwah Islam.Disebut
demikian karena kegiatan pembinaan calon-calon guru agama, kyai, atau
ulama mayoritas terdapat di pesantren.1
Usaha Maulana Malik Ibrahim salah satu dari Sembilan Wali (wali
songo), telah melembagakan metode pendidikan yang unik di Jawa yang
padamasa berikutnya dikenal sebagai “pesantren”.Sistem pesantren ini
diadakanguna mengantisipasi dan mengakomodir pertanyaan-pertanyaan
sosial keagamaan serta dalam menghimpun anggotanya.2
Pengkajian tentang pesantren ini menarik, walaupun eksistensinya
semula banyak dijauhi oleh kalangan modernis yang beranggapan bahwa
tradisionalisme diartikan statis dan tidak berkembang. Perkembangan
selanjutnya justru terbalik, karena lembaga pesantren justru eksis dan
dialektis dengan situasi dan kondisi bangsa, bahkan pesantren telah
menjadi sub-kultur yang menarik minat para peneliti untuk mengkaji lebih
lanjut. Masyarakat sangat merasakan manfaat dari keberadaan pesantren
salaf karena dapat melindungi dari serangan budaya barat yang ekstrim
dan dapat merusak gaya hidup generasi bangsa. Namun bukan berarti
pasantren salaf lepas dari kelemahan sehingga tertuntut untuk dapat
melakukan kontekstualisasi tanpa meninggalkan jati dirinya (wataknya).3
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sistemik. Di
dalamnya memuat tujuan, nilai, dan berbagai unsur yang bekerja secara
terpadu satu sama lain dan tak terpisahkan. Dengan demikian, sistem

1
Ading Kusdiana, Sejarah Pesantren; Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah
Priyangan (1800-1945), (Bandung: Humaniora, 2014), hlm. 2.
2
Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual Arsitek Pesantren,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hlm. 62.
3
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), hlm. 114.

1
pendidikan adalah totalitas interaksi seperangkat unsur-unsur pendidikan
yang bekerja sama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain
menuju tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan.4Sinkronisasi
unsur-unsur dan nilai-nilai pendidikan pesantren merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Sistem pendidikan
pesantren didasari, digerakkan, dan diarahkan sesuai dengan nilai-nilai
kehidupan yang bersumber pada dasar Islam yang membentuk pandangan
hidup.Pandangan hidup yang secara kontekstual berkembang sesuai
dengan realitas sosial inilah yang dijadikan acuan dalam menetapkan
tujuan pendidikan.
Dalam perkembangannya, berbagai pesantren memiliki keunikan-
keunikan tersendiri sehingga sangat sulit membuat satu rumusan yang
dapat mempresentasikan seluruh pesantren yang ada.5
Metode pembelajaran di pondok pesantren salafiyah ada yang
bersifat tradisional, yaitu pembelajaran yang diselenggarakan menurut
kebiasaan yang telah lama dilaksanakan di pesantren atau dapat juga
disebut sebagai metode pembelajaran asli (original) di pondok
pesantren.Di samping itu ada pula metode pembelajaran modern (tajdid).
Metode pembelajaran tajdid merupakan metode pembelajaran hasil
pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode
yang berkembang pada masyarakat modern, meski tidak selalu diikuti
penerapan sistem modern, yaitu sistem sekolah atau madrasah.
Metode pembelajaran pesantren diberikan dalam bentuk sorogan,
bandongan, halaqah, dan hafalan.Di antara metode pembelajaran
tradisional yang menjadi ciri umum pembelajaran pondok pesantren
salafiyah adalah metode hafalan.6
Metode hafalan hingga saat ini masih banyak ditemukan di
pesantren-pesantren salaf di Indonesia, kebanyakan dari pesantren tersebut
menggunakan metode hafalan karena untuk mempermudah santri dalam

4
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 6.
5
Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka
Rizky Putra, 2007), hlm. 7.
6
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 6.

2
memahami materi pelajaran.Diantara materi pelajaran yang masih
menggunakannya adalah kitab Alfiyah Ibnu Malik, sebuah kitab klasik
yang di dalamnya menerangkan tentang nahwu dan sharaf ataupun tentang
gramatikal bahasa Arab.
Digunakannya metode hafalan hingga saat ini di pesantren-
pesantren salaf adalah bukti bahwa metode ini sangat membantu santri
dalam memahami materi kitab mandzumat yang berjumlah 1002 bait ini.
Namun demikian, tidak sedikit pula dari kalangan santri yang harus
menghabiskan waktu bertahuntahun lebih lama untuk memahaminya
dengan metode yang sama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kajian ontologis mengenai metode hafalan?
2. Bagaimana peran metode hafalan bagi santri dalam memahami kitab
alfiyah?
3. Bagaimana cara menghafal yang baik dan efektif?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kajian ontologis mengeni metode hafalan.
2. Untuk mengetahui peran metode hafalan bagi santri dalam memahami
kitab alfiyah.
3. Untuk mengetahui cara menghafal yang baik dan efektif.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan referensi untuk kegiatan yang sama.
b. Sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
umumnya.
2. Manfaat pedagogis
a. Bagi Santri
Meningkatkan pemahaman terhadap kitab alfiyah.

