Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN PENDIDIKAN

PESANTREN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU :
Dr. ABD. AZIS TATA PANGARSA M.Pd
Dr. MUFARRIHUL HAZIN M.Pd.

DISUSUN OLEH :
LUQMAN RIFA’I ( NIM 212120103 )
ABDUL GHOFUR (NIM 212120072)
DALILATUL HUSNA (NIM 212120129)
MUCHAMAD INDRA SUDARMAWAN ( NIM 212120110)

PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG
2022
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN………………………………………………………………… 3
RUMUSAN MASALAH ………….….…………………………………………. 4
TUJUAN PEMBAHASAN…………….…………………………….…………… 4
PEMBAHASAN…………………………………………………………………… 4
1. Manajemen Kurikulum Pesantren……….……………………………….…….. 5
2. Manajemen Peserta Didik Pesantren…………………...……...………………. 12
3. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pesantren…………………… 15
4. Manajemen Keuangan Pesantren…………………..…,………………….….… 18
5. Manajemen Sarana Prasarana Pesantren……………….……...………………. 20
6. Manajemen Hubungan masyarakat Pesantren………...……...……….………. 22
SIMPULAN…………………….……………………………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 25

2
MANAJEMEN PENDIDIKAN PESANTREN

PENDAHULUAN
Tak dapat dipungkiri bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua dalam
perjalanan sejarah Indonesia. Keberadaanya tetap eksis sejak enam abad yang lalu hingga
sekarang. Pesantren di Indonesia dikenal sebagai tempat belajar mengajar agama islam yang
intensif dan paling sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. Pendidikan dan pengajaran di
pesantren berurat akar ke bawah, mendapatkan dukungan dari masyarakat, dan hidup di tengah
masyarakat serta mengabdi pada kepentingan rakyat. Tak salah jika dikatakan bahwa pesantren
memiliki ciri khas dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain di Indonesia.
Pada mulanya pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengkhususkan pada
pendalaman ilmu keagamaan. Namun dalam perkembangannnya, kini terjadi banyak perubahan.
Dari segi keilmuan, sejumlah pesantren mulai mengadopsi mata pelajaran umum. Sedangkan
dari segi fasilitas, banyak pesantren yang kini menjadi sebuah institusi yang memiliki
kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi santri. Sehingga pesantren tidak hanya unggul
pada segi akhlak, nilai, intelektual, dan spiritualnya, tetapi juga pada peralatan yang ada di
dalamnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pokok didirikannya pondok pesantren adalah tafaqquh
fi ad-diin. Yakni, mencetak ulama atau orang yang mendalami ilmu agamanya.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling variatif. Hal ini karena adanya
kebebasan dari pendirinya untuk mewarnai pesantrennya dengan penekanan pada kajian tertentu.
Penekanan ini menurut Qomar didasarkan atas keahlian dari kiai pengasuhnya. 1Banyaknya
variasi pesantren tersebut perlu diadakan pembedaan secara kategorial. Kategori ini dapat
ditinjau dari berbagai perspektif, segi rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan,
keterbukaan terhadap perubahan dan dari sudut sistem pendidikannya
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia telah berjasa mengiringi
kehadiran Islam di negeri ini. Keberadannya terbukti sebagai salah satu alat berdakwah yang
efektif dalam menggembleng santri agar memiliki pengetahuan agama yang mapan sehingga
nantinya dapat mengajarkan pada orang lain. Hanya saja, ada sejumlah pesantren yang berusia
sangat tua tidak dibarengi dengan kemajuan manajemennya. Masih banyak kondisi manajemen
pesantren tradisional yang sangat memprihatinkan. Dengan kata lain, pola manajemen pesantren

1
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam strategi baru pengelolaan lembaga pendidikan Islam. (Jakarta:
Penerbit Erlangga 2007) p. 58

3
cenderung dilakukan secara insidentil dan kurang memperhatikan tujuan-tujuan yang telah
disistematisasikan secara hierarkis
Ditinjau dari perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola suatu lembaga,
termasuk pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal jadi, tidak memiliki fokus strategi
yang terarah, dominasi personal terlalu besar dan cenderung eksklusif dalam pengembangannya.
Pada segi pendidikan, sejumlah pesantren belum ada standar kurikulum dan pengawasan mutu.
Untuk itu sebuah keniscayaan untuk terus melakukan pembenahan Manajemen Pendidikan
Pesantren.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Manajemen Pendidikan Pesantren dan apa saja ruang lingkupnya?
2. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Kurikulum Pesantren?
3. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Peserta Didik Pesantren?
4. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pesantren?
5. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Keuangan Pesantren?
6. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Sarana Prasarana Pesantren?
7. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Hubungan Masyarakat Pesantren?

TUJUAN PEMBAHASAN
1. Memahami Manajemen Pendidikan Pesantren dan apa saja ruang lingkupnya.
2. Memahami Pelaksanaan Manajemen Kurikulum Pesantren
3. Memahami Pelaksanaan Manajemen Peserta Didik Pesantren.
4. Memahami Pelaksanaan Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pesantren.
5. Memahami Pelaksanaan Manajemen Keuangan Pesantren.
6. Memahami Pelaksanaan Manajemen Sarana Prasarana Pesantren.
7. Memahami Pelaksanaan Manajemen Hubungan Masyarakat Pesantren.

PEMBAHASAN
Menurut Soebagio Atmodiwirio manajemen pendidikan adalah sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengatur tenaga pendidikan dan sumber daya
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.2 Sementara dalam pandangan Biro Perencanaan
Depdikbud, manajemen pendidikan adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan

2
Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Arda Dizya Jaya, 2000). p. 23

4
pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Dengan
demikian manajemen pendidikan pesantren berarati proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin, mengatur tenaga pendidikan dan sumber daya pendidikan di pesantren untuk
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.
Ruang lingkup manajemen pendidkan pesantren meliputi manajemen kurikulum,
manajemen peserta didik, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen keuangan,
manajemen sarana dan prasarana dan manajemen hubungan masyarakat.

