Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah , teriring Rasa syukur Kepada Sang Pencipta Alam, yang

begitu tidak terhitungnya memberi ni’mat kepada sekalian Makhluk-Nya, serta

Sholawat dan Salam Semoga tetap terlimpahkan Kepada Sang Nabi Pemberi

Syafaat Kelk Nabi Muhammad SAW. Yang mana sampai saat ini Penulis masih

diberi kesempatan untuk menimba luas Ilmu samudraNya.

Mnagemen Pengelolaan Pesantren, yang menjadi pembahasan dalam

makalah ini Semoga dapat memberi manfaat kepada Kita, terlebih pada diri Penulis

yang masih membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari teman-teman terlebih

Kepada Bapak Dosen, Mohon maaf kiranya dalam penulisan makalah ini masih

jauh dari sempurna karena keterbatasan dari diri penulis sendiri serta keterbatasan

dalam penemuan literature-literatur makalah ini. Kritik dan saran selalu penulis

nanti.

Bojonegoro, Oktober 2019

Penulis

M. Fatkhul Ulum

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................... 2

C. Tujuan Masalah .......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

Manajemen Pengelolaan Pondok Pesantren

A. Pengertian Manajemen Pondok Pesantren…......…… 3


B. Elemen-elemen Pondok Pesantren.............................. 4
C. Struktur Organisasi pondok pesantren........................ 9
D. Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren. 10
E. Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren...... 12

BAB IIII PENUTUP

Kesimpulan .................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tak boleh dilakukan secara asal-asalan
melainkan harus dilakukan secara rapi benar tertib dan teratur dan proses-proses
juga harus diikuti dengan tertib.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda yang artinya “Sesungguh


Allah sangat mencintati orang yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan
secara Itqan (tepat terarah jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani)

Pondok pesantren merupakan suatu lembaga yang berbasiskan pada


kesatuan keagamaan sekaligus berbasiskan pendidikan. Pondok pesantren bisa
menjadi “social agent” yang bagus untuk membantu pemerintah dalam perbaikan
sektor ekonomi,budaya dan sosial masyarakat, tapi dengan satu syarat bahwa secara
organisasional pondok pesantren harus mau untuk berubah, baik dan secara kultur,
cara pendekatan dan aspek-aspek manajemen. Di dalam pondok pesantren sendiri
terdapat empat unsur pembangun yaitu: ustadz, santri, kitab, dan masjid. Setiap
komponen tersebut masing-masing mempunyai peran yang berbeda-beda.

Untuk mencetak generasi penerus yang cerdas dan berakhlaq mulia


diperlukan pendidikan yang menyeluruh, dalam arti mencakup semua potensi baik
dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pondok pesantren sebagai salah satu
lembaga pendidikan yang mengkombinasikan ketiga aspek tersebut, tidak hanya
menekankan aspek kecerdasan kognitif semata, akan tetapi juga menekankan pada
aspek afektif dan psikomotor, yaitu dengan mengajarkan nilai – nilai dan norma
yang sesuai dengan syariat Islam serta membekali para santri dengan ketrampilan
– ketrampilan yang berguna bagi kehidupan sehari – hari.

Maka dari itu, dalam rangka menjadi menjadi pondok pesantren yang ideal,
perlu diadakan manajemen pengelolaan serta pengembangan podok pesantren
tersebut. Dengan begitu segala potensi yang dimiliki pondok pesantren dapat
tereksplore secara optimal. Sehingga pondok pesantren mampu memberikan

1
andil yang besar terhadap masyarakat Tentu, reformasi pesantren dalam dinamika
yang panjang dimaksudkan uuntuk mencari format yang ideal peningkatan mutu
pendidikan pesantren.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian manajemen pondok pesantren ?
2. Apa saja elemen-elemen Pondok Pesantren ?
3. Bagaimana Struktur Pengurusan Pondok pesantren ?
4. Bagaimana Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren ?
5. Bagaimana langkah Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui pengertian manajemen pondok pesantren
2. Untuk Mengetahui elemen-elemen Pondok Pesantren
3. Untuk Mengetahui Struktur Pengurusan Pondok pesantren
4. Untuk Mengetahui Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren
5. Untuk Mengetahui Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pondok Pesantren

Sebelum membahas tentang pengertian manajemen pondok pesantren,


maka kita harus tahu dulu apa itu manajemen dan apa itu pesantren. Manajemen
berasal dari bahasa Inggris yaitu management artinya yang dikembangkan dari kata
to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu sendiri berasal
dari Italia Maneggio yang diadopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari
kata manus yang artinya tangan. Dalam bahasa Arab berasal dari nazhoma atau
idarah artinya yang menata beberapa hal dan menggabungkan beberapa antara satu
dengan yang lain.

