Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Pengembangan Pesantren

MANAJEMEN KONFLIK DI PESANTREN


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah :

Manajemen Pengembangan Pesantren

Dosen Pengampu :Dr.Azam Syukur Rahmatulloh, M.A, M.S.I

Disusun Oleh :

Lenny Tri Purwaningsih


NIM : 1910551

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN

2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah terucap syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan makalah
ini dengan judul “Manajemen Konflik di Pesantren”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Pengembangan Pesantren pada program studi Manajemen Pendidikan
Islam Pascasarjana dan untuk mengetahuipenyebab terjadinya konflik di dalam hubungan antar
element-element yang ada di pesantren serta Bagaimana manajemen konflik dalam mengatasi
konflik social di pondok pesantren.

Pada kesempatan ini juga, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi baik secara langsung dan tidak atas terselesaikannya penulisan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca terhadap penyempurnaan penulisan makalah ini sangat
diharapkan.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Kebumen, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Sejarah Pondok Pesantren........................................................................................................3
B. Konflik di Pondok Pesantren....................................................................................................4
C. Konflik Pesantren Dalam Pandangan Masyarakat...................................................................5
D. Landasan Konsep Teori Konflik............................................................................................6
E. Memahami Sifat Konflik Antar Kelompok..............................................................................6
F. Manajemen Konflik Dalam Penanganan Konflik Sosial Di Pondok Pesantren.......................7
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
A. Kesimpulan...............................................................................................................................9
B. Saran.........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan pondok pesantren di Indonesia telah berkembang sangat pesat
baik di daerah pelosok hingga perkotaan. Pondok-pondok pesantren di Indonesia di bangun
dengan semangat keagamaan dan di realisasikan dalam bentuk sebuah lembaga pendidikan
alternative. Lembaga ini sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan rohaniah masyarakat.

Berkembangnya pondok pesantren di Indonesia tidak lepas dari perjuangan para ulama
dengan gigih menyebarkan agama islam melalui pendidikan. Pendidikan yang dibangun oleh
ulama terdahulu dalam membangun pondok pesantren dibangun berlandaskan Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang dikemas dengan semangat jihad fi sabillillah. Semangat inilah yang sampai kini
membuat pondok-pondok pesantren di Indonesia berkembang sangat pesat baik yang bercorak
tradisional maupun modern.

Keberadaan pondok pesantren di Indonesia sebagai lembaga pendidikan agama Islam


memiliki pola manajemen pendidikan yang berbeda dengan sekolah lain yang bersifat boarding
school. Pondok pesantren memiliki manajemen yang cukup kompleks dalam membangun relasi
antar element-element baik yg berada di lingkup internal maupun eksternal. Hubungan-hubungan
tersebut apabila tidak dibangun secara proporsional akan menimbulkan konflik antar element
yang ada. Semua itu dilatarbelakangi dari berbagai factor yang disebabkan adanya gesekan-
gesekan baik antara yayasan dan masyarakat,yayasan dengan pengasuh pondok pesantren, kyai
dengan masyarakat, Asatidz dengan santri, dan Asatidz dengan Asatidz..

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan manajement konflik


khususnya di pondok pesantren. Manajement konflik di pondok-pesantren akan menjadi kajian
dalam makalah ini yang mengkaji hubungan-hubungan sosial di dalam pondok pesantren dan
diluar pondok pesantren yang berpotensi menimbulkan konfik baik secara vertical dan
horizontal. Faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dapat dikaji dalam makalah ini dengan
memilah factor-faktor yang menyebabkan konflik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apa penyebab terjadinya konflik di dalam hubungan antar element-element yang ada
di pondok pesantren
2. Bagaimana manajemen konflik dalam mengatasi konflik social di pondok pesantren
1
C. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Menjelaskan penyebab terjadinya konflik di dalam hubungan antar element – element
yang ada dipondok pesantren.
2. Menejelaskan bagaimana manajemen konflik dalam mengatasi konflik social di
pondok pesantren.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pondok Pesantren

Pondok pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren. Pondok berasal dari kata Arab
"fundug " yang berarti hotel atau asrama 1. Sedang kata pesantren berasal dari kata santri yang
dengan awalan "pe" dan akhiran “an" berarti tempat tinggal para santri 2. Keduanya mempunyai
konotasi yang sama, yakni menunjuk pada suatu kompleks untuk kediaman dan belajar santri.
Dengan demikian pondok pesantren dapat artikan sebagai asrama tempat tinggal para santri.
Pondok pesantren pertama kali di Indonesia dan di Jawa tepatnya di desa Gapura, Gresik
didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada abad XV Masehi, yang berasal dari Gujarat,
India,3 pesantren mempunyai fungsi penting sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama
Islam. Maulana Malik Ibrahimmendidik sejumlah santri yang ditampung dan tinggal bersama
dalam rumahnya di Gresik.

