Mata Kuliah:
Kelompok 6
FAKULTAS TARBIYAH
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang mana beliau
telah memberikan rahmat dan hidayah nya kepada kita semua, Alhamdulillah
berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Peran Pesantren Dalam Pembangunan" yang merupakan salah satu tugas di
mata kuliah Studi manajemen pesantren.
Makalah ini telah kami susun dengan seluruh kemampuan kami dengan
mendapat bantuan dan referensi sehingga kami dapat membuat makalah ini
dengan lancar, maka dari itu kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kelompok kami. Maka dari itu jika ada
kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini kami selaku kelompok
Satu meminta maaf, dan kami akan menerima segala saran dan kritikan dari
pembaca, kami juga berharap makalah kami ini dapat bermanfaat
bagi orang banyak.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
3
BAB III : PENUTUP................................................................................... 12
A. Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen berbasis sekolah adalah suatu ide tentang pengambilan
keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan
pembelajaran, yakni sekolahal. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan
otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan efisiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya
situasional dan kondisional sesuai dengan masalah yang dihadapi dan politik
yang dianut pemerintah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu wujud reformasi
pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur
kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi dalam
manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para
4
tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok
terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Manajemen berbasis madrasah istilah manajemen berbasis madrasah
merupakan terjemahan dari “School Based Management” . Istilah ini pertama
kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan
relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBM ini muncul pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk
mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolahal.reformasi itu dapat
diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat
menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubaha
lingkungan sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagamaimana Peran Pesantren Dalam Pembangunan Karakter Pondok
Pesantren ?
2. Bagamaimana Peran Pesantren Dalam Pembinaan Peran Pesantren Dalam?
3. Apa Yang Dimaksud Manajemen Berbasis Sekolah ?
4. Apa Yang Dimaksud Kepemimpinan dalam melaksanakan MBS./M ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetaui Peran Pesantren Dalam Pembangunan Karakter Pondok
Pesantren
2. Untuk Mengetaui Peran Pesantren Dalam Pembinaan Peran Pesantren
Dalam
3. Memahami Bagaimana Dimaksud Manajemen Berbasis Sekolah
4. Memahami Bagaimana Kepemimpinan dalam melaksanakan MBS./M
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan pada
umumnya.1
Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata norma
atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan mu'amalat
tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai
boleh dikatakan hampir tidak ada, jadi pendidikan dipesantren titik tekannya
bukan pada aspek kognitif, tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik.
norma-norma.
Seperti firman ALLAH dalam Q.S Al-qiyamaah {75}:36
Artinya:
Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggungjawaban)?
Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat
dipandang sebagai institusi yang efektif dalam pembangunan akhlak. Disinilah
pesantren mengambil menanggulangi persoalan-persoalan peran untuk
tersebut khususnya krisis moral yang sedang melanda. karena pendidikan
pesantren merupakan pendidikan yang terkenal dengan pendidikan agama dan
seharusnya mampu untuk mencetak generasi-generasi berkarakter yang sarat
dengan nilai-nilai Islam dengan demikian pondok pesantren diharapkan
mampu mencetak manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor
pembangunan yang taqwa, cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama
bertanggung jawab atas pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu
menempatkan dirinya dalam mata rantai keseluruhan sistem pendidikan
nasional, baik pendidikan formal maupun non formal dalam rangka
membangun manusia seutuhnya.
1
Diklat, Manajemen Pesantren ,hal 75
7
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
2
Diklat, Manajemen Pesantren ,hal 77
8
1. Tasawwuf Islam sebagai acuan pembangunan Maksud dari tasawwur
Islam disini adalah gambaran bentuk Islam yang hakiki, yang menjelaskan
secara keseluruhan prinsip asas Islam secara benar dan lengkap, sehingga
menyatu dalam diri orang yang memahaminya. Al-qur'an secara langsung
dan tidak langsung telah menggambarkan tentang terdapatnya tiga pokok
utuma tasawwur Islam ini. yang pertama, bahwa Allah Swt adalah
pencipta, kedua bahwa manusia adalah makhluk, dan ketiga bahwa sumber
alam juga adalah makhluk yang juga seperti manusia, tunduk kepada Allah
Swt. oleh sebab itu tasawwur lah yang mencorakkan segala kehidupan
manusia, maka pembangunan yang muncul dari tasawwur bukan
merupakan pembangunan Islam asli.