3
b. Bagi Ustadz
Sebagai acuan dalam menentukan strategi pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran guna mencapai ketuntasan belajar
bagi santri.
c. Bagi Lembaga Pondok Pesantren
1) Meningkatkan prestasi belajar santri di pondok.
2) Sebagai masukan bagi Pondok Pesantren dalam rangka
peningkatan mutu kualitas pembelajaran.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pondok Pesantren
1. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Pada perkembangannya, misi pendidikan pondok pesantren terus
mengalami perubahan sesuai dengan arus kemajuan zaman yang
ditandai dengan munculnya IPTEK. Sejalan dengan terjadinya
perubahan sistem pendidikannya, makin jelas fungsi pondok pesantren
sebagai lembaga pendidikan, disamping pola pendidikan secara
tradisional diterapkan pula pola pendidikan modern.
2. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Sosial
Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga sosial merupakan
keterlibatan pesantren dalam menangani masalahmasalah sosial yang
dihadapi oleh masyarakat. Atau dapat juga dikatakan bahwa pesantren
bukan hanya saja sebagai lembaga pendidikan dan da’wah tetapi lebih
jauh dari pada itu ada kiprah yang besar dari pesantren yang telah
disajikan oleh pesantren untuk masyarakat.7
B. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren
Ada beberapa metode pembelajaran yang digunakan beberapa pondok
pesantren untuk mendalami kitab-kitab kuning yaitu8:
a. Metode Sorogan Sorogan
Artinya adalah secara individu dimana seorang santri berhadapan
seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya, atau
sebuah sistem belajar dimana para santri maju satu persatu untuk
membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan seorang guru atau kiai.
b. Metode Bandongan
Bandongan artinya sekelompok murid (5-500) mendengarkan
seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan

7
Moh. Tasi’ul Jabbar,dkk, Upaya Kiai Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca
Kitab Kuning (Kediri: STAIN Kediri, 2017) 46
8
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Ciputat: Ciputat Press,
2002)

5
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa arab. Setiap murid
memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik
arti maupun keterangan) tentang kata-kata buah pikiran yang sulit.
Atau metode yang mana kiai membaca suatu kitab dalam waktu
tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian santri
mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kiai tersebut. Dalam
metode bandongan kiai menggunakan bahasa daerah setempat. Kiai
membaca, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat kitab
yang dipelajarinya. Santri secara cermat mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh kiai dengan memberikan catatancatatan tertentu pada
kitabnya masingmasing dengan kode-kode tertentu.
c. Metode Mudzakarah
Metode mudzakarah ialah suatu cara yang digunakan dalam
menyampaikan bahan pelajaran dengan mengadakan suatu pertemuan
ilmiah yang secara khusus membahas persoalan-persoalan yang
bersifat keagamaan. Mudzakarah dapat dibedakan atas dua tingkatan
kegiatan sebagai berikut: 1) Mudzakarah yang diselenggarakan oleh
sesama santri untuk membahas suatu masalah, dengan tujuan agar
santri terlatih di dalam memecahkan suatu masalah dengan
menggunakan kitab-kitab yang tersedia. Disini seorang kiai menunjuk
salah seorang santri yang dijadikan sebagai juru bicara untuk
menyampaikan kesimpulan dari masalah yang di diskusikan. 2)
Mudzakarah yang dipimpin oleh seorang kiai, Arief (2002, 155)
menambahkan hasil mudzakarah diajukan untuk dibahas dan dinilai
seperti dalam suatu seminar, biasanya lebih banyak berisi tanya jawab.
Dalam hal ini santri dituntut kemampuannya baik dari segi kebahasaan
maupun keterampilan dalam mengutip sumber-sumber argumentasi
yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan. Bagi para
santri yang dianggap kompeten oleh seorang kiai, maka santri tersebut
dapat dijadikan sebagai pengajar untuk kitab-kitab Islam klasik.
d. Metode Muhawarah

6
Menurut Arief (2002, 156) adalah suatu kegiatan berlatih
bercakap-cakap dengan bahasa arab yang diwajibkan oleh pesantren
kepada santri selama mereka tinggal di pondok pesantren. Di beberapa
pesantren, latihan muhawarah atau muhadatsah tidak diwajibkan setiap
hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang di
gabungkan dengan latihan-latihan sebagian muhawarah atau
muhadatsah, yang tujuannya untuk melatih keterampilan anak didik
berpidato.
e. Metode Majlis Ta’lim Majlis ta’lim menurut
Adalah suatu media penyampaian agama Islam yang bersifat
umum dan terbuka. Para jamaah terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat yang memiliki latar belakang pengetahuan
bermacammacam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun
perbedaan kelamin. Pengajian semacam ini hanya diadakan pada
waktu-waktu tertentu saja. Ada yang seminggu sekali dan ada yang
dua minggu sekali atau sebulan sekali. Kadang juga kiai mengadakan
pengajian khusus untuk pria atau khusus untuk wanita. Materi
pelajaran yang diberikan bersifat umum berisi nasehat-nasehat yang
bersifat Amar ma’ruf nahi munkar. Adakalanya materi diambil dari
kitabkitab tertentu seperti tafsir Al-Qur’an dan hadits.
C. Kitab Alfiyah
Kitab Alfiyah Ibnu Malik merupakan salah satu kitab mandzumah,
kitab kuning yang berbentuk nadzam atau bait ini hampir diajarkan oleh
mayoritas pondok pesantren di Indonesia, karena kandungannya yang
membahas tentang nahwu-sharaf dan terdiri dari 1002 bait tersebut, tak
jarang pula para santri yang sampai pada tingkat pelajaran ini banyak yang
harus menambah waktu untuk muthala’ah dan mudzakarah. Kitab Alfiyah
ini dikarang oleh Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad bin
Malik,dilahirkan di kota Jayyan Andalus (Spanyol) pada tahun 600 H
danmeninggal di Damaskus pada tahun 672 H.9

