Anda di halaman 1dari 242

Dr. A. Khalik, M.Pd.

Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.

MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
KONTEMPORER

Editor: Abdul Hakim El Hamidy

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |i


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
KONTEMPORER

Penulis:
Dr. A. Khalik, M.Pd.
Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.

Layout & cover design:


Tim Oman Publishing

Editor:
Abdul Hakim El Hamidy

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Penerbit Oman Publishing, Oktober 2020
CV Oman Publishing
Kompleks Panghegar
Jln. Pasangrahan VI No. 1 RT 03 RW 10
Kel. Cipadung Kulon Kec. Panyileukan
Bandung 40614
Telp. 081319544445
e-mail: penerbitoman@gmail.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

242 hlm; 14.8 x 21 cm


ISBN:

Cetakan Pertama, Februari 2021

ii | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Daftar Isi

Daftar Isi .......................................................................................... iii


Prakata Penulis.............................................................................. v

I. Manajemen Pendidikan Islam ........................................ 1


A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam ..................... 1
B. Fungsi Manajemen pendidikan Islam .............................. 4
C. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Islam ............ 13

II. Tinjauan Kritis Manajemen Pendidikan Islam ......... 29


A. Problem Manajemen Pendidikan Islam Klasik ............ 29
B. Problem manajemen Pendidikan Islam Kontem-
porer ................................................................................................ 41
C. Problem manajemen Organisasi Pendidikan Islam .. 51

III. Pendekatan, Konsep dan Teori, Serta


Implementasi Manajemen Pendidikan Islam ............ 59
A. Pendekatan Manajemen Pendidikan Islam................ 59
B. Konsep Pengembangan Manajemen Pendidikan
Islam ............................................................................................. 70
C. Manajemen Pendidikan Islam Klasik-
Kontemporer ............................................................................ 81
D. Manajemen Pendidikan Islam di Pesantren .............. 83
E. Manajemen Pendidikan Islam di Madrasah .............. 99
F. Manajemen Pendidikan Islam di Sekolah .................. 105

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |iii


IV. Kepemimpinan dalam Dunia Pendidikan .................. 121
A. Ragam Teori Kepemimpinan ............................................ 121
B. Karakteristik Fungsi Leader dalam Pendidikan
Islam ............................................................................................. 125
C. Karakteristik Fungsi Manajer dalam Pendidikan
Islam ............................................................................................. 135
V. Manajemen Mutu dalam Pendidikan Islam ............... 139
A. Definisi Mutu dalam Pendidikan .................................... 139
B. Ragam Teori Mutu dalam Pendidikan ......................... 141
C. Budaya Mutu............................................................................. 146
D. Total Quality Management dan Dunia
Pendidikan ................................................................................. 164
E. Implementasi Mutu di Lembaga Pendidikan
Islam ............................................................................................. 171
F. Karakteristik Standar Mutu Layanan Jasa
Pendidikan ................................................................................. 174
G. Konsep Sistem Penjaminan Mutu pada Layanan
Jasa................................................................................................. 181
VI. Pemasaran dan SDM dalam Pendidikan Islam.......... 193
A. Konsep dasar Pemasaran Layanan Jasa
Pendidikan ................................................................................. 193
B. Konsep dan Teori Pemasaran Perspektif
Pendidikan ................................................................................. 199
C. Konsep dan Teori SDM Perspektif Pendidikan ........ 210
D. Strategi Pengembangan SDM Lembaga
Pendidikan Islam .................................................................... 213
Daftar Kepustakaan ..................................................................................... 219
Tentang Penulis ............................................................................................. 233

iv | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Prakata

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. dengan


ucapan alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Sebab, dengan segala
inayah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku
kedua yang terbit di Oman Publishing, Bandung, di mana
sebelumnya telah terbit buku berjudul Kapita Selekta
Pendidikan Islam: Dari Makna Sampai Analisis. Shalawat dan
salam senantiasa terlimpah-curah kepada Rasulullah saw.,
sebagai contoh terbaik (uswah hasanah) bagi kita sebagai
umatnya.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini merupakan bentuk
ikhtiar kecil penulis untuk menghimpun berbagai informasi dan
menyampaikannya melalui goresan pena tentang manajemen
pendidikan Islam dan beberapa problematikanya. Memang,
persoalan pendidikan Islam merupakan persoalan yang sudah
selayaknya mendapatkan perhatian dari semua kalangan
dan/atau semua pihak. Apalagi saat ini, zaman semakin maju
dan terus berkembang, dan arus teknologi, dan derasnya
gelombang globalisasi tak dapat dibendung.
Tidak dapat dimungkiri, kebutuhan terhadap pendidikan
yang dulu berorientasi untuk meraup ilmu, kini berubah
menjadi sarana mendapatkan pekerjaan, karier, dan
sebagainya. Perubahan ini tentu harus disikapi dengan serius
oleh lembaga pendidikan Islam. Jika tidak, lembaga pendidikan
Islam akan termarjinalkan dan bahkan lebih ironis akan
ditinggalkan, tak dilirik lagi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, buku ini penulis
susun, sebagai upaya perbaikan di dalam lembaga pendidikan
Islam dengan cara mengurai segala problematikanya. Oleh

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |v


karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis, baik secara moril maupun materil
sehingga buku ini dapat sampai ke tangan pembaca. Secara
khusus, kepada Bapak Abdul Hakim El Hamidy, selaku editor
dan sekaligus Direktur penerbit Oman Publishing, Bandung,
yang telah bersedia menerbitkan buku ini. Hanya Allah jualah
yang dapat membalas semua kebaikan mereka, karena Dialah
sebaik-baik Pemberi balasan.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca, dan menjadi
jariyah bagi penulis, sebagai investasi di Hari Kemudian.

Jambi, Januari 2021

Penulis

vi | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


BAB I
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam


Sebelum mengkaji mengenai manajemen pendidikan Islam kita
terlebih dahulu mengetahui definisi dari manajemen. Kata
“manajemen” saat ini sudah banyak sekali dikenal di Indonesia,
baik di lingkungan swasta, perusahaan, maupun pendidikan.
Berdasarkan kenyataan yang ada ini menunjukan bahwa
manajemen telah diterima dan dibutuhkan kehadirannya di
masyarakat. Semula manajemen yang berasal dari bahasa
Inggris: Management dengan kata kerja to manage, diartikan
secara umum sebagai mengurusi. Selanjutnya banyak penulis
yang telah berusaha untuk memberikan definisi atau batasan
tentang pengertian manajemen. Berikut ini beberapa definisi
tentang manajemen sebagai berikut:
Marry Papker Follett, “Manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Pengertian ini
mengandung arti bawa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk
melaksanakan berbagai tugas yang memungkinkan di perlukan,
atau berarti dengan tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri
kebutuhan yang meningkat ialah dengan melakukan
pengukuran (assessment).1
James A.F. Stoner mengemukakan bahwa manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

1Muwahid Shulhan dan Soim, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:

Teras, 2013), hlm. 6

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |1


pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan peng-
gunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.2
Manajemen juga sering diartikan sebagai ilmu
pengetahuan karena manajemen dipandang sebagai suatu
bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha
memahami mengapa dan bagaimana seseorang bekerjasama
untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerja sama ini
lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.3
Menurut Muhaimin manajemen pendidikan adalah
manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan.
Dalam arti, ia merupakan seni dan ilmu mengelola sumber daya
pendidikan Islam untukmencapai tujuan pendidikan Islam
secara efektif dan efisien. 4
Arikunto mengartikan manajemen pendidikan sebagai
kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses
pengolahan usaha kerja sama sekelompok manusia yang
tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah di tetapkan sebelumnya secara efektif
dan efisien.5
Dalam pendidikan Islam dikenal juga manajemen
pendidikan Islam. Secara umum, manajemen pendidikan Islam
memiliki banyak kesamaan dengan manajemen pendidikan
secara umum, namun ada perbedaan dalam beberapa karakter.
Di antara karakteristik yang membedakan teori manajemen
dalam Islam dengan teori lain adalah fokus dan konsen teori

2 Ibid., h. 7
3Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarya: Teras, 2009),
hlm. 8
4Muwahid Shulhan dan Shoim, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 10
5Sulistyorini dan M. Faturrohman, Esensi Manajemen Pendidikan Islam,
(Yogyakarta:Teras, 2014), hlm.11

2 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Islam terhadap segala variabel yang berpengaruh (influence)
terhadap aktivitas manajemen dalam dan di luar organisasi
(perusahaan, negara), dan hubungan perilaku individu
terhadap faktor-faktor sosial yang berpengaruh. Teori Islam
memberikan injeksi moral dalam manajemen, yakni mengatur
bagaimana seharusnya individu berperilaku. Tidak ada
manajemen dalam Islam kecuali ada nilai atau etika yang
melingkupinya, sebagaimana tidak mungkin membangun
masyarakat Muslim tanpa didasari dengan akhlak.
Menurut Mujamil Qomar, manajemen pendidikan Islam
adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap
lembaga pendidikan islam dengan cara menyiasati sunber-
sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam secara efektif dan efisien.”6
Ramayulis, sebagaimana dikutip Saefullah, mendefinisikan
manajemen pendidikan Islam sebagai proses pemanfaatan
sumber daya umat Islam yang dilakukan dengan kerja sama
yang efektif dan produktif demi mencapai kesejahteraan hidup,
baik di dunia maupun di akhirat.7
Kemudian dari beberapa definisi di atas maka pengertian
dari manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses
penataan/pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang
melibatkan sumber daya manusia muslim dan non manusia
dalam menggerakannya untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam secra efektif dan efisien.
Saat ini, manajemen pendidikan Islam merupakan bidang
keilmuan yang sangat penting untuk mencapai tujuan berupa
terciptanya kualitas pendidikan Islam yang lebih baik. Sebagai
bagian dari bidang keilmuan, manajemen pendidikan Islam

6 Ibid., h. 12
7 U. Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,
2012), hlm. 2

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |3


memiliki objek formal dan objek material yang harus dikuasai
dengan baik oleh setiap pengelola pendidikan.
Objek formal ilmu manajemen pendidikan Islam adalah
ilmu manajemen dalam pendekatan yang dapat digunakan oleh
riset ilmiah bidang manajemen. Sedangkan objek materialnya
adalah lembaga, pranata, serta organisasi pendidikan Islam baik
yang bersifat formal, nonformal, maupun informal. 8 Dengan
demikian, para pengelola lembaga pendidikan Islam, mau tidak
mau, harus menguasai dengan baik dasar-dasar ilmu
manajemen serta menerapkannya dalam mengelola lembaga
pendidikan.

B. Fungsi Manajemen Pendidikan Islam


Istilah manajemen berhubungan dengan usaha untuk tujuan
tertentu dengan jalan menggunakan sumber daya-sumber daya
yang tersedia dalam organisasi/lembaga pendidikan islam
dengan cara yang sebaik mungkin.
Manajemen bukan hannya mengatur tempat melainkan
lebih dari itu adalah mengatur orang per orang. Dalam
mengatur orang diperlukan seni dengan sebaik-baiknya
sehingga kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang
mampu menjadikan setiap pekerja menikmati pekerjaan
mereka. Jika setiap orang yang bekerja menikmati pekerjaan
mereka hal itu menandakan keberhasilan seorang kepala
sekolah.
Di dalam proses manajemen digambarkan fungsi-fungsi
manajemen secara umum yang ditampilkan kedalam perangkat

8Irawan, “Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam”.


Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2,
(November 2016), hlm. 302-305

4 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


organisasi yang mulai dikenal dengan teori manajemen klasik.
Para ahli manajemen mempunyai perbedaan pendapat dalam
merumuskan proses manajemen sebagaimana penjelasan
berikut:
1. Menurut Skinner, fungsi manajemen meliputi:
planning, organizing, staffing, directing, and
controlling.
2. Steppen P. Robin, fungsi manajemen meliputi:
planning, organizing, laeding and controlling.
3. Gulick mengedepankan proses manajemen mulai dari
planning, organizing, staffing, directing, coordinating,
reporting, and budgetitng.
4. Fayol yang di kenal sebagai bapak manajemen ilmiah
(scientific Manajemen) mengedepankan proses
manajemen sebagai berikut: planning, organizing,
commanding, coordinating , controlling.9
Namun pada intinya terdapat beberapa bagian yang
mengandung kesamaan. Berdasarkan proses manajemen
sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka
pakar manajemen era sekarang mengabstraksikan proses
manajemen menjadi 4 proses yaitu: planning, organizing,
actuating, controlling, (POAC).
Dalam hal ini para pakar manajemen pendidikan islam
merumuskan proses manajemen pedidikan islam menjadi
perencanaan pendidikan Islam dan pengawasan pendidikan
Islam.

9 Sulistyorini dan M. Faturrohman, Esensi Manajemen Pendidikan Islam,

(Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 26

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |5


1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat urgen
dalam manajemen pendidikan Islam. Disebutkan bahwa semua
tindakan Rasulullah selalu membuat perencanaan yang teliti.
Proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala
sesuatu secara sistematis melahirkan keyakinan yang
berdampak pada melakukan sesuatu sesuai dengan aturan
serta memiliki manfaat.
ْ ََ ُ َ ْ َ
‫ِم ْن ُح ْس ِن ِإ ْسالمِ ال َم ْرء ت ْرك ُه َما اليع ِنيْ ِه‬
“Di antara baiknya , indahnya keislaman seseorang adalah
yang selalu meninggalkan perbuatan yang tidak ada
manfaatnya”. (HR. at-Tirmidzi)
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya sama saja perbuatan
yang tidak pernah direncanakan, jika perbuatan itu tidak
pernah direncanakan maka tidak termasuk dalam kategori
manajemen pendidikan Islam yang baik..10
Setiap proses perencanaan sedapat mungkin harus disusun
secara sistematis, rapi, dan rasional. Beberapa hal yang harus
tercakup dalam perencanaan antara lain:
a. Penentuan prioritas, sehingga pendidikan dapat
berjalan dengan efektif. Dalam menentukan prioritas
kebutuhan, seluruh komponen yang terlibat dalam
proses pendidikan, seperti masyarakat dan peserta
didik, harus terlibat di dalamnya.
b. Penetapan tujuan, yang berfungsi sebagai garis
pengarahan sekaligus evaluasi terhadap pelaksanaan
pendidikan berikut hasilnya.

10 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam…, hlm. 29

6 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


c. Penetapan tahap rencana tindakan atau formulasi
prosedur.
d. Penyerahan tanggung jawab, baik terhadap individu
maupun kelompok kerja bersama.11
Fungsi perencanaan menuntut kemampuan berpikir yang
kreatif, imajinatif, serta harus mampu menjembatani berbagai
persoalan dalam lembaga pendidikan. Selain itu, fungsi
perencanaan berbagai persoalan dalam lembaga pendidikan.
Selain itu, fungsi perencanaan harus mampu menjawab
pertanyaan di mana peserta didik berada dan ke mana mereka
harus dibawa.12
Dalam menjalankan fungsi perencanaan, George R. Terry
mengidentifikasi beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Menjelaskan dan memastikan serta memantapkan
tujuan yang ingin dicapai.
b. Berusaha meramalkan dan membaca peristiwa dan
keadaan yang akan terjadi di waktu mendatang.
c. Memperkirakan kondisi-kondisi pekerjaan yang akan
dijalankan.
d. Memilih dan menentukan tugas yang sesuai untuk
tercapainya tujuan.
e. Membuat perencanaan secara menyeluruh dengan
menitikberatkan pada aspek kreativitas sehingga
selalu mendapatkan hal-hal atau temuan yang lebih
baik.
f. Membuat kebijakan, prosedur, metode, dan juga
standar kerja yang harus dilaksanakan.

11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm.


271.
12 St. Marwiyah, dkk., Perencanaan Pembelajaran Kontemporer Berbasis

Kurikulum, (Yogyakarta: Deepublish, 2013), hlm. 19.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |7


g. Memperkirakan peristiwa beserta setiap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
h. Membuat perubahan rencana berdasarkan petunjuk
dan hasil pengawasan atau evaluasi.13
Meskipun secara konseptual fungsi manajemen pendidikan
Islam tidak jauh berbeda dengan fungsi manajemen pendidikan
Islam pada umumnya, tetapi nilai-nilai Islami harus menjadi
sesuatu yang melekat dalam manajemen pendidikan Islam.
Karena itu, dalam mengelola lembaga pendidikan Islam, yang
dibutuhkan bukan sekadar profesionalisme yang tinggi,
melainkan juga ada misi dan niat yang suci serta sikap mental
yang besar dan benar sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.14

2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu mekanisme atau suatu
struktur, yang terstruktur itu semua subjek, perangkat lunak
dan perangkat keras yang kesemuanya dapat bekerja secara
efektif, dan dapat dimanfaatkan menurut fungsi dan porsinya
masing-masing.
Sewaktu Rasulullah membentuk atribut-atribut negara
dalam kedudukan beliau sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, beliau membentuk organisasi yang di dalamnya
terlibat para sahabat beliau15 yang beliau tempatkan pada
kedudukan menurut kecakapan dan ilmu masing-masing. Kita
tidak dapat memungkiri bahwa Rasulullah itu adalah seorang
organisatoris ulung, administrator yang jenius, dan pendidik

13 M.Yayat Herujito, Dasar-dasar Manajemen.., hlm. 28.


14 Muhaimin, Manajemen Pendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah (Jakarta: PrenadaMedia Group,
2015), hlm. 5
15 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam…, hlm. 30.

8 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


yang baik, yang menjadi turutan dan panutan, karena beliau
berfungsi sebagai panutan yang baik (uswatun hasanah).
Dalam pengorganisasian manajemen pendidikan Islam,
terdapat prinsip-prinsip yang mesti dijalankan dengan
konsisten, karena prinsip itulah yang akan memberikan
gambaran seperti apa nantinya organisasi itu berjalan. Prinsip
tersebut meliputi kebebasan, keadilan, dan musyawarah.16
Dengan prinsip kebebasan, seseorang memiliki
kesempatan untuk merealisasikan gagasannya, pikiran,
perkataan, dan juga perbuatannya berlandaskan ajaran Islam.
Sementara, prinsip keadilan meniscayakan bahwa
implementasi putusan dan keputusan dengan mengayomi dan
memuaskan semua pihak. Sedangkan, prinsip musyawarah
bertujuan agar semua pihak dapat bertanggung jawab atas
keputusan yang telah ditetapkan secara bersama.
Thomas S. Bateman, dalam bukunya Manajemen
Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif,
mengemukakan bahwa fungsi pengorganisasian bertujuan
mencipatakan organisasi yang dinamis.17 Dan untuk itu, hal-hal
yang dapat dilakukan dan fungsi pengorganisasian antara lain:
a. Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang bersifat
operasional.
b. Melakukan pengelompokan tugas dalam setiap posisi
secara proporsional.
c. Melakukan penggabungan jabatan operasional ke
dalam unit yang saling berkaitan.

16 Maesaroh Lubis, Kapita Selekta Pendidikan (Tasikmalaya: Edu

Publisher, 2018), hlm. 49.


17 Thomas S. Bateman, Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam

Dunia yang Kompetitif, terj. Chriswan Sungkono dan Alo Akbar Yulianto
(Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 22.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |9


d. Menempatkan orang untuk bekerja sesuai dengan
kapasitasnya.
e. Menyesuaikan tanggung jawab dan wewenang bagi
setiap anggota.
f. Menyediakan fasilitas bagi pegawai.
g. Memastikan bahwa organisasi berjalan sesuai dengan
petunjuk hasil dan pengawasan.18

3. Fungsi Penggerakan
Fungsi penggerakan (actuating) pada dasarnya adalah
bentuk aturan, motivasi, dan bimbingan yang diberikan kepada
semua sumber daya dalam organisasi agar mereka memiliki
kesadaran yang tinggi untuk menjalankan tugasnya dengan
baik. Dalam manajemen pendidikan Islam, fungsi ini
meniscayakan adanya keteladanan, keterbukaan, konsistensi,
keramahan, dan kebijaksanaan.
Berbagai arahan, motivasi, dan bimbingan itu perlu
dilandasi oleh prinsip religius kepada orang lain sehingga
mereka dapat bersungguh-sungguh dalam menjalankan
tugasnya serta menjadikan tugas mereka sebagai bentuk ibadah
dan tanggung jawab kepada Tuhan. Fungsi penggerakan dalam
manajemen lembaga pendidikan juga berarti upaya
menggerakkan semua sumber daya dalam institusi pendidikan
agar mereka bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan
tugas masing-masing.19
Banyak kalangan yang menilai bahwa dalam manajemen,
fungsi penggerakan merupakan fungsi yang paling sulit di
antara keseluruhan fungsi manajemen. Sebab, fungsi
penggerakan bersinggungan dengan semua manusia yang

M. Yayat Herujito, Dasar-dasar Manajemen…, hlm. 28-29


18
19Muhammad Kristiawan, dkk., Manajemen Pendidikan (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 19.

10 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


terlibat dalam suatu organisasi di mana mereka memiliki sifat,
tingkah laku, keyakinan, harapan, emosi, kepuasan, serta
mental yang berbeda-beda. Tidak mengherankan penggerakan
terkadang diganti dengan istilah fungsi kepemimpinan
(leading).20

4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan bertujuan mengawasi berbagai
peristiwa yang terjadi dalam suatu organisasi, apakah ia telah
sesuai atau tidak dengan rencana yang sudah disusun. Dalam
manajemen pendidikan, khususnya manajemen pendidikan
Islam, pengawasan dilakukan terutama untuk mengetahui
berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
Pengawasan dapat dikatakan sebagai langkah penentu atau
fungsi terakhir dalam manajemen. Dalam pengawasan, hal
pokok yang dilakukan antara lain adalah dengan melakukan
pengamatan sekaligus pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja yang dicapai
sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.21
Apabila dalam proses pengawasan itu diketahui bahwa
hasil kerja yang dicapai tidak sesuai dengan rencana, maka
penting diketahui apa penyebab dan kendalanya dan
bagaimana caranya agar hasil kerja sesuai dengan rencana yang
diharapkan. Dalam proses pendidikan, fungsi pengawasan tidak
harus dilakukan di akhir tahun, tetapi dapat dilakukan secara
berkala dalam waktu yang lebih pendek. Tujuannya, agar

20 Ibid.
21 Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi: Beberapa Catatan
(Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2008), hlm. 102.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |11


kendala yang ditemukan dapat segera ditangani dengan baik
dan cepat.
Menurut Sulistyoirini, tujuan pengawasan pendidikan
Islam haruslah positif dan konstruktif, yaitu memperbaiki,
mengurangi pemborosan waktu, uang, material dan tenaga di
lembaga pendidikan islam. Di samping itu juga bertujuan untuk
membantu menegakkan agar prosedur, program, standar dan
peraturan ditaati, sehingga dapat mencapai efisiensi lembaga
pendidikan islam yang setinggi-tingginya.22
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam fungsi
pengawasan antara lain:
a. Melakukan pembandingan secara menyeluruh antara
hasil kerja dengan rencana sebelumnya.
b. Memberikan penilaian terhadap hasil pekerjaan sesuai
dengan standar hasil kerja.
c. Melakukan identifikasi data secara terperinci sehingga
dapat diketahui perbandingan antara rencana, hasil
kerja, kendala dengan segenap penyimpangan-
penyimpangannya.
d. Membuat saran tindakan perbaikan.
e. Memberitahukan kepada anggota tentang hasil
pengawasan yang diperoleh.
f. Melaksanakan pengawasan sesuai standar
pengawasan. 23

Dalam pendidikan Islam, fungsi pengawasan memiliki


karakter yang berbeda dengan manajemen pendidikan lain.
setidaknya, fungsi pengawasan ini harus diarahkan pada
terbangunnya kesadaran bagi semua pihak bahwa dengan

22 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam…, hlm. 33.


23M. Yayat Herujito, Dasar-dasar Manajemen (Jakarta: Grasindo, 2001),
hlm. 29-30.

12 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


menjalankan pekerjaan, mereka harus bertanggung jawab
karena senantiasa berada di bawah pengawasan Allah Swt.
Sementara, sikap tanggung jawab itu bukan hanya ditujukan
kepada atasan, manajer, tetapi juga kepada Tuhan. Kesadaran
semacam itu akan menjadikan fungsi pengawasan tidak hanya
berdimensi material, tetapi juga spiritual sehingga tujuan dari
pelaksanaan kegiatan dapat tercapai dengan efektif dan
efisien.24

C. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Islam


Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga
industri mulia (noble industry) karena mengembangkan misi
ganda. Pertama, misi profit untuk mencapai keuntungan, ini
dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai
sehingga pemasukan (income) lebih besar daipada biaya
operasional). Kedua, misi sosial bertujuan untuk mewariskan
dan menginternalisasikan nilai luhur. Ini dapat dicapai secara
maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki
modal human-capital dan social-capital yang memadai dan juga
memiliki tingkat keefektifan dan efisien yang tinggi.
Oleh karena itu, mengelola lembaga pendidikan Islam tidak
hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi niat suci.
Sumber daya pendidikan Islam itu setidaknya menyangkut
peserta didik, pendidik, dari tenaga kependidikan (termasuk
didalamnya tenaga administrasi), kurikulum, sarana dan
prasarana, biaya, informasi, proses belajar mengajar,

24 Sri Marmoah, Administrasi dan Supervisi Pendidkan: Teori dan Praktik

(Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 86.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |13


lingkungan, output dan outcome, serta hubungan kerja sama
dengan stakeholders dari lain-lain.25
Dalam membicarakan ruang lingkup manajemen
pendidikan, khususnya manajemen pendidikan Islam, terdapat
beberapa ruang lingkup manajemen, antara lain:

1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
yang berisi tentang tujuan, isi, serta bahan pelajaran yang
digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran yang harus
dikelola secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan
pendidikan. Di samping itu, manajemen kurikulum juga
menyangkut proses usaha bersama untuk memperlancar
tercapainya tujuan pengajaran dengan menitikberatkan pada
upaya peningkatan kualitas interaksi dalam proses belajar
mengajar.26
Menurut Asmendri, sebagaimana dikutip Indrawan, dalam
manajemen kurikulum, prinsip yang harus diperhatikan adalah
manajemen terciptanya sistem pengelolaan kurikulum secara
kooperatif, sistemik, komprehensif, dan sistemik. Semua itu
harus dijadikan acuan oleh setiap lembaga pendidikan sehingga
tujuan kurikulum atau tujuan pendidikan dapat tercapai.
Karena itu, dalam manajemen kurikulum, aktivitas
terpentingnya adalah aktivitas yang erat kaitannya dengan
tugas guru serta aktivitas yang berkaitan erat dengan proses
pembelajaran dan pengajaran itu sendiri.27

25 Muhalimin, dkk, Manajemen Pendidikan. (Jakarta: Kencana, 2010),


Hlm.5
26 Irjus Indrawan, Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah

(Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 7.


27 Ibid, hlm. 32.

14 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Dalam masalah kurikulum, biasanya ada tiga yang menjadi
dasar penyusunan kurikulum, yaitu dasar psikologis yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh
peserta didik serta apa yang menjadi kebutuhannya, dasar
sosiologis yang digunakan untuk memenuhi tuntutan
masyarakat terhadap pendidikan, serta dasar filosofis yang
digunakan untuk mengetahui nilai yang akan dicapai.28
Tetapi, khusus kurikulum pendidikan Islam,
pengembangannya harus senantiasa mengacu kepada al-Qur’an
dan hadis sebagai landasan normatifnya. Al-Syaibani,
sebagaimana dikutip Umar, dkk., menerangkan kerangka dasar
tentang kurikulum, antara lain:
a. Dasar agama sebagai ruh dan target tertinggi dalam
kurikulum dengan mengacu kepada sumber utama
ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan hadis.
b. Dasar falsafah yang memberikan pedoman secara
filosofis terhadap tujuan pendidikan Islam sehingga
tujuan, isi, dan organisasi kurikulum mengandung
nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran baik
ditinjau dari sisi ontologis, epistemologis, dan juga
aksiologisnya.
c. Dasar psikologis yang memberikan landasan dalam
perumusan kurikulum agar sejalan dengan
perkembangan psikis peserta didik.
d. Dasar sosial yang memberikan gambaran agar
pendidikan Islam mengakar dalam kehidupan dan
kebudayaan masyarakat.29

28 Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar


Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Bina Aksara, 2008), hlm. 49.
29 Umar, dkk., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Transformatif (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 101-102.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |15


2. Manajemen Peserta Didik
Manajemen peserta didik adalah seluruh proses kegiatan
yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta
pembinaan secara kontinu terhadap seluruh peserta didik
(dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat
mengikuti proses belajar mengajar (PBM) secara efektif dan
efisien, demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Secara kronologis operasional, rentangan
kegiatannya mulai dari penerimaan peserta didik baru sampai
mereka meninggalkan sekolah (eksit), karena telah tamat,
meninggal dunia, putus sekolah atau karena sebab-sebab lain
sehingga ia tidak terdaftar lagi sebagai peserta didik sekolah.
Pada prinsipnya, manajemen peserta didik merupakan
bentuk layanan lembaga pendidikan yang fokus perhatiannya
tertuju pada pengaturan, pengawasan, dan layanan siswa, baik
di dalam maupun di luar kelas, mulai dari pengenalan,
pendaftaran, sampai pelayanan individual.30
Menurut Eka Prihatin, sebagaimana dikutip Saihudin, agar
manajemen peserta didik dapat dikelola dengan baik, maka
perlu dipahami prinsip-prinsip pengelolaan peserta didik, di
antaranya:
a. Sebagai bagian dari manajemen sekolah, maka
manajemen peserta didik harus memiliki kesamaan
dengan visi, misi, dan tujuan manajemen sekolah
secara keseluruhan.
b. Segala bentuk kegiatan, manajemen peserta didik
harus mengemban visi dalam rangka mendidik siswa.

30 Irjus Indrawan, Op.Cit, hlm. 8.

16 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


c. Kegiatan manajemen peserta didik diupayakan untuk
mempersatukan mereka yang sudah pasti memiliki
latar belakang serta bakat berbeda.
d. Kegiatan manajemen peserta didik harus dilihat
sebagai upaya pengaturan terhadap semua aktivitas
peserta didik.
e. Kegiatan manajemen peserta didik harus mendorong
terciptanya kemandirian peserta didik.31
Dilihat dari fungsi kegiatannya, maka fungsi kegiatan
manajemen peserta didik antara lain sebagai berikut:
a. Menangani penerimaan murid baru, yang bentuk
kegiatannya bisa berupa pembentukan panitia,
menentukan syarat pendaftaran, menyediakan
formulir pendaftaran, dan lain sebagainya.
b. Melakukan pencatatan biodata peserta didik.
c. Membuat tata tertib untuk peserta didik baru maupun
lama.
d. Membuat daftar peserta presensi peserta didik.32
Prinsip mendasar yang juga harus dipahami setiap
pengelola pendidikan Islam terkait manajemen peserta didik
adalah pemahaman terhadap peserta didik itu sendiri
berdasarkan perspektif Islam. Di dalam Islam, pendidikan yang
diberikan kepada peserta didik (murid) tidak semata-mata
ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual
mereka, membekali mereka dengan berbagai keterampilan.
Tetapi, hal yang tidak kalah penting juga adalah mengarahkan
mereka untuk menjadi manusia yang beradab.

31 Saihudin, Manajemen Istitusi Pendidikan (Ponorogo: Uwais Inspirasi


Indonesia, 2018), hlm. 95-96.
32 B. Suryobrroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka

Cipta, 2004), hlm. 74.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |17


Di samping itu, setiap peserta didik juga diarahkan untuk
menjadi manusia yang mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman tanpa harus melepaskan identitas
ketauhidannya. Dengan demikian, pengelola pendidikan Islam,
mau tidak mau, harus memiliki paradigma tentang anak atau
peserta didik serta bagaimana sehatusnya memperlakukan
mereka berdasarkan informasi yang terdapat di dalam al-
Qur’an dan hadis.33

3. Manajemen Kepegawaian
Manajemen kepegawaian atau tenaga pendidikan meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi kegiatan penerimaan pegawai baru, surat keputusan,
mutasi, surat tugas, berkas tenaga kependidikan, daftar umum
kepegawaian, upaya peningkatan SDM pegawai, serta kinerja
pegawai dalam insitusi pendidikan.34
Menurut Sulistyorini, manajemen kepegawaian (tenaga
pendidik dan kependidikan), termasuk dalam lembaga
pendidikan Islam, mencakup beberapa aspek, seperti
pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi,
kompensasi, serta penilaian pegawai.35
Mereka yang termasuk tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis dalam mencapai tujuan pendidikan. Karenanya,
manajemen kepegawaian dibentuk dengan tujuan
meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja pegawai serta

33 Sudirman Anwar, Management of Student Development Perspektif al-

Qur’an dan as-Sunnah (Riau: Yayasan Indragiri, 2015), hlm. 21.


34 Cucun Sunaengsih, dkk., Pengelolaan Pendidikan (Sumedang: UPI

Sumedang Press, 2017), hlm. 4.


35 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan

Aplikasi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 67

18 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


mendayagunakan potensi mereka agar mencapai hasil dan
tujuan pendidikan secara optimal.36
Kepegawaian atau disebut juga personalia dalam institusi
pendidikan, dapat dibedakan atas tenaga kependidikan dan
non-kependidikan (pendidik). Tenaga kependidikan meliputi
tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawas,
peneliti, penilik, pustakawan, teknisi sumber belajar,
pengajaran, dan laboran. Sementara, tenaga non-kependidikan
atau tenaga pendidik meliputi pengajar, pembimbing, pelatih.
Di samping itu, ada juga pengelola satuan pendidikan yang
meliputi kepala sekolah, ketua, direktur, rektor, dan termasuk
pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.37

4. Manajemen Keuangan
Sebagaimana dalam substansi manajemen pendidikan
Islam lainnya, manajemen keuangan juga harus dilakukan
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengawasan, dan juga pengendalian. Dalam mengelola institusi
pendidikan, masalah keuangan juga harus dikelola dengan
sebaik-baiknya karena ia akan ikut menentukan berjalannya
kegiatan pendidikan di sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam manajemen
keuanan antara lain adalah memperoleh dan menetapkan
sumber pendanaan, pelaporan, pemanfaatan dana,
pemeriksaan, dan pertanggungjawaban. Manajemen keuangan
yang menyangkut ketatausahaan yang meliputi pencatatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban, sehingga

36 Veithzal Rivai Zainal, dkk., Islamic Quality Education Management:

Pentingnya Mengelola Pendidikan Bermutu untuk Melahirkan Manusia Unggul


Menurut Islam, Serta Mencerdaskan Umat dengan Pendidikan Bermutu dan
Islami (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), hlm. 78.
37 Muhammad Kristiawan, Manajemen Pendidikan, hlm. 9.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |19


secara keseluruhan manajemen keuangan merupakan
rangkaian aktivitas berupa pengaturan atau pengelolaan
keuangan sekolah.38
Manajemen keuangan lembaga pendidikan Islam harus
dikelola dengan efektif dan efisien. Sebab, dalam penerapannya,
manajemen keuangan akan selalu berkaitan dengan disiplin
keilmuan lainnya, seperti manajemen pemasaran, manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, metode
kuantitatif, dan akuntansi.39
Dengan demikian, manajemen keuangan dalam institusi
pendidikan tidak hanya menyangkut pencatatan sumber
keuangan sekolah dan pemanfaatannya. Tetapi, di dalamnya
juga menyangkut bagaimana keuangan sekolah dapat
digunakan secara lebih produktif demi mencapai tujuan
pendidikan.
Dalam mengelola keuangan lembaga pendidikan, ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
a. Prinsip keadilan, yang berarti besarnya pendanaan
pendidikan harus disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing.
b. Transparansi, yang berarti adanya keterbukaan dalam
manajemen keuangan sekolah dari sumber dan
jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggung-
jawabannya.
c. Akuntabilitas, yang berarti penggunaan keuangan
sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.

38 Irjus Irawan, Op.Cit, hlm. 6.


39 Mushtafa, Manajemen Keuangan (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm.
2.

20 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


d. Efektivitas, yang berarti pembiayaan terhadap
aktivitas sekolah dalam rangka mencapai tujuan
beserta hasil kualitatifnya sesuai dengan rencana
sekolah.
e. Efisiensi, yaitu lebih mengarah kepada adanya
perbandingan yang seimbang antara masukan dan
keluaran atau antara daya dan hasil.40
Hal yang tidak kalah penting diperhatikan adalah bahwa
pengelola pendidikan harus memahami dengan benar antara
manajemen keuangan dan fungsi keuangan. Sementara, fungsi
keuangan merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan
oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu.41
Khusus untuk manajemen keuangan dalam lembaga
pendidikan Islam, prinsip dan nilai-nilai Islami yang
berlandaskan pada pesan moral al-Qur’an dan hadis harus
diperhatikan. Prinsip kejujuran dalam pengaturan keuangan
serta status kejelasan dan kesucian (kehalalan) dalam
mendapatkan sumber pendanaan merupakan aspek yang
penting dipertimbangkan.
Aspek inilah yang dapat membedakan manajemen
keuangan lembaga pendidikan Islam dengan konsep
manajemen pendidikan pada umumnya. Aspek transparansi,
kehalalan, dan terbebasnya sumber keuangan dari jalan yang
haram dan bahkan samar-samar (syubhat) merupakan syarat
untuk keberhasilan lembaga pendidikan Islam dalam
menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas secara
intelektual maupun spiritual.

40Cucun Sunaengsih, Buku Ajar Pengelolaan…., hlm. 156.


41 Wijaya, dalam Agustinus Hermino, Asesmen Kebutuhan Organisasi
Persekolahan: Tinjauan Perilaku Organisasi Menuju Comprehensive Multilevel
Planning (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. 183.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |21


5. Manajemen Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang
berbeda. Sarana pendidikan berkaitan dengan semua fasilitas
atau peralatan yang secara langsung digunakan dalam proses
belajar mengajar, baik sarana itu bergerak atau tidak bergerak,
dan bertujuan agar proses pendidikan berjalan dengan lancar,
teratur, efektif, dan efisien. Gedung, ruang kelas, meja, kursi,
laboratorium, dan media pembelajaran merupakan sarana
pendidikan.
Sementara, prasarana berkaitan dengan fasilitas secara
tidak langsung turut menunjang proses jalannya pendidikan,
seperti halnya halaman, taman sekolah, tata tertib, akses
menuju sekolah, dan sebagainya. Dua hal ini, sarana dan
prasarana, harus dikelola dengan efektif agar tujuan pendidikan
dapat tercapai.
Secara umum, manajemen sarana dan prasarana berfungsi
mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan
sehingga dapat memberikan kontribusi optimal terhadap
proses pendidikan.42 Menurut Mujamil Qomar, sarana dan
prasarana dalam lembaga pendidikan, khususnya lembaga
pendidikan Islam, harus dikelola secara optimal dengan
memperhatikan beberapa prinsip kebutuhan antara lain:
a. Lengkap dan siap pakai setiap saat serta awet.
b. Rapi, indah, dan bersih sehingga menumbuhkan
perasaan senang dan semangat bagi siapa pun yang
memasuki kompleks pendidikan.
c. Kreatif dan inovatif sehingga dapat merangsang
imajinasi kreatif peserta didik.

42 Arinda Firdianti, Implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis

Sekolah dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Yogyakarta: Gre


Publishing, 2018), hlm. 48.

22 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


d. Menghindari kecenderungan bongkar-pasang sarana
dengan cara membuat perencanaan pengadaan sarana
dan prasarana yang memiliki jangkauan panjang.
e. Memiliki tempat kegiatan yang bersifat sosio-religius
seperti halnya masjid atau mushalla.43

6. Manajemen Perkantoran
Secara umum, manajemen perkantoran diartikan sebagai
proses kerja sama di dalam kantor yang dilakukan untuk
mencapai tujuan kantor. Proses ini juga harus sudah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan fungsi-fungsi manajemen pada
umumnya, yaitu melalui proses perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan, dan pengawasan.44
Biasanya, manajemen perkantoran dipahami sebagai
pengelolaan kerja administrasi ketatausahaan. Tetapi,
ketatausahaan itu sendiri hanyalah bagian kecil dari
administrasi yang proses kerjanya memang banyak dilakukan
di dalam kantor. Pemahamana ini acap kali menimbulkan
kesalahpahaman karena tidak sedikit orang yang memahami
bahwa pekerjaan administrasi adalah pekerjaan ketatausahaan.
Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama yang
melibatkan banyak pihak dalam rangka mencapai tujuan secara
efektif. Dengan demikian, manajemen perkantoran dalam
lembaga pendidikan merupakan kerja administrasi yang tidak
hanya dibebankan pada seseorang yang menjabat sebagai

43 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga,


2007), hlm. 171.
44 Suparjati, dkk., Tata Usaha dan Kearsipan (Yogyakarta: Kanisius,

2004), hlm. 4.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |23


ketatausahaan, melainkan melibatkan semua pihak yang
bekerja di lembaga pendidikan itu sendiri.45

7. Manajemen Hubungan Masyarakat


Salah satu tujuan dari manajemen hubungan masyarakat
atau humas antara lain adalah untuk mengetahui, menilai, dan
menyimpulkan sikap masyarakat terkait dukungan mereka
terhadap lembaga pendidikan. Dengan demikian, fungsi humas
bukan sekadar memberikan informasi kepada masyarakat
tentang fakta-fakta di dalam lembaga pendidikan, tetapi juga
sekaligus mampu menjelaskan banyak hal mengenai seluruh
proses dan kendala pendidikan.
Pengelolaan terhadap humas juga harus dilakukan secara
efektif melalui tahap perencanaan, pengaturan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Melalui pengaturan yang efektif, maka humas
dapat memberikan informasi tentang proses pendidikan
sekaligus memperoleh informasi tentang pikiran, kritik, dan
solusi apa saja yang berkembang di masyarakat mengenai
lembaga pendidikan.
Menurut Kristiawan, dalam manajemen humas, ada
beberapa asas yang harus diperhatikan:
a. Objektif dan resmi. Artinya, setiap informasi yang
dikeluarkan tidak bertentangan dengan kebijakan
yang dilaksanakan serta merupakan informasi resmi
dari instansi pendidikan bersangkutan.
b. Memiliki kerja organisasi yang tertib, disiplin, dan
efektif sehingga hubungan dengan masyarakat juga
berjalan dengan efektif.

45 Wildan Zulkarnain dan Raden Bambang Sumarsono, Manajemen

Perkantoran Profesional (Malang: Gunung Samudera, 2015), hlm. 2.

24 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


c. Setiap informasi yang dikeluarkan lembaga
pendidikan diupayakan dapat mendorong keinginan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi sekaligus
memberikan dukungan kepada masyarakat.
d. Informasi dari humas harus bersifat konsisten
sehingga masyarakat selalu memperoleh informasi
baru atau sesuai dengan kebutuhan mereka.
e. Respons masyarakat harus diperhatikan dengan
sepenuhnya.46

8. Manajemen Unit Penunjang


Untuk mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga
pendidikan tidak hanya memerlukan perangkat pembelajaran
seperti halnya buku dan media pembelajaran lainnya. Tetapi di
samping itu, juga memerlukan unit-unit penunjang lainnya yang
secara langsung maupun tidak langsung mendukung
tercapainya tujuan pendidikan.
Sebagaimana dalam manajemen lainnnya, manajemen unit
penunjang juga harus dikelola melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Beberapa hal
yang dapat dikategorikan sebagai unit penunjang pendidikan
antara lain bimbingan dan konseling, perpustakaan, UKS,
olahraga, Pramuka, dan sebagainya.47
Unit penunjang biasanya juga disebut unit layanan khusus.
Unit ini merupakan upaya yang tidak secara langsung berkaitan
dengan proses belajar mengajar di dalam kelas, tetapi pihak
sekolah memberikannya kepada peserta didik dengan tujuan
agar mereka semakin optimal menjalankan proses belajarnya.

46 Muhammad Kristiawan, Manajemen Pendidikan…., hlm. 11-12.


47 Cucun Sunaengsih, Op.Cit, hlm. 5.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |25


Kristiawan mengidentifikasi beberapa unit penunjang atau
layanan khusus yang perlu diberikan kepada peserta didik,
antara lain perpustakaan, UKS, kafetaria, keamanan sekolah
atau sekuriti, serta tempat ibadah. Sekalipun unit-unit tersebut
tidak berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di
dalam kelas, tetapi pengadaannya harus dikelola dengan efektif
dan efisien berdasarkan prinsip manajemen yaitu melalui
proses perencanaan yang matang, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan.48

9. Manajemen Ekstrakurikuler
Tercapainya tujuan pendidikan tidak sepenuhnya
ditentukan oleh proses belajar mengajar di dalam kelas. Tetapi,
berbagai kegiatan bersifat mendidik yang diselenggarakan di
luar kelas juga menjadi penunjang bagi keberhasilan
pendidikan itu sendiri. Salah satunya adalah kegiatan
ekstrakurikuler.
Sekalipun kegiatan ekstrakurikuler tidak berkaitan
langsung dengan proses belajar mengajar di dalam kelas, tapi
kegiatan tersebut dapat memberikan peluang kepada peserta
didik untuk memperkaya identitas dan sekaligus meningkatkan
kapasitas belajar mereka.49
Manajemen ekstrakurikuler perlu dikelola melalui proses
perencanaan yang matang, pengorganisasian, pelaksanaan,
serta pengawasan yang tepat sehingga dapat memberikan hasil
yang optimal bagi peserta didik. Dalam lembaga pendidikan
Islam, kegiatan ekstrakurikuler yang perlu mendapat perhatian

48Muhammad Kristiawan, Op.Cit, hlm. 12.


49 A. Mappadjanti Amien, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan
Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2005), hlm. 383.

26 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


adalah kegiatan ekstra dalam bidang keagamaan atau
keislaman.
Namun demikian, dalam membuat rencana pengelolaan
kegiatan ekstrakurikuler, terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan:
a. Kegiatan ekstrakurikuler harus individual dalam arti
disesuaikan dengan potensi, bakat, dan minat masing-
masing peserta didik.
b. Kegiatan ekstrakurikuler bersifat pilihan atau sesuai
dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh
peserta didik.
c. Kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan
peserta didik secara penuh.
d. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana
yang disukai dan menggembirakan.
e. Dapat membangun semangat peserta didik untuk
bekerja dengan baik dan berhasil.
f. Memiliki kemanfaatan sosial.
g. Kegiatan ekstrakurikuler dapat mengembangkan
kemampuan dan tanggung jawab sosial bagi peserta
didik.
h. Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu mengem-
bangkan potensi peserta didik untuk kesiapan karier
masa depan mereka.50

Ruang lingkup manajemen tersebut di atas merupakan


komponen-komponen yang saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain, untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka manajemen dalam ruang lingkup

50 Trianto Ibnu Badar at-Taubany dan Hadi Suseno, Desain


Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah (Depok: Kencana, 2017), hlm.
353.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |27


manajemen tersebut harus sama-sama dikelola dengan tepat
dan seimbang sehingga dapat memberikan hasil yang efektif
dan efisien.

