MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan
Yang dibimbing oleh Istifadah, S.Pd.,M.Pd.I
Disusun Oleh :
(KELOMPOK 5)
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran.......................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Manajemen Pengelolaan Pondok Pesantren ?
2. Apa Saja Elemen-Elemen Pondok Pesantren ?
3. Bagaimana Struktur Pengurusan Pondok pesantren ?
4. Bagaimana Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren ?
5. Bagaimana langkah Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui pengertian manajemen pengelolaan pondok pesantren.
2. Untuk Mengetahui elemen-elemen Pondok Pesantren .
3. Untuk Mengetahui Struktur Pengurusan Pondok pesantren.
4. Untuk Mengetahui Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren.
5. Untuk Mengetahui Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
George. R. Terry, Principles of Management, (Illinois: Richard D. Irwin, Inc., 1972), Hlm. 10.
3
bahasa Arab ”Fundũq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana,
atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari bambu.
Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat
diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau
mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji, biasanya
komplek itu berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan
apa adanya yang menunjukkan kesederhanaannya atau lembaga pendidikan
Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), dengan Kyai yang
mengajarkan agama kepada para santri, dan Masjid sebagai pusat
lembaganya pondok pesantren, yang cukup banyak jumlahnya, sebagian
besar berada di daerah pedesaan dan mempunyai peranan besar dalam
pembinaan umat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 2
B. Pengertian Manajemen Pesantren
Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan
sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk
mencapai, tujuan Pendidikan Pesantren merupakan mobilisasi segala
sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekat adalah suatu proses
penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan
sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai
tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.”. Yang disebut
“efektif dan efisien” adalah pengelolaan yang berhasil mencapai sasaran
dengan sempurna cepat tepat dan selamat. Sedangkan yang “tak efektif”
adalah pengelolaan yang tak berhasil memenuhi tujuan karena ada mis-
manajemen maka manajemen yang tak efisien adalah manajemen yang
berhasil mencapai tujuan tetapi melalui penghamburan atau pemborosan
baik tenaga waktu maupun biaya.
Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah
berkaitan denggan pengelolaan keuanggan pesantren. Dalam pengelolaan
2
Proyek Pembinaan Bantuan Kepada Pondok Pesantren Dirjen BINBAGA Islam, Pedoman
Penyelenggaraan Unit Ketrampilan Pondok Pesantren (Departeman Agama, 1982/1983), hlm.1.
4
keuangan akan menimbulkan permasalahan yang serius apabila
pengelolaanya tidak baik. Pengelolaan keuanggan pesantren yang baik
sebenarnya merupakan upaya melindungi personil pengelolaan pesantren
(kyai, pengasuh, ustadz, atau pengelola pesantren lainya) dari pandangan
yang kurang baik dari luar pesantren. Selama ini banyak pesantren yang
tidak memisahkan antara harta kekayaan pesantren dengan harta milik
individu, walaupun disadari bahwa pembiayaan pesantren justru lebih
banyak bersumber dari kekayaan individu. Namun dalam rangka
pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan pemilahan antara
harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar kelemahan dan
kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh pihak-pihak
lain, termasuk orang tua santri.
A. Masjid
Masjid pada hakekatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik
dalam dimensi ukhrawi maupun duniawi dalam ajaran Islam, karena
pengertian yang lebih luas dan maknawi masjid memberikan indikasi
sebagai kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang
disimbolkan sebagai adanya masjid (tempat sujud). Atas dasar pemikiran
itu dapat difahami bahwa masjid tidak hanya terbatas pada pandangan
materialistik, melainkan pandangan idealistik immaterialistik termuat
didalamnya.
Pemikiran materialistik mengarah kepada keberadaan masjid
sebagai suatu bangunan yang dapat ditangkap oleh mata. Dalam hal ini
secara sederhana masjid adalah tempat sujud. Sujud adalah symbol
kepatuhan seorang hamba kepada Khaliqnya. Oleh karena itu seluruh
5
kegiatan yang mengambil tempat di masjid tentu memiliki nilai ibadah yang
tinggi. Artinya proses kegiatan itu hanya mengharapkan keridhoan Allah
yang bersifat Ilahiyah, berkaitan dengan pahala dan balasan dari Allah.
Didunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan
pendidikan Islam baik dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam
konteks yang lebih jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama, tempat
berlangsungnya proses belajar – mengajar adalah masjid. Dapat juga
dikatakan masjid identik dengan pesantren. Seorang kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama – tama akan
mendirikan masjid di dekat rumahnya.
Paling tidak didirikan surau di sebelah rumah kyai yang kemudian
dikembangkan menjadi masijd sebagai basis berdirinya pondok pesantren.