Pada masa permulaan tumbuhnya pondok pesantren hanyalah berfungsi sebagai alat
Islamisasi, yang sekaligus berfungsi memadukan tiga unsur pendidikan yaitu (1) ibadah untuk
menanamkan iman, (2) tabligh untuk menyebarkan ilmu dan amal, dan (3) untuk mewujudkan
kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.4

Pada mulanya, proses terjadinya pondok pesantren sangat sederhana seorang menguasai
beberapa bidang ilmu agama Islam, misalnya: ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadits, dan ilmu
tauhid, yang biasanya dalam bentuk penguasaan beberapa kitab-kitab Islam klasik, mulai
mengajarkan ilmunya dalam suatu surau atau masjid kepada masyarakat lingkungannya. Lama
kelamaan makin terkenal sang Kyai tersebut dan pengaruhnya makin luas5. Kemudian
berdatanganlah para santri dari berbagai daerah untuk berguru kepada Kyai.

Dalam aktivitas kepesantrenan dikembangkan suatu aktifitas yang lebih bernuansa


religius, seperti kegiatan peringatan hari besar Islam (PHBI), seni baca Al-Qur'an, Istighasah,
diba'an, khitabah, dan bathsul masail diniyah. Aktifitastersebut sebagai penunjang atau
pelengkap dari aktifitas pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren.

B. Konflik di Pondok Pesantren


1
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta:LP3ES, 1994), hal.
18
M. Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, diterjemahkan oleh Butche B. Soendjojo (Jakarta: P3M,
1986), hal. 99
M. Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti, 1980), hal. 25
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai dalam Sistem Pengajaran Kitab-Kitab Islam Klasik (Studi Kasus: Pondok
Pesantren Tebuireng Jombang). Tesis tidak dipublikasikan, (Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Malang (UM), 1992), hal. 55
M. Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT. Padyu Berkah. Hal, 1990), hal. 6

3
Pondok pesantren sebuah lembaga pendidikan yang terdiri dari beberapa element yaitu.
Yayasan,masyarakat,Kyai, dan pengasuh pondok pesantren. Keempat element tersebut sangat
mempengaruhi jalannya pondok pesantren dari segi manajerial. Akan tetapi di setiap element
tersebut memiliki sudut pandang tersendiri dalam memahami pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama islam. Dari sudut pandang yayasan melihat dari aspek perubahan social.
Menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia.
Modifikasimodifikasi yang terjadi di karenakan sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern6

Perubahan yang terjadi pada dunia pesantren menjadi sorotan oleh yayasan dalam
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi tuntutan
hidup. Nilai-nilai modernitas yang dimiliki oleh yayasan dalam membangun pondok pesantren
untuk lebih bersifat fleksibel,pluralis, dan terbuka atas perubahan menjadi pertimbangan penting
bagi yayasan dalam membangun pondok pesantren yang bersifat modern islami.

Sudut pandang yang dibangun oleh yayasan dengan pemikiran yang berbeda dapat
menimbulkan konflik baik dikalangan pengasuh pesantren yang cenderung berpikiran
konservatif berdasarkan doktrin-doktrin keagamaan yang kuat. Dimana pondok pesantren
memiliki jati diri sendiri dalam membangun pendidikan agama Islam yang berorientasi kepada
pembangunan akhlakul karimah dan berwawasan luas.

Di kalangan masyarakat yang bersifat majemuk cenderung melihat pondok pesantren


bukan hanya sekedar lembaga pendidikan agama islam yang berorientasi kepada dakwah islam,
akan tetapi berjiwa demokratis dalam bersikap. Memiliki kesadaran dalam memahami
kemajemukan dan pluralisme masyarakat,bersifat dewasa dalam mengemukakan pendapat, dan
kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik, memiliki keyakinan bahwasannya cara
haruslah sejalan dengan tujuan erat kaitannya dengan kebaikan akhlak, ketulusan dalam usaha
bersama mewujudkan tatanan social yang baik untuk semua dan mengamalkan praktek-praktek
demokratis yang berorientasi kepada kemanusiaan. Masyarakat akan menilai pondok pesantren
sebagai lembaga yang bersifat demokratis dalam mendakwakan agama islam, bukan hanya
lembaga pendidikan yang berorientasi kepada tujuan pragmatis.7.