9
Qadli al Qudlat Bahauddin, Syarah Ibnu Aqil ‘Ala Alfiyah ibnu Malik, Jilid I, (Bairut:
Dar al Fikr), hlm. 3.

7
Banyak sekali kitab karangan Ibnu Malik, namun sedikit yang
tidak di komentari ataupun di syarahi oleh para ulama sejak saat itu hingga
saat ini, baik melalui pembahasan, membaca dan penjelasan-penjelasan
yang berbobot.Salah satu kitab karangannya adalah al Khulashah,
termasuk karangannya yang terkenal hingga hari ini.Kitab ini menjelaskan
tentang ilmu nahwu dan sharaf dalam bentuk mandzumat bahar rajaz
(panduan membuat syair) yang di lengkapi dengan penjelasan dari
beberapa perspektif (madzhab) dan dijelaskan pula perspektif pilihan.Di
namakan kitab al Khulasah karena merupakan ringkasan dari kitab al
kafiyah al-Syamiyah karangan Ibnu Malik yang terdiri dari 3000 bait.10Ini
di sebutkan dalam bait:
‫ كمااقخضىغنىبالخصاصت‬# ‫احصىمنالكافيتا‬
Al Khulashah lebih terkenal dengan sebutan Alfiyah karena di
dalamnya terdapat kurang 1000 bait, seperti kata Ibnu Malik dalam bait:
‫ مقاصذالنحىبهامحىيت‬# ‫واسخعيناللهفىالفيت‬
Ibnu Malik menyebutkan dalam bait-baitnya terdapat 1000 bait
karena memang isinya demikian, namun sebenarnya terdapat 1002 bait.
Kenapa demikian, karena di dalamnya ada kisah yang menarik untuk di
simak.Ketika Ibnu Malik dalam proses menulisnya (mengarang),
mendadak berhenti dan apa yang ada dalam hatinya (karangannya) hilang,
ini terjadi ketika baru 5 bait telah ditulisnya, yaitu bait:
‫ فائقتالفيتابنمعطى‬# ‫وحقخضىرضابغيرسخط‬
Setelah beberapa waktu dan beberapa hari, Ibnu Malik berziarah ke
Ibnu Mu‟thi selaku gurunya dan tertidur di makamnya, tanpa sengaja Ibnu
Malik bertemu dengan Ibnu Mu‟thi di dalam mimpinya dan berkata
“apakah kamu lupa siapa saya”, ada pendapat bahwa Ibnu Mu‟thi berkata
“banyak terjadi satu orang hidup bisa mengalahkan seribu orang mati”.
Kemudian Ibnu Malik terbangun dari tidurnya dan menyebutkan dalam
bagian bait Alfiyah Ibnu Malik yaitu:
‫فائقتالفيتابنمعطى‬

10
Yusuf Habur Harakat, Misbah al Salik ila Audhahi al Masalik, (Libanon: Dar al Fikr,
1994), hlm. 24.

8
Ibnu malik menjelaskan dalam baitnya tentang mengapa berhenti dalam
proses menulisnya hingga menyebut Ibnu Mu‟thi dalam karangannya
untuk penghormatan dan karena lebih dulu dan lebih tua dalam hal umur,
ilmu dan karangannya:11
‫مستوجبثنائىالجميال‬ # ‫وهوبسبقحائزتفضيال‬
‫ لىولوفىدرجاثالخرة‬# ‫واللهيقضىبهباث‬
Alfiyah Ibnu Malik di tulis dalam bentuk mandzumat dengan
menggunakan bahar rajaz karena dikalangan Arab bahar ini termasuk
bahar yang paling mudah.
D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemahaman Hafalan
Dalam ranah kognitif, pemahaman (comprehension) merupakan
tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan, misalnya
menjelaskan denga susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibacanya
atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah di contohkan, atau
menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam Bloom
taksonomi “kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada
pengetahuan”. Namun, tidak berarti bahwa pengetahuan tidak perlu
ditanyakan, sebab untuk dapat dipahami, perlu terlebih dahulu mengetahui
atau mengenal.Pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap
makna dari materi atau informasi yang disajikan. Hal ini dapat ditunjukan
dengan penerjemahan (translating) dari suatu bentuk informasi ke bentuk
lainnya; penafsiran (interpreting) terhadap materi seperti menjelaskan atau
meringkas; dan dengan membuat estimasi (extrapolating) mengenal
kecenderungan di masa mendatang atas dasar informasi yang disajikan,
seperti memprediksi konskuensi atau efek.
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.Tingkat
terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti
yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa
Indonsia.Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
11
Muhammad Khalilurrahman, Lantunan Bait Sentuhan Ruh, (Jombang: Darul Hikmah,
2008), hlm. 119.