1. Manajemen Kurikulum Pesantren


Menurut Suharsimi Arikunto manajemen kurikulum ialah pengimplementasian jenis
aktivitas dan fungsi manajemen (perencanaan, penyelenggaraan, dan penilaian) terhadap
kurikulum.3 Manajemen kurikulum adalah sistem untuk mengelola kurikulum dengan cara
kooperatif, komperhensif, sistematik, dan sistemik yang akan dijadikan acuan pesantren untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pada kurikulum tersebut. Dengan demikian, manajeman
kurikulum pesantren adalah pengelolaan perencanaan, penyelenggaran dan evaluasi kurikulum
yang dijadikan acuan pesantren dalam mewujudkan tujuannya.
Secara operasional, Lunenberg & Orstein mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) proses
pada manajemen kurikulum ini seperti perencanaan terhadap kurikulum, penyelenggaraan
kurikulum, dan penilaian dalam penyelenggaraan kurikulum.4 Ketiga proses tersebut berkaitan
erat dan saling berhubungan satu sama lain. Sehingga dalam perspektif manajemen sudah
semestinya pesantren memperhatikan ketiga proses tersebut dalam mewujudkan visi misinya.

a. Perencanaan Kurikulum Pesantren


Perencanaan kurikulum merupakan proses penetapan pada tujuan kurikulum dan cara
guna menggapai tujuan. Perencanaan kurikulum bisa dimulai dengan melakukan perumusan
pada visi dan misi dalam lembaga, profil lulusan, dan desain dalam kurikulum. Dilihat dari
aspek perencanaan desain kurikulumnya, pesantren terbagi menjadi tiga tipologi. yaitu: a)
Pesantren Salafiyah, b) Pesantren Khalafiyah, dan c) Pesantren Campuran/Kombinasi.5
1. Pesantren Salafiyah
Salafiyah terambil dari kata salaf. Salaf artinya “lama”, “dahulu”, atau “tradisional”.
Pesantren salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan

3
Suharsimi Arikunto, Organisasi Administrasi. (Jakarta: CV Rajawali. 1990) p. 8
4
Lunenberg, Fred C, and Orstein, Alan C. Educational Administration: Concepts & Practices (4th edition).
(California: Thomson/Wadsworth, 2004) p. 489
5
Departeman Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah;
Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Deperteman Agama RI, 2003), pp. 29-31.

5
pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya.
Pembelajaran berkosentrasi kepada ilmu-ilmu agama Islam seperti tauhid, fiqh, tafsir,
akhlaq, tarikh, nahwu, sharaf dan lain sebagainya. Dalam proses pembelajaranya dilakukan
secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab
(al-turast al-islamy). Penjenjangan tidak disasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan
tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertentu, santri dapat naik
jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat kesukarannya lebih tinggi. Demikian
seterusnya.
Sesungguhnya pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang
dikenal dengan sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajari
suatu cabang ilmu. Ciri yang menonjol biasanya adalah dalam pesantren salafiyah
pembelajaran lebih ditekankan pada kompetensi bahasa Arab secara pasif, yaitu
keterampilan membaca dan menerjemah teks Arab klasik.

2. Pesantren Khalafiyah
Khalafiyah berasal dari kata khalaf yang artinya “kemudian” atau “belakang”.
Pesantren Khalafiyah juga sering disebut Pesantren ‘ashriyah. Kata ashriyah berasal dari
kata ‘ashri artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok
pesantren dengan pendekatan modern, memalui satuan pendidikan formal baik madrasah
(MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMU dan SMK), atau nama
lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada pondok pesantren khalafiyah
dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Satuan program pembelajaran
didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.
Pada tipe ini, pesantren lebih banyak berfungsi sebagai asrama yang memberikan lingkungan
kondusif untuk pendidikan agama.6
Dalam bentuk yang lain, pondok pesantren khalafiyah juga tetap dalam bentuk
pondok pesantren seperti di pesantren salafiyah. Namun demikian, di dalamnya diajarkan
ilmu-ilmu umum dan pembelajaran bahasa Arab dan Inggris sekaligus. Biasanya penekanan
pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris diarahkan dalam penguasaan secara aktif, dengan
membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi.

6
Departeman Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah;
Pertumbuhan dan Perkembangannya, pp. 30.

6
3. Pesantren Campuran/Kombinasi
Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan penjelasan di atas adalah
salafiyah dan khalafiyah dalam bentuknya yang ekstrim. Dalam kenyataannya, sebagian
pondok pesantren yang ada sekarang adalah pondok pesantren yang berada diantara
rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang mengaku atau
menamakan diri pesantren salafiyah, pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan
secara klasikal dan berjenjang, walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah.
Demikian juga pesantren khalafiyah, pada umunya juga menyelenggarakan pendidikan
dengan pendekatan pengajian kitab klasik, karena sistem “ngaji kitab” itulah yang selama ini
diakui sebagai salah satu identitas pondok pesantren. Tanpa menyelenggarakan pengajian
kitab klasik, agak janggal disebut sebagai pondok pesantren.7
Jadi, pesantren campuran/kombinasi merupakan pesantren yang menggunakan pola
pembelajaran kitab kuning dan menggunakan sistem klasikal atau tidak dalam proses
belajar-mengajarnya. Biasanya di dalamnya santri diwajibkan pula berbahasa Arab dan
Inggris secara aktif dalam pergaulan sehari-hari.
Pembagian tipologi di atas juga sejalan dengan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Pesantren pasal 5 yang menyatakan bahwa tipologi pesantren terdiri ; pertama, pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning; Kedua,
pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola
Pendidikan Muallimin; Ketiga, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk
lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.8
Dalam perkembangannya, Sesuai UU Pesantren saat ini bagi pesantren yang konsen
dengan kajian kitab kuning atau dirasah islamiyah namun ingin mendapatkan ijazah formal
bisa membentuk Satuan Pendiidkan Muadalah. Satuan Pendididan Muadalah terdiri dari
pendidikan dasar, menengah dan tinggi dengan format sebagai berikut :
1. Satuan Pendidikan Dasar dalam bentuk Pendidikan Muadalah ula atau Pendidikan
Diniyah Formal ula; dan/atau Satuan Pendidikan Muadalah wustha atau Pendidikan
Diniyah Formal Wustha.
2. Satuan Pendidikan Menengah dalam bentuk Pendidikan Muadalah ulya atau
Pendidikan Diniyah Formal ulya.
3. Satuan Penddikana Tinggi dalam bentuk Ma’had Aly.9

7
Departeman Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah;
Pertumbuhan dan Perkembangannya, pp. 30.
8
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren pasal 5
9
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren pasal 17

7
b. Penyelenggaran Kurikulum Pesantren
Dalam pembelajaran yang diberikan kepada santrinya, pesantren menggunakan
manhaj (kurikulum) dalam bentuk jenis-jenis kitab tertentu. Kitab- kitab ini harus dipelajari
sampai tuntas, sebelum dapat baik ke jenjang kitab lain yang lebih tinggi tingkat
kesukarannya. Dengan demikian, tamatnya pembelajaran tidak diukur dengan satuan waktu,
juga tidak didasarkan pada penguasaan terhadap silabi (topik-topik bahasan) tertentu, tetapi
didasarkan pada tamat atau tuntasnya santri mempelajari kitab yang telah ditetapkan.
Kompetensi standar bagi tamatan pondok pesantren adalah kemampuan menguasai
(memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengajarkan) isi kitab tertentu yang telah
ditetapkan.10
Pembahasan mengenai struktur kurikulum pesantren tidak sama dengan struktur
kurikulum madrasah atau sekolah. Madrasah atau sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal, kurikulumnya terpusat ditentukan dan dikelola oleh pemerintah. Sedangkan
pesantren yang merupakan lembaga pendididikan non formal, adalah lembaga pendidikan
swasta yang bebas menentukan struktur kurikulumnya. Oleh sebab itu, struktur kurikulum di
setiap pesantren tidak dapat sama seratus persen. Melainkan ada beberapa perbedaan di
dalamnya, tergantung kekhasan dan kedalaman ilmu agama yang dikuasai kyainya. Akan
tetapi, ada semacam kesepakatan yang tidak tertulis di kalangan para kyai, bahwa untuk
penjenjangan beberapa kitab yang dipelajari di pesantren ada kesamaan, khususnya pada
tingkat dasar dan menengah.
Nurcholis Madjid mengatakan, pada umumnya pembagian keahlian para ulusan atau
produk pendidikan pesantren berkisar pada bidang-bidang nahwu-sharaf, fiqh, aqa’id,
tasawuf, tafsir, dan bahasa Arab.11 Secara lebih lengkap, Kementerian Agama melalui Dirjen
Kelembagaan Agama Islam (sekarang Dirjen Pendidikan Islam) memberikan paparan cukup
jelas mengenai struktur kurikulum (manhaj) pesantren yang lazim diterapkan secara umum
di beberapa pondok pesantren. Penjenjangan di pesantren dibagi dalam tingkat dasar, tingkat
menengah pertama, tingkat menengah atas, dan tingkat tinggi. Adapun rinciannya adalah
sebagai berikut:

TABEL KURIKULUM BERDASARKAN KITAB DI PESANTREN SALAF12

10
Departeman Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah
Diniyah; Pertumbuhan dan Perkembangannya, pp. 31-32.
11
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Cet. 1, (Jakarta: Paramadina, 1997), pp. 7-13.
12
Departeman Agama RI-Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah
Diniyah; Pertumbuhan dan Perkembangannya, pp. 33

8
MATERI TINGKAT TINGKAT TINGKAT TINGKAT
DASAR MENENGAH PERTAMA MENENGAH LANJUT TINGGI
TAJWID Al-Qur’an. Tuhfah al-Athfal,
Hidayah al-Mustafid,
Mursyid al-Wildan,
Syifa’ al-Rahman
TAUHID Al-Jawahir al- Tuhfah al-Athfal, Tuhfah al-Murid, Al- Fath al-Majid.
Kalamiyyah, Ummu al- Hidayah al-Mustafid, Husun al-Hamidiyyah,
Barohim. Mursyid al- Al-Aqidah al-
Wildan, Syifa’ al- Islamiyyah, Kifayah al-
Rahman Awwam.
FIQH Safinah al-Sholah, Fath al-Qarib (Taqrib), Kifayah al-Akhyar. Fath al-Wahhab, Al-
Safinah al-Najah, Minhaj al-Qawwim, Fath- al-Mu’in Iqna’, Al-Muhadz
Sullam al-Taufiq, Safinah al-Sholah. dzab, Al-Mahalli, Al-
Sullam al-Munajat. Fiqh ‘ala al-Madzahib
al-Arba’ah, Bidayah
al-Mujtahid.
AKHLAQ Al-Washaya al-Abna’, Ta’lim al-Muta’allim. Minhaj al-‘Abidin, Ihya’ Ulum al-Din,
Al-Akhlaq li Irsyad al-‘Ibad. Risalah al- Mu’awa
al-Banin/Banat. nah, Bidayah al-
Hidayah.
NAHWU Nahwu al-Wadhih, Al- Mutammimah, Alfiyah ibnu Malik, Jami’ al-Durus al-
Jurumiyyah Nadzam ‘Imrithi, Al- Qawaid al-Lughah al- Arabiyyah.
Makudi, Al-‘Asmawi. ‘Arabiyyah, Syarh
ibnu ‘Aqil, Al-
Syabrawi
SHARAF Al-Amtsilah al- Nadzam Maqsud, Al- Al-I’lal, I’lal al-Sharf. Jami’ al-Durus al-
Tashrifiyyah, Matan Kailani. Arabiyyah.
al-Bina wa al-Asas.
USHUL FIQH Al-Waraqat, Al- Latha’if al-Isyarah,
Sullam, Al-Bayan, Al- Ushul al-Fiqh, Jam’ul
Luma’. Jawami’, Al-Nawahib
al-Saniyyah. Al-Asy
bah wa al-Nadhair,
TAFSIR Tafsir al-Qur’an al- Tafsir al-Qur’an
Jalalain, Al-Maraghi. al-‘Azhim (Ibnu
Katsir), Fi Zhilal al-
Qur’an.
ILMU TAFSIR Al-Tibyan fi ‘Ulum al- Al-Itqan fi Ulum al-
Qur’an, Mabahits fi Qur’an, Itmam al-
‘Ulum al-Qur’an, Dirayah.
Manahil al-Irfan
HADITS Al-‘Arbain al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin,
Mukhtar al-Hadits, Al-Lulu’ wa al-
Bulugh al-Maram, Marjan, Shahih al-
Jawahir al-Bukhari,
Al-Jami’ al-Shaghir.
MUSTHOLAH Minhah al-Mughits, Alfiyah al-Suyuti.
HADITS Al-Baiquniyyah.
BALAGHAH Al-Jauhar al-Maknun Uqud al-Juman, al-
Balaghah al-
Wadhihah.

Materi-materi pelajaran tersebut diselenggarakan dengan metode pembelajaran


tradisional yang menjadi trade mark pembelajaran di pesantren, antara lain: metode sorogan,

9
bandongan, musyawarah/bahtsul masa’il, pengajian pasaran, hafalan (muhafadzah),
demonstrasi, rihlah ilmiah, muhadatsah, mudzakarah.13 Metode pembelajaran ini secara
turun-temurun dilestarikan oleh kalangan pesantren. Penyelenggaraan pembelajaran kitab-
kitab tersebut umumnya dipergunakan dalam pengajian standar oleh pondok-pondok
pesantren. Sedangkan untuk tipologi pesantren khalafiyah atau pesantren kombinasi tentu
metode pembelajarannya lebih variatif seiring perkembangan metode pembelajaran lembaga
pendidikan formal pada umumnya.

c. Evaluasi Kurikulum Pesantren


Dalam ranah pendidikan, evaluasi kurikulum dilakukan dalam rangka untuk
mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan
sebagainya. Sasaran evaluasi bukan hanya peserta didik saja, melainkan juga kepada
pendidiknya, sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam.14 Salah satu bentuk evaluasi kurikulum adalah dengan
menerapkan evaluasi pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan dalam periode tertentu dan
diterapkan ke dalam jenis pendidikan formal maupun non-formal.
Sesungguhnya ada begitu banyak teknik evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
dan menilai hasil pembelajaran. Namun demikian, evaluasi pembalajaran dalam dunia
pesantren pada umumnya untuk aspek kognitif dilakukan dalam bentuk tulis, tanya jawab,
dan setoran hafalan. Sedangkan aspek afektif dan psikomotorik evaluasi dilakukan
berdasarkan pengamatan sehari-hari para kyai dan gurunya terhadap santri teresebut. Dari
sini bisa diketahui kalau pesantren masih mengacu pada ujian/tes untuk mengetahui sejauh
mana santrinya dalam menyerap ilmu agama. Sementara untuk aspek afektif umumnya tidak
terdokumentasi dengan baik.
Dalam perspektif manajemen pendidikan, sesungguhnya evaluasi pembelajaran tidak
hanya melalui jalur ujian/tes bisa juga dengan cara “non tes” seperti melakukan observasi,
wawancara, skala sikap, angket hingga catatan insidental dan teknik pemberian penghargaan
kepada siswa (verbal dan non verbal).15 Obyek yang menjadi evaluasi pembelajaran ada 2
macam, yaitu peserta perorangan dan peserta dengan jumlah besar.16 Ada 4 bentuk hasil dari