Sedangkan secara terminologi manajemen menurut yang dikutip oleh Made


Pidarta terbagi kepada manajemen sebagai peranan dan manajemen sebagai tugas,
hal ini memberi jalan untuk membedakan kedua istilah itu. Manajemen sebagai
tugas ialah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sementara itu salah satu
manajemen sebagai peranan disebutkan peranan administrasi eksekutif. Menurut
para ahli dikemukakan yang pertama manajemen adalah mengelola orang-orang,
yang kedua adalah pengambilan keputusan, yang ketiga adalah pengorganisasian
dan pemanfaatan sumber- sumber untuk menyesuaikan tujuan yang telah
ditentukan.

Maka Manajemen Pondok Pesantren adalah suatu proses penataan dan


pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia
dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren
secara efektif dan efisien.” Jadi, manajemen pesantren merupakan bagian dari
pendidikan Islam sehingga dapat manajemen pesantren sejalan dengan manajemen
pendidikan Islam.1 Sudah menjadi common sense bahwa pesantren lekat dengan
figure kyai. Kyai dalam pesantren merupakan figure pesantren sentral, otoritatif,

1
Sulthon Masyhud dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva Pustaka, 2003), hal. 73

3
dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan. Hal ini erat kaitanya denggan dua
faktor :

Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar


pada karisma serta hubungan yang bersifat patemalistik. Kebanyakan pesantren
menganut pola mono manjemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi
kewenanggan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.

Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual atau keluarga bukan


komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri skaligus pengasuh pesantren
sanggat besar dan tidak bisa di ganggu gugat. Faktor nasab atau keturnan juga kuat
sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anak ( istilahnya
putra mahkota) yang di percaya pada komponen pesantren yang berani memprotes.
Sistem seperti ini kerap kali menggundang sindiran bahwa pesantren seperti
kerajaan kecil.2

B. Elemen-Elemen Pondok Pesantren


Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa
elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen dasar pesantren, antara
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Kelima elemen tersebut meliputi:
ustadz, santri, podok, mesjid dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang
sering disebut dengan kitab kuning.
1. Masjid
Masjid pada hakekatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik dalam
dimensi ukhrawi maupun duniawi dalam ajaran Islam, karena pengertian yang lebih
luas dan maknawi masjid memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi
dalam mengabdi kepada Allah yang disimbolkan sebagai adanya masjid (tempat
sujud). Atas dasar pemikiran itu dapat difahami bahwa masjid tidak hanya terbatas
pada pandangan materialistik, melainkan pandangan idealistik immaterialistik
termuat didalamnya.
Pemikiran materialistik mengarah kepada keberadaan masjid sebagai suatu
bangunan yang dapat ditangkap oleh mata. Dalam hal ini secara sederhana masjid

2
M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, 2003, Manajemen Pondok Pesantren, cet. 1,
(Jakarta: Diva Pustaka).14-15.

4
adalah tempat sujud. Sujud adalah symbol kepatuhan seorang hamba kepada
Khaliqnya. Oleh karena itu seluruh kegiatan yang mengambil tempat di masjid
tentu memiliki nilai ibadah yang tinggi. Artinya proses kegiatan itu hanya
mengharapkan keridhoan Allah yang bersifat Ilahiyah, berkaitan dengan pahala dan
balasan dari Allah.
Didunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan
Islam baik dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih
jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses
belajar – mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan
pesantren. Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya
pertama – tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya.
Paling tidak didirikan surau di sebelah rumah kyai yang kemudian
dikembangkan menjadi masijd sebagai basis berdirinya pondok pesantren. Di
dalam masijd para santri dibina mental dan dipersiapkan agar mampu mandiri
dibidang ilmu keagamaan. Oleh karena itu masjid di samping dijadikan wadah
(pusat) pelaksanaan ibadah juga sebagai tempat latihan. Latihan seperti
muhadharah, qiro’ah dan membaca kitab yang ditulis oleh para ulama abad 15
(pertengahan) yang dikenal sebagai kitab kuning yang merupakan salah satu ciri
pesantren. Pelaksanaan kajiannya dengan cara bandongan, sorogan, dan wetonan,
pada hakekatnya merupakan metode klasik yang dilaksanakan dalam proses belajar
– mengajar dengan pola seorang kyai langsung bertatapan dengan santrinya dalam
mengkaji dan menelaah kitab – kitab tersebut.3
2. Pondok
Setiap pesantren pada umumnya memiliki pondokan. Pondok dalam
pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya tidak
dipisahkan menjadi “Pondok Pesantren”. yang berarti keberadaan pondok dalam
pesantren merupakan wadah penggemblengan, pembinaan dan pendidikan serta
pengajaran ilmu pengetahuan.

