Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN PENGELOLAAN

PESANTREN
MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

" Manajemen Pendidikan Islam "

Dosen Pengampu :

Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Oleh :

YUNI MAULI DEVI (2013471960)

PAI – Smt 6/ Sawo


PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM) TULUNGAGUNG

Maret 2016
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala
hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM)
Tulungagung Bapak Nurul Amin, M.Ag
2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I
3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a
dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi
amal soleh di mata Allah SWT. Aaamiin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif,
sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir
amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Aamin Yaa Robbal 'Alamiin.

(PENYUSUN)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………….…..…....... i


Kata Pengantar …………………………………………………..…........ ii
Daftar Isi …………………………….....……………………..…. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan Masalah …………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN
MANAJEMEN PENGELOLAAN PESANTREN
A. Pengertian Sistem Manajemen Pesantren ...……...….......... 3
B. Sejarah Pesantren di Indonesia .................…….................. 5
C. Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren ............ 8
D. Problematika Pesantren di Era Modernitas ...... .................. 12

BAB III PENUTUP


Kesimpulan …………………………………………….. 16

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam prinsip ajaran Islam, segala sesuatu tidak boleh dilakukan


secara asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur
dan proses-prosesnya juga harus diikuti dengan tertib. Dalam sebuah riwayat
Rasulullah saw bersabda : yang artinya : “Sesungguhnya Allah sangat mencintai
orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat,
terarah, jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani)
Setiap kali kita berbicara tentang pendidikan, tentu masih banyak
masalah yang harus segera diselesaikan. Baik itu dari sisi pemerintah, masyarakat,
dan pendidik, semua berhak punya kesempatan dalam memperbaiki dunia
pendidikan. Jika dilihat dari sisi pendidikan Islam itu sendiri, masih banyak sekali
permasalahan yang patut dibahas dan dicarikan solusi kedepannya. Salah satunya
yaitu masalah pesantren.
Pengembangan manajemen pesantren merupakan salah satu solusi
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu pesantren.
Manajemen mengawal dan memberikan arahan pada proses berjalannya sebuah
lembaga pesantren dapat terpantau. Tak berbeda dengan lembaga pendidikan lain
seperti sekolah formal, pendidikan pesantren juga membutuhkan manajemen
untuk mengembangkan atau memajukan sebuah pesantren.
Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar
dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam
ajaran Islam, sebab dalam islam arah gayah (tujuan) yang jelas, landasan yang
kokoh, dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah
Swt. Setiap organisasi, termasuk pendidikan pondok pesantren memiliki aktivitas
pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas
tersebut adalah manajemen. Dengan pengetahuan manajemen, pengelola pondok
pesantren bisa mengangkat dan menerapkan prinsip-prinsip dasar serta ilmu yang
ada di dalam Al-Qur‟an dan Hadis ke dalam lembaganya tersebut.

1
2

Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata


rantai yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya
yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil
dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (society based-
education). Dalam kenyataannya, pesantren telah mengakar dan tumbuh dari
masyarakat, kemudian dikembangkan oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem manajemen pendidikan pesantren?
2. Bagaimana sejarah pesantren di Indonesia?
3. Bagaimana pengelolaan sistem dalam pendidikan pesantren?
4. Apa saja problematika pesantren di era modernitas?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu manajemen, dan bagaimana manajemen dalam
pesantren tersebut.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah pesantren di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dalam pesantren dan
manajemen yang ada di dalam pesantren.
4. Untuk mengetahui problematika yang ada dalam pesantren di era
modernitas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Manajemen Pesantren