28 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


BAB II
TINJAUAN KRITIS MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM

A. Problem Manajemen Pendidikan Islam Klasik


Terjadinya problem manajemen pendidikan Islam klasik bukan
hanya berkaitan dengan belum dijalankannya fungsi-fungsi
manajemen dalam seluruh ruang lingkup manajemen
pendidikan. Tetapi, problem tersebut adakalanya juga berakar
pada sikap masyarakat Islam, termasuk pengelola pendidikan,
terhadap lembaga pendidikan Islam itu sendiri.
Menurut Maesaroh Lubis, pendidikan Islam tidak dapat
dilepaskan dari persoalan-persoalan yang yang melingkupi-
nya,51 yang salah satunya berkaitan dengan keberadaan
masyarakat di dalamnya. Karena itu, membicarakan problem
lembaga pendidikan Islam, mau tidak mau, kita harus
meletakkan keberadaan lembaga pendidikan Islam dalam
kerangka kehidupan masyarakat.
Di tengah-tengah masyarakat, lembaga pendidikan Islam
terkadang masih dipandang secara dikotomis. Artinya, lembaga
pendidikan Islam hanya dipahami sebagai lembaga yang lebih
memprioritaskan pendidikan agama, hanya konsen
mengajarkan aspek ibadah, serta berorientasi pada kehidupan
ukhrawi dan terlepas dari kepentingan duniawi.
Namun demikian, paradigma yang dikotomis terhadap
keberadaan lembaga pendidikan Islam tersebut, satu sisi, juga

51 Maesaroh Lubis, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Tasikmalaya: Edu

Publisher, 2018), hlm. 12

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |29


merupakan problem historis. Dengan kata lain, paradigm
tersebut dibentuk oleh sejarah perkembangan dan praktik
pendidikan Islam sendiri di Indonesia.
Secara historis, praktik pendidikan Islam di Indonesia
sudah berlangsung sejak masuknya agama Islam ke negara
kepulauan ini.52
Menurut Mohammad Kosim, kendati praktik pendidikan
Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke
Nusantara sekitar 15 abad yang lampau, namun kajian
pendidikan Islam di Indonesia sendiri masih terbatas, baik dari
aspek filosofis, sosiologis, dan historis.53
Hal senada juga diungkapkan oleh Azyumardi Azra, yang
mengatakan bahwa kajian kependidikan Islam di Indonesia
belum tergarap secara serius dalam bidang studi Islam lainnya.
Dengan demikian, dapat dipahami jika pemikiran kependidikan
Islam tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan.54
Meskipun kajian sejarah pendidikan Islam di Indonesia
oleh sebagian kalangan dipandang masih belum cukup
memadai, tapi keadaan itu tidak menyurutkan para akademisi
untuk terus mengkaji seperti apa praktik, sejarah, dinamika,
termasuk manajemen pendidikan Islam di Nusantara dari
waktu ke waktu.

52 Selama ini, terdapat beberapa teori berkenaan dengan masuknya

Islam di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara


oleh para pedagang dari Gujarat dan Malabar. Ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dan dibawa langsung dari Arab
oleh kaum sufi yang menjalankan dakwah Islam di Nusantara. Uraian lebih
rinci tentang masalah ini dapat dilihat dalam Azyumardi Azra, Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke-17 dan 18 (Bandung: Mizan,
1994), hlm. 24-36
53 Mohammad Kosim, “Kajian Historis Pendidikan Islam di Indonesia”,

Jurnal Tadris, Volume I. Nomor 1. (2006), hlm. 30-31


54 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju

Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 85

30 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Potret pendidikan Islam awal di Indonesia sebelum masa
penjajahan acap kali dikategorikan sebagai pendidikan
tradisional. Praktik pendidikan Islam di masa itu lebih
diarahkan untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, terutama
yang berkaitan dengan pemantapan keimanan dan praktik
ibadah. Sistem yang digunakan pada masa itu masih berupa
halaqah (pengenalan Islam) yang diselenggarakan di langgar
(surau) dan masjid sampai kemudian berdiri lembaga
pesantren yang waktu itu banyak berpusat di pedalaman-
pedalaman pedesaan.
Didirikannya lembaga pendidikan Islam berupa pesantren
di pedalaman pedesaan ini bukannya tanpa alasan. Sebelumnya,
praktik pendidikan Islam banyak dilakukan di kota-kota
pelabuhan. Hal ini dapat dipahami mengingat para penyebar
Islam yang masuk ke Indonesia sebagian besar banyak datang
melalui jalur perdagangan laut, sehingga daerah-daerah dekat
pelabuhan secara perlahan menjadi kota yang tidak saja
berfungsi sebagai pusat ekonomi, tapi sekaligus menjadi pusat
pendidikan Islam itu sendiri.55
Selanjutnya, ketika kota-kota pelabuhan yang menjadi
pusat kaum muslim dan pusat pendidikan Islam jatuh ke tangan
Portugis pada abad ke-16, proses penyebaran Islam yang
menandai praktik awal pendidikan Islam Nusantara ini beralih
ke daerah pedalaman. Di daerah pedalaman atau pedesaan
inilah, kemudian berkembang pesantren-pesantren sebagai
institusi pendidikan Islam di Indonesia.56

55 Hary J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit di Indonesia pada Masa

Pendudukan Jepang, terj. Daniel Dhakide (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), hlm.
28.
56 Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam (Bandung:

Mizan, 1986), hlm. 35.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |31


Menurut Nurhayati Djamas, kehadiran Belanda sejak abad
ke-16 tidak hanya membawa misi dagang, tapi sekaligus
menjalankan ekspansi politik kolonial mereka. Kenyataan
tersebut telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
masyarakat Indonesia, salah satunya terhadap dunia
pendidikan Islam.
Diterapkannya politik etis oleh pemerintah kolonial
Belanda pada abad ke-20 menjadi salah satu tonggak awal
terbentuknya sistem sekolah di Indonesia. Sejak itulah,
masyarakat Indonesia mengenal sistem sekolah dengan
pengetahuan umum sebagai muatan kurikulumnya. 57
Didirikannya lembaga pendidikan Islam berupa sekolah-
sekolah oleh Belanda ini juga merupakan awal bagi dimulainya
proses modernisasi pendidikan di Indonesia, termasuk
pendidikan Islam.
Berdasarkan kajian sejarah, sampai paruh kedua abad ke-
19, pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan di
masjid dan pesantren masih merupakan lembaga pendidikan
yang dominan bagi masyarakat Indonesia. Tapi secara perlahan,
mulai terjadi pergeseran terutama sejak diperkenalkannya
model pendidikan sekolah yang dirancang oleh pemerintah
Belanda. Terjadinya pergeseran ini, dalam pandangan
Azyumardi Azra, merupakan awal dari terbentuknya dualisme
pendidikan bagi masyarakat Indonesia yang bersifat dikotomis
(agama dan umum).58
Terjadinya dualisme sistem pendidikan di Indonesia ini
diakibatkan oleh perkembangan dan perluasan lembaga
pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh kalangan Islam

57Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca

Kemerdekaan (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 10.


58 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam…., hlm. 97.

32 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pribumi di satu sisi dan didirikannya sekolah-sekolah umum
oleh pemerintah Belanda di sisi yang lain.
Terciptanya dualisme sistem pendidikan Islam di
Indonesia pada waktu itu bukan sekadar melahirkan muatan
pengetahuan yang berbeda, tapi juga menjadi faktor penyebab
lahirnya produk pendidikan dengan corak dan orientasi yang
berbeda pula. Bahkan, menurut Nurhayati, keduanya cenderung
berhadapan sebagaimana dua faksi yang berbeda, di mana
lembaga pendidikan Islam melahirkan para ahli bidang
keislaman namun minim pengetahuan umum, sementara
sekolah umum melahirkan ahli dalam pengetahuan umum tapi
minim ilmu keislaman.59
Cara pandang yang dikotomis terhadap keberadaan
lembaga pendidikan Islam ini, menurut Hambali dan Mu’alimin,
merupakan problem yang sebenarnya sangat klasik. Meskipun
demikian, saat ini tidak menutup kemungkinan ada sebagian
masyarakat, termasuk sebagian pengelola lembaga pendidikan
Islam, yang masih memiliki cara pandang seperti itu.60
Akibat cara pandang yang dikotomis seperti itu, sebagian
lembaga pendidikan Islam terkadang dijalankan tanpa
pengelolaan yang optimal. Sebab, hal yang menjadi prioritas
adalah bagaimana proses transfer pengetahuan tentang ajaran-
ajaran keisalaman bisa tetap berjalan secara rutin tanpa ada
inoovasi yang berarti.
Selain berkaitan dengan cara pandang yang dikotomis,
problem yang dihadapi lembaga pendidikan Islam adalah
menyangkut manajemen atau pengelolaan pendidikan Islam itu

59 Nurhayati Djamas, Op.Cit, hlm. 13.


60 Hambali dan Mu’alimin, Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer:
Stretagi Pengelolaan dan Pemasaran Pendidikan Islam di Era Industri 4.0
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2020), hlm. 69.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |33


sendiri. Hemat penulis, secara garis besar, problem manajemen
pendidikan Islam klasik menyangkut tiga masalah utama:

1. Problem Manajemen Kepemimpinan


Faktor kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam
juga menjadi problematika tersendiri yang dihadapi lembaga
pendidikan Islam klasik. Secara umum, kepemimpinan
merupakan persoalan yang esensial dalam Islam. Hal ini tersirat
salah satunya dalam sabda Rasulullah saw., kullukum ra’in wa
kullukum mas`ulun ‘an raiyyatihi (setiap diri kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggung-
jawabannya.61
Dengan menempatkan setiap individu sebagai pemimpin,
maka terkandung sebuah pesan bahwa setiap manusia dituntut
agar mampu menjalankan tugas kepemimpinan atas dirinya
dengan sebaik-baiknya. Sebab, mereka kelak akan diminta
pertanggungjawaan atas kepemimpinan yang dipikulnya.
Apabila setiap individu memiliki keharusan untuk
memimpin dirinya sendiri dengan baik dan benar, tentu
demikian halnya dengan kepemimpinan dalam sebuah
organisasi. Termasuk kepemimpinan dalam lembaga
pendidikan Islam.
Dalam lembaga pendidikan Islam, kepemimpinan
dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada manusia, tetapi
yang tidak kalah penting adalah pertanggungjawaban kita
kepada Allah Swt. Spirit inilah yang menjadikan kepemimpinan
dalam lembaga pendidikan Islam harus benar-benar dijalankan
dengan sebaik-baiknya sebagai bentui ketundukan kita kepada
Sang Pencipta atas amanah kepemimpinan yang dibebankan
kepada kita.

61 HR. Al-Bukhari: 4789

34 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Masalahnya, sampai saat ini, lembaga pendidikan Islam
masih memiliki problem kepemimpinan yang harus dibenahi.
Tidak sedikit lembaga pendidikan Islam manajemen
kepemimpinannya kurang ideal sehingga tidak mampu
menjalankan tuagsnya dengan efektif.62 Upaya ini penting
dilakukan, sebab membiarkan problem kepemimpinan dalam
lembaga pendidikan Islam terus berlarut-larut akan
berimplikasi pada terganggunya pengelolaan pendidikan secara
umum.
Problem kepemimpinan dalam manajemen pendidikan
Islam dapat dikatakan sebagai problem yang lebih bersifat
filosofis. Dalam manajemen pendidikan Islam klasik, makna
kepemimpinan lebih banyak didasarkan pada pemahaman
bahwa yang disebut pemimpin adalah mereka yang dianugerahi
sifat-sifat unggul dan istimewa yang menjadikannya berbeda
dari orang lain.63 persepsi kepemimpinan seperti ini, secara
tidak langsung, mengandung pemahaman bahwa seorang
pemimpin harus mampu memberikan pengaruh serta dapat
membawa orang lain kepada kondisi tertentu yang
dikehendaki.
Kepemimpinan seorang kiai dalam lembaga pendidikan
pesantren, barangkali merupakan contoh yang tepat dalam hal
ini. Seorang kiai dipandang layak dan pantas untuk dijadikan
sebagai pemimpin karena ia dianggap memiliki keistimewaan
dan keunggulan dibanding orang lain.
Akan tetapi, kepemimpinan dalam pendidikan Islam,
idelanya, tidak hanya didasarkan pada aspek berupa adanya

62 Abdur Rauf, “Transformasi dan Inovasi Manajemen Pendidikan Islam”.

Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2,


(November 2016), hlm. 335.
63 Muhaimin, Manajemen Pendidikan Islam: Aplikasinya dalam
Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah (Jakarta:
PrenadaMedia Group, 2015), hlm. 29.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |35


sifat keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki suatu
individu. Sebab, saat ini, kepemimpinan juga bisa ditentukan
oleh tuntutan-tuntutan situasional serta dapat diserahkan
kepada mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan
langkah revolusioner dan mampu bersifat adaptif terhadap
perkembangan zaman.
Merujuk pada hasil penelitian Mastuhu, bahwa
kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam terkadang
masih memperlihatkan adanya pola kepemimpinan yang
sentralistik, otoriter, dan karismatik,64 serta lebih
mempertimbangkan popularitas ketokohan seseorang. Pola
kepemimpinan seperti ini, kemunginan besar, dipengaruhi oleh
pemahaman kepemimpinan klasik yang mengartikan bahwa
pemimpin adalah mereka yang memiliki sifat unggul dan
istimewa yang menjadikannya berbeda dengan orang lain.
Untuk mengatasi problem tersebut, sudah saatnya
kepemimpinan dipahami sebagai cara menghadapi peranan
organisasi pendidikan sehingga dapat menjembatani
terlaksanya langkah-langkah pengelolaan manajemen
pendidikan secara menyeluruh.65 Sehingga, dengan demikian,
diperlukan manajemen kependidikan yang benar-benar
memahami tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan
dalam mewujudkan manajemen pendidikan yang efektif secara
menyeluruh demi tercapainya cita-cita pendidikan yang
optimal.

64Mastuhu, Modernisasi Pondok Pesantren (Jakarta: INIS, 1998) hlm. 22.


65 Muh. Hambali, “Kepemimpinan Berbasis Core Values Sekolah
Unggulan di Malang”. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume
2, Nomor 1, (Mei 2017), hlm. 23.

36 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


2. Problem Manajemen Stokeholder
Persoalan klasik lembaga pendidikan Islam yang masih
terasa sampai saat ini adalah kemampuan melakukan
pengelolaan terhadap stakeholder. Sebuah lembaga pendidikan
Islam akan sangat sulit berkembang apabila tidak memiliki
kemampuan menciptakan perubahan yang siginifikan seiring
perkembangan zaman.
Tetapi, untuk dapat melakukan perubahan, lembaga
pendidikan Islam harus terlebih dahulu memahami kebutuhan
dan harapan stakeholder yang melingkupinya. Menurut
Muhaimin, kemampuan sebuah organisasi dalam memahami
harapan dan kebutuhan stakeholder merupakan faktor penting
yang dapat menentukan berjalan atau tidaknya suatu
organisasi. Termasuk lembaga pendidikan.66
Tanpa memahami kebutuhan dan harapan stakeholder-nya,
sebuah lembaga pendidikan Islam tidak sekadar mengalami
kelambanan dalam merespons harapan masyarakat seiring
perkembangan zaman. Tetapi, problem tersebut juga akan
berimplikasi pada terhambatnya proses manajemen pendidikan
Islam secara umum dan menghambat tercapainya tujuan
pendidikan.
Perlunya lembaga pendidikan Islam, seperti halnya
madrasah dan pesantren, memahami kebutuhan dan harapan
stakeholder-nya tidak lain karena keberadaan lembaga
pendidikan Islam bukan lagi semata-mata bertujuan
memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mempelajari
ilmu keislaman. Menurut Karni, lembaga pendidikan Islam saat
ini sudah menjadi aktivitas manusiawi dengan tujuan
meningkatkan peluang serta kemampuan masyarakat agar

66 Muhaimin, Manajemen Pendidikan Islam…., hlm. 23-24

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |37


dapat membantu tercapainya tujuan hidup secara luas. 67
Karena itu, keberadaan lembaga pendidikan Islam terkait
dengan bagaimana memahami kebutuhan dan harapan
stakeholder ini mengharuskan dirumuskannya manajemen
strategi oleh setiap lembaga itu sendiri. Sementara, perlunya
manajemen staregi oleh setiap lembaga pendidikan Islam tidak
dapat dilepaskan setidaknya oleh dua faktor penyebab, yaitu
ketatnya persaingan antarlembaga pendidikan dan semakin
banyaknya tuntutan masyarakat atau stakeholder seiring
perkembangan zaman.68 Dua faktor ini merupakan situasi yang
akan terus dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam yang
seandainya tidak disikapi dengan tepat, bukan tidak mungkin
lembaga pendidikan Islam akan semakin ditinggalkan oleh
masyarakat.
Persoalannya adalah lembaga pendidikan Islam klasik
terkadang mengabaikan tuntutan stakeholder-nya. Maka tidak
mengherankan kemudian bila sebagian masyarakat
memandang lembaga pendidikan Islam tradisional yang sulit
menghadapi perkembangan zaman dan memenuhi tuntutan
masyarakat.

3. Problem Manajemen Pembelajaran


Masalah pembelajaran dalam lembaga pendidikan Islam
juga kerap menjadi sasaran kritik dari banyak pakar. Padahal,
aspek ini dapat dikatakan merupakan bagian yang paling
penting dari seluruh proses pendidikan itu sendiri.
Pembelajaran berkaitan erat dengan proses belajar mengajar.
Karena itu, antara belajar, mengajar, dan pembelajaran harus

67 Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam

(Bandung: Mizan, 2009), hlm. 411.


68

38 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


berlangsung secara bersamaan.69 Ketika pembelajaran tidak
dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka tujuan yang
diharapkan akan sangat tercapai.
Salah satu persoalan pembelajaran yang masih sering
ditemukan di lembaga pendidikan Islam klasik antara lain
adalah dominannya penggunaan metode ceramah yang
dilakukan oleh guru sehingga proses transfer ilmu lebih
mendominasi dalam seluruh aktivitas pembelajaran. Dengan
metode seperti itu, guru terkesan lebih berposisi sebagai
sentral daripada mitra peserta didik. dalam materi-materi
tertentu, metode pengajaran semacam itu memang diperlukan,
meskipun tetap diperlukan adanya inovasi dan kreativitas
masing-masing pendidik sehingga tujuan pendidikan dapat
tercapai.
Dari pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
problem pembelajaran yang terdapat dalam lembaga
pendidikan Islam adalah berkaitan dengan kurangnya
kemampuan dan profesionalitas tenaga pengajarnya. 70 Problem
ini pula yang menjadikan pendidikan Islam kerap dipandang
sebagai proses indoktrinatif terhadap peserta didik.
Menurut Moh. Wardi, problem pembelajaran yang dihadapi
lembaga pendidikan Islam klasik secara umum dapat dilihat
sebagai bagian dari problematika landasan epistemologi
pendidikan Islam itu sendiri.71 Padahal, dalam struktur
bangunan pengetahuan, landasan epistemologi merupakan
pijakan utama yang memberikan pemahaman tentang dari

69 Tulus Musthofa, Agung Setyawan, dan Ja’far Shodiq, “Manajemen


Pembelajaran Bahasa Berbasis Integrasi-Interkoneksi Menuju World Classs
University”. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor
1 (Mei 2016), hlm. 118.
70 Maesaroh Lubis, Op.Cit, hlm. 15.
71 Moh. Wardi, “Problem Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya”.

Jurnal Tadris, Volume 8, Nomor 1, (Juni 2013), hlm. 58.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |39


mana ilmu pengetahuan diperoleh dan bagaimana cara
mendapatkannya.
Lemahnya pemahaman akan landasan epistemologi ini
menjadikan proses pembelajaran dalam pendidikan Islam
melahirkan problem lainnya, antara lain:
a. Pendidikan Islam acap kali dipandang sebagai
pendidikan tradisional dan konservatif karena
lemahnya penggunaan metodologi pembelajarannya
yang kurang menarik.
b. Pendidikan Islam dipandang kurang namun mampu
mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif
menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan
dalam diri seseorang lewat berbagai media dan cara.
c. Metodologi pengajaran dipandang konvensional karena
menitikberatkan pada aspek korespondensi-tekstual
dan menekankan kemampuan menghafal daripada
merangsang anak didik menghadapi isu-isu yang ada di
era modern.72
Berangkat dari problem inilah, maka manajemen
pembelajaran di lingkungan pendidikan Islam perlu
dikembangkan dengan terlebih dahulu memahami aspek
ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari konsep pendidikan
Islam itu sendiri.
Ketiga problem manajemen tersebut merupakan persoalan
yang paling banyak dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kepemimpinan yangt tidak dapat menjalankan fungsi-fungsi
manajemen dalam dunia pendidikan menyebabkan efektivitas
pengelolaan seluruh ruang lingkup manajemen pendidikan
kurang optimal. Sementara, kurangnya memahami kemauan

72 Ibid, hlm. 59-60.

40 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dan harapan masyarakat sebagai stakeholder pendidikan
menjadikan pendidikan seperti berjalan di tempat. Hal ini juga
berimbas pada tidak adanya inovasi dan kreasi dalam proses
pembelajaran sehingga menjadikan lembaga pendidikan Islam
kerap dipandang tradisional dan konservatif.

B. Problem Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer


Meskipun pada awalnya terjadi dualisme dan paradigm yang
dikotomis dalam sistem pendidikan Islam (agama-umum),
tetapi sejak awal abad ke-20, problem tersebut perlahan mulai
mencair. Hal ini seiring dengan diintroduksinya mata pelajaran
umum, seperti membaca huruf Latin, ilmu bumi, dan ilmu
umum lainnya ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Meskipun
demikian, dalam kenyataannya, ilmu pengetahuan agama Islam
masih tetap diutamakan.
Tetapi, walaupun demikian, pendidikan Islam di Indonesia
yang awalnya menitik beratkan pada kajian keisalaman, mulai
berubah. Kurikulum dan mata pelajaran umum mulai
diperkenalkan, termasuk di pesantren. Dan perubahan ini
sebenarnya juga merupakan akibat dari interaksi yang makin
intens antara umat Islam Indonesia dengan dunia luar beserta
sistem pendidikan yang mereka kenyam di luar sana.
Mahmud Yunus mengemukakan bahwa modernsasi
pendidikan Islam di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak
tahun 1931, seiring dengan lahirnya ide-ide pembaruan
pendidikan Islam oleh masyarakat pribumi sekembalinya
mereka belajar dari Timur Tengah, khususnya Makkah. 73 Hal ini
mengindikasikan bahwa modernisasi pendidikan Islam di
Indonesia bukan semata-mata dipengaruhi oleh didirikannya

73 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:

Hidakarya Agung, 1984), hlm. 198.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |41


sistem dan lembaga pendidikan berupa sekolah oleh Belanda.
Tapi juga dipengaruhi oleh persentuhan orang-orang pribumi
dengan dunia-dunia Islam sehingga berimplikasi terhadap
terjadinya pembaruan dalam sistem pendidikan Islam di masa
itu.
Seiring berjalannya waktu, pendidikan Islam di Indonesia
yang awalnya masih sangat tradisional kemudian bergeser dan
berubah menjadi pendidikan Islam yang modern.74 Perubahan
ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor dan unsur kemodernan
dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Hal itu ditandai
antara lain oleh:
Pertama, didirikannya lembaga pendidikan berupa
madrasah. Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam sebenarnya bukan hal yang baru. Lembaga pendidikan
madrasah mulai diperkenalkan sekitar abad ke-5 H, yaitu sejak
didirikannya Madrasah Nizhamiyan di Baghdad oleh penguasa
Nizham al-Muluk dari Dinasti Bani Seljuk pada tahun 459
H/1067 M. Berdirinya Madrasah Nizhamiyah ini kemudian
diikuti oleh kota-kota lain di Timur Tengah, seperti kota
Makkah dan Madinah. Di Makkah, madrasah yang mula-mula
didirikan adalah Madrasah al-Usrufiyah pada tahun 571

74 Di antara faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya modernisasi

pendidikan Islam di Indonesia adalah (1) diperkenalkannya sistem sekolah


oleh Belanda (2) kembalinya orang-orang pribumi ke Tanah Air setelah
mereka mengenyam pendidikan, terutama di Timur Tengah, khususnya
Makkah dan Madinah dan menggulirkan ide-ide pembaharuan Islam yang
berimplikasi terhadap dunia pendidikan Islam; (3) didirikannya lembaga
pendidikan berupa madrasah dengan sistem klasikal sebagaimana Belanda
mendirikan sekolah; (4) diintroduskinya ilmu pengetahuan umum di
madrasah dan pesantren; (5) tuntutan zaman yang meniscayakan masyarakat
untuk menguasai tidak saja ilmu agama, namun juga ilmu umum dan
keterampilan lainnya; (6)diintegrasikannya pendidikan Islam ke dalam sistem
pendidikan nasional. Lihat Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam….,
hlm. 15-30

42 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


H/1175 M atas prakarsa Afif Abdullah Muhammad al-Ursufi.75
Hemat penulis, didirikannya madrasah di Indonesia ini juga
tidak lepas dari pengaruh adanya madrasah di Makkah dan
Madinah, mengingat sebagian masyarakat pribumi ada yang
menimba ilmu di sana.
Kedua, diintegrasikannya ilmu umum ke dalam madrasah,
dan sebaliknya ilmu agama di sekolah umum. Terjadinya
integrasi ilmu-ilmu umum ke dalam lembaga pendidikan Islam,
seperti madrasah dan pesantren, juga menandakan terjadinya
proses modernisasi dalam pendidikan Islam. Dengan demikian,
lembaga pendidikan Islam dalam perkembangannya tidak
memokuskan diri pada pengajaran materi-materi keislaman an
sich. Di samping itu, lembaga pendidikan Islam juga mulai
terbuka untuk mempelajari disiplin ilmu pengetahuan umum
sebagaimana materi-materi itu sebelumnya banyak diajarkan di
sekolah-sekolah umum.
Menurut catatan sejarah, lembaga pendidikan Islam yang
mula-mula merintis langkah pengintegrasian ini adalah
Madrasah Mambul Ulum (memasukkan ilmu umum ke
madrasah) Surakarta dan Sekolah Adabiyah (memasukkan ilmu
agama ke sekolah yang menerapkan sistem persekolahan
Barat). Lembaga ini didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad di
Padang sekitar tahun 1915. Rintisan ini menurut Deliar Noer,
merupakan langkah awal pengintegrasian pendidikan Islam ke
dalam sistem persekolahan umum.76
Terjadinya integrasi ini, pada akhirnya, juga menginspirasi
lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, seperri pesantren.
Sehingga, materi pelajaran umum juga dipelajari dalam
lembaga pendidikan Islam tersebut. Beberapa pesantren yang

75 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, hlm. 62-63.


76 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia (Jakarta: LP3ES,
1980), hlm. 45.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |43


mulai melakukan proses pengintegrasian ini antara lain Pondok
Pesantren Tebu Ireng Jombang, Surau Jembatan Besi
Minangkabau, dan Sumatera Thawalib. Semua itu, menurut
Azyumardi Azra, merupakan bagian dari modernisasi
pendidikan Islam yang berlangsung sejak abad ke-20.77
Ketiga, modernisasi pendidikan Islam Indonesia juga
ditandai oleh adanya payung kebijakan pemerintah yang
menjadi landasan bagi terbentuknya Sistem Pendidikan
Nasional. Dengan adanya payung kebijakan tersebut, maka
lembaga pendidikan Islam juga memperoleh perhatian yang
sama dari pemerintah sebagaimana sekolah-sekolah lain,
terutama dalam mengembangkan kurikulum, aspek
kelembagaan, manajemen, kreativitas, materi, dan metode.
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka dikotomi antara
sistem pendidikan Islam dan persekolahan umum yang
mengadopsi Barat dapat terjembatani,78meskipun di tengah-
tengah masyarakat sendiri persepsi tentang adanya pendidikan
agama dan umum masih dapat ditemukan hingga saat ini.
Setelah masa kemerdekaan hingga masa reformasi,
kebutuhan umat Islam Indonesia terhadap pendidika semakin
meningkat. Hal ini secara tidak langsung menuntut pemerintah
dan praktisi pendidikan mengapresiasi kebutuhan tersebut.
Salah satunya, dengan semakin memodernisasi sistem
pendidikan nasional, termasuk dalam sistem pendidikan Islam.
Menurut Marwan Saridjo, perlunya untuk terus melakukan
modernisasi pendidikan itu dilatarbelakangi oleh fungsi
pendidikan pada masyarakat yang semakin modern, yang
meliputi sosialisasi, pembelajaran, dan pendidikan (education).

77Azyumardi Azra, “Pembaharuan Pendidikan Islam, Sebuah Pengantar,”


dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Amisco, 1996), hlm. 12.
78

44 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan merupakan wahana
integrasi bagi anak untuk mencapai dan menempati kedudukan
sosial ekonomi tertentu.
Karena itu, pendidikan diarahkan untuk membekali
peserta didik dengan kualifikasi tertentu agar dapat men-
jalankan peran sosial ekonominya di masyarakat. Sementara
fungsi pendidikan dalam bentuk edukasi merupakan wahana
untuk menciptakan kelompok yang elite yang akan mem-
berikan sumbangan besar bagi kelangsungan pembangunan
masyarakat. Untuk mencapai ketiga fungsi dan tujuan
pendidikan itu, maka pendidikan, dalam proses modernisasi,
mengalami perubahan-perubahan fungsional dan perubahan
sistem.79
Dari sini, dapat digarisbawahi bahwa pendidikan Islam di
Indonesia sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21 ini
mengalami banyak sekali perubahan. Perubahan-perubahan itu
menyangkut aspek kelembagaan, manajemen, sistem pen-
didikan yang diterapkan, pola atau model pendidikan, dan
seterusnya. Perubahan-perubahan itu merupakan sesuatu yang
wajar. Selain karena mengikuti peraturan dan kebijakan
pemerintah, hal itu juga dipengaruhi oleh tuntutan masyarakat
muslim dan paradigma mereka terhadap pendidikan.
Bahkan, perubahan itu juga banyak dipengaruhi oleh
makin instensifnya interaksi masyarakat muslim Indonesia
dengan dunia luar, baik sejak masa kolonial hingga saat ini. Dari
interaksi itulah, kemudian muncul gagasan untuk semakin
memodernisasi pendidikan Islam yang menuntut keselerasan
dengan perkembangan zaman. Situasi itulah kemudian yang
menandai lahirnya pemikiran pendidikan Islam kontemporer
Indonesia.

79 Marwan Saridjo, Op.Cit, hlm. 3-4.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |45


Implementasi dari pemikiran pendidikan Islam kontem-
porer Indonesia ini dapat ditandai oleh beberapa perubahan
mendasar. Pertama, terjadinya perubahan kelembagaan mulai
dari pesantren, madrasah, hingga berdirinya sekolah-sekolah
Islam unggulan. Kedua, diutamakannya penguasaan sains dan
keterampilan teknologi. Ketiga, tersedianya infrastruktur
pendidikan yang modern dan canggih untuk mendukung
tercapainya tujuan yang diharapkan. Keempat, terbentuknya
sistem klasikal dan metode pendidikan baru. Kelima,
berubahnya bentuk hubungan antara guru dan murid, dari yang
semula personal (intruktif) menjadi formal (fasilitatif). Keenam,
berubahnya otoritas kiai ke manajemen pendidikan terkini. 80
Ketujuh, berdirinya perguruan tinggi Islam dengan berbagai
konsentrasi keilmuan serta tenaga pengajar profesional dengan
latar belakang pendidikan mereka yang beragam, modern, dan
lulusan luar negeri.
Meskipun demikian, ada problem dan tantangan tersendiri
yang dihadapi lembaga pendidikan Islam di Indonesia di zaman
modern seperti sekarang. Menurut Ali Maksum, berdirinya
pendidikan modern saat ini justru memunculkan lahirnya
ketidakpuasan paradigma modern.81 Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa berdirinya pendidikan modern sekarang ini
dengan segala aktivitasnya justru dipandang masih belum
mampu menyelesaikan persoalan manusia. Bahkan, terkadang
sangat bertolak belakang dengan persoalan kemanusiaan itu
sendiri.
Kemudian, terkait dengan pendidikan Islam, meskipun saat
ini tidak sedikit lembaga pendidikan Islam yang mengadopsi

80Nurhayati Djamas, Op.Cit, hlm. 195-206.


81 Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhaendi, Paradigma Pendidikan
Universal di Era Modern dan Post-Modern: Mencari Visi “Baru” Atas “Realitas
Baru” Pendidikan Kita (Yogyakarta: IRCiSoD, 2004), hlm. 13.

46 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


ide-ide modernisasi dalam seluruh aktivitasnya, tetapi hal itu
belum bisa mewujudkan hasil yang memuaskan. Salah satu
problem kontemporer yang menghantui lembaga pendidikan
Islam saat ini adalah terkait dengan paradigm tentang
pendidikan Islam.
Salah satu pertanyaan yang menjadikan kajian paradigma
pendidikan Islam ini selalu relevan adalah ke mana arah
pendidikan Islam di masa depan akan dibawa?
Fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa
terkadang pendidikan Islam cenderung mengikuti begitu saja
arus perubahan yang terjadi. Kenyataan ini, cepat atau lambat,
pada akhirnya akan membuka peluang bagi hilangnya jati diri
pendidikan Islam. Pendidikan Islam hadir hanya sebagai
pengikut arus perubahan, namun tidak dapat memainkan dan
memberikan peranan yang aktif dalam arus perubahan dan laju
modernisasi yang ada.
Pada saat pendidikan Islam hanya mampu menjadi
pengikut dari arus modernisasi tanpa bisa memainkan peranan
yang aktif di dalamnya, maka upaya pengelolaan pendidikan
Islam hanya disibukkan untuk mengurusi hal-hal yang sifatnya
teknis belaka. Adapun hal yang menjadi perhatian utama para
pengelola pendidikan Islam kemudian bukan lagi mem-
pertimbangkan aktivitas pendidikan yang lebih substansial dan
esensial. Tetapi justru sekadar fokus pada bagaimana
menyiapkan lulusan pendidikan Islam agar bisa juga dipakai
sesuai dengan tuntutan industri global.
Berangkat dari uraian di atas, maka problem mendasar
yang dihadapi lembaga pendidikan Islam di era kontemporer
seperti sekarang ini adalah terjadinya pergeseran pemahaman
di kalangan pengelola pendidikan tentang tujuan substansial
dan esensial dari pendidikan Islam itu sendiri. Terjadinya

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |47


pergeseran ini akan memengaruhi pengelolaan pendidikan
Islam secara keseluruhan.
Oleh karena itu, para pengelola pendidikan Islam perlu
merumuskan kembali tujuan pendidikan Islam. Meskipun
pendidikan Islam sudah dikelola secara modern, tapi jika
tujuan-tujuannya dibiarkan hanya mengikuti atau memenuhi
arus modernisasi, seperti menyiapkan lahirnya generasi yang
siap bersaing dalam dunia industrialisasi. Lebih dari itu, tujuan
pendidikan Islam juga menyangkut pada terciptanya perbaikan
kehidupan sosial, kehidupan umat, serta menjadikan peserta
didik selalu memiliki kesadaran aktual akan kehadiran Allah
dalam setiap langkah, perilaku, dan pilihan hidupnya.82 Dengan
tujuan seperti itu, pendidikan Islam diharapkan agar tetap
dapat mempertahankan jati dirinya sebagai upaya
memanusiakan manusia, dan bukannya menjadikan manusia
sekadar sebagai mesin-mesin industri.
Abdurrahman Saleh Abdullah merumuskan bahwa ada
empat tujuan dalam pendidikan Islam. Pertama, pendidikan
Islam bertujuan mengembangkan potensi akal atau intelegensi
manusia melalui serangkaian upaya menemukan kebenaran,
sebab-sebab, serta tanda-tanda kekuasaan Allah serta
menangkap pesan dari setiap ayat-ayat-Nya sehingga
membawanya kepada keimanan kepada Sang Pencipta. Tujuan
ini, di dalamnya, terkandung tahap pencapaian kebenaran
empiris sekaligus meta-empiris atau metafisika.
Kedua, pendidikan Islam bertujuan mendidik rohani
manusia. Artinya, pendidikan Islam itu harus dapat
meningkatkan jiwa kepasrahan atau kesetiaan kepada Allah
dan merealisasikan ajaran moral Islami sebagaimana pesan

82 Abdul Munir Mulkhan, “Manajer Pendidik dalam Rekonstruksi

Kesalehan Makrifat”. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volome


1, Nomor 1, (Mei 2016), hlm. 2.

48 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


moral dalam al-Qur’an serta yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad saw. Ketiga, pendidikan Islam bertujuan
mengembangkan kecakapan jasmani, dalam arti harus mampu
mempersiapkan peserta didik sebagai generasi yang siap
menjalankan tugasnya sebagai khalifah berdasarkan pada
dimilikinya kecakapan dan keterampilan fisik. Keempat,
pendidikan Islam bertujuan mengembangkan kecakapan sosial,
yaitu terbentuknya manusia yang kuat secara rohani, cerdas
secara akal, terampil, serta dapat memanfaatkan semua potensi
yang dimilikinya untuk dapat memberikan manfaat bagi sesama
manusia dan lingkungannya.83
Dalam konteks yang lebih modern, Ali Asraf, dalam Horison
Baru Pendidikan Islam, merumuskan enam tujuan pendidikan
yang harus dipahami oleh pengelola pendidikan Islam. Pertama,
pendidikan Islam bertujuan mengembangkan wawasan
spiritual sekaligus pemahaman rasional tentang Islam dalam
konteks kehidupan yang semakin modern.
Kedua, pendidikan Islam bertujuan membekali peserta
didik dengan pengetahuan dan kebajikan, pengetahuan praktis,
kesejahteraan, lingkungan sosial, bahkan pembangunan
nasional. Ketiga, pendidikan Islam bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik agar percaya diri dalam menghargai
dan membenarkan kebudayaan Islam sebagai kebudayaan yang
lebih tinggi dari kebudayaan lain melalui pemahaman yang
mendalam terhadap kebudayaan Islam itu sendiri.
Keempat, pendidikan Islam bertujuan memperbaiki
dorongan serta motivasi peserta didik untuk mengetahui norma
Islam yang salah dan meninggalkannya. Kelima, pendidikan
Islam bertujuan melatih kemampuan peserta didik agar

83 Abdurrahman Saleh Abdullah, Educational Theory: Qur’anic Outlook

(Makkah: Ummul Qura Universiy, 1982), hlm. 119.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |49


sanggup berpikir logis, hipotesis, dan sistematis berdasarkan
semangat memperoleh kebenaran sebagaimana digariskan al-
Qur’an. Keenam, pendidikan Islam bertujuan mengembangkan
dan memperdalam kemampuan peserta didik dalam
berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.84
Dari uraian di atas, dapat penulis garis bawahi bahwa
problem yang dihadapi manajemen pendidikan Islam di era
kontemporer ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, ide-ide
modernisme yang dijadikan sebagai pijakan utama dalam
mengelola pendidikan Islam berpeluang besar menjadikan
lembaga pendidikan Islam kehilangan jati dirinya. Alih-alih
melahirkan melahirkan generasi yang kuat secara keimanan
dan keilmuan, pendidikan Islam justru hanya akan disibukkan
untuk berkompetisi menciptakan lulusan-lulusan yang sekadar
siap pakai, siap kerja dalam era industrialisasi yang modern
yang semakin mengglobal. Sejatinya berdampak pada
penddidikan karakter dan kecerdasan akal tidak paralel dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan
berkarakter jujur. Hal ini dapat dicermati dalam pembelajaran
yang lebih menekankan keberhasilan menguasai rumus-rumus
daripada mendalami nilai-nilai dalam membentuk karakter
kejujuran sebagai bekal menjalani kehidupan bersama.
Kedua, kurangnya pemahaman tentang tujuan pendidikan
Islam berpotensi menjadikan lembaga pendidikan Islam
kehilangan substansi dan esensinya. Akibatnya, berbagai upaya
modernisasi manajemen pendidikan Islam dilakukan hanya
untuk menjadikan lembaga pendidikan Islam semakin ‘laku’
dijual di tengah-tengah masyarakat. Tak hanya itu, berbagai
tuntutan kemauan, dan harapan masyarakat di era industri
seperti saat ini kerap disikapi secara tidak kritis. Hal ini

84 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan (Jakarta: Firdaus, 1989), hlm. 130.

50 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


mengakibatkan lembaga pendidikan Islam hanya menjadi
pengikut arus modernisasi tanpa bisa mewarnai di dalamnya.
Aspek realita di masyarakat, pola pembelajaran mulai bergeser
dari manual menuju era digital yang terkoneksi internet
manakala mencari sumber rujukan, tidak percaya kepada guru,
namun percaya pada jenis aplikasi.

C. Problem Manajemen Organisasi Pendidikan Islam


Problematika manajemen pendidikan Islam secara global dibagi
menjadi masa klasik dan masa kontemporer. Keduanya
menghadapi krisis eksistensi sebagai wadah berhimpun dalam
mengembangkan inovasi pendidikan Islam. Sejatinya,
organisasi pendidikan Islam merupakan sebuah wadah untuk
merancang pembentukan karakter yang memiliki daya tahan
dan daya saing untuk menghadapi masa depan.
Organisasi pendidikan Islam, dalam mewujudkan daya
tahan dan daya saing, meletakkan inovasi bukan sekadar pada
performa organisasi sebagai wadah, namun organisasi sebagai
proses membentuk karakter yang dilandasi filosofi bahwa
pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Bukan juga
menggeser eksistensi peran manusia dan digantikan
keceradasan buat berupa robot atau kecanggihan teknologi
komunikasi dan informasi.
Kedudukan kemajuan teknologi merupakan penunjang
peranan manusia dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen.
Lebih khusus lagi adalah masalah manajemen organisasi
pendidikan Islam. Manajemen menempatkan organisasi sebagai
wadah ekosistem yang menyelaraskan keragaman kebutuhan
anggota organisasi yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar
manusia sebagai makhluk individu maupun sosial. Kebutuhan

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |51


interaksi sosial melekat pada setiap manusia sebagai makhluk
sosial. Dalam perkembangan sejarahnya, manusia membentuk
kelompok-kelompok atau organisasi kemasyarakatan, termasuk
juga organisasi pendidikan.
Perkembangan pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan
dari kondisi kelembagaan dan bangunan tempat belajar yang
dimulai pada masa Rasulullah saw. dan pasca beliau. 85 Sejarah
mencatat nama-nama tempat yang mengalami perubahan dan
ruang lingkup materi yang merupakan cikal bakal lahirnya
inovasi pendidikan Islam dalam beragam bentuk organisasi
yang relevan pada zamannya, meskipun hal itu masih terbatas
pada fasilitas, seperti bangunan gedung, metode pembelajaran
serta kurikulum yang telah digunakannya.

No Nama Tempat Wilayah


Belajar

1 Dar al-Arqam Rasulullah saw. awalnya menggunakan


rumah Arqam bin Abi al-Arqam di al-
Safa
2 Masjid Setelah Hijrah ke Madinah, Rasulullah
saw. menggunakan Masjid Quba’
sebagai tempat pendidikan pertama
kalinya.
3 Shuffah Masjid Nabawi mempunyai Shuffah,
suatu tempat ibadah yang ber-
hubungan langsung dengan tempat
belajar dan juga tempat tinggal.
4 Kuttab Tempat ini didirikan oleh bangsa Arab
sebelum kedatangan Islam, dan

85

52 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


bertujuan memberi pendidikan kepada
anak-anak
5 Manzil Ulama Majelis ilmu ini berkembang di
dan Istana kalangan para ilmuwan, rumah Ibnu
Sina, Muhammad Ibnu Tahir Bahram,
dan Abu Sulaiman, serta di Khalifah
Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan.
6 Perpustakaan Khalifah Harun al-Rasyid mendirikan
Umum perpustakaan umum (Baitul Hikmah)
di Kota Baghdad.
7 Perpustakaan Perpustakaan ini dimiliki oleh para
Semi Umum khalifah atau raja-raja yang dibangun
dalam kompleks istana. Misalnya,
Kerajaan Fatimiyah mendirikan per-
pustakaan besar di Istana Kaherah
untuk menyaingi perpustakaan
khalifah-khalifah Baghdad (Abbasiyah).
8 Perpustakaan Perpustakaan ini biasanya bersifat
Khusus privat, seperti perpustakaan Hunain
Ibnu Ishaq.
9 Madrasah Tempat ini pengganti masjid yang tidak
mampu menampung kegiatan pem-
belajaran. Madrasah Baihaqiyah meru-
pakan madrasah madrasah pertama
yang didirikan oleh penduduk
Naisabur.