3
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman
Ilmu Jaya, 2001), hlm. 18 – 19

5
Kedudukan pondok bagi para santri sangatlah esensial sebab didalamnya
santri tinggal belajar dan ditempa diri pribadinya dengan control seorang ketua
asrama atau kyai yang memimpin pesantren itu. Dengan santri tinggal di asrama
berarti dengan mudah kyai mendidik dan mengajarkan segala bentuk jenis ilmu
yang telah ditetapkan sebagai kurikulumnya. Begitu pula melalui pondok santri
dapat melatih diri dengan ilmu – ilmu praktis seperti kepandaian berbahasa : Arab
dan Inggris juga mampu menghafal Al – Qur’an begitu pula ketrampilan yang lain.
Sebab di dalam pondok pesantren santri saling kenal – mengenal dan terbina
kesatuan mereka untuk saling isi – mengisi dan melengkapi diri dengan ilmu
pengetahuan.
3. Kyai
Ciri yang paling esensial bagi suatu pesantren adalah adanya seorang kyai.
Kyai pada hakekatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang
mempunyai ilmu di bidang agama dalam hal ini agama Islam. Terlepas dari
anggapan kyai sebagai gelar yang sacral, maka sebutan kyai muncul di dunia
pondok pesantren. Dalam tulisan ini kyai merupakan suatu personifikasi yang
sangat erat kaitannya dengan suatu pondok pesantren.
Keberadaan kyai dalam pesantren sangat sentral sekali. Suatu lembaga
pendidikan Islam disebut pesantren apabila memliki tokoh sentral yang disebut
kyai. Jadi kyai di dalam dunia pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan
mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang dikehendaki. Di tangan sorang
kyailah pesantren itu berada. Oleh karena itu kyai dan pesantren merupakan dua sisi
yang selalu berjalan bersama. Bahkan “kyai bukan hanya pemimpin pondok
pesantren tetapi juga pemilik pondok pesantren”. sedangkan sekarang kyai
bertindak sebagai koordinator.4
4. Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya
peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kyai
yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan
erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.

4
Ibid hlm. 19 – 21

6
Di dalam proses belajar mengajar ada dua tipologi santri yang belajar di
pesantren berdasarkan hasil penelitian Zamakhsyari Dhofier:
a). Santri Mukim
Santri Mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kyai dan secara
aktif menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara langsung sebagai pengurus
pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Setiap santri
yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung bertindak
sebagai wakil kyai.
Ada dua motif seorang santri menetap sebagai santri mukim :
1) Motif menuntut ilmu artinya santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu
dari kyainya.
2) Motif menjunjung tinggi akhlak, artinya seorang santri belajar secara tidak
langsung agar santri tersebut setelah di pesantren akan memiliki akhlak yang
terpuji sesuai dengan akhlak kyainya.
b). Santri Kalong
Santri Kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal dari desa
sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap di dalam
pondok pesantren, melainkan semata – mata belajar dan secara langsung pulang ke
rumah setelah belajar di pesantren.
Sebuah pesantren yang besar didukung oleh semakin banyaknya santri
yang mukim dalam pesantren di samping terdapat pula santri kalong yang tidak
banyak jumlahnya.5

5. Pengajaran Kitab – kitab Islam Klasik


Kitab – kitab Islam klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning yang
terpengaruh oleh warna kertas. Kitab – kitab itu ditulis oleh ulama zaman dulu yang
berisikan tentang ilmu keislaman seperti : fiqih, hadist, tafsir, maupun tentang
akhlaq.
Ada dua esensinya seorang santri belajar kitab – kitab tersebut di samping
mendalami isi kitab maka secara tidak langsung juga mempelajari bahasa Arab