Sebelum membahas apa itu manajemen pesantren maka kita harus
tahu dahulu apa itu sistem manajemen dan apa itu pesantren. Sistem adalah cara,
sarana, upaya, dan organ.1
Dan manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management
artinya yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau
mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Italia Maneggio yang diadopsi
dari bahasa latin managiare, yang berasal dari kata manus yang artinya tangan.
Dalam bahasa Arab berasal dari nazhoma atau idarah artinya yang menata
beberapa hal dan menggabungkan beberapa antara satu dengan yang lain.2
Sedangkan secara terminologi manajemen menurut yang dikutip oleh
Made Pidarta terbagi kepada manajemen sebagai peranan dan manajemen sebagai
tugas, hal ini memberi jalan untuk membedakan kedua istilah itu. Manajemen
sebagai tugas ialah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sementara itu salah
satu manajemen sebagai peranan disebutkan peranan administrasi eksekutif.3
Menurut para ahli dikemukakan yang pertama manajemen adalah mengelola
orang-orang, yang kedua adalah pengambilan keputusan, yang ketiga adalah
pengorganisasian dan pemanfaatan sumber-sumber untuk menyesuaikan tujuan
yang telah ditentukan.
Jadi Sistem pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai
perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang

1
Tata Sutabri, Sistem Informasi Manajemen, cet. 1, Ed. 1, (Jakarta: Perpustakaan
Negara, 2005), hal. 14.
2
M. Abdul Jawwad, Menjadi Manajer Sukses, cet. 1, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
hal. 181.
3
Ibid. hal.17.

3
4

berlangsung dalam pondok pesantren.4 Sudah menjadi common sense bahwa


pesantren lekat dengan figur kyai. Kyai dalam pesantren merupakan figur
pesantren sentral, otoritatif, dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan. Hal ini
erat kaitanya dengan dua faktor :
Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang
bersandar pada karisma serta hubungan yang bersifat patemalistik. Kebanyakan
pesantren menganut pola mono manajemen dan mono administrasi sehingga tidak
ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.
Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual atau keluarga
bukan komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri sekaligus pengasuh
pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat. Faktor nasab atau keturunan
juga kuat sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anak
yang dipercaya pada komponen pesantren yang berani memprotes. Sistem seperti
ini kerap kali mengundang sindiran bahwa pesantren seperti kerajaan kecil.5
Sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan formal beberapa
pesantren mengalami pengembangan pada aspek manajemen, organisasi, dan
administrasi penggelolan keuangan. Perkembanggan ini dimulai dari perubahan
gaya kepemimpinan pesantren dari karismatik ke rasionalostik, dari otoriter
paternalistic ke diplomatik partisipatif.
Beberapa pesantren sudah membentuk badan pengurus harian
sebagai lembaga payung yang khusus mengelola dan menangani kegiatan
pesantren misalnya pendidikan formal, diniyah, pengajian majelis ta‟lim, sampai
pada masalah penginapan (asrama santri), kerumah tanggaan, kehumasan. Pada
tipe pesantren ini pembagian kerja antar unit sudah berjalan dengan baik,
meskipun tetap saja kyai memiliki pengaruh yang kuat.6

4
MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, cet. 1, (Jakarta:
Media Nusantara, 2008), hal. 17. dan A. Halim, dkk, Manajemen Pesantren, cet. 1, (Yogyakarta:
PT LkiS Pelangi Aksara, 2005), hal. 115.
5
M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, Manajemen Pondok Pesantren, cet. 1,
(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hal. 14-15. Dan Amin Haedari dan Ishom El-Saha, Peningkatan
Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, Cet. 3, (Jakarta:Diva Pustaka, 2008), hal. 9.
6
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. cet. 8, ed. 8, (Jakarta; LPEES, 2011),
hal. 80.
5

Sayangnya perkembangan tersebut tidak merata di semua pesantren.