Di dalam masijd para santri dibina mental dan dipersiapkan agar mampu
mandiri dibidang ilmu keagamaan. Oleh karena itu masjid di samping
dijadikan wadah (pusat) pelaksanaan ibadah juga sebagai tempat latihan.
Latihan seperti muhadharah, qiro’ah dan membaca kitab yang ditulis oleh
para ulama abad 15 (pertengahan) yang dikenal sebagai kitab kuning yang
merupakan salah satu ciri pesantren. Pelaksanaan kajiannya dengan cara
bandongan, sorogan, dan wetonan, pada hakekatnya merupakan metode
klasik yang dilaksanakan dalam proses belajar – mengajar dengan pola
seorang kyai langsung bertatapan dengan santrinya dalam mengkaji dan
menelaah kitab – kitab tersebut. 3
B. Pondok
Setiap pesantren pada umumnya memiliki pondokan. Pondok dalam
pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya
tidak dipisahkan menjadi “Pondok Pesantren”. yang berarti keberadaan
pondok dalam pesantren merupakan wadah penggemblengan, pembinaan
dan pendidikan serta pengajaran ilmu pengetahuan.
3
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), hlm. 18 – 19
6
Kedudukan pondok bagi para santri sangatlah esensial sebab
didalamnya santri tinggal belajar dan ditempa diri pribadinya dengan
control seorang ketua asrama atau kyai yang memimpin pesantren itu.
Dengan santri tinggal di asrama berarti dengan mudah kyai mendidik dan
mengajarkan segala bentuk jenis ilmu yang telah ditetapkan sebagai
kurikulumnya. Begitu pula melalui pondok santri dapat melatih diri dengan
ilmu – ilmu praktis seperti kepandaian berbahasa : Arab dan Inggris juga
mampu menghafal Al – Qur’an begitu pula ketrampilan yang lain. Sebab di
dalam pondok pesantren santri saling kenal – mengenal dan terbina kesatuan
mereka untuk saling isi – mengisi dan melengkapi diri dengan ilmu
pengetahuan.
C. Kyai
Ciri yang paling esensial bagi suatu pesantren adalah adanya seorang
kyai. Kyai pada hakekatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang
yang mempunyai ilmu di bidang agama dalam hal ini agama Islam. Terlepas
dari anggapan kyai sebagai gelar yang sacral, maka sebutan kyai muncul di
dunia pondok pesantren. Dalam tulisan ini kyai merupakan suatu
personifikasi yang sangat erat kaitannya dengan suatu pondok pesantren.
Keberadaan kyai dalam pesantren sangat sentral sekali. Suatu lembaga
pendidikan Islam disebut pesantren apabila memliki tokoh sentral yang
disebut kyai. Jadi kyai di dalam dunia pesantren sebagai penggerak dalam
mengemban dan mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang
dikehendaki. Di tangan sorang kyailah pesantren itu berada. Oleh karena itu
kyai dan pesantren merupakan dua sisi yang selalu berjalan bersama.
Bahkan “kyai bukan hanya pemimpin pondok pesantren tetapi juga pemilik
pondok pesantren”. sedangkan sekarang kyai bertindak sebagai
koordinator. 4
D. Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan
adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
4
Ibid hlm. 19 – 21
7
seorang kyai yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada
dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.
Di dalam proses belajar mengajar ada dua tipologi santri yang belajar di
pesantren berdasarkan hasil penelitian Zamakhsyari Dhofier:
1) Santri Mukim
Santri Mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kyai
dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara
langsung sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas
keberadaan santri lain. Setiap santri yang mukim telah lama menetap
dalam pesantren secara tidak langsung bertindak sebagai wakil kyai.
Ada dua motif seorang santri menetap sebagai santri mukim :
a. Motif menuntut ilmu artinya santri itu datang dengan maksud
menuntut ilmu dari kyainya.
b. Motif menjunjung tinggi akhlak, artinya seorang santri belajar
secara tidak langsung agar santri tersebut setelah di pesantren akan
memiliki akhlak yang terpuji sesuai dengan akhlak kyainya.
2) Santri Kalong
Santri Kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal
dari desa sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan
jalan menetap di dalam pondok pesantren, melainkan semata – mata
belajar dan secara langsung pulang ke rumah setelah belajar di
pesantren. Sebuah pesantren yang besar didukung oleh semakin
banyaknya santri yang mukim dalam pesantren di samping terdapat
pula santri kalong yang tidak banyak jumlahnya. 5
E. Pengajaran Kitab – kitab Islam Klasik
Kitab – kitab Islam klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning
yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab – kitab itu ditulis oleh ulama
zaman dulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti : fiqih, hadist,
tafsir, maupun tentang akhlaq.
