MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
KONTEMPORER
Penulis:
Dr. A. Khalik, M.Pd.
Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.
Editor:
Abdul Hakim El Hamidy
Penulis
2 Ibid., h. 7
3Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarya: Teras, 2009),
hlm. 8
4Muwahid Shulhan dan Shoim, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 10
5Sulistyorini dan M. Faturrohman, Esensi Manajemen Pendidikan Islam,
(Yogyakarta:Teras, 2014), hlm.11
6 Ibid., h. 12
7 U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,
2012), hlm. 2
2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu mekanisme atau suatu
struktur, yang terstruktur itu semua subjek, perangkat lunak
dan perangkat keras yang kesemuanya dapat bekerja secara
efektif, dan dapat dimanfaatkan menurut fungsi dan porsinya
masing-masing.
Sewaktu Rasulullah membentuk atribut-atribut negara
dalam kedudukan beliau sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, beliau membentuk organisasi yang di dalamnya
terlibat para sahabat beliau15 yang beliau tempatkan pada
kedudukan menurut kecakapan dan ilmu masing-masing. Kita
tidak dapat memungkiri bahwa Rasulullah itu adalah seorang
organisatoris ulung, administrator yang jenius, dan pendidik
Dunia yang Kompetitif, terj. Chriswan Sungkono dan Alo Akbar Yulianto
(Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 22.
3. Fungsi Penggerakan
Fungsi penggerakan (actuating) pada dasarnya adalah
bentuk aturan, motivasi, dan bimbingan yang diberikan kepada
semua sumber daya dalam organisasi agar mereka memiliki
kesadaran yang tinggi untuk menjalankan tugasnya dengan
baik. Dalam manajemen pendidikan Islam, fungsi ini
meniscayakan adanya keteladanan, keterbukaan, konsistensi,
keramahan, dan kebijaksanaan.
Berbagai arahan, motivasi, dan bimbingan itu perlu
dilandasi oleh prinsip religius kepada orang lain sehingga
mereka dapat bersungguh-sungguh dalam menjalankan
tugasnya serta menjadikan tugas mereka sebagai bentuk ibadah
dan tanggung jawab kepada Tuhan. Fungsi penggerakan dalam
manajemen lembaga pendidikan juga berarti upaya
menggerakkan semua sumber daya dalam institusi pendidikan
agar mereka bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan
tugas masing-masing.19
Banyak kalangan yang menilai bahwa dalam manajemen,
fungsi penggerakan merupakan fungsi yang paling sulit di
antara keseluruhan fungsi manajemen. Sebab, fungsi
penggerakan bersinggungan dengan semua manusia yang
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan bertujuan mengawasi berbagai
peristiwa yang terjadi dalam suatu organisasi, apakah ia telah
sesuai atau tidak dengan rencana yang sudah disusun. Dalam
manajemen pendidikan, khususnya manajemen pendidikan
Islam, pengawasan dilakukan terutama untuk mengetahui
berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
Pengawasan dapat dikatakan sebagai langkah penentu atau
fungsi terakhir dalam manajemen. Dalam pengawasan, hal
pokok yang dilakukan antara lain adalah dengan melakukan
pengamatan sekaligus pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja yang dicapai
sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.21
Apabila dalam proses pengawasan itu diketahui bahwa
hasil kerja yang dicapai tidak sesuai dengan rencana, maka
penting diketahui apa penyebab dan kendalanya dan
bagaimana caranya agar hasil kerja sesuai dengan rencana yang
diharapkan. Dalam proses pendidikan, fungsi pengawasan tidak
harus dilakukan di akhir tahun, tetapi dapat dilakukan secara
berkala dalam waktu yang lebih pendek. Tujuannya, agar
20 Ibid.
21 Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi: Beberapa Catatan
(Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2008), hlm. 102.
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
yang berisi tentang tujuan, isi, serta bahan pelajaran yang
digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran yang harus
dikelola secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan
pendidikan. Di samping itu, manajemen kurikulum juga
menyangkut proses usaha bersama untuk memperlancar
tercapainya tujuan pengajaran dengan menitikberatkan pada
upaya peningkatan kualitas interaksi dalam proses belajar
mengajar.26
Menurut Asmendri, sebagaimana dikutip Indrawan, dalam
manajemen kurikulum, prinsip yang harus diperhatikan adalah
manajemen terciptanya sistem pengelolaan kurikulum secara
kooperatif, sistemik, komprehensif, dan sistemik. Semua itu
harus dijadikan acuan oleh setiap lembaga pendidikan sehingga
tujuan kurikulum atau tujuan pendidikan dapat tercapai.
