Disusun Oleh :
2020
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah terucap syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan makalah
ini dengan judul “Manajemen Konflik di Pesantren”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Pengembangan Pesantren pada program studi Manajemen Pendidikan
Islam Pascasarjana dan untuk mengetahuipenyebab terjadinya konflik di dalam hubungan antar
element-element yang ada di pesantren serta Bagaimana manajemen konflik dalam mengatasi
konflik social di pondok pesantren.
Pada kesempatan ini juga, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi baik secara langsung dan tidak atas terselesaikannya penulisan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca terhadap penyempurnaan penulisan makalah ini sangat
diharapkan.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Sejarah Pondok Pesantren........................................................................................................3
B. Konflik di Pondok Pesantren....................................................................................................4
C. Konflik Pesantren Dalam Pandangan Masyarakat...................................................................5
D. Landasan Konsep Teori Konflik............................................................................................6
E. Memahami Sifat Konflik Antar Kelompok..............................................................................6
F. Manajemen Konflik Dalam Penanganan Konflik Sosial Di Pondok Pesantren.......................7
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
A. Kesimpulan...............................................................................................................................9
B. Saran.........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan pondok pesantren di Indonesia telah berkembang sangat pesat
baik di daerah pelosok hingga perkotaan. Pondok-pondok pesantren di Indonesia di bangun
dengan semangat keagamaan dan di realisasikan dalam bentuk sebuah lembaga pendidikan
alternative. Lembaga ini sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan rohaniah masyarakat.
Berkembangnya pondok pesantren di Indonesia tidak lepas dari perjuangan para ulama
dengan gigih menyebarkan agama islam melalui pendidikan. Pendidikan yang dibangun oleh
ulama terdahulu dalam membangun pondok pesantren dibangun berlandaskan Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang dikemas dengan semangat jihad fi sabillillah. Semangat inilah yang sampai kini
membuat pondok-pondok pesantren di Indonesia berkembang sangat pesat baik yang bercorak
tradisional maupun modern.
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut :
1. Apa penyebab terjadinya konflik di dalam hubungan antar element-element yang ada
di pondok pesantren
2. Bagaimana manajemen konflik dalam mengatasi konflik social di pondok pesantren
1
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pondok pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren. Pondok berasal dari kata Arab
"fundug " yang berarti hotel atau asrama 1. Sedang kata pesantren berasal dari kata santri yang
dengan awalan "pe" dan akhiran “an" berarti tempat tinggal para santri 2. Keduanya mempunyai
konotasi yang sama, yakni menunjuk pada suatu kompleks untuk kediaman dan belajar santri.
Dengan demikian pondok pesantren dapat artikan sebagai asrama tempat tinggal para santri.
Pondok pesantren pertama kali di Indonesia dan di Jawa tepatnya di desa Gapura, Gresik
didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada abad XV Masehi, yang berasal dari Gujarat,
India,3 pesantren mempunyai fungsi penting sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama
Islam. Maulana Malik Ibrahimmendidik sejumlah santri yang ditampung dan tinggal bersama
dalam rumahnya di Gresik.
Pada masa permulaan tumbuhnya pondok pesantren hanyalah berfungsi sebagai alat
Islamisasi, yang sekaligus berfungsi memadukan tiga unsur pendidikan yaitu (1) ibadah untuk
menanamkan iman, (2) tabligh untuk menyebarkan ilmu dan amal, dan (3) untuk mewujudkan
kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.4
Pada mulanya, proses terjadinya pondok pesantren sangat sederhana seorang menguasai
beberapa bidang ilmu agama Islam, misalnya: ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadits, dan ilmu
tauhid, yang biasanya dalam bentuk penguasaan beberapa kitab-kitab Islam klasik, mulai
mengajarkan ilmunya dalam suatu surau atau masjid kepada masyarakat lingkungannya. Lama
kelamaan makin terkenal sang Kyai tersebut dan pengaruhnya makin luas5. Kemudian
berdatanganlah para santri dari berbagai daerah untuk berguru kepada Kyai.
3
Pondok pesantren sebuah lembaga pendidikan yang terdiri dari beberapa element yaitu.
Yayasan,masyarakat,Kyai, dan pengasuh pondok pesantren. Keempat element tersebut sangat
mempengaruhi jalannya pondok pesantren dari segi manajerial. Akan tetapi di setiap element
tersebut memiliki sudut pandang tersendiri dalam memahami pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama islam. Dari sudut pandang yayasan melihat dari aspek perubahan social.
Menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia.
Modifikasimodifikasi yang terjadi di karenakan sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern6
Perubahan yang terjadi pada dunia pesantren menjadi sorotan oleh yayasan dalam
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi tuntutan
hidup. Nilai-nilai modernitas yang dimiliki oleh yayasan dalam membangun pondok pesantren
untuk lebih bersifat fleksibel,pluralis, dan terbuka atas perubahan menjadi pertimbangan penting
bagi yayasan dalam membangun pondok pesantren yang bersifat modern islami.