13
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Cet. 1, (Jakarta: Media Nusantara, 2006), pp. 51-85.
14
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana), pp. 211
15
Lihat Makalah Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Teori dan Praktek, (Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2010), pl 7
16
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, teknik dan Prosedur, pp 152-177

10
evaluasi pembelajaran yang diterapkan para pendidik di lembaga pendidikan, seperti yang
tertera dalam tabel berikut:

Melihat kondisi kurikulum pesantren saat ini, maka masih dipandang perlu adanya
manajemen kurikulum pesantren yang handal dan mumpuni sekaligus dapat mengantisipasi
perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini. Menanggapi persoalan ini, KH. Abdurrahman
Wahid menggagas beberapa hal terkait dengan pembenahan kurikulum yang ditujukan pada
upaya pengembangan pesantren. Program tersebut secara garis besar dapat terbagi dalam hal-
hal berikut; pertama, program percampuran antara komponen-komponen agama dan non
agama dalam satu kuikulum formal pesantren. Program ini bertujuan untuk mematangkan
kurikulum campuran yang telah ada dengan meningkatkan mutu dan menahapkan kurikulum
itu secara berjenjang pada tingkatan yang lebih tinggi. Kedua, program keterampilan yang
meliputi banyak komponen keterampilan teknis. Program ini bermaksud mengembangkan
keterampilan teknis yang mampu membawa orientasi baru dalam pandangan hidup para santri.
Ketiga, program penyuluhan masyarakat yang pada dasarnya diarahkan untuk peningkatan
kemampuan santri dalam satu bidang keterampilan tertentu untuk digunakan nantinya dalam
program penyuluhan masyarakat dalam bidang yang dilatih tersebut. Keempat, program
pengembangan masyarakat yang dimaksudkan untuk menciptakan tenaga-tenaga
pengembangan masyarakat pada kebutuhan-kebutuhan dan sumber daya yang ada untuk
memenuhinya. 17
Selanjutnya untuk menjamin mutu Pendidikan Pesantren, maka Undang-undang No 18
tahun 2019 tentang Pesantren mendorong adanya sistem penjaminan mutu. Sistem penjaminan
mutu berfungsi: a. melindungi kemandirian dan kekhasan Pendidikan Pesantren; b.
mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan c. memajukan penyelenggaraan Pendidikan
Pesantren. Sistem penjaminan mutu sebagaimana diarahkan pada aspek: a. peningkatan
17
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta : LKIS, 2001) pp. 186-190.

11
kualitas dan daya saing sumber daya Pesantren; b. penguatan pengelolaan Pesantren; dan c.
peningkatan dukungan sarana dan prasarana Pesantren. Sistem penjaminan mutu disusun oleh
Majelis Masyayikh. Selanjutnya rumusan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis
Masyayikh ditetapkan oleh Menteri. Dalam implementasinya, sistem penjaminan mutu
pesantren ini memang masih menjadi diskusi yang hangat anatar yang pro dan kontra. 18

2. Manajemen Peserta Didik Pesantren


Manajemen peserta didik merupakan penggabungan dari kata “manajemen” dan
“peserta didik". Manajemen peserta didik atau manajemen kesiswaan merupakan salah satu
bidang operasional dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Menurut E. Mulyasa manajemen
peserta didik adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
peserta didik mulai masuk sampai dengan mereka lulus dari suatu sekolah. Senada dengan
pengertian di atas, Sukarti Nasihin dan Sururi menjelaskan, manajemen peserta didik juga
dapat dikatakan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik
tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa manajemen peserta didik pesantren
adalah sebuah layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan
layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai
mereka matang mendapatkan proses pendidikan di pesantren.
Pesantren melaksanakan pengelolaan peserta didik tidak bisa lepas dari elemen-
elemen pesantren yang ada. Berbeda dengan lembaga-lembaga formal pada umumnya,
pesantren memiliki kemandirian dalam mengembangkan pendidikannya. Sehingga program-
program pendidikan yang dilaksanakannya, memiliki cara tersendiri dalam membina dan
mengembangkan peserta didiknya. Tujuannya agar menghasilkan output yang sesuai dengan
visi, misi, pesantren. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan dalam ruang lingkup
manajemen peserta didik yang dilaksanakan berikut:

a. Analisis Kebutuhan Peserta Didik


Pesantren perlu melakukan analisis kebutuhan peserta didik. Dalam analisis ini
pesantren tradisional berbeda dengan lembaga formal pada umumnya yang begitu ketat
sesuai kuota lokal kelas yang tersedia. Di Pesantren tradisional biasanya menerima semua
calon peserta didik yang ingin menuntut ilmu di sana. Hal ini karena kelas di pesantren
hanya sebagai tempat belajar yang bisa dilaksanakan di mana saja di lingkungan pesantren

18
Undang-undang No 18 tahun 2019 tentang pesantren pasal 26

12
yang tidak harus dibatasi dengan tembok dalam ruangan. Hampir semua sarana dapat
dijadikan kelas sebagai tempat belajar. Sedangkan untuk pesantren modern dan pesantren
yang membuka jalur pendidikan formal biasanya sejak awal menganalisis jumlah santri
yang akan diterima sesuai dengan kuota kelas yang tersedia.

b. Rekrutmen Peserta Didik


1. Pembentukan Panitia
Panitia terdiri dari para ustadz dan pengurus Pesantren. Mereka dibentuk pada setiap
tahun ajaran baru agar mengurusi penerimaanpeserta didik atau santri baru. Hal ini
biasanya dirapatkan pengurus pesantren bersama Kyai untuk menentukan susunanan
kepanitiaan dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

2. Pendaftaran
Dalam rekrutmen peserta didik ada pesantren yang hanya cukup melalui alumni
dari berbagai daerah yang sudah memiliki organisasi daerah di Pesantren. Jadi tidak ada
semacam pemasangan iklan atau pengumuman untuk mendapatkan peserta didik. Hal itu
biasanya karena pada setiap tahun ajaran baru yaitu setiap bulan Syawwal mereka akan
berbondong untuk datang dan mendaftar sebagai santri atau peserta didik. Namun
demikian saat ini mayoritas pesantren telah menerbitkan brosur pengumuman peserta
peserta didik baru bahkan mengiklankannya.
Dalam pendaftaran, calon peserta didik harus diantar oleh orang tuanya ke
pesantren. Hal ini agar ada niatan yang jelas dari orang tua dalam memasukkan anak-
anaknya ke pesantren. Di samping itu, ini juga sebagai bentuk pemberian kepercayaan dari
wali santri kepada kyai Sebagai pengasuh pesantren yang dalam istilah pesantren disebut
dengan “masrahne”.