2. Manusia Sebagai Pelaku Pembangunan Setiap pembangunan memerlukan
aktor pembangunan. dalam pembangunan berteraskan islam, pelakunya
ialah manusia. Pelaku pembangunan yang dimaksud disini bukan hanya
manusia sebagai pengeluar atau pengguna yang memperdulikan kekuatan
fisik, akal, kemahiran. Aktivitas pengeluaran dan kepenggunaan hanyalah
sebagian dari alat manusia untuk membuktikan ketaatannya kepada Allah
swt. Dalam proses pembagunan, manusia tidak boleh terjerumus menjadi
hamba pembangunan karena pembangunan sebenarnya untuk manusia,
bukan manusia untuk pembangunan. Dengan itulah baru pelaku
pembangunan benar-benar dapat menghasilkan pembangunan yang di
redhai Allah
3. Alam Roh dunia Dan akhirat sebagai skala waktu pembangunan secara
berkesinambungan sebenarnya kehidupan manusia itu melalui tiga alam,
yang bermula dari alam roh, kemudian alam dunia dan alam akhirat Antara
satu alam dengan alam lain, ada alam-alam transisi yang lebih kecil. Di
alam roh dan alam dunia ada alam yang dikenal sebagai alam rahim.
Dialam dunia dan alam akhirat ada dua alam yang di kenal sebagai alam
sakaratulmaut dan alam barzakh (alam kubur). Alam rahim merupakan
9
alam transisi dari alam roh ke alam dunia, sedangkan alam sakaratulmaut
dan alam barzah merupakan transisi dari alam dunia ke alam akhirat.3
Dengan kata lain, manusia hidup di dunia harus melalui tahapan
pembangunan di mulai dari alam roh, kemudia alam rahim, alam dunia,
alam sakaratulmaut, alam barzah dan akhir sekalian alam akhirat.
4. Ilmu Fardu Ain sebagai kerangka pembangunan ilmu fardhu ain bersipat
wajib artinya disini setiap umat manusia (muslim) mempelajari ilmu
fardhu 'ain. Karena ilmu wajib fardhu 'ain merupakan tanggung jawab
tanggung jawab individu.
Imu fardu 'ain terbagi kepada tiga jenis, yakni ilmu tauhid, fiqh dan imu
tasawwuf. Ilmu tauhid berhubungan dengan aqidah dan terkandung di
dalamnya rukun-rukun islam dan iman. Ilmu figh berhubungan dengan
dengan syariat. Sedangkan ilmu tasawuf berhubungan dengan akhlak. la
memadukan manusia mengenali sifat-sifat keji(mazmumah) yang ada
dalam diri masing- masing dan menyediakan menghapuskannya serta
kaedah menggantikannya dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah).4
3
Syafrudin,Mpd,Manajemen Pendidikan Islam,(Sumatra Barat,Mitra Cendekia Media 2016)hal
23.
4
Abdullah Syafi ie,Pendidikan Pesantren Perkembangan social Masayrakat,(Yogyakarta:Budi
Utama 2018)hal15
5
Kompri,Manajemen dan kepemimpinan pesateren,(Dki Jakarta:Prenadamedia Group 2018) hal
42
10
Pembangunan nasional adalah membangun manusia seutuhnya yakni
dari segi jasmani maupun rohani mencakup material spritual. Jadi sasaran
pembangunan adalah manusia dengan budaya yang didalamnya mengandung
unsur- unsur akal, rasa, kehendak dan keinginan serta kemandirian. Maka,
pembangunan nasional berarti mendidik manusia sebagai subjek sekalipun
objek. Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan kemasyarakatan semakin
sadar akan dunianya yang terlepas dari tuntutan modernisasi dan perubahn
sosial. di katakana Pesantren di pentas nasional dapat sebagai penyumbang
dan pembentuk manusia berkualitas yang beriman dan bertaqwa, berbudi
luhur, kemandirian yang kesemuanya itu merupakan bagian dari tujuan
pendidikan nasional. Berarti pada intinya sistem pendidikan pesantren sejalan
dengan sistem pendidikan nasional. Dengan demikian pesantren sebagai
lembaga keagamaan mempunyai peluang.
6
Azyumardi Azra, “Pembaruan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar” pada buku Marwan Saridjo,
Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depag RI, 1996), hal. 13
11
c) Menambah wawasan pengetahuan masyarakat sekolah dan individu yang
peduli terhadap pendidikan khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d) Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlihat berpikir mengenai
peningkatan mutu pendidikan.
e) Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif
dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu Pendidikan
Berdasarkan pernyataan di atas , sekolah diberi kewenangan yang lebih
besar untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan
sekolahnya.Sekolah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya yang
ada sehingga dituntut kemandirian dan kreativitas dari sekolah dalam
mengelola pendidikan.disamping itu, sekolah menjalin 7kerjasama yang erat
dengan masyarakat dan pemerintah sehingga sekolah dituntut memiliki
tanggung jawab yang besar.