Nama-nama tempat belajar tersebut menggambarkan


bahwa setiap zaman mengalami perubahan organisasi
pendidikan, termasuk inovasi orientasi pendidikan Islam
bentuknya yang mempunyai karakteristik beragam di zaman
klasik. Keragaman ini mencirikan kebutuhan dasar organisasi

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |53


sebagai ekosistem terselenggaranya tujuan pendidikan Islam
secara holistik. Tujuan pendidikan bukan pada capaian yang
bersifat persial, yaitu kemahiran penguasaan konsep ilmu
pengetahuan dan keahlian vokasional. Namun, sejatinya, tujuan
pendidikan secara utuh adalah membentuk kepribadian yang
berkarakter kuat yang berbasis pada kedalaman pengetahuan
dan vokasi. Hal ini ditunjukkan saat Nabi Muhammad saw.
memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu melaksanakan tugas
menyempurnakan akhlak manusia. Ini artinya bahwa
pendidikan dan organisasi mempunyai relasi dalam mem-
bangun ekosistem pendidikan yang berbasis masyarakat yang
tidak dibatasi oleh standardisasi sistem pendidikan, seperti di
masa kontemporer saat ini. Organisasi pendidikan pada masa
Nabi saw. tidak lebih sebagai wadah dalam membentuk
ekosistem, suatu masyarakat yang beradab (madinah). Hal ini
ditunjukkan saat Nabi Muhammad saw. memulai tugasnya
sebagai rasul, yaitu melaksanakan tugas menyempurnakan
akhlak manusia melalui pendidikan Islam.
Organisasi pendidikan yang digunakan oleh Nabi
Muhammad saw. telah menggunakan rumah Al-Arqam bin al-
Arqam. Hal ini merupakan bentuk kesetiaan Al-Arqam kepada
Nabi Muhammad saw. Pilihan tempat ini juga didasarkan pada
aspek geografisnya karena terlindung dari ancaman kaum
Quraisy sehingga akan memberikan keamanan dan ketenangan
bagi kaum muslimin yang sedang mengadakan kegiatan dan
pertemuan untuk menerima pelajaran atau wahyu yang
disampaikan oleh Rasulullah saw.
Demikian juga, selama proses pendidikan di Madinah,
beliau membangun fondasi terlebih dahulu dalam melaksana-
kan dakwah Islam, yaitu dengan membangun membangun
masjid. Masjid Quba’ merupakan masjid pertama yang dijadikan
pusat pendidikan Rasulullah saw. setelah hijrah ke Madinah. Di

54 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


masjid inilah, beliau mengajarkan dan menyampaikan prinsip-
prinsip ajaran Islam.86 Masjid sebagai wadah transformasi nilai-
nilai pendidikan dalam membentuk kepribadian yang baik. saat
itu, masjid tidak sekadar tempat untuk kegiatan ritual
keagamaan, namun juga sebagai pusat organisasi yang
menyemaikan dasar-dasar bertauhid yang benar dan mengasah
kemampuan intelektual. Organisasi pendidikan merupakan
wadah pengembangan potensi agar mampu membaca logika
masa depan. Sebab, pendidikan merupakan investasi yang
hasilnya diperoleh dalam jangka waktu yang panjang. Aspek
yang dibutuhkan inovasi minimal mencakup aspek diferensiasi
mutu layanan jasa dan pembaruan teknologi sebagai penunjang
infrastruktur organisasi pendidikan Islam.
Aspek diferensiasi mutu layanan jasa adalah mendekatkan
standarisasi layanan organisasi pendidikan dengan harapan
stakeholder pendidikan. Organisasi pendidikan merupakan
wadah yang dinamis agar dapat merespons kebutuhan
masyarakat. Persoalan mendasar adalah meletakkan mindset
dari organisasi regulator menjadi organisasi layanan. Ini artinya
mengubah cara berpikir pengeola pendidikan dengan pengguna
pendidikan sehingga paralel dalam membuat standar layanan
yang mempunyai keunggulan, kekhususan, dan kegunaan.
Standar layanan tersebut mempunyai pembeda dari organisasi
pendidikan lainnya, yang diharapkan melahirkan ekosistem
baru.
Sedangkan, aspek pembaruan teknologi membantu akse-
lerasi organisasi pendidikan Islam dalam menyajikan layanan
pendidik yang semula manual menjadi digital. Sejatinya,
organisasi merupakan wadah interaksi sosial antara guru

86 Muhammad al-Sadiq Argun, Rasulullah SAW (Beriut: Dar al-Qalam,

1985), hlm. 33.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |55


dengan guru maupun guru dengan murid, dan tentunya juga
antara murid dengan murid, dan ditambah lagi dengan interaksi
itu terjadi di rumah masing-masing.87 Kedudukan teknologi itu
bukan utama, namun sebagai penunjang akselerasi organisasi
pendidikan agar dapat melampaui harapan masyarakat luas.
Saat ini kebutuhan organisasi pendidikan tidak sebagai-
mana yang terjadi pada zaman klasik yang cukup tersedia ruang
belajar yang sangat sederhana, baik sarana belajar, standar
kompetensi pendidik, dan tenaga kependidikan. Kebutuhannya
adalah kemampuan organisasi pendidikan melakukan inovasi
secara terus-menerus baik substansi materi yang relevan
dengan zamannya maupun performa kelembagaan yang unggul.
Kebutuhannya itu akan tercapai manakala penguasaan
teknologi yang mengalami lompatan-lompatan inovasi di dunia
industry yang bergerak pada layanan jasa, jika banyak
organisasi yang menjamur dalam menawarkan layanan jasa
yang beragam dan memilih segmentasi tertentu yang tidak
menjangkau semua lapisan ekonomi masyarakat. Hal itu
merupakan wadah dalam mempertahankan layanan jasa yang
spesifik dan diharapkan standar mutu sesuai dengan harapan
pengguna.
Demikian juga manajemen menganjurkan inovasi yang
konsisten fungsi-fungsinya dalam mengelola organisasi

87 Syafaruddin pun menguatakan bahwa dalam organisasi pendidikan

ada sejumlah orang yang berinteraksi. Di rumah tangga, peranan orang tua
sangat menentukan dalam membimbing anak. Secara kodrati orang tua
mengharapkan anak menjadi anak yang sholeh. Dalam pelaksanaan tanggung
jawabnya, maka ada interaksi edukatif antara orang tua dengan anak. Hal itu
dilakukan orang tua melalui kegiatan pembiasaan dan latihan, keteladanan
dalam perbuatan baik, nasihat kearah yang kebaikan, hukuman atas
kesalahan dan pelanggaran hukum serta aturan, dan pemberian hadiah
kepada yang berbuat baik melebihi harapan dan berprestasi. Lihat
Syafaruddin, Manajemen Organisasi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing,
2015), h. 66

56 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pendidikan. Setiap organisasi pendidikan berusaha menun-
jukkan diferensiasi standar mutu, berusaha menampakkan
kekhususan dalam kurikulum muatan lokal dan kegiatan
ekstrakurikuler nonakademik maupun keagamaan. Pengelola-
annya tentu merujuk pada orientasi pengembangan yang
dikehendaki, bagaimana pola mengemasnya dalam ekosistem
pembelajaran, serta fasilitas pembelajarannya.
Untuk itulah, bahwa inovasi sejatinya adalah melahirkan
kebaruan yang dapat mewujudkan diferensiasi standar mutu
layanan maupun penggunaan teknologi sebagai akselerasi
efektivitas pengembangan organisasi. Hal ini sangat mendasar
bahwa inovasi adalah keniscayaan yang tidak mungkin
terbendung, sebagaimana kita tidak dapat menghalangi
keinginan manusia yang senantiasa berubah dari zaman ke
zaman.
Berikut adalah beberapa kecenderungan yang umum
sebagai latar belakang keharusan inovasi pendidikan, termasuk
organisasinya, yang merupakann kebutuhan bagi keber-
langsungan pendidikan sesuai ketahanan dan kemajuan yang
lebih baik. Pertama, pasar bebas, yaitu interaksi antarnegara di
dalam investasi, perdagangan barang atau jasa, termasuk
pertukaran pelajar di dunia pendidikan. Kedua, reorientasi
otonomi. Ini berdampak pada kehendak masing-masing
organisasi pendidikan untuk melakukan inovasi yang berbasis
keunikan, kekhususan, keunggulan, dan kegunaan bagi layanan
jasa yang maksimal. Ketiga, adanya masyarakat digital. Yaitu,
peradaban manusia yang dibangun dalam transaksi yang
terbuka, mudah, cepat, dan mandiri. Hal tersebut karena adanya
hukum ketergantungan pada jejaring internet sebagai cara
melakukan komunikasi di sekolah, rumah, dan masyarakat.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |57


58 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.
BAB III
PENDEKATAN, KONSEP DAN
TEORI, SERTA IMPLEMENTASI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendekatan Manajemen Pendidikan Islam


Pendekatan merupakan cara pandang yang digunakan untuk
menjelaskan sesuatu.88 Cara pandang atau pendekatan yang
dilakukan setiap orang untuk menjelaskan sesuatu umumnya
berbeda-beda, sehingga disebut sebagai perbedaan sudut
pandang. Karena ada perbedaan-perbedaan atau cara pandang,
maka kesimpulan yang dihasilkan juga pasti berbeda-beda.
Manajemen merupakan kajian keilmuan yang memiliki
pendekatan-pendekatan tersendiri. Demikian pula ketika
manajemen hendak diterapkan dalam pendidikan, khususnya
pendidikan Islam, para pengelola pendidikan perlu memahami
apa saja pendekatan-pendekatan dalam manajemen pendidikan
tersebut.
Pemahaman terhadap berbagai pendekatan dalam
manajemen akan memudahkan para pengelola pendidikan
Islam merumuskan pola manajemen seperti apa yang akan
diterapkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Namun,
sebelum membahas pendekatan dalam manajemen pendidikan
Islam, berikut akan dibahas pendekatan manajemen secara
umum.

88 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PrenadaMedia, 2016),

hlm. 130

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |59


Secara garis besar, pendekatan manajemen pendidikan
Islam kiranya perlu dipahami berdasarkan pendekatan-
pendekatan dalam manajemen pada umumnya, yang
pendekatan tersebut dibagi empat.89

1. Pendekatan Klasik
Pendekatan manajemen klasik memiliki dua aliran utama.
Pertama, manajemen yang meniscayakan penggunaan metode
ilmiah. Tujuannya adalah untuk menentukan cara yang paling
baik terhadap suatu pekerjaan yang harus dilakukan.
Pendekatan ini juga disebut manajemen ilmiah. Penggagas
utamanya adalah Frederick W. Taylor. Dalam manajemen
ilmiah, keberadaan karyawan dalam suatu organisasi serta
cara-cara untuk meningkatkan produktivitas mereka menjadi
fokus utama dalam pendekatan ini. Tetapi, melalui pendekatan
ini, manajemen cenderung menjadi alat yang menyebabkan
manusia layaknya mesin.90 Manusia, dalam suatu organisasi
yang menerapkan manajemen ilmiah sebagaimana gagasan
Taylor di atas, diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan
profit semata.
Dalam konteks Islam, tentu saja penerapan manajemen
dengan pendekatan ilmiah sebagaimana gagasan Taylor di atas
sangatlah problematis dan bertentangan dengan nilai-nilai
pendidikan Islam sendiri. Salah satu tujuan pendidikan Islam
antara lain menempatkan manusia pada statusnya sebagai
makhluk fisikal, spiritual, dan sosial. Karena itu, manusia

89 Bob Foster dan Iwan Sidharta, Dasar-dasar Manajemen (Yogyakarta:

Diandra Kreatif, 2019), hlm. 30-38.


90 I Gde Kanjeng Baskara, “Perkembangan Pemikiran Manajemen Dari

Gerakan Pemikiran Scientific Management Hingga Era Modern”. Jurnal


Manajemen Strategi Bisnis daan Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2 (Agustus 2013),
hlm. 147.

60 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


diciptakan untk terus-menerus dipacu produktivitas mereka
demi menghasilkan profit sehingga melupakan tugas dan
kewajibannya yang lain, baik yang berhubungan dengan Tuhan,
dirinya sendiri, maupun dengan sesama.
Kedua, manajemen yang menganut teori administrasi lebih
fokus pada organisasi secara keseluruhan dan cara untuk
membuatnya lebih efektif dan efisien. Tokoh utamanya antara
lain Henri Fayol dan Max Weber.91 Gagasan-gagasan tentang
bagaimana mengatur organisasi secara universal inilah yang
kelak menjadi landasan dan acuan utama manajemen modern.
Teori administrasi sebagaimana digagas Fayol dan Weber
di atas satu sisi menitikberatkan pada apa yang seharusnya
dilakukan oleh seorang manajer dan seperti apa manajemen
yang baik itu. Untuk itu, Fayol kemudian mengemukakan 14
prinsip dalam teori manajemennya ini yang bisa diterapkan
dalam semua organisasi. Di antaranya adalah divisi kerja,
disiplin, wewenang, kesatuan komando, kesatuan arah,
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, sentralisasi,
remunerasi, keadilan, hierarki, stablitias staf, inisiatif, dan setia
kawan.92

2. Pendekatan Perilaku
Manajemen dengan pendidikan pendekatan perilaku ini
memiliki beberapa pandangan. Pertama, keberadaan atau
perilaku orang atau karyawan dalam suatu organisasi harus
diperhatikan sehingga diperlukan tahap seleksi dan penelitian
sebelum mempekerjakan mereka, serta diperlukan tersedianya
tempat kerja yang idealis setelah mereka diterima untuk

91 Ricky W. Griffin, Manejemen Jilid I, terj. Gina Gania (Jakarta: Erlangga,

2004), hlm. 43.


92 Bob Foster dan Iwan Sidharta, Op.Cit, hlm. 31.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |61


bekerja. Tokoh di balik pandangan tersebut antara lain Robert
Owen dan Mary Follet.
Menurut Follet, suatu organisasi dapat dilihat dari perilaku
individu dan kelompok. Tapi, suatu organisasi harus didasarkan
pada etika kelompok, bukan individu. Pendekatan ini juga
disebut pendekatan hubungan manusia, yang menyimpulkan
bahwa dalam suatu organisasi, faktor keberadaan manusia
memberikan kontribusi lebih besar dibanding faktor-faktor lain
yang bersifat teknis.93
Kedua, produktivitas dalam suatu organisasi ditentukan
oleh kepuasan karyawan. Karena itu, sikap baik manajer yang
meningkatkan kepuasan karyawannya dapat meningkatkan
kinerja dan produktivitas organisasi sehingga tidak diperlukan
lagi adanya motivasi. Pandangan ini juga disebut pendekatan
perilaku ilmiah. Salah satu inspiratornya adalah Abraham
Maslow.94

3. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantiatif dalam manajemen merupakan
pendekatan yang fokus pada penyediaan alat bagi manajer
untuk membantu memudahkan tugas-tugasnya. Pendekatan ini
diarahkan pada, misalnya, penerapan statistik, simulasi
komputer, model informasi, dan teknik kuantitatif lainnya yang
digunakan untuk kegiatan manajemen. Dengan kata lain,
pendekatan kuantiatif dalam manajemen lebih mengutamakan
pada penyediaan alat dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya
demi memudahkan kerja-kerja manajemen.

93 Badri Munir Sukoco, Manajemen Administrasi Perkantoran Modern

(Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 6.


94 Ibid, hlm. 7-8

62 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh W.
Edwards Deming dengan memperkenalkan digunakannya alat
statistic dan bagaimana mendesain perbaikan sistem dalam
manajemen perusahaan.95 Hemat penulis, dengan digunakan-
nya alat statistik dan teknis-teknis lainnya, kemungkinan besar
akan mudah mengetahui apa saja problem yang dihadapi suatu
organisasi sehingga dapat segera dicarikan solusi penye-
lesaiannya. Melalui langkah-langkah semacam itu, nantinya
akan diperoleh hasil produksi yang optimal, baik berkaitan
dengan kualitas produksi maupun jasanya.
Ada empat elemen pokok penerapan manajemen dengan
menggunakan pendekata kuantitaif ini. Pertama, manajemen
harus fokus pada kepuasan pelanggan. Kedua, pengembangan
dan layanan merupakan hasil organisasi. Ketiga, kerja
didasarkan pada kepercayaan dan kerja sama tim. Keempat,
dilakukan pengukuran statistik yang didesain serta digunakan
untuk selalu mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi
dalam menghasilkan produksi.96
Pendekatan ini, menurut Saefullah, pada dasarnya
mengembangkan prosedur penelitian operasional dalam meng-
atasi permasalahan organisasi, serta berusaha memecahkan
masalah secara matematis.97 Dengan menggunakan pendekatan
ini, problem yang dihadapi suatu organisasi dapat diketahui
dengan baik serta dapat dilakukan upaya penyelesaian secara
terukur sehingga memberikan hasil yang efektif dan optimal.

95 Badri Munir Sukoco, Loc. Cit, hlm. 8.


96 Ibid, hlm. 9.
97 Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,

2012), hlm. 65.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |63


4. Pendekatan Kontemporer
Jika pada periode awal manajemen lebih banyak melihat
pada bagian internal organisasi, maka memasuki periode 1960-
an, para peneliti manajemen mulai melihat hal-hal eksternal
yang terjadi di luar organisasi. Periode ini dikenal dengan
periode kontemporer.
Pada periode ini, pendekatan kontemporer banyak
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu sains, sehingga
pendekatan ini juga dikenal sebagai pendekatan sains, terutama
pandangan mengenai sistem sebagai konsep dasar ilmu fisika. 98
Pandangan inilah yang kemudian melahirkan kesimpulan-
kesimpulan bahwa organisasi merupakan seperangkat sistem
yang saling berkait dan berketergantungan yang disusun
menghasilkan suatu kesatuan.
Sebagai seperangkat sistem, suatu organisasi tidak lagi
bersifat tertutup. Sebaliknya, ia bersifat terbuka sehingga
keberadaan suatu organisasi juga sangat ditentukan oleh
lingkungan luar atau kondisi-kondisi yang terjadi di luar
organisasi. Dengan demikian, agar sebuah organisasi berjalan
secara optimal, maka seorang manajer harus mengelola semua
bagian dari sistem secara efektif untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Dalam pendekatan kontemporer, pengelolaan terhadap
sebuah organisasi dapat dilakukan secara menyeluruh. Hal ini
terutama dengan dikembangkannya sistem komputerisasi
daam manajemen sehingga setiap orang dalam suatu organisasi
dapat terhubung secara mudah. Bahkan, suatu organisasi dapat
terhubung dengan organisasi lain di berbagai belahan dunia.

98 Bob Foster dan Iwan Shidarta, Op.Cit, hlm. 36.

64 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Berdasarkan uraian tentang pendekatan manajemen di
atas, maka pendekatan manajemen pendidikan Islam
setidaknya harus bertumpu pada dua macam pendekatan
utama sebagai berikut:

1. Pendekatan Musyawarah
Musyawarah merupakan sebuah cara yang diperintahkan
oleh Allah untuk dilakukan manusia dalam memutuskan setiap
persoalan. Sedemikian pentingnya musyawarah ini sehingga
Allah menamakan salah satu surat dalam al-Qur’an dengan
nama Al-Syûra’, yang artinya adalah ‘musyawarah’. Surat Al-
Syûra’ merupakan surat ke-42 dalam al-Qur’an, dan surat ini
dimulai dengan huruf-huruf yang terputus atau al-ahrufu al-
muqatha’ah berupa Hâmim dan ‘Ain sin qâf.
Dalam studi Ulumul Qur’an, sebuah surat yang diawali
dengan huruf-huruf yang terputus seperti itu mengandung
sebuah pesan bahwa ada suatu informasi yang sangat penting
yang terkandung di dalam surat tersebut.99 Salah satu pesan
penting yang terdapat dalam surat Al-Syûra’ tersebut adalah
anjuran untuk melakukan musyawarah sebagaimana terdapat
dalam ayat ke-38:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)


seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.”

Dalam surat Ali Imran ayat 159, Allah dengan tegas


memberikan perintah untuk bermusyawarah, “Maka

99 Manna’ Al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj H. Aunur Rofiq

El Mazni (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), hlm. 76.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |65


disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Kedua ayat di atas merupakan bukti bahwa musyawarah
merupakan sebuah pendekatan yang harus dilakukan dalam
mengurus dan memutuskan suatu persoalan. Tetapi menurut
Hasbullah Masudin Yamin, musyawarah yang dikehendaki
Islam bukanlah musyawarah yang didasarkan hanya pada
kekuatan mayoritas dalam menentukan suatu persoalan.
Sebaliknya, prinsip musyawarah dalam Islam harus
berdasarkan pada kualitas kebenaran.100 Prinsip ini
menunjukkan bahwa sekalipun suatu persoalan diputuskan
berdasarkan musyawarah dan melalui persetujuan mayoritas,
tetapi jika kualitas kebenaran di dalamnya justru diabaikan,
maka hal itu bukanlah musyawarah sebagaimana dikehendaki
oleh Islam sendiri. Sebaliknya, sekalipun suara minoritas, tapi
jika di dalamnya mengandung kualitas kebenaran sebagaimana
digariskan oleh Islam, maka justru suara minoritas itulah yang
sebaiknya diutamakan.
Untuk mencapai tujuan yang optimal, musyawarah
merupakan pendekatan yang sudah seharusnya digunakan
dalam manajemen pendidikan Islam. Dalam musyawarah,
setiap persoalan yang dihadapi lembaga pendidikan dikaji
secara bersama. Selain itu, keputusan atau strategi yang akan

100 Hasbullah Masudin Yamin, Perpsektif Demokrasi untuk Islam

Indonesia (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 13.

66 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan juga dirumuskan
melalui kajian dan kesepakatan berdasarkan prinsip kebenaran
dan keadilan serta tidak menyalahi ajaran Islam.
Menurut Ahmad Fauzi, pendekatan musyawarah dalam
pendidikan Islam menjadi salah satu cara yang dapat digunakan
untuk menghapus stigma negatif terhadap kepemimpinan
dalam pendidikan Islam yang selama ini dipandang sentralistik
dan indoktriner.101 Tetapi, ada tujuan yang lebih besar terkait
pendekatan musyawarah dalam manajemen pendidikan Islam.
Melalui pendekatan musyawarah, kita dapat mengidentifikasi
banyak ide kreatif dari setiap individu yang bekerja dalam
dunia pendidikan sehingga ide tersebut dapat dijadikan sebagai
acuan untuk mengembangkan dan memajukan lembaga
pendidikan Islam.
Pendekatan musyawarah dalam manajemen pendidikan
Islam dilakukan dalam seluruh ruang lingkup manajemen
pendidikan, mulai dari manajemen kurikulum sampai dengan
manajemen ekstrakurikuler. Hal itu dilakukan mengingat salah
satu tujuan dari pendidikan Islam adalah menciptakan lahirnya
generasi-generasi masyarakat muslim. Sementara, upaya untuk
mencapai tujuan tersebut juga harus didasarkan pada semangat
dan ajaran Islam, salah satunya adalah musyawarah. Kenyataan
ini tentu sejalan dengan tipologi masyarakat muslim di bawah
kepemimpinan Nabi saw. yang konon dibangun dan ditegakkan
di atas prinsip musyawarah. Karena itu, tidak heran bila agama
Islam memandang musyawarah sebagai pangkal kebijaksanaan
(ra’sul hikmah al-masyûrah). Tujuan organisasi pendidikan
Islam mengutamakan kepentingan bersama yang dapat
dilaksanakan manakala kepemimpinan mempunyai keahlian

101 Ahmad Fauzi, “Model Manajemen Pendidikan Islam: Telaah atas

Pemikiran dan Tindakan Sosial”. At-Ta’lim: Jurnal Pendidikan, Volume 2,


Nomor 2, (Juni 2016), hlm. 9.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |67


berdiskusi di dalam musyawarah. Konsep musyawarah selaras
dengan pemikiran Kartono bahwa kemampuan berdiskusi
dengan baik tentu merupakan salah satu persyaratan yang
mutlak bagi setiap pemimpin. Sebab, diskusi merupakan salah
satu cara berkomunikasi dengan atasan, sesama kolega, dan
bawahan untuk mencerahkan permasalahan.102

2. Pendekatan Administrasi
Masalah administrasi dalam lembaga pendidikan Islam
kerapkali juga menjadi sasaran kritik dari beberapa pihak.
Problem ini juga dipengaruhi salah satunya oleh kurang
tersedianya SDM profesional yang memahami serta dapat
menjalankan tugas-tugas administratif dalam lembaga
pendidikan Islam.
Administrasi itu sendiri memiliki beberapa pengertian.
Pertama, administrasi itu diartikan sebagai tata usaha berupa
penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis yang
dicatat secara tertulis. Tujuannya, antara lain untuk
mendapatkan kejelasan mengenai keterangan-keterangan
tersebut serta memahami hubungannya antara satu keterangan
yang lain. Kedua, dalam arti lebih luas, administrasi dimaknai
sebagai aktivitas kelompok yang bekerja untuk mencapai
tujuan bersama.103 Dari pengertian di atas, dapat dipahami
bahwa pendekatan administrasi manajemen pendidikan adalah
upaya mengembangkan dan mendayagunakan seluruh anggota
organisasi pendidikan dalam suatu aktivitas yang tercatat
secara tertulis dan sistematis sehingga semua anggota dapat

102 Lihat, Nurcholis Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan


(Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm. 35.
103 Djam’an Satori dan Suryadi, Teori Administrasi Pendidikan Islam

(Jakarta: Imperial Bhakti Utama, 2017), hlm. 148.

68 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


bekerja secara teratur, terhubung, efektif, dan efisien demi
mencapai tujuan.
Dengan demikian, prinsip dalam pendekatan administrasi
adalah adanya proses kerja sama dan keterhubungan yang erat
antara setiap orang yang diatur secara jelas dan tertulis. Prinsip
ini tersirat, misalnya, dalam salah satu sabda Nabi saw.:

“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai,


mengasihi dan menyayangi, bagaikan satu tubuh. Apabila
ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh
tubuhnya akan senantiasa terjaga dan panas (turut
merasakan sakitnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ahmad Abdul Azhim Muhammad mengatakan bahwa hadis


tersebut merupakan salah satu hadis yang menginspirasi
diformulasikannya teori keorganisasian dalam dunia Islam,
termasuk keilmuan administrasi modern yang banyak
diterapkan di negara-negara maju.104 Bila kita perhatikan, hadis
di atas menggambarkan keterhubungan antar orang-orang
beriman tanpa terkecuali. Di dalamnya, ada pesan-pesan seperti
perasaan satu nasib, kebersamaan, dan tanggung jawab
kolektif, yang pesan tersebut merupakan basis bagi manajemen
administrasi, khususnya dalam lembaga pendidikan.
Masalahnya adalah problem yang dihadapi sebagian
lembaga pendidikan Islam saat ini adalah masih rendahnya
kesadaran untuk menggunakan pendekatan-pendekatan
administrasi dalam manajemen pendidikan. Ada empat faktor
yang menyebabkan sebagian lembaga pendidikan Islam
memiliki kelemahan di bidang administrasi. Pertama, lembaga
pendidikan Islam dikelola tanpa pemahaman ilmu manajemen

104 Ahmad Abdul Azhim Muhammad, Strategi Hijrah: Prinsip-prinsip dan

Ilham Tuhan, terj. M. Mansur Hamzah (Solo: Tiga Serangkai, 2004), hlm. 6.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |69


yang memadai sehingga proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan tidak berjalan secara maksimal.
Kedua, kerja-kerja administrasi dipahami sebagai tugas
pegawai tata usaha, bukan sebagai tugas bersama. Ketiga,
adanya pandangan bahwa tugas-tugas administrasi hanya
merupakan formalitas belaka yang diperlukan hanya saat akan
dilakukan akreditasi. Keempat, kepemimpinan yang terlalu
sentralistik dan indoktriner juga menjadi penyebab terjadinya
problem administrasi dalam lembaga pendidikan Islam.
Dari beberapa problem di atas, maka pendekatan
administrasi dalam manajemen pendidikan Islam menjadi
kebutuhan dan keharusan bagi lembaga pendidikan Islam
dewasa ini. Menurut Djam’an Satori, pendekatan administrasi
bertujuan antara lain untuk pengembangan dan
pendayagunaan organisasi yang bersifat kooperatif sehingga
seluruh personel dan semua sumber daya manusia dalam
organisasi berperan aktif dalam memajukan lembaga atau
organisasi.105 Artinya, pendekatan administrasi dalam
manajemen pendidikan Islam ini memungkinkan
terselenggaranya kerja sama yang intensif sehingga semua
pihak yang terlibat di dalamnya dapat bekerja secara teratur,
efektif, dan efisien.

B. Konsep Pengembangan Manajemen Pendidikan


Islam
Perubahan dan inovasi merupakan kata kunci dan titik tolak
dalam mengembangkan pendidikan. Begitu juga untuk
membangun suatu model pendidikan Islam yang baru untuk
dapat menjawab persoalan yang dihadapi umat. Hal ini

105 Ibid, hlm. 151.

70 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


didasarkan pada realitas pendidikan saat ini yang belum
mampu menghasilkan manusia yang berakses pada upaya
membangun peradaban. Maka perlu dicari sistem pendidikan
alternatif sebagai “sintesa”dari berbagai sistem pendidikan yang
pernah ada.
Melihat kalimat ‘Manajemen Lembaga Pendidikan Islam’
tentunya dari katanya saja sudah mempunyai lekatan makna
yang menjurus pada yayasan, pesantren, madrasah, STAI, UIN,
PTIQ dan sebagainya. Dari tahun-ketahun, institusi ini terus
mencetak alumni-alumninya yang mempunya keahlian
diberbagai bidang yang tentunya bidang keagamaan. Namun
seberapa besarkah alumninya tersebut mampu menguasai
dunia global saat ini.
Cukup menarik apa yang dikatakan oleh Menteri Agama
pada masa Presiden SBY tersebut yaitu Surya Darma Ali. Beliau
mengatakan:
“Indonesia memiliki 614 pendidikan tinggi Islam. Namun,
pendidikan tinggi Islam ini masih memiliki beberapa
kelemahan. Antara lain, belum terintegrasinya sistem
pendidikan dari strata 1 hingga strata 3. Pendidikan tinggi
Islam juga masih kurang memiliki manajemen pengelolaan
yang maksimal. Juga masih memiliki sisi pembiayaan yang
minimal. Secara teknis masalah yang selalu dirundung
lembaga pendidikan Islam adalah soal isu relevansinya
dengan sistem pendidikan sekolah, standar pendidikan
yang belum sama, serta mutu tenaga pendidik yang masih
kurang.”106

106Http://Khazanah.Republika.co.id/Berita/Dunia-Islam/Islam-

Nusantara/12/12/14/Mf0zqx-Lembaga-Pendidikan-Islam-Harus-Jadi-Jawara,
diakses pada tanggal 10 Maret 2015.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |71


Kalimat yang penulis berikan tanda bold, mungkin menjadi
tugas besar kaum intelektual saat ini khususnya yang bergerak
di dunia pendidikan untuk mengetahui konsep-konsep dasar
atau model-model pengembangan manajemen. Agar instiusi
tidak hanya mengeluarkan ijazah tetapi yang lebih penting lagi
mampu melakukan rekonstruksi pendidikan Islam ke arah yang
lebih positif dan minimal dimulai dari manajemen yang efisien
dan efektif.
Oleh sebab itu, penulis mencoba untuk menyajikan
untaian lembaran pembahasan yang berkenaan dengan Model
Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam.
Adapun model-modelnya yaitu sebagai berikut:

1. Model Manajemen Bernuansa Entrepreneurship.


Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa sebagian besar
pendidikan Islam tumbuh dan berkembang dari bawah dan
dari kecil. Manajemen yang tepat adalah manajemen yang
dapat memberikan nilai tambah. Manajemen yang dapat mem-
beri nilai tambah adalah manajemen yang bernuansa
entrepreneurship. Rhenald Kasali dalam “Paulus Winarto
menegaskan bahwa seorang entrepreneur adalah seorang yang
menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang
membedakan dirinya dengan orang lain”, menciptakan nilai
tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain,
karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan
dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan
orang lain. Seorang manajer yang sekaligus sebagai
seorang entrepreneur memiliki karakter sebagai berikut:
memiliki keberanian mengambil resiko, menyukai tantangan,
punya daya tahan yang tinggi punya visi jauh ke depan dan
selalu berusaha memberikan yang terbaik.

72 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Menjadi seorang entrepreneur diperlukan integritas yang
kokoh, memiliki etos kerja yang tinggi dan kesanggupan untuk
menghadapi tantangan, hambatan dan bahkan ancaman.
Seorang entrepreneur adalah orang yang berani mengambil
keputusan “keluar dari zona nyaman dan masuk ke dalam zona
ketidakpastian (penuh resiki)”. Manajer yang biasa
(konvensional) sebenarnya adalah orang yang paling
membutuhkan keamanan dan status quo, dan sebaliknya takut
pada perubahan. Hal ini wajar karena ia sedang berada di
puncak piramida dalam struktur organisasi dengan segala
fasilitas, kedudukan dan kehormatan yang melekat padanya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran surat Hud
ayat 85, yang berbunyi:

       

       

“Dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara


mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah
kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku
melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu) dan
sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari
yang membinasakan (kiamat). Dan Syu'aib berkata: "Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil,
dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak
mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka
bumi dengan membuat kerusakan” (QS. Hud : 84-85)
Dua ayat di atas mengisahkan perdebatan kaum Nabi
Syu’aib dengan umatnya yang mengingkari agama yang

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |73


dibawanya. Nabi Syu’aib mengajarkan I’tiqad dan iqtishad
(akidah dan ekonomi). Nabi Syu’aib mengingatkan mereka
tentang kekacauan transaksi muamalah (ekonomi) yang
mereka lakukan selama ini.
Seorang entrepreneur pada dasarnya adalah seorang
pembaharu (innovator) karena melakukan sesuatu yang baru,
dianggap baru atau berbeda dari kondisi sebelumnya. Apa yang
dilakukan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan
memberi nilai tambah bagi diri maupun orang lain. Dalam
upaya untuk menciptakan nilai tambah seorang entrepreneur
sangat mengutamakan kekuatan brand, yaitu citra atau merek
yang kuat atas apa yang dilakukannya. Dengan brand yang
baik jelas akan memberikan value yang tinggi. Brand image
bagi sebuah lembaga pendidikan merupakan aset yang paling
berharga yang mampu menciptakan value bagi stake holder
dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas dan
akhirnya melahirkan kepercayaan. Seorang manajer yang
sekaligus entrepreneur bukan sekedar bisa membangun brand
belaka, namun juga memanfaatkan kekuatan brand untuk
melipatgandakan akselerasi sebuah perubahan.
Berikut kalimat singkat, menarik yang diucapkan oleh KH
Ahmad Dahlan, ”Hidup-hidupi Muhammadiyah dan jangan
mencari hidup di Muhammadiyah”. Dapat ditafsirkan dalam
konteks semangat entrepreneurship. Artinya setiap orang yang
bekerja di lembaga amal usaha Muhammadiyah harus mampu
memberikan nilai tambah bagi perkembangan lemba-
ganya. Dengan cara inilah akan terjadi penumpukan capital
(capital development) sehingga amal usaha Muhammadiyah
dapat terus tumbuh dan berkembang.
Institusi yang memiliki nuansa entrepreneur, juga akan
memikirkan bagaimana cara melakukan manajemen ketahanan

74 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pangan. Artinya keungan yang ada pada bendahara itu bisa
terus berlangsung dan berkembang.
Manajemen ketahanan pangan, telah diberikan contohnya
oleh Nabi Yusuf AS. yaitu sebagai berikut:
a. Mensyukuri dan mengoptimalisasikan pemanfaatan
sumber daya alam.
Penyelenggara institusi pendidikan Islam, hanya
mempunyai dua pilihan dalam menjalani proses tersebut.
Pilihan itu ialah syukur ataukah kufur. Syukur akan
makmur, dan kufur akan kecebur (artinya berada pada
posisi terendah dan hina). Juga mampu memanfaatkan
sarana dan prasarana yang sudah disediakan oleh alam.
b. Etos bercocok tanam dan memproduksi pangan.
Poin ini meniscayakan adanya manajemen perencanaan
pembenihan, pengolahan lahan, penanaman dan
perawatan. Maksudnya lembaga pendidikan diharapkan
bisa melaksanankan rekrutment dengan baik, proses
pembelajaran yang pengajarnya tidak hanya cerdas, tetapi
transformatif dan memberikan pelayanan (service) yang
maksimal kepada warga dalam institusi tersebut.
c. Prinsip swasembada pangan dalam jangka panjang,
minimal tujuh tahun.
Prinsip swasembada ialah prinsip usaha mencukupi diri
sendiri. Artinya institusi jangan hanya mengharapkan
bantuan pemerintah. Tetapi ada usaha lain yang dilakukan
dengan kerja keras. Sehingga apabila pemerintah mungkin
menghentikan bantuannya, tidak ada kekhawatiran yang
tinggi. Apabila mau mencontoh nabi Yusuf AS. tentunya hal
itu dilakukan minimal selama tujuh tahun.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |75


d. Berorientasi futuristik.
Yaitu etos menyimpan atau menabung dan mengelola stok
pangan yang memadai untuk jangka panjang. Setelah
berhasil melakukan ketiga proses diatas, apabila
bendahara mempunyai budget yang cukup, tidak kemudian
budget itu digunakan dengan seenaknya, tetapi diharapkan
bisa diinvestasikan.107

2. Model Manajemen Berbasis Masyarakat (Management


Based Society)
Yaitu manajemen yang dapat menjaga hubungan baik
dengan masyarakat sekitar. “Data EMIS Departemen Agama
menunjukkan 90% madrasah berstatus swasta dan 100 %
pesantren adalah swasta”. Ini berarti bahwa lembaga
pendidikan Islam adalah lembaga milik masyarakat,
atau bisa dikatakan “dari, oleh dan untuk masyarakat”.
Manajemen pendidikan Islam yang tepat adalah manajemen
yang dapat mendekatkan pendidikan Islam dengan masyarakat,
diterima, dimiliki dan dibanggakan oleh masyarakat, dan dapat
mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki masyarakatnya.
Konsep Manajemen berbasis sekolah (Management Based
School) dan pendidikan berbasis masyarakat (Society Based
Education) dalam konteks otonomi daerah, lahir karena
dilandasi oleh kesadaran bahwa masyarakat punya peran dan

107 Muhbib Abdul Wahab, Manajemen Pangan Ala Nabi Yususf. as,
diposting pada 3 Februari 2014,http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/14/02/03/n0dtpt-manajemen-pangan-ala-nabi-yusuf-as,
diakses pada 9 Maret 2015

76 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


tanggung jawab terhadap lembaga pendidikan di daerahya
disamping sekolah dan pemerintah.
Bagi lembaga pendidikan Islam yang memang “dari, oleh
dan untuk masyarakat”, maka mengembalikan pendidikan
Islam kepada masyarakat merupakan sebuah keniscayaan
apabila pendidikan Islam ingin mengambil dan
mendayagunakan kekuatannya. Dengan kata lain, masyarakat
adalah kekuatan utama pendidikan Islam. Mencabut pendidikan
Islam dari grass root-nya (masyarakat) justru akan
memperlemah pendidikan Islam itu sendiri. Pondok pesantren
yang mampu menjaga hubungan baiknya dengan basis
sosialnya terbukti dapat terus berkembang, dan sebaliknya
akan mengalami surut ketika ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara maju
terutama yang berstatus privat pada umumnya terdapat
lembaga semacam Dewan Sekolah, Majlis Madrasah, Dewan
Penyantun, Majlis Wali Amanah dan lain sebagainya yang
antara lain bertugas memperhatikan hubungan, kedekatan dan
aspirasi masyarakat serta siap mendayagunakan potensi
masyarakat dan memberikan layanan pengabdian (langsung
maupun tidak langsung) kepada masyarakat. Di Stanford
University misalnya ada The Board of Trustees yang berwenang
mengelola dana hibah dan hadiah (grand), sumbangan
(endowment) dan lain sebagainya yang dihimpun dari dana
masyarakat untuk pengembangan Stanford University. 108
Di beberapa universitas luar, seperti di University of
London United Kingdom dan McGill University Canada misalnya
terdapat lembaga yang namanya Board of Governor. Anggota
lembaga ini sebagian besar dari luar universitas yang pada

108 Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Ciputat. Penerbit

Ciputat press, 2005, hal. 57

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |77


umumnya memiliki tugas dan peran sebagaimana The Board of
Trustees pada Stanford University. McGill University misalnya,
lembaga ini dapat berkembang karena semangat amal dari
masyarakatnya. Diawali dari hibah James McGill yang
menghibahkan sebagian kekayaannya berupa uang 10.000
pound sterling dan tanah 40 hektar beserta real estat yang ada
di dalamnya, lembaga ini didirikan dan berkembang dengan
terus menggali dana dari masyarakat sampai sekarang. Di
McGill, semangat beramal itu tidak hanya dalam pengertian
materi terutama dari para dermawan dan hartawan, tetapi juga
perbuatan dengan kontribusi tenaga maupun pikiran. Dosen,
karyawan dan pimpinan McGill rela bekerja keras karena
dilandasi oleh semangat amal, semangat beribadah.

        

           

           

            

   

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat


Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat

78 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada manusia. (QS. Al Baqarah : 143)
Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena
mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang
menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
Semangat beramal untuk membangun lembaga pendidikan
dalam tradisi iman umat Islam sebenarnya bukan sesuatu yang
baru, bahkan umat Islam pernah menjadi pelopor (avant-garde)
dalam komitmennya mengembangkan lembaga pendidikan
melalui semangat amal. Yang menjadi persoalan sekarang
adalah, bagaimana upaya rekonstruksi semangat beramal ini
dalam mengembangkan pendidikan Islam? Pertama, adanya
lembaga semacam Board of Trustees atau semacam Majlis Wali
Amanah yang anggotanya dari wakil masyarakat yang memiliki
integritas dan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan
Islam. Kedua, perlu dibangkitkan kembali semangat juang
(jihad), etos kerja semua komponen stake holder internal
sebagai wujud amal (perbuatan) nyata. Ketiga, perlu diterapkan
manajemen mutu terpadu (total quality management) dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam.109

3. Model Manajemen Berbasis Masjid (Management


Based Mosque)
Proses pembelajaran yang integratif dengan masjid
memberikan nuansa religius yang kental dalam penanaman
nilai-nilai religius maupun praktek langsung pengalaman

109 Ibid, h. 57

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |79


beragama. Dimulai dari pembiasaan shalat sunah, shalat dzuhur
berjamaah dan shalat ashar berjamaah bagi yang full day school
Sampai saat ini pun, sebagian besar institusi pendidikan
Islam itu mempunyai masjid atau mushalah yang menjadi pusat
kegiatan spiritual pelajar maupun pengajar. Kata kuncinya
menjadi bagaimana mengaplikasikan konsep manajemen
masjid kepada institusi pendidikan Islam.
Mengapa belajar dari manajemen masjid? berikut tulisan
spektakuler Muhbib Abdul Wahab, yang dimuat pada harian
Republika Online (ROL) bahwa alasannya karena “Masjid
adalah pusat dan sumber inspirasi dalam segala hal, karena di
masjid semua Muslim hanya mengabdi dan memohon
pertolongan kepada Allah SWT (QS Al-Fatihah [1]: 5).

    

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada


Engkaulah Kami meminta pertolongan.”

Ayat ini oleh para mufassir, antara lain, dimaknai ayat


pembebasan manusia dari ketergantungan kepada makh-
luk menuju tauhid sejati. Shalat berjamaah di masjid tidak
hanya melambangkan persatuan dan kebersamaan, tetapi juga
persamaan (equality), egalitarianisme, dan anti-diskri-
minasi. Yang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, penguasa
dan pengusaha dapat berdiri dalam shaf yang sama. Tidak ada
masjid hanya dikhususkan para penguasa, pengusaha, atau
pejabat. Masjid, seperti halnya kemerdekaan, adalah hak
semua. Masjid mendidik kita untuk mandiri, mengembangkan

80 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


semangat kebersamaan, nasionalisme, dan patriotisme
sejati”. 110

Lembaga pendidikan Islam hendaknya tidak tebang pilih


dalam membuat kebijakan. Apabila pelajar terlambat masuk
gerbang, pelajar langsung mendapatkan hukuman, sekalipun
murid mempunyai alasan yang kuat atas keterlambatannya.
Tetapi apabila guru yang terlambat, tidak mendapatkan
hukuman. Itulah yang kebanyakan terjadi, karena tidak belajar
dari antidiskriminasinya manajemen masjid.

C. Manajemen Pendidikan Islam Klasik-Kontemporer


Untuk memahami pengertian manajemen pendidikan Islam
klasik, dapat ditelusuri setidaknya dengan dua cara. Pertama,
dengan cara memahami pengertian manajemen klasik itu
sendiri serta penerapannya dalam lingkup pendidikan. Kedua,
dengan cara meneliti bagaimana lembaga pendidikan Islam
klasik dan kontemporer.
Secara tidak langsung, pembahasan tentang manajemen
pendidikan Islam klasik membutuhkan kajian historis dan
filosofis untuk memahami bagaimana awalnya pendidikan
Islam itu dikelola, khususnya di Indonesia. Praktik pendidikan
Islam di Indonesia yang pada awalnya masih berupa halaqah
yang dilaksanakan di surau, masjid, dan pesantren tentu
memiliki sistem pengelolaan yang berbeda dengan pendidikan
Islam yang dilaksanakan pada saat ini.
Selain pengelolaannya yang berbeda, materi pelajaran
Islam yang diajarkan pada waktu itu tentu juga berbeda. Materi
pelajaran yang disampaikan berupa pengenalan terhadap

110 Muhbib Abdul Wahab, Spirit Istiqlal, diposting pada 22 Agustus 2013,

Jakarta:http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/13/08/22/mrwy9w-spirit-istiqlal, diakses pada 9 Maret 2015.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |81


ajaran Islam yang berhubungan dengan masalah ibadah,
keimanan, fikih, serta pengenalan kitab-kitab klasik.111 Dalam
proses pendidikan seperti itu, keberadaan seorang guru benar-
benar menjadi sentral dan bahkan pusat kebijakan dari seluruh
kebutuhan peserta didik akan pendidikan. Di samping itu,
fokus terhadap penyebaran agama Islam menjadikan sistem
pendidikan Islam yang dikembangkan pada waktu itu memang
lebih ditujukan untuk memperkenalkan dasar-dasar praktis
ajaran-ajaran agama Islam.
Hal ini sebagaimana dikatakan Natsir, bahwa materi
pendidikan yang diperkenalkan pada mas itu lebih banyak
memusatkan perhatiannya pada upaya pemantapan keimanan
dan latihan-latihan ketarekatan daripada sebagai pusat
pendalaman Islam sebagai ilmu.112 Kenyataan tersebut sejalan
dengan beberapa hasil penelitian yang ada selama ini yang
menyebutkan bahwa praktik pendidikan Islam klasik di
Nusantara diselenggarakan melalui halaqah dengan materi
keislaman yang dipengaruhi oleh ajaran-ajaran sufistik.
Walau praktik dan materi pendidikan Islam klasik
diselenggarakan dengan cara demikian, hal tersebut menurut
Nurcholish Madjid justru menjadikan penyebaran Islam lebih
mudah diterima masyarakat yang umumnya masih mewarisi
ajaran mistik Hindu-Budha, sehingga secara perlahan
perbendaharaan ilmu-ilmu keislaman mulai masuk dan
memengaruhi mereka. Sampai di sini, dapat dipahami bahwa
113

pengelolaan kurikulum lewat proses adaptasi dan akulturasi.


Proses itu juga dapat dibaca sebagai bentuk pengelolaan

111 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan

Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 34


112 M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Bandung: Bulan Bintang,

1969), hlm. 21
113 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan

(Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 56.

82 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pendidikan di mana para pendidik (para sufi dan para wali)
waktu itu merespons kondisi lingkungan masyarakat yang
dihadapinya dan mengajarkan materi pendidikan keislaman
yang sesuai dengan kondisi kebutuhan masyarakat.
Manajemen pendidikan Islam mulai mengalami perubahan
terutama setelah diperkenalkannya sistem kelas. Proses
pendidikan Islam tidak lagi sepenuhnya diselenggarakan di
surau dan masjid terutama setelah mulai dibangunnya
madrasah-madrasah, terutama setelah diperkenalkannya
pelajaran-pelajaran eksakta dan ilmu-ilmu alam. Perubahan
praktik pendidikan Islam dari halaqah ke madrasah dan
diadopsinya sistem klasikal serta materi pelajaran yang tidak
hanya fokus pada materi keislaman an sich namun juga ada
materi eksak, secara perlahan-lahan juga memengaruhi
pengelolaan lembaga pendidikan Islam waktu itu dari klasik ke
kontemporer.

D. Manajemen Pendidikan Islam di Pesantren


Pesantren didefinikasikan sebagai suatu tempat pendidikan dan
pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam. Istilah
pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini
digabung menjadi pondok pesantren. Sebenarnya penggunaan
gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan
pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasikan
karakter keduanya.
Pondok pesantren menurut M. Arifin adalah sesuatu
lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau
madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari
leader-ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri
khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |83


hal”. Lembaga Islam mendefinisikan pesantren adalah “suatu
tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima
pelajaran-pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul
dan tempat tinggalnya”.114
Manajemen pendidikan pesantren adalah suatu proses
penataan dan pengelolaan lembaga pendidikan pesantren yang
melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam
menggerakkan mencapai tujuan pendidikan pesantren secara
efektif dan efisien.