Pengelolaan pondok pesantren tidak luput dari peran pengasuhan dalam berjalannya
program-program kepesantrenan. Dalam menjalankan program-program kepesantrenan
dibutuhkan seorang pengasuh yang terampil dan memiliki pengetahuan agama yang memadai
agar program-progam kepesantrenan dapat berjalan sesuai harapan yang diinginkan. Akan tetapi
terdapat politik kekuasaan yang dimiliki oleh pondok pesantren dimana figure seorang kyai
menjadi symbol kekuasaan di pondok pesantren dan mempengaruhi pola kepemimpinan di
pondok pesantren yang berorientasi kepada otoritas kekuasaan maka terbentuklah system kasta

7
Samuel Koenig, Mand and Society, The Basic Teaching of Sociology, Cetakan ke dua (New York: Barners
& Noble inc, 1957), hal 279.
Drs Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Jakarta: PT.Ciputat Press. Hal,2005), hal. 52
Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa (Jakarta
4
di pondok pesantren. Dimana anak-anak ataupun kerabat seorang kyai memiliki wewenang untuk
menguasai pesantren dan pengasuh di pondok pesantren yang tidak memiliki kekerabatan dengan
kyai maka posisinya adalah seorang pekerja.

Kebanyakan pesantren di jawa didirikan atas inisiatif individu kyai, sehingga


kepemilikan pesantren pun barada pada atas nama keluarga (dzuriyyah). Kepemilikan ini
berimplikasi pada kepemimpinan pesantren. Kepemimpinan pesantren diteruskan secara turun-
temurun. Kepemimpinan pesantren semacam ini menjadi tradisi pendidikan pesantren. 8 Pola
seperti inilah yang dapat menimbulkan konflik di kalangan yang berpikiran demokratis.

Pola kepemimpinan di pondok pesantren dapat menjadi sebuah kajian dalam memahami
dinamika konflik di pondok pesantren. Dinamika tersebut dapat mempengaruhi pola
kepemimpinan yang bersifat otoriter paternalistic yang telah dijelaskan di atas, dan pola
kepemimpinan yang bersifat kolektif dengan sifat bijaksana dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dan pengendalian konflik dalam hubungan social yang ada. Dalam
pengelolaan konflik dapat mempengaruhi fungsi social dan proses social yang mendesak
element-element pondok pesantren bersifat inovatif dan kreatif dalam mengelola pesantren

C. Konflik Pesantren Dalam Pandangan Masyarakat

Dunia pesantren memandang konflik sebagai hal yang biasa, pendapat ini bersumber dari
pemahaman normatif tentang diakuinya perbedaan dan diyakini sebagai suatu kewajaran yang
biasa membawa rahmat. Namun demikian, masyarakat pesantren tidak menghendaki adanya
konflik dan selalu berharap agar setiap konflik dapat segera terselesaikan.Secara umum, tidak
seorangpun kyai menghendaki bila konflik tersebut membawa mudhorot bagi orang lain. Konflik
sengaja dan segara dilokalisir agar tidak membias dan tidak melibatkan orang banyak.

Bahkan cenderung disederhanakan agar tidak dijadikan komoditas oleh pihak-pihak


tertentu yang ingin mengambil keuntungan. Namun tidak dapat dipungkiri, ada pula kyai yang
memperlakukan konflik sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan materiil maupun
popularitas. Kemungkinan konflik bisa membawa mudhorot, sungguh sangat disadari oleh
pesantren. Sehingga, bila konflik muncul, maka, ada keinginan yang kuat untuk segera
menyelesaikannya --- atau andaikan konflik tersebut menjurus ke manifes --- sesegera mungkin
dapat dilokalisir dan disederhanakan agar tidak menjadi bahan komoditas.

Namun tidak semua konflik bersumber dari internal, faktor-faktor eksternal juga
berpengaruh besar atas peristiwa konflik yang terjadi di pesantren. Sikap kyai dalam menyikapi
konflik yang disebabkan oleh faktor eksternal terbilang unik, kyai tampak resisten atau jika
situasi politik menuntut, antar kyai seolah berkonflik. Secara teologis, masyarakat pesantren
tidak memahami konflik dalam makna destruktif, mengingat perbedaan adalah merupakan

8
Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa (Jakarta: Depag
RI, 2004).