Hal ini menandakan perlunya pengelolaan mandiri yang dilakukan
oleh pihak sekolah, madrasah maupun pesantren melalui penerapan
manajemen berbasis sekolah, madrasah dan pesantren. Pendidikan
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa
dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta
sarana dalam membangun watak bangsa,salah satu tujuan pendidikan adalah
menyiapkan individu untuk dapat beradaptasi/ menyesuaikan diri atau
memenuhi tuntutantuntutan sesuai wilayah tertentu yang senantiasa berubah.
7
Jamal ma,umar Asmani,Buku Panduan Internalisasi Penidikan Karakter Di Sekolah (diva
Press,2011)hal 26.
12
yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing
kepala sekolahal.Sebuah organisasi merupakan wadah bagi beroperasinya
manajemen. di sini aktivitas manajemen menjadi salah satu subsistem dari
organisasi.
Manajemen menjadi teknik atau alat yang menggerakkan organisasi
menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. dalam konteks tugas manajer,
pengambilan keputusan merupakan salah satu peranan manajer yang disebut
peranan desisional, yaitu :
1. Pengambilan keputusan erat kaitannya dengan kepemimpinan. artinya,
pemimpinlah yang memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan.
bila dikaitkan dalam kepemimpinan lembaga pendidikan umum ataupun
Islam, masih banyak kepala sekolah, madrasah, dan pesantren
menjalankan kepemimpinannya dengan kebijakan serba mono,
yaitu monomanajemen, monokepemimpinan, monokeputusan, dan lain
sebagainya.
2. Keadaan ini menimbulkan kesan kurang teratur dan otoriter. Bila figur
kepala sekolah, madrasah, pimpinan pesantren tidak profesional, maka
justru menjadi musibah bagi lembaga pendidikan dan pendidikan Islam
yang akan mendatangkan berbagai kerugian. Misalnya, kemerosotan
kualitas, penurunan prestasi, citra buruk, respon negatif dari masyarakat,
konflik, dan berbagai fenomena kontraproduktif. Idealnya, kepala sekolah,
madrasah, dan pesantren harus lebih tertib, teratur serta melibatkan semua
pihak yang terkait sehingga kepemimpinannya 8
3. mencerminkan kepemimpinan demokratis-partisipatif. Pengambilan
keputusan berhubungan dengan masalah yang dihadapi dalam suatu
organisasi. Sutjahjanti menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupa
pendekatan sistematis terhadap suatu masalah dengan cara pengumpulan
fakta dan data atau informasi yang relevan dengan masalah tersebut
8
Santoso S Hamijoyo,Perkembangan Manajemen Berbasis Sekolah(Dki Jakarta:Media Grub
2011)hal 16
13
sehingga dapat ditentukan alternatif yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang tepat.
a. Secara leksikal, manajemen berbasis sekolah atau madrasah berasal
dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolahal. Manajemen
adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti
dasar atau asas. Sekolah atau madrasah adalah lembaga untuk belajar
dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran.
Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS atau MBM dapat
diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada
sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
b. Manajemen berbasis sekolah/madrasah dapat diartikan sebagai model
pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung
jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/
keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat
(orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha) dan
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundangundangan yang berlaku. dengan
otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggung jawab
untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan
dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada.
c. MBM/MBS pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang
dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
stakeholder yang terkait langsung dengan sekolah dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.9
d. Di sisi lain ada lembaga yang mempunyai andil dalam dinamika
pendidikan, yaitu pondok pesantren. sebagaimana yang kita ketahui
lembaga ini jika disandingkan dengan lembaga
9
E.Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2005)hal 11
14
pendidikan yang pernah muncul di Indonesia merupakan sistem
pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya
Indonesia yang indigenous.,pendidikan ini awalnya merupakan
pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat
islam di nusantara pada abad ke-13.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu wujud reformasi
pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur
kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi dalam
manajemen merupakan potensi bagi sekolahuntuk meningkatkan kinerja para
tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok
terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Pendidikan.
Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata norma
atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan mu'amalat
tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai
boleh dikatakan hampir tidak ada, jadi pendidikan dipesantren titik tekannya
15
bukan pada aspek kognitif, tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik.
norma-norma.
Manajemen berbasis sekolah/madrasah dapat diartikan sebagai model
pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab
yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/ keluwesan kepada
sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha) dan meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan
kewenangan dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau
stakeholder yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Haedari, Amin dan Ishom El-Saha, 2008, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren
dan Madrasah Diniyah. (Jakarta:Diva Pustaka).
Jawwad, M. Abdul Menjadi Manajer Sukses, 2004, cet. 1, (Jakarta: Gema Insani).
16
17