1. Kurikulum Pendidikan Pesantren


Kurikulum pesantren adalah kehidupan yang ada dalam
pesantren tidak hanya dalam hal pengajian, madrasah diniah
melainkan semua kegiatan yang dilakukan santri selama 24 jam
di pesantren. Dalam pengertian konvensional, kurikulum sering
dimaksud sebagai perangkat mata pelajaran yang harus
ditempuh atau diterima peserta didik untuk memperoleh ijazah
(surat tanda kelulusan).115
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pandangan ini memiliki makna yang sangat luas, apapun yang
dapat memberikan pengalaman belajar positif bagi peserta
didik, baik berupa bahan pelajaran, kondisi lingkungan sekolah
maupun pesantren, figur guru/ustadz, kiyai, pola interaksi
antar personal dan kultur yang ada di sekolah/ madrasah/
pesantren, serta metode-metode yeng digunakan dalam
pembelajaran dinamakan kurikulum.
a. Manajemen kurikulum pendidikan salaf

114 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Institusi,.2-3
115 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2006) 5.

84 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Kurikulum pesantren salaf yang statusnya sebagai lembaga
pendidikan non formal hanya mempelajari ilmu agama yang
bersumber pada kitab kuning atau kitab-kitab klasik. Materi
kurikulumnya mencakup seluruh mata pelajaran keislaman
diantaranya yakni ilmu tauhid, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits,
ilmu fiqh, ushul al-f iqh, ilmu tasawuf, ilmu akhlaq, bahasa Arab
yang mencakup nahwu, sharaf,balaghah, badi‟, bayan, mantiq
dan tajwid.116 Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Tingkat Dasar
1) Al-Qur‟an.
2) Tauhid : Al-Jawar al-Kalamiyayah Ummu al-Barohim
3) Fiqih : Safinah al-Shalah, Safinah al-Naja, Sullam al-
Taufiq, Sullam al-Munajat.
4) Akhlaq : Al-Washaya al-Abna‟, Al-Akhlaq li al-
Banin/Banat.
5) Nahwu : Nahw al Wadlih, al-Jurumiyyah.
6) Saraf : Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, Matan al-Bina wa al-
Asas. b.Tingkat Menengah Pertama 1)Tajwid : Tuhfah
al-Athfal, Hidayah al-Mustafid, Mursyid al-Wildan, Syifa‟
al-Rahman.
Tingkat Pertama
1) Tajwid : Tuhfah al-Athfal, Hidayah al-Mustafid, Mursyid
al-Wildan, Syifa‟ al-Rahman
2) Tauhid : Aqidah al-Awwam, Al-Din al-Islami.
3) Fiqih : Fath al-Qarib (Taqrib), Minhaj al-Qawim Safinah
al-Sholah.
4) Akhlaq : Ta‟lim al-Muta‟allim.

116 Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan

Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam), (Surabaya: Diantama,


2007), h. 24

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |85


5) Nahwu : Mutammimah Nazham, Imrithi, Al-Makudi, Al-
Asymawi.
6) Sharaf : Nazham Makshud, al-Kailani.
7) Tarikh : Nur al-Yaqin.

Tingkat Menengah Atas


1) Tafsir : Tafsir al-Qur‟an al-Jalalain, Al-Maraghi
2) Ilmu Tafsir : Al-Tibyan Fi „Ulumil al-Qur‟an, Mabanits
fi‟Ulumil al-Qur‟an, Manahil al-Irfan.
3) Hadits : Al-Arbain al-Nawawi, Mukhtar al-Maram,
Jawahir al-Bukhari, Al-Jami‟ al-Shaghir.
4) Musthalah al-Hadist : Minha al mughits, Al-Baiquniyyah.
5) Tauhid : Tuhfah al-Murid, Al-Husun al-Hamidiyah, Al-
Aqidah al-Islamiyah, Kifayah al-Awwam.
6) Fiqih : Kifayah al-Akhyar. 7)Ushul al-Fiqh : Al-Waraqat,
Al-Sullam, Al-Bayan, Al-Luma‟.
7) Nahwu dan Sharaf : Alfiyah ibnu Malik, Qawa‟id al-
Lughah al-Arabiyyah, Syarh ibnu Aqil, Al-Syabrawi, Al-
I‟lal, I‟lal al-Sharaf.
8) Akhlaq : Minhal al-Abidin, Irsyad al-Ibad.
9) Tarikh : Ismam al-Wafaq.
10) Balaghah: Al-Jauhar al-Maknun

Kurikulum pesantren tidak distandarisasi. Hampir setiap


pesantren mengajarkan kombinasi kitab yang berbeda-beda
dan banyak kiai terkenal sebagai spesialis kitab tertentu.
Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan
tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang
dibahas dalam kitab, jadi ada tingkat dasar, tingkat menengah,
dan tingkah lanjut. Setiap kitab bidang studi memiliki
kemudahan dan kompleksitas pembahasan masing-masing.

86 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Sehubungan dengan itu, maka evaluasi kemajuan belajar pada
pesantren juga berbeda dengan evaluasi pada sistem sekolah.
Sistem pengajaran yang menjadi metode utama di
lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali
juga disebut sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid
(antara 5-500 murid) mendengarkan seorang guru yang sedang
membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali
mengulas kitab-kitab Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid
memperhatikan kitabnya sendiri dan membuat catatan-catatan
(baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah
pikiran yang sulit. Kelompokan murid dari sistem bandongan
ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid atau
sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang
guru.117

b. Manajemen Kurikulum Pendidikan Khalaf


Model sistem pendidikan pesantren modern adalah sistem
kelembagaan pesantren yang dikelola secara modern baik dari
segi administrasi, sistem pengajaran maupun kurikulumnya.
Pada sistem pendidikan modern ini aspek kemajuan pesantren
tidak dilihat dari figur seorang kiai dan santri yang banyak,
namun dilihat dari aspek keteraturan administrasi pengelolaan,
misal sedikitnya terlihat dalam pendataan setiap santri yang
masuk sekaligus laporan mengenai kemajuan pendidikan
semua santri.
Berbeda dengan pesantren salafiyah, pondok modern yang
juga disebut pondok khalaf memiliki sistem pembelajaran yang
sistematis dan memberikan porsi yang cukup besar untuk mata
pelajaran umum. Referensi utama dalam materi keIslaman

117 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai

dan VisinyaMengenai Masa depan Indonesia, 54.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |87


bukan kitab kuning, melainkan kitab-kitab baru yang ditulis
para sarjana muslim abad ke-20.118
Lembaga pendidikan formal di pondok modern disebut
dengan Kulliyatul Mu‟allimin al-Islamiyyah (KMI). KMI terdiri
dari 6 tingkatan kelas (1-3 setingkat madrasah Tsanawiyah dan
kelas 4-6 setingkat Aliyah) untuk pendidikan tingkat menengah.
Pendidikan modern konsisten tidak mengikuti standar
kurikulum pemerintah. Sejak pertama kali berdiri pada 1926,
pondok modern menggunakan kurikulum sendiri”.119
Adapun isi kurikulum pondok pesantren modern dalam hal
ini penulis mengambil contoh dari pesantren modern Gontor
dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai berikut:
a. Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam bahasa Arab)
b. Dirasah Islamiyyah (untuk kelas II ke atas, seluruh
materi dalam bahasa Arab).
c. .Keguruan (dengan bahasa Arab) dan Psikologi
Pendidikan (dengan bahasa Indonesia).
d. .Bahasa Inggris.
e. Ilmu Pasti.
f. Ilmu Pengetahuan Sosial.
g. Ke-Indonesiaan/Kewarganegaraan.120

2. Model-model Pembelajaran Pesantren


Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang
didirikan, dikelola dan dipimpin oleh kiai dan para keluarga
serta keturunannya, maka model dan bentuk pembelajaran
yang ada di pesantren tersebut merupakan manifestasi spiritual

118 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad Ke-20;

Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet.
I, h. 107
119 Ibid,108.
120Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan pembaharuan Pendidikan

Pesantren, 130.

88 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kiainya.121 Adapun model-model pembelajaran yang biasa
diterapkan di pesantren, di antaranya yakni:

a. Metode sorogan
Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang
berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan
kitabnya dihadapan kiai atau pembantunya. Sistem sorogan ini
termasuk belajar secara individual, di mana seorang santri
berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling
mengenal di antara keduanya.
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya
diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kiai
atau ustadz, kemudian di depannya ada meja untuk meletakkan
kitab bagi santri yang menghadap. Metode pembelajaran ini
termasuk metode pmbelajaran yang sangat bermakna karena
santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika
berlangsung kegiatan pembacaan kitab di hadapan kiai. Mereka
tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara
membacanya tetapi dapat dievaluasi perkembangan
kemampuannya. Dalam metode pembelajaran di pesantren,
metode sorogan merupakan metode yang paling sulit, karena
metode ini membutuhkan kesabaran, kerajinan dan disiplin
pribadi dari setiap santri.

b. Metode wetonan/bandongan
Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa)
yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada
waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah
melakukan sholat fardhu. Metode weton ini merupakan metode,

121 Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan

Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam), h. 25

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |89


di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran santri menyimak
kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah
wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan.
Metode bandongan dilakukan oleh seorang kiai atau ustadz
terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau
menyimak apa yang dibacakan oleh kiai dari sebuah kitab.
Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing
melakukan pendhabitan harakat kata lagsung di bawah kata
yang dimaksud agar dapat membantu memahmi teks.

c. Metode Musyawarah
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa‟il
merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode
diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah
tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyi
atau ustadz, atau mengakaji suatu persoalan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri
dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya. Dengan demikian, metode ini lebih menitik
beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam
menganalisis dan memecahkan masalah.122 Di samping ketiga
metode tersebut, di pesantren juga telah dikembangkan
metode-metode lainnya, diantaranya adalah sebagai berikut: 123
1) Metode muhawarah, yaitu melatih diri untuk bercakap-
cakap dengan menggunakan bahasa Arab. Metode inilah
yang kemudian dalam pesntren “modern” dikenal ssebagai
metode hiwar. Dalam aplikasinya, metode ini diterapkan
dengan mewajibkan para santri untuk berbicara baik

122 Ibid, hlm. 40


123 Ibid, hlm. 32

90 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dengan sesame santri maupun dengan para ustadz atau
kiai, dengan menggunakan Bahasa Arab.124
2) Metode mudzakarah, yaitu pertemuan ilmiah semacam
diskusi yang secara khusus membicarakan atau membahas
masalah keagamaan sesuai dengan tema kitab yang sedang
dikaji. Dalam Mudzakarah ini santri melatih
ketrampilannya baik dalam berbahasa Arab,
berargumentasi dengan mengambil dari sumber referensi
kitab klasik tertentu.125
3) Metode keteladanan. Metode ini paling efektif terutama
untuk menanamkan nilai-nilai moral, nilai-nilai agama,
nilai-nilai pondok pesantren dan juga membentuk akhlaqul
karimah. Di sini kiai akan menjadi figur paradigmatik, akan
menjadi uswah hasanah dalam segala sesuatu perilaku dan
kehidupannya bagi para santrinya.
4) Metode pembiasaan, yakni suatu metode yang menjadikan
suatu perbuatan, sikap, perkataan, ibadah atau yang lain
menjadi kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Contoh
pembiasaan yang dilakukan di pondok pesantren misalnya
shalat berjama‟ah, patuh pada kiai,hormat pada yang lebih
tuadan sebagainya.126
5) Metode nasehat. Metode ini berisi perintah-perintah atau
ajaran-ajaran untuk melakukan kebaikan dan larangan-
larangan untuk melakukan kejelekan atau amar ma‟ruf
nahi munkar.
6) Metode hukuman. Adapun metode ini tidak mutlak
diperlukan, apabila keteladanan nasihat saja sudah cukup,

124 Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas

dan Tantangan Kompleksitas Global, h. 21


125 Ibid, 15
126 Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan

Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam), h. 29

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |91


maka tidak perlu lagi hukuman. Biasanya di pondok
pesantren apabila terjadi pelanggaran dilakukan oleh
santri terhadap peraturan tata tertib yang ada, maka santri
tersebut akan mendapatkan sanksi atau hukuman sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran, biasanya sanksi itu
berupa membersihkan halaman, kamar mandi dan lain
sebagainya.

3. Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan Pesantren


Pendidikan yang bermutu dapat dihasilkan melalui
transformasi sebuah sistem pendidikan yang didukung oleh
komponen input yang bermutu pula. Salah satu komponen
input tersebut adalah sarana dan prasarana.
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan
yang secara langsung dipergunakan untuk menunjang proses
pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti
gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat dan media
pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang jalannya proses pendidikan atau pembelajaran,
seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah,
tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar
mengajar, seperti taman sekolah untuk pembelajaran biologi,
halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga,
komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. Adapun
yang termasuk sarana dalam pesantren diantaranya adalah kiai
dan kitab-kitab kuning sedangkan yang termasuk prasarana
dalam pesantren yaitu masjid dan pondok, tetapi apabila masjid

92 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


digunakan dalam proses pembelajaran maka masjid juga
termasuk dalam kategori sarana pendidikan pesantren.127
Sarana dan prasarana merupakan komponen penting
dalam pelaksanaan pendidikan sehingga perlu dilakukan
pengelolaan sedemikian rupa terhadapnya. Manajemen sarana
dan prasarana pendidikan, atau yang dikenal dengan istilah
school plan administration, diperlukan untuk memberikan
layanan profesional sehingga proses pendidikan disekolah
terselenggara secara efektif efisien. Proses manajemen sarana
dan prasarana tersebut harus dilaksanakan secara efektif dan
profesional dengan mengacu pada standar minimal yang ada.128
Ruang lingkup manajemen sarana dan prasarana pesantren
setidaknya meliputi empat hal pokok, yaitu: perencanaan,
pengadaan, perawatan dan administrasi yang meliputi
inventarisasi dan penghapusan.129
Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses
penentuandan penyusunan rencana dan program-program
kegiatan yang akandilakukan pada masa yang akan datang
secara terpadu dan sistematisdalam rangka mencapai tujuan
yang telah di tetapkan sebelumnya.Berdasarkan pengertian
tersebut, perencanaan sarana dan prasaranapesantren adalah
suatu proses penentua dan penyusunan rencanapengadaan
fasilitas pesantren dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.Rencana tersebut hendaknya memiliki sifat-sifat
sebagai berikut: pertama, harus jelas; kedua, rencana harus
terpadu; ketiga,mengidentifikasi kebutuhan sarana dan

127 Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2013), h. 86


128 Agustinus, Hermino, Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan:

“Tinjauan Perilaku Organisasi Menuju Comprehensive Multilevel Planning”


(Jakarta: PT Gramedia, 2013), h. 178
129 Sulton, Masyhud dkk, Manajemen Pondok Pesantren, 92

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |93


prasarana pesantren dipesantren;keempat, menetapkan
prioritas kebutuhan sarana danprasarana pesantren.
Pengadaan sarana dan prasarana pesantren pada
dasarnyamerupakan upaya untuk merealisasikan pengadaan
perlengkapan yangtelah disusun sebelumnya. Kegiatan
pengadaan ini meliputi; analisis kebutuhan; analisis anggaran;
seleksi; keputusan dan pemerolehan. Pengadaan ada beberapa
cara untuk mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan,
antara lain dengan cara membeli, mendapatkan hadiahatau
sumbangan, tukar menukar, dan meminjam.
Sarana dan prasrana yang sudah harus dirawat dan
dipeliharaagar dapat dimanfaatkan dengan optimal, efektif dan
efesien.Perawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pesantren harus dilakukan secara teratur dan ber-
kesinambungan. Ada beberapa macam perwatan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana pesantren di pesantren.
Ditinjau dari sifatnya, ada empat macam perawatan, yaitu;
pertama, perawatan yang bersifat pengecekan; kedua,
perawatan yang bersifat pencegahan; ketiga, perawatan yang
bersifat perbaikan ringan; keempat, perawatan yang bersifat
perbaikan berat. Sedangkan apabila ditinjau dari waktu
perbaikannya, ada dua macam perawatan sarana dan prasarana
pesantren yaitu perawatan sehari-hari dan perawatan berkala.
Namun yang terpenting adalah koordinasi dan kerja sama di
antara semua pihak di dalam mengelola dan memelihara sarana
dan prasarana pesantren agar tetap prima. Oleh karena itu,
para petugas yang berhubungan dengan sarana danprasarana
pesantren bertanggung jawab langsung kepada kepala
pesantren.
Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan
pesantrendi sebuah lembaga termasuk pesantren adalah
mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh lembaga.

94 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut
inventarisasi. Dengan demikian, inventarisasi adalah
pencatatan dan penyusunan daftar barang milik secara
sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang berlaku. Sedangkan inventaris adalah daftar yang
memuat semua barang milik kantor yang dipakai dalam
melaksanakan tugas. Kegiatan inventarisasi sarana dan
prasarana pesantren meliputi dua kegiatan ; pertama, kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan
pembuatan kode barang; kedua, kegiatan yang berhubungan
dengan pembuatan laporan.
Penghapusan adalah kegiatan meniadakan barang-barang
miliklembaga dari daftar inventarisasi dengan cara
berdasarkan peraturanyang berlaku. Sebagai salah satu
aktivitas dalam pengelolaanperlengkapan pesantren,
penghapusan memiliki beberapa tujuan: a)Mencegah atau
membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat
pengeluaran dana untuk perbaikan perlengkapan yang rusak.b)
Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan
perlengkapan yang tidak berguna lagi. c) Membebaskan
lembaga dari tanggungjawab pemeliharaan dan pengamanan.
d) Meringankan beban inventaris.
Walaupun pada kenyataannya yang terjadi pada awal
adanyapesantren hanya didukung dengan sarana prasarana
seadanya, tap berbekal niat yang ikhlas dan kerja keras dari
para kiai akhirnya dariwaktu ke waktu sarana prasarana
pesantren mencapai kemajuan yangsangat luar biasa.130

130 Ibid, 92

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |95


4. Manajemen Keuangan Pendidikan Pesantren
a. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan pendidikan
pondok pesantren
Penggunaan anggaran dan keuangan, dari sumber
manapun, baik pemerintah ataupun dari masyarakat perlu
didasarkan pada prinsip-prinsip umum pengelolaan
pengelolaan keuangan sebagai berikut:
1) Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan
kebutuhan teknis yang disyaratkan.
2) Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana,
program/kegiatan.
3) Terbuka dan transparan, dalam pengertian dari dan
untuk apa keuangan lembaga tersebut perlu dicatat
dan dipertanggungjawabkan dengandisertai bukti
penggunaannya.
4) Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil
produksi dalam negeri sejauh dimungkinkan.131

b. Perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan keuangan


pondok pesantren
Pihak pesantren bersama komite atau majelis pesantren
pada setiap awal tahun anggaran perlu bersama-sama
merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja
pondok pesantren (RAPBPP) sebagai acuan bagi pengelola
pesantren dalam melaksanakan, manajemen keuangan yang
baik
Anggaran sendiri merupakan rencana yang diformulasikan
dalam bentuk rupiah dalam jangka waktu atau periode tertentu,
serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian kegiatan.

131 Shulton Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, h.


187

96 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Anggaran memiliki peran penting di dalam perencanaan,
pengendalian dan evaluasi kegiatan yang dilakukan pondok
pesantren. Untuk itu setiap penanggung jawab program
kegiatan di pesantren harus menjalankan kegiatan sesuai
dengan anggaran yang telah ditentukan sebelumnya
Ada dua bagian pokok anggaran yang harus diperhatikan
dalam penyusunan RAPBPP, yaitu:
1) Rencana sumber atau target penerimaan/ pendapatan
dalam satu tahun yang bersangkutan, termasuk di
dalamnya sumber-sumber keuangan dari :

a) Kontribusi santri
b) Sumbangan dari individu atau organisasi
c) Sumbangan dari pemerintah (Bila Ada)
d) Dari hasil usaha pesantren
2) Rencana penggunaan keuangan dalam satu tahun yang
bersangkutan.Semua penggunaan keuangan pesantren
dalam satu tahun anggaranperlu direncanakan dengan baik
agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik juga.
Penggunaan keuangan pesantren tersebut menyangkut
seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhan
pengelolaan pesantren, termasuk untuk dana oprasional
harian, pengembangan sarana dan prasarana pesantren,
untuk honorarium/gaji/infaq semua petugas/pelaksana di
pesantren.132

132 Sulthon dan Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantern dalam

Perspektif Global, h.261-262

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |97


c. Perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan keuanga
pondok pesantren
Semua pengeluaran keuangan pondok pesantren dari
sumber manapun harus dipertanggungjawabkan. Pertanggung
jawaban tersebut menjadi bentuk dari transparasi pengelolaan
keuangan. Pada prinsipnya pertanggung jawaban tersebut
dilakukan dengan mengikuti aturan dari sumber anggaran.
Namun demikian prinsip transpari dan kejujuran dalam
pertanggung jawabn keuangan pondok pesantren harus tetap
dijunjung tinggi. Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan
tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan pondok
pesantren adalah sebagai berikut:
1) Pada setiap akhir tahun anggaran, bendaharawan
harus membuat laporan keuangan kepada
komite/majelis pesantren untuk dicocokkan dengan
RAPBPP.
2) Laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-
bukti laporan yang ada, termasuk bukti penyetoran
pajak (PPN & PPh) bila ada.
3) Kuitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti
penerimaan berupa tanda tangan, penerimaan
honorarium/bantuan/bukti pengeluaran lain yang sah
4) Neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk
diperiksa oleh pertanggung jawaban keuangan dari
komite pondok pesantren.133

133 bid, 267-268.

98 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


E. Manajemen Pendidikan Islam di Madrasah
Manajemen madrasah adalah segenap proses penyelenggaraan
dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia melalui
pemanfaatan sumber daya manusia ataupun non manusia
untuk mencapai tujuan madrasah agar efektif dan efisien.
Selama ini madrasah danggap sebagai lembaga pendidikan
islam yang mutunya lebih rendah dari pada mutu lembaga
pendidikan lainnya, terutama sekolah umum, walaupaun
beberapa madrasah justru lebih maju dari pada sekolah umum.
Namun keberhasilanbeberapa madrasah dalam jumlah yang
terbatas itu belum mampu menghapus kesan negatif yang
sudah terlanjur melekat.134
Ditinjau dari segi penguasaan agama, mutu siswa
madrasah lebih rendah, daripada mutu santri pesantren.
Sementara itu, ditinjau dari hal penguasaan materi umum, mutu
siswa madrasah lebih rendah dari pada sekolah umum. Jadi,
penguasaan baik pelajaran agama maupun materi umum serba
mentah (tidak matang). Itulah yang menyebabkan Mastuhu
menilai, “madrasah menjadi semacam sekolah kepalang
tanggung”.
Dari segi manajemen, madrasah lebih teratur dari pada
pesantren tradisional (salafiyah), tetapi dari segi penguasaan
pengetahuan agama, santri lebih mumpuni. Keadaan ini wajar
terjadi karena santri tersebut hanya mempelajari pengetahuan
agama, sementara beban siswa madrasah berganda. Demikian
juga, menjadi wajar ketika dalam penguasaan pengetahuan
umum, siswa sekolah umum lebih menguasai daripada siswa
madrasah karena beban siswa sekolah umum tidak sebanyak
siswa madrasah.

134
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,
2007), 80

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |99


Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah
terus digulirkan, begitu juga usaha menuju ke kesatuan sistem
pendidikan nasional dalam rangka pembinaan semakin
ditingkatkan. Usaha tersebut bukan hanya merupakan tugas
dan wewenang Departemen Agama, tetapi merupakan tugas
bersama antara masyarakat dan pemerintah. Usaha tersebut
mulai terrealisasi terutama dengan dikeluarkannya surat
keputusan bersama (SKB) 3 mentri, antara Mentri Dalam
Negeri, Mentri Agama, dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 1975, tentang peningkatan mutu pendidikan pada
madrasah. Adapun point-point SKB 3 mentri tersebut adalah:
1. Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan
nilai ijazah sekolah umum yang setingkat.
2. Lulusan madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat lebih tinggi.
3. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat.
Dengan adanya SKB 3 Mentri tersebut bukan berarti beban
yang dipikul madrasah tambah ringan, tetapi justru sebaliknya,
akan semakin berat. Hal ini dikarenakan di satu pihak ia
dituntut untuk memperbaiki kualitas pendidikan umumnya
sehingga setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah
umum. Di lain pihak ia harus menjaga agar mutu pendidikan
agama tetap baik sebagai ciri khasnya. Dengan adanya SKB 3
Mentri tersebut pendidikan agama pada madrasah menjadi
berkurang, karena madrasah-madrasah berlomba untuk
menambah materi pendidikan umum untuk mensejajarkan
denan sekolah umum
Pada dasarnya, secara organisasional, madrasah
merupakan organisasi yang mengelola diri (self-organized)
untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristiknya.
Dan pengelolaan diri ini dijalankan oleh para pemimpin

100 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


madrasah melalui sebuah mekanisme manajemen operatif.
Namun, karena madrasah di Indonesia merupakan sub sistem
dalam makro sistem pendidikan nasional dan tanggung jawab
pengelolaannya dibebankan pada Departemen Agama, maka
pengelolaan diri madrasah secara individu tidak cukup
memberikan dampak perubahan yang signifikan dan luas bagi
peningkatan kualitas hidup masyarakat muslim Indonesia saat
ini. Hal tersebut karena kondisi madrasah yang yang tergolong
miskin dalam berbagai sumber, termasuk sumber daya
manusianya dan inilah salah satu poblem yang menyelimuti
kehidupan madrasah.
Berbagai hal yang yang melatarbelakangi persoalan
tentang kelemahan manajerial madrasah adalah sebagai
berikut:135

1. Ketidakjelasan Misi, Visi dan Tujuan Madrasah


Dalam bukunya Total Quality Management in Education,
Edward Sallis mengemukakan bahwa dalam suatu organisasi
tanpa visi, maka perubahan tidak mungkin, tanpa misi maka
perubahan bisa salah arah, tanpa insentif, perubahan lama
terjadi,tanpa sumber daya perubahan tidak akan terwujud, dan
tanpa fasilitas, maka perubahan hanya sedikit. Jika madrasah
telah mencanangkan misi dan visi yang jelas, maka tujuan
tujuan akan muah dicapai, dilaksanakan, dikontrol dan
dievaluasi.

135
Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera
Media, 2006), hlm. 84

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |101


2. Ketidakjelasan struktur dan Tata Kerja
Seringkali terjadi tumpang tindih di lapangan antara
wewenang yayasan dengan pengelola madrasah. Salah satu
konflik laten dalam pengelolaan madrasah adalah perbedaan
kepentingan antara pihak pengelola madrasah dengan yayasan.
Yayasan sebagai pemilik biasanya memiliki posisi tawar yang
lebih, dan pada umumnya menggunakan kekuasaannya untuk
mengatur segala hal. Sebaliknya, madrasah cenderung tidak
atau kurang memiliki posisi tawar sehingga secarapsikologis
menjadikan pengelola madrasah tersubordinasikan.

3. Kurangnya keterlibatan madrasah


Sebelum isu desentralisasi pendidikan digulirkan dan lebih
khusus lagi dengan adanya pendidikan berbasis masyarakat,
madrasah adalah salah satu model pendidikan berbasis
masyarakat yang telah lama ditengah-tengah masyarakat. Akan
tetapi, perkembangan selanjutnya madrasah yang didirikan
masyarakat tersebut kemudian mengalami kemandegan inilah
problem klasik yang sering muncul. Ketika madrasah sudah
berdiri, maka keterlibatan aktif masyarakat untuk memikirkan
nasib, kelangsungan hidup (apalagi pengembangan dan
kemajuan) madrasah relatif kurang (kalau tidak bisa dikatakan
tidak ada).

4. Lemahnya jaringan (Network)


Banyak terjadi di masyarakat kita, bahwa dalamsatu
daerah tertentu terdapat beberapa madrasah yang
berdampingan tetapi belum bisa bergandeng tangan secara
maksimal, yang terjadi malah sebaliknya saling mematikan. Ini
tentu saja salah satu faktor rendahnya/lemahnya madrasah.

102 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


5. Lemahnya manajemen
Kelemahan di bidang ini boleh dibilang merupakan
“wabah” yang menjangkiti sebagian besar madrasah.
Pendanaan terbatas, kurangnya sarana dan prasarana,
lemahnya SDM dan minimnya pengetahuan tentang organisasi
dan tata kerja merupakan beberapa sebab yang saling kait-
mengkait.

Untuk mengatasi problematika kelemahan madrasah di


atas setidak-tidaknya ada tiga pendekatan yang bisa
ditawarkan, yaitu:136

1. Islamisasi ilmu pengetahuan


Prof.dr. Muhammad Arkaum menganggap bahwa islamisasi
IPTEK sebagai suatu kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak
kita bahwa islam hanya semata-mata sebagai idiologi (USA,
1991) terlepas dari adanya pro dan kontra mengenai masalah
ini, bahwa islamisasi ilmu merupakan conditio since quanon,
bukan berarti seorang insinyur harus menguasai tafsir, fiqih,
ilmu hadits, dsb, namun paling tidak ia berkepribadian sebagai
seorang muslim sesuai nilai-nilai islam, bertawakal dsb,
demikian juga sebagai ustadz (ulama) sebagai alumni madrasah
harus menguasai iptek tetapi paling tidak menginsafi bahwa
IPTEK adalah penting bagi pengemangan ilmu pengetahuan itu
sendiri dan juga diperintahkan oleh agama. Usaha islamisasi ini
tidak hanya akan menghiangkan dikotomi sistem pendidikan
kita, juga akan mengikis dikotomi lembaga pendidikan yang
pada gilirannya akan menghilangkan sikap dikotomi terhadap
lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah dengan sekolah

136
Ibid, 80

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |103


umum sehingga kesan madrasah sebagai sekolah “kelas dua”
harus dihilangkan.

2. Legalitas kelembagaan
Sebagai tindak lanjut islamisasi dari ilmu tadi, maka
selanjutnya adalah harus ada legalitas kelembagaan dan
pengakuan profesional terhadap lembaga pendidikan semacam
madrasah. Sebanarnya legalitas kelembagaan ini sudah
tertuang didalam UUSPN.i No 2 tahunn 1989 namun baru tahap
formalitas, kenyataan dilapangan belum diakui 100% masih
terdapat dikotomi terhadap pengekuan profesionalisme antara
alumni pendidikan umum dengan alumni madrasah dalam
kiprah membangun bangsa yang mayoritas penduduknya
muslim ini. Karena itu penataan secara substansial baik
kurikulum dan kualitas pendidik menjadi sangat esensial.

3. Kurikulum pendidikan dan kualitas pendidik


Beberapa pergantian kurikulum dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bagi madrasah
terakhir adalah adanya kurikulum berciri khas agama Islam
yang menerapkan 10% pendidikan agama dan 90% pendidikan
umum. Kurikulum ini kiranya membawa angin segar bagi
pengembangan pendidikan Islam. Adapun yang menjadi ciri
khas dari kurikulum jenis ini adalah: (1) matapelajaran-
matapelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan
Islam (Qur’an, Hadits, Akidah Akhlak, Ibadah, Syari’ah, Fiqh dan
Sejarah Islam), (2) suasana keagamaan yang berupa suasana
kehidupan madrasah yang agamis, adanya sarana ibadah,
penggunaan metode dan pendekatan yang agamis dalam setiap
matapelajaran dan kualifikasi guru yang harus beragama Islam
dan berakhlak mulia, disamping memiliki kualifikasi sebagai

104 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


tenaga pengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam
upaya meningkatkan kualitas output madrasah juga perlu
didukung oleh pemanfaatan pendidik yang berkualitas.
Dengan demikian persoalan keprofesionalan tenaga
pendidik dalam madrasah sangat diperlukan guna
pengembangan madrasah ke arah yang lebih baik.

F. Manajemen Pendidikan Islam di Sekolah


Hal yang sangat penting dala manajemen pendidikan Islam
di sekolah adalah komponen-komponen manajemen. Sedikitnya
terdapat 7 (tujuh) komponen manajemen yang harus dikelola
dengan baik dan benar, di antaranya yaitu kurikulum dan
program pengajaran, tenaga kependidikan (personal
sekolah/pegawai), kesiswaan, keuangan dan pembiayaan,
sarana dan prasarana pendidikan, kerja sama sekolah dan
masyarakat, serta pelayanan khusus lembaga pendidikan.137

1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran


Manajemen kurikulum dan program pengajaran
merupakan bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional
padaumumnya telah dilakukan oleh KementrianPendidikan
Nasionalpada tingkat pusat. Karena itu level sekolah
yangpalingpenting adalah bagaimana merealisasikan dan
menyesuaikankurikulum tersebut dengan kegitan
pembelajaran.

137 E. Mulyasa, 2005, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung. PT Remaja

Rosdakarya, 2005), hlm. 39-53

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |105


Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan
kurikulum,baik kurikulum nasional maupun muatan lokal,
yangdiwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk
mencapaitujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler
daninstruksional. Agar proses belajar mengajar dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mencapai hasil
yang diharapkan, diperlukan program manajemen pengajaran.
Manajemen pengajaran adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang
bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana
secaraefektif dan efesien. Manajemen sekolah diharapkan dapat
membimbing danmengarahkan pengembangan kurikulum dan
program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam
pelaksanaannya, dan penilaian perubahan atau program
pengajaran di sekolah. Ia harus bertanggungjawab terhadap
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, perubahan atauperbaikan
program pengajaran di sekolah. Untuk kepentingan tersebut,
sedikitnya ada empat langkah yang harusdilaksanakan, yaitu
menilai kesesuaian program yang adadengan tuntunan
kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan
program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai
perubahan program.
Usaha untuk membangun aktivitas pengembangan
kurikulum dan program pengajaran dalam manajemen
berbasissekolah (MBS), kepala sekolah sebagai pengelola
programpengajaran bersama guru-guru harus menjabarkan isi
kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program
tahunan, semesteran, dan bulanan.
Adapun program mingguan atau program satuan
pelajaran wajib dikembangkan guru sebelum melakukan
kegiatan belajar mengajar. Berikut dirinci beberapa prinsip
yang harus diperhatikan:

106 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


a. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional
tujuan makin mudah terlihat dan makin tepat program-
program yang dikembangkan.
b. Program itu harus sederhana dan fleksibel.
c. Program-program yang disusun dan dikembangkan
harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
d. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan
harus jelas penyampaiannya
e. Harus ada koordinasi antara komponen pelaksana
program di sekolah.138

Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk


merealisasi hal-hal di atas adalah pembagian tugas guru,
penyusunan kalenderpendidikan dan jadwal pelajaran,
pembagian waktu yang digunakan,penetapan pelaksanaan
evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma
kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik,
serta peningkatan perbaikan mengajar serta pengisian waktu
jam kosong.

2. Manajemen Tenaga Kependidikan


Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen
personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai
hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi
yangmenyenangkan. Sehubungan dengan itu fungsi personalia
yangharus dilaksanakan pimpinan adalah menarik,
mengembangkan, mengkaji dan memotivasi personil
gurumencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai
posisistandar perilaku, melaksanakan perkembangan karier

138 Ibid, h. 40-42

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |107


tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan
organisasi.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil)
mencakup: a) Perencanaan pegawai, b) Pengadaan Pegawai,
c)Pembinaan dan Pengembangan Pegawai, d) Promosi
danMutasi, e) Pemberhentian Pegawai, f) Kompensasi, dan g)
Penilaian Pegawai.139
Perencanaan pegawai merupakan kegiatan untuk
menentukan kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif
untuksekarang dan masayang akan datang. Pengadaan
pegawaimerupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
pegawaipada suatu lembaga, baik jumlah maupun kualitasnya.
Untukmendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
dilakukan kegiatan recruitmen, yaitu usaha mencari dan
mendapatkan calon-calon pegawai yang memenuhi syarat
sebanyak mungkin, untuk kemudian dipilih calon terbaik dan
tercakap.
Lembaga pendidikan senantiasa menginginkan agar
personil-personilnya melaksanakan tugas secara optimal dan
menyumbangkan segenap kemampuannya untuk kepentingan
lembaganya, serta bekerja lebih baik dari hari ke hari.
Sehubungan dengan itu, fungsi pembinaan dan pengembangan
pegawai merupakan fungsi pengelolaan personil untuk
memperbaiki, menjaga dan meningkatkan kinerja pegawai.
Setelah diperoleh dan ditentukan calon pegawai yang akan
diterima, kegiatan selanjutnya adalah mengusahakan supaya
calon pegawai tersebut menjadi anggota lembaga yang sah
sehingga mempunyai hak dan kewajiban sebagai anggota
lembaga. Setelah pengangkatan pegawai, kegiatan berikutnya
adalah penempatan atau penugasaan diusahakan adanya

139 Ibid, hlm. 42

108 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kongruensi yang tinggi antara tugas yang menjadi tanggung
jawab pegawai dengan karakteristik pegawai.
Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang
menyebabkan terlepasnya pihak organisasi dan personil dari
hak pegawai. Dalam kaitan tenaga kependidikan sekolah,
khususnya pegawai negeri sipil, sebab-sebab pemberhentian
pegawai dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis: a)
Pemberhentian atas permohonan sendiri, b) Pemberhentian
oleh dinas atau pemerintah, dan c) Pemberhentian sebab
lain.140
Usaha-usaha dalam pelaksanaan fungsi-fungsi yang
dikemukakan di depan, diperlukan sistem penilaian pegawai
secara obyektif dan akurat. Penilaian tenaga kependidikan ini
difokuskan pada prestasi individu dan peran sertanya dalam
kegiatan sekolah. Bagi sekolah, hasil penilaian prestasi kerja
tenaga kependidikan sangat penting dalam pengambilan
keputusan berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program
sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan,
promosi, sistem imbalan, dan aspek lain dari keseluruhan
proses efektif sumber daya manusia.

3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan
terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai
dari masuk sampai keluarnya peserta didik tersebut dari
sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang
lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya

140 Ibid, hlm. 44

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |109


pertumbuhan dan perkembangan peserta didik mulai proses
pendidikan di sekolah.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai
kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran
di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta
tercapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki
tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan
siswa baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan
pembinaan disiplin.
Berdasarkan tiga tugas utama tersebut Mulyasa
menjabarkan tanggung jawab kepala sekolah dalam mengelola
bidang kesiswaan berkaitan dengan hal-hal berikut:141
f. Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan itu.
g. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukan
murid ke kelas dan program studi.
h. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar.
i. Program supervisi bagi murid yang mempunyai
kelainan, seperti pengajaran luar biasa.
j. Pengendalian disiplin murid.
k. Program bimbingan dan penyuluhan.
l. Program kesehatan dan keamanan.
m. Penyesuaian pribadi, sosial dan emosional.

Penerimaan siswa baru biasanya dikelola oleh panitia


penerimaan siswa baru (PSB). Dalam kegiatan ini kepala
sekolah membentuk panitia atau menunjuk beberapa orang
guru untuk bertanggung jawab dalam tugas tersebut. Setelah
para siswa diterima lalu dilakukan pengelompokan dan

141 Ibid, hlm. 45

110 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


orientasi sehingga secara fisik, mental, dan emosional siap
untuk mengikuti pendidikan di sekolah.
Keberhasilan, kemajuan dan prestasi belajar para siswa
memerlukan data yang otentik, dapat dipercaya, dan memiliki
keabsahan. Data ini diperlukan untuk mengetahui dan
mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah sebagai
manajer pendidikan di sekolahnya. Kemajuan belajar siswa ini
secara periodik harus dilaporkan kepada orang tua, sebagai
masukan untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan dan
membimbing anaknya belajar, baik di rumah maupun di
sekolah.
Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan
pengetahuan anak, tetapi juga sikap, kepribadian, serta aspek
sosial emosional di samping ketrampilan-ketrampilan yang lain.
Sekolah tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan
ilmu pengetahuan, tetapi juga pembinaan disiplin
melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan murid,
memberikan bimbingan dan bantuan terhadap anak
bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial
sehingga anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
potensi masing-masing. Untuk kepentingan tersebut diperlukan
data yang lengkap tentang peserta didik. Untuk itu, di sekolah
perlu dilakukan pencatatan dan ketatalaksanaan kesiswaan,
dalam bentuk buku induk, buku laporan keadaan siswa, buku
rapor, daftar kenaikan kelas, buku mutasi dan sebagainya.

4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan


Keuangan dan pembiayaan merupakan sumber daya yang
secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS), yang

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |111


menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggung-
jawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada
masyarakat dan pemerintah. Komponen keuangan dan
pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya agar dana-dana
yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang
tercapainya tujuan pendidikan.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah
secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu
a) Pemerintah, baik dari pusat, daerah, maupun keduaduanya,
b) Orang tua atau peserta didik, dan c) Masyarakat, baik
mengikat maupun tidak mengikat.142
Biaya rutin adalah dana yang harus dikeluarkan dari tahun
ke tahun seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya
operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat
pembangunan, misalnya biaya pembelian atau pengembangan
tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung,
penambahan furnitur, serta biaya lain untuk barang-barang
yang tidak habis pakai.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi: a)
Prosedur anggaran, b) Prosedur akuntansi keuangan, c)
Pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian, d)
Prosedur investasi, dan e) Prosedur pemeriksaan. Kepala
sekolah berfungsi sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator
dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan
pembayaran. Namun tidak dibenarkan melaksanakan fungsi
bendaharawan karena kewajiban melaksanakan pengawasan
ke dalam. Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi

142 Ibid, hlm. 48

112 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


bendaharawan juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji
hak atas pembayaran.143

5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan


Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan
yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses
pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti
gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media
pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah
fasititas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman
sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara
langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah
untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai
lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana
pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas
mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar
dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada
jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi
kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan
investasi, dan penghapusan serta penataan. Manajemen sarana
dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan
sekolah yang bersih, rapi dan indah sehingga menciptakan
kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun bagi murid
untuk berada di sekolah. Di samping itu juga dengan
tersedianya alat atau fasilitas belajar yang memadai secara
kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan
diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

143 Ibid, hlm. 49

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |113


kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru
sebagai pengajar maupun oleh murid sebagai pelajar.144

6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina
dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di
sekolah.
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat
erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara
efektif dan efisien. Hubungan sekolah dengan masyarakat
bertujuan antara lain: a) Memajukan kualitas pembelajaran,
dan pertumbuhan anak, b) Memperkokoh serta meningkatkan
kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, dan c)
Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan
sekolah.
Fuad Ihsan dalam bukunya Dasar-Dasar Kependidikan
menyebutkan bahwa manfaat hubungan timbal balik antara
sekolah dan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
a. Adanya bantuan tenaga terdidik pada bidangnya,
ini ikut memperlancar pembangunan di
lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
b. Masyarakat akan dapat secara terbuka
menyatakan realita di masyarakat tersebut kepada
para terdidik yang datang/ada di lingkungan
masyarakat tersebut.

144 Ibid, hlm. 49-50

114 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


c. Meningkatkan cara berfikir, bersikap dan
bertindak yang lebih maju terhadap program
pemerintah di lingkungan masyarakat tersebut.
d. Masyarakat akan lebih mengenal fungsi sekolah
untuk pembangunan bagi mereka sehingga mereka
ikut memiliki sekolah tersebut.
e. Masyarakat terdorong untuk makin maju dalam
berbagai bidang kehidupannya, berkat kerjasama
antara masyarakat dan sekolah.

2. Bagi Sekolah
a. Sekolah mendapat masukan dalam
penyempurnaan pendidikan/pengajaran/PBM,
akibat interaksi sekolah dengan masyarakat.
b. Memberikan pengalaman langsung dan praktis
bagi siswa dalam berbagai hal.
c. Mendekati masalah secara interdisipliner.
d. Mengerti dan harus tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat dalam masa pembangunan ini.
e. Terdorong untuk mengerti lebih banyak dalam
berbagai segi masyarakat.
f. Memanfaatkan nara sumber dari masyarakat.
g. Sekolah banyak menerima bantuan dari
masyarakat antara lain pemikiran, dana, saran,
dan lain-lain.
h. Memanfaatkan masyarakat sebagai laboratorium
yang sesuai dengan keperluan siswa/mata
pelajaran tertentu.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |115


Sedangkan Made Pidarta145 menyebutkan secara rinci
manfaat hubungan lembaga pendidikan dengan masyatakat
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Bagi Lembaga Pendidikan Bagi Masyarakat


1. Memperbesar dorongan 4. Tahu hal-hal
mawas diri persekolahan dan
2. Mempermudah inovasinya
memperbaiki pendidikan. 5. Kebutuhan-kebutuhan
3. Memperbesar usaha masyarakat tentang
meningkatkan profesi pendidikan lebih mudah
mengajar. diwujudkan
4. Konsep tentang guru/ 6. Menyalurkan kebutuhan
dosen menjadi benar berpartisipasi dalam
5. Mendapatkan koreksi dari pendidikan
kelompok masyarakat 7. Melakukan usul-usul
6. Mendapatkan dukungan terhadap lembaga
moral dari masyarakat pendidikan
7. Memudahkan meminta
bantuan dan material dari
masyarakat
8. Memudahkan pemakaian
media pendidikan

Dari beberapa uraian tersebut di atas, jelas terlihat bahwa


pada hakekatnya hubungan antara lembaga pendidikan dan
masyarakat sangatlah bersifat korelatif, saling mendukung satu
sama lain. Lembaga maju karena adanya dukungan dari
masyarakat dan masyarakat bisa maju karena adanya
pendidikan yang memadai. Karena bagaimanapun juga setiap

145 Made Pidarrta, Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan, (TP: Sarana

Press, 1986), hlm. 361

116 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


peserta didik pasti akan terjun ke masyarakat. Oleh sebab
itulah, peran aktif masyarakat dalam memajukan pendidikan
akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan
masa depan, dengan demikian tujuan nasional yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memeratakan pendidikan
dengan sistem Wajar (wajib belajar 12 tahun) akan berhasil dan
menghasilkan output yang bermutu dan siap terjun di
masyarakat dengan berbagai tantangan yang ada di dalamnya.
Untuk merealisasi tujuan tersebut banyak cara dilakukan,
antara lain dengan memberitahu masyarakat mengenai
program-program sekolah, baik program yang telah
dilaksanakan, maupun program yang akan dilaksanakan.
Hubungan yang harmonis ini akan membentuk:
a. Saling pengertian antara sekolah, orang tua,
masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di
masyarakat termasuk dunia kerja.
b. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat
karena mengetahui manfaat dan arti pentingnya
masing-masing.
c. Kerjasama yang erat antara berbagai pihak yang ada di
masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung
jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.146

Melalui hubungan yang harmonis tersebut diharapkan


tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu
terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif,
efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang
produktif dan berkualitas.