Secara umum pesantren masih menghadapi kendala serius menyangkut
ketersediaan sumber daya manusia profesional dan penerapan manajemen yang
umumnya masih konvensional, misalnya tiadanya pemisahan yang jelas antara
yayasan, pimpinan madrasah, guru dan staf administrasi, tidak adanya transparasi
pengelolaan sumber-sumber keuangan belum terdistribusinya pengelolaan
pendidikan, dan banyaknya penyelenggaraan atministrasi yang tidak sesuai aturan
baku organisasi. Kyai masih merupakaan figur sentral dan penentu kebijakan
pendidikan pesantren.
Kerumitan dan permasalahan ini menyebapkan antara normativitas
dan kondisi obyektif pesantren ada kesenjangan termasuk dalam penerapan teori
manajemen pendidikan. Semata-mata berpegang pada normativitas dengan
mengabaikan kondisi obyektif yang terjadi di pesantren adalah tindakan kurang
bijaksana, kalau tidak dikatakan gagal memahami pesantren. Akan tetapi
membiarkan kondisi itu berjalan terus tanpa ada pembenahan juga tidak
arif. Penerapan manajemen pendidikan tidak hanya di tetapkan tanpa
mempertimbangkan atau mengakomodasi keadaan yang riil di pesantren. Harus
ada toleransi dalam menyikapi kesenjangan itu secara wajar tanpa mengundang
konflik.

B. Sejarah Pesantren di Indonesia


Kata pesantren berasal dari kata santri yang diberi awalan „pe‟ dan
akhiran „an‟ yang menunjuk arti kata tempat. Kata santri itu sendiri merupakan
gabungan dari dua suku kata yaitu sant (manusia baik) dan tra (suka menolong),
sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan untuk membina manusia
menjadi orang yang baik.7
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan
pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama
dan Islam. Selanjutnya KH. Muchtar Rasidi berpendapat pondok pesantren adalah
7
Hasbi Indra, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, (Jakarta: Rida Mulia,
2005), hal. 193.
6

; pertama, lembaga Pembina karakter building bangsa. Kedua, panti pendidikan


kepribadian bangsa. Ketiga, tempat pemupukan jiwa gotong-royong. Keempat,
arena pendidikan self help. Kelima, kancah penggemblengan jiwa patriotisme.8
Pada sejarah awal berdirinya, pesantren mengkonsentrasikan diri
pada tiga fungsi utamanya yaitu : mengajarkan atau menyebar luaskan ajaran
Islam, mencetak para ulama, menanamkan tradisi Islam dalam masyarakat.
Kurikulum dalam pesantren sampai awal abad ke-20 belum digunakan. Dengan
kata lain, sistem pembelajaran lebih ditekankan pada pemahaman kitab secara apa
adanya, dan memberikan pembedaan arahan pembelajaran dan pendidikan hanya
didasarkan pada kategorisasi perbedaan kitab. Sebelum masuknya sistem
madrasah bakat dan kemampuan santri di pesantren tidak mendapatkan perhatian
dari kyai dan pembantunya. Selanjutnya sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-
akhir ini hampir semua pesantren telah mengubah dan mengembangkan dirinya
memiliki madrasah.
Era 1970-an perubahan dan perkembangan pesatren dapat dilihat dari
dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan jumlah yang
luar biasa. Kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi empat tipe yakni : pertama, Pesantren yang mendirikan
pendidikan formal dan menerapkan kurikulum nasional. Kedua, Pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
Ketiga, Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk
Madrasah Diniyah. Keempat, Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat
pengajian.9
Pondok pesantren secara garis besar dapat dikelompokkan,
sebagaimana dituangkan dalam PMA No.3 Tahun 1979 yang mengkategorikan
pondok pesantren menjadi :

8
Suismanto, Menelusuri Jejak Pesantren, (Yogyakarta: Alif press, 2004), hal.
49.
9
Abudin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 321.
7

a. Pondok pesantren tipe A yaitu pondok pesantren yang seluruhnya


dilaksanakan secara tradisional.
b. Pondok pesantren tipe B yaitu pondok yang menyelenggarakan
pengajaran secara klasikal.
c. Pondok pesantren tipe C yaitu pondok pesantren yang hanya
merupakan asrama sedangkan santrinya belajar diluar.
d. Pondok pesantren tipe D yaitu pondok pesantren yang
menyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistem
sekolah atau madrasah.10

Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang


dalam masyarakat, yang meliputi :
a. Pondok pesantren tradisional
Salaf artinya lama, dahulu, atau tradisional. Pondok pesantren
salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan
pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal
pertumbuhannya.11 Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk
aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad 15
dengan menggunakan bahasa Arab.
b. Pondok pesantren modern (khalafiyah/‟Ashriyah)
Khalaf artinya kemudian, sedangkan ashri artinya sekarang atau
modern. Pondok tipe ini adalah pengembangan pondok pesantren tradisional,
karena orientasinya belajar cenderung mengadopsi sistem belajar klasik dan
meninggalkan sistem belajar tradisional.
c. Pondok pesantren komprehensif/campuran
Pondok pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan sistem
pendidikan dan pengajaran gabungan antara tradisional dan modern. Artinya

10
DEPAG RI DIRJEN Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan
Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: DEPAG RI, 2003), hal. 15.
11
Ibid, hal. 29.
8

didalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode


sorogan, bandongan dan wetonan, namun secara regular sistem persekolahan terus
dikembangkan.12 Perkembangan pesantren saat ini diharapkan dapat
menumbuhkan atau bertambahnya pesantren yang berwawasan global, sehingga
pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam yang mampu beradaptasi
dalam menghadapi arus globalisasi tanpa kehilangan jati diri, tetap memproduksi
santri yang berakhlak baik dan mampu berkiprah di dunia global.

C. Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren


Permasalahan seputar pengelolaan model pendidikan pesantren
dalam hubunganya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human
resource) merupakaan berita aktual dalam arus perbincangan kepesantrenan
kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian setidaknya terdapat dua
potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
1. Potensi pendidikan.
2. Pengembangan masyarakat.
Meskipun demikian, tokoh yang dianggap sukses membawa sisitem
pendidikan pondok pesantren adalah Raden rahmat atau yang kita kenal dengan
Sunan Ampel. Terkait dengan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam
interaksinya dengan perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi,
kalangan internal pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah
satu bentuknya adalah pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai
tingkat SD, sampai perguruan tinggi, dilingkungan pesantren dengan menawarkan
perpaduan kurikulum keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan yang
dirancang secara systematic dan itegralistik.
Tawaran berbagai pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrsah
Aliyah Program Khusus (MAPK), SMP, dan SMA plus yang di kembangkan
pesantrenpun cukup kompetitif dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada
12
Muwahid Shulhan, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013),
hal. 155-157.
9

semacam jaminan keunggulan out put yang siap bersaing dalam kehidupan sosial.
Dan pesantren dengan segala keunikan yang dimilikinya masih sangat diharapkan
menjadi penopang berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia yang ditandai
banyak sekarang pesantren yang ada pendidikannya berupa formal dan tentunya
nonformal juga.13
Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik pengajaran, materi
pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan
modern. Modifikasi pendidikan pesantren semacam ini telah di eksperimentasikan
oleh beberapa pondok pesantren seperti Darussalam (GONTOR), pesantren As-
salam (Pabelan-Surakarta), pesantren Darun Najah (Jakarta), dan pesantren al-
Amin (Madura).
Sementara itu tidak semua pesantren melakukan pengembangan
sistem pendidikannya dengan cara memperluas cangkupan wilayah garapan,
masih banyak pesantren yang masih mempertahankan sistem pendidikan
tradisional dan konvensional dengan membatasi diri pada pengajaran kitab-kitab
klasik dan pembinaan moral keagamaan.
Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah
berkaitan dengan pengelolaan keuangan pesantren. Dalam pengelolaan keuangan
akan menimbulkan permasalahan yang serius apabila pengelolaanya tidak baik.
Pengelolaan keuangan pesantren yang baik sebenarnya merupakan upaya
melindungi personil pengelolaan pesantren (kyai, pengasuh, ustadz, atau
pengelola pesantren lainya) dari pandangan yang kurang baik dari luar
pesantren.14 Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara harta
kekayaan pesantren dengan harta milik individu, walaupun disadari bahwa
pembiayaan pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan individu.
Namun dalam rangka pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan
pemilahan antara harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar

13
Ainurrofiq Dawam dan Ahmad Ta‟rifin, 2008, Manajemen Madrasah Berbasis
Pesantren, cet. 3. (Jakarta:PT. Lista Farika Putra). hal. 18.
14
Binti Maunah, 2011, Landasan Pendidikan , cet. 1, (Yogyakarta: Teras). hal. 34.
10

kelemahan dan kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh


pihak-pihak lain, termasuk orang tua santri.
Pengertian pengelolaan keuangan sendiri adalah pengurusan dan
pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana baik individual
maupun lembaga. Dalam penyusunan anggaran memuat pembagian penerimaan
dan pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembangunan serta anggaran
incidental jika perlu. Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan sebagai berikut:
1. Hemat tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program.
3. Terbuka dan transparan.
4. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam
negeri sejauh hal ini dimungkinkan.
Pesantren perlu dibentuk organisasi orang tua santri dengan
membentuk komite pesantren yang dapat memberikan pertimbangan dan
membantu mengontrol kebijakan program pesantren termasuk penggaliaan dan
penggunaan keuangan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap
tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan
dan belanja pesantren (RAPBP) sebagai acuan bagi pengelola pesantren
melaksanakan manajemen keuangan yang baik.
Hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
1) Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan,
meliputi:
a) Konstribusi santri.
b) Sumbanggan dari individu dan organisasi.
c) Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
d) Dari hasil usaha.
2) Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu
di rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik.
Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang
11

berkaitan denggan kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk dana operasional


harian, penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq semua petugas
pesantren, dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya perlu di
rencanakan dengan baik.
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana
anggaran pendapatan dan belanja pesantren adalah menerapkan prinsip anggaran
berimbang artinya rencana pendapatan dan pengeluaran harus seimbang
diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan minus. Dengan RAPBP yang
berimbang maka kehidupan pesantren akan menjadi solid dan benar-benar kokoh
dalam keuangan yang akan menjadi kunci dari kemandirian bagi kehidupan
pesantren. Bila hal ini tercapai, kredibilitas pesantren di mata masyarakat akan
tinggi dan terpercaya. Melalui RAPBP juga maka sentralisasi penggelolaan
keuangan terfokus pada bendaharawan pesantren. Hal ini perlu dilakukan dalam
rangka mempermudah pertanggung jawaban keuangan.
Berkaitan dengan pengelolaan keuangan ada hal-hal yang perlu di
perhatikan oleh bendaharawan pesantren diantaranya:
a. Pada setiap akhir tahun anggaran bendaharawan harus membuat
laporan keuangan kepada komite pesantren untuk dicocokan dengan
RAPBP.
b. Laporan keuangan harus di lampiri bukti-bukti pengeluaran yang ada,
termasuk bukti penyetoran pajak (PPN dan PPh) bila ada.
c. Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan
honorarium atau bantuan atau bukti pengeluaran lain yang sah.
d. Neraca keuangan juga harus di tunjukan untuk diperiksa oleh tim
bertanggung jawaban keuangan dari komite pesantren.
Pesantren sebagai lembaga yang semestinya menjaga akuntabilitas publik
selayaknya jika mulai memperbaiki manajemen atau penggelolaan keuangan
secara baik dan bertanggung jawab.15

15
Sholih fikr, Sistem Manajemen Pendidikan dan Pengelolaan Pondok Pesantren,
dalam http://sholihfikr.blogspot.co.id/2014/04/sistem-manajemen-pendidikan-dan.html, diunggah
pada Selasa, 04 April 2014, pukul 21:32 wib.
12