3. Seleksi Peserta didik


Setelah peserta mendaftar mereka akan diseleksi sesuai kelas yang ingin dituju oleh
calon peserta didik baru. Seleksi di pesantren pada umumnya tidak dimaksudkan untuk
menentukan peserta yang didik yang lolos kemudian diterima menjadi peserta didik di
pesantren. Akan tetapi seleksi ini dilaksanakan untuk mengukur kemampuan peserta didik
baru, sehingga mereka layak untuk masuk kelas atau tingkatan yang sesuai dengan yang
mereka ingin masuki.

13
c. Orientasi
Kegiatan ini dilakukan agar peserta baru mengenal lingkungan baru yang menjadi
tempat belajarnya. Di samping itu, mereka juga diagendakan sowan atau silaturrohim ke
ndalem-ndalem kyai di Pesantren. Hal ini dilakukan agar sejak dini sudah terbentuk
komunikasi yang baik antara peserta didik baru dengan kyai dan ustadz. Mereka dilatih
tata cara atau etika ketika sedang berhadapan dengan kyai dan ustadz serta orang yang
lebih dewasa darinya.

d. Penempatan Peserta didik


Penempatan peserta didik di pesantren bertujuan untuk menempatkan tingkat
pendidikan dan asrama tinggal santri yang bersangkutan. Bagi pesantren yang hanya
mengkaji kitab kuning biasanya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk ikut
serta pengajian kitab yang diinginkannya. Tapi untuk pesantren yang menggunakan sistem
klasikal, maka penempatan peserta didik berdasarkan hasil ujian seleksi masuk. Namun
demikian umumnya pemisahan antara peserta didik putri dengan yang putra. Ini sangat
penting di lembaga dengan basis pesantren demi menjaga dari berbagai madlorot yang
timbul ketika mereka dijadikan satu.

e. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan kondisi peserta didik dilakukan melalui buku kehadiran serta laporan
setiap wali kelas dalam setiap musyawarah rutin wali kelas. Dengan demikian,
perkembangan peserta didik dapat diketahui oleh pihak-pihak yang membutuhkan. Dan
dalam hal ini para pengasuh akan memberikan masukanmengenai solusi-solusi terkait
masalah yang mungkin sedang dihadapi para wali kelas dan ustadz dalam proses
pembelajaran.

f. Kelulusan dan Alumni


Di Pesantren umumnya sangat memperhatikan kegiatan kelulusan dan alumni. Di
beberapa pesantren, setiap peserta didik yang sudah lulus tidak langsung diberikan
ijazahnya, namun mereka diwajibkan untuk mengambil salah satu program vokasional,
yaitu komputer, montir sepeda motor, dan kerajinan batu akik selama enam bulan. Hal ini
dimaksudkan agar mereka kehalian atau ketrampilan tertentu sebagai bekal mereka di
masyarakat.

14
Ada juga sebagian pesantren yang mempersyaratkan kelulusan santrinya harus
mengikuti program pengabdian. Program ini bisa berupa pengabdian di dalam pesantren
atau menjadi guru tugas di lembaga pendidikan lain. Pengabdian ini bertujuan untuk
memberi pengalaman sekaligus mematangkan santri baik dari aspek karakter maupun
keilmuannya sebelum benar-benr terjun di masyarakat.
Di samping itu, setiap tahun bersamaan dengan acara haflah akhirus sanah juga
diadakan pertemuan alumni dari berbagai daerah. Pertemuan juga diisi dengan pengajian
akbar yang diikuti seluruh alumni dan peserta didik atau santri. Bahkan di pesantren
sebagai bentuk kepedulian terhadap alumni, dibentuklah ikatan alumni. Organisasi alumni
ini memiliki program-program dalam mengembangkan keilmuan yang telah mereka
dapatkan selama belajar di Pesantren

4. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pesantren


Dalam pesantren pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan merupakan
sumber daya manusia potensial yang turut berperan dalam mewujudkan tujuan pendidikan
pesantren. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
Ayat 5 dan 6 yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam rangka mewujudkan tenaga pendidik dan kependidikan pesantren yang
handal maka perlu diterapkan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan. Manajemen
tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga
pendidik dan kependidikan itu masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya
berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian
kompensasi, penghargaan, pendidikan dan latihan atau pengembangan dan pemberhentian.

a. Komponen Tenaga Pendidik dan Kependidikan


Dalam operasioanal pendidikan pesantren, tenaga pendidik dan kependidikan
pesantren terdiri dari kyai, ustadz, kepala/madrasah, pengurus pesantren dan para pekerja
pendukung lainnya. Peran dan tanggungjawab masing-masing komponen ini adalah sebagai
berikut ;

15
1. Kyai
Menurut asal-usulnya, istilah kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis
gelar dengan peruntukan yang berbeda satu sama lain. Pertama, kyai sebagai gelar
kehormatan bagi benda-benda yang dianggap keramat, misalnya Kiai Garuda Kencana,
sebagai nama bagi salah satu kereta kuda milik kraton Yogyakarta. Kedua, sebagai
gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya. Dan, ketiga, sebagai gelar yang
diberikan oleh masyarakat kepada ahli agama Islam (ulama) yang memiliki atau
menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab--kitab klasik kepada para santrinya. 19
Seorang kiai dalam dunia pesantren memiliki berbagai macam peran. Kyai
berperan sebagai ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung masyarakat, pemimpin,
dan pengelola pesantren. Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut kiai untuk bisa
memosisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Dengan demikian, dibutuhkan
sosok kiai yang mempunyai kemampuan, dedikasi, dan komitmen yang tinggi untuk
bisa menjalankan peran sentral ini.
Keberhasilan pimpinan dapat diukur dari dua hal, yaitu pemahaman mendalam
akan institusi dan tanggung jawab. Pimpinan institusi yang berhasil adalah mereka yang
memahami kompleks dan uniknya institusi, serta mampu melaksanakan peranannya
sebagai seorang pemimpin. Salah satu ciri kepemimpinan sukses, yaitu dibuktikan
dengan pemimpin yang memiliki keterampilan yang baik dalam menggerakkan sebuah
organisasi.

2. Ustadz/Guru
Ustadz/Guru sebagai tenaga pendidik bertugas membantu kyai untuk mendidik
dan mengajar para santri. Di pesantren tradisional perekrutan guru biasanya tanpa
melalui seleksi, akan tetapi penunjukan langsung oleh kyai dengan pertimbangan
kepribadian yang baik dan penguasaan materi-materi keagamaan yang diajarkan.
Sehingga guru di pesantren tradisional bisa jadi tanpa kepemilikan kualifikasi dan
kompentensi tenrtentu sesuai standar pendidik dan tenaga kependidikan yang
ditetapkan secara nasional.
Sedangkan untuk guru di pesantren yang membuka pendidikan formal
menerapkan standar pendidikan nasional. Perekrutan dan penetapan guru sebagai
tenaga pendidik dilakukan dengan pembuktian kualifikasi dan kompetensi yang
distandarkan oleh standar nasional pendidikan.