5
rahmat Allah. Pemahaman tersebut menumbuhkan kesadaran pluralisme dan pemikir yang
terbuka.

D. Landasan Konsep Teori Konflik

Perubahan-perubahan sosial, menurut Teori Konflik, diawali oleh konflik yang terjadi
pada masyarakat. Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada, baik antar individu maupun
antarkelompok, pada setiap masyarakat. Konflik menyangkut hubungan sosial antarmanusia baik
secara individual maupun kolektif. Semua hubungan sosial, menurut Coser, pasti memiliki
tingkat antar organisme tertentu, ketegangan, atau perasaan negative

Hal ini merupakan akibat dari keinginan individu atau kelompok untuk meningkatkan
kesejahteraan, kekuasaan, prestise, dukungan sosial, atau penghargaan lainnya. Sementara itu,
masing-masing mereka, secara individual ataupun kelompok, di samping memiliki sejumlah
kesamaan, juga mempunyai serangkaian perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut
menyangkut jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, ideologi, cara
pandang, cita-cita, kepentingan, dan sebagainya.

Perbedaan-perbedaan seperti itu merupakan sebuah kenyataan sosial yang tak mungkin
dihindari. Persamaan dan perbedaan ini, pada tingkat tertentu, ketika satu sama lain saling
bertemu dan bergesekan, berpotensi menimbulkan konflik. Kesamaan keinginan atas sesuatu,
sementara sesuatu itu merupakan sumberdaya yang langka dan terbatas, maka hal itu akan
menimbulkan kompetisi atau perebutan pencapaian keinginan masing-masing. Ketika perbedaan
ideologi terjadi antarkelompok, sementara satu sama lain ingin menancapkan pengaruhnya
kepada kelompok lain, maka konflik atau perselisihanpun akan terjadi. Kajian tentang konflik
sosial dalam masyarakat, telah banyak dilakukan berbagai lembaga dan organisasi social

E. Memahami Sifat Konflik Antar Kelompok

Marx, Dahrendorf, Simmel, dan Coser mengatakan bahwa secara sederhana, konflik
adalah pertentangan antara satu individu dengan individu lain, atau antara satu kelompok dengan
kelompok lain. Sebetulnya, konflik dapat dilihat dari dua segi. Dari segi positif, konflik dapat
mendinamisasikan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Konflik dapat memacu bagi
terjadinya kompetisi yang sehat, orang berupaya untuk menjadi lebih baik dari yang lainnya.
Konflik bisa menjadi tahap awal perubahan sosial. Dari segi negatif, konflik merupakan salah
satu masalah yang perlu diatasi. Konflik yang sengit dapat memicu perselisihan dan permusuhan
yang tajam, yang mengganggu suasana antarkelompok dalam masyarakat.

Oleh karena konflik di masyarakat merupakan sesuatu yang tak bisa dielakkan, maka
yang perlu diketahui adalah apakah konflik itu ada atau tidak ada, tapi bagaimana intensitas dan
tingkat kekerasannya, dan dalam bentuk apa konflik itu, apakah menyangkut masalah
fundamental atau isu-isu sekunder, bertentangan tajam atau sekadar perbedaan pandangan.

6
Intensitas konflik menunjuk pada tingkat pengeluaran energi dan keterlibatan dari pihak-
pihak (kelompok-kelompok) yang berkonflik, sedangkan kekerasan konflik menyangkut alat atau
sarana yang digunakan dalam situasi konflik, mulai dari negosiasi hingga saling menyerang
secara fisik. Konflik antarkelompok menyangkut masalah prinsip dasar (fundamental). Konflik
yang terjadi di pondok pesantren cenderung kepada konflik antar kelompok yang di dasarkan
kepada prinsip-prinsip fundamental.

F. Manajemen Konflik Dalam Penanganan Konflik Sosial Di Pondok Pesantren

Manajemen merupakan suatu konsep yang mengkaji keterkaitan dimensi perilaku,


komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan pengembangan organisasi. Tuntutan
perubahan dan pengembangan yang muncul sebagai akibat tuntutan lingkungan internal dan
eksternal, membawa implikasi terhadap perubahan perilaku kelompok dan wadahnya.9

Perubahan mempunyai tujuan yang sifatnya penyesuaian diri dengan lingkungan agar
tujuan organisasi sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat. Kunci dari perubahan di
organisasi pondok pesantren adalah orang yang memimpin, yaitu bagaimana ia menjalankan
masa kepemimpinannya.