Karena itu, dalam manajemen kurikulum, aktivitas
terpentingnya adalah aktivitas yang erat kaitannya dengan
tugas guru serta aktivitas yang berkaitan erat dengan proses
pembelajaran dan pengajaran itu sendiri.27
3. Manajemen Kepegawaian
Manajemen kepegawaian atau tenaga pendidikan meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi kegiatan penerimaan pegawai baru, surat keputusan,
mutasi, surat tugas, berkas tenaga kependidikan, daftar umum
kepegawaian, upaya peningkatan SDM pegawai, serta kinerja
pegawai dalam insitusi pendidikan.34
Menurut Sulistyorini, manajemen kepegawaian (tenaga
pendidik dan kependidikan), termasuk dalam lembaga
pendidikan Islam, mencakup beberapa aspek, seperti
pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi,
kompensasi, serta penilaian pegawai.35
Mereka yang termasuk tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis dalam mencapai tujuan pendidikan. Karenanya,
manajemen kepegawaian dibentuk dengan tujuan
meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja pegawai serta
4. Manajemen Keuangan
Sebagaimana dalam substansi manajemen pendidikan
Islam lainnya, manajemen keuangan juga harus dilakukan
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengawasan, dan juga pengendalian. Dalam mengelola institusi
pendidikan, masalah keuangan juga harus dikelola dengan
sebaik-baiknya karena ia akan ikut menentukan berjalannya
kegiatan pendidikan di sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam manajemen
keuanan antara lain adalah memperoleh dan menetapkan
sumber pendanaan, pelaporan, pemanfaatan dana,
pemeriksaan, dan pertanggungjawaban. Manajemen keuangan
yang menyangkut ketatausahaan yang meliputi pencatatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban, sehingga
6. Manajemen Perkantoran
Secara umum, manajemen perkantoran diartikan sebagai
proses kerja sama di dalam kantor yang dilakukan untuk
mencapai tujuan kantor. Proses ini juga harus sudah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan fungsi-fungsi manajemen pada
umumnya, yaitu melalui proses perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan, dan pengawasan.44
Biasanya, manajemen perkantoran dipahami sebagai
pengelolaan kerja administrasi ketatausahaan. Tetapi,
ketatausahaan itu sendiri hanyalah bagian kecil dari
administrasi yang proses kerjanya memang banyak dilakukan
di dalam kantor. Pemahamana ini acap kali menimbulkan
kesalahpahaman karena tidak sedikit orang yang memahami
bahwa pekerjaan administrasi adalah pekerjaan ketatausahaan.
Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama yang
melibatkan banyak pihak dalam rangka mencapai tujuan secara
efektif. Dengan demikian, manajemen perkantoran dalam
lembaga pendidikan merupakan kerja administrasi yang tidak
hanya dibebankan pada seseorang yang menjabat sebagai
2004), hlm. 4.
9. Manajemen Ekstrakurikuler
Tercapainya tujuan pendidikan tidak sepenuhnya
ditentukan oleh proses belajar mengajar di dalam kelas. Tetapi,
berbagai kegiatan bersifat mendidik yang diselenggarakan di
luar kelas juga menjadi penunjang bagi keberhasilan
pendidikan itu sendiri. Salah satunya adalah kegiatan
ekstrakurikuler.
Sekalipun kegiatan ekstrakurikuler tidak berkaitan
langsung dengan proses belajar mengajar di dalam kelas, tapi
kegiatan tersebut dapat memberikan peluang kepada peserta
didik untuk memperkaya identitas dan sekaligus meningkatkan
kapasitas belajar mereka.49
Manajemen ekstrakurikuler perlu dikelola melalui proses
perencanaan yang matang, pengorganisasian, pelaksanaan,
serta pengawasan yang tepat sehingga dapat memberikan hasil
yang optimal bagi peserta didik. Dalam lembaga pendidikan
Islam, kegiatan ekstrakurikuler yang perlu mendapat perhatian
55 Hary J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit di Indonesia pada Masa
Pendudukan Jepang, terj. Daniel Dhakide (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), hlm.
28.