9
kejadian, membedakan yang pokok dan yang tidak pokok.Tingkat ketiga
merupakan pemahaman ekstrapolasi.Dengan ekstrapolasi diharapkan
seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan
tentang konskuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus, ataupun masalahnya.Penyusunan tes ketiga tingkat dalam
ranah kognitif ini dapat membedakan item yang susunannya termasuk sub-
kategori tersebut, yaitu dengan membedakan antara pemahaman
terjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi. Beberapa kata kerja operasional
yang dapat dipakai dalam sub-ranah kognitif ini antara lain adalah
menjelaskan, merangkum, menyadur, memperkirakan, menguraikan,
mengubah, meramalkan, menerangkan, merumuskan, memberi contoh,
menyimpulkan, dan menggantikan.12
E. Metode Hafalan Kitab Alfiyah
Metode berasal dari bahasa Yunani metodos yang berarti cara atau
jalan. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk mempermudah
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut bahasa (etimologi) metode berasal dari kata meta (sepanjang) dan
hodos (jalan) adalah ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang
ditempuh dalam disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara menurut istilah (terminolog), metode adalah ajaran yang
memberikan uraian, penjelasan dan menentukan nilai.13
Approach yang dalam bahasa Arab di sebut ‫ المذخل‬adalah
seperangkat asumsi mengenai hakikat bahasa dan hakikat belajar mengajar
bahasa, sifatnya aksiomatik (filosofis). Metode (‫ )الطريقت‬adalah rencana
menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara
teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan dengan yang lain dan
semuanya berdasarkan atas approach yang telah dipilih, sifatnya

12
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. II, Ciputat: Logos Wacana, 2001, hlm.
78.
13
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 16.

10
prosedural. Teknik (‫ )األسلىب‬adalah apa yang sesungguhnya terjadi di dalam
kelas dan merupakan pelaksanaan dari metode, sifatnya implementatif.14
Acep Hermawan menyebutkan Metode pembelajaran (thariqah al-
tadris/teaching method) adalah tingkat perencanaan program yang bersifat
menyeluruh yang berhubungan erat dengan langkah-langkah penyampaian
materi pelajaran secara prosedural, tidak saling bertentangan, dan tidak
bertentangan dengan pendekatan.15
Metode hafalan adalah kegiatan belajar siswa dengan cara
menghafal surat teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang
guru, para siswa diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam waktu
tertentu. Hafalan yang di miliki siswa ini kemudian di demonstrasikan di
hadapan guru baik secara periodik ataupun insidental, tergantung pada
keinginan sang guru.

Metode hafalan adalah cara mempelajari isi teks yang telah


dipelajari dari guru dengan cara menghafal, dimana para siswa
diharuskanmenghafal satu bab dari (satu pelajaran) untuk diperdengarkan
kepada gurunya.16Biasanya materi hafalan dalam bentuk syair atau
nadzam dan itu tergantung mata pelajarannya, karena semua itu sebagai
pelengkap.Metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat
(memorizing)santri terhadap materi yang dipelajari.17

Metode menghafal merupakan ciri umum dalam sistem pendidikan


Islam di masa ini.Untuk dapat menghafal suatu pelajaran murid harus
membaca berulang-ulang sehingga pelajaran dapat melekat di benak
mereka.Sebagaimana kata Imam Hanafi bahwa seorang murid harus
membaca suatu pelajarannya dan terus menerus mengulanginya sampai dia
menghafalnya. Dalam proses selanjutnya, siswa akan mengeluarkan

14
Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hlm. 19.
15
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 8.
16
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 75.
17
M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:
Diva Pustaka, 2003), hlm. 89.

11
kembali dan mengkontekstualisasikan pelajaran yang di hafalnya sehingga
dalam diskusi atau perdebatan dia dapat merespon, mematahkan lawan,
atau memunculkan sesuatu yang baru.18

18
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. II, Ciputat: Logos Wacana, 2001, hlm. 78.

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan
menggunakan pendekatan kualitatif karena ini penelitian lapangan (field
research). Penelitian ini dilaksanakan di beberapa pondok pesantren di
Kajen, Margoyoso, Pati. Sebagai informan adalah kyai, ustadz, dan santri
yang sudah sampai pada jenjang mengajar dan mempelajari kitab Alfiyah
Ibnu malik. Teknik penentuan informan dengan cara observasi terlebih
dahulu dengan kyai atau pengurus pesantren kemudian memilih kyai atau
ustadz, dan santri yang mengajar dan mempelajari kitab Alfiyah Ibnu
Malik.
Teknik pengumpulan datanya adalah observasi yang dilakukan
secara terlibat (partisipatif), wawancara terstruktur dan tidak terstruktur,
dan dokumentasi. Keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat
reliabilitas dan validitas data yang diperoleh, Dalam penelitian ini yang
akan dilakukan oleh peneliti adalah: 1) membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan teknik
analisis datanya dengan pendekatan kualitatif berupa pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
sebagai sesuatu yang saling jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Kajen Margoyoso Pati
Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 21 Mei 2019
sampai 22 Mei 2019.
C. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang dipilih sebagai populasi adalah seluruh
santri Pondok Pesantren Kajen Margoyoso Pati. Sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah 20 orang santri.