Selain faktor kepemimpinan kyai atau tuan guru, perkembangan pondok pesantren
tentunya juga tidak luput dari penerapan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Manajemen adalah
seperangkat aktivitas yang dirancang untuk mencapai sebuah tujuan organisasi melalui
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara efektif dan efisien.10

Efektif artinya hasil tercapai sesuai dengan keinginan organisasi. Efisien artinya
pekerjaan dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber daya aparatur seminimal mungkin.
Kemampuan pesantren untuk tetap bertahan dan bahkan eksistensi pendidikannya diakui sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari sistem manajemen pendidikan yang
dikembangkan selama ini.

Manajemen konflik yang digunakan dalam menangani masalah di pondok pesantren


adalah membangun komunikasi antar element yang ada dan menskrionkan dengan prinsinp-
prinsip keislaman yang berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan dengan menunjang
kreatifitas masyarakat pesantren.

Penyelesaian konflik antarkelompok berdasarkan Realistic Conflict Theory,dan


berdasarkan eksperimen Sherif, adalah berada pada tahap terakhir, yakni bagaimana mengubah
konflik, pertikaian, atau perselisihan menjadi sebuah bentuk kerjasama.konflik antar kelompok
itu akan berubah menjadi kerjasama antarkelompok apabila kepada mereka diintroduksikan
superordinate goals secara meyakinkan. Kepada kelompok-kelompok yang bertikai perlu
9
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: RR, 2001),
39.
Benjamin S. Bloom, Taxonomy of Educational Objectives (New York: Longman, Inc, 1981), 18-24.

10

7
diyakinkan bahwa di atas hal-hal yang membuat mereka saling bermusuhan itu, ada hal yang
jauh lebih penting untuk dihadapi bersama

Penanganan konflik di pondok pesantren dapat menggunakan metodologi konflik dalam


menganalisa konflik yang terjadi. Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh langsung dan tindak langsung dari variabel:

1. Identitas sosial kelompok terhadap terjadinya konflik sosial

2. Keyakinan terhadap terjadinya konflik sosial

3. Sosial ekonomi terhadap terjadinya konflik sosial

4. Kredibilitas tokoh informal dan formal terhadap terjadinya konflik sosial

5. Motif para pelaku konflik sosial;

6. Kepribadian dan keyakinan para perlaku terhadap konflik sosial

7. Perilaku komunikasi terhadap terjadinya konflik sosial

Kerangka pemikiran tersebut dapat dijadikan cara dalam memahami konflik social yang
terjadi di pondok pesantren.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

Pertama, bahwa pembahasan mengenai manajemen konflik di pondok pesantren cukup


kompleks dengan mengikutsertakan element-element di dalamnya yang saling berhubungan
antara satu sama lain.

Kedua, potensi konflik yang ada di pesantren disebabkan oleh factor social yang terjadi
berdasarkan perbedaan sudut pandang dan prindip-prinsip mengenai dunia kepesantrenan yang
hanya melihat dari satu sudut pandang tanpa membangun komunikasi yang bersifat efektif dan
efesien.

Ketiga, bahwa kepemimpinan kolektif yang diimplementasikan oleh pesantren jauh lebih
bijaksana dalam memahami manajemen konflik yang dialami dengan memetakan setiap
permasalahan yang dialami dan mengidentifikasi variabel-variabel yang ada dengan cara
menganalisa permasalahan yang dihadapi.

B. Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah kami sajikan pada makalah

ini dapat menambah informasi dan ilmu bagi pembaca. Kemudian kami harapkan kritik dan

saran dari pembaca mengenai makalah yang telah kami buat demi kebaikan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.


(Jakarta:LP3ES, 1994),

M. Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, diterjemahkan oleh Butche B. Soendjojo


(Jakarta: P3M, 1986),

M. Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti, 1980),

Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai dalam Sistem Pengajaran Kitab-Kitab Islam Klasik
(Studi Kasus: Pondok Pesantren Tebuireng Jombang). Tesis tidak dipublikasikan, (Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM), 1992)

M. Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT. Padyu Berkah. Hal, 1990),

Samuel Koenig, Mand and Society, The Basic Teaching of Sociology, Cetakan ke dua
(New York: Barners & Noble inc,

Drs Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Jakarta: PT.Ciputat Press. Hal,

Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa


(Jakarta: Depag RI, 2004).

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: RR, 2001),

Benjamin S. Bloom, Taxonomy of Educational Objectives (New York: Longman, Inc,

10

Anda mungkin juga menyukai