56 Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam (Bandung:
67 Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam
84 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan (Jakarta: Firdaus, 1989), hlm. 130.
85
ada sejumlah orang yang berinteraksi. Di rumah tangga, peranan orang tua
sangat menentukan dalam membimbing anak. Secara kodrati orang tua
mengharapkan anak menjadi anak yang sholeh. Dalam pelaksanaan tanggung
jawabnya, maka ada interaksi edukatif antara orang tua dengan anak. Hal itu
dilakukan orang tua melalui kegiatan pembiasaan dan latihan, keteladanan
dalam perbuatan baik, nasihat kearah yang kebaikan, hukuman atas
kesalahan dan pelanggaran hukum serta aturan, dan pemberian hadiah
kepada yang berbuat baik melebihi harapan dan berprestasi. Lihat
Syafaruddin, Manajemen Organisasi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing,
2015), h. 66
hlm. 130
1. Pendekatan Klasik
Pendekatan manajemen klasik memiliki dua aliran utama.
Pertama, manajemen yang meniscayakan penggunaan metode
ilmiah. Tujuannya adalah untuk menentukan cara yang paling
baik terhadap suatu pekerjaan yang harus dilakukan.
Pendekatan ini juga disebut manajemen ilmiah. Penggagas
utamanya adalah Frederick W. Taylor. Dalam manajemen
ilmiah, keberadaan karyawan dalam suatu organisasi serta
cara-cara untuk meningkatkan produktivitas mereka menjadi
fokus utama dalam pendekatan ini. Tetapi, melalui pendekatan
ini, manajemen cenderung menjadi alat yang menyebabkan
manusia layaknya mesin.90 Manusia, dalam suatu organisasi
yang menerapkan manajemen ilmiah sebagaimana gagasan
Taylor di atas, diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan
profit semata.
Dalam konteks Islam, tentu saja penerapan manajemen
dengan pendekatan ilmiah sebagaimana gagasan Taylor di atas
sangatlah problematis dan bertentangan dengan nilai-nilai
pendidikan Islam sendiri. Salah satu tujuan pendidikan Islam
antara lain menempatkan manusia pada statusnya sebagai
makhluk fisikal, spiritual, dan sosial. Karena itu, manusia
2. Pendekatan Perilaku
Manajemen dengan pendidikan pendekatan perilaku ini
memiliki beberapa pandangan. Pertama, keberadaan atau
perilaku orang atau karyawan dalam suatu organisasi harus
diperhatikan sehingga diperlukan tahap seleksi dan penelitian
sebelum mempekerjakan mereka, serta diperlukan tersedianya
tempat kerja yang idealis setelah mereka diterima untuk
3. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantiatif dalam manajemen merupakan
pendekatan yang fokus pada penyediaan alat bagi manajer
untuk membantu memudahkan tugas-tugasnya. Pendekatan ini
diarahkan pada, misalnya, penerapan statistik, simulasi
komputer, model informasi, dan teknik kuantitatif lainnya yang
digunakan untuk kegiatan manajemen. Dengan kata lain,
pendekatan kuantiatif dalam manajemen lebih mengutamakan
pada penyediaan alat dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya
demi memudahkan kerja-kerja manajemen.
1. Pendekatan Musyawarah
Musyawarah merupakan sebuah cara yang diperintahkan
oleh Allah untuk dilakukan manusia dalam memutuskan setiap
persoalan. Sedemikian pentingnya musyawarah ini sehingga
Allah menamakan salah satu surat dalam al-Qur’an dengan
nama Al-Syûra’, yang artinya adalah ‘musyawarah’. Surat Al-
Syûra’ merupakan surat ke-42 dalam al-Qur’an, dan surat ini
dimulai dengan huruf-huruf yang terputus atau al-ahrufu al-
muqatha’ah berupa Hâmim dan ‘Ain sin qâf.
Dalam studi Ulumul Qur’an, sebuah surat yang diawali
dengan huruf-huruf yang terputus seperti itu mengandung
sebuah pesan bahwa ada suatu informasi yang sangat penting
yang terkandung di dalam surat tersebut.99 Salah satu pesan
penting yang terdapat dalam surat Al-Syûra’ tersebut adalah
anjuran untuk melakukan musyawarah sebagaimana terdapat
dalam ayat ke-38:
2. Pendekatan Administrasi
Masalah administrasi dalam lembaga pendidikan Islam
kerapkali juga menjadi sasaran kritik dari beberapa pihak.