Sudut pandang yang dibangun oleh yayasan dengan pemikiran yang berbeda dapat
menimbulkan konflik baik dikalangan pengasuh pesantren yang cenderung berpikiran
konservatif berdasarkan doktrin-doktrin keagamaan yang kuat. Dimana pondok pesantren
memiliki jati diri sendiri dalam membangun pendidikan agama Islam yang berorientasi kepada
pembangunan akhlakul karimah dan berwawasan luas.
Pengelolaan pondok pesantren tidak luput dari peran pengasuhan dalam berjalannya
program-program kepesantrenan. Dalam menjalankan program-program kepesantrenan
dibutuhkan seorang pengasuh yang terampil dan memiliki pengetahuan agama yang memadai
agar program-progam kepesantrenan dapat berjalan sesuai harapan yang diinginkan. Akan tetapi
terdapat politik kekuasaan yang dimiliki oleh pondok pesantren dimana figure seorang kyai
menjadi symbol kekuasaan di pondok pesantren dan mempengaruhi pola kepemimpinan di
pondok pesantren yang berorientasi kepada otoritas kekuasaan maka terbentuklah system kasta
7
Samuel Koenig, Mand and Society, The Basic Teaching of Sociology, Cetakan ke dua (New York: Barners
& Noble inc, 1957), hal 279.
Drs Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Jakarta: PT.Ciputat Press. Hal,2005), hal. 52
Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa (Jakarta
4
di pondok pesantren. Dimana anak-anak ataupun kerabat seorang kyai memiliki wewenang untuk
menguasai pesantren dan pengasuh di pondok pesantren yang tidak memiliki kekerabatan dengan
kyai maka posisinya adalah seorang pekerja.
Pola kepemimpinan di pondok pesantren dapat menjadi sebuah kajian dalam memahami
dinamika konflik di pondok pesantren. Dinamika tersebut dapat mempengaruhi pola
kepemimpinan yang bersifat otoriter paternalistic yang telah dijelaskan di atas, dan pola
kepemimpinan yang bersifat kolektif dengan sifat bijaksana dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dan pengendalian konflik dalam hubungan social yang ada. Dalam
pengelolaan konflik dapat mempengaruhi fungsi social dan proses social yang mendesak
element-element pondok pesantren bersifat inovatif dan kreatif dalam mengelola pesantren
Dunia pesantren memandang konflik sebagai hal yang biasa, pendapat ini bersumber dari
pemahaman normatif tentang diakuinya perbedaan dan diyakini sebagai suatu kewajaran yang
biasa membawa rahmat. Namun demikian, masyarakat pesantren tidak menghendaki adanya
konflik dan selalu berharap agar setiap konflik dapat segera terselesaikan.Secara umum, tidak
seorangpun kyai menghendaki bila konflik tersebut membawa mudhorot bagi orang lain. Konflik
sengaja dan segara dilokalisir agar tidak membias dan tidak melibatkan orang banyak.
Namun tidak semua konflik bersumber dari internal, faktor-faktor eksternal juga
berpengaruh besar atas peristiwa konflik yang terjadi di pesantren. Sikap kyai dalam menyikapi
konflik yang disebabkan oleh faktor eksternal terbilang unik, kyai tampak resisten atau jika
situasi politik menuntut, antar kyai seolah berkonflik. Secara teologis, masyarakat pesantren
tidak memahami konflik dalam makna destruktif, mengingat perbedaan adalah merupakan
8
Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa (Jakarta: Depag
RI, 2004).
5
rahmat Allah. Pemahaman tersebut menumbuhkan kesadaran pluralisme dan pemikir yang
terbuka.