19
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,. (Jakarta: LP3ES, 1985),.pp. 55

16
3. Pengurus Pesantren
Pengurus adalah sekelompok orang yang mengurus dan memimpin suatu
perkumpulan.20 Dengan demikian, pengurus pesantren adalah sekelompok orang
yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh pengasuh untuk mengerahkan,
menghandle, serta menyusun dan menjalankan peraturan-peraturan pondok guna untuk
dipatuhi santri.

b. Strategi Pengembangan SDM Tenaga Pendidik dan Kependidikan


Langkah pertama dalam Manajemen Sumber Daya Manusia di pesantren yaitu
mengidentifikasi perencanaan SDM. Perencanaan terjadi di setiap tipe kegiatan.
Perencanaan adalah proses dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara
mencapainya. Pimpinan pesantren diharapkan mampu merumuskan tujuan dan
menganalisis jabatan yang didalamnya tekandung job description dan job specification.
Langkah kedua yaitu perekrutan tenaga kerja. Setelah pemimpin pesantren
membuat analisis pekerjaan, baru kemudian mengadakan perekrutan. Proses perekrutan
dapat diilustrasikan sebagai suatu rangkaian dari proses sebelumnya. Jauh sebelum
perekrutan dilaksanakan, dilakukan dulu sebuah penelitian untuk mendesain sebuah
program perekrutan yang bertujuan pada komitmen terbesar dari para anggota,
produktifitas tinggi, dan kualitas kerja yang baik.
Langkah ketiga yaitu seleksi Sumber Daya Manusia. Pada tahap ini pemimpin
pesantren harus benar-benar mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja yang seperti
apa yang sesuai dengan job description yang telah disiapkan.
Langkah keempat yaitu Pelatihan dan Pengembangan SDM. Setelah melalui
tahapan-tahapan sebelumnya, langkah berikutnya yaitu pelatihan karyawan baru.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua kata yang saling terkait, karena tidak akan
tercapai pengembangan tanpa adanya pelatihan, dan pelatihan pun berorientasi pada
pengembangan.
Langkah kelima, yaitu Motivasi. Motivasi yaitu merupakan kegiatan yang
mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi merupakan
subjyek yang penting bagi manajer, karena menerut definisi manajer harus bekerja
dengan dan melalui orang lain

20
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)
pp.1128.

17
Langkah keenam, yaitu menumbuhkan komitmen kerja pada bawahan. Berbicara
mengenai komitmen kerja, tidak bisa lepas dari pemberdayaan pada suatu organisasi.
Pemberdayaan adalah pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja
untuk mengambil keputusan menyangkut semua perkembangan pengambilan keputusan
pada suatu organ

5. Manajemen Keuangan Pesantren


Manajemen Keunagan adalah suatu proses kegiatan berupa rancangan, pembiayaan,
pendataan, pengamatan dan terdapat pertanggungjawaban pula dari bagian keuangan
pesantren. Agar terlaksana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pengelolaan
dan pelaksanaan dalam hal peningkatan sumberdaya dan sumber dana yang telah disusun
sistematis oleh pesantren.21

a. Konsep Dasar Manajemen Keuangan Pesantren


Konsep dasar dari manajemen keuangan pesantren yang mana dalam pengembangan dan
peningkatan mutu, usaha dalam pesantren, penanaman modal dan aspek keuangan lain
yang dilakukan secara islami sesuai fiqih mua’malah. Dengan dibantu oleh pihak ketua
pengurus dan bendahara madrasah dalam pesantren tersebut. Dimana seluruh proses
kegiatan manajemen keuangan pesantren untuk mendapatkan pendanaan dan
pengalokasian secara efektif dan efisien.

b. Fungsi Manajemen Keuangan Pesantren


Terdapat tiga macam fungsi dalam manajmen keuangan pesantren yaitu:
1. Menetapkan pengalokasian dana
Pengalokasian keuangan pesantren berbentuk penanaman modal atau investasi yang
kemudian akan menghasilkan laba atau keuntungan serta diputusi oleh ketua
pengurus pesantren dan lembaga madrasah didalam naungan pesantren tersebut.
2. Memutuskan alternatif pembiayaan
Suatu aktivitas yang keputusannya dipegang oleh kepala kebijakan keuangan
pesantren dalam hal mengalokasikan dana se-ekonimis mungkin sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan dan operasional kegiatan pesantren dengan cara menganalisis
dan mempertimbangkannya.
3. Kebijakan dalam pembagian dividen
21
Ummu Salamah, Studi Mengenai Sistem Pengelolaan Keuangan Sekolah Di Pondok Pesantren Terhadap
Penguatan Manajemen Keuangan, Skripsi (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2013), p 18.

18
Dividen dimaknai sebagai pemberian sebagian keuntungan atau laba dari lembaga
formal atau semisal madrasah yang dibawah naungan pesantren kepada pesantrennya
tersebut akan dialokasikan untuk madrasah guna melanjutkan kegiatan
pengembangan.22

c. Prinsip Dasar Manajemen Keuangan Pesantren


Mengacu pada UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada Pasal
48 pihak pengurus keuangan pesantren harus memahami dengan seksama apa saja
prinsip-prinsip manajemen keuangan pesantren. Kaitannya dalam hal pengelolaannya
diharuskan memahami mekanisme peraturan, pelaporan dan pertanggungjawaban
anggaran pendapatan dan belanja pesantren.23 Diantara prinsip-prinsip manajemen
keuangan pesantren tersebut adalah sebagai berikut:
1. Transparansi
Transparansi yang memiliki makna keterbukaan jika dikaitkan dalam pengelolaan
manajemen keuangan pesantren berarti harus jelas dan tegas dalam setiap detail
sumber perolehan dana dari mana, berapa jumlah dana yang didapatkan,
pengeluaran kebutuhan pesantren serta bertanggung jawab atas pengelolaannya.
Transparansi manajemen keuangan pesantren termasuk faktor utama untuk
memperoleh dukungan serta kepercayaan dari orangtua wali santri, masyarakat serta
pihak pemerintah dalam pelaksanaan program pesantren itu sendiri. Serta tingkat
keakuratan informasi pembiayaan pesantren melalui prinsip keterbukaan, tidak lupa
perinciannya pun juga disediakan melalui papan pengumuman di kantor
administrasi pesantren.
2. Akuntabilitas
Dalam manajemen keuangan pesantren yaitu suatu pertanggungjawaban terkait
penggunaan atau pengeluaran dana keuangan pesantren sesuai dengan yang telah
direncanakan kepada pihak yang bersangkutan seperti pihak manajemen keuangan
pesantren pusat, pengasuh, wali santri serta pemerintah. Dengan menggunakan tiga
acuan prasyarat yaitu adanya keterbukaan dalam menerima kritik dan saran atau
masukan kepada pihak penyelenggara; adanya standar kinerja yang diukur melalui
bagaimana proses dari pengerjaan tugas yang diamanatkan.
3. Efektivitas

22
Miftahol Arifin, “Manajemen Keuangan Pondom Pesantren”, FIKROTUNA, Vol. 4, No. 2, 2016: pp 5-6.
23
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 48, pp 15.