146 E. Mulyasa, Op.Cit, hlm. 51

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |117


7. Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen
perpustakaan, kesehatan dan keamanan sekolah. Perpustakaan
yang lengkap dan dikelola dengan baik memungkinkan peserta
didik untuk lebih mengembangkan dan mendalami
pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui belajar
mandiri, baik pada waktu-waktu kosong di sekolah maupun di
rumah. Karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni pada masa sekarang ini menyebabkan guru
tidak bisa lagi melayani kebutuhan-kebutuhan anak-anak akan
informasi, dan guru-guru tidak bisa mengandalkan apa yang
diperolehnya dibangku sekolah.
Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan
bertanggung jawab melaksanakan proses pembelajaran tidak
hanya bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan
meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani peserta didik.
Untuk kepentingan tersebut di sekolah dikembangkan program
pendidikan jasmani dan kesehatan, menyediakan pelayanan
kesehatan sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS), dan
berusaha meningkatkan program pelayanan melalui kerja sama
dengan unit-unit dinas kesehatan setempat. Di samping itu
sekolah juga harus memberikan pelayanan keamanan kepada
peserta didik dan para pegawai yang ada di sekolah agar
mereka dapat belajar dan melaksanakan tugas dengan nyaman
dan tenang.147
Dari berbagai komponen manajemen yang telah
dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur
manajemen pendidikan adalah kurikulum dan program
pengajaran, tenaga kependidikan (personal sekolah/pegawai),

147 Ibid, hlm. 52

118 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kesiswaan, keuangan dan pembiayaan, sarana dan prasarana
pendidikan, kerjasama sekolah dan masyarakat, serta
pelayanan khusus lembaga pendidikan. Komponen tersebut
tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lainnya
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Komponen manajemen ini harus dilaksanakan
secara serasi, menyeluruh, berkesinambungan, karena antara
komponen yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi dan
merupakan kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Unsur-unsur manajemen pendidikan di atas juga lazim
digunakan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam. Dengan
demikian, unsur-unsur tersebut dapat dikembangkan dalam
manajemen pendidikan Islam.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |119


120 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.
BAB IV
KEPEMIMPINAN DALAM DUNIA
PENDIDIKAN

A. Ragam Teori Kepemimpinan


Secara umum, kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan
manusia dalam kehidupan. Secara etimologi kepemimpinan
berasal dari kata dasar “pimpin” yang jika mendapat awal “me”
menjadi “memimpin” yang berarti menuntun, menunjukkan
jalan, dan membimbing.148
Dalam konteks manajemen, para manajer organisasi adalah
pemimpin manajerial yang menjalankan kepemimpinan. 149
Hersey dan Blanchard, berpendapat bahwa: “Leadership is the
process of influencing the activities of an individual or group in
ejforts toward goal achievement in a given situation”. 150
Pendapat ini menegaskan kepemimpinan merupakan proses
mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam usaha
kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu
Proses memengaruhi antara pemimpin dengan
pengikut/anggota tidak seorang pemimpin mempengaruhi
pengikut justru antara keduanya. Sebagai suatu proses
mempengaruhi, maka kepemimpinan merupakan kemampuan
pemimpin mempengaruhi seseorang sehingga mau melakukan
pekerjaan dengan sukarela untuk mencapai tujuan yang

148 Elvi Rahmi, “Leaderaship-Manajerialship dalam Pendidikan Islam”,

Tadris, Volume 13, No. 2, Desember 2018, h. 220-221


149 Syafaruddin, Manajemen Organisasi Pendidikan Perspektif Islam dan

Sains, (Medan: Perdana Publishing, 2015), h. 91


150 P. Hersey, P. dan K. Blanchard. (1986). Manajemen Perilaku

Organisasi (terjemahan oleh Agus Dharma), (Jakarta: Erlangga, 1988), h. 86

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |121


diinginkan.151 Kouzes dan Posner menjelaskan “Leadership is
relationship, one between constituent and leader what base on
mutual needs and interest”. 152 Dari pendapat ini dipahami
bahwa kepemimpinan itu terdiri dari adanya pemimpin, yang
dipimpin (anggota) dan situasi saling memerlukan satu sama
lain.
Stogdill dalam Keith Grint seperti yang dikutip Syafaruddin
menjelaskan kepemimpinan ialah sebagai tindakan
mempengaruhi kegiatan kelompok dalam usaha menyusun dan
mencapai tujuannya. Di dalamnya terdiri dari unsur-unsur
kelompok (dua orang atau lebih), ada tujuan dalam orientasi
kegiatan serta pembagian tanggung jawab sebagai bentuk
perbedaan kewajiban anggota.153
Kepemimpinan sebagai suatu proses di dalamnya
terkandung interaksi tiga faktor penting yaitu fungsi pemimpin,
pengikut (anggota) dan situasi yang melingkupinya. Berarti
dalam setiap situasi yang bagaimanapun, kepemimpinan bisa
berlangsung baik di bidang industri, organisasi pemerintahan,
organisasi politik, bisnis maupun pada kegiatan pendidikan di
sekolah. Bahkan kepemimpinan dapat berlangsung di luar
organisasi seperti dalam kepemimpinan sosial dan keagamaan
Setiap organisasi dapat mencapai tujuan organisasinya
secara maksimal dengan menggunakan manajemen. Namun
begitu, di dalam memfungsikan manajemen diperlukan pula
proses kepemimpinan. Kegiatan pencapaian tujuan organisasi
berlangsung maksimal melalui kepemimpinan dapat
dinamakan sebagai proses manajemen pula. Keterampilan

151 L.F.C Achua, Managing Individual Are Group, Behavioral in

Organization, (New York: MC. McGraw Hill, 2010), h. 6


152 Kouzes dan Posner, The leadership Challenge, (Jakarta: Erlangga,

2004), h. 11
153 Syafaruddin, Op.Cit, h. 91

122 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


memimpin dalam mencapai tujuan organisasi inilah sebagai
kegiatan manajemen yang maksimal. Dengan kata lain
kepemimpinan adalah inti manajemen yang dijalankan untuk
mencapai tujuan organisasi
Kepemimpinan adalah proses memberikan inspirasi orang
lain untuk bekerja keras dalam mencapai tugas-tugas
penting.154 Di sini dipahami bahwa kepemimpinan merupakan
proses memberikan inpirasi kepada bawahan atau anggota.
Intinya adalah bagaimana pemimpinan mempengaruhi
bawahan mau bekerja keras dengan sukarela dalam mencapai
tujuan.
Kepemimpinan terdiri dari seperangkat fungsi atau
tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pemimpin
untuk menjamin terlaksananya tugas, iklim kerjasama
kelompok, kepuasan anggota yang berhubungan dengan tujuan
organisasi. Dengan kata lain kepemimpinan berlangsung
diawali dari tindakan mempengaruhi anggota atau bawahan
dan diakhiri pada tercapainya tujuan organisasi atau kepuasan
anggota.
Kemudian Owens seperti dikutip Syafaruddin menegaskan
bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain melalui interaksi sosial. Dengan kata lain,
kepemimpinan terjadi dalam interaksi dua orang atau lebih,
dan tujuan pemimpin adalah berusaha mempengaruhi perilaku
orang lain baik perorangan maupun kelompok.155 Setiap
manajer dituntut menunjukkan perilaku pemimpin agar tujuan
organisasi dapat dicapai secara efektif. Para manajer dalam
memperjuangkan pencapaian tujuan organisasi menjalankan

154 Schermerhorn, dikutip oleh Ernie Tisnawati Sule dan Kuniawan


Saefullah, .Pengantar Manajemen. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009)
155 Syafaruddin, Loc.Cit, h. 92

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |123


organisasi dengan keterampilan manajerial yaitu
kepemimpinan yang efektif.
Pemimpin adalah orang yang diserahi tugas dan tanggung
jawab untuk memimpin organisasi atau diterima menjadi
pemimpin dalam situasi tertentu. Pemimpin memiliki
kemampuan untuk memimpin, ilmu dan pengetahuan, ber-
pengalaman serta harus memenuhi persyaratan keterampilan
dan pengetahuan misalnya mengatur pembagian kerja,
merancang strategi, mengkoordinasikan sumber daya bersikap
kooperatif untuk memperlancar pekerjaan dalam mencapai
tujuan. Kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin adalah
mempengaruhi, mengendalikan tingkah laku dan perasaan
orang lain untuk mencapai tujuan merupakan substansi
kepemimpinan itu sendiri.
Kepemimpinan dalam organisasi disebut juga
kepemimpinan kedudukan (status leadership), dan
kepemimpinan yang ada pada diri individu tanpa jabatan
disebut kepemimpinan personal (kepemimpinan pribadi).
Kouzes dan Posner menjelaskan “Leadership is relationship, one
between constituent and leader what base on mutual needs and
interest”. Pendapat ini menekankan bahwa kepemimpinan itu
terdiri dari adanya pemimpin, yang dipimpin (anggota) dan
situasi saling memerlukan satu sama lain.156
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tindakan orang
lain, anggota atau bawahan secara individu dan kelompok agar
mau bekerja secara sukarela dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Hubungan timbal balik antara pemimpin dengan yang
dipimpin dengan mengandalkan kemampuan komunikasi

156 Kouzes dan Posner, Op.Cit, h. 11

124 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


interpersonal adalah penting sehingga pekerjaan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
Kegiatan memberikan perintah, menyampaikan visi,
inspirasi, membangun tim kerja, membangun keteladanan,
memenuhi pengharapan anggota merupakan karakteristik
kepemimpinan menuju efektivitasnya. Hal di atas sejalan
dengan pendapat Locke sebagaimana dikutip Syafaruddin,
kepemimpinan itu sebenarnya harus membujuk orang lain
untuk mengambil tindakan. Para pemimpin membujuk para
pengikutnya melalui berbagai cara, yaitu: menggunakan
otoritas yang legitimasi, menciptakan model (menjadi teladan),
penetapan sasaran, memberikan imbalan dan hukuman,
restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah
visi.157

B. Karakteristik Fungsi Leader dalam Pendidikan Islam


Secara garis besar, setiap orang yang diangkat menjadi seorang
pimpinan didasarkan atas beberapa kelebihan yang dimilikinya
dari pada orang-orang yang dipimpin. Karena itu untuk menjadi
pemimpin diperlukan adanya syarat-syarat tertentu, yakni
karakteristik atau sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin.158
Menurut Mujamil Qomar, karakteristik dari seorang
pemimpin dalam kepemimpinan pendidikan antara lain:
1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup
untuk mengendalikan lembaga atau organisasinya.
2. Memfungsikan keistimewaannya yang lebih di banding
orang lain.

Syafaruddin, Op.Cit, h. 93
157

M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan(Cet. X;


158

Bandung: Remaja Karya, 2001), h. 57

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |125


3. Memahami kebiasaandan bahasa orang yang menjadi
tanggung jawabnya.
4. Mempunyai karisma atau wibawa dihadapan manusia
atau orang lain
5. Bermuamalah dengan lembut dan kasih sayang
terhadap bawahannya, agar orang lain simpatik
kepadanya
6. Bermusyawarah dengan para pengikut serta mintalah
pendapat dan pengalaman mereka.
7. Mempunyai power dan pengaruh yang dapat
memerintah serta mencegah karena seorang
pemimpin harus melakukan control pengawasan atas
pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta
mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan
mencegahkemungkaran.
8. Bersedia mendengar nasehat dan tidak sombong,
karena nasehat dari orang yang ikhlas jarang sekali
kita peroleh.

Menurut perspektif pendidikan Islam karakteristik


sekaligus fungsi kepemimpinan (leader) sama dengan
karakteristikyang dituntut dalam pendidikan pada umumnya,
sebagai mana yang telah diuraikan di atas, maksudnya
pendidikan Islam tidak menolak semua sifat atau karakteristik
yang telah ditawarkan oleh para ahli pendidikan tersebut,
karena apa yang ditawarkan tersebut semuanya sesuai dengan
pendidikan Islam. Meskipun begitu dalam pendidikan Islam ada
hal-hal yang sangat ditekankan mengenai karakteristikyang
harus dimiliki oleh pemimpin pendidikan Islam.
Karakteristik yang harus dimiliki oleh kepemimpinan
pendidikan Islam juga lebih kepada bagaimana karakteristik
yang dicerminkan oleh nabi Muhammad saw., beliau selalu

126 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


memperlakukan orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya
berbicara dengan kata-kata, tapi juga dengan perbuatan dan
keteladanan. Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada
perbedaan antara kata dan perbuatan. Sebagai pemimpin
teladan yang menjadi model ideal pemimpin, Rasulullah
dikaruniai empat sifat utama, yaitu: shiddiq, amanah, tablig dan
fathanah. Shiddiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan,
amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung
jawab. Tablig berarti menyampaikan segala macam kebaikan
kepada rakyatnya. Fathanah berarti cerdas dalam mengelola
masyarakat. Menerapkan karakteristik yang dimiliki oleh
beliau, otomatis kepemimpinan pendidikan Islam akan berjalan
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
Empat karakteristik Rasulullah tersebut dapat berfungsi
dalam karakteristik fungsi leader (kepemimpinan) pendidikan,
sebagaimana uraian berikut:

1. Fungsi Karakter Shiddiq


Kepemimpinan yang mengedepankan integritas moral
(akhlak), satunya kata dan perbuatan, kejujuran, sikap dan
perilaku etis. Sifat jujur merupakan nilai-nilai
transendentalyang mencintai dan mengacu kepada kebenaran
yang datangnya dari Allah swt.(shiddiq) dalam berpikir,
bersikap, dan bertindak. Perilaku pemimpin yang shiddiq
(shadiqun) selalu mendasarkan pada kebenaran dari
keyakinannya, jujur dan tulus, adil,serta menghormati
kebenaran yang diyakini pihak lain yang mungkin berbeda
dengan keyakinannya, bukan merasa diri atau pihaknya paling
benar.159

159 Zaenal Moestopa, “Dasar dan Karakteristik Kepemimpinan


Pendidikan Islam” Blog Kumpulan Tulisan Ilmiah. http://kumpulan-tulisan-

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |127


Dengan sifat tersebut Nabi Muhammad saw. menjadi
seorang pemimpin kepercayaan bagi orang-orang yang hidup
semasanya. Beliau selalu memperlakukan orang dengan adil
dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tetapi
juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau selalu
konsisten. Tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan.160
Abu Hurairah r.a berkata: Nabi Muhammad saw. bersabda:
Ada tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah
naungan Allah, tiada naungan kecuali naungan Allah:
Imam(pemimpin) yang adil, dan pemuda yang rajin ibadah
kepada Allah. Orang yang hatinya selalu gandrung kepada
masjid. Dua orang yang saling kasih sayang karena Allah, baik
waktu berkumpul atau berpisah. Oranglaki yang diajak
berzinaholeh wanita bangsawan nancantik, maka menolak
dengan kata: saya takut kepada Allah. Orang yang sedekah
dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan
orang berdzikir ingat pada Allah sendirian hingga mencucurkan
air matanya. (HR. Bukhari dan Muslim).161
Meski hadis ini menjelaskan tentang tujuh macam karakter
orang yang dijamin keselamatannya oleh Allah swt. nanti pada
hari kiamat, namun yang sangat ditekankan oleh hadis ini
adalah karakter orang yang pertama, yaitu pemimpin yang adil.
Bukannya kita menyepelekan enam karakter sesudahnya, akan
tetapi karakter pemimpin yang adil memang menjadi tonggak
bagi kemaslahatan seluruh umat manusia. Tanpa pemimpin

ilmiah.blogspot.co.id/2015/02/dasar-dan-karakteristik-kepemimpinan.html
(17April 2018).
160 Sakdiah, “Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis

Filosofis) Sifat-Sifat Rasulullah”, h. 40.


161 Ibid

128 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


yang adil maka kehidupan ini akan terjebak ke dalam jurang
penderitaan yang cukup dalam.162
Dalam hubungannya dengan kepemimpinan pendidikan.
Karakter shiddiq dapat dikatakan sebagai hal yang urgent
dalam penerapannya dalam kepemimpinan pendidikan karena
dengan karakter shiddiq yang dimiliki oleh pemimpin suatu
madrasah atau lembaga pendidikan dapat jauh dari kebobrokan
karena pemimpin yang membiasakan jujur dan adil akan
membuat bawahan menjadi lebih percaya terhadapnya
sehingga bawahan dapat bekerja tanpa adanya kecurigaan dan
dapat bekerja dengan semangat yang lebih.

2. Fungsi Karakter Amanah


Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang
pemimpin sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu
sifat dapat dipercaya atau bertanggung jawab. Beliau jauh
sebelum menjadi Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin
(yang dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat
mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin umat atau Nabi-
Nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin
yang benar-benar bertanggungjawab pada amanah, tugas
dan kepercayaan yang diberikan Allah swt. amanah dalam
hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah
saw. meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi,
maupun agama.163
Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang
diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab
ayat 72, bunyinya:

162 Ibid
163 Ibid, h. 40-41

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |129


        

          

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada


langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.
(QS. al-Ahzab [3]: 72)164

Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap


manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggung-
jawabkan kepada Allah swt., walau sekecil apapun amanat itu.
Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw.
memberibukti bahwa beliau adalah orang yang dapat
dipercaya, karena mampu memelihara kepercayaan dengan
merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan sebaliknya
selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya
disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak
ditahan-tahan, tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau
dikurangi. Demikianlah kenyataannya bahwa setiap firman
selalu disampaikan Nabi sebagaimana difirmankan kepada
beliau. Dalam peperangan beliau tidak pernah mengurangi
harta rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah
menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat dan
petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.165

164 Departamen Agama RI., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid VIII (Cet. III;

Jakarta: Lembaga Percetakan al-Qur’an Departemen Agama, 2009),h. 49


165 Sakdiah, Loc. Cit, h. 41

130 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Karakter amanah yang dimiliki oleh pemimpin jika
diterapkan dalam pendidikan akan memberikan keberhasilan
pada madrasah atau lembaga pendidikan yang dipimpin.
Apabila pemimpin dapat menyampaikan suatu hal yang dapat
disampaikan dan tidak menyembunyikan suatu hal otomatis
akan berpengaruh pada keberhasilan atau kesuksesan dalam
madrasah atau lembaga pendidikan lainnya. Sebaliknya, jika
terdapat hal yang harus disampaikan tetapi tetap
disembunyikanmaka lambat laun akan berpengaruh terhadap
kebobrokan madrasahatau lembaga pendidikan yang
dipimpinnya.166

3. Fungsi Karakter Tablig


Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad saw.
pemberian Allah yaitu munzhir (pemberi peringatan) diutusnya
Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang memberi peringatan
yakni untuk membimbing umat, memperbaiki dan
mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Predikat munzhir yang disandang menuntut beliau untuk
menguasai informasi agar dapat memimpin umatnya serta
bertugas untuk menyampaikan (tabligh) risalah kepada
manusia. Tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakinkan
bahwa Allah telah mengutus beberapa Rasul dari golongan
manusia sendiri untuk menyampaikan pelajaran kepada
umatnya dan apa saja yang diperintahkan kepadanya untuk
menyampaikannya serta menjelaskan hukum-hukum yang

166 Akram, “Karakteristik Kepemimpinan Pendidikan Islam”, Makalah,

(Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2018), h. 12

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |131


berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-
sifat yang dituntut bagi mereka untuk mengerjakan.167
Tabligh merupakan sifat Rasul yang ketiga, cara dan
metodenya agar ditiru. Sasaran pertama adalah keluarga beliau,
lalu berdakwah ke segenap penjuru. Sebelum mengajarkan
sesuatu, beliau yang terlebih dahulu melakukannya. Sifat Ini
adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak menyembunyikan
informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan
agama. Beliau tidak pernah sekalipun menyimpan informasi
berharga hanya untuk dirinya sendiri. Beliau sering
memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan
keberhasilan yang akan diraih oleh pengikutnya di kemudian
hari.
Firman Allah yang menyangkut dengan karakter tabligh
dijelaskan dalam QS. Ali ‘Imran ayat 104 :
         

     

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali Imran [3]: 104) 168
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa untuk
mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat
Islam yang bergerak di bidangdakwah yang selalu memberikan
peringatan, bilamana tampak gejala-gejala perpecahan dan
penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar

167 Sakdiah, Op.Cit, h. 43


168 Depag RI, Op.Cit, h. 13-14

132 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


diantara umat Islam ada segolongan umat yang dengan tegas
menyerukan kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar. dengan demikian umat Islam
akan terpelihara dari perpecahan dan infiltrasi dari pihak
manapun.169
Jika hal tersebut dikaitkan dalam kepemimpinan
pendidikan Islam, maka secara tidak langsung madrasah atau
lembaga pendidikan akan berjalan dengan sukses tanpa ada
perpecahan dalamnya. Oleh karenanya pemimpin sangat
disarankan untuk memiliki karakter tabligh yaitu dengan
memberikan suatu wejangan ataupun motivasi terhadap
bawahannya sehingga dalam madrasah atau lembaga
pendidikan yang dipimpinnya akan berjalan sukses tanpa
adanya perpecahan.170

4. Fungsi Karakter Fathanah


Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah
dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius abqariyah) dan
kepemimpinan yang agung (genius leadership-qiyadah
abqariyah). Beliau adalah seorang manajer yang sangat cerdas
dan pandai melihat peluang.171
Kesuksesan Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin
umat memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah swt.
Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan
menjelaskan wahyu Allah swt., kecerdasan dibekalkan juga
karena beliau mendapat kepercayaan Allah swt. untuk
memimpin umat, karena agama Islamditurunkan untuk seluruh
manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu
diperlukan pemimpin yang cerdas yang akan mampu memberi

169 Ibid, h. 16
170 Akram, Op.Cit, h. 14
171 Sakdiah, Op.Cit, h. 44

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |133


petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi
umatnya, dalam memahami firman-firman Allah swt..172
Fathanah merupakan sifat Rasul yang keempat, yaitu
akalnya panjang sangat cerdas sebagai pemimpin yang selalu
berwibawa. Selain itu, seorang pemimpin juga harus memiliki
emosi yang stabil, tidak gampang berubah dalam dua keadaan,
baik itu di masakeemasan dandalam keadaan terpuruk
sekalipun. Menyelesaikan masalah dengan tangkas dan
bijaksana. Sifat pemimpin adalah cerdas dan mengetahui
dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta
tindakan apa yang harus dia ambil untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi pada umat. Sang pemimpin harus
mampu memahami betul apa saja bagian-bagian dalam sistem
suatu organisasi/lembaga tersebut, kemudian ia
menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan
strategi untuk mencapai sisi yang telah digariskan.173
Karakter fathanah yang diterapkan dalam kepemimpinan
pendidikan otomatis dalam suatu madrasah atau lembaga
pendidikan dapat berjalan sesuai yang diinginkan karena
dengan pemimpin yang cerdas dapat memahami bagaimana
organisasi yang dipimpin, sehingga dalam menyelesaikan
permasalahan pemimpin dapat mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan. Selain itu pemimpin yang cerdas dapat
memberi petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan
pandangan bagi bawahannya sehingga madrasah yang
dipimpinnya tidak akan tersesat.174
Keempat karakter yang telah dijelaskan sebelumnya yang
mencakup shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah merupakan
hal yang wajib dimiliki oleh pemimpin pada madrasah atau

172 Ibid, h. 45
173 Ibid
174 Akmal, Op.Cit, h. 15-16

134 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


lembaga pendidikan agar dalam pelaksanaan
kepemimpinannya dan organisasi yang dipimpinnya dapat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Demikian seluruh perspektif pendidikan Islam tentang
karakteristikkepemimpinan pendidikan yang baik menurut
perspektif pendidikan Islam. Meskipun Islam atau pendidikan
Islam dapat menerima segala sifat kepemimpinan pendidikan
secara umum, namun pendidikan Islam lebih menekankan
kepemimpinan pendidikan itu berdasarkan pada sumber pokok
yakni al-Qur’an dan hadis, yang memiliki sifat-sifat yang terpuji.

C. Karakteristik Fungsi Manajer dalam Pendidikan


Islam
Pemimpin pendidikan Islam yang menjalankan tugas-tugas
pengelolaan terhadap lembaga pendidikan secara tidak
langsung menempatkannya daam posisi sebagai juga manajer.
Karakteristik fungsi manajer dalam ruang lingkup pendidikan
Islam antara lain sebagai berikut:

1. Al-Itqan
Karakeristik manajer pendidika Islam yang pertama adalah
al-itqan. Secara bahasa, al-itqan mengandung arti sebagai yang
‘tepat, terarah, jelas, dan tuntas’.175 Suatu aktivitas pengelolaan
dapat dilakukan dengan tepat, terarah, jelas, dan tuntas apabila
diawali dengan suatu perencanaan atau planning yang baik.

175 Karakeristik berupa al-itqan ini tercermin dalam salah satu sabda
Nabi saw., “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan
suatu pekerjaan dilakukan dengan yattaqanah (tepat, terarah, jelas, tuntas).”
(HR. Al-Thabrani)

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |135


2. Al-Tanzhim
Al-tanzhim, secara bahasa, mengandung arti peng-
organisasian. Artinya, seorang manajer pendidikan Islam harus
benar-benar menjalankan fungsinya sebagai figur yang mampu
mengorganisasikan semua elemen organisasi kependidikan
secara maksimal. Manajemen memiliki fungsi al-tanzhim, yaitu
sebagai sarana mengatur sebaik mungkin serta memperlancar
proses interaksi sosial sehingga dengan pengaturan ini akan
terwujud hubungan yang harmonis yang dapat memudahkan
mencapai tujuan yang diharapkan.176

3. Al-Tansiq
Karakteristik fungsi manajer yang ketiga adalah al-tansiq
yang berarti koordinasi. Dalam ruang lingkup lembaga
pendidikan Islam, manajer pendidikan Islam berfungsi sebagai
koordinator yang melakukan koordinasi secara vertical
maupun horizontal.177 Artinya, koordinasi itu dilakukan seara
menyeluruh dengan berbagai lembaga pendidikan atau insitusi
lain sehingga dapat membantu mewujudkan tercapainya tujuan
yang diharapkan.

4. Al-Riqabah
Al-riqabah, dapat diartikan sebagai kontrol atau
pengawasan. Tugas pengawasan atau kontrol merupakan tugas
yang melekat pada diri manajer. Namun demikian, dalam
konsep al-riqabah, makna yang dicakup bukan hanya
pengawasan biasa, tapi di dalam pengawasan itu juga

176 Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum


Nasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 90.
177 Ali Chaerudin, Manajemen Pendidikan dan Pelatihan SDM (Sukabumi:

Jejak, 2019), hlm. 44.

136 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


terkandung semangat penelitian, pengkajian secara mendalam
dan menyeluruh178 sehingga semua persoalan dalam dunia
pendidikan dapat diketahui dan dievaluasi dengan pasti.

5. Al-Targhib
Al-targhib adalah menggerakkan kinerja secara maksimal
dengan hati yang tulus. Hal ini berkaitan dengan tugas dan
fungsi manajer sebagai pemberi motivasi yang utama. Manajer
pendidikan Islam, dengan demikian, dituntut untuk selalu dapat
menumbuhkan motivasi kerja yang maksimal bagi orang-orang
di sekitarnya.179

6. Al-Khulafah
Karakteristik dan fungsi manajer pendidikan Islam yang
terakhir adalah al-khulafah. Fungsi ini merupakan fungsi
kepemimpinan seutuhnya yang mampu menjalankan tugas-
tugas manajemen secara maksimal dan penuh tanggung jawab
untuk mencapai tujuan bersama.
Selain memiliki karakter-karakter di atas, menurut Abdul
Munir Mulkhan, seorang manajer dalam pendidikan Islam juga
harus memiliki karakter profetik. Karakteristik profetik bagi
manajer pendidikan tidak hanya dituntut untuk memiliki
kualifikasi pendidik. Selain itu, ia juga harus memiliki
kualifikasi super-leader yang memiliki kesadaran akan
ketuhanan dan menjadikan kesadaran tersebut sebagai sumber
energi dan inspirasi180 untuk mengelola pendidikan Islam
mencapai tujuan yang diinginkan.

178 Khatimatul Husna, dkk, 40 Hadis Shahih Sukses Berbisnis ala Nabi
(Bantul: Pustaka Pesantren, 2012), hlm. 31
179 Ibid.
180 Abdul Munir Mulkhan, Manajer Pendidikan Profetik, hlm. 18.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |137


138 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.
BAB V
MANAJEMEN MUTU DALAM
PENDIDIKAN ISLAM

A. Definisi Mutu dalam Pendidikan


Mutu adalah sebuah gambaran dan karakteristik menyeluruh
dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. 181
Mutu juga digunakan sebagai konsep yang relatif, yang mana
mutu itu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan
memenuhi spesifikasi yang ada. Lebih tepatnya dijadikan
sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sudah
memenuhi standart atau belum.182
Umaedi mendefinisikan mutu sebagai sifat-sifat benda,
barang, atau jasa yang secara keseluruhan memberikan rasa
puas kepada penerima atau penggunanya karena telah sesuai
atau melebihi apa yang telah dibutuhkan dan diharapkan
pelanggannya.183
Mutu atau kualitas pendidikan dikaitkan dengan tinggi-
rendahnya prestasi yang ditunjukkan dengan kemampuan
siswa mencapai skor tes dan kemampuan lulusan mendapatkan

181 Depdiknas 2001.


182 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi,
(Jegjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 56
183Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Sebuah

Pendekatan Baru dalam Pengelolaan Sekolah untuk Meningkatkan Mutu,


www.Depdiknas, go., id., 20 Pebruari 2006., Lihat di Suprapto, Budaya Sekolah
dan Mutu Pendidikan, ( Jakarta Selatan: PT Pena Citasatria, 2008), cet. Ke- 1,
21.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |139


dan melaksanakan pekerjaan.184 Kemudian lebih lanjut
Suprapto menyimpulkan bahwa pendidikan terkait dengan
hasil belajar. Hasil belajar merupakan tingkah laku yang dapat
dicapai dari suatu pengalaman dan biasanya mengarah kepada
penguasaan pengetahuan, kecakapan, dan kebiasaan.185
Produk atau hasil pendidikan dipandang bermutu jika
mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakulikuler
peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran
tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang
dicapai peserta didik. Sedangkan keunggulan ekstrakulikuler
dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperoleh
siswa selama mengikuti program di sekolah. Selain itu mutu
lulusan juga dilihat dari nilai-nilai hidup yang dianut, moralitas,
dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh peserta
didik selama menjalankan pendidikan.186
Dengan demikian, mutu pendidikan, sebagaimana
dinyataka Kompri, adalah semua hal yang mencakup input,
proses, dan output pendidikan. Input pendidikan merupakan
segala sesuatu yang harus ada dan tersedia karena hal itu
dibutuhkan demi proses berlangsungnya pendidikan. Dan
proses pendidikan adalah proses berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah
sehingga menciptakan pembelajaran yang menyenangkan,
meningkatkan minat belajar, dan memberdayakan peserta
didik. sementara, output pendidikan merupakan kinerja sekolah

184 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Penerbit Bigraf


Publishing, 2000), 19
185 Suprapto, Pengembangan Budaya Sekolah dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan Agama (pengaruh budaya sekolah, motivasi belajar, terhadap mutu


Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Pena Citasatria, 2008), 17
186 Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi

ke Lembaga Akademik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 53-54

140 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


yang dapat diukur kualitasnya, efektivitas, produktivitas,
efisiensi, inovasi, dan moral kerjanya.187 Dari uraian di atas,
dapat digarisbawahi bahwa mutu pendidikan adalah karakter
atau nilai kualitas dari suatu proses pendidikan dan hasilnya
secara menyeluruh yang ditetapkan berdasarkan kriteria dan
pendekatan tertentu.

B. Ragam Teori Mutu dalam Pendidikan


Pengertian mutu dalam berbagai literatur akademis, memiliki
makna yang cukup beragam. Hal ini menurut penulis dipandang
sebagai sesuatu hal yang wajar mengingat perkembangan
dimensi dan aspek yang membentuk sekaligus mewarnai
makna mutu cukup kompleks. Dalam pengertian umum
misalnya, menurut Ishikawa sebagaimana dikutip Muhammad
Thoyib mutu dipandang sebagai “Something that contains a
meaning of degree from superiority of the product, as well as
goods or services.188 Dalam konteks pendidikan Islam, menurut
penulis, mutu yang diorientasikan pada barang dan jasa
pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat,
tetapi dapat dirasakan. Artinya, ada ukuran tertentu di mana
dimensi mutu tersebut dapat dilihat maupun tidak dapat dilihat
tetapi secara tidak langsung memberikan rasa kepuasan
terhadap para pengguna jasa pendidikan Islam tersebut.
Secara lebih tegas, Crosby dan Sallis dalam Muhammad
Thoyib menyatakan bahwa “Quality is unification of product
attributs that showing is ability on fulfilling requirements from
direct or indirect customers implicit and unimplicit

187 Kompri, Standardisasi Kompetensi Kepala Sekolah: Pendekatan Teori

untuk Praktik Profesional (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 312.


188 Muhammad Thoyib, Manajemen Mutu Pendidikan Islam Kontemporer,

(Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan


Islam Kementerian Agama RI, 2012), h. 16

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |141


requirement”.189 Dalam konteks itu mutu sebagai sebuah
kebutuhan dapat dimaknai sebagai kebutuhan yang tidak hanya
untuk masa kini tetapi juga untuk masa depan. Artinya,
kepuasan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang dicapai
oleh lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan Islam
sesuai dengan harapan di masa kini dan masa depan dan itulah
yang disebut dengan mutu.
Sementara menurut Plato dan Aristoteles sebagaimana
dikutip Juran, “Quality for early is used for stating the essence of
something.”190 Dalam konteks pendidikan, Spanbauer menga-
rtikulasikan mutu sebagai;
Quality is about input, process, out put and its impacts. Input
quality could be viewed from several aspects. First, good or
not good condition of human resources input, like leaders of
the college, laboratory assistant, academic staff, and
students. Second, regulable or not regulable input criteria of
matters like books, curiculums, infrastructure, college’s
facilities, and the others. Third, regulable or not regulable
input criteria of software, likes regulations, organizational
structure, and reand job descriptions. Fourth, input quality
of college’s interest and requirement, likes vision, motivation,
perseverance, and aspirations of the college.191
Dalam konteks pendidikan, mutu proses pembelajaran
mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya lembaga
pendidikan termasuk dalam hal ini lembaga pendidikan Islam
(MI/MTs/MA/PTAI) dalam mentranformasikan multijenis
masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah
tertentu bagi peserta didiknya. Hal-hal yang termasuk dalam

189 Ibid, h. 16-17


190 J.M. Juran, Juran’s Quality Hanbook, (New York: Macmillan, 1991), h.
35
191 Muhammad Thoyib, Op.Cit, h. 17

142 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kerangka mutu proses ini menurut Crosby dalam Muhammad
Thoyib adalah “Derajat kesehatan, keamanan, disiplin,
keakraban, saling menghormati, kepuasan, dan lain-lain dari
subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan.”192 Itu
artinya, menurut penulis, manajamen pendidikan Islam dan
manajemen kelas berfungsi menyinkronkan berbagai masukan
tersebut atau menyinergikan semua komponen dalam interaksi
belajar dan mengajar. Semua komponen itu bersinergi
mendukung proses pembelajaran dengan kualitas yang baik.
Dalam konteks itu pula, dapat disimpulkan bahwa lembaga
pendidikan termasuk dalam hal ini lembaga pendidikan Islam
dipandang bermutu jika tidak hanya mampu melahirkan
keunggulan akademik (jenjang pendidikannya) namun juga
menghasilkan jasa kependidikan Islam yang sesuai dengan
kebutuhan para pelanggannya. Di luar kerangka itu, mutu
luaran, menurut D.P. Tampubolon juga dapat dilihat “Dari nilai-
nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan
lain-lain yang diperoleh anak didik selama menjalani
pendidikan.”193 Oleh karena itu, menurut hemat penulis,
lembaga pendidikan Islam dalam rangka menguatkan kualitas
jasa pendidikan Islamnya perlu melakukan suatu upaya
identifikasi yang lebih komprehensif terhadap sejumlah atribut
mutu pendidikan Islamnya sehingga konsumennya dapat secara
jelas mengetahui sekaligus mempertimbangkannya sebagai
produk jasa pendidikan Islam yang memiliki keunggulan
sekaligus nilai kompetitif yang tinggi. Dalam hal ini D.P
Tampubolon194 memberikan hasil identifikasinya tentang

192 Ibid, h. 18
193D.P. Tampubolon, Mutu Perguruan Tinggi, (Jakarta: Proyek KEDS,
2001), h. 74
194 Ibid, h. 34-35

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |143


atribut mutu pendidikan yang intinya mencakup sejumlah hal
sebagai berikut:
1) Relevansi, yaitu kesesuaian dengan kebutuhan, seperti
halnya apakah kebijakan-kebijakan akademik (semisal
kurikulum, silabus kurikulum, silabus perkuliahan,
sarana pendidikan) sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa, pemerintah dan masyarakat.
2) Efisiensi, yaitu kehematan dalam penggunaan sumber
daya (dana, tenaga, waktu, dan lain-lain) untuk
produksi dan penyajian jasa-jasa pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
3) Efektivitas, yaitu kesesuaian perencanaan dengan hasil
yang dicapai, atau ketepatan sistem, metode, dan atau
proses (prosedur) yang dipergunakan untuk
menghasikan jasa yang direncanakan.
4) Akuntabilitas (kebertanggungjawaban), yaitu dapat
dikatakan sebagai suatu upaya dapat tidaknya kinerja
dan produk pendidikan termasuk perilaku para
pengelola, dipertanggungjawabkan secara hukum,
etika akademik, agama, dan nilai budaya.
5) Kreativitas, yaitu kemampuan lembaga pendidikan
untuk mengadakan inovasi, pembaruan, atau
menciptakan sesutau yang sesuai perkembangan
zaman, termasuk kemampuan evaluasi diri, seperti
halnya apakah lembaga pendidikan secara periodik
membuat pembaharuan kurikulum sesuai
perkembangan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan
dunia usaha.
6) Situasi M-M, yaitu suasana yang menyenangkan dan
memotivasi dalam lembaga pendidikan sehingga

144 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


semua orang melaksanakan tugasnya dengan senang
hati, tulus, dan penuh semangat.
7) Penampilan (tangibility), yaitu kerapian, kebersihan,
keindahan dan keharmonisan fisik lembaga pen-
didikan, terutama para para pengelola (pimpinan,
dosen, pegawai administrasi), yang membuat situasi
dan pelayanan semakin menarik.
8) Empati, yaitu kemampuan lembaga pendidikan
khususnya para pengelola, memberikan pelayanan
sepenuh dan setulus hati kepada semua pelanggannya.
9) Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan
lembaga pendidikan, khususnya para pengelola, dalam
memperhatikan dan memberikan respons terhadap
keadaan serta kebutuhan pelanggan dengan cepat dan
tepat.
10) Produktivitas, yaitu kemampuan lembaga pendidikan
dan seluruh staf pengelola (dosen, dan lain-lain) untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan menurut rencana yang telah ditetapkan,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
11) Kemampuan akademik, yaitu penguasaan mahasiswa
atas bidang studi (penghayatan atas jasa kurikuler)
yang diambilnya.
Pengertian mutu pendidikan di sini bukan merupakan
Sesuatu yang statis, melainkan suatu konsep yang bisa
berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil
pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas
sumber daya manusia, terrmasuk dalam hal ini mutu
pendidikan Islam. Masalah mutu pendidikan Islam khususnya
merupakan salah satu masalah nasional yang dihadapi sistem

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |145


pendidikan Islam di negara kita, baik di level pendidikan dasar
(MI), menengah (MA/MTs/MA), maupun perguruan tingginya
(PTAI). Berbagai usaha dan program telah dikembangkan
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Islam ke arah
yang lebih berkualitas dan kompetitif termasuk di antaranya
mengaplikasikan manajemen mutu terpadu (total quality
management) dalam pengelolaan lembaga pendidikan.

C. Budaya Mutu
Budaya menurut Soekamto berasal dari kata Sansekerta
“buddayah” yang merupakan jamak dari kata “buddhi” yang
berarti akal. Maka Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang
berhubungan dengan akal dan budi.195 Sementara Subir
Chowdhury mengemukakan budaya adalah sumber keunggulan
kompetitif utama berkelanjutan yang memungkinkan sebagai
pemersatu dalam organisasi, sistem, struktur, dan karir. 196
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Owens,
budaya (Culture) merupakan “The shared philosophies,
ideologis, values, assumptions, beliefs, expectation, attitudes, and
norm that knit a community together”.197
Menurut Suprapto yang mengutip perkataan Selo
Sumarjan, budaya adalah hasil akal pikiran manusia dalam
upaya mengatur dan mengelola alam.198 Secara lebih formal,
Kotter dan Hesket mendefinisikan budaya sebagai totalitas

195Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali,

1993), h. 166
196 Subir Chowdhury, Organisasi Abad 21: Suatu Hari Organisasi Akan

Melalaui Jalan Lain, (Jakarta: PT. Indek, 2005), 327


197 R.G. Owens, Organizational Culture in Education, (Boston: Allyn and

Bacon, 1995). Lihat : Aan Komarian, Visionary Leadership Menuju Sekolah


Efektif, (Jakarta: PT Bumi Aksar, 2005), cet. Ke-1, 96-97.
198 Suprapto, Budaya Sekolah dan Mutu Pendidikan, (Jakarta: PT Pena

Citasatria, 2008), cet. Ke-1, 14-15

146 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua
produk lain dai karya serta pemikiran manusia yang
mendirikan kelompok atau produk yang ditransmisikan
bersama.199
Kebudayaan adalah hasil dari pemikiran yang direfleksikan
dalam bentuk sikap dan tindakan sehingga tampak dalam
perilaku masyarakat. Ciri menonjolnya antara lain adalah
adanya nilai-nilai yang dipersepsi, dirasakan, dan dilakukan.
Hal ini dikukuhkan oleh Toto Tasmara tentang kandungan
utama dari esensi budaya sebagai berikut:
a. Budaya berkaitan erat dengan persepsi nilai dan
lingkungannya yang melahirkan makna dan
pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan
tingkah laku (the total way of life a poeple).
b. Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku (termasuk
bahasa), sistem kerja, teknologi, hasil karsa dan karya
(a way thinking, feeling, and believing).
c. Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasan-
kebiasaan, serta proses seleksi (menerima atau
menolak) norma-norma yang ada dalam cara dirinya
berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di
tengah-tengah lingkungan tertentu.
d. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi
dan saling ketergantungan.200
Kemudian Gibson menyimpulkan beberapa pendapat ahli
yang telah mendifisikan kultur, bahwa budaya memiliki
karakteristik sebagai berikut:

199Ibid, 97
200 Toto Tasmara, Etos kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 161.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |147


8. Mempelajari, Kultur diperlukan dan diwujudkan
dalam belaajar, obsevasi, dan pengalaman.
9. Saling berbagi, indifidu dalam kelompok, keluarga,
masyarakat saling berbagi kultur.
10. Transgenerasi, merupakan kumulasi dan melampaui
genrasi satu ke generasi lain.
11. Persepsi pengaruh, membentuk dan strktur perilaku
bagaimana seseorang menilai dunia.
12. Adaptasi, kultur didasarkan pada kapasitas seseorang
berubah atau beradaptasi.201
Orientasi kultural dari suatu masyarakat mencerminkan
interaksi dari lima karakteristik di atas. Maka disimpulkan
bahwa budaya merupakan pandangan hidup (way of life) yang
dapat berupa nilai-nilai, norma, kebiasaan, hasil karya,
pengalaman, dan tradisi yang mengakar di suatu kelompok
organisasi dan mempengaruhi perilaku setiap indifidu atau
kelompok tersebut.
Sedangkan budaya mutu menurut Purnama adalah sistem
nilai organisasi yang kondusif untuk keberlangsungan dan
keberlanjutan mutu. Budaya mutu ini terdiri dari nilai-nilai,
tradisi, prosedur, dan harapan tentang promosi mutu.202
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan budaya
mutu adalah bagian dari nilai-nilai budaya. Karena budaya
mutu dijadikan sebagai perwujudan dari upaya menerjemahkan
visi ke dalam nilai-nilai instrumental yang dapat menjadi
pedoman bertingkah laku bagi semua komponen. Sehubungan
dengan ini, Ahmad Sanusi memberikan contoh nilai-nilai yang

201 Gibson James L., Organization and Management, (Jakarta: Erlangga,

1996), 76.
202 Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman


Pengembangan Kultur Sekolah, (Penerbit: School Reform 01, 2002), h. 106

148 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


harus diberlakukan oleh sekolah yang ingin meng-
implementasiakan visi masa depannya melalui manajemen
yang berbasis nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya itu di
antaranya adalah:
1. Niat mencari Ridha Allah
2. Amanah dengan jujur dan adil
3. Budaya mutu
4. Enterpreneurship
5. Pertumbuhan organissi
6. Kerjasama tim untuk produk dan layanan terbaik
7. Kepuasan dan kesetiaan pelangga
8. Teknologi inovatif
9. Peduli dan tanggung jawab lingkungan.203

Budaya mutu akan mendorong perubahan di lingkungan


institusi pendidikan, baik menyangkut performa pendidikan
dan tenaga kependidikan. Hal tersebut tercermin dalam
dinamika unsur-unsur manifestasi beserta karakteristiknya
dalam sebuah institusi. Oleh karenanya, performa sebuah
lembaga dan perilaku orang-orang di dalamnya merupakan
gambaran dari semangat mereka dalam menjiwai motto, slogan,
dan tradisi, serta penghargaan mereka terhadap kinerja
inovasi-inovasi gagasan, pembelajaran, budaya, dan
pengembangan diri dilakukan secara terus-menerus.
Dengan demikian, kepemimpinan telah mampu
mempersonifikasi standar pengembangan organisasi pen-
didikan yang sesuai dengan harapan yang telah direncanakan.
Hal ini karena kepemimpinan merupakan instrumental values,
yang menempatkan kemampuan mengelola diri (self leadership)
dalam rangka menggerakkan sumber daya manusia dan

203 Aan Komariah, Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah

Efektif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), 119

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |149


fasilitas yang tersedia di dalam sebuah instituasi. Rencana dan
pelaksanaannya mempunyai kesesuaian dalam menyelenggara-
kan pelayanan jasa.
Aplikasi budaya mutu dalam profil organisasi pendidikan
dapat dijabarkan dalam bentuk standar deskripsi sebagai
berikut:

1. Reaktualisasi Visi dan Misi Organisasi Pendidikan


Setiap organisasi pendidikan harus memiliki visi. Visi
adalah wawasan dasar yang menjadi garis-garis umum atau
sumber arahan bagi warga sekolah, dan panduan dalam
merumuskan misi sekolah. Oleh karenanya, visi harus
menggambarkan pandangan yang jauh dalam membawa
harapan dan tantangan ke depan. Dalam bahasa lain, visi adalah
gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar
organisasi sekolah dapat menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangannya.204 Dalam proses pengembangan mutu,
sekolah dituntut menjiwai visi dan misi sekolah sebagai
kesatuan ide dan perekat bagi anggota organisasi sekolah.
Sedangkan misi adalah tahapan dalam mewujudkan visi. 205
Karena visi mengakomodasi semua kelompok kepentingan
demi meningkatkan kualitas organisasi pendidikan, maka misi
dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memenuhi
kepentingan masing-masing kelompok, baik yang berada di
wilayah struktural maupun fungsional. Dalam merumuskan
misi, hal yang harus dipertimbangkan adalah tugas-tugas pokok
sekolah sebagai organisasi pendidikan yang mempunyai ciri
noble industry dan kelompok-kelompok kepentingan yang

204Crown Dirgantoro, Manajemen Stratejik: Konsep, Kasus, dan


Implementasi (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 24.
205 Bandingkan dengan Crown Dirgantoro, Ibid, hlm. 28.