Problem ini juga dipengaruhi salah satunya oleh kurang
tersedianya SDM profesional yang memahami serta dapat
menjalankan tugas-tugas administratif dalam lembaga
pendidikan Islam.
Administrasi itu sendiri memiliki beberapa pengertian.
Pertama, administrasi itu diartikan sebagai tata usaha berupa
penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis yang
dicatat secara tertulis. Tujuannya, antara lain untuk
mendapatkan kejelasan mengenai keterangan-keterangan
tersebut serta memahami hubungannya antara satu keterangan
yang lain. Kedua, dalam arti lebih luas, administrasi dimaknai
sebagai aktivitas kelompok yang bekerja untuk mencapai
tujuan bersama.103 Dari pengertian di atas, dapat dipahami
bahwa pendekatan administrasi manajemen pendidikan adalah
upaya mengembangkan dan mendayagunakan seluruh anggota
organisasi pendidikan dalam suatu aktivitas yang tercatat
secara tertulis dan sistematis sehingga semua anggota dapat
Ilham Tuhan, terj. M. Mansur Hamzah (Solo: Tiga Serangkai, 2004), hlm. 6.
106Http://Khazanah.Republika.co.id/Berita/Dunia-Islam/Islam-
Nusantara/12/12/14/Mf0zqx-Lembaga-Pendidikan-Islam-Harus-Jadi-Jawara,
diakses pada tanggal 10 Maret 2015.
107 Muhbib Abdul Wahab, Manajemen Pangan Ala Nabi Yususf. as,
diposting pada 3 Februari 2014,http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/14/02/03/n0dtpt-manajemen-pangan-ala-nabi-yusuf-as,
diakses pada 9 Maret 2015
109 Ibid, h. 57
110 Muhbib Abdul Wahab, Spirit Istiqlal, diposting pada 22 Agustus 2013,
Jakarta:http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/13/08/22/mrwy9w-spirit-istiqlal, diakses pada 9 Maret 2015.
1969), hlm. 21
113 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan
Tingkat Dasar
1) Al-Qur‟an.
2) Tauhid : Al-Jawar al-Kalamiyayah Ummu al-Barohim
3) Fiqih : Safinah al-Shalah, Safinah al-Naja, Sullam al-
Taufiq, Sullam al-Munajat.
4) Akhlaq : Al-Washaya al-Abna‟, Al-Akhlaq li al-
Banin/Banat.
5) Nahwu : Nahw al Wadlih, al-Jurumiyyah.
6) Saraf : Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, Matan al-Bina wa al-
Asas. b.Tingkat Menengah Pertama 1)Tajwid : Tuhfah
al-Athfal, Hidayah al-Mustafid, Mursyid al-Wildan, Syifa‟
al-Rahman.
Tingkat Pertama
1) Tajwid : Tuhfah al-Athfal, Hidayah al-Mustafid, Mursyid
al-Wildan, Syifa‟ al-Rahman
2) Tauhid : Aqidah al-Awwam, Al-Din al-Islami.
3) Fiqih : Fath al-Qarib (Taqrib), Minhaj al-Qawim Safinah
al-Sholah.
4) Akhlaq : Ta‟lim al-Muta‟allim.
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet.
I, h. 107
119 Ibid,108.
120Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan pembaharuan Pendidikan
Pesantren, 130.
a. Metode sorogan
Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang
berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan
kitabnya dihadapan kiai atau pembantunya. Sistem sorogan ini
termasuk belajar secara individual, di mana seorang santri
berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling
mengenal di antara keduanya.
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya
diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kiai
atau ustadz, kemudian di depannya ada meja untuk meletakkan
kitab bagi santri yang menghadap. Metode pembelajaran ini
termasuk metode pmbelajaran yang sangat bermakna karena
santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika
berlangsung kegiatan pembacaan kitab di hadapan kiai. Mereka
tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara
membacanya tetapi dapat dievaluasi perkembangan
kemampuannya. Dalam metode pembelajaran di pesantren,
metode sorogan merupakan metode yang paling sulit, karena
metode ini membutuhkan kesabaran, kerajinan dan disiplin
pribadi dari setiap santri.