Perubahan-perubahan sosial, menurut Teori Konflik, diawali oleh konflik yang terjadi
pada masyarakat. Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada, baik antar individu maupun
antarkelompok, pada setiap masyarakat. Konflik menyangkut hubungan sosial antarmanusia baik
secara individual maupun kolektif. Semua hubungan sosial, menurut Coser, pasti memiliki
tingkat antar organisme tertentu, ketegangan, atau perasaan negative
Hal ini merupakan akibat dari keinginan individu atau kelompok untuk meningkatkan
kesejahteraan, kekuasaan, prestise, dukungan sosial, atau penghargaan lainnya. Sementara itu,
masing-masing mereka, secara individual ataupun kelompok, di samping memiliki sejumlah
kesamaan, juga mempunyai serangkaian perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut
menyangkut jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, ideologi, cara
pandang, cita-cita, kepentingan, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan seperti itu merupakan sebuah kenyataan sosial yang tak mungkin
dihindari. Persamaan dan perbedaan ini, pada tingkat tertentu, ketika satu sama lain saling
bertemu dan bergesekan, berpotensi menimbulkan konflik. Kesamaan keinginan atas sesuatu,
sementara sesuatu itu merupakan sumberdaya yang langka dan terbatas, maka hal itu akan
menimbulkan kompetisi atau perebutan pencapaian keinginan masing-masing. Ketika perbedaan
ideologi terjadi antarkelompok, sementara satu sama lain ingin menancapkan pengaruhnya
kepada kelompok lain, maka konflik atau perselisihanpun akan terjadi. Kajian tentang konflik
sosial dalam masyarakat, telah banyak dilakukan berbagai lembaga dan organisasi social
Marx, Dahrendorf, Simmel, dan Coser mengatakan bahwa secara sederhana, konflik
adalah pertentangan antara satu individu dengan individu lain, atau antara satu kelompok dengan
kelompok lain. Sebetulnya, konflik dapat dilihat dari dua segi. Dari segi positif, konflik dapat
mendinamisasikan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Konflik dapat memacu bagi
terjadinya kompetisi yang sehat, orang berupaya untuk menjadi lebih baik dari yang lainnya.
Konflik bisa menjadi tahap awal perubahan sosial. Dari segi negatif, konflik merupakan salah
satu masalah yang perlu diatasi. Konflik yang sengit dapat memicu perselisihan dan permusuhan
yang tajam, yang mengganggu suasana antarkelompok dalam masyarakat.
Oleh karena konflik di masyarakat merupakan sesuatu yang tak bisa dielakkan, maka
yang perlu diketahui adalah apakah konflik itu ada atau tidak ada, tapi bagaimana intensitas dan
tingkat kekerasannya, dan dalam bentuk apa konflik itu, apakah menyangkut masalah
fundamental atau isu-isu sekunder, bertentangan tajam atau sekadar perbedaan pandangan.
6
Intensitas konflik menunjuk pada tingkat pengeluaran energi dan keterlibatan dari pihak-
pihak (kelompok-kelompok) yang berkonflik, sedangkan kekerasan konflik menyangkut alat atau
sarana yang digunakan dalam situasi konflik, mulai dari negosiasi hingga saling menyerang
secara fisik. Konflik antarkelompok menyangkut masalah prinsip dasar (fundamental). Konflik
yang terjadi di pondok pesantren cenderung kepada konflik antar kelompok yang di dasarkan
kepada prinsip-prinsip fundamental.
Perubahan mempunyai tujuan yang sifatnya penyesuaian diri dengan lingkungan agar
tujuan organisasi sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat. Kunci dari perubahan di
organisasi pondok pesantren adalah orang yang memimpin, yaitu bagaimana ia menjalankan
masa kepemimpinannya.
Selain faktor kepemimpinan kyai atau tuan guru, perkembangan pondok pesantren
tentunya juga tidak luput dari penerapan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Manajemen adalah
seperangkat aktivitas yang dirancang untuk mencapai sebuah tujuan organisasi melalui
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien.10
Efektif artinya hasil tercapai sesuai dengan keinginan organisasi. Efisien artinya
pekerjaan dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber daya aparatur seminimal mungkin.
Kemampuan pesantren untuk tetap bertahan dan bahkan eksistensi pendidikannya diakui sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari sistem manajemen pendidikan yang
dikembangkan selama ini.
10
7
diyakinkan bahwa di atas hal-hal yang membuat mereka saling bermusuhan itu, ada hal yang
jauh lebih penting untuk dihadapi bersama
Kerangka pemikiran tersebut dapat dijadikan cara dalam memahami konflik social yang
terjadi di pondok pesantren.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
Kedua, potensi konflik yang ada di pesantren disebabkan oleh factor social yang terjadi
berdasarkan perbedaan sudut pandang dan prindip-prinsip mengenai dunia kepesantrenan yang
hanya melihat dari satu sudut pandang tanpa membangun komunikasi yang bersifat efektif dan
efesien.
Ketiga, bahwa kepemimpinan kolektif yang diimplementasikan oleh pesantren jauh lebih
bijaksana dalam memahami manajemen konflik yang dialami dengan memetakan setiap
permasalahan yang dialami dan mengidentifikasi variabel-variabel yang ada dengan cara
menganalisa permasalahan yang dihadapi.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah kami sajikan pada makalah
ini dapat menambah informasi dan ilmu bagi pembaca. Kemudian kami harapkan kritik dan
saran dari pembaca mengenai makalah yang telah kami buat demi kebaikan makalah ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai dalam Sistem Pengajaran Kitab-Kitab Islam Klasik
(Studi Kasus: Pondok Pesantren Tebuireng Jombang). Tesis tidak dipublikasikan, (Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM), 1992)
Samuel Koenig, Mand and Society, The Basic Teaching of Sociology, Cetakan ke dua
(New York: Barners & Noble inc,
10