150 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


terkait dengan kebutuhan dasar kompetensi warga sekolah.
Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang
dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Senada dengan pendapat Arvan Pradiansyah,206 visi
organisasi mempunyai arti berikut:
a. Visi memberikan sense of direction yang diperlukan
untuk menghadapi krisis dan berbagai perubahan.
b. Visi memberikan fokus. Fokus merupakan faktor kunci
daya saing organisasi sekolah untuk menjadi nomor
satu di pasar. Hal ini karena fokus mengarahkan kita
tetap pada bidang keahlian yang kita miliki.
c. Visi memberikan identitas kepada seluruh anggota
organisasi. Ini baru terjadi bila setiap individu
menerjemahkan visi tersebut menjadi visi dan nilai
pribadi mereka.
d. Visi memberikan makna bagi orang yang terlibat di
dalamnya. Orang akan menjadi lebih bergairah dan
menghayati pekerjaan yang bertujuan jelas.

Pendapat Pradiansyah di atas menjelaskan makna


pentingnya visi yang dapat menggambarkan arah dan orientasi
pengembangan organisasi yang bermakna. Seberapa kuat
makna visi itu dalam mendorong perubahan organisasi
pendidikan yang berhadapan dengan tantangan adalah sangat
dipengaruhi oleh model kepemimpinan dalam mengelola
kelemahan organisasi pendidikan menjadi unsur kekuatan.
Sedangkan visi menurut Ekosusilo, yang tidak jauh berbeda
dengan pendapat Pradiansyah, setidaknya mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:207

206 http://www.dunamis.co.id

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |151


a. memperjelas arah tujuan;
b. mudah dimengerti dan diartikulasikan dengan baik;
c. mencerminkan cita-cita yang tinggi, dan menetapkan
standar of excellence;
d. menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan, dan
komitmen;
e. menciptakan makna bagi anggota organisasi;
f. merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi;
g. menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
organisasi; dan
h. kontekstual, berhubungan dengan lingkungan dan
sejarah perkembangan organisasi.

Konstruksi visi organisasi pendidikan merupakan ikhtiar


kolektif yang didasarkan pada kebutuhan kepemimpinan dan
harapan masyarakat luas. Visi merupakan gambaran umum
yang masih membutuhkan penjabaran secara detail agar
senapas dengan kebutuhan masyarakat. Selain menyangkut
kepemimpinan di dalam organisasi pendidikan, adanya visi juga
menjadi penuntun pada yang akan dikembangkan ke depan. Ini
artinya, visi menjadi standar mutu sebuah pendidikan.
Gambaran mutu organisasi pendidikan dapat terlihat dari
adanya visi yang dapat mewujudkan performa siswa, guru,
karyawan, building image, fasilitas belajar, nilai-nilai, dan
budaya yang melekat di wilayah akademik dan non-akademik.
Hal senada dikemukakan Yukl bahwa visi merupakan
sumber nilai, harapan, dan tujuan bersama bagi para anggota

207 Ekosusilo, “Sistem Nilai dalam Budaya Organisasi Sekolah pada


Sekolah Unggul (Studi di SMU Negeri 1, SMU Regina Pacis, dan SMU al-Islam
01 Surabaya)”, Disertasi, Universitas Negeri Malang, 2003, tidak
dipublikasikan.

152 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


sekolah.208 Visi merupakan gambaran yang menarik dan intuitif
mengenai bagaimana organisasi pendidikan dapat membaca
logika masa depan. Visi dapat diartikulasikan dalam bentuk
misi yang mengandung nilai-nilai, norma, hukum, dan
peraturan di dalam organisasi pendidikan. Visi, misi organisasi,
dan kerangka tujuan terkait dengan sesuatu yang didambakan
di masa depan. Tak satu pun organisasi mengembangkan
organisasi untuk masa lalu.
Visi adalah rangkaian kata yang di dalamnya menunjukkan
suatu cita-cita, impian, atau tujuan yang ingin dicapai. Setiap
organisasi memiliki visi atau tujuan di masa depan yang
merupakan buah pikiran para pendiri organisasi tersebut.
Kehadiran organisasi berarti membutuhkan visi untuk
mengembangkan tujuan yang telah disepakati bersama menuju
harapan yang telah dijabarkan dalam misi.
Misi adaalah segala bentuk strategi dan tahapan yang harus
dilakukan untuk mewujudkan visi. Misi organisasi pendidikan
merupakan tujuan dan alasan berdirinya organisasi pendidikan
yang menjadi pedoman dan arahan dalam mencapai tujuan.
Pendek kata, misi merupakan penjabaran visi.
Sedengkan menurut Yukl, misi berguna mendeskripsikan
tujuan organisasi pendidikan yang ditunjukkan kepada
mayarakat.209 Sehingga, organisasi pendidikan dapat bergerak
secara dinamis. Hal ini karena misi dalam sebuah organisasi,
termasuk organisasi pendidikan, memiliki beberapa
keunggulan secara nyata. Keunggulannya dapat disebutkan
sebagai berikut:

208 Gary Yukl, Leadeship in Organization (Second edition) (Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1989), hlm. 283.


209 Ibid.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |153


a. organisasi yang digerakkan oleh misi menjadi lebih
efisien;
b. organisasi yang digerakkan oleh misi menjadi lebih
efektif dan lebih baik;
c. organisasi yang digerakkan oleh misi menjadi lebih
fleksibel; dan
d. organisasi yang digerakkan oleh misi mempunyai
semangat yang lebih tinggi.210

Misi menggerakkan langkah-langkah organisasi yang


dibutuhkan dalam jangka waktu tertentu, tentunya juga
mengutamakan prioritas program unggulan yang selaras
dengan cita-cita yang tergambar pada visinya.
Misi adalah pernyataan tentang sesuatu yang harus
dikerjakan organisasi dalam usaha mewujudkan visi yang telah
dibuat. Misi organisasi pendidikan diartikan sebagai tujuan,
latar belakang, dan alasan mengapa organisasi ini dibuat. Misi
dibuat untuk memberikan arah sekaligus batasan-batasan
dalam proses pencapaian tujuan. Misi hendaknya sejalan
dengan visi yang dibuat sebelumnya.

2. Gambaran Nilai-nilai Organisasi


Nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan.211 Nilai merupakan sesuatu yang abstrakm
yang hanya dapat dilihat manakala melekat pada sesuatu. Ciri-
cirinya dapat dilihat manakala melekat pada sesuatu. Ciri-
cirinya juga dapat dilihat dalam tingkah laku. Nilai memiliki
kaitan dengan istilah fakta, tindakan, norma, moral, cita-cita,

210 Gary Yukl, Leadership in Organizationals (New Jersey: Prentice-Hall,


Inc.), hlm. 284
211 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung:

Alfabeta, 2004), hlm. 11.

154 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


keyakinan, dan kebutuhan individu maupun kelompok
organisasi, termasuk organisasi pendidikan.
Nilai telah disepakati sebagai pedoman AD/ART organisasi
pendidikan, SOP, tata tertib organisasi, dan standar kinerja di
setiap organisasi. Proses internalisasi nilai harus menempatkan
keteladanan dan pembiasaan pemimpin dan warganya. Hal ini
agar menjadi pedoman berperilaku di tempat kerja dan melekat
ke dalam pribadi-pribadi. Pedoman perilaku ini harus dapat
menggerakkan hati nurani setiap individu dalam menjalankan
tanggung jawab pekerjaan yang telah diamanatkan. Sehingga,
mereka menjadi pribadi yang memberi makna dalam bekerja
sesuai dengan nilai-nilai organisasi. Nilai-nilai organisasi harus
dijadikan kekuatan untuk memokuskan energi, potensi,
kemampuan, dan keandalan dalam mencapai harapan masya-
rakat. Nilai-nilai organisasi sangat berfungsi untuk menguatkan
budaya kinerja pegawai menuju tahapan-tahapan tata tertib
lembaga agar dapat mewujudkan tujuan organisasi.
Organisasi berdiri tentunya mempunyai tujuan mulia.
Untuk mewujudkan tujuan organisasi, dibutuhkan langkah-
langkah kerja sama, kolobarasi, dan kemampuan jejering sosial.
Hal itu dapat terlaksana manakala seluruh perencanaan
program relevan dengan budaya yang mendukung, sebagai-
mana pendapat Yukl.212

Budaya dipengaruhi oleh berbagai perilaku seorang


pemimpin, termasuk contoh-contoh yang diterapkan oleh
seorang pemimpin, apa yang diperhatikan pemimpin, cara
memimpin tersebut bereaksi terhadap krisis, cara
pemimpin tersebut membuat pilihan, promosi, dan
keputusan-keputusan memperhatikan orang. Mekanisme-
mekanisme tambahan adalah untuk membentuk budaya,

212 Ibid, hlm. 318.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |155


termasuk rancangan struktur organisasi, sistem mana-
jemen, fasilitas, pernyataan formal tentang ideologi, dan
kisah-kisah formal, dongeng-dongeng serta legenda-
legenda. Jauh lebih mudah untuk menanamkna budaya
dalam organisasi yang baru daripada mengubah dalam
organisasi yang sudah dewasa. Namun demikian,
kepemimpinan kultural juga penting untuk memperkuat
budaya dalam sebuah organisasi yang saat ini makmur
atau berhasil.

Budaya merupakan hasil internalisasi ragam nilai oleh


setiap anggota organisasi. Karenanya, pemimpin organisasi
mempunyai pengaruh dalam mendesain budaya sebuah
organisasi, secara khusus budaya kerja di organisasi
pendidikan. Budaya kerja berarti menghadirkan aktivitas-
aktivitas secara kualitatif maupun kuantitatif agar menunjang
perubahan ke arah yang lebih baik.
Ekosistem organisasi merupakan perilaku semua manusia
yang mempunyai tugas pokok dalam pembagian kerja
organisasi yang sejalan dengan aturan dasar dan aturan dasar
rumah tangga. Etos kerja tinggi yang selaras dengan ekosistem
nilai penghargaan dari nilai hasil pekerjaan memerlukan proses
internalisasi nilai-nilai organisasi secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Hal ini juga membutuhkan kedisiplinan dan
tanggung jawab untuk menjalankan visi dan misi organisasi.
Nilai-nilai itu mengandung terminal dan instrumen sebagai core
values. Sebagaimana hasil penelitian, nilai aspek terminal dan
nilai aspek instrumen dapat mendorong perubahan organisasi
pendidikan.213

213 Muh. Hambali, “Kepemimpinan Visioner”, Jurnal Madrasah Volume 5,

Nomor 1 Juli-Desember 2012, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, hlm. 11-34.

156 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Nilai Status Sumber
1. Unggul/cita-cita Terminal Tuhan/manusia
tinggi
2. Keteladanan Instrument Tuhan/manusia
3. profesional Terminal Manusia
4. Keteguhan Terminal Manusia
5. Ukhuwah Terminal Manusia
Islamiyah
6. Kompetisi
7. Amanah Terminal Tuhan/manusia
8. Penghargaan Terminal Tuhan/manusia
9. Wakaf diri Terminal Manusia
10. Keteladanan Instrument Tuhan/manusia
11. Keteguhan Terminal Tuhan/manusia
12. Kompetisi Terminal Manusia
13. Cita-cita Terminal Tuhan/manusia
14. Kedisiplinan Terminal Manusia
15. Amanah terminal manusia

Internalisasi nilai-nilai organisasi dimaksudkan agard


dapat mengubah cara berpikir pragmatis menuju cara berpikir
idealis (mindset) melalui pembentukan keyakinan, sehingga
setiap orang di tempat kerja dapat meyakini kebenaran nilai-
nilai organisasi yang dikembangkan ke arah kepribadian. Sebab,
hubungan sosial tidak semata-mata dibangun secara
transaksional, namun juga transformasional nilai kemanusiaan
yang dijadikan perilaku sehari-hari di tempat kerja. Nilai-nilai
organisasi menciptakan makna bekerja. Kalau setiap tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan sudah memahami apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan setiap proses kerja,

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |157


maka mereka akan menjadi energy positif untuk penguatan
budaya organisasi yang bermutu.
Tan berpendapat bahwa nilai-nilai bersama dapat
mengembangkan budaya berprestasi,214 termasuk dalam dunia
pendidikan. Nilai-nilai bersama merupakan kesepakatan para
pengelola pendidikan beserta stakeholder untuk membangun
solidaritas kerja tim agar berjalan dengan lancar dan aman,
yaitu (1) berorientasi pada hasil; (2) pelayanan kepada
pelanggan, (3) inovasi; (4) kejujuran; (5) penghargaan; (6)
respons terhadap perubahan; (7) akuntabilitas; dan (8)
keinginan besar.
Organisasi pendidikan mempunyai spirit dan kepercayaan,
normal-norma dan nilai-nilai. Hal itu menjadi pendorong
organisasi pendidikan dalam meningkatkan kualitasnya. 215
Organisasi pendidikan mempunyai nilai-nilai yang diyakini oleh
anggota organisasi yang termanifestasi pada cara berpikir,
bertindak, dan menyikapi hal-hal yang terkait dengan kebu-
tuhan pendidikan.
Organisasi yang baik membutuhkan penerapan nilai-nilai
yang baik yang didasarkan pada keyakinan pemimpin dan
diikuti oleh anggota organisasi, terutama agar dapat
menjalankan misi dengan lancar sehingga tercapai visi yang
diharapkan. Keyakinan merupakan modal internal organisasi
yang dimiliki individu-individu dalam organisasi pendidikan.
Keyakinan berusaha memastikan nilai-nilai yang menjadi spirit

214 Victor S.I. Tan, Changing Your Corporate Culture (Singapore: Times
Books International, 2002), hlm. 31.
215 Margaret Preedy (editor), Managing The Effective School (London:

The Open University, 1993), hlm. 45.

158 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


penggerak kinerja organisasi. Keyakinan adalah seperangkat
prinsip dan nilai yang sekaligus menjadi misi suci hidup kita. 216

3. Simbol Organisasi Pendidikan


Simbol merupakan tindakan atas objek-objek material
yang diterima secara sosial sebagai cermin lembaga.217 Simbol
organisasi dapat berupa bentuk pemaknaan yang lebih konkret
dari sesuatu yang diinginkan dan diharapkan. Simbol dapat
berupa tindakan-tindakan nyata yang dapat diinginkan dan
diharapkan. Simbol dapat berupa benda tindakan-tindakan
nyata yang dapat membawa implikasi terhadap organisasi.
Aktivitas-aktivitas organisasi pendidikan dapat sebagai simbol
yang jelas tentang sesuatu yang menjadi harapan masyarakat.
Simbol merupakan sarana-prasarana yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan organisasi. Semua itu sebagai simbol
dari upaya-upaya yang sedang dilakukan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu. Kelengkapan sarana pembelajaran di kelas
dan fasilitas penunjang lainnya akan memberikan dampak
positif bagi terciptanya budaya mutu. Termasuk juga
lingkungan yang kondusif akan memberikan dampak bagi
terciptanya kualitas.
Simbol dapat diilustrasikan sebagai tata tertib organisasi
penddikan yang efektif mampu mengomunikasikan hal-hal
yang terkait dengan harapan bersama untuk dicapai melalui
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dikelola secara
profesional. Simbol mengomunikasikan nilai-nilai atau harapan
pada pendidik dan tenaga kependidikan. Simbol yang

216 Farid Poniman, dkk., Kubik Leadership (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2008), hlm. 34.


217 Margaret Freedy (editor), Op.Cit, hlm. 150

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |159


disampaikan merefleksikan sesuatu yang menjadi harapan
semua pihak terhadap organisasi tersebut.
Pemimpin menggunakan simbol untuk menjabarkan tata
tertib sekolah yang akan dicapai sehingga anggotanya
termotivasi untuk mengupayakan secara maksimal. Kepala
sekolah, melalui simbol, tindakan, ucapan, dan atau aktivitas,
memberikan pesan kepada anggota organisasi. Bahkan lebih
dari itu, refleksi dari simbol-simbol organisasi merupakan
cermin diri figur pemimpin yang patut dijadikan teladan.
Pemimpin organisasi hendaknya mensosialisasikan simbol-
simbol sebagai media komunikasi lingkungan pembelajaran.
Simbol-simbol organisasi pendidikan hendaknya mencermin-
kan harapan semua pihak terhadap keistimewaan organisasi
pendidikan yang akan dicapai, baik dalam jangka pendek
ataupun panjang. Untuk lebih memahami pencitraan sekolah,
maka diperlukan simbol-simbol yang mampu menunjukkan
keistimewaan sekolah. Tentunya, simbol akan memberikan
makna bagi semua elemen manakala ia jadikan sumber
inspirasi untuk meningkatkan kemajuan organisasi pendidikan.

4. Artefak Penghargaan
Penghargaan berasal dari kata harga, yang mempunyai arti
nilai yang ditentukan, jumlah atau alat tukar lain yang senilai,
guna atau kegunaan, dan kehormatan. Kata harga menjadi
penghargaan yang mempunyai arti perbuatan (hal)
menghargai; penghormatan.218
Penghargaan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.
Dalam hal ini, artefak penghargaan merupakan wujud
pengakuan terhadap kinerja seseorang yang telah menjalankan
tugas profesi, misalnya tenaga pendidikan dan kependidikan.

218 Kamus Besar Bahasa Indoenesia, hlm. 388-389.

160 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Penghargaan merupakan pendekatan dalam memahami
aktualisasi sosial yang melekat pada setiap kerja manusia.
Jabatan pemimpin merupakan penghargaan yang diberikan
lembaga berdasarkan prestasi. Setiap kepemimpinan
mempunyai wewenang pula untuk memberikan penghargaan.
Terlebih, kemajuan organisasi pendidikan dapat diukur melalui
pola penghargaan yang digunakan. Menurut Rebore (1991), ada
dua jenis penghargaan, yaitu intrsinsik dan ekstrinsik.
Penghargaan intrinsik berupa penghargaan yang diberikan
karena seseorang melaksanakan tugas-tugasnya. Penghargaan
intrinsik berupa rasa aman, status, persahabatan, kesehatan,
kesenangan, pengakuan, dan sertifikat. Sedangkan penghargaan
ekstrinsik ada yang bersifat kompensasi secara langsung dan
ada pula yang tidak langsung. Penghargaan ekstrinsik berupa
materi.
Penghargaan dalam wujud yang sederhana berupa pujian,
dorongan, dan motivasi. Kepemimpinan dapat memberikan
penghargaan kepada semua orang sesuai dengan peran dan
tugas masing-masing. Meskipun demikian, penghargaan
hendaknya menjadi motivasi kinerja bagi yang bersangkutan
maupun yang lainnya, termasuk dalam organisasi pendidikan.
Sedangkan penghargaan yang lebih mendasar adalah adanya
ekosistem yang saling menghormati satu sama lain agar
suasana kerja menjadi hangat dan kekeluargaan. Ekosistem
yang dimaksud mencakup unsur pemimpin, tenaga pendidik,
dan tenaga kependidikan yang saling bekerja sama, termasuk
juga dapat menjalin komunikasi dengan pengguna jasa
pendidikan. Instrumen pendukung ekosistem adalah fasilitas
belajar yang menunjang kebutuhan dasar bagi tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan.
Selain itu, penghargaan yang bersifat materi dapat berupa
gaji. Sedangkan penghargaan nonmateri dapat berupa pujian

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |161


yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia. Gaji
merupakan salah satu faktor perantara yang dapat
memengaruhi peningkatan moral kerja guru di sekolah. Gaji
juga merupakan pengharapan yang dapat mendorong kepuasan
pekerjaan.219
Manusia mempunyai instuisi atau insting yang menyebab-
kan rasa ingin dihargai dan diakui. Menurut Handoko, mengutip
pendapat Maslow, penghargaan merupakan salah satu
kebutuhan yang melekat kepada setiap manusia. Manusia akan
didorong untuk memenuhi yang paling kuat sesuai dengan
waktu, keadaan, dan pengalaman.220
Sejatinya, daya dorong manusia akan memenuhi kualitas
hidup paralel dengan bentuk penghargaan yang akan
diterimanya. Untuk mendukung kebutuhan kualitas hidup pada
warga organisasi pendidikan, maka pemimpin dituntut
memenuhi kebutuhan para warganya. Di antaranya, kebutuhan
fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan berikutnya, aktualisasi diri serta mendapatkan
tempat dan kesempatan dalam menjalankan tugas atau
profesinya.
Kepemimpinan organisasi pendidikan mempunyai tang-
gung jawab memenuhi kebutuhan warga organisasi pendidikan.
Hal ini menyangkut kebutuhan sandang, papan, dan jaminan
sosial yang bersifat jangka panjang. Apabila kebutuhan dasar
itu mendapatkan perhatian utama maka akan berdampak pada
perubahan perilaku positif. Termasuk dalam hal ini ialah
pemenuhan kebutuhan dalam bentuk uang, promosi, perhatian,

219 George Strauss & Leonard Sayles, Personnnel The Human Problem of

Management (Prentice Hall, New Jersey, USA), penerjemah Ny. Grace M.


Hadikusuma & Ny. Rochmulyati Hamzah (Jakarta: Teruna Grafica, 1996), hlm.
24.
220

162 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pengakuan yang juga akan memberikan motivasi yang kuat bagi
terwujudnya budaya yang baik bagi keberlangsungan organi-
sasi pendidikan di tengah-tengah masyarakat.

5. Kontruksi Sosial Organisasi Pendidikan


Budaya mutu merupakan sistem nilai organisasi yang
menghasilkan lingkungan kondusif. Budaya mutu terdiri atas
nilai, tradisi, prosedur, dan harapan tentang promosi mutu. 221
Setiap organisasi pendidikan mempunyai tujuan yang akan
dicapai secara bersama-sama berdasarkan rencana-rencana
yang dikembangkan. Tujuan organisasi pendidikan akan
tercapai manakala setiap pikiran dan tindakan pemimpin dan
warganya saling bekerja sama menaati sistem nilai sebagai
rujukan mewujudkan budaya atau kebiasaan positif yang sesuai
dengan standar ideal organisasi pendidikan.
Organisasi dibangun untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang bermasa depan. Yakni, manusia yang memiliki
cara berpikir yang melampaui zamannya. Sumber daya manusia
manusia ini sangat diperlukan demi menjaga keberlangsungan
organisasi pendidikan agar tetap dibutuhkan oleh masyarakat.
Sebuah organisasi akan menggambarkan bangunan sosial
dari setiap layanan jasa yang dikembangkan. Sebab, dalam
organisasi, misi dan layanan jasa merupakan dua hal yang
bersinergi dalam membentuk konstruksi sosial. Artinya,
kualitas layanan sosial sangat menentukan kondisi sosial dan
hubungan antarpenghuni dalam organisasi pendidikan. Dengan
demikian, konstruksi sosial merupakan hasil dari internalisasi
nilai, saling berbagi, dan kerja sama pemimpin organisasi

221 Amin Ibrahim, Pokok-pokok Administrasi Publik dan Implementasinya

(Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 15.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |163


pendidikan dengan anggotanya secara terencana dalam rangka
membentuk lingkungan yang selaras dengan visi dan misi.

D. Total Quality Management dan Dunia Pendidikan


Total Quality Management (TQM) pertama kali dikembangkan
di Amerika Serikat sekitar tahun 1930 untuk menghadapi
berbagai tantangan dalam dunia industri yang sedang
mengalami resesi yang berkepanjangan. Dominasi Amerika
semakin tergerogoti. Amerika sendiri kehilangan pasarnya,
produktivitasnya ketinggalan dari Jepang tingkat pengangguran
meningkat, dan posisi kompetetifnya semakin terkikis dalam
dunia global.222
M. Arifin Barnawi mengatakan bahwa total quality
management merupakan istilah yang mengandung arti
manajemen mutu terpadu. Total quality management
merupakan intervensi total yang dikemas secara menarik yang
membuat organisasi bertahan setiap waktu. Manajemen mutu
terpadu merupakan transformasi dari manajemen kualitas
kontrol yang memadukan faktor manusia dengan faktor sistem
sebagai perpaduan teknik dan mekanik”223
Omachonu dan Ross (2004),hlm,3) mengemukakan bahwa
“Total quality Management (TQM) is The integratif of all
functions and procesess within an organization in order to
achieve continous improvement of The quality of goods and
service “. Manajemen mutu pendidikan adalah integrasi semua
fungsi dan proses dalam organisasi dalam upaya mencapai
perbaikan kualitas secara berkelanjutan.

222 Asnawir, Manajemen Pendidikan, (Padang: IAIN IB Press, 2006), hlm.


279.
223 M. Arifin Barnawi, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (Yogyakarta:

Ar Ruz media,2017), hlm. 148.

164 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Edward de Bono menyatakan bahwa ”manajemen mutu
terpadu bukan sekedar filosofi, melainkan juga metodologi.
Manajemen ini dapat membantu organisasi untuk mengelola
perubahan dan mengatur rencana untuk menghadapi tantangan
eksternal.”224
Husaini, 2006: 7), menyatakan bahwa “manajemen
pendidikan merupakan sebuah karya cipta atau ilmu seni
mengatur SDM pendidikan dalam merealisasikan kondisi
belajar dan proses interaksi belajar murid dan guru secara giat
mengekplorasikan kemampuan dirinya untuk mempunyai
kekuatan”.
Murata (1997: 294), menyatakan dalam dictionary bahwa
“kata husn, dalam pengertian yang umum, bermakna setiap
kualitas yang positif (kebajikan, kejujuran, indah, ramah,
menyenangkan, selaras). Selain itu, dapat dsebutkan bahwa
kata ihsan adalah kata yang berarti paripurna dari sebuah
kebaikan. Kata ihsan ialah sebuah kata yang aktif dan
mengandung arti bekerja atau berbuat untuk sesuatu yang
terbaik, terindah. Dalam firman Allah dalam al Qur`an -

menggunakan kata ini dan bentuk (fa’il), orang yang melakukan


perkara yang indah. Secara khusus kata tersebut sering
menunjuk pada Allah sebagai pelaku sesuatu yang menawan,
pada akhirnya pelaku adalah termasuk kedalam dari asma asma -

Tuhan”.
Salah satu ayat dalam al-Qur’an surah al-Qashash/28: 77,
yang sejalan dengan perihal tersebut agar manusia mencari
pada apa yang telah Allah Anugrah yang berbentuk
kebahagiaan dialam nyata ini dan hari akhir sebagai nikmat
yang harus kita jemput dengan beraktifitas yang terbaik dan

224 Edward de Bono, New Thinking for The Millennium, (Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2000), h.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |165


janganlah kami sebagai penghuni dunia ini berbuat dengan
perbuatan yang dapat merusak tatanan kemasyarakatan yang
terhampar di atas bumi ini.
Maka oleh karenanya, dilihat dari konteks pengelolaan
upaya peningkatan kualitas pentarbiyahan dalam Islam,
persoalan dapat dikatakan berkualitas jika menebarkan
manfaat kebajikan, walaupun kepada dirinya sendiri (lembaga
pendidikan itu sendiri), ataupun selain dirinya (stakeholder dan
pelanggan). Seseorang tidak boleh bekerja dengan sembrono
atau tidak maksimal, mengabaikan kegiatan dengan bersantai
diri apalagi apriori, sebab berarti akan merendahkan makna
keikhlasan dari Allah atau merendahkan Tuhan.
Dalam qur`an surat (al-Kahfi:110), Allah berfirman dan
memberikan pelajaran bagi kita semua untuk mempersiapkan
diri dalam perjumpaannya menghadap Allah nanti dengan
meyakini apa-apa yang menjadi keimanan kita dan senantiasa
melakukan aktivitas yang berkualitas dihadapannya serta
meninggalkan beraneka ragam bentuk persekutuan yang dapat
menghapuskan ibadah keseharian hambanya di bumi ini.
Seseorang harus mengerjakan sesuatu dengan sungguh -

sungguh dan teliti, yangdalam ajaran Islam disebut itqan, tidak


setengah-setengah separuh hati,sehingga pekerjaan dapat rapi,
indah, tertib, dan berkesesuaian antara yang satu dengan yang
lainnya.
Maksud dari memberikan kebaikan tersebut adalah
mampu memuaskan pelanggan, tentu dengan melalui tahapan
tahapan secara berkesinambungan, antara lain:

1. Proses yang Bermutu


Proses yang bermutu dapat dilakukan jika anggota
lembaga pendidikan bekerja secara optimal, mempunyai
komitmen dan istiqamah dalam pekerjaannya. Tanpa adanya

166 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


komitmen dan istiqomah dari para (pekerja), dalam konteks
lembaga pendidikan, guru/tenaga pendidik, maka lembaga
pendidikan tersebut tidak mungkin dapat melakukan proses
yang bermutu. Maka dari itu, untuk melakukan proses yang
berkualitas harus dibutuhkan personalia yang bermutu dan
berdedikasi tinggi juga. Sehingga berbuat yang maksimal atau
unggul itu harus dilakukan dalam semua jenjang, semua lini
dalam lembaga pendidikan. Apabila semua guru/tenaga
pendidik di institusi pendidikan mampu menyadari akan hal
tersebut, maka mutu lembaga pendidikan tersebut akan dapat
tercipta.

2. Pengawasan dan Persiapan yang Bermutu


Dalam total quality management pendidikan, untuk dapat
menghasilkan mutu yang baik, maka institusi sekolah Islam
berupaya keras melakukan pengawasan dan persiapan yang
bermutu.Firman Allah dalam al- Qur’an surat an- Najm ayat 39,
Q --

yang menyatakan bahwa seorang manusia tidak akan


memperoleh apa-apa dari Tuhannya selain dari apa yang telah
diusahakannya.
Dengan melihat makna penjelasan di atas, maka setiap
orang dalam bekerja dituntut untuk: a) tidak memandang
sepele bentuk-bentuk kerja yang dilakukan; b) memberi makna
kepada pekerjaannya itu; c) sadar bahwa amal adalah mode of
existence; d) dari sisi efeknya, amal itu bukanlah diperuntukkan
untuk Tuhan, namun untuk dirinya sendiri.
Dengan melihat makna penjelasan di atas, maka setiap
orang dalam bekerja dituntut untuk: a) tidak memandang
sepele bentuk-bentuk kerja yang dilakukan; b) memberi makna
kepada pekerjaannya itu; c) sadar bahwa amal adalah mode of
existence; d) dari sisi efeknya, amal itu bukanlah diperuntukkan
untuk Tuhan, namun untuk dirinya sendiri.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |167


Jaminan kulaitas selalu mampu untuk diperoleh dan
dimanfaatkan, apabila suatu lembaga telah mengalami proses
yang baik. Hal tersebut sesuai dengan ayat al-qur`an surat
Fushilat/41: 46 ), yang memberikan pelajaran dari maksud arti
ayat tersebut:
Jika kita sebagai makhluknya dalam mengerjakan sebuah
aktivitas yang baik, maka Allah akan memberikan ganjaran atau
imbalannya untuk siapa yang mengerjakannya, namun apabila
kita sebagai hambanya melakukan sebuah kejahatan, maka
dosa dan azab dari Allah akan mengenai kita yang berbuatnya.
Jika proses dalam institusi kelembagaan Islam bernilai
positif, maka sudah barannng tentu akan berdampak positif dan
keluarnyapun baik pula, dan secara pasti pula, jaminan konsep
mutunya yang menjadi pengakuan berkualitas akan mampu
diperoleh. Jaminan kualitas tersebut sebenarnya merupakan
salah satu alat evaluasi kualitas dalam institusi pendidikan
Islam.” Hal tersebut didukung dengan sebuah ungkapan
khalifah kedua setelah Abu bakar as shiddiq, yaitu Umar Ibnu
Khatab mengatakan bahwa mengevaluasi diri secara mendalam
dengan melakukan muhasabah untuk dirinya sendiri jauh lebih
berharga daripada melakukan evaluasi untuk orang lainyang
diluar dirinya.Ungkapan tersebut jika dipahami terlihat
membuktikan adanya koreksi bagi siapapun, baik perseorangan
maupun berupa institusi atau organisasi terutama dalam
rangka membangun quality culture.
Maka siapapun menjadi pemimpin tetap senantiasa
bermuhasabah dalam segala perbuatan yang ditetapkan dan
diperbuat, apakah amalnnya tersebut itu telah mampu
mencapai orientasi atau tidak. Namun, pengawasan itu tidak
akan dapat terealisir tanpa adanya perencanaan yang unggul,
sebagaimana Allah ingatkan dalam firmannya surat al-Hasyr
ayat 18, yang juga mengajarkan kepada hambanya untuk

168 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


mengambil pelajaran dari maksud ayat tersebut antara lain:
Sebagai orang yang meyakini adanya Allah maka wajib baginya
takut kepadanya dan haruslah melalukan introspeksi dan selalu
melakukan evaluasi diri terhadap perbuatan yang telah
dilakukannya selama ini, dan juga mau menatap dengan tatapan
masa depan yang lebih cerah untuk kebahagiaan di alam yang
abadi nantinya, yaitu alam akhir.
Kandungan ayat ini memberi pesan kepada hambanya yang
meyakininya untuk memikirkan masa depan. Dalam bahasa
manajemen mutu, pemikiran masa depan yang dicantumkan
dalam teori-teori konsep yang jelas dan sistematis disebut
dengan persiapan perencanaan yang bertujuan pada mutu
(quality planning). Perencanaan yang berkualitas ini menjadi
sangat penting karena bermanfaat sebagai penunjuk dalam
kegiatan, sasaran-sasaran dan hasil-hasilnya dikemudian hari ,
sehingga apapun kegiatan yang dilakukan dapat berjalan
dengan tertib. Sesungguhnya semua amal perbuatan itu layak
diikutsertakan rencana dan beraneka cara yang dipersiapkan
itu tergantung apa yang diniatkannya. Hal itu menunjukkan
bahwa untuk menggapai tataran unggulan (quality) harus
dilakukan dengan perencanaan yang unggulan juga (quality
planning). Niat tersebut adalah maksud atau getaran dalam hati.
Namun niat dalam kajian fiqih harus disertai dengan perbuatan,
dan apabila hanya getaran, maka itu bukan niat namun hanya
keinginan. Maka dari itu, dalam dunia manajemen pendidikan
Islam dalam berniat (melakukan perencanaan) harus konkrit
dan jangan yang abstrak supaya keberhasilan bisa segera
terealisasikan.
(Dahlgaard, dkk., 2002: 17) mengemukakan bahwa “ada
lima prinsip manajemen mutu terpadu, yaitu: (a) komitmen
manajemen (kepemimpinan), (b) fokus pada costemers dan
pegawai, (c) fokus pada fakta-fakta, (d) perbaikan terus

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |169


menerus, dan (e) partisipasi semua pihak. (Edward Deming,
2015,hlm 105), mengembangkan menjadi empat belas prinsip
dasar yang menggambarkan apa yang dibutuhkan sekolah
untuk mengembangkan budaya mutu. Empat belas prinsip
tersebut adalah : (1) menciptakan konsistensi tujuan, (2)
mengadopsi filosofi mutu total, (3) mengurangi kebutuhan
pengajuan, (4) menilai bisnis sekolah dengan cara yang baru,
meminimalisir biaya tota lpendidikan, (5) memperbaiki kualitas
dan hasil serta meminimalisir dana, (6) belajar sepanjang hayat,
(7) kepemimpinan dalam pendidikan, (8) mengeleminasi rasa
takut, (9) mengeleminasi hambatan keberhasilan, (10)
menciptakan budaya mutu, (11) perbaikan proses, (12)
membantu siswa berhasil, (13) komitmen, (14) tanggung
jawab.
Lembaga-lembaga pendidikan seperti SD IT dan SMP IT
misalnya harus dapat mengembangkan dan mengimplemen-
tasikan prinsip-prinsip dari manajemen mutu dan yang lebih
penting lagi harus dijadikan sebagai budaya dalam aplikasinya
ditataran sekolah-sekolah berbasis Islam terpadu, karena
prinsip tersebut sejalan dengan nilai-nilai keIslaman dalam
dunia pendidikan Islam.
Menurut Muhab, dkk, 2017: 7), menjelaskan “prinsip
prinsip mutu terpadu yang diterapkan dalam JSIT antara lain
:(a) meyakini bahwa pendidikan Islam merupakan aktivitas
dakwah yang merupakan pekerjaan mulia dan menuntut
dedikasi, loyalitas, dan etos kerja (b) Pendidikan
diselenggarakan dengan tulus ikhlas, dedikasi yang tinggi,cara
yang bijak, dan dan dipandang sebagai kewajiban menjalankan
perintah Allah SWT, mengajak, menuntun manusia menuju
jalan Allah, menjalankan aktivitas pendidikan merupakan
amanah yang diterima dari secara kwali murid yang harus
ditunaikan dengan baik, profesional, dan penuh tanggung

170 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


jawab, (c) pendidikan pada dasarnya adalah mengajarkan
seluruh kandungan Islam baik dalam al-Qur`an maupun sunah
keterpaduan ilmu Allah, (d) mengedepankan keteladanan yang
baik(qudwah hasanah), membentuk perilaku peserta didik
melalui perilaku seluruh tenaga pendidik dan kependidikan,
yang utamanya dalam aspek ‘ubudiyah dan akhlaqiyah”.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang prinsip-prinsip
dalam manajemen mutu terpadu dalam lembaga pendidikan,
maka dapat penulis mengambil kesimpulan antara lain prinsip
percepatan atau akseleratif, sistem mutu yang tidak mahal,
mudah untuk di jalankan, sistem mutu harus berbasis pada
komponen paling berpengaruh pada mutu sekolah, sistem mutu
yang terbukti ampuh memberi dampak yang signifikan pada
peningkatan mutu sekolah, dan dapat dilaksnakan kerja tim
atau amal jam`i di antara komponen yang ada dalam sebuah
lembaga atau sekolah. Untuk mencapai hal tersebut perlu
dipenuhi juga tahapan sebagai syarat manajemen mutu dapat
tercapai di antaranya dengan melihat target yang jelas dan
terukur, konsistensi dalam menjalankan perencanaan program,
waktu yang memadai, quality control atau mutaba’ah yang
intensif, adanya progres repot yang berkelanjutan.

E. Implementasi Mutu di Lembaga Pendidikan Islam


Mutu lembaga pendidikan akan mampu diwujudkan
apabila semua sistem di lembaga pendidikan telah berorientasi
kepada mutu, sehingga terbentuk budaya organisasi yang
berorientasi pada mutu dan terjadi pengimplementasian TQM.
Ayat-ayat al-Qur’an dan berbagai hadits Nabi telah
menunjukkan dan mengisyaratkan bahwa budaya mutu akan
terbentuk dan terbangun dari sistem tersebut apabila dilakukan
dengan istiqamah.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |171


Berawal dari pembahasan tersebut dalam operasi
manajemen mutu dunia pendidikan Islam ada beberapa hal
yang harus diperhatikan menurut Mahmudin, dkk225 antara
lain:

1. Perbaikan secara terus-menerus


Teori ini memberikan arti dengan pihak penata kelola
pendidikan berbasis Islam selalu melaksanakan dalam
memberikan pengamanan seluruh unsur pengelola pendidikan
sudah memenuhi target kualitas yang telah distandarisasikan.
Konsep tersebut mengandung arti sesungguhnya antara
lembaga pendidikan selalu memodifikasi aktifitas
bersumberkan keinginan dan kewajiban pelaku pasar. Jika
kewajiban dan keinginan yang tinggi dari pelaku pasar
dimasyarakat berubah, maka pihak penyelenggara lembaga
keIslaman dengan pastinya secara perlahan akan mengalami
perubahan secara berangsur, bahkan terus memperbaiki unsur-
unsur aktivitas hasil atau elemen-elemn yang terdapat pada
lembaga pendidikan Islam.

2. Menentukan standar mutu


Target kualitas dalam proses pendidikan seyogyanya
ditetapkan terlebih dahulu, dengan maksud dan mengandung
pemahaman bahwa pihak pengatur dan pengelola pendidikan
keIslaman harus menentukan target kualitas dalam proses
pembelajaran dalam pendidikan yang diharapkan dapat
berjalan secara efektif untuk menyempurnakan proses hasil

225 Mahmudin, “Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan Islam”,


disampaikan dalam “Seminar Nasional 2018: Membangun Budaya Literasi
Pendidikan & Bimbingan dan Konseling Dalam Mempersiapkan Generasi
Emas, h.

172 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dan guna memunculkan lulusan secara unggul, yakni yang
mendalami dan memahami target kualitas pendidikan
berbentuk pendalaman target kemahiran dasar. Pembelajaran
yang dimaksud sekurang-kurangnyamemenuhikarakteristik:
menggunakan metode belajar kreatif, pembelajaran aktif,
kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas.
Bagi pendidikan berbasis Islam, kualitas yang berorientasi
kearah lulusan semua mestinya mengeluarkan terget terendah
dua arah kebijakan yakni,a) terbentuknya insan yang dapat
menerima semua fenomena kehidupannya selaras terhadap
petunjuk atau arahan yang terdapat dalam kitabullah dan
hadits Rasulullah, b) terciptanya insan yang mempunyai
keterampilan pada keahlian ilmu dan multi media yang canggih
yang sejalan dengan tuntutan zaman modern saat ini .

3. Perubahan Kultur
Rumusan tersebut berorientasi menjadikan kebiasaan
sebuah institusi kemasyarakatan yang guru dan berbagai
rumusan yang salingbersinergi seperti pengelola lembaga,
masyarakat, dan setiap penikmat lulusan pendidikan berbasis
Islam akan merasa urgennya merintis dan mengembangkan
kualitas kegiatan belajar mengajar yang baik dan berkualitas
yang memiliki hasil unggul maupun pembelajaran yang inovatif.
Disinilah letak urgen dimodifikasi dan improvisasi
penyebab inovasi dan penyebab dorongan semangat muncul,
agar secara berkelanjutan dan pasti budaya kualitas itu akan
tumbuh di dalam organisasi institusi pendidikan Islam.
Perubahan budaya ke arah budaya kualitas ini diantaranya
dilakukan dengan menempuh metodologi perumusan
kepercayaan bersama, penekanan atau doktrin nilai-nilai
keagamaan Islam, yang dilanjutkan dengan perumusan

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |173


pandangan dan mimpi-mipi kelembagaan pendidikan Islam
sejalan syariat dan kaidah sumber ajaran Islam.

4. Restrukturisasi Organisasi
Apabila visi-misi serta orientasi organisasi sudah
mengalami perubahan dan perkembangan, maka tidak mustahil
akan mengalami tarbentuknya restrukturisasi organisasi.
Perubahan organisasi tersebut tidak mengandung maksud
terjadinya perubahan tempat organisasi, akan tetapi pola dan
struktur kepengurusan yang mencirikan interaksi kerja
struktur dan pemantauan dalam aktivitas kerja.

5. Mempertahankan komunikasi dengan masyarakat


Berbagai sinyal antara sekumpulan pendidikan dan
pengguna jasa harus kontinyu dipertukarkan, agar lembaga
pendidikan selalu dapat menjadikan rekayasa atau
pembaharuan yang inovatif yang diperlukan terutama
berdasarkan perubahan karakter dan sistem tuntutanserta
kebutuhan pelanggan. Apalagi mengingat bahwa penduduk
Indonesia secara kuantitas muslim, tentu pendidikan Islam
harus mampu mengambil “simpati” mayoritas orang di
Indonesia.

F. Karakteristik Standar Mutu Layanan Jasa Pendidikan


Secara operasional, mutu ditentukan oleh dua faktor, yaitu
terpenuhinya spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya
atau disebut quality in fact (mutu sesungguhnya) dan
terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan

174 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dan kebutuhan pengguna jasa atau disebut quality in perception
(mutu persepsi).226
Kualitas dapat diukur dengan parameter seperti:
banyaknya keluhan pelanggan, banyaknya kesalahan,
pencapaian target dan sebagainya. Menurut Michael Le Boeuf,
bisnis yang kualitas pelayanannya rendah rata-rata hanya
memperoleh tambahan 1% pelanggan baru dan kehilangan
pangsa pasar sebesar 2% setahun. Pada pihak lain, bisnis yang
kualitas pelayanannya amat baik, rata-rata memperoleh 12%
tambahan pelanggan baru, meraih pangsa pasar 6% setahun,
dan biasanya mampu menetapkan harga yang cukup tinggi. 227
Standar mutu sesungguhnya diukur dengan mutu produksi
sesuai kriteria dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan
pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat (zero defect), dan
selalu baik sejak awal (right first time and every time). Mutu
dalam persepsi diukur dengan kepuasan pelanggan atau
pengguna, meningkatnya minat, harapan dan kepuasan
pelanggan.228
Kualitas atau mutu memiliki elemen-elemen sebagai
berikut: pertama, meliputi usaha memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan. Kedua, mencakup produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan. Ketiga, merupakan kondisi yang selalu
berubah. Pendidikan itu adalah jasa atau pelayanan (service)
dan bukan produksi barang. Satu-satunya indikator kinerja jasa
pelayanan adalah kepuasan pelanggan, kinerja kualitas
pendidikan dapat diukur dari tingkat kepuasan pelanggan.229

226 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 63
227 Triwibowo Soedjas, Layanan Wow Untuk Pelanggan,(Yogyakarta:

Media Pressindo, 2014), hlm. 65.


228 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan... hlm. 63.
229 Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi,

(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), hlm. 68-70

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |175


Organisasi-organisasi terbaik, baik milik pemerintah
maupun swasta, memahami mutu dan mengetahui rahasianya.
Sesungguhnya, ada banyak sumber mutu dalam pendidikan,
misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai
moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau
kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal,
sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap
pelajar dan anak didik, kurikulum yang memadai, atau juga
kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Organisasi-organisasi
yang menganggap serius pencapaian mutu, memahami bahwa
sebagian besar rahasia mutu berakar dari mendengar dan
merespon secara simpatik terhadap kebutuhan dan keinginan
para pelanggan dan klien. Meraih mutu melibatkan keharusan
melakukan segala hal dengan baik, dan sebuah institusi harus
memposisikan pelanggan secara tepat dan proporsional agar
mutu tersebut bisa dicapai.
Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kualitas
adalah usaha perbaikan terus menerus yang dilakukan oleh
suatu organisasi sehingga tujuan dapat dicapai dengan
melibatkan segenap komponen dalam organisasi sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Dalam institusi pendidikan, karakter leader dan manager
merupakan core values yang membekali seorang pemimpin
sekolah/madrasah dalam melaksanakan fungsi manajemen
sekolah agar dapat mencapai tujuan dan sasaran standar mutu.
Taksonomi pembagian karakter leader dan karakter manager
merupakan rujukan literasi dalam kepemimpinan. Leader
memberikan arah dan orientasi ke masa yang akan datang.
Sedangkan manager memberikan arah dan orientasi yang
konsisten dalam mengawal berjalannya organisasi sesuai
harapan.