b. Metode wetonan/bandongan
Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa)
yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada
waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah
melakukan sholat fardhu. Metode weton ini merupakan metode,
c. Metode Musyawarah
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa‟il
merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode
diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah
tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyi
atau ustadz, atau mengakaji suatu persoalan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri
dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya. Dengan demikian, metode ini lebih menitik
beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam
menganalisis dan memecahkan masalah.122 Di samping ketiga
metode tersebut, di pesantren juga telah dikembangkan
metode-metode lainnya, diantaranya adalah sebagai berikut: 123
1) Metode muhawarah, yaitu melatih diri untuk bercakap-
cakap dengan menggunakan bahasa Arab. Metode inilah
yang kemudian dalam pesntren “modern” dikenal ssebagai
metode hiwar. Dalam aplikasinya, metode ini diterapkan
dengan mewajibkan para santri untuk berbicara baik
130 Ibid, 92
a) Kontribusi santri
b) Sumbangan dari individu atau organisasi
c) Sumbangan dari pemerintah (Bila Ada)
d) Dari hasil usaha pesantren
2) Rencana penggunaan keuangan dalam satu tahun yang
bersangkutan.Semua penggunaan keuangan pesantren
dalam satu tahun anggaranperlu direncanakan dengan baik
agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik juga.
Penggunaan keuangan pesantren tersebut menyangkut
seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhan
pengelolaan pesantren, termasuk untuk dana oprasional
harian, pengembangan sarana dan prasarana pesantren,
untuk honorarium/gaji/infaq semua petugas/pelaksana di
pesantren.132
134
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,
2007), 80
135
Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera
Media, 2006), hlm. 84
136
Ibid, 80
2. Legalitas kelembagaan
Sebagai tindak lanjut islamisasi dari ilmu tadi, maka
selanjutnya adalah harus ada legalitas kelembagaan dan
pengakuan profesional terhadap lembaga pendidikan semacam
madrasah. Sebanarnya legalitas kelembagaan ini sudah
tertuang didalam UUSPN.i No 2 tahunn 1989 namun baru tahap
formalitas, kenyataan dilapangan belum diakui 100% masih
terdapat dikotomi terhadap pengekuan profesionalisme antara
alumni pendidikan umum dengan alumni madrasah dalam
kiprah membangun bangsa yang mayoritas penduduknya
muslim ini. Karena itu penataan secara substansial baik
kurikulum dan kualitas pendidik menjadi sangat esensial.
3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan
terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai
dari masuk sampai keluarnya peserta didik tersebut dari
sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang
lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya
2. Bagi Sekolah
a. Sekolah mendapat masukan dalam
penyempurnaan pendidikan/pengajaran/PBM,
akibat interaksi sekolah dengan masyarakat.
b. Memberikan pengalaman langsung dan praktis
bagi siswa dalam berbagai hal.
c. Mendekati masalah secara interdisipliner.
d. Mengerti dan harus tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat dalam masa pembangunan ini.
e. Terdorong untuk mengerti lebih banyak dalam
berbagai segi masyarakat.
f. Memanfaatkan nara sumber dari masyarakat.
g. Sekolah banyak menerima bantuan dari
masyarakat antara lain pemikiran, dana, saran,
dan lain-lain.
h. Memanfaatkan masyarakat sebagai laboratorium
yang sesuai dengan keperluan siswa/mata
pelajaran tertentu.
Tabel 3.1
2004), h. 11
153 Syafaruddin, Op.Cit, h. 91
Syafaruddin, Op.Cit, h. 93
157
ilmiah.blogspot.co.id/2015/02/dasar-dan-karakteristik-kepemimpinan.html
(17April 2018).
160 Sakdiah, “Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis
162 Ibid
163 Ibid, h. 40-41
164 Departamen Agama RI., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid VIII (Cet. III;
169 Ibid, h. 16
170 Akram, Op.Cit, h. 14
171 Sakdiah, Op.Cit, h. 44
172 Ibid, h. 45
173 Ibid
174 Akmal, Op.Cit, h. 15-16
1. Al-Itqan
Karakeristik manajer pendidika Islam yang pertama adalah
al-itqan. Secara bahasa, al-itqan mengandung arti sebagai yang
‘tepat, terarah, jelas, dan tuntas’.175 Suatu aktivitas pengelolaan
dapat dilakukan dengan tepat, terarah, jelas, dan tuntas apabila
diawali dengan suatu perencanaan atau planning yang baik.
175 Karakeristik berupa al-itqan ini tercermin dalam salah satu sabda
Nabi saw., “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan
suatu pekerjaan dilakukan dengan yattaqanah (tepat, terarah, jelas, tuntas).”
(HR. Al-Thabrani)
3. Al-Tansiq
Karakteristik fungsi manajer yang ketiga adalah al-tansiq
yang berarti koordinasi. Dalam ruang lingkup lembaga
pendidikan Islam, manajer pendidikan Islam berfungsi sebagai
koordinator yang melakukan koordinasi secara vertical
maupun horizontal.177 Artinya, koordinasi itu dilakukan seara
menyeluruh dengan berbagai lembaga pendidikan atau insitusi
lain sehingga dapat membantu mewujudkan tercapainya tujuan
yang diharapkan.
4. Al-Riqabah
Al-riqabah, dapat diartikan sebagai kontrol atau
pengawasan. Tugas pengawasan atau kontrol merupakan tugas
yang melekat pada diri manajer. Namun demikian, dalam
konsep al-riqabah, makna yang dicakup bukan hanya
pengawasan biasa, tapi di dalam pengawasan itu juga
5. Al-Targhib
Al-targhib adalah menggerakkan kinerja secara maksimal
dengan hati yang tulus. Hal ini berkaitan dengan tugas dan
fungsi manajer sebagai pemberi motivasi yang utama. Manajer
pendidikan Islam, dengan demikian, dituntut untuk selalu dapat
menumbuhkan motivasi kerja yang maksimal bagi orang-orang
di sekitarnya.179
6. Al-Khulafah
Karakteristik dan fungsi manajer pendidikan Islam yang
terakhir adalah al-khulafah. Fungsi ini merupakan fungsi
kepemimpinan seutuhnya yang mampu menjalankan tugas-
tugas manajemen secara maksimal dan penuh tanggung jawab
untuk mencapai tujuan bersama.
Selain memiliki karakter-karakter di atas, menurut Abdul
Munir Mulkhan, seorang manajer dalam pendidikan Islam juga
harus memiliki karakter profetik. Karakteristik profetik bagi
manajer pendidikan tidak hanya dituntut untuk memiliki
kualifikasi pendidik. Selain itu, ia juga harus memiliki
kualifikasi super-leader yang memiliki kesadaran akan
ketuhanan dan menjadikan kesadaran tersebut sebagai sumber
energi dan inspirasi180 untuk mengelola pendidikan Islam
mencapai tujuan yang diinginkan.
178 Khatimatul Husna, dkk, 40 Hadis Shahih Sukses Berbisnis ala Nabi
(Bantul: Pustaka Pesantren, 2012), hlm. 31
179 Ibid.
180 Abdul Munir Mulkhan, Manajer Pendidikan Profetik, hlm. 18.
192 Ibid, h. 18
193D.P. Tampubolon, Mutu Perguruan Tinggi, (Jakarta: Proyek KEDS,
2001), h. 74
194 Ibid, h. 34-35
C. Budaya Mutu
Budaya menurut Soekamto berasal dari kata Sansekerta
“buddayah” yang merupakan jamak dari kata “buddhi” yang
berarti akal. Maka Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang
berhubungan dengan akal dan budi.195 Sementara Subir
Chowdhury mengemukakan budaya adalah sumber keunggulan
kompetitif utama berkelanjutan yang memungkinkan sebagai
pemersatu dalam organisasi, sistem, struktur, dan karir. 196
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Owens,
budaya (Culture) merupakan “The shared philosophies,
ideologis, values, assumptions, beliefs, expectation, attitudes, and
norm that knit a community together”.197
Menurut Suprapto yang mengutip perkataan Selo
Sumarjan, budaya adalah hasil akal pikiran manusia dalam
upaya mengatur dan mengelola alam.198 Secara lebih formal,
Kotter dan Hesket mendefinisikan budaya sebagai totalitas
1993), h. 166
196 Subir Chowdhury, Organisasi Abad 21: Suatu Hari Organisasi Akan
199Ibid, 97
200 Toto Tasmara, Etos kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 161.
1996), 76.
202 Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jenderal
206 http://www.dunamis.co.id
Nomor 1 Juli-Desember 2012, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, hlm. 11-34.
214 Victor S.I. Tan, Changing Your Corporate Culture (Singapore: Times
Books International, 2002), hlm. 31.
215 Margaret Preedy (editor), Managing The Effective School (London:
4. Artefak Penghargaan
Penghargaan berasal dari kata harga, yang mempunyai arti
nilai yang ditentukan, jumlah atau alat tukar lain yang senilai,
guna atau kegunaan, dan kehormatan. Kata harga menjadi
penghargaan yang mempunyai arti perbuatan (hal)
menghargai; penghormatan.218
Penghargaan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.
Dalam hal ini, artefak penghargaan merupakan wujud
pengakuan terhadap kinerja seseorang yang telah menjalankan
tugas profesi, misalnya tenaga pendidikan dan kependidikan.
219 George Strauss & Leonard Sayles, Personnnel The Human Problem of
Tuhan”.
Salah satu ayat dalam al-Qur’an surah al-Qashash/28: 77,
yang sejalan dengan perihal tersebut agar manusia mencari
pada apa yang telah Allah Anugrah yang berbentuk
kebahagiaan dialam nyata ini dan hari akhir sebagai nikmat
yang harus kita jemput dengan beraktifitas yang terbaik dan
224 Edward de Bono, New Thinking for The Millennium, (Jakarta: Elex
3. Perubahan Kultur
Rumusan tersebut berorientasi menjadikan kebiasaan
sebuah institusi kemasyarakatan yang guru dan berbagai
rumusan yang salingbersinergi seperti pengelola lembaga,
masyarakat, dan setiap penikmat lulusan pendidikan berbasis
Islam akan merasa urgennya merintis dan mengembangkan
kualitas kegiatan belajar mengajar yang baik dan berkualitas
yang memiliki hasil unggul maupun pembelajaran yang inovatif.
Disinilah letak urgen dimodifikasi dan improvisasi
penyebab inovasi dan penyebab dorongan semangat muncul,
agar secara berkelanjutan dan pasti budaya kualitas itu akan
tumbuh di dalam organisasi institusi pendidikan Islam.
Perubahan budaya ke arah budaya kualitas ini diantaranya
dilakukan dengan menempuh metodologi perumusan
kepercayaan bersama, penekanan atau doktrin nilai-nilai
keagamaan Islam, yang dilanjutkan dengan perumusan
4. Restrukturisasi Organisasi
Apabila visi-misi serta orientasi organisasi sudah
mengalami perubahan dan perkembangan, maka tidak mustahil
akan mengalami tarbentuknya restrukturisasi organisasi.
Perubahan organisasi tersebut tidak mengandung maksud
terjadinya perubahan tempat organisasi, akan tetapi pola dan
struktur kepengurusan yang mencirikan interaksi kerja
struktur dan pemantauan dalam aktivitas kerja.
226 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 63
227 Triwibowo Soedjas, Layanan Wow Untuk Pelanggan,(Yogyakarta:
230 Leornard L. Berry, A Marketing Services (New York: The Free Press,
232 Daniel V. Hunt, Managing for Quality (Illinois: Business one Irwin
236 M. Nur Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Bogor: GI, 2005), hlm.
196.
237 Dale Besterfield, Total Quality Management, Second edition,
1. Lembaga Review
Lembaga review dapat diartikan sebagai penataan ulang
lembaga, dan merupakan sebuah proses di mana seluruh
komponen lembaga bekerjasama dengan pihak lain yang
relevan seperti orang tua siswa masyarakat dan tenaga
profesional. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi efektivitas
kebijakan lembaga program dan pelaksanaannya serta mutu
lulusan. Dengan adanya lembaga review ini, diharapkan dapat
diperoleh suatu laporan yang komprehensif yang dapat
menjelaskan apa saja kekuatan, kelebihan, kelemahan, dan
prestasi lembaga pendidikan Islam, serta memberikan
di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 47-
48. Dan UU Sisdiknas Tahun 2003. Dalam undang-undang tersebut, terdapat
tiga lembaga. Mendiknas bertanggung jawab terkait dengan mutu perguruan
tinggi, yaitu (1) Dirjen Dikti sebagai perumus pelaksana kebijakan mutu dan
melakukan pembinaan serta pengawasan mutu, (2) Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) adalah lembaga perumus standar mutu PT, dan hasil
rumusannya disodorkan kepada Dirjen Dikti dan BAN-PT untuk dilaksanakan,
dan (3) BAN-PT adalah badan yang mengimplementasikan kebijakan
akreditasi dan sekaligus sebagai pelaksana penjaminan mutu eksternal dan
akreditasi.