13
D. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan teknik:
1. Angket
Angket disini maksudnya untuk mendapatkan data tentang bagaimana
pengaruh metode hafalan terhadap tingkat pemahaman kitab alfiyah
pada santri Pondok Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengadakan pertanyaan kepada ustadz
yang mengajar Alfiah Ibn Malik di Pondok Pesantren Kajen,
Margoyoso, Pati.
3. Dokumentasi
Yaitu mengambil data-data yang berkenaan dengan bahan-bahan
penelitian. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar atau karya-karya
monumental seseorang.
E. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan model analisis
data Miles dan Huberman. Ada tiga langkah yang dilakukan yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data mencakup beberapa kegiatan yaitu merangkum data,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari
tema dan pola dan membuang hal-hal yang tidak perlu.
2. Penyajian Data
Tujuan dari penyajian data adalah untuk memudahkan dalam
memahami apa yang terjadi dan melaksanakan kerja selanjutnya yang
berdasarkan apa yang telah dipahami. Penyampaian data berbentuk
naratif.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan yang diutarakan pada tahap awal didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali mengumpulkan
data di lapangan, maka kesimpulannya kredibel.

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Hasil Wawancara
a. Hisyam
Berdasarkan wawancara bersama Hisyam selaku salah satu
santri di Pondok APIK (Asrama Pelajar Islam Kauman) Kajen,
Margoyoso, Pati. Berdasarkan wawancara dengan saudara Hisyam
diperoleh hasil jika ada banyak metode untuk menghafal kitab
alfiyah salah satunya yaitu dengan mencatat per bad apa yang
sudah diterangkan ustad langkah berikutnya yaitu menghafal per
bad agar tidak lupa dengan keterangan yang sudah disampaikan
oleh ustad. peranan metode hafalan dalam memahami kitab alfiyah
menurut beliau sangatlah penting karena dengan terlebih dahulu
kita menghafal maka akan lebih mudah untuk memahaminya.
Untuk lebih mudahnya lagi biasanya beliau membuat patokan-
patokan agar lebih mudah untuk mencarinya. Menurut beliau,
metode hafalan dapat menigkatkan pemahaman karena dengan
menghafal kita mudah untuk memahami kitab alfiyah dan kita
lebih tahu bed ini ternyata keterangannya seperti ini. Pendapaat
beliau tentang cara menghafal yang baik yaitu dengan cara kitab
yang kita gunakan harus sama cetakannya maksutnya kalau ustad
kita menggunakan cetakan Surabaya seharusnya kita juga sama
menggunakan kitab yang cetakannya dari Surabaya karena setiap
cetakan itu isinya berbeda. Biasanya beliau juga sering menggaris
bawahi bed-bed yang belum begitu faham. Beliau melakukan
hafalan di tempat-tempat sepi seperti makam setelah subuh atau
maghrib karena waktu-waktu tersebut sangatlah tepat digunakan
untuk menghafal dan beliau mentarget seminggu harus hafal 25
bed.

15
b. Ustadz Ahmad Balya
Wawancara dengan narasumber selanjutnya, yakni bersama
Ahmad Balya selaku pembimbing/ustdaz di Pondok Pesantren
Maslakhul Huda Lil Mubtadi’in Kajen, Margoyoso, Pati. diperoleh
hasil bahwa cukup banyak metode yang digunakan untuk
memahami kitab alfiyah, salah satunya adalah metode menghafal,
dikarenakan alfiyah itu merupakan sebuah nadzom. Beliau
menuturkan bahwa memang kegiatan menghafal lalu memahami
itu sudah lumrah di kalangan santri. Hanya saja, tidak semuanya
langsung cepat menghafal 1000 bait itu, terkadang banyak yang
bertahap sedikit demi sedikit kemudian dipahami atau ada juga
yang menghafal 1000 bait itu baru kemudian dipahami. Karena
memahami kitab alfiyah itu tidak semudah yang dikira, terkadang
dibalik beberapa nadzom terdapat maksud lain yang berbeda dari
nadzom itu sendiri. Tapi memang mayoritas santri lebih mudah
memahami kitab alfiyah dengan cara menghafal terlebih dahulu.
Namun Ustadz Ahmad Balya menegaskan bahwa menghafal
merupakan unsur yang sangat penting untuk memahami kitab
alfiyah. Karena dengan menghafal santri dapat mengingat pokok-
pokok bahasan sehingga lebih cepat dalam memahami kitab
alfiyah. Beliau juga memaparkan bahwa metode hafalan
merupakan metode yang digunakan oleh mayoritas pondok untuk
memahami kitab alfiyah sejak dulu kala. Jadi metode hafalan
bukanlah hal yang baru di dalam system pembelajaran di pondok
pesantren.
c. Ustadz Muhammad Isnaini Jalaludin
Wawancara dengan narasumber selanjutnya, yakni bersama
Muhammad Isnaini Jalaludin selaku pembimbing/ustdaz di Pondok
Pesantren APIK (Asrama Pelajar Islam Kauman) Margoyoso, Pati.
Berdasarkan wawancara tersebut diperoleh hasil bahwa peranan
metodologi hafalan dalam memahami kitab alfiyah sangat penting
dalam mengkaji suatu hukum. Tanpa ada metodologi hafalan akan