D. Problematika Pesantren di Era Modernitas


Pondok pesantren Islam sebetulnya banyak berperan mendidik
sebagian bangsa Indonesia sebelum lahirnya lembaga-lembaga pendidikan lain
yang cenderung mengikuti pola barat yang modern. M aka dari itu, lembaga
pendidikan pesantren sering dijuluki sebagai basis pendidikan tradisional yang
khas Indonesia.
Dalam merespon globalisasi/modernisasi dikalangan umat Islam ada
tiga pandangan. Pertama, merespon dengan cara anti globalisasi. Kedua, sebagian
yang lain terpengaruh oleh arus tersebut yang berakibat adanya pemisahan antara
agama dan politik atau masalah-masalah keduniaan lainnya. Ketiga, sebagian
bersikap kritis namun tidak secara otomatis anti barat. Kelompok ketiga ini
bersahabat dan bekerja sama dengan barat, kelompok ini tidak terjangkit
sekularisasi dan tetap sebagai pemeluk agama yang taat. Kelompok yang ketiga
inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat Islam, menyerap tetapi memiliki filter
sehingga tidak kehilangan jati dirinya sebagai pribadi muslim.
Globalisasi juga membawa keterbukaan informasi dalam Islam yang
ditandai dengan makin mengecilnya sekat-sekat mazhab. Islam yang sekarang
bukan lagi Islam yang sektarian. Kaum muslim tidak melihat mazhabnya. Mereka
melihat dunia Islam yang tunggal. Sehingga sudah tentu menuntut perkembangn
model dakwah umat Islam, yang harus dilakukan oleh pesantren sebagai produsen
ulama atau pendakwah.16
Dalam dunia pendidikan Santoto S hamijoyo, menawarkan lima
strategi dasar dalam menghadapi problematika pendidikan di era globalisasi:
a. Pendidikan untuk pengembangan IPTEK terutama dalam bidang-bidang
vital, seperti manufacturing dan pertanian.
b. Pendidikan untuk mengembangkan ketrampilan manajemen, termasuk
bahasa asing sebagai instrument oprasional untuk berkiprah dalam
globalisasi.

16
Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim,
(Bandung: Mizan, 1996), hal. 73.
13

c. Pendidikan untuk pengelolaan kependudukan, lingkungan, keluarga


berencana dan kesehatan sebagai penangkal penurunan kualitas hidup.
d. Pendidikan untuk pengembangan sistem nilai, termasuk filsafat, agama
dan ideologi demi ketahanan sosial-budaya termasuk persatuan dan
kesatuan bangsa.
e. Pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan
kepelatihan termasuk pengelola sistem pendidikan formal dan non formal,
demi penggalakan peningkatan pemerataan mutu pendidikan.

1. Faktor Pendukung Pesantren di Era Global


Sebenarnya pondok pesantren memiliki potensi untuk maju dan
berkembang memberdayakan diri dan masyarakat lingkungannya. Faktor
pendukung potensi pondok pesantren, antara lain:
a) Pondok pesantren adalah lembaga pedidikan yang populis, didirikan
secara mandiri oleh dan untuk masyarakat, sangat berperan dalam
pembentukan moral bangsa.
b) Adanya tokoh kharismatik pada pondok pesantren yang disegani dan
menjadi panutan masyarakat sekitar, sehingga fatwanya bisa
berpengaruh dan memberikan kontribusi pada perubahan pesantren dan
lingkungan masyarakat dalam menghadapi era globalisasi.
c) Tersedianya SDM yang cukup memadai pada pondok pesantren.
d) Jiwa kemandirian, keikhlasan, kesederhanaan yang tumbuh dikalangan
para santri dan keluarga besar pesantren. Sehingga mampu tetap
bertahan dalam kejujuran dan tidak menuruti serakah duniawi yang
ditawarkan di era globalisasi.
e) Tersedianya cukup banyak waktu bagi para santri, karena mereka mukim
di asrama, waktu yang banyak bisa dimanfaatkan para santri untuk
menambah kecakapan hidup seperti belajar komputer, menyetir mobil,
bengkel/teknik, dll.
f) Adanya jaringan yang kuat dikalangan pondok pesantren, yang
dikembangkan alumninya. Hal ini bisa memberikan peluang bagi
14

pesantren mengembangkan baik segi modal (soft skill) santri dengan cara
tukar kecakapan atau kerjasama antar pondok pesantren.
g) Minat masyarakat cukup besar terhadap pondok pesantren.