5
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
2001), hlm. 22 – 23
8
Ada dua esensinya seorang santri belajar kitab – kitab tersebut di
samping mendalami isi kitab maka secara tidak langsung juga mempelajari
bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu seorang santri
yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung memiliki pengetahuan
bahasa Arab. Hal ini menjadi ciri seorang santri yang telah menyelesaikan
studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan
sekaligus juga mampu menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi
bahasanya. 6
Mastuhu mengklasifikasikan perangkat-perangkat pesantren
meliputi aktor atau pelaku seperti ustadz dan santri. Perangkat keras
pesantren meliputi mesjid, asrama, pondok dan sebagainya. Sementara
perangkat lunaknya adalah tujuan kurikulum, metode pengajaran, evaluasi,
dan alat-alat penunjang pendidikan lainnya. Namun demikian elemen-
elemen pesantren tergantung pada besar kecilnya, program pendidikan
yang dijalankan pesantren. Untuk pesantren yang berskala kecil dan hanya
sekedar mengelola pondok pesantren saja, maka hanya kelima elemen
dasar tersebut yang menjadi elemen pesantren. Dan kelima elemen inilah
yang menjadi objek manajemen.
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan
operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan. Struktur
organisasi menggambarkan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam
struktur organisasi baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor
kepada siapa, jadi ada satu pertanggungjawaban apa yang akan dikerjakan.
6
Ibid.hlm 24
9
tidak memiliki organisasi yang baik. Keadaan ini selain dipengaruhi oleh
kepemimpinan Kyai sebagai pemegang kebijakan pesantren yang harus dipatuhi
juga dipengaruhi oleh sifat konfensionalisme dari pesantren tersebut.
10
Umum, Skeretaris I dan Sekretaris II, Bendahara Umum, Bendahara I dan
Bendahara II.
Dalam tatanan operasinya ketua umum dengan dibantu oleh Sekretaris
Umum berfungsi sebagai Top Leader, yang bertanggung jawab terhadap
semua kebijakan dan program Departemen Pendidikan, Departemen
HUMASY, Departemen KAMTIB, dan Departemen Infokom. Sedangkan
sekretaris II dengan dibantu oleh Sekretaris II bertanggung jawab terhadap
kebijakan dan program Depertemen Wirus, Departemen Sarana Prasarana
dan Departemen Layanan Kesehatan dan Olahraga, Departemen Penelola
Aset, Departemen Ekonomi dan Koperasi.
D. Pengurus Bidang/Departemen
Pengurus departemen adalah ujung tombak bagi perkembangan yayasan.
Selain sebagai pelaksana program yang telah digariskan, pengurus
Departemen juga dituntut berkreatifitas dengan daya inovasi yang tinggi
guna menentukan berbagai program dan kebijakan yang diharapkan mampu
melahirkan terobosan baru bagi pengembangan dan kemajuan masing-
masing bidang.dan pengurus departemen ada 9 yang telah disebutkan pada
poin ke tiga.
11
eksistensi pondok pesantren di satu sisi, serta dapat menigkatkan daya
kompetitif pesantren dalam era global di sisi lainya. Kombinasi tersebut dapat
menghasilkan konsep manajemen pondok pesantren dengan karakteristik baru
yang ideal. Selain itu juga dapat disebut sebagai Manajemen Berbasis Pondok
Pesantren (MBPP). Dengan MPBB baru tersebut diharapkan akan dapat
menghasilkan karakteristik pondok pesantren yang efektif.
7
YAPPI MU. 2008. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Media Nusantara.
8
M. Yacub. 2006. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa Bandung: PT.Angkasa,
hal. 62.
12
Karakteristik dari pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah
memiliki input dengan karakteristik sebagai berikut:
1) Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
2) Sumber daya tersedia dan siap.
3) Staf yang kompeten, berdedikasi tinggi dan berakhlakul
karimah.
4) Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
5) Fokus pada pelanggan khususnya para santri.
6) Adanya imput manajemen yang memadai untuk menjalankan
roda pondok pesantren.
2.5 Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren
A. Potensi pendidikan.
B. Pengembangan masyarakat.
13
pesantrenpun cukup kompetitif dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada
semacam jaminan keunggulan output yang siap bersaing dalam kehidupan
sosial. Dan pesantren dengan segala keunikan yang dimilikinya masih sangat
diharapkan menjadi penopong berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia
yang ditandai banyak sekarang pesantren yang ada pendidikannya berupa
formal dan tentunya non formal juga. 9
9
A. Ainurrofiq Dawam dan Ahmad Ta'rifin. 2008. Manajemen Madrasah berbasis Pesantren.
Jakarta: PT. Lista Farika Putra. hal. 18.
10
M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva
Pustaka. hal. 14-15.
14
terpenting dalam manajemen pesantren adalah berkaitan dengan pengelolaan
keuangan pesantren 12.