16
sangat susah bagi kita untuk mengkaji suatu hukum yang benar
karena kalau tidak ada modelnya metodologi kadang kita kita
hanya mementingkan nafsu saja kita hanya mementingkan ego kita
sendiri. Contohnya dalam kitab Alfiah ini susunannya yang
pertama itu adalah Al Kalam yaitu berupa bait “kalamumuna
lafdzun mufidzun kastaqim , wasmun wa fi’lun tsumma harfunil
kalim”. yang pertama dibahas ialah tentang kalam yaitu
pembicaraan karena setiap manusia yang berakal, kalau tidak
berakal berarti tidak kalam. Ustadz Muhammad Isnaini Jalaludin
menyebutkan bahwa ada beberapa tips untuk menghafalkan kitab
alfiyah yang menarik diantaranya: 1) ketika kita mau menghafal
kitab kita seyogyanya harus dalam keadaan bersih, suci dari
sebelum menghafalkan sampai selesai menghafalkan. 2) Karena
kitab alfiyah merupakan kitab karangannya Imam Ibnu Malik,
berarti kita harus izin dulu terhadap imam Ibnu Malik, dengan cara
“Hadroh”. 3) sedikit-sedikit tetapi istiqomah. 4) Dibuat berirama
seperti lagu-lagu. 5) kita harus berusaha memahami setiap bait-bait
kitab alfiyah tersebut.

2. Hasil Penyebaran Kuesioner


Berdasarkan penyebaran kuesioner terhadap santri dari berbagai
Pondok Pesantren di Kajen,Margoyoso diperoleh data sebagai berikut:
a. Identitas Pengisi Kuesioner
No Nama Nama Pondok Pesantren
1. Nailu Al-Kautsar
2. Faiz El mubarok PMH Pusat
3. Dhea Nanda Rizkika Roudlotul at-Thohiriyyah
4. Afwah Nabilla Al-Bad’iyyah
5. Jamuna Kamilah Al-Husna
6. Faricha Elok Saputri Al-Bad’iyyah
7. Sri Indah Lestari Al-Bad’iyyah
8. Ova Nailul Ro’fah Al-Kautsar

17
9. Syafaatun N Al-Husna
10. Kopipah Al-Husna
11. Zahra Pesilba
12. Halimatur Rosyidah Permata Putri
13. Ninda Chairul Al-Bad’iyyah
14. Anggun Suprihatin Al-Husna
15. Minna Qurrotul A’yun Al-Hikmah Putri
16. Umami Khamida Maslakul huda
17. Alfu Zahroh Al-Husna
18. Jamilatur Rizqil Yasiri Roudhoh Al-Thohiriyyah
19. Indana Zufa Al-Husna 1
20. Fina Nurul Husna Al-Husna
21. Niswatun Hasanah Roudhoh Al-Thohiriyyah
22. Laila Al-Husna
23. Iqbaatul Zahrotun N Al-Husna
24. Nashirotul Millah Roudhoh Al-Thohiriyyah
25. Ulfa Dwi Firawati Al-Kautsar
26. M. Kafa Bihi Fatih PMH Pusat
27. Afifatul Munirah Roudhoh Al-Thohiriyyah
28. Rabiatus Saniah Heru cokro
29. Yuha Ilayyana M Al-Mardliyah
30. Nailul Muflihah Al-Ikhlash
Tabel 4.1 Identitas Pengisi Kuesioner
Pondok Pesantren Jumlah Responden
Al-Kautsar 3
PMH Pusat 2
Al-Thohiriyyah 5
Al-Bad’iyyah 4
Al-Husna 9
Pesiba 1
Permata Putri 1

18
Al-Hikmah Putri 1
Maslahul Huda 1
Heru Cokro 1
Al-Mardliyah 1
Al-Ikhlash 1
Jumlah 40
Tabel 4.2 Data Pondok Pesantren
b. Data Hasil Pengisian Kuesioner
1) Penggunaan Metode Hafalan
Penggunaan Metode Hafalan
No Nama
Ya Tidak
1. Nailu 
2. Faiz El mubarok 
3. Dhea Nanda Rizkika 
4. Afwah Nabilla 
5. Jamuna Kamilah 
6. Faricha Elok Saputri 
7. Sri Indah Lestari 
8. Ova Nailul Ro’fah 
9. Syafaatun N 
10. Kopipah 
11. Zahra 
12. Halimatur Rosyidah 
13. Ninda Chairul 
14. Anggun Suprihatin 
15. Minna Qurrotul A’yun 
16. Umami Khamida 
17. Alfu Zahroh 
18. Jamilatur Rizqil Yasiri 
19. Indana Zufa 
20. Fina Nurul Husna 

19
21. Niswatun Hasanah 
22. Laila 
23. Iqbaatul Zahrotun N 
24. Nashirotul Millah 
25. Ulfa Dwi Firawati 
26. M. Kafa Bihi Fatih 
27. Afifatul Munirah 
28. Rabiatus Saniah 
29. Yuha Ilayyana M 
30. Nailul Muflihah 
Jumlah 39 1
Tabel 4.3 Penggunaan Metode Hafalan
2) Pengaruh Metode Hafalan dalam Meningkatkan Pemahaman
terhadap Kitab Alfiyah
No Nama Ya Mungkin Tidak
1. Nailu 
2. Faiz El mubarok 
3. Dhea Nanda Rizkika 
4. Afwah Nabilla 
5. Jamuna Kamilah 
6. Faricha Elok Saputri 
7. Sri Indah Lestari 
8. Ova Nailul Ro’fah 
9. Syafaatun N 
10. Kopipah 
11. Zahra 
12. Halimatur Rosyidah 
13. Ninda Chairul 
14. Anggun Suprihatin 
15. Minna Qurrotul A’yun 
16. Umami Khamida 