19
Kegiatan manajemen keuangan pesantren dapat dikatakan efektif apabila keuangan
yang digunakan untuk membiayai proses kegiatan pesantren sesuai pengaturan yang
telah direncanakan di awal tujuan yang ingin dicapai dan bermanfaat bagi seluruh
pihak yang bersangkutan.
4. Efisiensi
Dalam rangka kegiatan manajemen keuangan pesantren bisa dikatakan efisien
apabila mampu meminimalkan penggunaan waktu, tenaga dan biaya serta
memenuhi target tercapainya tujuan. Disisi lain efisiensi pada kegiatan manajemen
keuangan pesantren mampu mendapatkan hasil semaksimal mungkin baik segi
kualitas maupun kuantitas.
Masyarakat atau orangtua wali santri akan puas apabila pesantren mampu
menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi pada penggunaan sumber daya dan dana
seadanya terkait pengelolaan manajemen keuangan pesantren secara optimal dan penuh
rasa tanggung jawab.24
Disebutkan pada UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren bagian 4 bahwa
sumber pendanaan pesantren utamanya berasal dari masyarakat. Terdapat pula bantuan
dana dari pemerintahan berupa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai bentuk
peduli pada pengembangan dan pelaksanaan kegiatan pesantren sesuai pengaturan pada
undang-undang yang berlaku. Pemerintah pusat juga mengalokasikan dan menyediakan
bantuan dana tetap kepada pesantren dalam rangka mencukupi anggaran dan kebutuhan
yang diperlukan untuk penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan pesantren.25

5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pesantren


Dalam membahas terkait manajemen sarana dan prasarana pesantren menurut penulis
sangat dipengaruhi oleh kondisi yang ada dalam pesantren itu sendiri. Ketika waktu
mendirikan lembaga pesantren pasti telah memahami kondisi riilnya seperti apa dan
bagaimana mengaturnya ketika lahannya luas atau tidak luas. Secara umum dapat dikatakan
sarana dan prasarana pesantren sangat dipengaruhi seberapa luas lahannya. Ketika lahannya
tidak luas solusi apa yang bisa dilakukan sehingga tujuan dari pendidikan pesantren tercapai.
Demikian juga ketika lahannya luas optimalisasi sarana dan prasarana apa yang harus dimiliki
sehingga dapat menjadi bagian dari pencapaian tujuan pendidikan pesantren.
Ketika suatu sarana dan prasarana yang ada, tidak mampu digunakan secara optimal
maka manajemen sarana dan prasarana tersebut pasti dapat dikatakan tidak baik-baik saja.
24
Miftahol Arifin, “Manajemen Keuangan Pondom Pesantren”, FIKROTUNA, Vol. 4, No. 2, 2016: pp 7-9.
25
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren Penjelasan bagian 4.

20
Bagaimanapun tujuan dari manajemen sarana prasarana juga harus sinkronis dengan tujuan
yang akan dicapai, dalam hal ini tujuan pendidikan pesantren.
Ada beberapa prinsip yang patut diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana
pendidikan, yaitu : 1).Lembaga tersebut memiliki gedung sendiri atau tidak, 2).Penggunaan
gedung tersebut bersama-sama dengan lembaga lain atau tidak, 3).Ruangan-ruangan yang
diperlukan cukupkah, sedang,atau kurang, 4). Pendidikan berlangsung pagikah, siang, atau
malam, 5). Air dan penerangan yang tersedia cukup atau tidak, f). Halaman cukup luas,
sempit, atau tidak ada.26
Ketika pemetaan sarana dan prasarana sudah dapat dipastikan maka seorang
pemimpin yang memiliki otoritas untuk memutuskan suatu sarana dan prasarana yang urgent
dahulu maka pendirian suatu pesantren harus dapat berjalan efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikan pesantren tersebut. Hal pokok dalam sebuah pesantren idealnya
adanya asrama yang berfungsi mengkondisikan sebuah tujuan pendidikan pesantren itu
sendiri.
Menurut Wahyoetomo, agar asrama dapat menemukan bentuknya yang ideal, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan;
1. Asrama tersebut semestinya diasuh oleh seorang ustaz atau kiyai yang berwawasan
keagamaan dan memiliki kesadaran religius sebagaimana mestinya. Ia tidak hanya
sebagai pemimpin, tapi juga sebagai teladan, pembimbing dan pengarah para santri.
2. Model kegiatan yang dilaksanakan harus mampu menumbuhkan dan menguatkan rasa
keagamaan pada diri santri, sehingga mampu menciptakan pribadi-pribadi muslim yang
tangguh. Misalnya dengan kegiatan salat berjamaah dan salat-salat sunnah.
3. Kajian keagamaan di samping membahas masalah syariat, hendaknya juga mengkaji
tentang bahasan yang bersifat filosofis atau tasawuf. Maksudnya agar tumbuh dalam
kepribadian mereka kesadaran sebagai khalifah dan hamba ilahi yang membaktikan
semua amalnya hanya untuk Allah semata. 27
Pesantren yang memiliki asrama yang terkoneksi dari proses kesatuan lingkungan
pesantren pasti dapat mengoptimalisasikan tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan
pesantren tersebut. Fungsi Organizing yang merupakan fungsi dari sebuah manajemen maka
manajemen sarana dan prasarana harus mampu mengorganisir pula seluruh kegiatan yang
membantu tercapainya tujuan pendidikan pesantren. Berbeda juga jika pesantren tidak

26
Soerjani, dalam Hendyat Soetopo, Administrasi Pendidikan. (Malang: IKIP, 1998)., pp. 134-135 dalam
Abdurrahman Kemas, Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012, pp..58
27
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: GIP, 1997), pp. 108-109. dalam Abdurrahman Kemas, Jurnal
An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012, pp.62-63