5
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : Pedoman
Ilmu Jaya, 2001), hlm. 22 – 23

7
sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu seorang santri yang telah tamat
belajarnya di pesantren cenderung memiliki pengetahuan bahasa Arab. Hal ini
menjadi ciri seorang santri yang telah menyelesaikan studinya di pondok pesantren,
yakni mampu memahami isi kitab dan sekaligus juga mampu menerapkan bahasa
kitab tersebut menjadi bahasanya.6
Mastuhu mengklasifikasikan perangkat-perangkat pesantren meliputi aktor
atau pelaku seperti ustadz dan santri. Perangkat keras pesantren meliputi mesjid,
asrama, pondok dan sebagainya. Sementara perangkat lunaknya adalah tujuan
kurikulum, metode pengajaran, evaluasi, dan alat-alat penunjang pendidikan
lainnya. Namun demikian elemen-elemen pesantren tergantung pada besar
kecilnya, program pendidikan yang dijalankan pesantren. Untuk pesantren yang
berskala kecil dan hanya sekedar mengelola pondok pesantren saja, maka hanya
kelima elemen dasar tersebut yang menjadi elemen pesantren. Dan kelima elemen
inilah yang menjadi objek manajemen.

C. Struktur Organisasi Pondok pesantren


Untuk mencapai visi dan misinya, pondok pesantren membentuk struktur
organisasi. Struktur organisasi tersebut disusun beserta dengan deskripsi kerja pada
setiap bagian. Deskripsi kerja disusun sedemikian rupa sehingga dapat bersinergi
satu dengan lainnya untuk mencapai visi dan misi pondok pesantren tersebut.
Setiap pesantren memiliki struktur organisasi sendiri-sendiri yang berbeda-
beda satu terhadap yang lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Meskipun
demikian, daripadanya dapat di simpulkan adanya kesamaan-kesamaan yang
menjadi ciri-ciri umum struktur organisasi pesantren, dan tampak adanya
kecenderungan perubahan yang sama di dalam menatap masa depannya, sebagai
berikut :
a. Pada dasarnya struktur organisasi pesantren dapat digolongkan menjadi dua
sayap sesuai dengan pembagian jenis nilai yang mendasarinya, yaitu nilai
agama dengan kebenaran absolut dan nilai agama dengan kebenaran relatif.
b. Sesuai dengan hierarkis pembagian jenis nilai, maka sayap 1 mempunyai
supremasi terhadap sayap 2, dan oleh karena itu sayap 2 tidak boleh

6
Ibid.hlm 24

8
bertentangan dengan sayap 1, apalagi kalau sampai melakukan perbuatan-
perbuatan yang melanggar akidah-syariah agama dan sunnah pondok.
c. Sayap satu dijaga oleh kyai utama dan dibantu oleh kiai-kiai dan ustadz
yang telah dinilai kemampuan ilmu agamanya oleh kyai utama. Para
pembantu kyai utama ini adalah juga santri-santri dari kyai utama. Sayap 2
dijaga oleh kyai-kyai muda, ustaz dan santri. Semua kerja sayap 2, bahkan
semua perilaku warga pesantren harus memperoleh restu dari kyai utama,
atau setidak-tidaknya diperbolehkan atau tidak dilarang oleh kyai utama.
d. Kyai utama merupakan pimpinan spritual dan tokoh kunci pesantren.
Kedudukan, kewenangan, dan kekuasaannya amat kuat. Hubungan
antarsantri, dan antara santri dan pimpinan (kiai, ustaz, dan pengurus)
bersifat kekeluargaan dan penuh hormat.
e. Pembagian kerja antar unit-unit kerja sering kali kurang tajam dan banyak
terdapat kesamaan. Misalnya antara unit yang mengurusi pendidikan dan
pengajaran dengan unit yang mengurusi pengajian, kehumasan,
kemasyarakatan, kesejahteraan santri, dan sebagainya sering kali
mempunyai tugas yang sama.
f. Gaya kerja dalam struktur organisasi pesantren pada umumnya masih
merupakan garis lurus ke atas, artinya setiap unit kerja bergantung pada
atasan langsung. 7

D. Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren


Pondok pesantren seringkali menerapkan pola manajemen yang berorientasi
pada penanaman jiwa ketulusan, keiklasan, kesukarelaan yang biasa di kenal
dengan istilah “lillahi ta’ala”. Konsep tersebut menjiwai hampir semua aktifitas
pada pondok pesantren namun konsep tersebut pada masalalu banyak memiliki
kelemahan karena tidak diimbanggi dengan kemampuan manajemen modern
tampak kurang beraturan dan kurang efisien.
Konsep pengembangan manajemen pondok pesantren harus lebih
akomodatif terhadap perubahan yang serba cepat dalam era global saat ini. Oleh

7
Mujamil Qomar, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 2007),11

9
karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut harus dilapisi dengan profesionalisme
yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang ideal dan utuh yaitu
idealism-profesionalisme. Dengan kombinasi konsep manajemen yang ideal
tersebut diharapkan akan tetap dapat mempertahankan eksistensi pondok pesantren
di satu sisi, serta dapat menigkatkan daya kompetitif pesantren dalam era global di
sisi lainya. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan konsep manajemen pondok
pesantren denggan karakteristik baru yang ideal. Selain itu juga dapat disebut
sebagai Manajemen Berbasis Pondok Pesantren (MBPP). Dengan MPBB baru
tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan karakteristik pondok pesantren yang
efektif.8
Karakteristik MBPP baru tersebut dapat dianalisis dengan pendekatan
system yaitu dari segi imput-proses-output. Hal itu didasari atas pemikiran bahwa
pondok pesantren merupakan suatu sistem sehingga menguraikan karakteristik
MBPP juga didasarkan pada proses output yang dapat menunjang perkembangan
pondok pesantren secara keseluruhan.9 Dimana karakteristik tersebut ditandai
dengan adanya pondok pesantren yang didasarkan pada input maupun ouput yang
ada.10 Uraian berikut dimulai dari output dan di akhiri dengan input mengingat
output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangakan proses memiliki tingkat
kepentingan satu tingkat lebih rendah dari pada output, dan input memiliki
tingkatan kepentinggan dua tingkat lebih rendah dari pada output.
1. Output yang diharapkan
Output pondok pesantren harus memiliki prestasi pondik pesantren
yang dihasilkan oleh proses pendidikan dan pembelajaran serta manajemen
di pondok pesantren.
Output pondok pesantren dikelompokan menjadi empat macam:
a. Output berupa prestasi penggetahuan akademik keagamaan.
b. Output berupa prestasi penggetahuan akademik umum.

8
Sholih Fikri, Sistem Mnajenem pendidikan dan Pengelolaan Pondok Pesantren dalam
http://sholihfikr.blogspot.co.id/2014/04/sistem-manajemen-pendidikan-dan.html. Diunggah pada
01 April 2014 pukul 07.28 WIB
9
MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren ,cet. 1(Jakarta: Media
Nusantara 2008,). hlm. 19.
10
M. Yacub, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung:PT.
Angkasa, 2006). hlm. 62.

10
c. Output berupa prestasi keterampilan atau kecakapan hidup.
d. Output berupa prestasi dalam bidang non akademik.
2. Input podok pesantren
Karakteristik dari pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah
memiliki input dengan karakteristik sebagai berikut.
a. Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
b. Sumber daya tersrdia dan siap.
c. Staf yang kopeten, berdedikasi tinggi dan berakhlakul karimah.
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
e. Focus pada pelanggan khususnya para santri.
f. Adanya imput manajemen yang memadai untuk menjalankan roda
pondok pesantren.

E. Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren


Permasalahan seputar pengelolaan model pendidikan pondok pesantren
dalam hubunganya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human
resource) merupakaan berita aktual dalam arus perbincanggan kepesantrenan
kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian setidaknya terdapat dua
potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
1. Potensi pendidikan.
2. Penggembangan masyarakat.
Meskipun demikian, tokoh yang dianggap sukses membawa sisitem
pendidikan pondok pesantren adalah Raden rahmat atau yang kita kenal dengan
Sunan Ampel. Terkait denggan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam
interaksinya denggan perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi,
kalangan internal pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah satu
bentuknya adalah pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai tingkat
SD, sampai perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan
perpaduan kurikulum keagamaan dan umum sertaperangkat keterampila yang
dirancang secara systematic dan itegralistik.