20
17. Alfu Zahroh 
18. Jamilatur Rizqil Yasiri 
19. Indana Zufa 
20. Fina Nurul Husna 
21. Niswatun Hasanah 
22. Laila 
23. Iqbaatul Zahrotun N 
24. Nashirotul Millah 
25. Ulfa Dwi Firawati 
26. M. Kafa Bihi Fatih 
27. Afifatul Munirah 
28. Rabiatus Saniah 
29. Yuha Ilayyana M 
30. Nailul Muflihah 
Tabel 4.4 Pengaruh Metode Hafalan dalam Meningkatkan
Pemahaman terhadap Kitab Alfiyah

B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa baik dari pihak pembimbing maupun pihak santri di beberapa
Pondok Pesantren Kajen, Margoyoso, Pati. Mereka secara garis besar
menggunakan metode hafalan guna memahami kitab alfiyah. Metode
hafalan sendiri sudah dicanangkan sejak dahulu kala di mayoritas
pesantren. Berdasarkan hasil wawancara dan penyebaran kuesioner kepada
santri-santri dari beberapa pondok pesantren di Kajen, diantaranya:
1. Pondok Pesantren Al-Kautsar
2. Pondok PMH Pusat
3. Pondok Pesantren Roudhol Al-Thohiriyyah
4. Pondok Pesantren Al-Bad’iyyah
5. Pondok Pesantren Al Husna
6. Pondok Pesantren Pesiba
7. Pondok Pesantren Permata Putri
8. Pondok Pesantren Al-Hikmah Putri

21
9. Pondok Pesantren Maslahul Huda
10. Pondok Pesantren Heru Cokro
11. Pondok Pesantren Al-Mardliyah
12. Pondok Pesantren Al-Ikhlash

Dari hasil kuesioner tersebut menunjukkan bahwa metode hafalan


sangat berpengaruh terhadap peningkatan level pemahaman terhadap kitab
alifiyah. Menurut Ustadz Ahmad Balya, metode hafalan mampu membuat
kita lebih cepat memahami kitab alfiyah dikarenakan dengan menghafal
kita dapat mengingat pokok-pokok bahasan di dalam kitab alfiyah dengan
baik. Jadi, dikala kita mencoba untuk memahami kitab alfiyah secara
otomatis otak kita akan me-representasi-kan apa-apa yang telah kita
hafalkan. Dengan menghafal secara tidak langsung kita melatih otak kita
agar senantiasa berpikir. Hal ini berdampak kepada kemampuan berpikir
yang semakin kritis. Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan
cara menghafal surat teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan
seorang ustadz, para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan
dalam waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu penghafalan yang
ditempuh para santri yang menjadi responden dari kuesioner penelitian ini
diperoleh data:

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun

Diagram 4.1 kurun waktu menghafalkan kitab alfiyah


Diagram di atas menunjukkan rata-rata kurun waktu para santri
dalam menghafalkan kitab alfiyah adalah selama 3 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan menghafal tiap santri adalah berbeda-

22
beda. Hal tersebut juga berdampak terhadap tingkat pemahaman masing-
masing santri. Seperti yang diutarakan oleh Hanun Asrohah bahwa
pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu pemahaman
terjemahan, pemahaman penafsiran, dan pemahamann ekstrapolasi
(memperluas persepsi). Berikut ini merupakan data yang diperoleh
berdasarkan tingkat pemahaman santri yang menjadi koresponden di
dalam penelitian ini:
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Menerjemahkan Menafsirkan Ekstrapolasi

Diagram 4.2 Tingkat Pemahaman Santri terhadap kitab Alfiyah


Dari diagram 4.2 menunjukkan hasil bahwa kebanyakan santri masih
berada di tahap pertama dalam tingkat pemahaman, yakni menerjemahkan.
Namun tidak menutup kemungkinan bagi santri untuk terus meningkatkan
kemampuan memahami isi dari kitab alfiyah. Berkaitan dengan tingkat
pemahaman santri terhadap kitab alfiyah bagaimanapun juga merupakan
fungsi dari kitab alfiyah itu sendiri yang salah satunya adalah untuk
memahami perkara nahwu dan sharaf yang tidak lain merupakan kaidah
dasar dalam mempelajari bahasa Arab. Jadi salah satu peranan kitab
alfiyah adalah untuk mempelajari dasar dasar dalam menerjemahkan
bahasa Arab. Untuk itu memahami isi dari kitab alfiyah sangatlah penting
agar kita mampu untuk menerjemahkan bahasa Arab yang baik dan benar.
Tingkatan selanjutnya dalam pemahaman adalah menafsirkan.
Menafsirkan berbeda dari menerjemahkan. Jikalau menerjemahkan
hanyalah menggubah tatanan bahasa dari bahasa satu kepada bahasa yang
lainnya, namun menafsirkan adalah menghubungkan apa yang kita