176 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Kepemimpinan dalam lembaga pendidikan memiliki tata
nilai fungsional yang menggerkakkan sistem pengelolaan
organisasi untuk memberikan pelayanan secara prima. Tata
nilai fungsional tersebut tercermin dalam sikap lebih
mengutamakan pelayanan yang maksimal daripada menjaga
regulasi yang kaku. Selain itu, ia juga menjelma sikap lebih
mementingkan pelayanan bagi pengguna pendidikan.
Layanan jasa organisasi pendidikan itu fokus pada
pelayanan terhadap pengguna (customer). Dalam institusi
pendidikan ada dua macam pengguna, yaitu internal customer
(tenaga pendidik dan tenaga kependidikan) dan eksternal
customer (masyarakat dan pemerintah). Keduanya
membutuhkan pengelolaan secara komprehensif titik yaitu,
pengelolaan yang berbasis fokus kepada pengguna dan merujuk
pada pelayanan yang sesuai dengan standar mutu.
Dalam layanan jasa aspek kompetensi profesional sangat
dibutuhkan. Kompetensi ini dapat dilihat dalam kinerja layanan
keahlian menjalankan tugas dan tanggung jawab Kompetensi
profesional meniscayakan sikap tanggung jawab tenaga
pendidik maupun tenaga kependidikan dalam setiap tugas
pokok mereka.
Menurut Berry, bidang usaha di wilayah jasa mempunyai
empat karakteristik yaitu intangibility, inseparability,
variability, dan perishability.230 Pertama, tidak berwujud
(intangibility), yaitu layanan jasa pendidikan yang tidak
berwujud seperti produk fisik yang menyebabkan pengguna
pendidikan tidak bisa merasakan hasilnya sebelum
menggunakan layanan jasa. Kedua, tidak terpisahkan
(inseparability), yaitu layanan jasa pendidikan antara penyedia

230 Leornard L. Berry, A Marketing Services (New York: The Free Press,

1991), hlm. 24.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |177


jasa dengan pengguna jasa terjadi hubungan secara langsung.
Hubungan tersebut dihimpun dan diikat oleh sistem jaminan
mutu yang menempatkan penyedia jasa melaksanakan
kewajiban layanan, sedangkan pengguna jasa menerima haknya
karena kewajiban persyaratan mendapatkan layanan sudah
ditunaikan berdasarkan sistem yang berlaku.
Ketiga, sering berubah-ubah (variability) sehingga
menyebabkan standar mutu sulit dicapai sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Hal ini juga tergantung pada siapa yang
menyajikannya, kapan serta di mana disajikan layanan jasa
pendidikan. Keempat, mudah rusak (perishability) yaitu layanan
yang tidak dapat disimpan dalam jangka panjang sehingga
inovasi di dunia pendidikan sangat dibutuhkan.
Karakteristik tersebut memperjelas kedudukan orientasi
layanan jasa organisasi pendidikan dalam meningkatkan mutu
layanan pendidikan. Pelaksanaan layanan jasa itu
memfokuskan pada pengguna. Kepuasan pengguna pendidikan
merupakan kriteria mutu kriteria mutu sebagai indikator
keberhasilan mewujudkan setiap tujuan organisasi pendidikan.
Layanan jasa sistem pendidikan menurut operasional total
quality management dalam dunia pendidikan, memiliki
beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan. Pertama,
perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement).
Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Ketiga,
perubahan kultur. Keempat, perubahan organisasi (upside-
down organization). Kelima, mempertahankan hubungan
dengan pelanggan (keeping close to the customer). Kelima,
pendekatan tersebut membutuhkan proses pengembangan dan
pengawasan secara terus-menerus berbasis pada visi-misi dan
tujuan organisasi pendidikan baik oleh penyedia maupun
pengguna layanan jasa pendidikan.

178 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Pengguna layanan jasa pendidikan mempunyai cara
pandang yang subjektif terkait dengan standar mutu layanan
jasa pendidikan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman
motivasi dan harapan yang dimiliki. Maka untuk menjaga
konsistensi mutu layanan jasa termasuk dalam dunia
pendidikan, Rangkuti memberikan beberapa hal yang harus
selalu diperhatikan.
1. Merek atau brand, yaitu nilai yang berkaitan dengan
nama atau nilai yang dimiliki dan melekat pada suatu
perusahaan titik sebaiknya perusahaan senantiasa
berusaha meningkatkan brand equity-nya.
2. Pelayanan (service) yaitu nilai yang berkaitan dengan
pemberian jasa pelayanan kepada konsumen. Kualitas
pelayanan kepada konsumen ini perlu ditingkatkan
secara terus-menerus.
3. Proses, yaitu nilai yang berkaitan dengan prinsip
perusahaan untuk membuat Setiap karyawan terlibat
dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses
memuaskan konsumen baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Ketiga cara menjaga layanan jasa tersebut di atas dapat


dikembangkan dalam dunia pendidikan untuk menciptakan
inovasi-inovasi yang unggul dan tetap diterima oleh
masyarakat. Layanan jasa pendidikan tidak hanya mengukur
standarisasi kebijakan organisasi dalam mewujudkan
tujuannya. Namun lebih dari itu, standarisasi kebijakan itu juga
harus dirasakan oleh pengguna dan melampaui harapan
mereka.
Layanan jasa pendidikan tidak semata-mata proses
mekanik yang dapat disederhanakan menggunakan program

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |179


digitalisasi. Sebagaimana hal tersebut dapat dijumpai di
beberapa layanan jasa selain pendidikan. Misalnya, penggunaan
kecerdasan buatan untuk membantu pelayanan kepada
pengguna atau pelanggan di rumah sakit, bank, dan perusahaan
besar. Namun, lebih dari itu, layanan jasa pendidikan yang
membutuhkan layanan jasa yang bersifat proses organik.
Proses ini meniscayakan interaksi sosial sehingga terjadi
transformasi nilai, budaya, dan adat yang saling memengaruhi,
maupun bertukar pandangan untuk mendewasakan setiap
manusia. Kecerdasan buatan ini hanya menjadi penunjang
layangan proses kimia yang diperankan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan.
Untuk menyokong layanan jasa pada bidang pendidikan,
dibutuhkan kompetensi inti.231 Pertama, nilai bagi pelanggan
(customer perceived value), yaitu keterampilan yang
memungkinkan suatu perusahaan (pendidikan) menyampaikan
manfaat yang pernah mental kepada pelanggan. Pertanyaan
yang perlu dijawab adalah “mengapa pelanggan bersedia
membayar lebih mahal atau lebih murah untuk suatu produk
(barang) atau jasa dibandingkan dengan produk atau jasa
lainnya?” Kedua, diferensiasi bersaing (competitor
diferenciation), yaitu kemampuan yang unik dan dari segi daya
saing. Jadi, apa perbedaan antara kompetensi yang diperlukan
dan kompetensi pembeli dan titik pembeda. Tidak layak
menganggap sesuatu kompetensi sebagai inti jika ia ada di
mana-mana atau, dengan kata lain, yang mudah ditiru oleh
pesaing. Ketiga dapat diperluas (extendibility).
Karena kompetensi inti merupakan pintu gerbang menuju
pasar masa depan, maka kompetensi ini harus memenuhi
kriteria manfaat bagi para pelanggan dan keunikan bersaing.

231 Ibid, hlm. 14.

180 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Selain itu, kompetensi inti harus dapat diperluas sesuai dengan
keinginan konsumen masa depan. Dengan demikian,
kompetensi tidak menjadi usang meskipun kompetensi ini
mungkin saja kehilangan nilainya sepanjang waktu.
Selain itu., juga terdapat kompetensi penunjang dalam
layanan jasa pendidikan, yaitu perlunya fokus terhadap
kepemimpinan dalam mengelola sumber daya manusia sesuai
dengan rencana standar mutu agar memenuhi kepuasan
pengguna. Hal ini sesuai dengan kriteria mutu Baldrige yang
berfokus pada tujuh wilayah yang secara integral dan dinamis
saling berhubungan, yaitu leadership, information and analysis,
strategic quality planning, human resource management, quality
assurance product of product and service, quality and customer
satisfaction.232

G. Konsep Sistem Penjaminan Mutu pada Layanan


Jasa
Penjaminan kualitas/mutu adalah seluruh rencana dan
tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan
kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan
tertentu dari kualitas.233 Kebutuhan tersebut merupakan
refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas
biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan
biasanya digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut
Gryna (1988), penjaminan kualitas/mutu merupakan kegiatan

232 Daniel V. Hunt, Managing for Quality (Illinois: Business one Irwin

Homewood, 1993), hlm. 178.


233 Elliot.(1993). “Management of Quality in Computing Systems

Education: ISO 9000 series Quality Standards Applied”. Journal of System


Management. September, 6-11

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |181


untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan
bahwa kualitasdapat berfungsi secara efektif.234
Sementara itu Cartin (1999) memberikan definisi
penjaminan kualitas adalah sebagai berikut: Quality Assurance
is all planned andsystematic activitiesimplemented within the
quality system that can be demonstrated to provideconfidence
that a product or service will fulfill requirements for quality. 235
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi
pihak internal maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke
(1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas
tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus
menerus dan berkesinambungan melalui praktek yang
terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman
uang atau fasilitas ataubantuan lain dari lembaga yang
kuat dan dapat dipercaya.
3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai
sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin,
membandingkan standar yang telah dicapaidengan
standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak
dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas
(quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai
pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil
mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas
merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk suatu

234 Pike and Barnes. R, Total Quality Management in Action, (London;

Chapman & Hall, 1996), hlm. 20


235 Cartin, 1999, hlm. 312

182 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan.
Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus
dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan
tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran
(Yorke, 1997).
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing (1993)
menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai
berikut:
1. Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau
inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas
(Quality Assurance) mencakup pengendalian kualitas
dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya
merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu
secara menyeluruh.
2. Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang
luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali
kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam
pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang
lain.
3. Penjaminan kualitas bukanmenjadi tanggung jawab
bagian perancangan.Dengan kata lain, departemen
penjaminan kualitas bukan merupakankeputusan
bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan
orang yang dapat bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan dalam bidang-bidangyang
dibutuhkan dalam perancangan.
4. Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan
biaya yang sangatbesar. Pendokumentasian dan
sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminankualitas
bukan pemborosan.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |183


5. Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatan
pengendalian melaluiprosedur secara benar, sehingga
dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi,
produktivitas, dan profitabilitas.
6. Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang
mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat
mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan
setiap waktu.
7. Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk
mencapai biaya yang efektif, membantu meningkatkan
produktivitas.

Mutu layanan jasa pendidikan merupakan sebuah sistem


yang menempatkan proses tertentu berdasarkan kriteria yang
terukur dan pola kerjanya melibatkan semua unsur pengelola
dan pengguna dalam mencapai tujuan titik layanan jasa
pendidikan dinamakan bermutu manakala prosedur
pengelolaan yang sudah sesuai standar dapat dirasakan
langsung oleh pengguna. Dampaknya berupa perilaku
penggunaan dalam bentuk kepribadian yang berkarakter lebih
baik dari sebelumnya. Untuk itu sistem penjaminan mutu
dikembangkan tidak sebatas mengukur kapasitas kognitif
namun dibutuhkan pula standar mutu yang melibatkan wilayah
afektif dan psikomotorik.
Standar pengelolaan pendidikan tersebut mengacu pada
delapan Standar Nasional Pendidikan sebagai standar minimal.
Artinya, satuan pendidikan dan pengguna pendidikan dapat
membuat konsensus dan kebijakan untuk meningkatkan
standar pendidikan yang lebih tinggi standarisasi dapat
melampaui harapan masyarakat sehingga memberi pengaruh
terhadap pembentukan karakter yaitu aspek pengembangan

184 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


rasa nasionalisme dan karakter bangsa Indonesia Apa itu UU.
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal
35 (Ayat 1, 2, dan 3), yaitu (1) standar isi, (2) proses, (3)
kompetensi lulusan, (4) tenaga kependidikan, (5) sarana dan
prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan, dan (8) penilaian.
Lebih lanjut tentang SNP, dielaborasikan dalam bentuk
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Pasal 1 menyatakan bahwa standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Artinya, satuan pendidikan atau sekolah
atas konsensus bersama antara pengelola sekolah, masyarakat,
dan pemangku kepentingan dapat mengembangkan kriteria
sekolah unggul sebagai acuan dalam pengembangan sekolah.
Delapan standar itu mengacu pada mekanisme dalam
satuan pendidikan yaitu input, proses, dan output input. Aspek
input tidak sekadar menyangkut kualifikasi peserta didik
dengan etos belajar tinggi, namun juga terkait dengan
kualifikasi kompetensi guru yang profesional yang dapat
menguasai materi dan metodologi pembelajaran. Aspek proses
merupakan tahapan-tahapan prosedur yang dilaksanakan
sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan oleh pengelola
dan didukung oleh pengguna pendidikan. Aspek output
mengacu pada hasil prestasi belajar yang menggunakan alat tes
prestasi akademik maupun atas prestasi non-akademik.
Mekanisme input, proses, dan output mempunyai pola
interdependensi di dalam sistem penjaminan mutu titik
arahnya berupa layanan yang memprioritaskan kepada
pengguna dan fokus pada pencegahan masalah. Untuk
mencapai kepuasan pengguna pendidikan, maka diperlukan
pendekatan kepemimpinan. Kepemimpinan dalam manajemen
mutu adalah untuk meningkatkan performa memperkuat

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |185


kualitas mutu meningkatkan kualitas meningkatkan output dan
produktivitas, serta secara simultan mampu menciptakan
kebanggaan bagi pengelola karena telah mencapai memenuhi
standar mutu. Untuk mencapai standar mutu, menurut Deming,
dibutuhkan konsep P-D-S-A (plan-do-study-act).236
Berdasarkan konsep Deming tersebut, bahwa perbaikan
manajemen mutu diawali dari perencanaan strategis yang
relevan. Strategis ini berhubungan dengan unsur. Perencanaan
yang bermuara pada pentingnya perubahan-perubahan sistem
dan mengikuti rencana strategis dapat dikelola secara efektif
dan efisien dengan unsur do. Perubahan-perubahan yang
terjadi secara terus-menerus akan menciptakan suatu budaya
organisasi yang berhubungan dengan study. Pendekatan study
bermaksud mewujudkan secara standar budaya mutu yang
tinggi. Untuk mewujudkannya, diperlukan kepemimpinan yang
menjiwai karakteristik leader dan karakteristik manager dalam
melaksanakan kinerja yang sesuai harapan yang dapat disebut
act.
Konsep Deming menggambarkan bahwa PDSA sebagai
spiral bekerja sesuai dengan tahapan-tahapan secara
sistematis. Siklus PDSA menggunakan prosedur yang
berurutan. Hal ini bertujuan meningkatkan mutu kepuasan
pelanggan secara berkelanjutan dengan menggunakan tiga
paradigma baru, yaitu (1) nilai pelanggan, (2) peningkatan
berkelanjutan, dan (3) sistem organisasi pada aspek core values
yang memberikan panduan bagi anggota organisasi dalam
mewujudkan perilaku yang diharapkan.237 Nilai-nilai yang
menjadi perubahan mindset seseorang yang bersifat intrinsik.

236 M. Nur Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Bogor: GI, 2005), hlm.
196.
237 Dale Besterfield, Total Quality Management, Second edition,

International Edition, (USA: Prentice-Hall, Inc., 1999), hlm. 20.

186 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Perubahan itu sesungguhnya dimulai dari cara berpikir setiap
individu di dalam organisasi, bukan dimulai dari imbal balik
yang bersifat materi. Nilai-nilai dari sebuah organisasi
merupakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar operasi dan
pencarian organisasi tersebut dalam mencapai visi dan
misinya.238
Untuk mewujudkan sistem penjaminan mutu dalam
organisasi pendidikan tersebut dibutuhkan empat komponen,
yaitu:239
1. everyone is responsible for maintaining the quality of the
product or service quality control because it has been
2. for enhancing the quality of the product or service
3. everyone use and views of the system in place for
dementia and enhancing quality, and
4. management and time because of the validity of the
system for checking quality.

Sistem penjaminan mutu pendidikan adalah proses


penetapan dan pemenuhan standar mutu secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholder memperoleh kepuasan.240
Untuk mencapai sistem pendidikan yang dapat memenuhi
standar dalam layanan jasa pendidikan adalah melaksanakan
akreditasi BAN S/M dan BAN-PT 241 dan Undang-Undang Sistem

238 Edward Sallis, Total Quality Management, hlm. 218.


239 Malcom Frazer, Quality in Higher Education, dalam Proceeding of an
International Conference (Francis e-Library: The Falmer Press, 1992), hlm. 10
240 Depdiknas, Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Jakarta:

Depdiknas, 2003), hlm. 9.


241 BAN-PT pada awal berdirinya adalah rekomendasi dari dua

ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu UUSPN No. 2/1989 dan PP


No. 30/1990.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |187


Pendidikan Nasional.242 Akreditasi merupakan salah satu
bentuk penilaian mutu dan kelayakan institusi sekolah
perguruan tinggi atau program studi yang dilakukan oleh
organisasi dan atau badan mandi di luar perguruan tinggi.
Akreditasi merupakan suatu proses dan hasil sekaligus.
Dalam hal implementasi peningkatan mutu dalam lembaga
pendidikan Islam Departemen Agama RI merumuskan bahwa
setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan.243

1. Lembaga Review
Lembaga review dapat diartikan sebagai penataan ulang
lembaga, dan merupakan sebuah proses di mana seluruh
komponen lembaga bekerjasama dengan pihak lain yang
relevan seperti orang tua siswa masyarakat dan tenaga
profesional. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi efektivitas
kebijakan lembaga program dan pelaksanaannya serta mutu
lulusan. Dengan adanya lembaga review ini, diharapkan dapat
diperoleh suatu laporan yang komprehensif yang dapat
menjelaskan apa saja kekuatan, kelebihan, kelemahan, dan
prestasi lembaga pendidikan Islam, serta memberikan

242 Ghafur Saha Hanier, Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi

di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 47-
48. Dan UU Sisdiknas Tahun 2003. Dalam undang-undang tersebut, terdapat
tiga lembaga. Mendiknas bertanggung jawab terkait dengan mutu perguruan
tinggi, yaitu (1) Dirjen Dikti sebagai perumus pelaksana kebijakan mutu dan
melakukan pembinaan serta pengawasan mutu, (2) Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) adalah lembaga perumus standar mutu PT, dan hasil
rumusannya disodorkan kepada Dirjen Dikti dan BAN-PT untuk dilaksanakan,
dan (3) BAN-PT adalah badan yang mengimplementasikan kebijakan
akreditasi dan sekaligus sebagai pelaksana penjaminan mutu eksternal dan
akreditasi.
243 Trianto, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah (Depok:

Kencana, 2017), hlm. 37.

188 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


rekomendasi kepada pemerintah untuk menyusun strategi
pengembangan lembaga yang tepat dan efektif.

2. Quality Assurance
Quality assurance berorientasi pada proses pelaksanaan
kegiatan process oriented. Konsep ini mengandung jaminan
bahwa proses yang dilaksanakan telah sesuai dengan visi, misi,
tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai. Sehingga, apabila proses
telah dijalankan secara maksimal, maka diharapkan output-nya
juga maksimal.

3. Quality Control
Quality control merupakan suatu sistem yang mendeteksi
terjadinya penyimpangan terhadap kualitas output pendidikan
yang tidak sesuai dengan standar. Karena itu, setiap lembaga
pendidikan Islam berdasarkan tipologinya perlu membuat
standar indikator kualitas yang jelas dan pasti sehingga dapat
diketahui seperti apa bentuk penyimpangan kualitas yang
terjadi. Standar kualitas juga dapat digunakan untuk mengukur
maju-tidaknya suatu madrasah, dan keberadaan standar
kualitas tersebut bersifat relatif serta dapat diciptakan oleh
setiap lembaga pendidikan Islam.

4. Benchmarking
Benchmarking dapat diartikan bahwa tujuan yang
dirumuskan harus dapat dicapai. Karena itu, beberapa hal yang
dicakup dalam pengertian benchmarking ini adalah proses yang
berkesinambungan, pengukuran, produk, jasa, dan praktik.
Selain itu menurut Ahmad Khori, mutu suatu lembaga
pendidikan ditentukan oleh penerapan manajemen strategik

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |189


yang meliputi seluruh komponen pengelolaan pendidikan.
Manajemen strategik dalam lembaga pendidikan adalah cara
dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam
melaksanakan fungsi manajemen yang terarah pada tujuan
strategi suatu lembaga atau organisasi pendidikan.244
Sementara, tujuan strategik dari lembaga pendidikan tidak lain
adalah terciptanya pendidikan yang berkualitas, yang sudah
pasti untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi
khusus yang dikelola secara optimal.
Dalam manajemen strategik terhadap dapat beberapa
konsep dan prinsip yang harus diperhatikan. Wheelen and
Hunger (1995) menjelaskan tentang prinsip-prinsip dan
strategi yang meliputi beberapa hal. Pertama, manajemen
strategik merupakan serangkaian keputusan dan tindakan
manajerial yang menentukan kinerja perusahaan. Dalam
manajemen strategik, terdapat pengamatan lingkungan,
perumusan strategi, implementasi strategi, serta evaluasi dan
pengendalian.
Kedua, manajemen strategik menekankan pada aktivitas
pengamatan dan evaluasi kesempatan (opportunity), ancaman
(threat), kondisi lingkungan dipandang dari sudut kekuatan
(strength), dan kelemahan (weakness). Variabel-variabel
internal dan eksternal yang paling penting untuk perusahaan di
masa yang akan datang disebut faktor strategis dan
diidentifikasi melalui analisis SWOT.
Ketiga, keputusan strategis berhubungan dengan masa
yang akan datang dan memiliki tiga karakteristik, yaitu rare,
consequential, dan directive. Rare merupakan keputusan-
keputusan strategis yang tidak biasa, khusus, tidak dapat ditiru.

244 Ahmad Khori, “Manajemen Strategik dan Mutu Pendidikan Islam…”,


hlm. 82.

190 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Consequential, merupakan keputusan-keputusan strategis yang
memasukkan sumber daya penting dan menuntut banyak
komitmen. Directive merupakan keputusan-keputusan lain dan
tindakan-tindakan di masa yang akan datang untuk organisasi
secara keseluruhan.
Keempat, manajemen strategis cenderung dikembangkan
dalam empat tahap, mulai dari perencanaan keuangan dasar ke
perencanaan berbasis peramalan yang biasa disebut
perencanaan strategis menuju manajemen strategis yang
berkembang sepenuhnya. Termasuk di dalamnya implementasi,
evaluasi, dan pengendalian.245
Dengan demikian, bermutu atau tidaknya suatu lembaga
pendidikan dipengaruhi oleh bagaimana lembaga itu sendiri
Merancang strategi awalnya akan menjadi acuan untuk
mencapai pendidikan yang berkualitas. Sementara, dalam
merumuskan strategi, diperlukan prinsip-prinsip khusus yang
dapat dijadikan sebagai kerangka konseptual untuk merancang
strategi sehingga langkah-langkah yang dilakukan penambahan
bersifat strategis, efektif, dan efisien.
Apabila mengacu kepada Total Quality Management, maka
implementasi mutu pendidikan, khususnya pendidikan Islam,
harus memperhatikan lima hal pokok. Pertama, terjadinya
perbaikan dan inovasi secara terus-menerus demi menjaga
kualitas mutu suatu produk atau jasa. Kedua, menentukan
standar mutu yang jelas, efektif, dan gampang dicapai untuk
memberikan kepastian kepada pelanggan atau masyarakat
tentang kualitas apa yang bisa mereka dapatkan. Ketiga,
perubahan kultur sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu.
Keempat, perubahan organisasi. Kelima, mempertahankan

245 Ibid.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |191


pelanggan.246 Kelima faktor tersebut memerlukan pengem-
bangan secara terus-menerus. Menurut Hambali, pengem-
bangan terhadap kualitas mutu dapat dilakukan dengan
berbasis pada visi, misi, dan tujuan organisasi atau lembaga
pendidikan. Karena itu, setiap lembaga pendidikan sudah
seharusnya mempunyai program audit internal penjaminan
mutu serta penunjang lainnya yang menjamin kebutuhan dasar
penjaminan mutu sekolah.247

246 Edward Sallis, Op.Cit, hlm. 11


247 Muh. Hambali, “Kepemimpinan Berbasis Core….’ hlm. 33.

192 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


VI
PEMASARAN DAN SDM DALAM
PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Dasar Pemasaran Layanan Jasa Pendidikan


Mendengar kata pemasaran atau marketing, pemikiran kita
selalu tertuju pada dunia bisnis. Hal ini wajar karena kata atau
istilah “marketing” sering kali muncul dan berkembang
dikalangan bisnis, baik bisnis manufaktur maupun jasa.
Menurut Indradjaja dan Karno, pemasaran jasa
pendidikan mutlak diperlukan karena hal-hal berikut:
1. Kita perlu meyakinkan masyarakat dan pelanggan jasa
pendidikan (siswa, orang tua siswa, dan pihak terkait
lainnya) bahwa lembaga pendidikan yang kita kelola
masih tetap eksis.
2. Kita perlu meyakinkan masyarakat dan pelanggan jasa
pendidikan bahwa jasa pendidikan yang kita lakuakan
relevan dengan kebutuhan mereka.
3. Kita perlu melakukan pemasaran jasa pendidikan agar
jenis jasa pendidikan yang kita lakukan dapat dikenal
dan dipahami oleh masyarakat, terutama pelanggan
jasa pendidikan.
4. Kita perlu melakukan pemasaran jasa pendidikan agar
eksistensi sekolah tidak ditinggalkan oleh masyarakat
dan pelanggan jasa pendidikan potensial.248

248 David wijaya, Pemasaran Jasa Pendidikan, (Jakarta: Salemba Empat,

2012), hlm. 2

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |193


Pemasaran dapat dibedakan antara definisi pemasaran
secara sosial dan secara manajerial. Definisi sosial menunjukan
peran yang dimainkan oleh pemasaran dimasyarakat. Seorang
pemasar mengatakan bahwa peran pemasaran adalah
“menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi.” Berikut ini
adalah definisi sosial yang sesuai dengan tujuan kita.
Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai
dengan pihak lain. Untuk definisi manajerial, pemasaran sering
digambarkan sebagai “seni menjual produk”. Jadi, tujuan
pemasaran jasa pendidikan adalah mengetahui dan memahami
pelanggan jasa pendidikan dengan baik sehingga produk
pendidikan atau jasa pendidikan itu cocok dengan pelanggan
jasa pendidikan dan selanjutnya mampu menjual dirinya
sendiri. Idealnya, pemasaran jasa pendidikan harus
menghasilkan pelanggan jasa pendidikan yang siap membeli.
Yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk
pendidikan atau jasa pendidikan itu.249
Lembaga pendidikan bisa dianggap sebagai lembaga
penghasil jasa yang “menjual jasanya” kepada masyarakat luas.
Agar proses pemasaran jasa ini bisa mencapai target dan
harapan, visi, misi dan arah kebijakan lembaganya, maka perlu
dipahami konsep “school management as a service marketing”
(mengelola lembaga pendidikan baik sekolah atau kampus
sebagai suatu bentuk pemasaran jasa) yang mengharuskan
adanya rumusan strategi dalam usaha-usaha memasarkannya.
Salah satu strategi yang berhubungan dengan kegiatan

249 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT. Intan Sejati Klaten,

2005), Jilid I, h. 10.

194 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pemasaran perusahaan adalah marketing mix strategy(strategi
bauran pemasaran). Kotler dan Armstrong menyatakan bahwa
“marketing mix as the set of controllable marketing variables
that the firm can use to influence the buyer’s response”. 250
Artinya: marketing mix adalah seperangkat variabel pemasaran
yang bisa dikendalikan yang digunakan oleh perusahaan (atau
lembaga) untuk memengaruhi respon pembeli (pengguna).
Dengan demikian marketing mixmencakup beberapa variabel
pemasaran yang bisa dikendalikan agar sesuai dengan tujuan
perusahaan atau lembaga untuk membuat pembeli atau
pengguna menerima produk-produk yang ditawarkannya.
Istilah marketing mix pertama kali dikenalkan oleh Neil
Borden. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya adalah
product,price, placedan promotion. Tetapi untuk produk bidang
jasa, selain empat unsur tersebut juga terdapa tiga unsur lain
yang ditambahkan ke dalamnya; people, processdan physical
evidence.251 Marketing mix dalam bidang produk jasa mencakup
tujuh hal yang sering disebut sebagai the 7-P. Ketujuh hal
tersebut adalah: Product, price, place, promotion, people, process
dan physical evidence. Ketujuh komponen tersebut menjadi
satu kesatuan dan harus menjadi pertimbangan dalam
merumuskan strategi-strategi pemasaran agar dapat diterima
oleh pengguna jasa atau konsumen.
jika elemen-elemen dalam marketing mix tersebut
kemudian diimplementasikan dalam pemasaran lembaga
pendidikan, misalnya pendidikan tinggi, maka ia akan
menghasilkan paduan strategi yang komprehensif. Strategi

250 Philip J. Kotler and Gary Armstrong, Principles of Marketing (New

Jersey: Prentice Hall, 2010), hlm.10.


251 Mehrdad Alipour and Elham Darabi, “The Role Of Service Marketing

Mix And ItsImpact On Marketing Audit In Engineering And Technical Service


Corporations,” Global Journal of Management and Business ResearchXI, no. 6
(2011): 70.PDF

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |195


tersebut akan tersusun mulai dari strategi produk sampai
strategi pengelolaan sarana dan prasarana yang ada di lembaga
pendidikan sebagaimana diuraikan di bawah ini:
Product berarti jenis jasa pendidikan yang ditawarkan oleh
sebuah lembaga pendidikan kepada calon penggunanya.
Biasanya ini berupa fakultas, jurusan atau program studiatau
program-program unggulan di sekolah. Selain itu dalam
kategori produk ini juga termasuk kegiatan-kegiatan yang
merupakan outputdari lembaga pendidikan selain kegiatan
belajar mengajar. Produk-produk tersebut haruslah mampu
memenuhi kebutuhan pengguna jasa pendidikan baik itu
kalangan perusahaan, lembaga pemerintahan, lembaga swasta,
atau pribadi-pribadi yang berharap apabila mengambil suatu
program pendidikan, maka kualitas kehidupannya bisa
meningkat. Sekiranya produk tersebut tidak begitu diminati
oleh pasar, maka mungkin ada baiknya para pengelola lembaga
pendidikan mulai memikirkan untuk menciptakan “produk
baru” atau mengubah produk lama dengan konsep dan
kemasan yang baru.
Komponen kedua adalah price atau biaya pendidikan.
Masyarakat kita dikenal sebagai pasar yang bersifat cost
sensitive (sensitif terhadap harga). Ketepatan dalam
menentukan biaya pendidikan yang terjangkau sesuai dengan
sifat dan jenis jasa pendidikan akan sangat menentukan
keberhasilan pengelolaan lembaga. Apalagi sebagian perspektif
masyarakat masih menganggap bahwa pendidikan menjadi
bagian dari “investasi” jangka panjang yang diharapkan
menghasilkan “profit” berupa perubahan kualitas kehidupan
yang ditandai oleh kemampuan lulusan memasuki pasar dan
bursa tenaga kerja. Diversifikasi dari strategi penetapan tarif ini
bisa berupa penetapan tarif pendidikan yang murah atau

196 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


bahkan pemberian beasiswa kepada para peserta didik yang
dianggap pantas mendapatkannya.
Place atau tempat dan lokasi adalah hal penting lainnya
dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Kemudahan akses
menuju sekolah atau kampus, jauh dan tidaknya dari tempat
asal peserta didik, keamanan selama menempuh perjalanan
sering menjadi salah satu pertimbangan orang tua dan peserta
didik dalam menentukan sekolah atau kampus mana yang akan
dipilih. Selain itu, kelengkapan sarana dan prasarana untuk
menampung peserta didik, juga ikut menentukan pilihan
masyarakat pengguna jasa pendidikan. Sekolah atau kampus
yang menyediakan asrama atau kelengkapan fasilitas lain yang
menjadi sarana dalam penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar menjadi faktor penting yang ikut menentukan untuk
menjadikannya sebagai lembaga pendidikan pilihan.Semakin
bagus dan lengkap sarana dan fasilitas yang teredia, semakin
besar kemungkinan calon pengguna jasa pendidikan
memilihnya.
Sebagaimana halnya produk perusahaan, jasa pendidikan
juga perlu disosialisasikan ke publik calon pengguna. Semakin
lembaga pendidikan dikenal luas oleh publik, semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi pilihan utama. Tentunya yang
diharapkan adalah sifat positif dari lembaga itu yang dikenal
luas oleh masyarakat. Ini merupakan komponen keempat dari
marketing mix di atas yang disebut promotion. Bentuk promosi
bisa bermacam-macam. Strateginya bisa saja menggunakan
direct media(melalui surat, telepon atau presentasi), interactive
media (website, CD) atau traditional media (iklan radio, televisi,
koran, brosur dan lain-lain). Semua itu merupakan bagian
promosi dalam rangka mengenalkan lembaga pendidikan ke
publik calon pengguna

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |197


Komponen penting lainnya adalah people. Dalam konteks
manajemen lembaga pendidikan, ini termasuk sumber daya
manusia baik sebagai tenaga pengajar, administrasi atau tenaga
lainnya yang bertanggungjawab atas jalannya kegiatan tertentu.
Kualitas SDM menjadi faktor penentu bagi calon pengguna
untuk memilih lembaga yang diminati. Tenaga pengajar yang
memenuhi standar kualifikasi, kredibilitas para pimpinan dan
staf lainnya menjadi bagian dari komponen people ini. Bukan
hanya menyangkut kualifikasi intelektual dan akademik SDM
yang menjadi tuntutan, tetapi juga termasuk di dalamnya
kualitas SDM dari segi afeksi dan keterampilan serta sikap-
sikap ramah dalam melayani
Komponen keenam adalah process. Proses di sini
menyangkut seluruh proses yang berkaitan dengan kegiatan
yang ada dalam lembaga pendidikan. Proses ini biasanya
dimulai sejak tahapan pendaftaran sampai tahapan kelulusan di
akhir periode belajar. Proses yang berbelit-belit dan
“dipingpong” biasanya sangat tidak disukai oleh yang
menjalaninya. Oleh sebab itu, dalam pengelolaan lembaga
pendidikan pencitraan proses yang sederhana, mudah, efektif,
efisien dan tidak “mbulat-mbulet” akan menjadi nilai tambah
tersendiri bagi lembagapendidikan di hadapan pada calon
pengunanya
Terakhir adalah physical evidence. Hal ini mencakup
penataan ruangan, kelengkapan fasilitas, arsitektur gedung dan
hal-hal yang berkaitan dengan penampilan yang menarik
perhatian dan nyaman serta “enak” dipandang mata. Kesan
sebagai sebuah lembaga pendidikan modern dan bercitarasa
estetis yang melekat dalam bangunan-bangunan fisik yang
dimiliki dan penataan ruangan yang harmonis, sering menjadi
daya tarik dan kebanggaan peserta didik terhadap lembaganya.

198 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


B. Konsep dan Teori Pemasaran Perspektif Pendidikan
Pada dasarnya, semua lembaga baik lembaga profit ataupun
non profit ketika melakukan interaksi dengan lingkungan
masyarakat keduanya telah menerapkan operasi-operasi
pemasaran. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada
tujuan akhir dari interaksi tersebut. Jika pada lembaga profit,
operasi pemasaran digunakan untuk mencapai tujuan
organisasi berupa perolehan keuntungan yang sebesar-
besarnya, maka pada organisasi yang sifatnya non profit,
pemasaran bertujuan untuk menjaga agar visi, misi dan tujuan
dari organisasi bisa diterima dan sampai pada masyarakat luas.
Visi, misi dan tujuan tiap-tiap organisasi nonprofit tentu
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Philip Kotler, pemasaran (marketing) bisa dilihat
dari dua sudut pandang; secara sosial dan secara manajerial.
Secara sosial, pemasaran adalah proses sosial di mana individu
atau kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan dan
mereka butuhkan melalui penciptaan, penawaran dan
pertukaran produk atau jasa secara bebas antara satu dengan
yang lain. Sedangkan secara manajerial, pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan
harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan individu dan
meraih tujuan organisasi.252 Antara sudut pandang sosial dan
manajemen dalam pemasaran, keduanya tidak bisa dipisahkan.
Aktivitas pemasaran tentu akan melibatkan aktivitas sosial.
Aktivitas pemasaran juga melibatkan kegiatan manajemen
terutama apabila aktivitas pemasaran tersebut dilakukan oleh
sebuah organisasi. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap

252 Philip Kotler, Marketing Management: The Millennium Edition (New

Jersey: Pearson Prentice Hall, 2001), 2.PDF

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |199


pemasaran baik secara sosial atau secara manajerial sangat
diperlukan demi tercapainya tujuan organisasi.
Elemen-elemen dari manajemen pemasaran ini pada
hakikatnya merupakan fungsi-fungsi manajemen secara umum.
Fungsi tersebut secara sederhana sering disingkat menjadi
POAC; planning, organizing, actuating dan controlling.253 Dalam
konteks pemasaran, fungsi-fungsimanajemen tersebut lebih
diarahkan untuk menciptakankesesuaian antara visi, misi dan
tujuansebuah lembaga dengan penerimaan masyarakat
penggunanya sebagai pasar. Dengan kata lain fungsi-fungsidan
elemen-elemen manajemen pemasaran diarahkan “keluar” dan
diadaptasikan dengan kebutuhan dan tuntutan pasar. Hal ini
menjadi penting sebab bagaimanapun juga sebuah lembaga
akan menjadi kuat dan berkembang bukan saja ditentukan
olehefektivitas dan efisiensi manajemennya secara internal
tetapi juga ditentukan oleh tingkat penerimaan masyarakat
terhadap eksistensi, fungsi dan peranan lembaga tersebut
secara eksternal.
Secara filosofis dan konseptual, salah satu orientasi dari
manajemen pemasaran adalah orientasi pelanggan (customer).
Pemasaran yang berorientasi pada pelanggan ini didasarkan
pada tujuan untuk menciptakan kepuasan pelanggan. 254
Kepuasan pelanggan menjadi faktor pendorong dalam upaya
mengimplementasikan manajemen pemasaran. Keberhasilan
lembaga perusahaan misalnya akan sangat ditentukan oleh
tingkat kepuasan pelanggan ketika menggunakan produk-
produk dari perusahaan tersebut. Semakin puas pelanggannya
semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut diterima

253 Prakash Chandra Tripathi, Principles Of Management, Fourth (New


Delhi: Tata McGraw-Hill Education, 2008), 3.PDF
254 Dainora Grunday, “The Marketing Philosophy and Chalanges for The

New Millenium,” Scientific Bulletin, Economic Sciences IX, no. 15 (tt): 173.PDF

200 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


oleh banyak orang dan sebaliknya. Usaha untuk memuaskan
pelanggan inilah, pada akhirnya harus menjadi tujuan dan
orientasi akhir dari seluruh operasi lembaga yang berinteraksi
dengan masyarakat luas selaku penggunanya.
Secara praktis, implementasi dari manajemen pemasaran
harus mempertimbangkan elemen-elemen dan fungsi-fungsi
manajemen seperti yang telah diuraikan di atas. Tujuan dari
implementasi konsep pemasaran dalam organisasi adalah
untuk memberikan kepuasan kualitatif kepada pelanggan
dalam jangka waktu lama. Ini berbeda dengan konsep
penjualan (selling)yang lebih berorientasi pada pencapaian
target kuantitatif dan berjangka pendek dengan parameter
profit takingyang tinggi.255 Apabila praktik marketing dan
selling ini disinergikan, maka pemasaran (marketing)
merupakan dasar dan fondasi bagi suksesnya operasi penjualan
(selling). Sebaliknya operasi penjualan tidak akan berhasil
tanpa didasari oleh usaha-usahapemasaran yang
berkesinambungan. Pemasaran adalah lahannya sedangkan
penjualan adalah tanamannya. Tanaman tidak akan tumbuh
subur apabila kondisi lahan tidak disiapkan dengan baik dan
tidak memenuhi syarat-syarat untuk ditumbuhi tanaman.
Demikian ilustrasi sederhananya.
Berdasarkan cakupannya, pemasaran meliputi beberapa
entitas yaitu barang (goods), jasa (services), pengalaman
(experiences), peristiwa (events), orang (persons), tempat
(places), properti (properties), organisasi (organizations),
informasi (informations)dan ide (ideas).256 Pemasaran barang
adalah bentuk pemasaran yang paling umum terjadi di mana
banyak perusahaan yang memproduksi dan menjual barang-

255 Hitesh Bhasin, “SellingVs Marketing,” Marketing91.com, accessed

March 23, 2013, http://www.marketing91.com/selling-and-marketing/.


256 Kotler, Marketing Management, h. 3

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |201


barang kepada konsumennya. Misalnya saja adalah penawaran
barang seperti kebutuhan hidup sehari-hari, pakaian, alat-alat
elektronik dan sebagainya. Sedangkan pemasaran jasa
mencakup misalnya adalah jasa pendidikan, jasa konsultasi,
jasa pembelaan kasus hukum dan lain lain. Pemasaran
pengalaman misalnya pengalaman berkeliling tempat-tempat
wisata, taman hiburan atau pengalaman lain yangjuga
dibutuhkan oleh konsumen. Pemasaranperistiwa misalnya
event-event pentas musik, pagelaran seni dan lain-lainyang
lebih menonjolkan aspek kegiatan.
Pemasaran orang misalnya kegiatan kampanye dalam
rangka memenangkan pemilihan kepala daerah, presiden atau
pimpinan-pimpinan organisasi dan lain-lain. Pemasaran tempat
misalnya adalah memasarkan sebuah tempat wisata, gedung-
gedung pertemuan, hotel dan lain-lain. Pemasaran properti
seperti memasarkan perumahan, lahan-lahan, ruko dan lain-
lain. Pemasaran organisasi misalnya adalah memasarkan
kelompok atau himpunan-himpunan tertentu seperti himpunan
pengusaha, pengacara, mahasiswa atau himpunan lain sebagai
sebuah entitas organisasi. Pemasaran informasi seperti koran,
radio, web dan lain-lain. Sedangkan pemasaran ide misalnya
seperti novel, buku atau apapun itu bentuknya yang di
dalamnya terkandung muatan-muatan ide-ide kreatif.
Luasnya cakupan pemasaran ini menggambarkan luas dan
banyaknya macam-macam kebutuhan manusia yang harus
dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan menciptakan organisasi-
organisasi yang berusaha menciptakan, memproduksi,
memberitahukan dan mendistribusikannya ke masyarakat
untuk memenuhi beragam kebutuhan mereka. Proses inilah
yang menjadi makna dari pertukaran antara individu atau
organisasi seperti dalam definisi di atas. Sebagai contoh untuk
memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang makanan maka

202 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


muncullah perusahaan-perusahaan yang memproduksi
makanan. Untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang
sandang dan papan, muncullah perusahaan yang membuat
pakaian dan perumahan. Untuk memenuhi kebutuhan manusia
dalam hal rekreasi, muncullah perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam bidang pariwisata dan contoh organisasi lain
yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Demikian pula pemenuhan kebutuhan manusia akan
peningkatan pengetahuan, kecerdasan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, muncullah organisasi-organisasi pendidikan
seperti sekolah, madrasah, kampus dan lembaga atau
organisasi pendidikan lainnya. Dengan demikian maka lembaga
pendidikan juga merupakan bagian dari entitas yang tercakup
dalam konsep pemasaran.
Apabila mengacu pada ruang lingkup pemasaran menurut
Kotler di atas, dapatlah dikatakan bahwa pendidikan, praktik
pendidikan, lembaga pendidikan dan output-nya adalah bagian
dari entitas pemasaran produk jasa. Lembaga pendidikan
sebagai bagian dari produk jasa tersebut dilihat dalam
kaitannya dengan pengalaman belajar (learning experiences)
yang dirasakan oleh peserta didik.257 Sebagai bagian dari entitas
pemasaran, pendidikan bukan saja menjadi bagian dari
pemasaran jasa tetapi juga di dalamnya mencakup entitas
pemasaran lain seperti, organisasi, orang-orang, idedan lain-
lain. Hal ini tentu saja masuk akal karena pendidikan tidak bisa
berfungsi jika tidak ada organisasi, tempat, orang-orang, ide-ide
yang dikembangkan atau tidak ada aspek-aspek lain penunjang
keberhasilan pendidikan.

257 Irene CL Ng and Jeannie Forbes, “Education as Service: The

Understanding of University Experience throughThe Service Logic,” Journal of


Marketing for Higher Education19, no. 1 (2009): 8.PDF

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |203


Bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah bagian entitas
pemasaran yang di dalamnya sekaligus merangkum entitas-
entitas lain menjadi satu kesatuan. Kesatuan entitas pemasaran
inilah pada gilirannya akan sangat menentukan sukses tidaknya
lembaga pendidikan dalam memberikan kepuasan pada
penggunanya (user) dan para pelanggannya (customer).
Beberapa entitas utama pemasaran yang bisa dimasukkan
dalam pemasaran lembaga pendidikan di antaranya adalah:
organisasi, orang-orang, sarana dan prasarana.