243 Trianto, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah (Depok:
2. Quality Assurance
Quality assurance berorientasi pada proses pelaksanaan
kegiatan process oriented. Konsep ini mengandung jaminan
bahwa proses yang dilaksanakan telah sesuai dengan visi, misi,
tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai. Sehingga, apabila proses
telah dijalankan secara maksimal, maka diharapkan output-nya
juga maksimal.
3. Quality Control
Quality control merupakan suatu sistem yang mendeteksi
terjadinya penyimpangan terhadap kualitas output pendidikan
yang tidak sesuai dengan standar. Karena itu, setiap lembaga
pendidikan Islam berdasarkan tipologinya perlu membuat
standar indikator kualitas yang jelas dan pasti sehingga dapat
diketahui seperti apa bentuk penyimpangan kualitas yang
terjadi. Standar kualitas juga dapat digunakan untuk mengukur
maju-tidaknya suatu madrasah, dan keberadaan standar
kualitas tersebut bersifat relatif serta dapat diciptakan oleh
setiap lembaga pendidikan Islam.
4. Benchmarking
Benchmarking dapat diartikan bahwa tujuan yang
dirumuskan harus dapat dicapai. Karena itu, beberapa hal yang
dicakup dalam pengertian benchmarking ini adalah proses yang
berkesinambungan, pengukuran, produk, jasa, dan praktik.
Selain itu menurut Ahmad Khori, mutu suatu lembaga
pendidikan ditentukan oleh penerapan manajemen strategik
245 Ibid.
2012), hlm. 2
249 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Intan Sejati Klaten,
New Millenium,” Scientific Bulletin, Economic Sciences IX, no. 15 (tt): 173.PDF
1. Organisasi
Lembaga pendidikan sebagai organisasi harus dipahami
bukan saja sebagai organisasi statis di mana di dalamnya
terdapat hierarki struktural yang terdiri dari pimpinan,
pengelola dan peserta didik, tetapi juga harus dipahami sebagai
sebuah sistem sosial yang dinamis. Cara pandang terhadap
organisasi sebagai sistem sosial yang dinamis telah
berkembang dalam dua dekade terakhir menggantikan cara
pandang klasik dalam melihat organisasi sebagai model statis.
Cara pandang dinamis ini dikenal dengan istilah open system
model. Lalu apa yang dimaksud dengan sistem dalam konteks
ini? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem adalah
sekumpulan elemen-elemen yang saling berkaitan satu dengan
yang lain di mana perubahan pada satu elemen akan
mengakibatkan perubahan pada elemen lainnya. 258
Mendudukkan lembaga pendidikan sebagai sebuah sistem
sosial yang bersifat terbuka berarti lembaga pendidikan banyak
dipengaruhi oleh dinamika internal organisasi dan lingkungan
Managing Organizations: Readings and Cases (Boston: Scott Foresman & Co,
1982), 36.PDF
259 Ibid.37
2. Orang-orang
Entitas utama lain yang berperan penting dalam upaya
pengelolaan lembaga pendidikan adalah orang-orang yang ada
di dalamnya. Di dalam manajemen ada slogan yang berbunyi:
it’s not about WHAT you know, it’s WHO you know. 260
Pengelolaan lembaga pendidikan bukan saja fokus pada
“sesuatu” tetapi fokus pada “siapa”. Adalah penting untuk selalu
mengetahui dan memahami siapa-siapa ini demi suksesnya
lembaga pendidikan dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan
konsumennya.
Dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi mengenal
istilah civitasakademikayang terdiri dari dosen dan mahasiswa.
Tetapi tidaklah salah jika kedalam civitas akademika ini juga
memasukkan unsur karyawan dan jajaran birokrasi lainnya
yang terlibat dalam pelayanan dan aktivitas proses pendidikan
baik langsung atau tidak langsung. Dosen adalah para pelaku
pendidik (educator)yang berperan sebagai aktor utama dalam
proses transfer pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan
260 Rob Cross and Laurence Prusak, “The People Who Make
3. Fasilitas
Entitas lain yang bisadimasukkan dalam pengelolaan
lembaga pendidikan adalah tempat, sarana dan prasarana.
Menurut Wahyuningrum fasilitas pendidikan adalah segala
sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan
262 Ibid
2012), h.35