23
terjemahkan dengan apa yang kita ketahui. Tingkatan teratas dari
pemahaman adalah ekstrapolasi. Ekstrapolasi adalah adalah kegiatan yang
mana mencari maksud tersembunyi dari kalimat atau frasa atau nadzom
tertentu. Belum tentu apa yang telah kita terjemahkan adalah makna
sebenarnya dari sebuah frasa atau nadzom, dan apa yang kita tafsirkan
belum tentu adalah kebenaran yang sesungguhnya. Untuk itu tingkatan
ekstrapolasi merupakan tingkatan yang lebih tinggi di atas menerjemahkan
dan menafsirkan.
Pengaruh metode hafalan terhadap tingkatan dalam memahami
kitab alfiyah berdasarkan dari data hasil penelitian yang diperoleh adalah
untuk mempermudah dalam menerjemahkan, menafsirkan dan mencari
makna tersembunyi dari sebuah nadzom alfiyah. Namun menghafal juga
bukan perkara yang mudah, dibuktikan dengan data hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa kurun waktu untuk menghafal alfiyah tidaklah
sebentar. Maka dari itu timbulah beberapa cara yang unik yang bisa
menunjang proses penghafalan kitab alfiyah, diantaranya:
1. Menghafalkan dari kitab yang dipublikasikan oleh percetakan yang
sama.
2. Menggarisbawahi bed-bed alfiyah.
3. Menghafalkan di waktu-waktu menjelang subuh, karena waktu
tersebut keadaan tubuh sangat bugar selepas istirahat.
4. Menetukan target yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
5. Selalu dalam keadaan suci ketika hendak mulai menghafal hingga
selesai kegiatan menghafal.
6. Menghafalkan sedikit demi sedikit bed-bed alfiyah namun rutin
(istiqomah).
7. Menghafalkan dengan memberikan irama hingga serupa lagu.

Manfaat dari metode menghafal, selain untuk memahami kitab alfiyah,


juga memilki dampak positif yang lain bagi para santri. Ketika santri
dibiasakan untuk menghafal maka secara otomatis otak ikut terasah terus
menerus. Oleh karena itu kegiatan menghafal secara rutin dapat membuat
santri berpikir kritis dan mampu meningkatkan kecerdasan.

24
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
1. Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal
surat teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz,
para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam waktu
tertentu.
2. Pengaruh metode hafalan terhadap santri adalah mampu meningkatkan
pemahaman santri terhadap kitab alfiyah.
3. Mayoritas santri berada di dalam tingkat pemahaman untuk
menerjemahkan kitab alfiyah.
B. Saran
1. Kepada Pengajar/Ustadz
a. Penggunaan metode hafalan yang terintegrasi dengan metode
sorogan sebenarnya dapat melahirkan model pembelajaran yang
lebih aktif jika di kembangkan dengan memadukan metode lain
yang lebih variatif, dengan harapan dapat meningkatkan
pemahaman santri pada tingkat ketiga yaitu membuat estimasi
(extrapolating).
b. Pengajar/ustadz perlu mengevaluasi secara berkala tingkat
kemampuan ataupun pemahaman santri mengingat adanya
keragaman kemampuan para santri.
2. Santri
a. Lebih termotivasi dengan adanya integrasi metode hafalan dan
metode sorogan serta kedalaman ilmu dan pengetahuan kyai.
b. Perlu meningkatkan kemandirian belajar (muthala’ah) dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada.

25
DAFTAR PUSTAKA

Armai, Arief, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat:
Ciputat Press.

Arsyad Azhar, 2010, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Asrohah, Hanun., 2001, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. II, Ciputat: Logos
Wacana.
Bahauddin al QudlatQadli, Syarah Ibnu Aqil ‘Ala Alfiyah ibnu Malik, Jilid I,
Bairut: Dar al Fikr.
Ilmu Kodir AbdulKoko, 2014, Metodologi Studi Islam,Bandung: Pustaka Setia.
Harakat HaburYusuf, 1994, Misbah al Salik ila Audhahi al Masalik, Libanon: Dar
al Fikr.
Hermawan Acep, 2011, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Ilmu Kodir AbdulKoko, 2014, Metodologi Studi Islam,Bandung: Pustaka Setia.
Jabbar, Moh. Tasi’ul, dkk., 2017, Upaya Kiai Dalam Meningkatkan Kemampuan
Membaca Kitab Kuning, Kediri: STAIN Kediri.

Khalilurrahman Muhammad, 2008, Lantunan Bait Sentuhan Ruh, Jombang: Darul


Hikmah.
Kusdiana Ading, 2014, Sejarah Pesantren; Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya
di Wilayah Priyangan (1800-1945), Bandung: Humaniora.
MadjidNurcholish, 1997, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan,Jakarta: Paramadina.
Mastuhu, 1994, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.
Masud Abdurrahman, 2006, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual
Arsitek Pesantren, Jakarta: Prenada Media Group.
Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo, 2003, Manajemen Pondok
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka.
Muthohar Ahmad, 2007, Ideologi Pendidikan Pendidikan Pesantren,Semarang:
Pustaka Rizky Putra.

26
Zarkasyi Syukri Abdullah, 2005, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan
Pesantren, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

27
LAMPIRAN

A. Dokumentasi Foto

Gambar.1 Wawancara dengan narasumber Hisyam

Gambar.2 Wawancara dengan Ustadz Ahmad Balya

28
Gambar.3 Wawancara bersama Ustadz Muhammad Isnaini Jalaludin

29
B. Daftar Pertanyaan kepada Narasumber
1. Apa saja metode yang dipilih santri untuk memahami kitab alfiyah?
2. Bagaimana peranan metode hafalan dalam memahami kitab alfiyah?
3. Apakah metode hafalan dapat meningkatkan tingkat pemahaman santri
terhadap kitab alfiyah?
4. Bagaimana cara menghafal yang baik dan efektif?

30

Anda mungkin juga menyukai