2. Kelemahan Pesantren di Era Global


Kelemahan atau disini lebih tepat dengan sebutan hambatan yang dimiliki
pesantren diantaranya yaitu:
a) Manajemen pengelolaan pesantren, hal ini karena masih banyak
pesantren yang masih tradisional.
b) Kaderisasi pesantren, kaderisasi yang buruk dapat menelurkan
pemimpin yang buruk.
c) Belum kuatnya budaya demokratis pesantren dan disiplin. Sehingga
masih banyak pesantren yang menutup diri dari kritik dan saran.
d) Sebagian masyarakat memandang pesantren sebagai lembaga
pendidikan kelas dua dan hanya belajar agama.
e) Terbatasnya tenaga yang berkualitas, khususnya mata pelajaran umum.
f) Terbatasnya sarana yang memadai, baik asrama maupun ruang belajar.
g) Masih dominannya sikap menerima apa adanya/fatalistic dikalangan
sebagian pesantren.
h) Kebersihan di lingkungan pesantren.
i) Sebagian pesantren masih bersifat ekslusif/kurang terbuka.17

Apabila mencari pendidikan yang asli Indonesia dan berakar dalam


masyarakat, tentu akan menempatkan pesantren ditangga teratas, namun ironisnya
lembaga yang dianggap merakyat ini ternyata masih menyisihkan berbagai
masalah dan diragukan kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman,
terutama ketika berhadapan dengan arus moden.

17
Nur Rohmah Hayati, makalah-manajemen-pesantren, dalam
http://nomaworld.blogspot.co.id/2015/01/makalah-manajemen-pesantren.html, diunggah pada
Kamis, 4 Januari 2015, pukul 22:35 wib.
15

Seiring berjalannya waktu desakan dan hantaman justru masuk dari


sisi yang lain, yaitu globalisasi. Banyak fenomena yang membuat lingkungan
sekitar sangat merinding, fakta menggambarkan bahwa sudah terjadi pemelesetan
tunas bangsa dari beberapa aspek lini kehidupan. Banyak generasi yang bercokol
tidak sebagai generasi yang subur. Pun demikian banyak sekali komunitas
terpelajar yang berujar “bahwa keharuman negeri itu bisa dilihat bagaimana putra-
putri bangsa ini.” Pesantren Harus Akomodatif. Adalah sebuah keniscayaan
apabila perubahan zaman dinafikan, sebab perubahan itu justru akan menampilkan
ciri kepribadian dan pencintraan pesantren itu dapat dipegang dengan kuat.

Pesantren secara historis mampu menjadi benteng pertahanan, oleh


KH. M. Sya‟roni Ahmadi, beliau menjabarkan, bahwa urgensi pesantren sangat
berperan aktif dalam kerangka memperjuangkan kemerdekaan sampai titik darah
penghabisan. Kalau pesantren pada masa itu tidak memahami ahlussunnah wal
jama‟ah, tentu dapat kita gambarkan bagaimana agama yang akan dianut
penduduk Indonesia secara mayoritas. Perlawanan ini tidaklah bermuara pada
keterlibatan wawasan keagamaan saja, tetapi juga fisik dan mental untuk
mengusir kaum penjajah yang selalu mendzalimi bangsa Indonesia saat itu18.

Bahkan sampai detik ini, pesantren tetap waspada dengan segala


modernitas zaman, imperialisme budaya, deskontruksi moral, serta indikator lain
yang begitu kuat merongrong dan mendesak budaya ketimuran secara hegemonik.
Pesantren harus mampu menjadi muara peradilan agar tidak terseret kedalam arus
itu, yang senantiasa menjebaknya dalam kehampaan spiritual. Secara kontinyu
pesantren harus membuktikan kesuksesanya untuk menjawab tantangan zaman.
Mengenai bagaimana masa depan pesantren selanjutnya, tentu ia harus mampu
menjadi lembaga yang tanggap akan segala persoalan yang pluralistik tanpa
menghilangkan jati dirinya. Masalah tersebut tampaknya harus diambil langkah
kongkrit dengan sikapnya yang akomodatif.

18
Arwaniyah, pesantren dan tantangan zaman, dalam
http://www.arwaniyyah.com/pesantren-dan-tantangan-zaman.artikel-lepas.html, diunggah pada
selasa, 04 April 2012, pukul 13:57 wib
BAB III

KESIMPULAN

1. Sistem manajemen pendidikan pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat
organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam
pondok pesantren.

2. Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat,
yang meliputi :
a. Pondok pesantren tradisional
b. Pondok pesantren modern
c. Pondok pesantren komprehensif

3. Manajemen pendidikan Islam itu sendiri adalah suatu proses penataan atau pengelolaan
lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan
menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.

4. Problematika baru pesantren sebagai akibat dari arus globalisasi antara lain adalah :
a. Adanya penggunaaan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat yang
memengaruhi lahirnya pola komunikasi, interaksi, sistem pelayanan public, dll.
b. Masuknya nilai-nilai budaya modern yang bercorak materialistik, hedonistik dan
sekularistik yang menjadi penyebab dekadensi moral.
c. Interdependensi (kesaling-tergantungan) antara Negara.
d. Meningkatnya tuntutan publik untuk mendapatkan perlakuan yang semakin adil,
demokratis, egaliter, cepat dan tepat yang menyebabkan terjadinya fragmentasi
politik.
e. Adanya kebijakan pasar bebas yang memasukkan pendidikan sebagai komoditas yang
diperdagangkan. Persaingan dengan output dari pendidikan asing yang menjadi salah
satu tantangan pesantren.

16
DAFTAR PUSTAKA
Dawam, Ainurrofiq dan Ta‟rifin, Ahmad, 2008. Manajemen Madrasah Berbasis
Pesantren, cet. 3, Jakarta:PT. Lista Farika Putra.

Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren. cet. 8, ed. 8, Jakarta; LPEES.

Fikr, Sholih, Sistem Manajemen Pendidikan dan Pengelolaan Pondok Pesantren, dalam
http://sholihfikr.blogspot.co.id/2014/04/sistem-manajemen-pendidikan-dan.html,
diunggah pada Selasa, 04 April 2014, pukul 21:32 wib.

Indra, Hasbi. 2005. Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, Jakarta: Rida Mulia.

Jawwad, M. Abdul. 2004. Menjadi Manajer Sukses, cet. 1, Jakarta: Gema Insani.

Maunah, Binti, 2011. Landasan Pendidikan , cet. 1, Yogyakarta: Teras

MU, YAPPI, 2008. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, cet. 1, (Jakarta:


Media Nusantara. dan Halim, A. dkk , 2005. Manajemen Pesantren, cet. 1,
Yogyakarta:PT. LkiS Pelangi Aksara.

Rahmat, Jalaluddin, 1996. Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim,
Bandung: Mizan.

Rohmah Hayati, Nur, makalah-manajemen-pesantren, dalam


http://nomaworld.blogspot.co.id/2015/01/makalah-manajemen-pesantren.html,
diunggah pada Kamis, 4 Januari 2015, pukul 22:35 wib.

Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen, cet. 1, Ed. 1, Jakarta: Perpustakaan
Negara.

17

Anda mungkin juga menyukai