11
Tawaran berbagai pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrsah Aliyah Program
Khusus (MAPK), SMP, dan SMA plus yang di kembangkan pesantrenpun cukup
kompetitif dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada semacam jaminan
keunggulan out put yang siap bersaing dalam kehidupan sosial. Dan pesantren
dengan segala keunikan yang dimilikinya masih sangat diharapkan menjadi
penopong berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia yang ditandai banyak
sekarang pesantren yang ada pendidikannya berupa formal dan tentunya non formal
juga.11
Ada pula sebagian pesantren yang memperbaharui sistem pendidikanya
denggan menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada
sistem pengajaran klasik (wetonan,bandongan) dan materi kitab-kitab kuning.
Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran,
sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan modern..12
Sementara itu tidak semua pesantren melakukan pengembangan sistem
pendidikannya dengan cara memperluas cangkupan wilayah garapan, masih banyak
pesantren yang masih mempertahankan sistem pendidikan tradisional dan
konvensional denggan membatasi diri pada penggajaran kitab-kitab klasik dan
pembinaan moral keagamaan semata.
Hal ini menjadi tantangan Departemen agama untuk scara terus menerus
mensosialisasikan dan mendorong pesantren-pesantren tersebut terlihat dalam
akselarasi pendidikan nasional akan dapat di tingkatkan scara drastis. Oleh sebab
itu pelibatan pesantren dalam akselerasi pendidikan nasional tidak bisa ditanggani
secara serampangan, apalagi karitatif dan birokatik tugas Departemen Agama yang
mendesak adalah bagaimana memperbesar partisipasi pesantren melalui program-
program yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter pesantren itu sendiri.
Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah berkaitan
denggan pengelolaan keuanggan pesantren.13

11
A inurrofiq Dawam dan Ahmad Ta’rifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, cet.
3. (Jakarta:PT. Lista Farika Putra, 2008). hlm. 18.
12
M. Sulthon Masyhud dan M. Khusnurridlo, Manajemen Pondok Pesantren, cet. 1,
(Jakarta: Diva Pustaka, 2003).hlm.14-15.
13
MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta: Media Nusantara,
2008), hlm. 77.

12
Pengertian pengelolaan keuangan sendiri adalah penggurusan dan pertanggung
jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana baik individual maupun
lembaga. Dalam penyusunan anggaran memuat pembagian penerimaan dan
pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembanggunan serta anggaran incidental
jika perlu
Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan sebagai berikut:
1. Hemat tidak mewah, efisien, dan sesuai denggan kebutuhan
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program
3. Terbuka dan transparan
4. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri
sejauh hal ini di mungkinkan14
Pesantren perlu dibentuk organisasi orang tua santri dengan membentuk
komite pesantren yang dapat memberikan pertimbanggan dan membantu
menggontrol kebijakan program pesantren termasuk penggaliaan dan penggunaan
keuanggan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap tahun anggaran
perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja
pesantren (RAPBP) sebagai acuan bagi penggelola pesantren melaksanakan
menejemen keuanggan yang baik hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara
lain:
a. Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan, meliputi:
1) Konstribusi santri.
2) Sumbanggan dari individu dan organisasi.
3) Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
4) Dari hasil usaha.
b. Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu di
rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik.
Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang
berkaitan denggan kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk dana operasional
harian, penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq semua petugas

14
Binti Maunah, Landasan Pendidikan , cet. 1, (Yogyakarta: Teras, 2011). hlm.. 34

13
pesantren, dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya perlu di rencanakan
denggan baik.
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana anggaran
pendapatan dan belanja pesantren adalah menerapkan prinsip anggaran berimbang
artinya rencana pendapatan dan pengeluaran harus seimbang diupayakan tidak
terjadi anggaran pendapatan minus.
Denggan RAPBP yang berimbang maka kehidupan pesantren akan menjadi
solid dan benar-benar kokoh dalam keuanggan yang akan menjadi kunci dari
kemendirian bagi kehidupan pesantren. Bila hal ini tercapai, kredibilitas pesantren
di mata masyarakat akan tinggi dan terpercaya. Melalui RAPBP juga maka
sentralisasi penggelolaan keuanggan terfokus pada bendaharawan pesantre. Hal ini
perlu dilakukan dalam rangka mempermudah pertanggung jawaban keuanggan.
Setiap penggunaan keuanggan perlu dilakukan melalui pengajuan keuanggan
secara tertulis,dan sedapat mungkin hanya program-program yang termasuk dalam
perencanaan keuangan saja yang di danai. Agar mudah pengawasanya.
Berkaitan denggan penggelolaan keuanggan ada hal-hal yang perlu di
perhatikan oleh bendaharawan pesantren diantaranya:
a) Pada setiap akhir tahun anggaran bendaharawan harus membuat laporan
keunggan kepada komite pesantren untuk di cocokan dengan RAPBP.
b) Laporan keuanggan harus di lampiri bukti-bukti penggeluaran yang ada,
termasuk bukti penyetoran pajak (PPN dan PPh) bila ada.
c) Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan honorarium atau
bantuan atau bukti penggeluaran yang lain yang sah.
d) Neraca keuanggan juga harus di tunjukan untuk di periksa oleh tim
bertanggung jawaban keuanggan dari komite pesantren.15

15
MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta: Media Nusantara,
2008), hlm. 73.

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Manajemen pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat


organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung
dalam pondok pesantren

Sudah menjadi common sense bahwa pesantren lekat dengan figure kyai. Kyai
dalam pesantren merupakan figure pesantren sentral, otoritatif, dan pusat seluruh
kebijakan dan perubahan. Hal ini erat kaitanya denggan dua faktor :

 Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar


pada karisma serta hubungan yang bersifat patemalistik. Kebanyakan
pesantren menganut pola mono manjemen dan mono administrasi sehingga
tidak ada delegasi kewenanggan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.
 Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual atau keluarga bukan
komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri skaligus pengasuh pesantren
sanggat besar dan tidak bisa di ganggu gugat. Faktor nasab atau keturnan juga
kuat sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anak (
istilahnya putra mahkota) yang di percaya pada komponen pesantren yang
berani memprotes. Sistem seperti ini kerap kali menggundang sindiran bahwa
pesantren seperti kerajaan kecil.

2. Elemen-elemen pesantren meliputi lima elemen dasar yaitu; kyai, santri, podok,
mesjid dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering disebut dengan
kitab kuning.

3. Dalam struktur organisasi pesantren peran kyai sangat menonjol, kyai sering kali
menempapti atau bahkan ditempatkan sebagai pemimpin tunggal yang mempunyai
kelebihan (maziyah) yang tidak dimiliki oleh masyarakat pada umumnya.

15
4. Pondok pesantren seringkali menerapkan pola manajemen yang berorientasi pada
penanaman jiwa ketulusan, keiklasan, kesukarelaan yang biasa di kenal dengan
istilah “lillahi ta’ala”. Konsep tersebut menjiwai hampir semua aktifitas pada
pondok pesantren namun konsep tersebut pada masalalu banyak memiliki
kelemahan karena tidak diimbanggi dengan kemampuan manajemen modern
tampak kurang beraturan dan kurang efisien.
5. Pengelolaan model pendidikan pondok pesantren dalam hubunganya dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human resource) merupakaan berita
aktual dalam arus perbincanggan kepesantrenan kontemporer karena pesantren
dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya namun
meskipun demikian setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren
yaitu:
1. Potensi pendidikan.
2. Penggembangan masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dawam, A inurrofiq dan Ta’rifin, Ahmad. 2008. Manajemen Madrasah Berbasis


Pesantren, Jakarta:PT. Lista Farika Putra.
Ghazali, M. Bahri. 2001. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta
: Pedoman Ilmu Jaya.
Laili, Ismi Nur. 2015. Sistem Manajemen Pondok Pesantren, dalam
http://isminurlailil27.blogspot.co.id/2015/12/sistem-manajemen-pondok-
pesantren.html.
Manullang, M. 1996. Dasar – dasar Manajemen, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Masyhud, M. Sulthon dan Khusnurridlo, M. 2003. Manajemen Pondok Pesantren,
Jakarta: Diva Pustaka.
Mauliedia, Sophie. 2011. Manajemen Pendidkan Pondok Pesantre, dalam
http://rascalshelvy.blogspot.co.id/2011/06/manajemen-pendidikan-
pondok-pesantren.html
Maunah, Binti. 2011. Landasan Pendidikan , Yogyakarta: Teras.
Sholih Fikri, Sistem Mnajenem pendidikan dan Pengelolaan Pondok Pesantren
dalam http://sholihfikr.blogspot.co.id/2014/04/sistem-manajemen-
pendidikan-dan.html.
Yacub, M. 2006. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa,
Bandung:PT. Angkasa
YAPPI, MU. 2008 Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Media
Nusantara

17

Anda mungkin juga menyukai