21
memiliki asrama maka optimalisasi tujuan pesantren tidak akan maksimal. Karakteristik
pesantren harus tetap mempertahankan adanya sarana asrama tersebut.
Pesantren merupakan suatu komunitas dimana pengasuh (kyai), ustadz, santri, dan
pengurus pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan, berlandaskan dengan
nlai-nilai agama Islam, norma-norma, serta kebiasaan-kebiasaannya sendiri yang secara
eksklusif berbeda dengan masyarakat umum, elit khususnya. Dengan demikian unsur-unsur
pesantren di sini setidaknya adalah pelaku (terdiri dari kyai, ustadz, santri, dan pengurus),
sarana perangkat keras (misal kediaman pengasuh, gedung atau asrama santri, gedung
pendidikan, perpustakaan, kantor dan sebagainya), dan sarana perangkat lunak (diantaranya
kurikulum, sumber belajar, metode belajar mengajar, evaluasi belajar, dan sebagainya). 28
Manajemen sarana dan prasarana harus dilakukan dengan optimal dan
berkesinambungan atau kontinyu dengan perkembangan zaman. Sinkronisasi sarana dan
prasarana pesantren dengan kurikulum yang diterapkan harus direncanakan dengan baik.
Urgensi kurikulum pesantren harus dapat berjalan dengan sarana dan prasarana yang
didayagunakan karena efektiftifitas tujuan pendidikan pesantren akan terpenuhi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin
meningkat dan mungkin terdapat permasalahan yang membutuhkan solusi-solusi yang
inovatif maka eksistensi manajemen sarana dan prasarana juga harus mampu mewujudkan
solusi yang diharapkan dari ketercapaian tujuan pendidikan pesantren itu sendiri.
Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan sarana dan prasarana memang terdapat
persoalan klasik yang terjadi misalnya kebutuhan akan dana operasional yang dibutuhkan.
Tetapi dengan inovasi yang ditawarkan oleh pesantren dalam menjalankan kegiatan
pendidikan terencana dan sistematis akan dapat memenuhi dan mengoptimalkan fungsi dari
segala sarana dan prasarana yang ada.

6. Manajemen Hubungan Masyarakat


Secara umum masyarakat dapat dikatakan elemen yang berperan juga dalam
mempengaruhi keberhasilan suatu tujuan pendidikan. Oleh karena itu urgensi manajemen
hubungan masyarakat sangat erat kaitannya dalam mengelola hubungan yang baik khususnya
dalam hal ini seperti lembaga pesantren. Hubungan yang baik akan memberikan suatu
kerjasama guna mewujudkan cita-cita bersama yang ketika ada permasalahan yang timbul
akan dapat cepat terselesaikan.

28
Rafiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode
Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), p. 3

22
Implementasi kurikulum yang diterapkan pesantren juga harus bisa diterapkan dalam
lingkup eksternal lingkungan pesantren dengan inovasinya dalam memberikan program yang
berbasis kemasyarakatan. Dapat dicontohkan dengan program majelis ta'lim dan lain
sebagainya yang terencana dan berkelanjutan. Oleh karena itu dalam manajemen hubungan
masyarakat sebaiknya menghindari sifat inklusifisme pesantren yang tidak dapat berjalan
beriringan dengan keinginan eksternal pesantren itu sendiri dalam hal ini masyarakat.
Transparansi dan keterbukaan dapat dikatakan perlu diperhatikan dalam mewujudkan suatu
tujuan pendidikan pesantren yang akan mencetak lulusan santri yang berkarakter sosial.
Allah SWT telah memberikan petunjuk bahwa ibadah bukan hanya kepada Allah
SWT saja akan tetapi hubungan dengan sesama juga bernilai ibadah yaitu bertujuan hanya
mencapai ridho Allah SWT. Fungsi hubungan kepada sesama merupakan salah satu bentuk
implementasi manajemen hubungan masyarakat. Dalam Al Qur'an Surat Al Hujurat (49) ayat
13 dijelaskan bahwa
‫ٰيٓاَيُّها النَّاسُ انَّا خَ لَ ْق ٰن ُكم م ْن َذ َكر َّواُ ْن ٰثى وجع ْل ٰن ُكم ُشعُوْ بًا َّوقَب ۤاىل لتَعارفُوْ ا ۚ ا َّن اَ ْكرم ُكم ع ْن َد هّٰللا‬
ِ ِ ْ َ َ ِ َ َ ِ َ ِٕ َ ْ َ َ َ ٍ ِّ ْ ِ َ
‫اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al-Hujurat (49) :
13) 29
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah SWT menciptakan manusia dan
menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Oleh karena itu dalam karakteristik
pendidikan pesantren juga terdapat singkronisasi dari kurikulum yang terencana dan
terorganisir sampai mulai lingkungan internal pesantren contohnya dalam asrama yang terdiri
dari berbagai santri yang memang dari berbagai bangsa dan suku. Demikian pula dengan
eksternal pesantren peran serta masyarakat harus dikelola dengan baik.
Terkait peran serta masyarakat juga telah diatur dalam BAB XV Pasal 54 Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2)
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

29
Al -Qur'an Kemenag RI dikutip dari https://quran.kemenag.go.id/sura/49/10

23
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 30
Dapat disimpulkan bahwa Manajemen Hubungan Masyarakat dalam lingkup
pesantren merupakan suatu proses yang terorganisir untuk saling berperan dalam mencapai
tujuan dari pendidikan pesantren. Seiring dengan perkembangan zaman dan kini pesantren
telah menjadi bagian dari lembaga pendidikan maka tujuan dari pendidikan pesantren harus
dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Program terkait hubungan masyarakat harus terencana
dan berkelanjutan sehingga adanya program jangka pendek dan jangka panjang dapat
terwujud.

SIMPULAN
Manajemen pendidikan pesantren berarati proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin,mengatur tenaga pendidikan dan sumber daya pendidikan di pesantren untuk
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.
Ruang lingkup manajemen pendidkan pesantren meliputi manajemen kurikulum,
manajemen peserta didik, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen keuangan,
manajemen sarana dan prasarana dan manajemen hubungan masyarakat.
Penerapan manajemen pendidikan di Pesantren saat ini sangat bervariatif. Scara
manajerial, ada sebagian pesantren yang sudah berjalan secara efektif dan efesien. Tapi ada
sejumlah pesantren yang manajemennya perlu pembenahan dan perlu ditingkatkan lagi.

30
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

24
DAFTAR PUSTAKA

Al -Qur'an Kemenag RI dikutip dari https://quran.kemenag.go.id/


Arifin, Miftahol, “Manajemen Keuangan Pondom Pesantren”, FIKROTUNA, Vol. 4, No. 2, 2016:
Arikunto, Suharsimi, Organisasi Administrasi. (Jakarta: CV Rajawali. 1990)
Atmodiwirio, Soebagio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Arda Dizya Jaya, 2000)
Departeman Agama RI- Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan
Madrasah Diniyah; Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Deperteman Agama RI,
2003)
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996)
Kemas, Abdurrahman, Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012
Kemas,Abdurrahman, Jurnal An Nûr, Vol IV. No. 1, Februari 2012
Lunenberg, Fred C, and Orstein, Alan C. Educational Administration: Concepts &
Practices (4th edition). (California: Thomson/Wadsworth, 2004)
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Cet. 1, (Jakarta: Paramadina, 1997)
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Cet. 1, (Jakarta: Media Nusantara, 2006)
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana,tt)
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam strategi baru pengelolaan lembaga pendidikan
Islam. (Jakarta: Penerbit Erlangga 2007)
Rafiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan
Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005)
Soetopo, Hendyat, Administrasi Pendidikan. (Malang: IKIP, 1998)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta : LKIS, 2001)
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: GIP, 1997)
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, teknik dan Prosedur (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2009)
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Teori dan Praktek, (Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2010)
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,
1985)

25

Anda mungkin juga menyukai