Pesantren model pure klasik atau salafi ini memang unggul dalam
melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian, dan penguasaan
terhadap ilmu-ilmu ke-Islaman. Kelemahanya, out put pendidikan pure salaf
kurang kompetitif dalam percaturan persaingan kehidupan modern. Padahal
tuntutan kehidupan global menghendaki kualitas sumberdaya manusia terdidik
dan keahlian di dalam bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki
sumber daya manusia kurang kompetetif inilah yang kerap menjadikannya
termaginalisasi dan kalah bersaing dengan out put pendidikan formal baik
agama maupun umum. Penyebaran yang luas dengan keaneragaman
karakteristik yang dimiliki pesantren saat ini di semua wilayah Indonesia
menjadi potensi luar biasa dalam percepatan pembanggunan di daerah-daerah.
Jika upaya maksimal ini dilakukan oleh pemerintah secara tepat bukan tidak
mungkin kedepan bukan tidak mungkin akan menjadi lahan subur penyemaian
bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Jika melihat keadaan ini tampaknya
akselerasi pendidikan dan pengelolaan.
Sehingga intervensi dari luar akan cenderung kurang efektif. Hal ini
menjadi tantangan Departemen agama untuk scara terus menerus
mensosialisasikan dan mendorong pesantren-pesantren tersebut terlihat dalam
akselarasi pendidikan nasional akan dapat di tingkatkan secara drastis. Oleh
sebab itu pelibatan pesantren dalam akselerasi pendidikan nasional tidak bisa
ditanggani secara serampangan, apalagi karitatif dan birokatik tugas
12
Ibid, hal. 77.
13
Amin Haedari dan Ishom El-Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah
Diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2008), h. 13.
15
Departemen Agama yang mendesak adalah bagaimana memperbesar
partisipasi pesantren melalui program-program yang sesuai dengan kebutuhan
dan karakter pesantren itu sendiri.
14
Ibid, hal. 77.
15
Binti Maunah. 2011. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras. hal. 34.
16
Pesantren perlu dibentuk organisasi orang tua santri dengan
membentuk komite pesantren yang dapat memberikan pertimbangan dan
membantu mengontrol kebijakan program pesantren termasuk penggalian
dan penggunaan keuangan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap
tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran
pendapatan dan belanja pesantren (RAPBP) sebagai acuan bagi penggelola
pesantren melaksanakan menejemen keuangan yang baik. Hal-hal yang
perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
a) Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan,
meliputi:
1) Kontribusi santri.
2) Sumbangan dari individu dan organisasi.
3) Sumbangan dari pemerintah bila ada.
4) Dari hasil usaha.
b) Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan.
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu
di rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan
dengan baik. Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh
pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhan pengelolaan pesantren,
temasuk dana operasional harian, pengembangan sarana dan prasarana
pesantren, infaq semua petugas pesantren, dana kerja sama, dan bahkan
dana praktis lain-lainya perlu di rencanakan dengan baik.
17
RAPBP juga maka sentralisasi pengelolaan keuangan terfokus pada
bendaharawan pesantren. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mempermudah
pertanggung jawaban keuangan. Setiap penggunaan keuangan perlu dilakukan
melalui pengajuan keuangan secara tertulis, dan sedapat mungkin hanya
program-program yang termasuk dalam perencanaan keuangan saja yang di
danai. Agar mudah pengawasanya.
16
Ibid, hal. 73.
18
7) Buku catatan lain yang tidak termsuk diatas, seperti catatan
pengeluaran incidental 17.
17
Ibid, hal. 73.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen pengelolaan pondok pesantren adalah sarana yang bertugas
sebagai perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang berlangsung dalam pondok pesantren. Dalam Pesantren memiliki lima elemen
dasar yaitu; kyai, santri, podok, mesjid dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau
yang sering disebut dengan kitab kuning. Dalam struktur organisasi pesantren peran
kyai sangat menonjol, kyai sering kali menempapti atau bahkan ditempatkan
sebagai pemimpin tunggal yang mempunyai kelebihan (maziyah) yang tidak
dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Pondok pesantren seringkali menerapkan
pola manajemen yang berorientasi pada penanaman jiwa ketulusan, keiklasan,
kesukarelaan yang biasa di kenal dengan istilah “lillahi ta’ala”. Konsep tersebut
menjiwai hampir semua aktifitas pada pondok pesantren namun konsep tersebut
pada masa lalu banyak memiliki kelemahan karena tidak diimbanggi dengan
kemampuan manajemen modern tampak kurang beraturan dan kurang efisien.
Pengelolaan model pendidikan pondok pesantren dalam hubunganya dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human resource), namun meskipun
demikian setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
potensi pendidikan dan penggembangan masyarakat.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar harapan
makalah kami ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi, kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang
akan datang.
20
DAFTAR PUSTAKA
Haedari, Amin, dan Ishom El-Saha. 2008. Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren
dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Diva Pustaka.
21