1. Organisasi
Lembaga pendidikan sebagai organisasi harus dipahami
bukan saja sebagai organisasi statis di mana di dalamnya
terdapat hierarki struktural yang terdiri dari pimpinan,
pengelola dan peserta didik, tetapi juga harus dipahami sebagai
sebuah sistem sosial yang dinamis. Cara pandang terhadap
organisasi sebagai sistem sosial yang dinamis telah
berkembang dalam dua dekade terakhir menggantikan cara
pandang klasik dalam melihat organisasi sebagai model statis.
Cara pandang dinamis ini dikenal dengan istilah open system
model. Lalu apa yang dimaksud dengan sistem dalam konteks
ini? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem adalah
sekumpulan elemen-elemen yang saling berkaitan satu dengan
yang lain di mana perubahan pada satu elemen akan
mengakibatkan perubahan pada elemen lainnya. 258
Mendudukkan lembaga pendidikan sebagai sebuah sistem
sosial yang bersifat terbuka berarti lembaga pendidikan banyak
dipengaruhi oleh dinamika internal organisasi dan lingkungan

258 David A. Nadler, “Framework for Organizational Behaviour,” in

Managing Organizations: Readings and Cases (Boston: Scott Foresman & Co,
1982), 36.PDF

204 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


masyarakat sekitar. Perubahan yang terjadi baik di luar atau di
dalam organisasi akan berpengaruh pada penentuan berbagai
kebijakan organisasi dan akan menentukan arah dan peranan
lembaga pendidikan tersebut.
Karakteristik lembaga pendidikan sebagai organisasi
dengan model sistem terbuka mencakup beberapa hal yaitu
internal interdependence, capacity for feedback, equilibrium,
equifinality dan adaptation.259 Internal interdependenceberarti
ketika lembaga pendidikan mengalami perubahan dalam satu
elemen misalnya jumlah peserta didik, maka secara otomatis
akan memengaruhi elemen lainyang ada di dalamnya seperti
kapasitas tempat belajar, jumlah tenaga pengajar, anggaran
yang tersedia, sistem pengelolaan dan lain-lain. Capacity for
feedback berarti lembaga pendidikan harus bisa menggunakan
feed back sebagai salah satu bentuk koreksi manakala terjadi
kendala-kendala yang tidak diharapkan. Misalnya, mengapa
outputpeserta didik tidak diterima di lapangan pekerjaan
dengan maksimal? Atau mengapa masyarakat luas kurang
berminatdengan lembaga pendidikan kita?. Capacity for
feedback harus dikelola dengan baik agar lembaga pendidikan
bisa menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat luas dalam
kapasitasnya sebagai penyedia jasa transformasi dan transfer
ilmu pengetahuan.
Equilibrium dalam lembaga pendidikan bermakna adanya
keseimbangan dalam tata kelola organisasinya. Keseimbangan
dalam tata kelola organisasi berarti menyeimbangkan potensi-
potensidan sumber daya yang ada di dalamnya seperti jumlah
pengajar dengan jumlah anak didiknya, kapasitas ruang dengan
peserta didik, beban pekerjaan dan insentif yang diperoleh dan
aspek-aspek organisasi lainnya. Ciri keempat dari organisasi

259 Ibid.37

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |205


dengan open system modeladalah equifinality. Equifinality
berarti pemanfaatan beragam sistem, cara dan metode untuk
mencapai sukses dari target yang sama. Dengan kata lain untuk
mencapai tujuan organisasi bisa menggunakan beragam
pendekatan. Tidak ada satu pendekatan baku yang bisa
diterapkan secara universal. Terakhir adalah adaptationyang
menjadi karakteristik organisasi dengan open sistem. Lembaga
pendidikan diharapkan bisa selalu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dinamis yang terjadi baik di luar atau di
dalam organisasi itu sendiri.

2. Orang-orang
Entitas utama lain yang berperan penting dalam upaya
pengelolaan lembaga pendidikan adalah orang-orang yang ada
di dalamnya. Di dalam manajemen ada slogan yang berbunyi:
it’s not about WHAT you know, it’s WHO you know. 260
Pengelolaan lembaga pendidikan bukan saja fokus pada
“sesuatu” tetapi fokus pada “siapa”. Adalah penting untuk selalu
mengetahui dan memahami siapa-siapa ini demi suksesnya
lembaga pendidikan dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan
konsumennya.
Dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi mengenal
istilah civitasakademikayang terdiri dari dosen dan mahasiswa.
Tetapi tidaklah salah jika kedalam civitas akademika ini juga
memasukkan unsur karyawan dan jajaran birokrasi lainnya
yang terlibat dalam pelayanan dan aktivitas proses pendidikan
baik langsung atau tidak langsung. Dosen adalah para pelaku
pendidik (educator)yang berperan sebagai aktor utama dalam
proses transfer pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan

260 Rob Cross and Laurence Prusak, “The People Who Make

Organizations Go or Stop,” Harvard Business Review (2002): 5.PDF

206 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


kepada mahasiswanya. Mahasiswa sendiri adalah penerima
dari upaya transfer yang dilakukan oleh dosen dan sekaligus
bisa dianggap sebagai pengguna dan pelanggan jasa pendidikan.
Karyawan adalah pelaku-pelaku pendukung lancar dan
suksesnya upaya transfer tersebut. Ketiganya tidaklah lebih
penting antara satu dengan lainnya. Ketiganya harus
mendapatkan perlakuan dan pelayanan dari lembaga sesuai
dengan hak dan kapasitasnya.
Dalam perspektif manajemen, lembaga pendidikan tinggi
sebagai tempat berkumpulnya orang-orang (dosen, mahasiswa
dan karyawan), memerlukan pendekatan dan penerapan
prinsip-prinsip kepemimpinan yang tepat, efektif dan efisien
agar dapat berfungsi dengan baik. Mereka harus digerakkan
secara kompak ke tujuan dan target organisasi yang telah
ditetapkan. Masing-masing unsur baik dosen, mahasiswa atau
karyawan harus diberi arah yang jelas dan tegas sesuai dengan
kapasitasnya agar ketiganya mengarah pada tercapainya target
dan tujuan akhir organisasi. Di sinilah pentingnya seni
kepemimpinan (art of ledership)diterapkan bukan semata-mata
ilmu kepemimpinan (science of leadership). Dalam konteks ini,
kepemimpinan lebih merupakan sebuah seni, keyakinan dan
keadaan hati bukan sekadar bagaimana cara mengerjakan
sesuatu (leadership is more an art, belief and condition of the
heart than a set of things to do).261 Oleh sebab itu, peranan
kepemimpinan di dalam lingkungan organisasi atau bisnis
(business environment)yang melibatkan orang-orang, mencakup
beberapa hal: mengembangkan visi bersama (to develop a
vision), menetapkan strategi (to set strategy), mengorganisasi-

261 Pat Wellington, Effective People Management: Improve Performance

Delegate More Effectively Handle Poor Performance and Manage Conflict


(London: Kogan Page Publishers, 2011), 3.PDF

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |207


kan struktur (to organize structure)dan menyiapkan budaya
kerja (to prapare culture).262
Menyadari dan memahami “orang” sebagai entitias
pemasaran berarti berusaha untuk meningkatkan dan
membangun kapasitas (building capacity)setiap orang yang
adadi dalam lembaga pendidikan. Secara vulgarbisa dikatakan
bahwa membangun kapasitas orang-orang dalam perspektif
pemasaran berarti bagaimana membuat orang-orang yang
terlibat dalam organisasi tersebut “layak jual” dan diterima oleh
pasar. Membuat layak jual orang dalam lembaga pendidikan
berarti membuat lulusan yang berdaya saing secara keilmuan
dan keterampilan dengan merumuskan standar-standar
kompetensi lulusan. Di dalam internal manajemen sendiri tidak
kalah pentingnya untuk membuat jajaran manajemen menjadi
layak jual. Sebagai misal adalah bagaimana orang-orang yang
duduk dalam birokrasi memiliki kesadaran bahwa mereka
memiliki tugas melayani peserta didik dengan baik. Kualitas
kepribadian sebagai seorang pelayan perlu mendapatkan
perhatian agar merekamenjadi layak jual. Adalah sangat tidak
pantas jika seorang pelaku pendidikan baik itu pengajar atau
karyawan memperlakukan peserta didik sebagai seorang
“pembeli” yang tidak berhak memperoleh pelayanan purna jual
yang memuaskan.

3. Fasilitas
Entitas lain yang bisadimasukkan dalam pengelolaan
lembaga pendidikan adalah tempat, sarana dan prasarana.
Menurut Wahyuningrum fasilitas pendidikan adalah segala
sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan

262 Ibid

208 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


pelaksanaan suatu usaha (pendidikan).263 Berdasarkan
pengertian di atas, fasilitas merupakan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam melakukan atau memperlancar
kegiatan pendidikan. Ibrahim Bafadol, mengemukakan bahwa
prasarana pendidikan dapat diartikan sebagai perangkat yang
menunjang keberlangsungan proses pendidikan. Sedangkan
definisi dari prasarana adalah semua perangkat kelengkapan
dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan
proses pendidikan sekolah.264 Fasilitas pendidikan ini misalnya
saja adalah bangunan sekolah atau kampus dan
kelengkapannnya, perpustakaan, alat peraga pendidikan,
sambungan internet, fasilitas tempat ibadah, kantin, taman dan
fasilitas umum lainnya yang memberikan nilai tambah pada
lembaga pendidikan.
Sebagai sebuah kesatuan integral dalam lembaga
pendidikan, sarana dan prasaranaharus dikelola dengan baik
dengan menerapkan manajemen sarana dan prasarana
pendidikan. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan
semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan
efisien.Manajemen sarana dan prasarana ini mencakup:
pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan,
inventarisasi dan Penghapusan.265 Aspek-aspek dalam
manajemen sarana dan prasarana pendidikan tersebut
merupakan faktor utama dalam rangka menjadikantempat,
fasilitas, sarana dan prasarana memiliki nilai jual dan kelayakan
untuk digunakan dalam proses pendidikan. Manajemen sarana

263Wahyuningrum, Buku Ajar Manajemen Fasilitas


Pendidikan(Yogyakarta: FIP UNY, 2000), 4.
264Ibrahim Bafadol, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan

Aplikasinya(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 12


265 Ibid, h.13

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |209


dan prasarana ini bertujuan agar sarana dan prasarana yang
ada di dalam lembaga pendidikan bisa dimanfaatkan secara
maksimal, optimal, efektif dan efisien.

C. Konsep dan Teori SDM Perspektif Pendidikan


Sumber daya manusia (SDM) adalah orang-orang yang ada
dalam organisasi yang memberikan sumbangan pemikiran dan
melakukan berbagai jenis pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Sumbangan yang dimaksud adalah pemikiran dan
pekerjaan yang mereka lakukan di berbagai kegiatan dalam
perusahaan. Dalam pengertian sumber daya manusia, yang
diliput bukanlah terbatas kepada tenaga ahli, tenaga
pendidikan ataupun tenaga yang berpengalaman saja tetapi
semua tenaga kerja yang digunakan perusahaan untuk
mewujudkan tujuan-tujuannya.266
Kata “Sumber Daya” menurut Poerwadarminta,
menjelaskan bahwa dari sudut pandang etimologis kata
“sumber” diberi arti “asal” sedangkan kata “daya” berarti
“kekuatan” atau “kemampuan”. Dengan demikian sumber daya
artinya “kemampuan”, atau “asal kekuatan”. Pendapat lain
mengatakan bahwa Sumber Daya diartikan sebagai alat untuk
mencapai tujuan atau kemampuan memperoleh keuntungan
dari kesempatan-kesempatan tertentu, atau meloloskan diri
dari kesukaran sehingga perkataan sumber daya tidak
menunjukkan suatu benda, tetapi dapat berperan dalam suatu
proses atau operasi yakni suatu fungsi operasional untuk
mencapai tujuan tertentu seperti memenuhi kepuasan. Dengan
kata lain sumber daya manusia merupakan suatu abstraksi

266 Sadono Sukirno, Pengantar Bisnis (Jakarta: Prenada Media Group,

2006), hlm . 172

210 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


yang mencerminkan aspirasi manusia dan berhubungan dengan
suatu fungsi atau operasi.267
Untuk memahami pengertian Sumber Daya Manusia
(SDM) perlu dibedakan antara pengertiannya secara makro dan
mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia
sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam
batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan
kerja, baik yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik
yang sudah maupun memperoleh pekerjaan. Di samping itu
SDM secara makro berarti juga penduduk yang berada dalam
usia produktif, meskipun karena berbagai sebab dan masalah
masih terdapat yang belum produktif karena belum memasuki
lapangan kerja yang terdapat di masyarakatnya.268
SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia
atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi
yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja
dan lain-lain. Sedang secara lebih khusus SDM dalam arti mikro
di lingkungan sebuah organisasi atau perusahaan
pengertiannya dapat dilihat dari tiga sudut:
1. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai
aset organisasi yang dapat dihitung jumlahnya.
2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak
organisasi.
3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai penggerak
organisasi berbeda dengan sumber daya lainnya. Nilai-
nilai kemanusiaan yang dimilikinya mengharuskan

267 SusiloMartoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:


BPFE, 1992), h. 2
268Dewi Hanggraeni, Manajemen Sumber daya Manusia, (Jakarta: LPFEUI,

2012), h.35

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |211


sumber daya manusia diperlakukan secara berlainan
dengan sumber daya lainnya.269

Dalam setiap organisasi, SDM merupakan faktor sentral.


Secara tidak langsung, keberadaan manusia adalah faktor yang
paling utama dan paling strategis dalam semua kegiatan
organisasi. Secara lebih luas, Ndraha (2015) mengartikan dan
mengaitkan pengertian SDM sebagai sekumpulan orang dalam
suatu organisasi yang mampu menciptakan nilai komparatif
dan sekaligus nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan
menggunakan energi tertinggi mereka, seperti intelegensi,
kreativitas, dan imajinasi.270 Pengertian ini menunjukkan
bahwa yang dimaksud SDM tidak semata-mata berhubungan
dengan kekuatan fisik, melainkan juga potensi kreativitas yang
berlandaskan pada ilmu dan imajinasi.
Dari beberapa Pengertian tersebut di atas, maka yang
disebut SDM dalam perspektif pendidikan adalah semua pihak
yang terlibat dalam organisasi pendidikan, seperti guru, kepala
sekolah, peserta didik, komite, pengawas, masyarakat, wali
murid, dan semua karyawan yang bekerja sama secara efektif
untuk mencapai tujuan pendidikan menggunakan semua
potensi mereka secara maksimal. Agar dapat menjalankan
tugas dan fungsinya dengan efektif, maka diperlukan
manajemen sumber daya manusia. Tujuannya tidak lain, agar
mereka dapat memberikan dan meningkatkan kontribusi yang
produktif terhadap lembaga pendidikan.271

269 Malayu Hasibuan. S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi


Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 76.
270Sukmawati Marjuni, Manajemen Sumber Daya Manusia (Makassar:

SAH Media, 2015), hlm. 5-6.


271 Darmadi, Manajemen Sumber Daya Manusia Kekepalasekolahan:

Melejitkan Produktivitas Kerja Kepala Sekolah dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhinya (Yogykararta: Deepublish, 2018), hlm. 27.

212 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


D. Strategi Pengembangan SDM Lembaga Pendidikan
Islam
Mengembangkan pendidikan Islam berarti mendidik atau
menginternalisasikan ajaran Islam kepada manusia dengan
tidak ada batasan selesainya dan agar sesuai dengan konteks
zaman. Ajaran Islam tidak hanya membicarakan aspek ubudiyah
melainkan juga aspek-aspek muamalah yang apabila dipetakan
dalam kajian keilmuan sangatlah luas. Aspek-aspek ubudiyah
biasanya dibahas dalam kajian ilmu-ilmu agama (Islam),
sedangkan aspek muamalah biasanya dibahas dalam kajian
ilmu-ilmu sosial dan kealaman. Namun demikian, secara luas
ilmu-ilmu keislaman itu pada hakikatnya adalah mencakup
didalamnya ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan oleh manusia
guna keperluan kehidupanya, baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang diperlukan manusia
tersebut, haruslah melalui sebuah proses pendidikan, dan
proses pendidikan itu bisa diselenggarakan atau dilaksanakan
melalui sebuah lembaga pendidikan. 272
Keberadaan lembaga pendidikan berdasarkan realitas yang
berkembang di masyarakat Indonesia justru yang paling banyak
adalah model pendidikan pesantren dan madrasah. Kata
“madrasah”, yang secara harfiah identik dengan sekolah agama,
setelah mengarungi perjalanan peradaban bangsa, diakui telah
mengalami perubahan-perubahan walaupun tidak melepaskan
diri dari makna asal; sesuai dengan ikatan budayanya, yakni
budaya Islam. Kehadiran madrasah di Indonesia
dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberlakukan secara
berimbang antar ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum

272 Andi Warisno, “Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam

Peningkatan Mutu Lulusan pada Lembaga Pendidikan Islam di Kabupaten


Lampung Selatan”, Riayah, Vol. 3, No. 02 Juli-Desember 2018, h. 105-106

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |213


dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam. 273 Atau
dengan kata lain madrasah merupakan perpaduan sistem
pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan kolonial.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam khas
milik umat Islam, dan lahir dari proses sejarah umat Islam yang
panjang. Pendidikan madrasah tersebut telah digunakan oleh
umat Islam untuk mempelajari berbagai ilmu untuk
pengembangan kehidupan umat Islam sepanjang sejarah, baik
yang berkembang di dunia Islam, terutama di wilayah
Nusantara.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai dirintis
dan berkembang sekitar abad V H atau abad XI M. Model
pendidikan madrasah pertama kali dikenal di dunia Islam
adalah pendidikan madrasah Bagdad. Madrasah ini dibangun
oleh Nidzam Al Mulk ketika ia menjadi salah seorang menteri
Sultan Malik Syah dari Bani Saljuk. Untuk itu madrasah ini lebih
dikenal dengan sebutan madrasah Nidzamiyah. Komitmennya
kepada keilmuan dan keinginnya mencerdaskan umat Islam
pada masa itu, ia juga mendirikan madrasah yang sejenis di
Naisabur dengan nama yang sama yaitu “Madrasah
Nidzamiyah”.274
Sumber daya manusia (SDM) dalam madrasah dan
pesantren sebagai institusi pendidikan merupakan hal urgent,
karena ia merupakan pelaku dan penggerak dalam unsur
kegiatan. Sumber daya manusia di lembaga pendidikan
madrasah meliputi tenaga pendidik (guru) dan tenaga
kependidikan nonguru yang meliputi pegawai administrasi

273 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam(Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 1996), h.66
274 Muhammad ‘Atiyah Al Abrasyi,Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.

Terjemah Bustami A. Ghani. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.92.

214 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


(tatausaha), laboran, pustakawan, teknisi dan pembantu
pelaksana (tenaga kebersihan).
Sumber Daya Manusia juga merupakan bagian dari sistem
organisasi dalam pendidikan yang terdiri dari berbagai unsur di
dalamnya. Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi, dan
saling terkait satu sama lainnya. Sebagai bagian sistem, maka
yang dimaksud dengan manajeman ini adalah tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
untuk mencapai tujuan diselenggarakannya pendidikan.275
Memperhatikan konsep manajeman sebagaimana tersebut
diatas, nampak jelas bahwa proses manajeman itu di dalamnya
harus menampilkan fungsi-fungsi pokok yang dilakuakan oleh
seorang pemimpin, yaitu; perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan
pengawasan (controlling). Oleh sebab itu, manajeman diartikan
sebagai proses merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan
mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar
tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.276
Dalam pelaksanaan pengembangan madrasah, partisispasi
SDM sangatlah diperlukan dan bahkan menepati posisi strategis
sebagai pelaku utama dalam menjalankan berbagai program
pengembangan mutu madrasah. Demikian juga sebaliknya
tanpa adanya dukungan SDM yang andal, nampaknya
keberadaan madrasah sangat sulit untuk bisa berkembang
dengan baik.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) di madrasah
merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, terarah,
terprogram dan terpadu, bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia (pengelola madrasah) agar dapat

275Andri Warisno, Op.Cit, h. 106


276Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004). h.1

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |215


mengelola lembaga pendidikan Islam tersebut secara baik,
sehingga madrasah tersebut menjadi bermutu dan unggul.
Pengembangan sumber daya manusia di madrasah
ternyata bisa dilakukan oleh berbagai pihak, seperti dilakukan
oleh diri sendiri, dilakukan oleh pihak madrasah yang dalam hal
ini dilakukan berdasarkan perencanaan organisasi yang
disusun bersama, maupun dilakukan oleh pihak lain yang ikut
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di
madrasah tersebut.
Pengembangan SDM tersebut didasarkan pada; 1).
Evaluasi diri dan analisis kebutuhan. 2). Menyusun program
perencanaan pengembangan sumber daya Pendidik . 3).
Melaksanakan program perencanaan pengembangan sumber
daya Pendidik . 4). Melakukan Evaluasi pelaksanaan
pengembangan sumber daya Pendidik .5). Target pencapaian
pengembangan sumber daya Pendidik . 6). Orientasi
pengembangan sumber daya Pendidik bagi madrasah.
Strategi pengembangan SDM Pendidik dimulai dari proses
“buy”(rekrutmen) dan “make” (pembinaan/pengembangan).
Bentuk kegiatan dalam rangka pembinaan/pengembangan SDM
yang bermutu antara lain adalah;1). Meningkatkan wawasan
pengetahuan para Pendidik melalui penyediaan fasilitas
kegiatan, seperti studi lanjut, diskusi rutin antar guru, seminar,
simposium, kolokium, workshop, pembentukan kelompok kerja
guru (KKG), kunjungan antar kelas, kunjungan antar lembaga,
dan kerja sama dengan lembaga kependidikanan lainnya yang
menguntungkan. 2). Membangun SDM yang memiliki sikap
komitmen tinggi untuk berjuang (berjihad) dengan memajukan
lembaga melalui berbagai kegiatan, seperti; disiplin dan
menjalankan tugas, pro-aktif terhadap semua perubahan,
mendukung semua kegiatan yang disepakati, menjadi figur
yang bisa diteladani dalam bekerja dan berperilaku, selalu aktif

216 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


dan inovatif dalam mengembangkan profesi. 3). Membangun
SDM yang memiliki keputusan tinggi dan menjalankan tugas,
hal ini telah dilakukan melalui pemberian kesejahteran yang
cukup, menyediakan fasilitas pembelajaran yang memadai, dan
lain sebagainya.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |217


218 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.
Daftar Pustaka

Abbas, Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi: Beberapa


Catatan, Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2008
Abdur Rauf, “Transformasi dan Inovasi Manajemen Pendidikan
Islam”. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,
Volume 1, Nomor 2, (November 2016).
Abdullah, Abdurrahman Saleh, Educational Theory: Qur’anic
Outlook, Makkah: Ummul Qura Universiy, 198
Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan, Jakarta: Firdaus, 1989
Argun, Muhammad al-Sadiq, Rasulullah SAW, Beirut: Dar al-
Qalam, 1985
Al Abrasyi, Muhammad ‘Atiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan
Islam. Terjemah Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang,
1975
Al-Qathan, Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj H.
Aunur Rofiq El Mazni, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015
Amien, A. Mappadjanti , Kemandirian Lokal: Konsepsi
Pembangunan Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif
Sains Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
Anwar, Sudirman, Management of Student Development
Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, Riau: Yayasan Indragiri,
2015
Agustinus, Hermino, Asesmen Kebutuhan Organisasi
Persekolahan: “Tinjauan Perilaku Organisasi Menuju
Comprehensive Multilevel Planning” Jakarta: PT Gramedia,
2013
at-Taubany, Trianto Ibnu Badar dan Hadi Suseno, Desain
Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah, Depok:
Kencana, 2017

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |219


Ali, Fachry dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam,
Bandung: Mizan, 1986
Achua, L.F.C, Managing Individual Are Group, Behavioral in
Organization, New York: MC. McGraw Hill, 2010
Alipour, Mehrdad, and Elham Darabi, “The Role Of Service
Marketing Mix And ItsImpact On Marketing Audit In
Engineering And Technical Service Corporations,” Global
Journal of Management and Business ResearchXI, no. 6
(2011)
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad ke-17 dan 18, Bandung: Mizan, 1994
------ Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru, Jakarta: Logos, 1999
------ “Pembaharuan Pendidikan Islam, Sebuah Pengantar,”
dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Amisco, 1996
Akram, “Karakteristik Kepemimpinan Pendidikan Islam”,
Makalah, Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2018
Ahmad, Amrullah, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006
Bafadol, Ibrahim, Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan
Aplikasinya, Jakarta: Bumi Aksara, 2003)
Benda, Hary J., Bulan Sabit dan Matahari Terbit di Indonesia
pada Masa Pendudukan Jepang, terj. Daniel Dhakide,
Jakarta: Pustaka Jaya, 1980
Bateman, Thomas S., Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi
dalam Dunia yang Kompetitif, terj. Chriswan Sungkono dan
Alo Akbar Yulianto, Jakarta: Salemba Empat, 2008
Baskara, I Gde Kanjeng “Perkembangan Pemikiran Manajemen
Dari Gerakan Pemikiran Scientific Management Hingga Era

220 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Modern”. Jurnal Manajemen Strategi Bisnis daan
Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2 (Agustus 2013)
Barnawi, M. Arifin, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan,
Yogyakarta: Ar Ruz media, 2017
Besterfield, Dale, Total Quality Management, Second edition,
International Edition, USA: Prentice-Hall, Inc., 1999
Bhasin, Hitesh, “SellingVs Marketing,” Marketing91.com,
accessed March 23, 2013,
http://www.marketing91.com/selling-and-marketing/.
Berry, Leornard L. , A Marketing Services, New York: The Free
Press, 1991
Cross, Rob and Laurence Prusak, “The People Who Make
Organizations Go or Stop,” Harvard Business Review (2002)
Chaerudin, Ali, Manajemen Pendidikan dan Pelatihan SDM,
Sukabumi: Jejak, 2019
Chowdhury, Subir, Organisasi Abad 21: Suatu Hari Organisasi
Akan Melalaui Jalan Lain, Jakarta: PT. Indek, 2005
Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia
Pasca Kemerdekaan, Jakarta: Rajawali Press, 2009
Darmadi, Manajemen Sumber Daya Manusia Kekepalasekolahan:
Melejitkan Produktivitas Kerja Kepala Sekolah dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya, Yogyakarta: Deepublish,
2018
Depdiknas, Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi,
Jakarta: Depdiknas, 2003
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional, Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah,
Penerbit: School Reform 01, 2002

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |221


Danim, Sudarwan, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit
Birokrasi ke Lembaga Akademik, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006
Departamen Agama RI., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid VIII Cet.
III; Jakarta: Lembaga Percetakan al-Qur’an Departemen
Agama, 2009
de Bono, Edward, New Thinking for The Millennium, Jakarta:
Elex Media Komputindo, 2000
Dhofier, Zamakhsyar, Tradisi Pesantren; Studi Tentang
Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1985
Dirgantoro, Crown, Manajemen Stratejik: Konsep, Kasus, dan
Implementasi, Jakarta: Grasindo, 2001
http://www.dunamis.co.id
Ekosusilo, “Sistem Nilai dalam Budaya Organisasi Sekolah pada
Sekolah Unggul (Studi di SMU Negeri 1, SMU Regina Pacis,
dan SMU al-Islam 01 Surabaya)”, Disertasi, Universitas
Negeri Malang, 2003, tidak dipublikasikan.
Elliot. (1993). “Management of Quality in Computing Systems
Education: ISO 9000 series Quality Standards Applied”.
Journal of System Management. September
Frazer, Malcom, Quality in Higher Education, dalam Proceeding
of an International Conference, Francis e-Library: The
Falmer Press, 1992
Fauzi, Ahmad “Model Manajemen Pendidikan Islam: Telaah atas
Pemikiran dan Tindakan Sosial”. At-Ta’lim: Jurnal
Pendidikan, Volume 2, Nomor 2, (Juni 2016)
Firdianti, Arinda, Implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa,
Yogyakarta: Gre Publishing, 2018
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004

222 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Foster, Bob, dan Iwan Sidharta, Dasar-dasar Manajemen,
Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2019
Grunday, Dainora “The Marketing Philosophy and Chalanges for
The New Millenium,” Scientific Bulletin, Economic Sciences
IX, no. 15 (tt)
Griffin, Ricky W., Manajemen Jilid I, terj. Gina Gania, Jakarta:
Erlangga, 2004
Hunt, Daniel V., Managing for Quality, Illinois: Business one
Irwin Homewood, 1993
Http://Khazanah.Republika.co.id/Berita/Dunia-Islam/Islam-
Nusantara/12/12/14/Mf0zqx-Lembaga-Pendidikan-Islam-
Harus-Jadi-Jawara, diakses pada tanggal 10 Maret 2015.
Hambali dan Mu’alimin, Manajemen Pendidikan Islam
Kontemporer: Stretagi Pengelolaan dan Pemasaran
Pendidikan Islam di Era Industri 4.0, Yogyakarta: IRCiSoD,
2020
Hanier, Ghafur Saha, Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan
Tinggi di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008
Hanggraeni, Dewi, Manajemen Sumber daya Manusia, Jakarta:
LPFEUI, 2012
Hambali, Muh., “Kepemimpinan Berbasis Core Values Sekolah
Unggulan di Malang”. Manageria: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, (Mei 2017)
Haedari, Amin, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global
Herujito, M. Yayat , Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Grasindo,
2001
Hersey, P. dan K. Blanchard. Manajemen Perilaku Organisasi
(terjemahan oleh Agus Dharma), Jakarta: Erlangga, 1988

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |223


Husna, Khatimatul dkk, 40 Hadis Shahih Sukses Berbisnis ala
Nabi, Bantul: Pustaka Pesantren, 2012
Hambali, Muh., “Kepemimpinan Visioner”, Jurnal Madrasah
Volume 5, Nomor 1 Juli-Desember 2012, UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1996
Indrawan, Irjus, Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana
Sekolah, Yogyakarta: Deepublish, 2015
Ibrahim, Amin, Pokok-pokok Administrasi Publik dan
Implementasinya, Bandung: Refika Aditama, 2008
Irawan, “Paradigma Keilmuan Manajemen Pendidikan Islam”.
Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1,
Nomor 2, (November 2016)
Juran, J.M. , Juran’s Quality Hanbook, New York: Macmillan, 1991
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kosim, Muhammad, “Kajian Historis Pendidikan Islam di
Indonesia”, Jurnal Tadris, Volume I. Nomor 1. (2006)
Kompri, Standardisasi Kompetensi Kepala Sekolah: Pendekatan
Teori untuk Praktik Profesional, Jakarta: Kencana, 2017
Kouzes dan Posner, The leadership Challenge, Jakarta: Erlangga,
2004
Karni, Asrori S. , Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan
Islam, Bandung: Mizan, 2009
Komarian, Aan, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif,
Jakarta: PT Bumi Aksar, 2005, cet. Ke-1
Komariah, Aan, Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju
Sekolah Efektif, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Intan Sejati
Klaten, 2005

224 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


--------, Marketing Management: The Millennium Edition (New
Jersey: Pearson Prentice Hall, 2001)
-------, Principles of Marketing, New Jersey: Prentice Hall, 2010
Khori, Ahmad, “Manajemen Strategik dan Mutu Pendidikan
Islam…”
L., Gibson James, Organization and Management, Jakarta:
Erlangga, 1996
Lubis, Maesaroh, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Tasikmalaya:
Edu Publisher, 2018
Kristiawan, Muhammad, dkk., Manajemen Pendidikan,
Yogyakarta: Deepublish, 2017
Marmoah, Sri, Administrasi dan Supervisi Pendidkan: Teori dan
Praktik, Yogyakarta: Deepublish, 2016
Marwiyah, St. dkk., Perencanaan Pembelajaran Kontemporer
Berbasis Kurikulum, Yogyakarta: Deepublish, 2013
Muhaimin, Manajemen Pendidikan: Aplikasinya dalam
Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Jakarta: PrenadaMedia Group, 2015
Maesaroh Lubis, Kapita Selekta Pendidikan, Tasikmalaya: Edu
Publisher, 2018
Muhalimin, dkk, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana,
2010
Mushtafa, Manajemen Keuangan, Yogyakarta: Andi Offset, 2010
Martoyo, Susilo, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
BPFE, 1992
Marjuni, Sukmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Makassar: SAH Media, 2015
Muhaimin, Manajemen Pendidikan Islam: Aplikasinya dalam
Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Jakarta: PrenadaMedia Group, 2015

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |225


Mastuhu, Modernisasi Pondok Pesantren, Jakarta: INIS, 1998.
Musthofa, Tulus, Agung Setyawan, dan Ja’far Shodiq,
“Manajemen Pembelajaran Bahasa Berbasis Integrasi-
Interkoneksi Menuju World Classs University”. Manageria:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 1
(Mei 2016)
Maksum, Ali dan Luluk Yunan Ruhaendi, Paradigma Pendidikan
Universal di Era Modern dan Post-Modern: Mencari Visi
“Baru” Atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, Yogyakarta:
IRCiSoD, 2004
Mulkhan, Abdul Munir “Manajer Pendidik dalam Rekonstruksi
Kesalehan Makrifat”. Manageria: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, Volome 1, Nomor 1, (Mei 2016)
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi
Manullang, M., Dasar-dasar Manajemen, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2006
Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan
Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam),
(Surabaya: Diantama, 2007
Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013
Madjid, Nurcholish Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan,
Bandung: Mizan Pustaka, 2008
Muhammad, Ahmad Abdul Azhi, Strategi Hijrah: Prinsip-prinsip
dan Ilham Tuhan, terj. M. Mansur Hamzah, Solo: Tiga
Serangkai, 2004
Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan
Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam)
Mahmudin, “Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
Islam”, disampaikan dalam “Seminar Nasional 2018:

226 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Membangun Budaya Literasi Pendidikan & Bimbingan dan
Konseling Dalam Mempersiapkan Generasi Emas
Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung. PT Remaja
Rosdakarya, 2005
Mulyana, Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai,
Bandung: Alfabeta, 2004
Moestopa, Zaenal, “Dasar dan Karakteristik Kepemimpinan
Pendidikan Islam” Blog Kumpulan Tulisan Ilmiah.
http://kumpulan-tulisan-
ilmiah.blogspot.co.id/2015/02/dasar-dan-karakteristik-
kepemimpinan.html (17April 2018).
Nata, Abdudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PrenadaMedia,
2016
Natsir, M., Islam dan Kristen di Indonesia, Bandung: Bulan
Bintang, 1969
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES,
1980
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan
Aplikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003
Ng, Irene CL and Jeannie Forbes, “Education as Service: The
Understanding of University Experience throughThe
Service Logic,” Journal of Marketing for Higher Education19,
no. 1 (2009)
Nasution, M. Nur, Manajemen Mutu Terpadu, Bogor: GI, 2005
Nadler, David A., “Framework for Organizational Behaviour,” in
Managing Organizations: Readings and Cases, Boston: Scott
Foresman & Co, 1982)
Owens, R.G., Organizational Culture in Education, Boston: Allyn
and Bacon, 1995.

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |227


Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
Bandung: Remaja Karya, 2001
Pidarta, Made, Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan, TP:
Sarana Press, 1986
Preedy, Margaret (editor), Managing The Effective School,
London: The Open University, 1993.
Poniman, Farid, dkk., Kubik Leadership, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008
Pike and Barnes. R, Total Quality Management in Action,
London; Chapman & Hall, 1996
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta:
Erlangga, 2007
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Rahmi, Elvi “Leaderaship-Manajerialship dalam Pendidikan
Islam”, Tadris, Volume 13, No. 2, Desember 2018
Sukoco, Badri Munir, Manajemen Administrasi Perkantoran
Modern, Jakarta: Erlangga, 2012
Sukirno, Sadono, Pengantar Bisnis, Jakarta: Prenada Media
Group, 2006
S.P, Malayu Hasibuan., Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi
Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia,
2012
Shulhan, Muwahid dan Soim, Manajemen Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Teras, 2013
Sulistyorini dan M. Faturrohman, Esensi Manajemen Pendidikan
Islam, Yogyakarta:Teras, 2014.
Syafaruddin, Manajemen Organisasi Pendidikan Perspektif Islam
dan Sains, Medan: Perdana Publishing, 2015

228 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Saefullah, U. Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2012.
Saihudin, Manajemen Istitusi Pendidikan, Ponorogo: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2018.
Satori, Djam’an dan Suryadi, Teori Administrasi Pendidikan
Islam, Jakarta: Imperial Bhakti Utama, 2017
Suryobrroto, B., Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004
Sunaengsih, Cucun, dkk., Pengelolaan Pendidikan, Sumedang:
UPI Sumedang Press, 2017
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi, dan
Aplikasi, Yogyakarta: Teras, 2009
Suparjati, dkk., Tata Usaha dan Kearsipan, Yogyakarta: Kanisius,
2004
Spirit Istiqlal, diposting pada 22 Agustus 2013, Jakarta: http://
khazanah. republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/13/08/22/mrwy9w-spirit-istiqlal, diakses
pada 9 Maret 2015.
Subhan, Arief, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad Ke-20;
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta: UIN
Press, 2009
Sulthon dan Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantern dalam
Perspektif Global
Sunhaji, Manajemen Madrasah, Yogyakarta: Grafindo Litera
Media, 2006
Sakdiah, “Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian
Historis Filosofis) Sifat-Sifat Rasulullah”
Schermerhorn, dikutip oleh Ernie Tisnawati Sule dan Kuniawan
Saefullah, Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |229


Suprapto, Pengembangan Budaya Sekolah dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan Agama (pengaruh budaya sekolah,
motivasi belajar, terhadap mutu Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: PT Pena Citasatria, 2008
Soekamto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:
Rajawali, 1993
Suprapto, Budaya Sekolah dan Mutu Pendidikan, Jakarta: PT
Pena Citasatria, 2008, cet. Ke-1
Strauss, George & Leonard Sayles, Personnnel The Human
Problem of Management (Prentice Hall, New Jersey, USA),
penerjemah Ny. Grace M. Hadikusuma & Ny. Rochmulyati
Hamzah, Jakarta: Teruna Grafica, 1996
Soedjas, Triwibowo, Layanan Wow Untuk Pelanggan,
Yogyakarta: Media Pressindo, 2014
Tripathi, Prakash Chandra, Principles Of Management, Fourth
New Delhi: Tata McGraw-Hill Education, 2008
Tasmara, Toto, Etos kerja Pribadi Muslim, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002
Tan, Victor S.I. , Changing Your Corporate Culture, Singapore:
Times Books International, 2002
Thoyib, Muhammad, Manajemen Mutu Pendidikan Islam
Kontemporer, Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
RI, 2012
Trianto, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah,
Depok: Kencana, 2017
Tampubolon, D.P., Mutu Perguruan Tinggi, (Jakarta: Proyek
KEDS, 2001), h. 74
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Sebuah
Pendekatan Baru dalam Pengelolaan Sekolah untuk
Meningkatkan Mutu, www.Depdiknas, go., id., 20 Pebruari

230 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


2006., Lihat di Suprapto, Budaya Sekolah dan Mutu
Pendidikan, Jakarta Selatan: PT Pena Citasatria, 2008, cet.
Ke- 1
Umar, dkk., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Transformatif. Yogyakarta: Deepublish, 2016
Wiryokusumo, Iskandardan Usman Mulyadi, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bina Aksara, 2008
Wijaya, dalam Agustinus Hermino, Asesmen Kebutuhan
Organisasi Persekolahan: Tinjauan Perilaku Organisasi
Menuju Comprehensive Multilevel Planning, Jakarta:
Gramedia, 2013
Wardi, Moh. “Problem Pendidikan Islam dan Solusi
Alternatifnya”. Jurnal Tadris, Volume 8, Nomor 1, (Juni
2013)
Wahab, Muhbib Abdul, Manajemen Pangan Ala Nabi Yususf. as,
diposting pada 3 Februari 2014, http:// www.
republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/02/03/
n0dtpt-manajemen-pangan-ala-nabi-yusuf-as, diakses pada
9 Maret 2015
Wellington, Pat, Effective People Management: Improve
Performance Delegate More Effectively Handle Poor
Performance and Manage Conflict, London: Kogan Page
Publishers, 2011
Wahyuningrum, Buku Ajar Manajemen Fasilitas Pendidikan,
Yogyakarta: FIP UNY, 2000
Wijaya, David, Pemasaran Jasa Pendidikan, Jakarta: Salemba
Empat, 2012
Warisno, Andi “Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam
Peningkatan Mutu Lulusan pada Lembaga Pendidikan
Islam di Kabupaten Lampung Selatan”, Riayah, Vol. 3, No.
02 Juli-Desember 2018

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |231


Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Hidakarya Agung, 1984
Yamin, Hasbullah Masudin, Perpsektif Demokrasi untuk Islam
Indonesia, Yogyakarta: Deepublish, 2018
Yukl, Gary, Leadeship in Organization (Second edition),
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1989
Zainal, Veithzal Rivai, dkk., Islamic Quality Education
Management: Pentingnya Mengelola Pendidikan Bermutu
untuk Melahirkan Manusia Unggul Menurut Islam, Serta
Mencerdaskan Umat dengan Pendidikan Bermutu dan
Islami, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016
Zulkarnain, Wildan dan Raden Bambang Sumarsono,
Manajemen Perkantoran Profesional, Malang: Gunung
Samudera, 2015
Zarkasyi, Abdullah Syukri, Gontor dan pembaharuan Pendidikan
Pesantren
Zazin, Nur, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan
Aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Penerbit Bigraf
Publishing, 2000
Zazin, Nur, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan
Aplikasi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

232 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Tentang Penulis

Dr. A. Khalik, M.Pd, lahir di Talang Duku, 31


Desember 1956, merupakan buah hati H. Syar’i
bin Sani (Alm) dan Hj. Aminah Binti Thahir
(Almh), merupakan suami dari Dra. Siti Asiah,
M.Pd. sebagai ayah dari dr. Miftahurrahmah.
Sp.B.A, Muthmainnah, S.E.,M.S.Ak, Abdul Barik,
S,Pd., M.Pd.,Maghfiroh, Abdul Khobir.
Jenjang Pendidikan dimulai dari SR di Kota Karang Batang
Hari (1970),MTs As’ad Olak Kemang Kota Jambi (1973), MA AIN
Olak Kemang Kota Jambi (1976), Sarjana Muda, IAIN STS Jambi
(1980), Sarjana IAIN STS Jambi Fak. Tarbiyah (1983), S2. IAIN
STS Jambi (2004), S3 Univ. Pakuan Bogor (2016)
Jenjang Karir, dimulai sebagai tenaga pendidik pada SMP N
Rantau Rasau Tanjung Jabung Barat Jambi (1983), selanjut pada
SMA N 2 Muara Buliah Kab. Batang Hari Prov Jambi (1985),
penulis juga pernah menduduki kepala sekolah pada SMA N 4
Sungai Bahar Kab. Batang Hari Jambi (1997), Kepala Sekolah
SMA N 7 Kota Jambi (2000-2003), sekarang sebagai Dosen UIN
STS Jambi pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan prodi MPI
Hasil karya ilmiah dihasilkan; Tinjauan Tentang
Pelaksanaan Pendidikan Umum Di Pondok Pesantren As'Ad
Olak Kemang Kodya Jambi (Skripsi), Kepemimpinan Madrasah
Aliyah (Studi Kasus MAS di Kab. Muaro Jambi) (Tesis)
Hubungan Antar Budaya organisasi, kepemimpinan
Trasformasi dan motivasi Kerja Dengan Komitmen Pada
organisasi (Studi Pada Dosen IAIN STS Jambi) (Disertasi),
penulis juga aktif menulis pada jurnal internasional Impact of

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |233


Supply Chain Leadership and Supply Chain Fellow Ship on the
Productivity and Performance Dynamics in Pharmaceutical
Industry of Indonesia (2020, International Journal of Supply
Chain Management), THE INFLUENCE OF MOTIVATION AND
LEADERSHIP STYLE ON PRODUCTIVITY AND PERFORMANCE
OF EDUCATION MANAGEMENT IN ALIYAH MADRASAH
SWASTA (MAS) AS'AD JAMBI CITY (2020, International Journal
of Supply Chain Management), Employee Engagement Lecturer
IN STS Jambi (2020, Journal of Seybold Report), OMITMEN
ORGANISASI:Perspektif Budaya Organisasi, Kepemimpinan
Transformasional dan Motivasi Kerja. PUSAKA Jambi, 2017

Dr. A A Musyaffa, M.Pd, lahir di Jambi, 02


Juni 1978, dari Pasangan Drs. H. Ali Hasan
Abdullah (Alm) dan Hj. Siti Aminah (Almh),
merupakan suami Muthmainnah, S.E.,M.S.Ak
menempuh pendidikan dimulai SD 47/IV
Kota Jambi, selanjutnya SMP Ibrahimy Jawa
Timur, SLTA/MA Laboratorium Jambi.
Jenjang Pendidikan tinggi dimulai dari S1
FKIP Prodi Kimia pada Univ. Jambi, S2 Manajemen Pendidikan
Islam pada IAIN STS Jambi dan Program Doktor (S3) pada IAIN
Imam Bonjol Padang. Pada masa pendidikan strata satu (S1)
penulis menekuni karya ilmiah dengan mengikuti beberapa
perlombaan karya ilmiah tingkat provinsi hingga tingkat
nasional.
Jenjang karir dimulai dari dalam dunia pendidik; sebagai
tenaga pengajar pada MA Lab Jambi (2000-2005), MA
Muhammadiyah Jambi (2000-20005), Sebagai Asisten Dosen
FKIP Prodi Kimia Univ. Jambi pada mata kuliah Pratikum Kimia
Organik, Kimia Dasar, Kimia Anorganik (2000-2003), sebagai

234 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.


Tenaga Pengajar Pada SMA N 13 Kab. Tebo (2009-20012),
Sebagai Dosen STIT Kab Tebo (2008-2016).
Penulis juga pernah menduduki jabatan sebagai Kasi
Kurikulum Pada Pendidikan Menengah Pada Bid. DIKMEN pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tebo, dan sebagai Kasi.
Pembinaan Pendidikan Keluarga, Kursus dan Pelatihan pada
Bid. Pembinaan PIAUD dan PNF Dinas Tebo Kab. Tebo.
Penulis juga aktif di organisasi sosial masyarakat; Penulis
juga aktif dalam organisas GP Ansor Kota Jambi, Wakil
Sekretaris PCNU Kab. Tebo. Anggota ISNU Kab. Tebo. Pengurus
MUI Kab. Tebo 2014-2019, sebagai Wakil Sek IPIM Prov. Jambi
(2020-2023).
Karir bidang Dosen Pada UIN STS Jambi pada Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, hasil karya ilmiah penulis; Pemisahan
Ekstrak Metilen Klorida Kayu Bulian (Eusideroxylon
Zwageri.T.et B) dan Uji Antimakan Terhadap Kumbang Kepik
(E.Sparsa) (Skripsi), Implementasi Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan
Perguruan Tinggi (Studi Pada Universitas Jambi (tesis, 2008),
Penerapan Total Quality Management Dalam Meningkat Mutu
Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendikia Muaro Jambi
(Disertasi,2015), Total Quality Management Dalam
Meningkatkan Mutu Madrasah (2019), penulis juga menghasil
karya pada jurnal internasional, Impact of Supply Chain
Leadership and Supply Chain Fellow Ship on the Productivity and
Performance Dynamics in Pharmaceutical Industry of Indonesia
(2020, International Journal of Supply Chain Management), The
Influence of Motivation and Leadership Style On Productivity And
Performance Of Education Management In Aliyah Madrasah
Swasta (MAS) As'ad Jambi City (2020, International Journal of
Supply Chain Management), Employee Engagement Lecturer
UIN STS Jambi (2020, Journal of Seybold Report), Total Quality

Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer |235


Management dalam Meningkatkan Mutu Madrasah. A-Empat
(2018); Kapita Selekta Pendidikan Islam (Buku, 2020), dan
Manajemen Pendidikan Islam Kontemporer (Buku, 2021).

236 | Dr. A. Khaliq, M.Pd. ● Dr. A.A. Musyaffa, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai