Anda di halaman 1dari 57

Wisata Sangihe (Sangihe Tourism)

Sejarah Sangihe
CERITA GUMANSALANGI
Untuk mendalami kebudayaan Sangihe, sebaiknya memahami sastera
lisan sangihe, sastera lisan sangihe adalah salah satu bukti peninggalan
kebudayaan sangihe masa lalu yang masih dilestarikan sampai saat ini. Dari
beberapa sastera lisan sangihe yang paling melegenda adalah cerita
Gumansalangi. Dari cerita tsb kita dapat melihat keberadaan sangihe dari
penduduk mula-2 sampai
terbentuknya kerajaan-2 yang menjadi dasar
terbentuknya
sebuah
suku
yang
dinamakan
suku
sangihe. Kisah
Gumansalangi sebagai penduduk mula-2 tergambar secara utuh dalam
Tamo karena tamo telah menjiwai kelahiran sangiang konda sebagai ibu
dari orang-2 sangihe. Cerita Gumansalangi dan pembentukan kerajaan sudah
ditulis banyak orang meskipun hanya dalam tulisan-2 lepas, bukan dalam
sebuah buku yang sangat lengkap.
Ada banyak tulisan yang dilengkapi dengan tahun kejadian, tetapi belum bisa
diakui karena semua cerita tentang Gumansalangi, tidak pernah dibukukan
dimasa lalu sehingga terjadi kesimpangsiuran. Mungkin
cerita lengkap
tentang Sangihe boleh ditelusuri di Belanda untuk mandapatkan kepastian
yang lebih ilmiah dan dapat diakui oleh publik yang lebih luas.
Seperti pepatah mengatakan tak ada rotan akarpun jadi. Kita sebagai
generasi baru tidak bisa lagi menunggu pemerintah untuk mendanai
penelitian dan penulisan tentang sejarah dan kebudayaan sangihe secara
komprehensip. Karena lebih banyak orang sangihe ndak mau peduli, dari
pada yang terpanggil untuk berbuat menggali kekayaan budaya.
Tokoh Gumansalangi sudah diceritakan berabad-abad lamanya di kepulauan
sangihe melalui cerita lisan dari generasi kegenerasi secara turun-temurun.
Sejak masuknya bangsa Eropa, cerita Gumansalangi mulai ditulis oleh para
budayawan, sejarahwan dan pemerhati sejarah dan kebudayaan sangihe
lainnya dalam bentuk tulisan-2 lepas.
Cerita Gumansalangi pertama kali diterjemahkan Desember 1993 di Biola
University Los Angles. Kisah Gumansalangi terbaru ditulis oleh Kenneth R.
Maryott, seorang berkebangsaan Amerika
yang bekerja sebagai
dosen
bahasa Inggris di Philipin dalam buku yang berjudul Manga wkeng
Asa u Tau Sangih . Buku tsb ditulis dalam tiga bahasa, yaitu
bahasa Sangihe,bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, diterbitkan oleh The
Committee For The Promotion Of The Sangir Language, Davao - Phillphiness,
1995. Kenneth bertindak sebagai editor, berdasarkan penuturan dari Bapak
Haremson E. Juda. Disamping itu terdapat juga cerita tentang Makaampo.
Cerita Makaampo pertama
kali
ditulis dan dipublikasikan dengan judul

Bkeng Makaampo (The Story of Makaampo) dari artikel journal Majalah


Bijdragen tot de taal,- Land en Volkendkunde, Volume 113 (1957)
Cerita Gumansalangi berasal dari kepulauan Sangihe Talaud, yang diceritakan
sebagai folklore atau cerita rakyat. (Folklore adalah unsur kebudayaan dari
masa silam yang menuju ke ambang kepunahan). Banyak cerita yang
berkembang di kepuluan sangihe tentang Gumansalangi tetapi intinya berkisah
tentang penduduk sangihe pertama. Permasalahannya adalah Siapa dan dari
mana asal Gumansalangi yang sebenar benarnya. Sampai kapanpun tidak
akan mungkin ditemukan kebenaran secarah ilmiah siapa Gumansalangi.
Penyebabnya adalah belum ditemukan bukti melalui naskah kuno atau
prasasti yang menulis atau memberikan gambaran tentang kehidupan
Gumansalangi. Hal ini terjadi juga pada beberapa folklore lain di Sulawesi
utara seperti cerita Toar dan Lumimuut dari Minahasa, cerita Gumalangi dan
isterinya Tendeduata penghuni pertama Bolaang Mongondow, cerita seperti ini
tetap menjadi legenda.
Kenapa cerita Gumansalangi memiliki banyak bentuk,dari alur cerita maupun
kesesuaiannya dengan sejarah Sangihe. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
yaitu : Cerita Gumansalangi merupakan sastera lisan, yang hanya diceritakan
dari
mulut ke mulut, keadaan ini memungkinkan terjadinya berbagai
perubahan. Perubahan dapat terjadi berdasarkan siapa yang
pertama
mengisahkan, siapa yang mendengarkan, kepada siapa kisah itu diturunkan
dan dilingkungan apa
cerita itu dikembangkan.
Berdasarkan
beberapa
cerita yang berkembang
dimasyarakat
sangihe
terdapat beberapa cerita berdasarkan tempat dimana cerita itu berkembang
diantaranya ; Cerita Gumansalangi versi Siau, Cerita Gumansalangi versi
Talaud, Cerita Gumansalangi versi pulau Sangihe besar. Dikalangan orang
sangihe sendiri terdapat beberapa bentuk, seperti versi cerita Gumansalangi
dari orang-2 yang ada di bekas kerajaan Tabukan dan diluar kerajaan
Tabukan. Diantara beberapa versi tersebut dapat dipaparkan beberapa versi
yang memiliki perbedaan.
Versi pertama (versi Siau)
Gumansalangi
adalah
kulano
pertama di Pulau
Sangihe
besar.
Gumansalangi beristeri Ondaasa yang disebut juga Sangiangkonda atau
Kondawulaeng. Gumansalangi
adalah Putera Mahkota dari
kesultanan
Cotabato,Mindanao Selatan akhir abad ke XII. Mereka diperintahkan untuk
pergi ketimur oleh ayah Gumansalangi dengan maksud supaya mereka
dapat
mendirikan
kerajaan
baru. Berangkatlah
mereka dengan
menunggangi
ular terbang sampai ke
Pulau Marulung (pulau balut),
kemudian keselatan menuju pulau Mandolokang (pulau Taghulandang) dipulau
ini mereka tidak turun tetapi melanjutkan perjalanan ke pulau lain melewati
pulau Siau dan turun di pulau Sangihe besar.

Dalam perjalanan, ikut pula saudara laki-2 dari Kondaasa bernama Pangeran
Bawangunglare. Mereka lalu mendarat di pantai Saluhe. Dikemudian hari
nama Saluhe berubah menjadi Saluhang dan kini menjadi Salurang.
Karena Gumansalangi adalah seorang bangsawan maka tempat tersebut
dinamakan Saluhang yang berararti dieluk-elukan dan dipelihara supaya
dia bertumbuh dengan baik dan subur. Sejak kedatangan Gumansalangi dan
Kondaasa di Saluhe, selalu saja terdengar gemuruh dan terlihat kilat yang
datang dari gunung. Gumansalangi lalu diberikan gelar Medellu yg berarti
Guntur dan Kondaasa diberikan gelar Mengkila yang
berarti cahaya
kilat.
Gumansalangi dan Kondaasa memiliki dua
orang
putra bernama
Melintangnusa dan Melikunusa.
Gumansalangi
lalu
mendirikan kerajaan pada
tahun 1300. Wilayah
kerajaannya sampai ke Malurung (Pulau Balut / Philliphina).Saudara laki-2
Kondaasa melanjutkan perjalanan ke kepulauan Talaud tepatnya di pulau
Kabaruan.
Sampai
saat
ini tempat yang pertama kali diinjak
oleh
Pangeran Bawangunglare, dinamakan Pangeran.
Gumansalangi menyerahkan
waris
raja
kepada anaknya yang sulung
Melintangnusa pada tahun 1350. Anak bungsu Melikunusa mengembara ke
Mongondow
dan
memperisteri
Menongsangiang
putri
raja
Mongondow.Melikunusa meninggal di Mongondow sedangkan Melintangnusa
meninggal di Philliphina pada tahun 1400. Sesudah wafatnya Malintangnusa,
kerajaan terbagi dua yaitu kerajaan Utara bernama Sahabe atau Lumage
dan kerajaan Selatan
bernama Manuwo atau
Salurang. (dari beberapa
catatan lepas pemerhati sejarah sangihe).
Versi kedua
Terbentuknya kerajaan pertama
Sangihe berakar
dari cerita
tentang
Gumansalangi. Humansandulage beristeri Tendensehiwu dan memperanakan
Datung Dellu. Datung Dellu bersiteri Hiwungelo dan memperanakan
Gumansalangi.
Gumansalangi,
setelah mempersunting Ondaasa berlayar
dari
Molibagu
melalui pulau Ruang,Tagulandang,Biaro,Siau terus ke Mindanao kemudian
kepulau Sangihe, mereka tiba di Kauhis lalu mendaki Gunung Sahendarumang
dan berdiam disana sampai terbentuknya kerajaan Sangihe pertama bernama
Tampungang Lawo pada tahun 1425.
( Iverdikson Tinungki dalam tabloid Zona utara )
Versi ketiga
Gumansalangi adalah anak seorang raja dari sebuah kerajan kecil diwilayah
Philiphina bagian selatan. Ibunya meninggal ketika Gumansalangi masih
kecil. Raja kemudian menikah lagi dengan perempuan lain dan melahirkan
seorang
puteri. Pada suatu pesta sang
puteri atas
perintah
ibunya
mempengaruhi Raja dengan sebuah permintaan dan berkata harta kekayaan

tak penting bagiku yang kuinginkan adalah agar Ayah dapat membunuh
Gumansalangi. Permintaan ini dilakukan agar tahta kerajaan tidak jatuh
ketangan Gumansalangi.
Keinginan itu diketahui oleh Batahalawo dan Batahasulu atau Manderesulu
orang sakti kerajaan pengikut Gumansalangi, mereka lalu meberitahukan
rencana itu pada Gumansalangi. Batahalawo kemudian melemparkan ikat
kepala ( poporong ) kelaut yang kemudian menjelmah menjadi Dumalombang
atau ular naga besar. Dumalombang membawa terbang Gumansalangi dan
tiba di Rane dan
tebing Mnanawo lalu mengitari bukit Bowong
Panamba,Dumga dan Areng kambing. Setibanya ditempat yang baru, setiap
malam Gumansalangi hanya mendengarkan suara burung pungguk atau
Tanalawo, arti lain dari Tanalawo adalah Pulau Besar.
Pada suatu senja digubuknya kedatangan seorang nenek yang memerlukan
tempat berteduh. Malam berikutnya dia didatangi lagi seorang gadis cantik.
Dua persitiwa membingungkan hati Gumansalangi. Disaat tenang terdengar
suara yang berkata ambilah telur dipucuk pohon yang besar itu dan
jangan sampai pecah. Ditebangnyalah pohon tersebut sampai mendapatkan
sebutir telur. Telur itu kemudian pecah dalam perjalanan pulang, dari telur
itu keluar seorang puteri cantik yang kemudian dikenal dengan nama Konda
Wulaeng atau Sangiang Ondo Wasa ( puteri perintang malam ) putri khayangan.
Mereka menikah lalu dinobatkan menjadi Kasili Mdlu dan Sangiang
Mngkila yang berarti Putra Guntur dan Putri Kilat. Dinamai demikian karena
pakaian sang putri berkilau seperti emas dan pertemuan mereka ditandai
gemuruh dari langit. Cerita ini juga menjadi bagian dari lahirnya nama
sangihe, dan menjadi inspirasi untuk pemotongan kue adat Tamo.
( Toponimi,Cerita rakyat, dan data sejarah dari kawasan
Utara, Sub Dinas kebudayaan kab.Kepl. sangihe, 2006 )

perbatasan Nusa

Versi ke empat
Tahun 1300, Pangeran Gumansalangi dibuang oleh orang tuanya dari Cotabato
Mindanao, jauh ketengah hutan. Gumansalangi dibuang karena tabiatnya buruk.
Ditengah
hutan Gumansalangi menyadari kesalahannya sambil menangisnangis dan tangisannya terdengar sampai kekayangan. Dia lalu ditolong oleh
raja dari kayangan dengan mengirim putri bungsunya bernama Konda kebumi
untuk menemui
Gumansalangi dalam
penyamaran
sebagai
seorang
perempuan yang berpenyakit kulit.
Gumansalangi mengajak perempuan itu untuk tinggal bersamanya. Tapi
beberapa hari kemudian sang putri menghilang karena kembali kekhayangan.
Dua kali putri melakukan hal itu kepada Gumansalangi. Ketiga kalinya sang
putri datang lagi dalam rupa putri cantik atas perintah ayahnya. Sejak saat
itu mereka menjadi suami isteri.
Setelah menikah, atas perintah sang raja khayangan mereka disuruh keluar
dari hutan tersebut. Kepergian mereka ditemani oleh kakak sang putri

bernama Bawangung Lare yang menjelmah menjadi seekor naga. Mereka


berangkat ketimur dan sampai ke pulau Marulung (pulau Balut sekarang)
Ditempat ini mereka tidak turun karena tidak ada tanda seperti yang
disampaikan oleh ayah mereka.Tanda-2 tsb adalah nampak kilat saling
menyambar
dan
gemuruh. Perjalanan di
lanjutkan
melewati
Pulau
Mandalokang (Pulau Taghulandang sekarang) mereka tidak menetap disana
karena tidak ada tanda dan terus ke pulau Karangetang disana tidak juga
terlihat tanda. Perjalanan dilanjutkan ke pulau Tampungang Lawo menuju ke
gunung Sahendalumang. Di puncak gunung, mereka menemukan tanda
berupa kilat dari atas dan gemuruh dari bawah. Berdasarkan titah sang
ayah, menetaplah mereka di tempat itu. Gumansalangi diangkat menjadi
raja dengan gelar Medellu yang berarti bagaikan gemuruh, sedangkan Putri
Konda dijuluki Mengkila yang berarti putri kilat. Kerajaan itu bernama
kerajaan Tampungan Lawo.
Tahta
kerajaan
kemudian
diserahkan kepada
anaknya yang sulung
Melintangnusa tapi kemudian Melintangnusa pergi ke Mindanao dan menikah
dengan putri Mindanao bernama Putri Hiab anak dari raja Tugis. Adiknya
Melikunusa pergi ke daerah Bolaang Mongondow dan menikah dengan putri
Mongondow bernama Menong Sangiang.
Tahta kerajaan dari Melintangnusa digantikan
oleh
anaknya Bulegalangi.
( sumber cerita dari Bapak H.Juda dalam buku Manga wkeng Asa u Tau
Sangih ).
Melihat penyampaian syair umum dalam berbagai sasalamate tamo yang
diturunkan
sejak
masa lalu,
memberikan
gambaran tentang usaha
Gumansalangi memecahkan masalah dan akhirnya mendapatkan apa yang
diinginkan. Tentang telur pada pucuk Tamo sudah dijadikan hiasan utama
pada tamo masa lalu sbagai simbol kehidupan baru yang diamanatkan
dalam kisah Konda Wulaeng. Jika pemaknaan filosofi Tamo adalah gambaran
Gumansalangi dan konda wulaeng maka kemungkinan besar, dari beberapa
versi cerita Gumansalangi diatas yang paling bersesuaian adalah versi ke
tiga.
SEJARAH PERKEMBANGAN MASYARAKAT SANGIHE
Arti nama Sangihe
Sangihe adalah daerah kepulauan, yang dahulunya satu bagian dengan
kepulauan
Talaud dan
Kepulauan Sitaro dalam
sistem pemerintahan
kabupaten. Saat ini
Kepulauan
Talaud dan Kepulauan
Sitaro ( Siau,
Taghulandang,Biaro ) terpisah, dan membentuk pemerintahan kabupaten yang
baru.
Luas kepulauan Sangihe adalah 2.263,95 km persegi (ensiklopedi nasional
Indonesia). Terletak antara 125,10 sampai 127,12 bujur timur dan
2,3 lintang sampai 5,2 lintang utara. Secara Geografis, kepulauan
sangihe berbatasan, sebelah utara dengan perairan laut Philiphina,sebelah

selatan dengan selat Ttalise - perairan laut Minahasa,sebelah barat dengan


laut Maluku, sebelah timur dengan laut Sulawesi. Sangihe merupakan
daerah vulkanis karena berada pada jalur pegunungan sirkum pasifik yang
menghubungkan jalur Philiphina,Ternate,Tidore, Sulawesi utara dan Sulawesi
selatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya gunug api seperti gunung Awu di
pulau Sangihe,gunung Karangetang di pulau Siau,gunung Ruang di pulau Ruang
Taghulandang,gunung api bawah laut Mahangetang. Sangihe dikenal sebagai
sangir atau sanger oleh suku-2 lain di Sulawesi utara.
Kemungkinan besar penggunaan nama sangihe berhubungan dengan kata
sangi
berarti
sumangi, sasangi, sasangitang, makahunsangi,
mahunsangi, masangi, semua kata ini merujuk pada arti tangis dan
sedih. (sangiress nederlands woordenboek met nederlands sangiress register,
Mr.K.G.F.Steller-Ds.W.E.Aebersold). Kata Sangihe dapat dipilah dari dua kata
yang diartikan secara harafiah yaitu : Sangi dari kata sangiang yang berarti
Putri Khayangan, Ihe atau uhe berarti Emas. ( Toponimi,cerita rakyat dan data
sejarah dari kawasan
perbatasan Nusa Utara).
Kata sangi dapat juga
ditemukan sebagai nama tempat di pulau Lapu-lapu kepulauan Philliphiness,
Afrika dan India.(Encarta 2007). Pelaut Eropa menyebut daerah kepulauan
Sangihe Talaud dengan nama Sanguin. Pelaut-2 china dalam satu ekspedisi
yang dipimpin Laksaman Ceng Ho menyebut daerah kepulauan Sangihe
dengan nama Shao San. (Iverdixon Tinungki,Tabloid Zona Utara). Dalam
bahasa Tountembouan, kata Sangir berarti mengasah dengan menggunakan
batu asah. Tempat untuk mengasah benda tajam disebut Pasangiran.
Sampai saat ini belum ditemukan
data secara pasti sejak kapan kata
Sangihe mulai digunakan sebagai nama kepulauan yang didalamnya hidup
ethnis sangihe. Muhamad Yamin dalam buku Atlas Sejarah sudah menulis P.
Sangihe sebagai daerah kekuasaan kesultanan Ternate sampai tahun 1677
sebelum diserahkan ke VOC. Dalam catatan-2 lain mengatakan
bahwa
Sangihe adalah Nusa Utara. Kepulauan Sangihe dan Talaud pernah menjadi
wilayah konsentrasi pasukan
Majapahit. Kedatangan
pasukan kerajaan
majapahit di utara Indonesia terutama di Kepl.Talaud antara tahun 1350
sampai 1365. Masa ini dihitung sejak Hayam Wuruk berkuasa di kerajaan
Majapahit dan mencapai kejayaan. Thn 1365 adalah tahun wafatnya Gajah
Mada.
Penduduk Mula - Mula
Manusia Sangihe pertama berdasarkan Legenda dan cerita lisan, terdiri dari 4
jenis yaitu:
Manusia Apapuhang. Apapuhang adalah jenis
manusia pertama dalam
legenda Sangihe yang pernah hidup di pulau Sangihe. Mereka hidup
dicabang pohon. Persebaran manusia apapuhang berada di Utaurano antara
Mangehes dan Bowongkalaeng. Disebuah lembah yang sekarang dikenal
dengan nama balang apapuhang, kecamatan Tabukan Utara. Bentuk fisik
Apapuhang, tubuhnya pendek, kerdil. Suku Apapuhang memiliki kerajaan di
bawah bumi. Untuk dapat masuk di kerajaan Apapuhang harus melewati

pintu gerbang yang berada tepat di belakang air terjun Apapuhang di


Kampung Lenganeng (Wawancara dengan Bapak Radangkilat thn 1994) Semua
benda di kerajaan Apapuhang terbuat dari emas.
Manusia Tampil Batang, Hidup diakar
Persebaran penduduk ini tidak diketahui.

pohon

besar

Manusia Pmpanggo (manusia jangkung) Tidak memiliki


tetap. Persebaran penduduk ini tidak diketahui.

yang

tumbang.

tempat

tinggal

Manusia Angsuang. Angsuang adalah raksasa dalam bahasa sangihe.Cerita


tentang manusia ini menjadi Legenda di kampung-2 yang berada dikaki
gunung Awu. Angsuang adalah tokoh dalam legenda Gunung Awu, yang
menceritakan proses terjadinya letusan gunung berapi.
Nenek moyang penduduk kepulauan Sangihe
Dr. Peter Beltwood dari Australian National University Departement of Praehistory bekerjasama dengan pihak permuseuman kantor pendidikan dan
kebudayaan yang diwakili oleh Drs. I. Made Sutayasa pada bulan Juni sampai
Juli 1974 telah mengadakan penggalian dikepulauan sangihe dan talaud. Dari
hasil penggalian ditemukan taring dan gading hewan purba,gerabah bermotif,
flakes, kerangka manusia purba (di goa Bowoleba Manalu).Temuan itu
memberikan gambaran bahwa sudah ada kehidupan di kepulauan Sangihe dan
Talaud sejak kurun waktu 5000 tahun silam. (Toponimi,cerita rakyat dan data
sejarah dari kawasan perbatasan nusa utara)
Tim arkeologi nasional
melalui
balai arkeologi Manado dalam laporan
penelitian arkeologi, kajian permukiman dan mata pencaharian hidup
manusia masa lalu di kepulauan sangihe dan talaud
sulawesi utara
mendapatkan hasil bahwa sudah sejak lama ada kehidupan di kepulauan
Sangihe dan Talaud.
Robert C. Suggs dalam buku Island Civilization of Polynesia, ( John Rahasia
Penemuan Kembali Tagaroa , 1975 ) mengungkap bahwa sejak 2000
1700 sebelum Masehi terjadi tekanan politis militer China dan Mongolia dari
bagian utara daratan Asia yang mendesak penduduk di lembah Mekhong di
daerah Yunnan (Viet Nam) untuk pindah. Penduduk yang tinggal di lembah
Mekhong menjalani tiga macam situasi yaitu : Mereka yang lemah dan
tunduk, dikuasai dan diasimilasikan dibawah peradaban,kebudayaan dan
kekuasaan China Mongolia.Mereka
yang
lemah
tetapi
mengadakan
perlawanan,dihancurkan
sampai
keakar-akarnya, sehingga
tidak
berbekas.Mereka yang tidak mau tunduk terpaksa meninggalkan daerah
asalnya dan merantau keluar. Ketepi laut China Selatan ke Philliphina,
Nusantara, melalui Mikronesia dan Melanesia sampai ke kepulauan Hawaii,
pulau Paskah, Selandia baru di Polynesia dan ada juga yang ke Madagaskar,
Timur Afrika.
Periodisasi persebaran penduduk di China akibat
dikelompokan sebagai berikut ;

masalah

diatas dapat

Continental riverine migrations, yaitu penyebaran di daerah daratan Asia


disektar sungai Mekhong
Coastal maritime migrations, yaitu penyebaran di daerah pesisir vietnam atau
tepi laut cina selatan.
Insular Maritim migration, yaitu penyebaran antar pulau dalam wilayah
kepulauan Taiwan, Jepang, Philliphines, Indonesia.
Insular oceanic maritime migrations, yaitu: penyebaran antar pulau sambil
mengarungi samudera Nusantara dan ke Madagaskar.
Migrasi nenek moyang Nusantara terdiri dari dua tahapan yaitu :
Migrasi pertama tahun 1700 - 1500 sebelum Masehi dinamakan proto melayu.
Migrasi ini membawah kebudayaan Batu baru / Neolitikhum yang berpusat di
Bascon hoabin Indo china. ( kebudayaan kapak lonjong dan persegi ). Yang
termasuk keturunan proto melayu adalah : suku Toraja dan Dayak. Migrasi
kedua tahun 700 - 300 Sebelum Masehi dinamakan Deutro Melayu yang
membawah kebudayaan logam. Kebudayaan ini berpusat di Dongson. Yang
termasuk keturunan deutro melayu adalah suku Jawa dan Bugis.
Penduduk Sangihe
dan
Talaud termasuk
ras Melayu Polynesia. Asal
perpindahan mereka dari Utara Mindanao dan lainnya berasal dari Ternate.
Suku bangsa Sangihe dan Talaud termasuk suku bangsa Polynesia dan
sebagian besar termasuk dalam suku Austronesia (Prof. J. C. van Erde, dalam
catatan tentang kebudayaan Sangihe-Talaud, Gideon Makamea,2008 ).
Penduduk
Sangihe, tidak
dapat
ditentukan
dengan
pasti asalnya.
Diperkirakan mereka berasal dari Philliphina dan Sulawesi Utara hal ini
didasarkan dari bahasa yang ada di Sangihe dan Talaud, Philliphina dan
Minahasa memiliki banyak kesamaan. (Breuwer 1918 ; 771,dalam catatan
tentang
kebudayaan
Sangihe-Talaud, Gideon Makamea,2008 ) Penduduk
sangihe sendiri beranggapan bahwa nenek moyang mereka berasal dari
utara.
Untuk mengetahui siapa nenek moyang pendatang dan siapa nenek moyang
penduduk asli dapat dilihat melalui
beberapa ras dunia yg akan
menunjukan keberadaan nenek moyang suku Sangihe.Ras Kaukasoid terdiri
dari, Nordik (Eropa utara/ Jerman), Alpin (sebagian besar bangsa Eropa),
Mediterania (Timur tengah / Arab), Indic (India). Ras Mongoloid terdiri dari,
Asiatik Mongoloid (China,Jepang,Korea ), Malayan mongoloid (Melayu), American
Mongoloid (Indian). Ras Negroid terdiri dari,
African Negroid (negro Afrika),
Negrito (penduduk Asli Philiphina).Ras khusus seperti ; Australoid/penduduk asli
Australia, Polynesia/bangsa Pasifik, Melanesia/Papua pasifik, Micronesia / Pasifik,
Ainu/penduduk asli Jepang, Dravida/penduduk asli India, Bushman / Afrika
selatan.
Bangsa Melayu terdiri dari 4 Suku bangsa yaitu : Malaysia, Indonesia, Orang
negrito, dan Papua (Encarta 2005). Dapatlah disimpulkan bahwa penduduk

Sangihe asli ditinjau dari etnik, dan legenda, bukanlah orang Indonesia tetapi
merupakan bagian dari suku bangsa negrito. Karakter fisik ras
Negrito
adalah : mata tidak sipit,warna kulit gelap kehitaman, postur tubuh tinggi
rata-rata 130 cm.
Sebelum terjadi migrasi besar-besaran dari daratan China, di Nusantara
sudah ada penduduk yaitu : Wedoid dan Negrito. Sisa-2 suku Wedoid adalah :
suku Sakai di Siak, suku Kubu di Jambi,suku Lubu di Palembang. Sisa-2 suku
negrito sudah punah. Ras Negroid termasuk juga sub ras africa negroid (Negro
Afrika) dan negrito penduduk asli Philliphina. Negrito adalah nama yang
diberikan oleh orang-2 Eropa untuk membedakannya dengan Negro Afrika.
Karakter fisik penduduk Sangihe ditinjau dari asalnya terdiri dari ;
Sama dengan penduduk dari persebaran migrasi china, penduduk asli Sangihe
termasuk dalam Ras Malayan Mongoloid atau keturunann proto melayu jalur
selatan.
Penduduk sangihe dipandang dari sisi Legenda berarti penduduk Sangihe
pertama berasal dari philipina. Penduduk asli philipina seperti suku Aeta, Agta
termasuk dalam ras khusus dunia yaitu Ras Negrito.
Berdasarkan cerita lisan yang sudah terwaris turun temurun bahwa nenek
moyang orang sangihe adalah Gumansalangi. Gumansalangi diberikan gelar
Kasili Medellu ( pangeran guntur ) dan Konda asa bergelar Sangiang Mengkila
atau Konda wulaeng yang berarti putri cahaya.
PENINGGALAN KEBUDAYAAN PRA SEJARAH
Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat,
serta lain-2 kenyataan dan kebiasaan-2 yang dilakukan manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan adalah salah satu ciri yang membedakan
antara manusia dengan binatang.Kebudayaan sangihe memiliki semua unsur
-2 kebudayaan yang ada.
Terhitung sejak mithology Tagharoa, maka kebudayaan Sangihe purba
dimulai sejak tahun 3000 sebelum masehi dan berakhir
sesudah saman
logam (nusantara). Mithologi tagharoa adalah mithology Pasifik. Sebagian
peninggalan zaman purba dari zaman batu masih dapat dilihat di kepl,
sangihe.
Secara tipologi peninggalan bersejarah di sangihe, membuktikan bahwa benda2 tsb memang berasal dari zaman purba, meskipun sampai saat ini belum
diketahui secara jelas tentang fungsi dan umur dari benda tersebut.
( Tipologi adalah suatu cara
untuk menentukan umur benda budaya
berdasarkan bentuknya. Makin sederhana benda budaya makin tua umurnya )
Gong dalam bahasa sangihe adalah Nanaungan. Berfungsi
pengiring upacara keagamaan dari zaman logam.

sebagai musik

KEHIDUPAN BERAGAMA DAN


KEPERCAYAAN SUKU SANGIHE
Kehidupan
beragama
pada dasarnya
merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya
kekuatan gaib,luar biasa atau
supranatural yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap
segala gejala alam. Mempercayai sesuatu sebagai yang suci atau sakral
adalah ciri khas kehidupan beragama.(Busstanudin Agus, Agama dalam
kehidupan manusia,50,2005).
Manusia beragama karena beberapa hal yaitu ; Tidak mampu mengatasai
bencana alam,tidak mampu melestarikan sumber daya dan keharmonisan
alam,tidak mampu mengatur tindakan manusia untuk dapat hidup damai
satu sama lain dalam masyarakat. (Evans-Pritchard, dalam Busstanudin Agus,
Agama dalam kehidupan manusia,50,2005)
Kepercayaan ialah sistem keyakinan yang dianut oleh seseorang atau
masyarakat dan menjadi dasar orientasi dan perilakunya. Unsur yang
biasanya
terkandung
dalam
kepercayaan
ialah
:
mithos,ketuhanan,manusia,alam semesta,doa,mistisisme, magi dan
tujuan
kehidupan. ( D.J. Walandungo, Tesis,Islam Tua Terpasung dan Merana,2002).
Masa Sundeng
Jauh sebelum terbentuknya kerajaan pertama, suku sangihe sudah menganut
sistem kepercayaan. Kepercayaan yang dianut suku sangihe dimasa lalu
tidak dapat dipastikan seperti apa. D. Brillman dalam bukunya Onze zending
velden De zending op de sangi-en Talaud eilanden menjelaskan bahwa sampai
abad ke 16 terdapat sistem kepercayaan yang disebut kepercayaan
mana . Mana adalah kekuatan yang menonjol,yang menyimpang dari
kekuatan yang biasa, kekuatan ini hadir secara gaib di mana mana (sakti).
Pendapat umum, mengatakan bahwa kepercayaan suku sangihe dikelompokan
sebagai kepercayaan
animisme. Animisme
adalah
suatu
kepercayaan
mengenal adanya roh-2 dan mahluk-2 halus yang mendiami seluruh alam
semesta. Selain pendapat diatas, suku sangihe dimasa lalu juga menganut
fetis atau pemujaan terhadap benda-2 alam maupun buatan manusia yang
diisi dengan kekuatan gaib, jika benar fetis, berarti agama sangihe purba
juga beraliran dinamisme.
(Dr. Harun Hadiwijono, Religi suku murba di
Indonesia,2006)
Beberapa pendapat tentang
kepercayaan sangihe dapat dilihat melalui
aktifitas keagamaan masa lalu. Masyarakat sangihe mengenal beberapa ritual
keagamaan seperti ritual msundeng. Sundeng bukan hanya sekedar ritual
keagamaan tetapi sebagai sebuah komunitas yang didalamnya terdapat suatu
kehidupan budaya dan sistem kemasyarakatan yang memiliki
hubungan
dengan sebuah kekuatan yang dianggap lebih berkuasa dari komunitas tsb.
Komunitas ini mengatur adanya pemimpin agama yang di sebut Ampuang.
Ampuang bertindak sebagai orang yang berkedudukan tertinggi dalam

komunitasnya. Dalam menjalankan aktifitasnya ampuang dibantu oleh para


tatanging dan para bihing. Penetapan kedudukan dalam komunitas sundeng
dilakukan melalui proses pemuridan atau bawihingang.
Kegiatan utama ritual msundeng adalah menal atau mempersembahkan
sesaji. Pada awalnya pemberian sesajen dilakukan dalam bentuk pengorbanan
yang mengorbankan manusia kepada penguasa alam. Ritual sundeng tidak
dilaksanakan ditiap
kampung tetapi
dilaksanakan dalam
suatu pusat
penyembahan yang disebut penanaruang.Terdapat tempat pelaksanaan ritual
sundeng yaitu di manganitu, pananaru,pulau mahumu dan beberapa tempat
lain. Pusat penyembahan terbesar terdapat di kampung Pananaru kecamatan
Tamako. Pelaksanaan ritual sundeng dihadiri oleh perutusan komunitas
sundeng terkecil dari tiap kampung. Tidak
semua komunitas sundeng
memiliki ampuang ataupun tatanging, kebanyakan dari komunitas kecil
hanya memiliki seorang bihing.
Secara garis besar, tata cara pelaksanaan kegiatan menal dimulai dari
berkumpulnya para anggota komunitas sundeng melalui perutusannya. Duduk
melingkar berdasarkan kedudukan dan peran dalam kegiatan penyembahan.
Mempersiapkan seseorang yang akan dikorbankan. Meminta petunjuk dari
penguasa alam. Setelah direstui
ditikamlah
satu
orang yang
sudah
dipersiapkan dengan alat yang bernama kenang. Diyakini jiwa sang korban
menuju tempat lain. Berpindahnya jiwa korban diantar melalui prosesi budaya
seperti tari lide, bunyi-bunyian alat musik oli disertai tagonggong dan
nanaungang. Setelah semua kegiatan selesai, semua peserta makan bersama.
Komunitas sundeng meyakini adanya kekuatan yang melebihi kekuatan
mereka, untuk itu mereka mempersembahkan korban
sebagai
bentuk
hubungan antara manusia dan sang penguasa
alam. Kekuatan
yang
melebihi kekuatan manusia dalam komunitas sundeng berupa kekuatan tidak
terlihat atau roh. Kekuatan tersebut terdiri dari tiga unsur roh yang dibedakan
dari orang-2 yang menyembahnya yaitu Ghenggonalangi, Aditinggi dan
Mawendo. Ghenggonalangi adalah kekuatan yang berkedudukan setinggi
langit
yang
menguasai seluruh bumi. Aditinggi adalah
kekuatan yang
berkedudukan didaratan tertinggi, yang disembah oleh orang-2 di perbukitan.
Mawendo adalah kekuatan yang berkedudukan dilaut yang disembah oleh
orang-2 dilaut dan dipesisir pantai.
Pada saat ritual sundeng masih dijalankan dalam sebuah komunitas
sundeng maka muncullah sebuah ritual yang disebut mdaroro. Inti dari
ritual ini adalah mencari dan menemukan petunjuk dari roh leluhur yang sudah
mati. Ritual inilah yang ditafsir oleh D.Brillman dalam buku (Kabar Baik dari
Bibir Pasifik,terjemahan) sebagai agama orang sangihe. Ritual medaroro masih
dilaksanakan di pananaru sampai tahun 1976 (wawancara dengan tua
kampung pananaru,thn 2007), di Manganitu sampai tahun 1960-an (wawancara
dengan bpk. Garing,bapak Ulis).
Konsep dan tata cara pelaksanaan ritual medaroro masih diadaptasi dari
ritual sundeng termasuk lokasinya. Dikemudian hari lokasi pelaksanaan

medaroro sudah dilaksanakan di kampung-2 dalam komunitas kecil yang


dulunya adalah komunitas kecil sundeng. Yang membedakan antara sundeng
dengan medaroro adalah persembahan korban tidak lagi menggunakan
manusia
tetapi menggunakan
babi. (wawancara dengan tua
kampung,
Nahepese, Bengka, Karatung, Kauhis, 2001 2007). Digantinnya
korban
manusia dengan babi, dimulai pada saat masuknya bangsa Eropa di
kepulauan sangihe. Pada akhirnya persembahan korban dalam ritual
medaroro diganti dengan persembahan sesajen nasi kuning dengan lauknya.
(wawancara dengan bpk. G. Makamea,2007). Makna kekuatan yang disembah
dalam ritual medaroro tidak lagi kepada Ghenggonalangi, Aditinggi dan
Mawendo tetapi kepada Himukud. Selain ritual sundeng dan medaroro
masih ada ritual lain yang pernah dilakukan masyarakat sangihe dimasa
lalu seperti ritual Menahulending Banua,Menondo Sakaeng, Mendangeng Sake,
Melanise Tembonang, Menaka batu, dan lain-lain.
Ritual menaka batu (menutup kubur dengan batu) adalah ritual purba yang
berhubungan dengan peristiwa kematian,ritual ini dilakukan beberapa saat
setelah penguburan jenasah. Berdasarkan temuan, batu penutup kubur ini
diambil dari tempat yang sangat jauh dari tempat penguburan karena lokasi
pekuburan tua ini berada di atas bukit.Dilihat dari bentuk bangunan, dapat
diidentifikasi bahwa kuburan yang menggunakan tutup batu, dibuat pada zaman
Batu besar.
Tutup batu kubur ini menyerupai dolmen.Ukuran batu mulai dari 50 x 50 cm
sampai 100 x 250 cm dengan ketebalan 5 25 cm. Berat batu berfariasi dari 50
kg sampai 700 kg. Pada bagian bawah terdapat 4 sampai 5 tiang batu setinggi
40 cm dari atas tanah.Ritual menaka batu menunjukan status sosial masyarakat.
Kuburan yang memiliki penutup batu paling besar berasal dari kalangan atas
sedangkan kuburan yang memiliki penutup batu kecil dari kalangan
bawah.Berdasarkan penuturan dari tua-2 kampung pananaru dan lapango,
untuk mengangkat batu ukuran besar memerlukan tenaga sebanyak 50 sampai
100 orang yang dilakukan secara estafet.Diatas batu, duduk seorang pemimpin
yang memberikan perintah. Setibanya di pekuburan ada seorang tua-2 adat
yang sedang memainkan musik Tagonggong, pada saat batu penutup kubur
mulai diangkat keatas bukit, sering terjadi perkelahian. Setelah prosesi menaka
batu selesai, diadakanlah pesta dalam bentuk memberi makan seluruh pekerja.
Situs kuburan
tua
sangihe yang
memiliki konstruksi
yang
sama,
menggunakan
penutup
batu
besar
terdapat
di
pantai
pananualeng,pananaru,pangalemang,bawuniang lapango.
Konsepsi masa lalu tentang
keragaman budaya terbawa jauh sehingga
menemui suatu perubahan dengan munculnya upacara Tulude. Upacara ini
dilaksanakan setahun sekali sabagai upaya mensyukuri keberadaan ditahun
yang sudah dilalui dan menolak bala di tahun yang baru. Pada upacara ini
ditampilkan semua bentuk hasil kebudayaan sangihe. Tulude merupakan
upacara adat terbesar.

Filosofi utama dari tulude terletak pada tamo, dimana seluruh lapisan
masyarakat dapat hadir tanpa harus diundang. Pada kegiatan ini tampak nilai
kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat, antara masyarakat yang
satu dengan lainnya dengan tidak membedakan status dan kedudukannya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Masuk dan berkembangnya agama luar di kepulauan sangihe.

Agama Islam
Islam merupakan agama luar pertama yang masuk dan berkembang
dikepulauan sangihe. Sebelum agama Islam berkembang lebih luas di sangihe,
sudah lahir sebuah komunitas kehidupan beragama menyerupai islam yang
disebut Islam tua atau kaum tua. Aktifitas keagamaan komunitas ini masih
mempercayai dan
mengikuti kebiasaan penganut islam Alquran, seperti
melakukan puasa,melakukan sholat berjamaah, merayakan
beberapa hari
keagamaan Islam berdasarkan islam quran. Komunitas keagamaan ini tidak
memiliki kitab suci sebagaimana agama Islam Al-quran. Mereka meyakini
bahwa ajaran islam tua disebarkan pertama kali oleh seseorang yg kemudian
disebut sebagai Mawu Masade. (penjelasan beberapa umat islam tua 2003).
Salah satu ajaran leluhur yang mereka anggap patut di jaga adalah : umat
tidak perlu sekolah tinggi, karena kalau sekolah tinggi dapat mengotori tingkat
keimanan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa (wawancara dengan bpk.
Manto Kirimang,2007)
Masade adalah seorang anak berumur 7 tahun yang ditemukan di kerajaan
Tabukan pada masa
pemerintahan Raja Dalero. Pada saat itu
terjadi
perang antara kerajaan Tabukan dan kerajaan islam Lumaug. Penyebab
perang bukan masalah agama tetapi dendam kepada sultan Sibori dari
Ternate yang membawa lari Maimuna putri raja Dalero. (Sultan sibori sering
berkunjung ke kerajaan Lumauge). Pada saat terjadi perang, masade
bersembunyi didalam perahu yang tertutup ditanah. Dia ditemukan dan
dibesarkan oleh Manakabe. Masade mempelajari agama Islam di Ternate dan
Mindanao lalu kemudian menyebarkannya ke sangihe. Masade meninggal dan
dimakamkan di Tubis,Philliphina, beberapa waktu setelah perjalanannya ke
Ternate,Mongondow,dan Mekah.
Ajaran Masade diteruskan oleh muridnya yang bernama Penanging. Penanging
melakukan
pemuridan kepada tiga orang
yaitu
Makung, Hadung
dan
Biangkati. Ajaran tiga murid penanging inilah yang melahirkan tiga aliran
ajaran dalam Islam Tua. Tempat ibadah komunitas keagamaan ini dinamakan
mesjid, alat yang
digunakan
untuk
memanggil
orang
beribadah
menggunakan lonceng. Shalat
berjamaah dilaksanakan tiap hari Jumat.
Ajaran utama mereka berasal dari imam. Ada
kemungkinan lahirnya
komunitas keagamaan islam tua merupakan kegagalan dari dakwah islam
Syi,ah.

Disaat agama islam tua sedang mengalami tekanan dari berbagai


terutama tekanan dari negara sendiri, muncul seorang penyelamat
Pendeta Don Javirius Walandungo. Melalui sebuah tesis dengan judul
Tua Terpasung dan Merana telah membuka mata pemerintah
menyelamatkan agama ini dari tekanan saudara-saudaranya.

pihak
yaitu
Islam
untuk

Sampai saat ini tidak ada bukti yang dapat menguatkan tetang kapan
masuknya ajaran islam mula-2 di kepulauan sangihe. Secara umum, ajaran
islam masuk ke Indonesia oleh beberapa ahli berasal dari India, Coromandel,
Arabia, Mesir, China dan Persia. Diperkirakan ajaran yang masuk ke sangihe
melalui philliphina dan ternate.
Ajaran
Islam
kemungkinan.

masuk

dan

berkembang disangihe dilihat

dari

dua

Pertama, masuk melalui Philliphina awal tahun 1400 oleh pedagang dan pelaut
china yang melalui jalur pelayaran laut. Persebaran islam ini dilakukan melalui
pelayaran
yang
dilakukan juga oleh
pelaut
china, Cheng Ho dalam
kunjungannya
di pulau Sulu. Masuknya ajaran islam dari philliphina juga
dipengaruhi oleh hubungan dagang yang dilakukan oleh muslim cina
maupun muslim Moro, Mindanao.
Kedua, masuknya ajaran islam dari Ternate diperkirakan pada abad ke 14,
karena pada saat itu islam sudah tersebar diseluruh Ternate. Sultan Ternate
yang benar 2 sudah memeluk agama islam adalah Sultan Zainal Abidin
(memerintah sebagai sultan thn 1486-1500), Zainal Abidin belajar islam dari
Sunan Giri. Pada masa pemerintahan sultan Baabullah anak dari Sultan
Hairun (1570-1583) kesultanan
Ternate
mencapai
kejayaan. Wilayah
kekuasaannya sampai ke Philliphina. Orang pertama
yang menyebarkan
agama islam AlQuran disangihe adalah Imam Penanging yang kemudian
dianggap oleh penganut Islam tua sebagai murid dari Masade ( wawancara
dengan bapak Gabriel, kepala MI Petta )
Menurut tradisi lisan sangihe, agama islam pertama kali diperkenalkan di
Tabukan oleh seorang arab bernama Syarief Maulana Moemin pada abad ke 15
dan mendapatkan pengaruh pertama terhadap raja kerajaan Lumauge.
( Suwondo,1978 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan merana ).
Kerajaan lumauge berpusat di sebuah bukit di belakang Moronge. Kerajaan
ini adalah satu-satunya kerajaan islam di sangihe yang merupakan bagian
dari kekuasaan kerajaan Tabukan.
Pada abad ke 19 datanglah seorang imam dari Pontianak yang mengajarkan
ajaran
Islam. Imam tersebut dijuluki Imam Pontiana. Sesudah imam
pontiana dipulangkan oleh pemerintah Kerajaan Tabukan ke pontianak,
muncul lagi seorang pengajar agama islam dari tabukan bernama Walanda
yang sebelumnya pernah berguru pada Tamieng. Walanda memperdalam ilmu
Islam di Mongondow,setelah kembali ke sangihe ia membuka pengajian di
tabukan. Pertengahan abad ke 19, raja Kumuku (Hendrik David Paparang)
mempelajari agama Islam di Ternate. Sekembalinya di Sangihe, dia membawa

seorang anak bernama Moedin Baud. (catatan


jendral di kerajaan Tabukan, 1927)

laporan

kunjungan Gubernur

Pada masa pemerintahan Presidentsi raja Cornelis Siri Darea tahun 1886,
agama islam di Kerajan Tabukan mendapat tekanan. Kapiten laut Hadiman
Makaminan dan Maloehenggehe Paparang dihukum karena berguru ajaran
islam pada Husein (orang Gorontalo). Orang-orang yang masih memeluk
agama Islam di Tabukan diungsikan ke Tahuna dan membentuk komunitas
baru kampung islam Tidore. Pengungsian dipimpin
oleh Abdoel Latief. Di
bowondego/lenganeng mereka menangis sambil mengucapkan doa Ya Allah
Tuhan
yang
rahman, PadaMulah tempat
berlindung, Sertailah berkat,
teguhkanlah iman, Peliharalah
hambamu diperasingan. Diantara
para
pengungsi terdapatlah seorang yang bijak bernama Ontameng Kakomba yang
kemudian menjadi guru agama Islam di Tahuna.
Di masa pemerintahan raja Tahuan, Dumalang, islam mendapat tekanan. 15
orang penganjur Islam diasingkan diluar Sulawesi.Atas pertolongan Controleur
Hoeke beberapa tahun kemudian dibangunlah sebuah mesjid di Sawang.
Dimasa pemerintahan Raja D. Sarapil 1898 umat islam dalam pembuangan
Tahuna, diijinkan pulang ke Tabukan dan membangun mesjid di Moronge dan
Peta.
Tahun 1915 datanglah seorang Ambon bernama Marasa Besi mengajarkan
ilmu sihir bertopeng agama Islam. Tahun 1919 Sarikat Islam terbentuk di
Tabukan, organisasi ini bubar pada tahun 1921. Karena kesalah pahaman,
pemimpin
Sarikat
Islam
J.G. Janis
dihukum, sampai meninggal
dan
dikuburkan di Surabaya. Pada masa pemerintahan raja W.A. Sarapil tahun
1925, kehidupan beragama di kerajaan Tabukan menjadi baik. (disarikan oleh
Bombaran Makaminan dalam catatan laporan kunjungan Gubernur jendral di
kerajaan Tabukan, 1927 )
Satu-satunya kerajaan Islam di Sangihe adalah Kerajaan Lumauge yang
berpusat di Moronge, dibawah kekuasaan Kerajaan Tabukan. Kerajaan lain
disangihe yang mendapat sentuhan islam adalah kerajaan Kendahe. Raja
kerajaan kendahe pertama adalah anak Sultan Achmad dari philiphina,
memerintah thn 1600 1640. Raja Tabukan yang beragama islam adalah raja
Gadma. Utusan raja Gadma menegaskan kepada pemerintah spanyol di
manila bahwa mereka rela meninggalkan agama islam dan memeluk agama
kristen ( Meersman 1967 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan
merana).

Agama Kristen.
Misi Khatolik Portugis pertama yang tiba di Maluku adalah beberapa rahib
Franciscan yang mendarat di Ternate tahun 1522,kemudian berkembang pesat
sampai tahun 1570, di Ambon Lease, Bacan, Halmahera Morotai, TernateTidore, Banggai,Manado dan Sangihe. Hal ini terlaksana
atas usaha dari

Misionaris Jesuit, Franciscus Xaverius sejak


tahun 1546 selama 15 bulan
penginjilan. Sesudah tahun 1570 Misi
Roma Khatolik mulai mengalami
kemunduran akibat dari, dibunuhnya Sultan Hairun oleh Portugis.
Tahun 1563, pater Diego de Magelhaes membaptis raja Manado dan raja
Siau Possuma. Thn. 1566 raja Siau yang baru kembali dari pengungsian
ditemani
oleh misionaris
dari
Ternate Pater Mascarenhas. Akhir bulan
september 1568 raja Kolongan
meminta rohaniawan
di Siau
untuk
menerimanya menjadi Kristen. Tgl. 5 Oktober 1568, Pater Mascarenhas tiba di
pulau Sangihe, mengajar selanjutnya membaptis dan menikahkan beberapa
bangsawan di kerajaan Kolongan. Tahun 1563 adalah awal sentuhan Khatolik
di Siau.
Perkembangan
protestan
di pulau
berdasarkan buku Wilayah-2 zending
talaud, sebagai berikut :

sangihe
dapat di periodisasikan
kita, Zending dikepulauan sangi dan

Masa awal protestan (masa VOC)

Penyebaran Protestant Calvinis


Sangihe, setelah VOC merebut
adalah Ds. Pregrinus(1677) dan
pertama yang berkhotbah dalam

dimulai sejak Spanyol menarik diri dari


Tahuna pada tahun 1666. Pendeta mula-2
Ds. Cornelis de Leeuw, sebagai
pendeta
bahasa Sangihe (1680 - 1689).

Penyebaran agama Kristen Protestan mula-2 dilakukan oleh para pendeta


pegawai VOC. Tahun 1675
Pendeta J. Montanus mendapati bahwa jemaat-2 di
Manado sudah sangat lemah. Tahun 1677 VOC menetapkan Pendeta Zacharias
Cacheing di Manado. Sampai tahun 1700 tidak banyak lagi pendeta yang mau
datang ke Indonesia. Kekristenan pada masa VOC terjadi bukan karena
keimanan tetapi karena tekanan politik. (Prof.Dr.I.H.Enklaar.Sejarah gereja
ringkas,81,1966)
Tahun 1674-1675 adalah masa awal sentuhan protestan di pulau sangihe. Pada
masa itu Pendeta Franciscus Dionysius
dan
Pendeta Ishacus Huysman
berkunjung ke pulau Sangihe,kemudian sakit lalu meninggal dan dikuburkan
ditepi pantai, jalan menuju ke Angges. Thn. 1676 sangihe dikunjungi oleh
Pendeta. J.Montanus dan Pendeta Peregrinus. Tahun 1770 1853 Pendeta Josep
Kam Bertugas di Maluku dan dijuluki Rasul Maluku, pendeta ini
sering
melakukan kunjungan ke sangihe. Pendeta terakhir yang berkunjung ke
pulau sangihe semasa VOC adalah Pendeta J.R. Adams pada tahun 1789. 31
Desember 1799 VOC dibubarkan, sejak bubarnya VOC tidak ada lagi pelayanan
rohani
Masa NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap ) Perserikatan Pekabaran
Injil Belanda

Van der Kamp mendirikan NZG Tahun 1797. Tahun 1817 Pendeta Josep Kam
berkunjung ke Minahasa. Tahun 1819 Lenting berkunjung ke Minahasa. Pendeta
Josep Kam dan Ds. Lenting mendapati orang Kristen tidak ada pelayanan lagi,
lalu mereka melaporkan keadaan itu pada NZG di Belanda. Pada tahun 1822
atas laporan diatas maka NZG mengirim 2 orang berkebangsaan Swiss,
L.Lamers di Kema ( meninggal 1824 di Kema ) W. Muller di Manado (meninggal
1827 di Manado) Mereka meninggal karena penyakit Typus. Dalam pelayanan,
mereka mengalamai banyak hambatan dan tantangan terutama dari kalangan
turunan Eropa. Tahun 1827 pelayanan Manado diganti oleh Ds. G. J. Helendoorn
4 tahun kemudian tahun 1831 dikirim lagi 2 Orang pelayan yaitu : Johann
Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwars.
Tahun 1855, NZG mengutus S.D. van der Velde van Capellen dari Minahasa ke
Sangihe dan membaptis 5033 orang. Ketika itu S.D. van der Velde van Capellen
sedang bertugas di Tareran,Minahasa. Atas kujungan tersebut dilaporkanlah
keadaan jemaat Kristen sangihe yang terlantar kepada NZG. Oleh menteri
Jajahan, diberikan jawaban bahwa akan diutus 4 orang Zendeling-Werklieden
atau zendeling tukang. S.D. van der Velde van Capellen kembali lagi ke tempat
tugas di Minahasa sampai akhir hidup dan dikuburkan di lansot tareran tahun
1856.
Masa Zendeling werklieden ( zendeling tukang atau utusan tukang dalam
perhimpunan Pendeta tukang)
Komisi Zendeling tukang memulai pekerjaannya di Amsterdam tahun 1851 dan
mengutus pekerja injil di Indonesia. Komisi telah mengutus sembilan orang
kepulauan Ssangihe dan Ttalaud untuk melakukan penginjilan.
Usaha penginjilan ini dilakukan atas beberapa latar belakang diantaranya :
Kurang lebih 200 tahun pemeliharaan injil di sangihe terlantar.
Laporan Pdt. S.D. van Der Velde van Capellen tahun 1855 tentang
kemerosotan iman jemaat di Sangihe.
Karena kekurangan tenaga di Belanda, Komisi zendeling tukang mengambil
beberapa utusan
dari Jerman. Mereka yang diutus adalah : Carl W.L.M
Schroder, E.T.Steller, F. Kelling dan A.Grohe. Kelling dan Grohe ke pulau Siau.
Mereka tiba di Taghulandang 15 Juli 1875. Steller dan Schroder tiba di Manganitu
25 Juni 1857. Pengutusan zendeling tukang berakhir tahun 1858.
Masa Komite Sangihe dan Talaud (didirikan tahun 1887)
Pada masa ini tanggungjawab pemeliharaan iman di pulau sangihe dan
talaud ditangani oleh Komite Sangihe dan Talaud. Komite ini didirikan di
Belanda atas kerja sama dengan beberapa badan penginjilan. Komite hanya
bertanggung jawab membiayai perjalanan utusan injil sampai di Batavia,
sesudah itu diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda melalui badan
penginjilan yang ada di Manado. Utusan injil yang datang di sangihe dan
talaud diambil dari beberapa badan penginjilan.

Utusan injil baru tiba di Sangihe tahun 1888. Mereka yang diutus adalah : M.
Kelling,W.T.Vonk, J.C.G.Ottow. Tahun 1891, Siau menerima pekerja injil baru
yaitu : A.J. Swanborn,pada saat yang sama G.F. Schroder pindah dari Talaud
di pulau sangihe, dan Mr.K.G.F. Steller tiba di Manganitu 31 Mei 1899. Pada
tanggal 1 Juli 1904 pelayanan injil di serahkan lagi pada
komite untuk
pemeliharaan kebutuhan rohani jemaat kristen protestan pribumi. Menjelang
pertengahan tahun 1900, gereja kristen di sangihe menyatakan berdiri
sendiri, tidak terikat lagi oleh gereja negara.
SENI TARI DAN MUSIK SANGIHE
Penciptaan tari lahir sebagai bagian dari keperluan ritual atau upacara adat
dan kegiatan sosio kultural. Dalam tata kehidupan seperti itu rasa dan
semangat kebersamaan menjadi titik sentral.
( I Wayan Dibia,dkk. Tari
Komunal,2006)
Tari berkembang atas kerja sama dan rangsangan yang didapat dari musik,
seni rupa, sastera dan drama. Penciptaan tari tradisi sudah ada seiring
dengan lajunya sejarah. Masing-2 khazana tari tersebut mengalami perubahan
dan perkembangan. Satu sama lain dapat terjadi saling silang budaya atau
saling mempengaruhi.( Sumaryono Endo Suanda, Tari Tontonan, 2006)
Di sangihe, tarian merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, apakah
itu untuk keperluan ritual ataupun pertunjukan. Dalam mengekspresikan tari,
musik menjadi bagian didalamnya. Setiap bentuk tari mengalami perubahan
dari waktu ke waktu berdasarkan perkembangannya.
Terdapat beberapa tari-tarian asli sangihe yang masih ada dan sedang
dikembangkan yaitu, tari Gunde,tari Sese Madunde,tari Alabadiri,tari Dangsang
Sahabe,tari Bengko,tari Salo,tari Upase,tari Tambor dan tarian Ampa Wayer.
Substansi (isi) dasar tari, adalah gerak tubuh, karena itu tari adalah
perwujudan ekspresi secara personal. Tari lahir dari suatu sistim kebudayaan
yang berlaku didaerah masing-2 merupakan bentuk komunikasi antar manusia
yang lahir dari tatanan kehidupan. ( I wayan dibia,cs.Tari komunal,2006 ).
Tari dipertunjukan pada berbagai peristiwa, seperti yang berkaitan dengan
upacara (ritual) dan pesta untuk merayakan kejadian-2 penting.Tari telah
berperan penting dalam sistim sosial sejak zaman pra sejarah (Sumaryono,
Endo Suanda,Tari tontonan, 2006)
MUSIK DAN TARI LIDE.
Penelitian tentang musik ini telah dilakukan oleh banyak ahli dan pemerhati
lokal dan beberapa pakar etnomusikolog dari Indonesia maupun luar negeri.
Mengol adalah suatu kegiatan memainkan alat musik yang dinamakan
musik lide. Latar belakang permainan musik
ini adalah
sebagai media
penghubung manusia dan sang penguasa alam. Disamping memainkan musik
,terdapat satu orang perempuan yang menyanyi dengan isi syair pantun
(dalam bahasa sangihe disebut papantung, medenden). Musik lide terdiri dari

sekumpulan alat musik tradisional Sangihe yang dimainkan secara bersama


oleh penganut kepercayaan sundeng. Musik ini sudah ada bersamaan
waktunya dengan
kerajaan mula-2 di kepulauan sangihe tahun 1500 an.
Kesenian ini lahir sabagai bagian dari ritual msundeng.
Jenis alat musik lide
Musik lide terdiri dari beberapa jenis alat musik yang pada musik melodis
memiliki unsur 5 buah nada yaitu : do,re,mi,fa,sol.
Alat musik melodis atau alat yang mengantar melodi pada lagu.
Arababu dan alat penggesek.
Bansi, alat musik melodis
Alat musik ritmik.
Sasesaheng
Salude
Oli
Jenis lagu pada musik lide.
Musik lide terdiri dari 8 jenis irama lagu purba. Jenis irama lagu purba
yang masih ada dari antara 8 lagu purba adalah :
1. Lagung lide
2. Lagung laogho u lendu
3. Lagung elehu ake
4. Lagung sangi u wuala
Lagu yang sudah punah diantaranya adalah Ondolu Wango.
Hal ini disampaikan oleh nara sumber, pemain dan pembuat alat dikampung
Manumpitaeng bernama Umbure Kalenggihang. Menurut bapak Malomboris
(pemerhati
music
lide dari kampung
Manumpitaeng) lagu yg
sudah
dinyatakan punah masih dapat dimainkan oleh Bapak Umbure tetapi belum
saatnya diajarkan. Hal ini mungkin berhubungan dengan sitem pewarisan
pada Agama Sundeng. Menurut bapak Malomboris, pemerhati budaya lide dari
Manumpitaeng mengatakan bahwa selain lagu, terdapat juga tari pada ritual
sundeng yang sudah dinyatakan punah, tari tersebut bernama Tari lide.
Jenis irama lagu, pengembangan dari lagu purba diantaranya adalah :
1. Lagung bowong buas
2. Lagung balang

3. Lagung sahola
Setiap jenis lagu memiliki latar belakang penciptaan yang berbeda. Yang
unik dari irama musik lide yaitu : irama musik lide sudah diturunkan secara
turun-temurun tanpa perubahan secara
signifikan. Perbedaan musik lide
hanya terdapat pada tempat dimana musikc itu dikembangkan. Irama lagu
musik lide di daerah sekitar Pulau Mahumu hanya menggunakan 3 irama
lagu
sementara di daerah lain menggunakan 4 irama lagu. Musik lide
merupakan paduan dari beberapa jenis alat musik seperti : Oli, Bansi,
Arababu, salude dan Sasesaheng yang dimainkan secara bersamaan menjadi
sebuah ansambel. Permainan music ini sering juga di padukan dengan
vocal / suara manusia. Syair lagu yang dinyanyikan kebanyakan bertema
permintaan yang memilukan, hasil dari penderitaan yang berkepanjangan.
Pada perkembangan salanjutnya Musik lide mulai dipadukan dengan gong
atau dalam bahasa sangihe disebut Nanaungang. Kegunaan gong adalah
pengendali tempo lagu.
Filosofi dan pemaknaan lagu purba pada music lide.
Dari keempat jenis lagu yang ada, pada dasarnya mempunyai nuansa
kepedihan. Lagu lide merupakan lagu inti atau lagu pembuka yang dapat
menyertai penyembahan agar cepat sampai kepada sang penguasa alam
dalam bentuk permohonan. Lagu Elehu Ake : mengetengahkan tentang
bentuk permintaan dan permohonan seperti air yang mengalir. Lagu Sangi U
Wuala : arti sangi u wuala adalah Tangisan Buaya. Dimasa lalu masyarakat
sangihe meyakini adanya Upung (leluhur) Manusia dan Upung (leluhur) Buaya.
Upung buaya berjalan dengan dua kaki menggunakan ikat kepala merah.
Upung buaya ini memiliki kekuatan yang sangat sakti sehingga apa yang
dia minta harus diberikan. Jika permintaannya tidak dipenuhi maka akan ada
korban yang ditelan. Lagu sangi u wuala berkisah tentang ancaman terhadap
kehidupan manusia yang
digambarkan sebagai rupa Buaya. Ancaman
tersebut telah membawah umat pada kesedihan yang berkepanjangan.Lagu
Laogho u lendu,lagu lendu diambil dari nama salah satu jenis burung yang
hidup di sangihe. Burung ini adalah satu-satunya burung dalam kehidupan
budaya sangihe yang dianggap sebagai perpanjangan tugas penguasa alam.
Tugas burung lendu yang paling utama adalah ating tanda tentang
kematian kerabat terdekat. Selain lendu ada juga kaliyaow yang meberi
tanda akan kehadiran kerabat dekat dari tempat jauh.
Salah satu bentuk lagu pada musik lide
Tarian yang diiringi musik lide.
Tari lide sebagai bagian dari ritual msundeng. Merupakan tarian purba yang
sudah punah. Tari ini dilakukan dalam tahapan menal, (menal adalah
memberi makan, wawancara : G. Makamea,2008) dilakukan untuk mengantar
roh perempuan muda yang dikorbankan kepada sang pencipta).

Tari lide ditarikan


oleh perempuan, penari mengelilingi korban dalam
kelompok tari, dan menari sesuai
gerakan masing-2 yang imajinatif dan
spontan. Gerakan dasar tari, tangan di goyang dan kaki disentak-sentakan ke
tanah sambil mengelilingi korban. Dasar dari tari lide adalah tari tunggal
yang ditarikan bersama.Dilihat dari unsur tari maka tarian ini dikelompokan
sebagai tari komunal. Tari komunal adalah suatu peristiwa pertunjukan tari
yang melibatkan masyarakat besar. Tari komunal mengandung prinsip
semangat kebersamaan, rasa persaudaraan atau
solidaritas terhadap
kepentingan bersama.
Lambat laun konsep kebudayaan semakin mengalami perubahan. Setelah
masuknya
agama
Islam dan
agama Kristen di kepl. Sangihe
maka
pengorbanan manusia diganti dengan binatang berupa babi. Seekor babi
dengan persyaratan yaitu babi tambun besar berwarna hitam keseluruhan
dari unjung kepala sampai ujung kuku. Pengorbanan binatang kemudian
diganti lagi dengan sajen berupa ketupat jenis bebatung kambing, salah satu
jenis ketupat dari 16 jenis ketupat sangihe.(wawancara : Makamea 2006)
Ketupat kemudian diganti lagi dengan nasi kuning yang disajikan diatas
piring besar yang disebut dulang. Populasi pelaku musik lide asli dan
medenden tinggal satu orang.
KESENIAN M"BAWALAS"
Mtaggongong identik dengan mbawalas sambo.
Alat
musik
yang
adalah gendang.

digunakan

dalam permainan musik mtagonggong

Dimasa lalu, permainan musik tagonggong dijadikan sebagai pengiring


kegiatan mesambo atau mbawalas sambo, tari gunde dan upacara
adat. Pengaruh kebudayaan import dan saling berpengaruhnya budaya sendiri
menjadi bagian dari perjalanan panjang budaya mebawalase kantari.
Dari
cerita lisan dan beberapa folklore sangihe tentang Makaampo,
memberikan gambaran kemahiran leluhur orang sangihe dalam berpuisi dan
berpantun. Berpantun adalah bagian umum dari budaya nusantara yaitu
mengucapkan syair 2 dalam bentuk percakapan yang memiliki arti dan
harus dibalas sesuai permintaan syair sebelumnya. Pantun dilakukan secara
berbalas-balasan antar dua orang atau dua kelompok.
Pantun,mantera,tinggung-tinggung adalah
sastera lisan tertua di sangihe
yang diajarkan secara turun temurun. Mantera mengalami perubahan isi
sejak masuknya Islam dikepulauan sangihe. Pantun tidak mengalami
perubahan isi melainkan mengalami perubahan cara penyajian. Tinggungtinggung atau teka-teki pertama kali mendapat respons masyarakat di Istana
kerajaan tabukan. Dikemudian hari kegiatan berbalas
syair muncul dalam
bentuk berbeda yaitu disajikan dengan iringan musik tagonggong. Syair
lalu dilantukan bernada penthatonik dan dibalas oleh orang lain. Sambil

melantunkan sambo setiap


yang diinginkan.

orang harus memukul tagonggong

sesuai irama

Ada tiga unsur penting dalam mbawalas sambo yaitu : mtagonggong,


msambo,mbawalas. Inti dari kesenian ini adalah mbawalas. Setiap
lawan sambo harus mampu
menjawab
atau
membalas syair
yang
disambokan. Kalau tidak maka akan dianggap kalah. Berdasarkan cerita
dari kampung dagho, kalamadagho dan pananaru bahwa pulau sambo yang
ada di pantai kalamadago terlempar akibat permainan tagonggong dan
sasambo seorang yang sakti. Sampai saat ini, pulau tersebut dinamakan
pulau sambo.
Dimasa lalu,
setiap sambo
yang dilantunkan memiliki
kekuatan magic yang dapat membunuh orang.Bentuk lagu sambo terdiri
dari : lagung balang,lagung sonda, lagung sasahola,lagung duruhang, dan
lagung bawine.
Setelah masuknya bangsa eropa, kesenian mbawalas melahirkan bentuk
baru yaitu saling berbalas lagu atau mbawalas kantari. Lagu-lagu yang
dinyanyikan
mendapat
sentuhan
diatonis eropa yaitu
nada
do,re,mi,fa,sol,la,si.
Pada awalnya, kesenian mbawalas kantari dilaksanakan pada kumpulan
keramaian
sebagai
pertunjukan
rakyat
dalam
acara-acara
hayatan,
pernikahan dan kematian. Proses mbawalas kantari mula-mula adalah
seseorang berdiri sambil menyanyi lalu diikuti oleh peserta yang hadir sambil
menunjuk satu demi satu orang yang hadir ketika lagu berhenti, dengan
sendirinya orang yang tertunjuk bersamaan dengan akhir lagu harus berdiri
menggantikan orang yang sedang berdiri. Kesenian ini kemudian disebut
tunjuk.
Kesenian mbawalas kantari menemui persimpangan sejak masuknya injil
di tanah sangihe. Pada saat itu lahir bentuk paduan suara gereja yang
disebut Zangvereeninging yang diambil dari kata dasar zang (bahasa
belanda) yang berarti nyanyian. Di manganitu kelompok
paduan suara ini
berkembang sejak akhir tahun 1800 dengan sebutan sampregening. Diawal
tahun 1900 Nn. C.W.S. Steller menawarkan diri menjadi pelatih sampregening
jemaat kristen Paghulu.
Lambat laun kesenian eropa ini
terinkulturasi dengan kesenian tunjuk.
Kemudian muncul kesenian masamper yang merupakan persilangan antara
paduan suara gereja dan kesenian tradisional. Pengistilahan sampri sebagai
paduan suara masih digunakan sampai tahun 1960-an. Bersamaan dengan
itu sudah muncul istilah samper yang menggantikan istilah tunjuk pada
kegiatan mebawalas kantari.
Kesenian
tradisional
adalah seni budaya yang
sudah
sejak lama
temurun,telah hidup dan berkembang pada suatu daerah tertentu ( Okka
A.Yati dalam M.M.Bawelle, Pengaruh
Partisipasi
Sponsor terhadap
pengembangan seni masamper di kecamatan malalayang kotamadya manado,
Skripsi,1998)

Masamper mula-mula berasal dari bahasa belanda Zang sfeer yang artinya
menyanyi bersama
dalam
suasana tertentu. Masyarakat
sangihe
menyebutnya Samper dan mendapat pengaruh imbuhan me menjadi
mesamper. ( Taman Budaya, Rumusan hasil sarasehan masamper, 15 0ktober
1992 dalam M.M.Bawelle, Pengaruh
Partisipasi
Sponsor terhadap
pengembangan seni masamper di kecamatan malalayang kotamadya manado,
Skripsi,1998)
Unsur utama Masamper adalah : unsur musik vokal,unsur gerak,unsur
mebawalase atau
berbalas-balasan. Menggunakan
nada
diatonik
dan
dinyanyikan seperti paduan suara / koor. ( M.M.Bawelle, Pengaruh Partisipasi
Sponsor terhadap pengembangan seni masamper di kecamatan malalayang
kotamadya manado, Skripsi,1998)
Di Indonesia hanya ada dua bentuk paduan suara tradisional yaitu paduan
suara tradisional batak dan masamper dari sangihe. Masamper terbentuk dari
beberapa babakan berdasarkan jenis lagu yang dinyanyikan.
Lagu pertemuan atau perjumpaan.
Pada jenis lagu ini
hanya dapat dinyanyikan lagu yang bertemakan
perjumpaan dalam suatu acara hayatan seperti perkawinan dan kematian.
Jenis lagu ini mengalami perubahan dengan tema lagu perjumpaan secara
umum.
Lagu rohani / pujian
Pada jenis lagu ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang bertemakan rohani.
Termasuk aktifitas religius agama sangihe maupun agam kristen.

Lagu-lagu bertemakan kepahlawanan


Pada jenis lagu ini
hanya dapat dinyanyikan lagu
kepahlawanan pahlawan sangihe. Tetapi
kemudian
perkembangan muncul tema kepahlawanan nasional.

yang bertemakan
seiring
dengan

Lagu-lagu bertema sastera sangihe.


Pada jenis ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang bermakna dan bernilai
sastera tinggi, tidak boleh menggunakan kosa kata bahasa sangihe seharihari.
Lagu percintaan
Pada jenis lagu ini mengambil tema cinta dan kasih sayang orang tua
kepada anak, anak kepada orang tua, kepada sesama,kepada teman dan
sahabat, kepada orang dewasa yang akan dan saling bercinta (pacaran),
problema cinta muda-mudi,problem rumah tangga.
Lagu perpisahan

Babakan ini adalah babakan yang paling terakhir dimana acara msamper
sudah selesai.Berakhirnya msamper ditandai dengan tidak ada lagi
kelompok yang mampu membalas lagu terakhir.
Dimasa lalu kegiatan msamper dapat diselenggarakan selama 24 sampai 48
jam. Hal ini bisa terjadi apabila kelompok yang ikut dalam msamper
memiliki banyak perbendaharaan lagu. Hal yang menarik dimasa lalu, karena
kehabisan
lagu seorang
pangataseng (pemimpin
msamper) dapat
menciptakan lagu pada saat kegiatan msamper sementara berlangsung.
Meskipun lagu lagu masamper banyak menggunakan lagu lagu tahlil dan
mazmur, tetapi ditahun 1800, budaya masamper adalah budaya umum
sangihe. Hal ini terbukti dengan banyaknya kaum muslim yang ikut dalam
kegiatan tunjuk. Mereka mengetahui banyak lagu-lagu kristen. (penjelasan
bpk. Luqman Makapuas dan beberapa tua kampung di Tabukan Utara) Sejak
munculnya sampregening maka kebudayaan masamper lebih identik dengan
kristen.
Tahun 1980-an, masamper mulai dilombakan dalam berbagai kegiatan.
Menjelang
tahun 1990-an nilai-nilai asli
masamper berubah
dengan
munculnya grup-grup masamper modern yang tujuannya mengarah kepada
kegiatan komersial.. Nilai positif dari munculnya grup masamper komersial
adalah semakin meluasnya pengenalan akan
budaya sangihe
ke seluruh
Indonesia.
Selain beberapa seni musik yang sudah dijelaskan, Masayarakat sangihe juga
mengenal beberapa permainan musik lain seperti: musik tunta, musik bambu
melulu, musik puhe dan music orkes. Musik orkes
adalah satu bentuk
ansambel music yang diwariskan sejak masa Spanyol.
TARIAN SANGIHE
Masyarakat sangihe telah mengenal tari sejak zaman pra sejarah. Dimulai
dengan lahirnya tari lide dalam upacara sundeng. Tari lide kemudian berubah
karakternya menjadi msalai (salai dalam bahasa sangihe artinya menari).
Konseptual tari sangihe pada awalnya dilakukan dalam upacara sundeng
yang merupakan bagian dari keutuhan teatrical upacara dimana terdapat
berbagai macam kesenian yang ditampilkan dan setiap orang melakukannya
berdasar peran masing-masing. Msalai memasuki bentuk baru yaitu :
pementasan secara spontan dalam acara-acara keramaian. Msalai yang
berakar dari tari lide ditarikan oleh sekelompok orang dengan peran tunggal
disertai gerakan dan ekspresi spontan, tanpa dibentuk sebelumnya. Konsep
utama tari ini adalah gerakan bebas dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan. Tari ini mengalami perubahan-perubahan sampai muncul tarian
Gunde.
Berdasarkan fungsi dan perannya dalam
sangihe dikelompokan dalam dua bagian
Rakyat.

kehidupan sosial, tari - tarian


yaitu ; Tarian Istana dan Tarian

Tarian Istana
Tari Gunde
Pada awalnya
tarian gunde ditarikan secara
perorangan dikampungkampung oleh para wanita yang masih perawan pada upacara perkawinan
yang menggambarkan kesucian seorang wanita sangihe. Gunde dalam
bahasa sangihe berarti lambat. ( A. Takaonselang-Manganitu,wawancara.
2006).
Pada suatu masa masuklah kesenian ini menjadi bagian dari kesenian
Istana dikerajaan Manganitu. Penari dipilih dari penari-penari terbaik di tiap
kampung. Gerak dasar tari gunde teradaptasi dari tari lide. Mulanya tarian
ini dipentaskan sebagai tarian hiburan untuk raja, kemudian berubah
fungsinya menjadi tarian penjemput tamu penting kerajaan yang dilakukan di
depan istana. Seiring perkembangan waktu, ada beberapa penari gunde
istana lalu menjadi selir raja. Persebaran penari gunde meliputi semua
wilayah kerajaan Manganitu.
Tari Rangsang Sahabe dan Tari Alabadiri.
Tari ransa / rangsang sahabe atau dangsang sahabe adalah tari yang tercipta
dari sebuah sayembara. Tarian ini lahir dari lingkungan istana kerajaan
tabukan tahun 1700.Pada saat itu terjadi kefakuman jabatan raja setelah
Raja Don Fransiskus Yuda I mengakhiri
jabatannya. Untuk
mengisi
kekosongan jabatan maka di persiapkanlah satu lomba khusus kepada
dua
orang calon pengganti raja. Dua orang tersebut adalah Dalero dan
Pandialang. Lomba yang disiapkan adalah lomba dayung (dorehe) . Jalur yang
ditempuh mulai dari Salimahe sampai ke Punge ( pulau beng laut).
Kompetisi itu terjadi kira-kira tahun 1720 dan
dimenangkan oleh Dalero
dengan kecurangan. Dari kemenangan itu dalero berhak menduduki tahta
kerajaan. Nama lain dari dalero
adalah Markus Jakobus Dalero. Untuk
memperingati kemenangan tersebut,
dalero
menciptakan
tari
yang
dinamakan tari Alabadiri. Pandialang hanya menduduki jabatan Jogugu di
Sahabe. Pandialang yang kecewa, lalu menciptakan satu tarian tandingan
yang disebut Rangsang Sahabe. Secara umum tari alabadiri dan ransang
sahabe memiliki kesamaan.
Tari alabadiri, dapat dikelompokam sebagai bentuk tarian teatrikal. Penari
membawakan peran dari sebuah cerita dalam bentuk gerak tari. Tari
alabadiri terbentuk dari 10 tahapan dengan konsep tari dan cerita yang
berbeda. Tari
alabadiri menggunakan beberapa properti pendukung tari
seperti ; kulubalang,kaliau,tokoting,sinsing,sondang. Tarian ini khusu dimainkan
oleh laki-laki diiringi tambor (bukan tagonggong) dan dipimpin oleh seorang
pangataseng dan dua kapita.
Tahapan tari alabadiri adalah :
Penghormatan kepada penonton (pembukaan)

Gerakan dengan alat kulubalang (tongkat berhias)


Gerakan dengan alat tokoting (cambuk dari rotan)
Gerakan dengan alat sinsing (cincin)
Gerakan dengan alat sondang ( pisau kecil)
Gerakan mesalai (menari-nari)
Gerakan memainkan kaliau (perisai) ke telinga
Gerakan memainkan kaliau (perisai) ke lutut
Gerakan mangaemba (terbang seperti burung)
Penghormatan kepada penonton (penutup)
Filosofi utama tarian ini bermakna tunduk dan patuh pada penguasa.
Tari Upase, adalah tarian yang menggambarkan kesiapan pengawalan raja
dalam setiap peperangan. Tarian ini disebut juga Opase.
Tari Bngko, adalah tari yang diadaptasi dari peran prajurit kerajaan
Tabukan dalam mengawal raja. Tari ini menggambarkan kesiapan pasukan
perang dalam menghadapi musuh. Dalam bahasa sangihe, bengko berarti
tombak.
Tari Kabasaran Tambor. Tarian ini menggambarkan semangat perang, yang
disampaikan melalui pukulan-pukulan tambor. Diperkirakan bentuk kesenian ini
teradaptasi dari kesenian eropa. Tarian ini sudah punah dan tidak pernah
lagi dimainkan.
Tarian rakyat
Tari Salo
Salo berarti mengamuk. Tari salo adalah bentuk tarian purba yang dilakukan
dalam upacara sundeng sampai masuknya bangsa eropa di Sangihe. Prosesi
salo dilakukan dengan cara mengelilingi korban persembahan berupa babi.
Diiringi bunyi-bunyian musik etnik sangihe sambil menikam babi yang
tergantung di pohon. Tari salo lahir sebagai ekspresi perang antara kebaikan
dan kejahatan dalam kepercayaan sundeng (G, Makamea,dan masyarakat
disekitar tempat upacara, wawancara, 2006) Tari salo yang dulunya bagian
dari kegiatan ritual adat kemudian menjadi bagian dari tari pertunjukan
rakyat. Biasanya tari ini diperagakan saat ada kunjungan tamu terhormat
atau dalam acara tulud. Selain salo terdapat juga tari upase,tari
bengko,tari alabadiri dan dangsang sahabe yang menggambarkan semangat,
dalam bentuk tari theater. Tari salo adalah tarian rakyat sedangkan tari
upase,tari bengko,tari alabadiri dan dangsang sahabe adalah tarian istana
Tari Ampa wayer

Di era tahun 1940 an, lahir sebuah kesenian rakyat baru,yang disebut
ampa wayer. Kesenian ini adalah kesenian rakyat yang muncul dari
kepulauan Siau. Kesenian ini merupakan adaptasi dan perpaduan dari
kesenian eropa dengan kesenian setempat. Tarian ini sudah
berkembang
sejak masa
penguasaan
spanyol di
kerajaan
Siau dan menemukan
identitasnya menjelang berakhirnya perang dunia ke - II. Ampa wayer adalah
gerak tari kelompok yang dipimpin oleh seorang kapel. Gerakan tari terbentuk
berdasarkan irama musik pengiring . Pada dasarnya, inti dari kesenian ini
adalah tarian muda-mudi yang ditarikan secara spontan dalam kumpulan
keramaian sebagai bentuk ekspresi kebebasan dan kemerdekaan.
Tari Mdunde.
Tari ini berkisah tentang latar belakang lahirnya pulau siau. Sepintas, cerita
dalam tari ini mirip dengan kisah Tumatenden dari Minahasa Utara dan kisah
Joko Tarub dari jawa. Cerita dalam tari ini mengisahkan perjodohan antara
seorang
laki-laki
bernama Mdunde dengan
seorang
bidadari dari
khayangan. Awal kisah, medunde seorang yang pintar berpuisi suatu ketika
memasuki hutan untuk mencari burung. Tetapi dia justru bertemu dengan
seorang bidadari yang sedang mandi bersama 9 orang saudaranya.Salah satu
dari bidadari itu yang kemudian menjadi isterinya. Dari pernikahan itu lahir
dua orang anak bernama
pahawon sulug dan kanawoeng (kanawoeng
bergelar pahawontoka). Siau diambil
dari kata sio (sembilan) dari kisah
sembilan bidadari dan Mdunde (buku toponimi,............sudin kebudayaan
dinas diknas, 2006)
Tari Kakalumpang
Tari ini berkembang sejak masa kekuasaan VOC di sangihe yang dipadukan
dengan aktifitas masyarakat. Latar belakang ceritanya adalah : Ternate
sebagai perpanjangan tangan VOC mengklaim kekuasan atas sangihe,
sehingga rakyat sangihe
harus
memberikan upeti kepada kesultanan
ternate.
Upeti yang diberikan berupa minyak kelapa. Dari kegiatan mencukur kelapa
inilah lahir
kesenian
Mkakalumpang. Tari kakalumpang juga mendapat
sentuhan maluku dengan tari gaba-gaba.
Masih banyak kesenian sangihe yang tidak dapat dikembangkan seperti : Seni
mebowo dan seni meganding.Seni mebowo, adalah bentuk seni yang dilakukan
dalam bentuk nyanyi untuk menidurkan bayi dalam ayunan.
Pengungkapan lagu hanya dengan syair yang bermakna puitis.
Selain beberapa kesenian
yang sudah dipaparkan sebelumnya,juga
terdapat kesenian Islam asli sangihe yaitu : Hadrah mangut, Samrah dan
Turunan. Semua jenis kesenian Islam sangihe, pada awalnya lahir dan
berkembang di Tabukan kemudian menyebar ke seluruh daerah yang
berpenduduk muslim.

SENI RUPA SANGIHE


Seni rupa
adalah ungkapan
gagasan atau perasaan yang
estetis dan
bermakna yang diwujudkan melalui media, titik, garis, bidang, bentuk, warna,
tekstur, dan gelap terang yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu.
Ekspresi karya sani rupa disangihe sudah dilakukan dari saman pra sejarah
seperti lukisan didinding goa, gerabah dll. Penciptaan karya seni rupa di
dominasi oleh karya seni pakai dalam bentuk kerajinan. Yang termasuk
karya seni rupa sangihe diantaranya : Pembuatan
tekstil termasuk
didalamnya busana atau pakaian orang sangihe,kerajianan anyam,arsitektur
bangunan, ragam hias,pembuatan perahu. Semua aspek penciptaan karya
seni rupa sangihe didasari oleh aktifitas tradisi.
Ragam Hias sangihe
Sejak masa prasejarah, suku sangihe sudah mengenal dan menggunakan
ragam hias. Ragam hias tertua ditemukan pada gerabah atau perlengkapan
dapur manusia
purba yang oleh para ahli diperkirakan
berumur 5000
tahun.
Dibawah ini
adalah ragam hias yang dimodifikasi
teknik cukil dan tekan (membutsir) pada gerabah.

dari ornamen dengan

Persebaran gerabah terbanyak dengan motif seperti ini


Talaud,juga di temukan dibeberapa gua karang di sangihe.

di temukan

di

Ragam hias ini di kelompokan dalam tipe Raramenusa.


Selain ragam hias
tipe raramenusa terdapat juga ragam hias lain
berdasarkan desain dari K.G.F Steller. Ragam hias sangihe digunakan untuk
berbagai macam kerajinan seperti pada pembuatan tikar (sapie/tepih), kain
pembatas ruangan ,kain alas tempat tidur,ukiran kawila (tempat sirih).
Tekstil
Kerajinan yang berhubungan dengan tekstil di kepulauan sangihe sudah
diproduksi sejak lama, seperti pembuatan kain,tirai pembatas ruangan,alas
meja, kain untuk alas tempat tidur dan pakaian.
Tenun kain
Tenunan masuk kewilayah Nusantara bersamaan dengan masuknya bangsabangsa yang sudah mengenal perunggu dan besi.Mereka memperkenalkan
alat tenun sederhana
yang diikatkan pada tubuh dengan nama
Gedogan.Tenunan
ini
menggunakan
susunan
benang
lungsi
yang
berkesinambungan. Jenis - jenis serat yang ditemukan di Indonesia sebagai
bahan dasar tenun adalah : serat rami, lontar,raffia,abaca dan serat nenas.
Di Sangihe, benang tenun terbuat dari serat Abaca (musa textilis atau musa
mindanesis ) sejenis pisang pisangan dalam bahasa sangihe disebut koffo atau

hote. Tanaman hote ini dikenal juga dengan nama Manila Hemp. (Cut Kamaril
Wardhani,Ratna Panggabean,Tekstil,2005).
Motif - motif hiasan tenun di Indonesia mendapat pengaruh dari china, india
dan arab. Selain sebagai busana, kain digunakan dalam berbagai aktifitas
kehidupan manusia seperti upacara keagamaan dan mas kawin. (Ensiklopedi
Indonesia)
Suku sangihe mengenal beberapa teknik pewarnaan kain menggunakan
bahan alam sekitar. Warna merah, ungu, kecoklatan menggunakan kulit
batang bakau ( Mangrove) dan Seha atau mengkudu ( Morinda citrifoia)
Tanaman bakau dan mengkudu tersebar di seluruh desa di pulau sangihe
besar.Warna merah dari kesumba. Dari bukti kain yang ditemukan melalui
efek warna yang tersisa dari kain kain tua tidak ditemukan teknik
pewarnaan menggunakan warna kuning. Warna-warna yang nampak pada
kahiwu tua adalah merah,ungu,kecoklatan, coklat muda yaitu warna asli hote.
Aktifitas tenun sangihe mengalami kemunduran mulai dari tahun 1889. Pada
saat itu pohon pohon pisang abaca dipotong atas perintah pemerintahan
colonial belanda dan diganti dengan kapas, tebu dan tembakau. Kerajiann
tenun bertahan sampai tahun 1994 dengan dikirimnya seorang pengrajin asal
kampung Lenganeng ke Jakarta. Meskipun demikian, sampai saat ini disetiap
desa masih memiliki satu sampai tiga orang yang boleh menenun kain koffo.
Alat - alat tenun masa lalu masih dimiliki oleh pengrajin dibeberapa desa
seperti, Manumpitaeng, Lenganeng Batunderang.
Tahun 1898, kerajaan Tabukan mengirim kain koffo di Manado atas pesanan
para orang kaya.Tahun 1924 kerajaan Tabukan mengadakan pameran kain
koffo di Pekalongan dan mendapatkan penghargaan Erediploma. Tahun 1926
raja Tabukan berpameran di Manado mendapatkan
penghargaan tembaga.
Ditahun yang sama kain koffo di pamerkan di Jogyakarta.
Selain memproduksi kain tenun (kahiwu), suku sangihe
juga mampu
membuat busana atau pakaian. Secara umum pakaian laki-laki disebut bal,
pakaian perempuan disebut laku tepu, kemeja disebut ( baniang ). Alat yang
digunakan untuk menenun kain disebut Kahiwuang.
Dalam kehidupan sehari hari suku sangihe dimasa lalu, pakaian dapat
menenunjukan perbedaan status social. Ada pakaian yang digunakan di
kalangan istana dan para bangsawan dan ada juga yang digunakan oleh
masyarakat biasa. Secara umum model pakaian bangsawan dan pakaian
rakyat biasa tidak jauh berbeda. Yang membedakan adalah teknik pewarnaan
dan atribut atau asesoris yang digunakan. Sejak masuknya bangsa eropa di
kepulauan sangihe, pakaian dan asesoris mengalami perubahan model dan
fungsi dalam kehidupan bermasyarakat.
Pakaian wanita

Laku tepu

Laku tepu seorang perempuan Manganitu,1920-a

Model Konde
Konde dalam bahasa sangihe disebut boto. Model Konde yang digunakan oleh
perempuan sangihe pada umunya berbentuk boto pusige. Bentuk
konde
terdiri dari dua macam yaitu : konde untuk ampuang di rangkai tepat di
ubun-ubun dan konde umum berada dipusar kepala.
Pakaian laki-laki baniang (kemeja) dan laku bali
Model poporong
Dalam bahasa sangihe, penutup kepala adalah poporong.Penutup kepala
telah memberikan batas pada kedudukan orang sangihe dalam pergaulan
sehari-hari, karena status social dan kedudukan orang sangihe tergambar
pada penggunaan dan bentuk poporong.
Kerajinan tangan (handycraft)
Kerajinan rakyat yang mendominasi pekerjaan rumah tangga masa lalu
adalah pembuatan anyaman. Anyaman sangihe memiliki cirri khas khusus
dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi utara. Tidak diketahui kapan
orang sangihe mulai menganyam. Anyaman sudah menjadi bagian seharihari dalam kehidupan orang sangihe. Kebanyakan dari hasil kerajinan
anyam
dibuat
untuk benda
pakai, seperti tikar,
bika,tempat
buah,keranjang,perangkap ikan dan lain-lain.
Selain anyaman, orang sangihe juga memproduksi gerabah atau tembikar (dari
bahan tanah) dan alat-alat yang dibuat oleh pandai besi. Aktifitas pekerjaan
pandai besi sudah dilakukan sejak masa Makaampo. Pendapat lain juga
mengatakan bahwa produksi pandai besi dimulai abad ke 15. Alat yang
dihasilkan oleh pandai besi tujuannya sebagai benda pakai yang digunakan
di rumah,perkebunan maupun untuk berperang. Orang yang ahli dalam
menempah besi disebut kipung.
Masyarakat sangihe juga mengenal seni teatrikal. Kesenian ini berkembang
di daerah kuma
yang dinamakan Gagaweang. Kesenian ini ditampilkan
setahun sekali setiap akhir tahun. Teknik pergelarannya dalam bentuk parade
keliling kampung dengan pakaian dan atribut kerajaan. Komposisi barisan
berdasarkan peran sebagai berikut : Barisan terdepan adalah Raja yang
diikuti oleh bawahannya mulai dari Bobato,Jogugu,Kapiten laut,Mayore,Hukum
Mayore,Sadaha, Kapita,Kumelaha,Sawehi (dukun),Mihinu ( Tukang
palakat).
Setelah selesai berkeliling kampung para peserta makan bersama di rumah
tua adat atau kapitalaung, sebelum makanan ini dimakan bersama, harus
dicicipi oleh orang yang berperan sebagai sadaha. Dengan maksud
mengetahui apakah makanan tersebut beracun atau tidak.
( Informasi, Bpk. Derek Lahunduitan,Kuma November 2009)
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Orang sangihe adalah satu-satunya suku pelaut di utara Indonesia. Nenek


moyang orang sangihe sudah mengarungi lautan luas ke timur sampai ke
halmahera dan papua, keselatan sampai ke pulau jawa dan sampai ke luar
nusantara yaitu ke china.
Yang pasti, pulau-pulau ini sudah sejak penemuan Ferdinand Magelhaes
dalam tahun 1512, telah berhubungan dengan dunia barat ,juga
oleh
penangkap ikan paus dari amerika.Orang china dan orang arab sudah sejak
dahulu mulai berdagang dengan penduduk dan kawin dengan wanita pribumi.
Sebagai pelaut yang berani penduduk pulau ini sejak berabad abad lalu
merantau dengan perahu-perahu mereka ke berbagai bagian kepulauan
hindia. Pieter Alstein dan David Haak dalam laporan kunjungannya ke Talaud
menulis bahwa penduduk dengan perahu-perahu sendiri berlayar ke
Batavia,Malaka,manila dan Siam. (D.Brillman,Zending dikepulauan sangi, dan
talaud.terjemahan GMIST)
Perahu Sangihe
Kemampuan membuat atau merancang berbagai perahu sudah dimiliki sejak
nenek moyang. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh suku lain di Sulawesi
utara. Bahkan sampai saat ini, beberapa kapal yang digunakan sebagai
angkutan laut pada jalur pelayaran philiphin,talaud,manado,bitung, halmahera
diproduksi oleh orang sangihe yang bukan ahli perkapalan secara akademisi.
Perahu merupakan sarana vital yang menghubungkan beberapa pulau di
kepulauan sangihe. Tanpa perahu, perekonomian sangihe akan menjadi
pincang. Setiap kampong pesisir memiliki ahli membuat prahu. Kegiatan ini
sudah menjadi bagian dari adat sangihe. Dari budaya
membuat perahu
kemudian muncul ritual tua menondo sakaeng atau menurunkan perahu.
Perahu sangihe sudah dikenal secara luas sejak masuknya spanyol di Sangihe.
Perahu sangihe
sering digunakan sebagai armada perang diantaranya
sebagai armada perang laut antara portugis dan voc di tondano. Perahu
tertua sangihe adalah bininta atau tumbilung, kemudian muncul perahu korakora,konteng,londe dan bolotu, termasuk diantaranya perahu untuk lomba
dayung.
Penggunaan perahu dalam aktifitas sehari hari berbeda fungsinya. Perahu
sangihe digunakan untuk manangkap ikan,berlayar antar pulau dekat,antar
pulau yang jauh,armada perang,sebagai tumpangan raja,sebagai perahu
raja,perahu pengawal raja,perahu tempur,perahu tambangan (bolotu) perahu
ini digunakan apabila perahu kora-kora tidak bisa merapat kepantai dan
perahu lomba. Sealain perahu pakai terdapat juga miniature perahu yang
digunakan dalam upacara menahulending banua yang disebut lapasi. Perahu
tersebut berguna untuk membawa penyakit dan semua kesialan manusia
didarat dan dibuang bersama dengan miniature perahu kelaut.

Beberapa model perahu berdasarkan desain K.G.F. Steller dalam buku

Sangirees nedherlands woordenboek dari model yang sebenarnya dan di


modifikasi untuk disesuaikan oleh Alffian Walukow.
Perahu Bininta
Grafland dalam buku Minahasa masa lalu dan masa kini (terjemahan Jost Kulit)
menulis bahwa sudah ada perahu sangihe yang berlabuh di pelabuhan
manado tahun 1800 dengan nama perahu Kora-kora dan tumbilung. Perahu
tumbilung sama
dengan
bininta tetapi tumbilung menggunakan
tiga
bahateng.
Perahu
sangihe.

kora kora,

perahu

ini

adalah

perahu

kenegaraan raja-raja

Perahu jenis londe dan perkembangannya


Perahu konteng
Perahu ini adalah perahu
daerah bawahan

yang digunakan

raja

dalam kunjungannya ke

Nenek moyang orang sangihe sudah menggunakan teknologi dan mengenal


ilmu pengetahun sejak lama diantaranya, pembuatan
berbagai macam
perahu,mengenal sistim perbintangan, peredaran bulan di
langit dan
penanggalan kalender. Tidak diketahui sejak kapan kemampuan akan
pengetahuan dan teknologi dimulai tetapi sudah sejak lama digunakan.
NAMA MATA ANGIN
Mata angin indonesia
Nama sangihe
Utara Sawenahe
Utara timur laut
Timur laut

Laesuiki sawenahe

Laesuiki

Timur timur laut

Laesuiki dahi

Timur Dahi
Timur tenggara
Tenggara

Mahaing dahi

Mahai

Selatan tenggara Mahaing timuhe


Selatan

Timuhe

Selatan barat daya

Tahanging timuhe

Barat daya

Tahanging

Barat, barat daya

Tahanging bahe

Barat Bahe
Barat, barat laut
Barat laut

Poloeng bahe

Poloeng

Utara barat laut

Poloeng sawenahe

NAMA HARI
Nama hari Indonesia
Nama Sangihe
Senin Mandake
Selasa

Salasa

Rabu Areba
Kamis

Hamise

Jumat Sambayang
Sabtu Kaehe
Minggu

Misa

NAMA BULAN KALENDER MASEHI


DALAM BAHASA SANGIHE
Nama bulan Indonesia
Nama Sangihe
Januari

Hiabe

Pebruari

Kateluang

Maret Pahuru
April Kaemba
Mei

Hampuge

Juni

Hente

Juli

Bulawa kadodo

Agustus

Bulawa geguwa

September

Bewene

Oktober

Liwuge

Nopember

Lurange

Desember

Lurangu tambaru

DAFTAR NAMA BULAN DI LANGIT BERDASARKAN HARI


Hari
Nama bulan
30

Tkal
1
Kahumata Paksa
2
Kahumata karuane
3
Kahumata - katelune
4
Sebangu harese
5
Batangengu - harese
6
Likudu - harese
7
Sehangu - letu
8
Batangu letu
9
Likudu - letu

10
Arang
11
Sehangu pangumpia
12
Batangnegu pangumpia
13
Umpause
14
Limangu bulang
15
Teping
16
Sai pakesa
17
Sai karuane
18
Sai katelune
19
Sehangu harese
20
Batangengu harese
21
Likudu harese
22
Sehangu letu
23
Batangengu letu

24
Likud,u letu
25
Awang
26
Sehangu pangumpia
27
Batangengu pangumpia
28
Umpause
29
Limangung basa
Rumah Tempat Tinggal
Berdasarkan temuan ahli, tempat tinggal manusia sangihe saman pra
sejarah adalah di goa goa karang. Dalam legenda, tempat tinggal manusia
sangihe purba adalah di dahan pohon besar dan di pohon - pohon yang
roboh. Seiring perkembangan waktu dan dikenalnya teknologi, mereka mulai
membuat rumah rumah sederhana.
Pada awalnya bentuk rumah sangat sederhana.
beberapa budayawan sangihe bahwa rumah
pamangkonang. (wawancara. M. Madonsa.2007).
menjadi rumah ikat. Dikatakan rumah ikat karena
tetapi diikat dengan rotan.

Berdasarkan pemahaman
orang sangihe adalah
Kemudian
berkembang
tidak menggunakan paku

Rumah suku sangihe tidak memiliki bilik atau kamar. Sejak masuknya
spanyol di kepulauan sangihe, orang sangihe sudah mulai mendirikan rumah
dengan konstruksi beton menggunakann semen dari karang yang dibakar. Di
masa awal kolonial belanda akhir 1700 sampai awal thn 1800 orang sangihe
sudah mulai menggunakan bilik pada konstruksi rumah. Rumah ikat terakhir
ditemukan di kampung Lehupu.
Konstruksi rumah kayu orang sangihe adalah rumah panggung. Diantara
rumah yang dibangun terdapat rumah umum dimana rumah tersebut
adalah tempat berkumpul komunitas adat dari setiap persekutuan hukum
adat terkecil banua yang dikemudian hari menjadi rumah raja atau istana.
Rumah tersebut dinamakan Bale Lawo.
Menjelang berakhirnya pemerintahan kolonial belanda, bale lawo mendapat
sentuhan eropa dari segi kekuatan konstruksi tetapi tetap mempertahankan

keaslian model. Rumah sangihe berdasarkan catatan D.Brilman adalah :


Rumah-rumah dibangun diatas tiang tinggi, memiliki tangga masuk kerumah
yang diangkat pada waktu malam hari. Terdapat satu serambi umum yang
luas dan
satu bilik tinggal
yang
sama
luasnya
dengan serambi
umum.Disebelah kiri dan kana terdapat bilik tidur yang dipisahkan oleh
dinding kayu,bamboo atau tirai. Jika salah satu anggota keluarga menikah
maka rumah akan disambung dibagian belakang. Semakin banyak yang
menikah maka akan semakin panjang rumahnya. Rumah seperti ini
ditempati oleh 25 sampai 30 rumah tangga. Konstruksi rumah sperti ini
terakhir ditemukan di pulau-pulau Nanusa. Banyak rumah asli orang sangihe
mengalami pemusnahan akibat letusan gunung api.
Bale Lawo.
Bale lawo atau istana adalah rumah untuk banyak orang. Rumah ini
didirikan sebagai tempat pertemuan masyarakat umum pada satu kesatuan
hukum dalam komunitas adat sangihe dengan sang raja sekaligus sebagai
tempat tinggal raja. Balelawo pertama kali didirikan oleh Balango di sahabe.
Makanan tradisonal
Makanan umum
Makanan utama suku sangihe adalah sagu, yang diproduksi dari jenis pohon
palm. Di pulau sangihe terdapat berbagai jenis palm diantaranya adalah :
Arena tau enau ( Arenga pinnata ), pinang sirih (asal philiphina), Pinang kelapa (
Actinorhytis calapparia),Sagu rumbia (Metroxylan sagu), Kelapa (cocos nucifera),
rotan sega (calamus caesius), sarai raja (caryota no), Sarai midi (caryota
maxima), palm kuning dan merah endemic sangihe. Melihat bentuknya, pohon
yang memproduksi sagu disangihe adalah Sagu (Metroxylan sagu), sarai raja
(caryota no) dan Sarai midi (caryota maxima).
Selain mengkonsumsi sagu, masyarakat sangihe juga mengenal adanya beras
yang diproduksi dari ladang kering. Selain sagu dan beras, makanan khas
sangihe adalah singkong (sangihe = bungkahe),umbi jalar (sangihe ; ima atau
batata) dan talas (sangihe = kole ). Setiap hari orang sangihe memproduksi
sagu dalam jumlah yang banyak. Tempat untuk memproduksi sagu disebut
pamangkonang. Sayuran utama orang sangihe adalah Sakede (daun melinjo),
sayur paku,sayur gedi dan sayur wori. Ikan laut merupakan lauk utama
ditambah daging babi (untuk yang Kristen) dan daging kambing (untuk yang
muslim).
Pada awalnya orang sangihe tidak memakan daging tikus,anjing,kelelawar,ular
dan biawak, tetapi sejak masuknya orang Minahasa di kelp. Sangihe maka
mulailah orang sangihe mengkonsumsinya. Diantara makanan yang sering
dikonsumsi, resep tertua adalah ketupat kuning, ikan laut bakar,sagu bakar dan
kuah sasi ( kuah yang di campur dengan ikan laut bakar). Resep makanan yang
dominan sampai saat ini adalah Sagu bakar,ubi rebus, dipadu dengan sayur

santan dan ikan laut bakar. Untuk pesta atau acara yang menghadirkan
banyak orang selalu disiapkan ketupat.
Orang
sangihe mengenal
nasi
yang
dibungkus
sejak berakhir masa
kepercayan sundeng. Pada awalnya, ketupat atau empihise menjadi bagian
dari sesajen dalam upacara persembahan yang menggantikan kedudukan
manusia dan hewan sebagai korban. Ketupat yang diwajibkan dalam sajen
adalah ketupat dengan nama bebatung kambing.
Orang sangihe mengenal 16 jenis ketupat berdasarkan teknik anyaman yaitu
: bawatung, muntia, dokongmanu, buang tariang, kaemba, bituing,bebatun
kambing, kasumbure, bininta, pikang, sawaku, mehisa, waliung, batung kapese
dan kalemba. Ketupat kalemba adalah ketupat yang paling penting dalam
upacara keagamaan masa lalu.
Tamo.
Berdasarkan cerita lisan, Tamo pertama kali dibuat pada pesta perkawinan
Mangulundagho dengan Bangsang peliang di Bongko lumenehe (Kampung dagho
sekarang) tamo dibuat dari bermacam macam makanan yang kemudian
disebut Golopung (Gideon Makamea,prospek budaya dan tradisi-tradisi historis
daerah kab.kepl. sangihe dan talaud-2008).
Pembuatan Tamo kedua oleh Talongkati (bibi dari Makaampo) pada acara
perkawinan Makaampo. (Toponimi,cerita dan.2006). Tamo adalah makanan
tradisional khas sangihe yang tidak dapat ditemukan ditempat lain. Tamo
adalah makanan yang memiliki filosofi khusus yang berhubungan dengan
kehidupan orang sangihe sejak nenek moyang. Filosofi utama dari Tamo
adalah Jawaban dan kehormatan dalam adat sangihe. Tamo adalah bentuk
makanan yang memiliki latar belakang cerita kehidupan mula-mula disangihe.
Berdasarkan sastera lisan umum di beberapa wilayah sangihe, tamo pertama
kali digunakan bersamaan dengan keberadaan kerajaan Tabukan raya yaitu
pada pesta perkawinan mangulundagho dengan wangsang peliang di dagho.
(kampung dagho sekarang). Biasanya, tamo hanya disajikan dalam acara
yang menghadirkan banyak orang. Karena berdasarkan tradisi bahwa tamo
yang dibuat harus habis dimakan. Tamo juga sebagai perlambang
undangan. Jika sebuah pesta sudah diletakan tamo pada posisinya maka
semua warga boleh hadir dan memasuki pesta tersebut. Dari latar cerita ini
maka tamo adalah bagian dari kebersamaan. Kehadiran tamo dalam satu
acara mewakili semua makanan yang ada. Tamo adalah makanan yang
paling istimewah diantara makanan yang ada, untuk itu tamo harus
diletakkan di tempat yang sangat khusus. Dengan syarat dapat dilihat oleh
semua orang yang hadir dalam acara.
Resep tamo tua adalah campuran dari beras,umbi-umbian,gula, minyak
kelapa, tetapi resep ini tidak bertahan lama karena mudah basi. Pada saat
ini resep tamo terdiri dari beras,gula dan minyak kelapa. Untuk membuat
tamo harus melewati beberapa ketentuan adat diantaranya, orang yang akan

memasak tidak sedang dalam keadaan bertengkar sebelum sampai ke dapur,


tempat untuk meletakan kuwali harus menggunakan 3 batu sebagai
tungku. Karena sakralnya kue ini maka minyak yang menetes dari cetakan
tamo selalu disimpan sebagai minyak yg berkhasiat untuk menyembuhkan
penyakit.
Bagian terpenting dalam pembuatan tamo adalah ritual memoto tamo
(memotong tamo). Sebelum memotong tamo, orang yang ditugaskan untuk
memotong
tamo
harus
menyampaikan sasalamate yang dinamakan
sasalamate tamo. Isi dari sasalamate tamo adalah berkisah tentang tamo itu
sendiri dan pesan atau nasehat tentang kebaikan kepada banyak orang.
Sebagai sebuah makanan yang istimewah maka dimasa lalu tamo harus
dibungkus dan tidak terlihat.
Tamo, pertama kali dikenal dalam satu pesta perkawinan putri seorang raja
dikerajaan Tabukan Tua. Pesta perkawinan itu terjadi sesudah berdirinya Kerajaan
Tampungang Lawo, 400 tahun silam atau sesudah keruntuhan Majapahit. Pada
masa lalu Tamo memiliki dua spesifikasi dari bentuk dan kegunaannya yaitu
Tamo Boki berwarna putih dan Tamo Coklat seperti yang masih dibuat sampai
saat ini ( Drs. Bahagia Diamanis Sarjana Sejarah IKIP Negeri Manado,wawancara
2006)
Filosofi terpenting dari Tamo adalah Mengundang masyarakat banyak untuk
datang dalam satu pertemuan. Masyarakat dari kalangan manapun boleh datang
dalam satu hajatan atau acara syukuran tanpa diundang apabila didalam acara
tersebut sudah terlihat Tamo.( Pernyataan Bapak Manossoh Ketua Dewan adat
Sangihe dan bapak Mehare dalam satu percakapan menjelang pembuatan Tamo
Raksasa di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sangihe, 2006)
Tamo bukanlah status sosial tetapi pada akhirnya Tamo berubah kedudukan dan
penggunaannya dalam acara-acara hajatan atau syukuran. Dikemudian hari
Tamo menjadi bagian dari status sosial masyarakat. Hal ini terbukti dengan
ditempatkannya Tamo pada acara-acara yang sangat khusus seperti acara-acara
yang diadakan oleh pimpinan daerah atau acara-acara lain yang sangat khusus
seperti pesta pernikahan adat dan modern. Sampai saat ini belum pernah
masyarakat sangihe membuat Kue Tamo sebagai jualan dipasar atau sebagai
makanan harian. Begitu sakralnya kue adat Tamo sehingga terungkap satu
pernyataan lain yang mengatakan bahwa kue adat Tamo harus dibungkus
dengan penutup yang tidak tembus pandang, karena berdasarkan kebiasaan
bahwa kue Tamo itu Laksana seorang wanita cantik yang sangat terhormat.
( pernyataan Hengky Natingkase S.Ip. Tokoh pemuda,2006 )
Berdasarkan kesepakatan antara pemuka adat Sangihe dalam dewan adat
bahwa tidak boleh lagi menggunakan bendera pada pucuk Tamo. Dengan alasan
bahwa tidak ada semangat bendera merah putih dalam kue adat Tamo karena
Tamo sudah ada ratusan tahun sebelum Indonesia Merdeka. ( pernyataan bapak
Mehare,anggota dewan adat dalam pembicaraan tentang Tamo Raksasa di
Kantor Disparbud Sangihe,2006)

Setelah selesai diolah maka tamo siap di cetak dalam sebuah cetakan dari
bahan alami yaitu bulu.
Konstruksi tamo
Tamo memiliki unsur utama yaitu badan tamo, ditambah asesoris pada
badan tamo berupa udang (dimasa lalu) dibagian dasar diletakan bermacam
macam makanan khas sangihe.Pada mulanya dibagian pucuk tamo diletakan
telur yang melambangkan kehidupan baru (sesuai dengan cerita manusia
mula-mula dalam cerita gumansalangi) Sesudah perang kemerdekaan maka
symbol telur diganti dengan bendera negara merah putih, tahun 20006 tidak
lagi menggunakan bendera pada pucuk tetapi bunga atau telur.
BAHASA DAN SASTERA SANGIHE
Bahasa Sangihe
Penggalian bahasa sangihe pernah dilakukan oleh J.N.Snedon dalam buku
Proto Sangiric and the sangiric languages. Bahasa sangihe termasuk rumpun
bahasa Austronesia atau Melayu Polynesia dan tergolong dalam bahasabahasa Philliphina. Ahli tata bahasa sangihe yang terkenal adalah Dr. N. Adriani
dengan karyanya Sangirische sprakunts. Kosa kata bahasa sangihe yang telah
dibukukan dapat ditemui dalam buku karya dari Mr.K.G.F. Steller dan W.E.
Aerbersol
dengan
judul Sangirische Nederlands woerdenbock. ( Decroly
Juda,Spd.Tata Bahasa Sangihe,2004).
Bahasa
sangihe
tidak mempunyai aksara, karena suku sangihe tidak
mengenal sistim tulisan sendiri. Sejak masuknya bangsa Eropa, orang
sangihe sudah
mulai menggunakan
huruf latin sebagai bentuk tulisan.
Pengguna bahasa sangihe meliputi Pulau Sangihe besar dan pulau-pulau
kecil
disekitarnya,Pulau siau
dan
sekitarnya,Pulau
Taghulandang
dan
sekitarnya,Pulau Talaud dan pulau pulau
diperbatasan utara Indonesia.
Beberapa daerah disekitar Minahasa seperti Belang, Bantik,Manado tua,
Bunaken, Naenk, Siladeng, Mentehage, Gangga, Bangka, Talise, Likupang,
Lembe, Sebagian Bitung, daerah dikaki Gunung klabat. Pulau balut dan Pulau
saranggani di Philliphina ( H. Kern dalam Tata bahasa Sangihe, Decroly
Juda,2004)
Bahasa sangihe dan bahasa lain di Sulawesi utara memiliki kesamaan tipe
yaitu Aglutinered ( bahasa yang berafiks ).
Afiks adalah unsur yang ditambahkan pada kata dasar atau
( Daryanto, S.S, Kamus bahasa Indonesia lengkap,1997)
Bahasa Sangihe terbagi dalam 8 dialek yaitu :
Dialek Tabukan
Dialek Tahuna
Dialek Kendahe

bentuk asal

Kolongan
Manganitu
Tamako
Siau
Taghulandang
(Bawolle, 1981 dalam Prof. A.B.G.Ratu - Bahasa di Minahasa,Profil Kebudayaan
Minahasa)
Secara umum, bahasa sangihe hanya memiliki tiga dialek yaitu dialek
Sangihe di Pulau Sangihe,dialek Siau di Pulau Siau dan dialek Taghulandang di
Pulau Taghulandang. Pengguna bahasa Sangihe di Minahasa diperkirakan
berjumlah seratus ribu orang ( Profil Kebudayaan Minahasa 1997). Di Bolaang
Mongondow, pengguna bahasa sangihe meliputi beberapa daerah seperti
Pedukuhan Dodap kecamatan Kotabunan, Poigar, Kecamatan Lolak, Pangi kec.
Sang Tombolang, Bintauna, Mokoditek
kec Bolangintang. ( Sastera Lisan
Bolaang Mongondow 1984)
Dalam ilmu Bahasa, huruf adalah perlambang bunyi, untuk menulis aksara
sangihe terdiri dari 18 aksara latin yaitu :
(Decroly Juda,S.Pd,tata bahasa Sangihe,2004).
Sastra Sangihe
Suku Sangihe dimasa lalu tidak mengenal sastra dalam bentuk tulisan tetapi
memiliki banyak sastra lisan. Sastera dalam kehidupan orang sangihe
memiliki makna yang sangat mendalam. Boleh dikata bahwa hidup orang
sangihe mengalir bersamaan dengan sastra lisan, menjadi bagian dari
jiwa,dan menjadi pedoman kehidupan bermasyarakat. Satra sangihe di masa
lalu telah melahirkan aturan terhadap tatanan hidup.
Sastra lisan Sangihe sudah ditulis oleh beberapa orang dari Belanda
terutama para Zending dan pekerja gereja, tapi sampai saat ini buku-buku
tersebut
tidak pernah ditemukan. Sastra lisan sangihe memiliki fungsi
masing masing berdasarkan bentuknya. Dalam penulisan ini, penulis
mencoba memaparkan secara singkat beberapa bentuk sastra dan hasil karya
sastra dari beberapa penggalian yang sudah terinfentarisasi.
Salah satu hal yang mempersulit penginfentarisasian dan
sastra lisan sangihe adalah ;

pengembangan

Kebanyakan dari penutur cerita sudah lanjut usia sehingga memungkinkan


punahnya sastera lisan.
Banyak orang yang memiliki kemampuan menuturkan sastera lisan tidak
mau membagikannya kepada orang lain, menganggap bahwa cerita yang
dimiliki adalah milik keluarga.

Tidak adanya sistim pewarisan secara umum. Pewarisan sastera lisan hanya
kepada orang - orang tertentu.
Banyak cerita lisan yang sudah di tulis oleh beberapa pemerhati sejarah
dalam bentuk tulisan lepas selalu disembunyikan.
Tidak adanya kepedulian pemerintah dan pihak terkait untuk mengadakan
penggalian sastera lisan sedalam mungkin dan kemudian membukukannya
secara lengkap.
Hal-hal yang memperkuat tradisi lisan disangihe sehingga mampu bertahan
adalah keutuhan bahasa sangihe, dan merupakan bagian dari adat istiadat.
Bahasa sangihe digunakan oleh suku sangihe yang hanya menggunakan satu
bahasa yaitu bahasa Sangihe. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Sangihe
mengenal stratifikasi dalam penggunaannya yaitu pembedaan usia lawan
bicara. Bahasa sangihe terbagi dari dua bagian berdasarkan penggunaannya
dalam aktifitas berbudaya dan bermasyrakat yaitu : Bahasa sangihe seharihari dan Bahasa Sangihe sastra yang disebut bahasa sasahara.
Sastra lisan sangihe digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu :
Cerita, berupa hikayat raja-raja dan sejarah kerajaan, cerita rakyat dan
dongeng, silsilah raja-raja dan silsilah keluarga.
Prosa
Puisi
Me,bowo
Ungkapan
Hikayat raja-raja
Sejak masa lalu di Sangihe telah berkembang sastera lisan yang menceritakan
kehidupan raja-raja sangihe seperti :
Cerita Raja Gumansalangi dan Putri Konda asa.
Gumansalangi adalah laki-laki yang datang dari luar kepulauan sangihe
yang kemudian bertemu dengan Putri Konda asa atau Sangiang Konda
Wulaeng. Dari pertemuan dua tokoh tersebut melahirkan sistim kerajaan di
kepulauan sangihe.
Cerita Raja Syam Syach Alam dari kerajaan Kendahe yang bersetubuh
dengan
anaknya
sendiri putri Bulaeng Tanding
yang
mengakibatkan
hancurnya Tanjung Maselihe. Dari peristiwa tersebut telah melahirkan suku
baru yang disebut suku Bantik.
Cerita Raja Makaampo yang perkasa dan kejam. Makaampo adalah raja
yang memiliki banyak isteri. Pernah megadakan ekspansi sampai ke daratan
Minahasa dan beberapa kali menghancurkan
pasukan bajak laut dari

Mindanao. Karena
perilaku tersebut akhirnya dikhianati dan dibunuh oleh
pengawalnya sendiri bernama Ambala yang bersekutu dengan Hengkeng u
naung panglima laut dari kerajaan Siau.
Cerita kepahlawanan Raja Bataha Santiago yang tidak mau tunduk pada
kekuasaan VOC. Akhirnya dia dihukum mati pada
tiang gantungan oleh
Sultan Kaitjil Sibori (Prins Amsterdam, sultan Ternate yang diangkat oleh
VOC), atas perintah Robertus Pardbrugge (Gubernur VOC). Kematian Santiago
adalah hasil dari pengkhianatan temannya sendiri bernama Sasebohe dan
Bowohanggima.
Disamping cerita tentang raja-raja terdapat juga cerita kepahlawanan para
pemberani Sangihe yang disebut Bahaning Beoe. Dari sekian banyak cerita
kepahlawanan terdapat beberapa cerita yang melegenda didaerah dimana
cerita itu diceritakan seperti : Cerita tentang Panglima laut Hengkengu naung
dari kerajaan Siau. Cerita tentang Ambala pemberani dari Tamako.
Cerita rakyat dan dongeng.
Ada beberapa cerita rakyat dan dongeng yang sering diceritakan seperti :
Cerita Angsuang bake, raksasa penguasa gunung awu yang marah
mengakibatkan lahirnya gunung api Awu.

dan

Cerita percintaan Sese Madunde dengan seorang bidadari yang kemudian


melahirkan pulau siau.
Cerita upung wuala. Seekor siluman buaya yang hidup di Laine. Jika
pemberian yang ia minta tidak diberikan maka siluman buaya akan marah
lalu memakan korban manusia. Upung wuala setiap saat selalu melakukan
perjalanan dari Laine ke Salurang berjalan tegak seperti manusia dan
menggunakan iakat kepala merah.
Cerita percintaan Bangkoang dengan seorang putri dari ulung peliang berna
leku dari Tamako,Dari percintaan tersebut melahirkan perkelahian dengan
Bahede..
Prosa
Sastera lisan sangihe yag di golongkan sebagai prosa adalah Sasalamate.
Prosa adalah suatu bentuk penulisan cerita yang disusun dengan bahasa puisi.
Sasalamate adalah : puisi bebas yang disusun dari bahasa sastra sangihe dan
ungkapan-ungkapan sasahara yang biasanya dibawakan pada upacara adat
tertentu,guna keselamatan bagi orang yang berkepentingan dengan acara
itu. (Gideon Makamea,Mempelajari ungkapan dan sastera daerah, Sangihe I
kekendage,2003)
Puisi

Kesusastraan Indonesia membagi puisi dalam dua jenis yaitu puisi lama
dan puisi baru. Karya sastra lisan Sangihe yang digolongkan sebagai puisi
termasuk dalam puisi lama yaitu : Pantun (papantung,medenden), Teka-teki
(tinggung-tinggung atau tatinggung) dan mantra ( orang yang ber mantera
disebut makalanto). Dari tiga
bentuk puisi sangihe yang paling banyak
perbendaharaannya adalah Mantra.
Sampai saat ini masih banyak mantra yang dapat diinfentarisir dari
penduduk sangihe. Perkembangan mantera di kepl. Sangihe melalui dua
periode yaitu Penggunaan mantra dimasa sebelum Islam dan di masa
sesudah Islam. Salah satu kata inti pada mantra sebelum masuknya Islam
adalah kata ruata, sesudah islam masuk muncul penggunaan kata bismillah.
Mantera sangihe
fungsinya yaitu :

digolongkan

menjadi

beberapa bagian

berdasarkan

Mantra untuk membunuh orang yang masih hidup.


Mantra untuk menghidupkan orang mati.
Mantra untuk membuat sakit orang yang sehat
Mantra untuk menyembuhkan orang sakit
Mantra untuk membuat orang terpikat
Mantra untuk keselamatan diri.
Mantra untuk menangkal mantra
Mantra untuk kesaktian seseorang.
Mantera yang berhubungan dengan gejala alam seperti menurunkan
hujan,menghilangkan hujan,mengusir badai dilaut.
Bawowo
Dari sekian banyak sastera lisan di sangihe terdapat satu bentuk sastera
lisan tertua yang disebut Me,bowo atau Bawowo. Bawowo adalah suatu
kegiatan yang dilakukan
oleh orang tua menggunakan syair-sayir indah,
bernada seperti nyanyian. Bentuk sastera ini disajikan pada saat menidurkan
anak. Isi bawowo terdiri dari satu kalimat.
Contoh bawowo :
kawowo
inang
kawowo,ana
takahalaweng,takaendengangu apa.

nitendengi

lawo,suhiwang

Artinya : Sayang si manis saying anak dimanja orang banyak, di pangkuan yang
dibentengi tidak akan mengapa.
(Gideon Makamea,Mempelajari
kekendage,2003)

ungkapan

dan

sastera

daerah,

Sangihe

Ungkapan
Ungkapan sangihe memiliki kedudukan penting dalam semua satera lisan
sangihe. Hampir semua bentuk sastera lisan sangihe memuat ungkapan.
Pada umunya Ungkapan sangihe berfungsi sebagai nasehat, peraturan dan
motifasi hidup.
Contoh ungkapan sangihe yang paling dikenal yaitu :
Somahe kai kehage
Mekaraki pato tumondo mapia, kaeng balang sengkahindo
I akang ganting gaghurang
Nusa kumbahang katumpaeng.
KERAJAAN DI SANGIHE
Sangihe sudah mengenal sistim pemerintahan dalam kehidupan
bermasyarakat
dengan
bentuk
pemerintahan
kerajaan.
Sistim
pemerintahan
kerajaan yang dianut oleh kerajaan-kerajaan di sangihe
merupakan bawaan dari sistim pemerintahan kesultanan yang ada di
Philiphina. Kerajaan mula-mula di bangun atas dasar kemonarkian atau
wangsa, monarki artinya dipimpim oleh satu orang. Kepemimpinan kerajaan
dilakukan oleh satu keluarga yang menurun keanak cucu, berdasarkan
garis keturunan laki-laki.
Diakhir kekuasaan kerajaan Tampungag Lawo, muncullah para kulano dan
Bahaning. Sejak saat itu kedudukan raja diambil alih oleh pemberani, dalam
bahasa sangihe di sebut Kulano atau Bahaning beo e. (di kepulauan Maluku,
Kulano adalah raja).
Jika dilihat dari kata Tampungang Lawo secara luas berarti tempat dimana
terhimpun banyak orang, menunjukkan sebuah demokratisasi telah dibangun
sejak kerajaan tua. Meskipun kekuasaan raja-raja berdasarkan wangsa tetapi
harus menghadirkan banyak orang dalam setiap keputusan. Perubahan sistim
sosial kekerabatan masyarakat sangihe mengalami beberapa perubahan mulai
dari
sistim Patrilineal sejak Gumansalangi Sampai ke Makaampo, sistim
bilateral sejak awal kerajaan Tabukan sampai masa kolonial belanda awal
tahun 1800.Tetapi ada satu masa bersamaan dengan pengaruh kuasa
ampuang ampuang perempuan,
sangihe
pernah
menganut
sistim
kekerabatan Matrilineal yang mengikuti garis keturunan Ibu. Meskipun sistim
kekerabatan pernah berubah-ubah tetapi tanggung jawab setiap keluarga
batih ada pada
gaghurang (orang tua) dimana
suami
ataupun
isteri
bertanggungjawab bersama dalam keluarga. Diperkirakan sistim kekerabatan
dengan mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal) mulai berlaku sejak ada
pengaruh eropa di sangihe.
Penggunaan marga atau fam mulai berlaku sejak diberlakukannya hukum atas
tanah. Banyak tanah disangihe yang tidak bertuan. Hal ini dipengaruh olah

sistim perbudakan dan kekuasaan raja yang mutlak dimasa lalu sampai
kemudian muncul tanah-tanah family. (di Minahasa dikenal dengan tanah
Kalakeran). Masyarakat sangihe hanya mengenal tanah family berdasarkan
marga keturunan, tanah family kerajaan dan tanah tanah bebas (tidak
bertuan).
Tingkatan sosial masyarakat sangihe menurut D. Brillman adalah :
Bangsawan, terdiri dari raja-raja, jogugu dan keluarganya.
Warga-warga yang bebas
Budak yang dimerdekakan
Para budak.
Keturunan raja termasuk
dalam golongan hokowalumpulo, keturunan
bangsawan termasuk dalam golongan hokolimampulo, rakyat biasa termasuk
dalam golongan hokotalumpulo, budak digolongkan sebagai allangga. Struktur
pemerintahan kerajan sangihe adalah :Tingkatan paling tinggi raja yang
disebut datu.Tingkatan kedua adalah bobato pimpinan daerah dibawah
kerajaan atau setingkat dengan adipati. (adipati adalah jabatan setingkat
bupati dalam tradisi jawa). Tingakatan ke tiga Opo Lao atau Kapiten Laut
(ensiklopedia Indonesia)
Struktur pemerintahan kerajaan di sangihe pada masa VOC, mulai dari yang
tertinggi sampai yang terendah.
Raja yang disebut datu
Bobato (termasuk presidenti raja /pejabat raja sementara)
Jogugu
Presidensi Jogugu (bila diperlukan)
Kapiten laut (laksamana)
Mayore (Mayore gaguwa atau Mayore labo)
Hukum Mayore
Sadaha
Kapita
Sangaji
Kumelaha
Sawehi (dukun)
Mihinu ( Tukang palakat)

( A. Horohiung dalam buku Santiago melawan VOC,1990)


Kekuasaan raja raja di sangihe mengalami beberapa bentuk pemerintahan
yaitu : pemerintahan raja-raja asli sangihe berdasarkan wangsa/ keturunan
yang terwaris dalam keluarga, pemerintahan raja-raja sangihe berdasarkan
pengaruh Spanyol dan portugis, pemerintahan raja-raja sangihe berdasarkan
pengaruh VOC dan pemerintahan colonial hindia belanda, pemerintahan rajaraja sangihe berdasarkan pengangkatan penguasa jepang.
Sebelum pengistilahan raja digunakan dalam sistim pemerintahan kerajaan
sangihe, sudah didahului penggunaan kata datu untuk kedudukan raja.
Pengistilahan ini hadir bersamaan waktunya dengan kerajaan mula-mula di
wilayah kepulauan
sangihe
yang
disebut
Kedatuan.Wilayah kepulauan
sangihe mulai dari pulau-pulau
di sekitar
Kepulauan Saranggani
Philiphina,kepulauan
Talaud,kepulauan
Sangihe,kepulauan
Siau
dan
Taghulandang, dan pulau-pulau yang ada disekitar jazirah Minahasa. Kerajaan
sangihe melewati masa pemerintahan
panjang
mulai dari kekuasaan
dinasty Gumansalangi yang berakhir pada masa VOC.
Masa kedatuan tua
Kerajaan yang
mula- mula
berdiri di wilayah teritorial sangihe
dikelompokan dalam masa kedatuan, karena pada saat itu istilah Datu
digunakan untuk pimpinan tertinggi kerajaan.Kedatuan tua yang berdiri mula
mula adalah sebagai berikut.
Kedatuan Bowontehu.
Bowontehu diambil dari bahasa sangihe Bowongkehu yang secara harafiah
berarti diatas atau dipuncak hutan. Wilayah kerajaan ini adalah salah satu dari
10 lanskap (kerajaan kecil) yang diserahkan oleh sultan Ternate kepada VOC
bersama dengan kerajaan Tubuguo (Tabukan) tahun 1609. (Sejarah Minahasa,
Kontrak 10 Januari 1679, hal.61). Berdasarkan sastera lisan sangihe, kerajaan
ini didirikan oleh datu Mokodoludugh yang oleh orang Mongondow disebut
Mokoduluduth pada abad ke - X. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan tertua
yang
menjadi bagian
dari wilayah
territorial
sangihe.Mokodoludugh
memperisteri Baunia dan
memperanakan
Lokongbanua, Yayukbongkai,
Uringsangiang dan Sinangiang. Lokongbanua kemudian menjadi Raja kerajaan
Siau Pertama.Bowontehu pada masa kekuasaan raja Pasibori (sultan dari
Ternate), ditaklukan oleh raja dari kerajaan Bolaang bernama Damopolii
(kinalang). (sejarah
kerajaan
Mongondow,Tabloid Media Edukasi,
Nov.2009)Kedatuan Tampungang lawo.Didirikan pada kurun waktu tahun 1300
M (dijelaskan dalam sejarah kerajaan tampungan lawo).
Kedatuan Tampungang Lawo
Kedatuan Tampungan Lawo sudah melegenda
karena diceritakan secara
turun-temurun oleh orang sangihe sebagai sastera lisan, baik itu melalui
sasalamate,papantung,tatinggung ataupun lagu-lagu masamper. Tampungang
lawo merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah sangihe,

meskipun belum ditemukan bukti berupa benda sejarah


dengan kerajaan Tampungang Lawo.

yang berhubungan

Kedatuan Tampungang Lawo pertama


Konon, Kedatuan Tampungang Lawo didirikan oleh Gumansalangi
pada
tahun 1300 sampai 1400 yang berpusat di Manuwo ,kini disebut kampung
Salurang. Diperkirakan masa Gumansalangi dimulai akhir tahun 1200 sampai
awal tahun 1300. Pada masa ini dimulailah sistim pemerintahan monarkih
kerajaan pertama Sangihe. Gumansalangi yang memperisteri Sangiang Konda
Wulaeng
memperanakan Melintangnusa
dan Melikunusa.
(D.B. Adrian
Renungan kisah Sangihe Talaud dalam Toponimi,cerita rakyat dan sejarah
dari kawasan Nusa utara,Diknas Tahuna).
Wilayah kekuasaan kerajaan Tampungang Lawo membentang dari Mindanao
sampai ke Bolaang Mongondow. Panglima perang kerajaan Tampungan lawo
adalah Melintangnusa yang memperisteri Sangiang Hiabe puteri Abubakar
(seorang pemberani dari Tugis, Philliphina). Melikunusa berlayar ke wilayah
Mongondow dan mempersunting Menong Sangiang.
Gumansalangi mewariskan kerajaan pada anaknya Melintangnusa tahun 1350.
Menjelang akhir hidup Melintangnusa berlayar ke Mindanao dan meninggal
disana. Sejak meninggalnya Melintangnusa,
kerajan
diserahkan
kepada
anaknya Bulegalangi dan Pahawonseke. Sejak saat itu pusat kerajaan terbagi
dua.
Kerajaan Tampungang lawo dengan pusat kerajaan di Sahabe
Kerajaan Tampungang lawo dengan pusat kerajaan di Salurang.
Kekuasaan kerajaan yang berpusat di Salurang diserahkan kepada anaknya
bernama Bulegalangi. Dalam menjalankan pemerintaha Bulegalangi dibantu
oleh
anaknya bernama Matandatu. Saudara laki-laki Bulegalangi bernama
Pahawongseke pindah ke Sahabe (Tabukan Utara sekarang), dan membentuk
pemerintahan baru. Pemerintahan dibantu oleh anaknya Pangatorehe. Setelah
raja Bulegalangi meninggal, puterinya bernama Sitti Bai dipersunting oleh
Balanaung sedangkan Puteri Aholiba dipersunting oleh Mengkangbanua dan
berpindah tempat tinggal ke Tariang tebe (sekarang kampung Tariang Lama).
Kedatuan Tampungan Lawo di Sahabe (1400-1530).
Kerajaan Tampungan lawo di Sahabe didirikan
oleh Kulano Pahawongseke
(putra dari Melintangnusa). Pusat kerajaan adalah Limu (dekat kedang atau
sahabe behu). Kerajaan Tampungan lawo di sahabe kemudian dikenal dengan
nama kerajaan sahabe, juga dinamakan kerajaan limu. Wilayah kekuasaannya
dari tanjung salimahe sampai ke tanjung lehe,termasuk pulau nusa,bukide, dan
buang (sekarang Tabukan tengah). Pahawongseke diganti oleh puteranya
Pangalorelu. Pangalorelu diganti oleh Mamatanusa. Mamatanusa kemudian
menjadi
raja
terakhir di
kerajaan sahabe. Mamatanusa
memperisteri
Neneukonda dan memperanakan dua orang puteri bernama Somposehiwu dan

Timbangsehiwu. ( Dari sumber cerita lisan lain, Raja terakhir kerajaan Sahabe
adalah Pontowuisang, yang memperisteri Belisehiwu. Pontowuisang adalah raja
siau yang menyuruh Hengkengunaung untuk membunuh Makaampo).
Kedatuan Tampungang lawo di Salurang
(1400 1500 an )
Kerajaan ini didirikan oleh Kulano Bulegalangi (putra dari Melintangnusa), yang
berpusat di Salurang. Wilayah kekuasan kerajaan Tampungang lawo di
salurang mulai dari tanjung lehe ke pungu watu, termasuk pulau-pulau
marore, kawio, kemboleng, memanu, matutuang, dan dumarehe. Pemerintahan
Bulegalangi dibantu oleh anaknya bernama Matandatu yang juga sebagai
panglima perang.Setelah wafatnya Bulegalangi, kekuasaan raja diganti oleh
puteranya Matandatu . Pemerintahan Matandatu dibantu oleh anak-anaknya,
Makalupa, Ansiga, Tangkaliwutang dan saudara perempuan mereka Talongkati.
Talongkati adalah anak yang paling berani sehingga mendapat gelar Bawu
Mahaeng.
Salah
satu
anak
dari Matandatu bernama Tangkuliwutang kemudian
memperanakan Makaampo Wewengehe. Makaampo lahir pada tahun 1510 di
Rainis (Talaud) dari ayah bernama Tangkuliwutang dan ibu bernama Nabuisang
(dari Talaud). Nabuisang adalah anak dari Saselabe (di taghulandang) dengan
isterinya Putri Din (perempuan dari bangsa jin). Makaampo dilahirkan kembar,
dan kembarannya adalah seekor ular bernama Uri Makaampo. Isteri pertama
Makaampo adalah Marinsai.( H.Juda Manga wkeng Asa u Tau Sangih
).
Setelah dewasa makaampo memperisteri Marinsai orang Bowongkalumpang
anak dari Bolinsangiang, Makaampo meninggalkan perempuan tersebut karena
kedapatan
berselingkuh
dengan
laki-laki lain. Seterusnya Makaampo
memperisteri Rampeluseke seorang
perempuan
dari Salurang, kemudian
memperisteri dua orang kakak beradik Somposehiwu dan Timbangsehiwu.
Sejak memperisteri Somposehiwu dan Timbangsehiwu berakhir pula kerajaan
Tampungan lawo di salurang.
Latar belakang meluasnya
adalah sebagai berikut :

wilayah kerajan Tampungang lawo di salurang

Makalupa (anak dari Matandatu) mengambil Kindi Sangiang sebagai isteri


ketika Kindi Sangiang sedang melingkarkan kain sehabis mandi, itulah
sebabnya tempat tersebut dinamakan Pendarehokang. Setelah memperisteri
Kindi Sangiang anak dari Menentonau,( kulano di Kauhis) wilayah kekuasan
Menentonau yang meliputi Lelapide sampai ke Pendarehokang diserahkan
kepada anaknya Kindi Sangiang.
Ansiga (anak dari Matandatu ) memperisteri Gaupang (Raupang) anak dari
Panglima perang Dagho bernama Ansaaralung. Kekuasaan Ansaaralung di
dagho yang meliputi Toade manandu sampai ke pulau-pulau Mahengelang
diserahkan kepada anaknya Gaupang.

Wilayah dari Toade manandu sampai ke Tanjung lelapide termasuk Tamako


diserahkan ke kerajaan Tampungang Lawo di Salurang atas isin dari
Kelungsanda panglima perang Tamako. Isteri dari Kelungsanda adalah
Taupangkonde. Taupangkonde adalah saudara kandung dari Gaupang (isteri
dari Ansiga)
Kedatuan Tampungan Lawo kedua
(lahirnya Kerajaan Tabukan besar yang disebut Rimpulaeng ) .
Kedatuan Tampungang
lawo
yang
dulunya
terpisah kemudian lenyap,
dipersatukan lagi menjadi sebuah kedatuan besar. Kedatuan ini didirikan
pada tahun 1530 oleh Makaampo Wewengehe yang berpusat di limu atau
sahabe Behu di daerah bekas pusat kedatuan Tampungan lawo Sahabe.
Wilayah
kekuasaan
kedatuan
Tampungan lawo kedua meliputi Tanjung
Salimahe ke Pendarehokang sampai ke pulau Marore, Mahengetang dan
kepulauan Talaud. Pada masa pemerintahan Makaampo Wewengehe di Sahabe
Behe, dia didampingi oleh permaisuri Sompo sehiwu. Sedangkan permaisuri
Sompo Sehiwu tinggal di Salurang.
Makaampo Wewengehe dikenal sebagai raja perkasa, yang memerintah
dengan kejam. Akibat kekejamannya itu dia dibunuh oleh seorang pemberani
dari Tamako bernama Ambala yang bersekutu dengan panglima laut
kerajaan Siau bernama Hengkeng u naung di pantai Batu keti pada tahun
1575. Leher Makaampo dipotong dan kepalanya di antar ke pehe - siau.Lalu
kemudian di ambil oleh Ansiga dan Makalupa dan dikuburkan di salurang.
Makaampo adalah datu terakhir kedatuan Tampungang Lawo yang mendirikan
dasar atas kerajaan Tampungang lawo baru dengan nama Tabukan. Setelah
Makaampo meninggal, kedudukan
datu diganti
oleh
anaknya Wuateng
Sembah. Sejak saat itu mulai dikenal kerajaan Tabukan yang berpusat di
Salurang.
Kedatuan Mangsohowang. Wilayah kedatuan ini berada di kaki gunung
awu, pulau sangihe. Kedatuan ini hilang akibat letusan gunung api awu.
Kedatuan Karangetang. Kedudukan kedatuan ini berada di pulau Siau.
Didirikan
oleh pangeran Kedatuan
Bowontehu bernama Lokongbanua.
Lokongbanua adalah anak tertua dari Mokodaludugh yang lahir di gunung
Lokon. Kekuasaan Lokongbanua atas kedatuan Karangetang berlaku pada
tahun 1510 1540 (meninggal). Pusat pemerintahannya di Katutungang
(sekarang bernama Paseng). Lokongbanua
memperanakan Passuma dan
Angkumang.
Masa Sesudah kedatuan ( masa awal hubungan Eropa dengan kepulauan
Sangihe)
Pada masa ini semakain nyata keberadaan bangsa Eropa di daerah utara
Nusantara. Kerajaan - kerajaan di sangihe pada waktu itu mengalami

berbagai situasi dan tekanan akibat


Kerajaan kerajaan dari Eropa.

perebutan

wilayah

kekuasaan oleh

Portugis berhubungan dengan Sangihe sejak tahun 1563.


Tahun 1563, Raja Siau bernama Possuma dibaptis di Manado oleh Pater Diego de
Magelhaes dari Portugis. Sejak saat itu terbukalah hubungan portugis dengan
Kepl. Sangihe Talaud.
Spanyol menguasai Sangihe pada tahun 1565.
Hubungan Spanyol dengan Kepulauan Sangihe sudah dimulai tahun 1521.
Gugusan kepulauan Philliphina yang bertetangga telah diduduki Spanyol tahun
1565, pada saat
itu raja yang berkuasa di kerajaan Siau adalah Raja
Jeronimo.
VOC berdiri tahun 1602 dan memulai kekuasaannya di sangihe tahun 1677.
Pada tanggal 1 November 1677, Raja Amsterdam dari Ternate ( Kaitjil Sibori )
merebut benteng Spanyol Sancta Rosa di Siau dan menyerahkannya pada
Gubernur Jenderal Robertus Paddbrugge atas nama VOC. Pada saat itu pula
ditandatangani perjanjian antara VOC dengan Raja Siau Franciscus Xaverius
Batahi. Perjanjian yang sama juga berlaku terhadap kerajaan Tabukan,Tahuna
dan Kendahe dan Taghulandang.
Pembubaran VOC tanggal 31 Desember 1799. Sejak saat itu daerah
kekuasaan VOC di ambil alih oleh Pemerintah Belanda, tetapi kekuasaan
VOC atas Sangihe nanti berakhir tahun 1789.
Awal dimulainya pengaruh kekuasan pemerintahan hindia Belanda di
kepulauan sangihe yaitu pada tahun 1821 dengan dikirimnya Zendeling J.C.
Jungmichel dari Ambon oleh Pendeta Joseph Kam.
Dari penjelasan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sejak tahun 1563,
kerajaan kerajaan disangihe sudah berhubungan dengan Portugis,Spanyol dan
VOC. Sejak tahun 1821 kekuasaan kerajaan disangihe mulai di pengaruhi
oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda
sejak tahun 1821, sistim pemerintahan kerajaan
tidak lagi berdasarkan
wangsa tetapi berdasarkan kehendak Pemerintah Hindia Belanda.
Pada masa itu di wilayah teritorial Sangihe sudah ada keraajaan-kerajaan
yang dipengaruhi oleh Eropa. Kerajaan - kerajaan tersebut adalah :
Periode Pertama :
Kerajaan Manarou (Manado).
Manarou bukanlah Minahasa. (sejarah Minahasa-Kontrak 19 Januari 1679).
Manarou diambil dari kata bahasa sangihe Mararau,marau yang berarti jauh.
Kerajaan ini berpusat di Pulau Menado Tua tepatnya di tempat yang bernama
negeri (desa menado tua I, sekarang). Kerajaan Manarou didirikan oleh Daloda

Loloda Mokoagow pada kurun waktu tahun 1644-1674. Penduduk kerajaan ini
adalah orang sangihe (Graafland, Minahasa masa lalu
dan masa kini,
terjemahan Joost Kulit.) Menurut Catatan Robertus Padburgge,1867, Kerajaan
ini hancur akibat perang berkepanjangan dengan Kerajaan Bolaang.
Kerajaan Kolongan.
Kerajaan
ini menggantikan
kedudukan
kedatangan Eropa, kerajaan ini Diperintah
pertengahan tahun 1500.

kedatuanMangsohoang. Diawal
oleh
raja Pontoralage pada

Kerajaan Siau.
Diawal kedatangan Bangsa Eropa, Kerajaan ini Dibawah kekuasaan Raja
Passuma. Masa pemerintahan Pasumah tahun 1540-1575. Raja
Passuma
meninggal
tahun 1587,dan
diganti
oleh
anaknya Don Jeronimo
(Pontowuisang / Betewiwihe)Tanggal 16 Agustus 1593,Don Jeronimo
mengucapkan sumpah setia kepada pemerintah Spanyol di Manila melalui
gubernur
Spanyol
Gomez
Perez
Dasmarinas.
Don
Jeronimo
memperanakanWinsulangi. Tahun 1619, Raja Winsulangi dibaptis di Paseng dan
menjadi Don Jeronimo Winsulangi. (D.Brillman,Zending di Kepl.Sangi
dan
Talaud). Don jeronimo Winsulangi diganti oleh anaknya Batahi, 1642-1678.
Pusat kerajaan dipindahkan dari Paseng ke Pehe.
Kerajaan Tabukan,
Raja yang memerintah kerajaan tabukan dimasa awal kedatangan bangsa
Eropa adalah raja Wuateng sembah (Pahawuateng). Kerajaan ini berpusat di
Sahabe. Wuateng
memperisteri Tasikoa,putri Ratu
Lohoraung
dari
Taghulandang. Wuateng sembah diganti oleh anaknya Markus Vasco da Gama.
(Gamang Banua). Raja ini memerintah disaat Spanyol masuk di Tabukan.
Periode ke dua
Kerajaan Tahuna dengan nama lain Malahasa,
Berpusat di bukide Tahuna. Kerajaan Tahuna didirikan oleh raja Tatehewoba
(Ansawuwo) putra raja Pontoralage tahun 1580 1625. Tatehe memperisteri
Doloweli anak dari Makaampo dengan isteri Timbangsehiwu. Tatehewoba diganti
oleh anaknya Buntuang,
lau diganti lagi
oleh anaknya
Don Marthin
Tatandangnusa.
Kerajaan Kendahe dengan nama lain Malinggaheng, berpusat di Makiwulaeng.
Raja pertama kerajaan kendahe bernama Egaliwutang (Mehegalangi) putra
dari Sultan Ahmad di Mindanao. Memerintah tahun 1600-1640. Egaliwutang
diganti oleh anaknya Wuisan. Raja Wuisan pindah ke Minahasa sejak kembali
dari Mindanao setelah mengetahui isterinya sudah kawin dengan orang lain.
Keberadaannya di Minahasa tidak diketahui. Kedudukan raja Wuisan diganti
oleh anaknya Syam Syach Alam.

Kerajaan Taghulandang dengan nama lain Mandolokang, berpusat di


Tulusan.Raja pertama kerajaan Taghulandang adalah seorang perempuan
bernama Lohoraung. Masa pemerintahannya 1570-1609.
Kerajaan Manganitu dengan nama lain Maobungang, Kerajaan Manganitu
didirikan oleh Tolosang (liung tolosang) dengan nama kerajaan Kauhis, pada
tahun 1600. Kekuasaannya berlangsung sampai tahun 1645. Pemberian nama
Maobungang diambil dari kisah seorang pemberani dari Barangkalang
bernama Lumanu yang memiliki ilmu sakti dari asap rokok. Ilmu tersebut
kemudian terwaris kepada Raja Manuel Hariraya Mokodompis (tanawata).
Pusat kerajaan pertama terletak di Bowongtiwo (kampung kauhis sekarang).
Tolosang adalah anak dari Jogugu Naleng dari Manganitu dengan isterinya
Kaeng (lekung) Patola. Kaeng patola adalah anak dari Kulano Makalupa dan
Kindi Sangiang. Tolosang kemudian
memperisteri Ahungsehiwu dan
memperanakan Tompoliu dan Lembungsengsale. Tahun 1645 sampai 1670,
Tompoliu menjadi raja atas kerajaan Manganitu dan memindahkan pusat
kerajaan dari Bowongtiwo ke Tatahikang. Tompoliu memperisteri Lawewe dan
memperanakan Bataha Santiago, Charles Diamanti, Sapelah, Apueng dan
Gaghinggihe.
Sejak Tompoliu meninggal, kekuasaan raja di ganti oleh Bataha Santiagho.
Santiago adalah raja sangihe pertama yang menentang VOC dimasa akhir
kekuasaan VOC. Sejak di bunuhnya Santiago oleh VOC, kekuasaan raja tidak
lagi berdasarkan kemonarkian keluarga raja tetapi berdasarkan keinginan
VOC dan berlangsung terus sampai masa Kolonialisme bahkan sampai pada
masa
pendudukan Jepang. Pada
masa
pemerintahan Willem
Manuel
Pandensolang Mokodompis, raja ini berkuasa atas tiga wilayah
yaitu
kerajaan Tahuna, Kerajaan Manganitu di Karatung soa dan Kerajaan
Manganitu di Tamako. Hal ini terjadi karena pengaruh kekuasan Belanda.
Sistem Monarki kerajaan-kerajaan Sangihe berakhir sejak dimulainya
Pemerintahan Kolonial Belanda. Kekuasaan belanda mulai menguat di Sangihe
setelah beberapa Raja menandatangani perjanjian persahabatan (Lange
Verklaring Contrac) mulai dari tahun 1677. Raja raja yang tunduk adalah :
Fransiscus Makaampo Juda I Raja Tabukan, Don Marthin Tatandangnusa raja
Tahuna, Takaengetang (Djoutulung) Raja Manganitu. Wuisan Raja Kendahe,
Philips Anthoni Aralungnusa Raja Taghulandang, Don Jeronimo Winsulangi Raja
Siau. Sejak saat itu pengangkatan raja dilakukan tidak lagi berdasarkan garis
keturunan waris raja kepada anak laki-laki tertua tetapi diangkat berdasarkan
kepentingan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
1

A.Horohiung, Santiago melawan VOC

2
Abay D. Subarna dan Tim, Sistim Tulisan dan
Pendidikan Seni Nusantara2006
3

Ayip Rosidi, Puisi Indonesia - I, 1969

Kaligrafi, Lembaga

4
Bustanuddin
Agus,Agama
dalam
kehidupan
antropologi agama.PT. Raja Grafindo Perkasa.2006

manusia,pengantar

5
Cut Kamaril Wardani,Ratna Panggabean,Tekstil,Lembaga Pendidikan Seni
Nusantara,2005
6
D.Brillman, Zending di Kepulauan
Sinode GMIST,1986

Sangi dan

Talaud.(terjemahan)BPH

D.J. Walandungo, Tesis, Islam Tua, terpasung dan merana.

Dr. H. Berkhof, Dr. I.H. Enklaar,Sejarah Gereja,BPK Gunung Mulia, 1987

Dr. Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil,BPK Gunung Mulia, 2006

10

Dr. Harun Hadiwijono,Religi Suku Murba, BPK Gunung Mulia, 2006

11

Drs. Bakar Hatta, Sastra Nusantara,1982

12

Esther L. Siagian, GONG,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2006

13

Gideon Makamea, Tulisan lepas tema sejarah dan budaya sangihe.

14

Gideon Makamea, Mempelajari Ungkapan Dan Sastera Daerah, 2003

15
Gideon Makamea, Prospek Budaya Dan
Kepulauan Sangihe dan Talaud. 2008

Tradisi-tradisi historis daerah

16

Hasil Sarasehan Budaya Sangihe Talaud,Tahuna,1994

17

I Wayan Dibia, Tari Komunal, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,2006

18
Irwansyah
Nusantara,2005

Harahap, Alat

Musik

Dawai, Lembaga Pendidikan Seni

19

Jhon Rahasia, Penemuan Kembali Tagaroa.Yayasan Tagaroa,1975

20

Johanis Saul.M.Hum. Ragam Hias Sangihe

21

Decroly Juda,S.Pd, Tata Bahasa Sangihe

22

L. Bons, Kamus Bahasa Belanda,Inggris,Indonesia.1954

23
Kenneth
Sangih
24

R. Maryott,Hamerson Juda. Manga wkeng Asa u Tau

Laporan kunjungan Gubernur Jendral Belanda di Kerajaan Tabukan 1927

25
Makalah Seminar, Budaya Bahari Dalam Tradisi Lisan Daerah Satal,Paul
Nebath,Tahuna,2004
26

Martoji, Sejarah Untuk SMP kelas VII,Erlangga2004

27

Materi pelatihan terintegrasi,Ilmu Pengetahuan Sosial,2005

28

Muhamad Yamin, Atlas Sedjarah,Djambatan 1956

29

N. Graafland, Minahasa Masa lalu dan Masa kini

30

Prof. Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa,Cheng HO,2005

31
Prof.Dr.J.Turang,dkk. Profil Kebudayaan
Minahasa,1997

Minahasa. Majelsi Kebudayaan

32

Putu Wijaya, Teater,

33

Sastra lisan Bolaang Mongondow

34

Sosiologi dan Anthropologi SMA,1987

35

Tarian Alabadiri, Tim Kesenian Kab Satal,1995

36

Tatimu, hasil sarasehan budya,musik oli.

37
Toponimi,cerita rakyat dan data sejarah dari kawasan
utara,Diknas Kab.Kepl.Sangihe.
38

perbatasan nusa

Wiyoso Yudoseputro, Pengantar wawasan Seni Budaya,Dep P & K, 1993.

39
Metty M. Bawelle, Pengaruh sponsor Terhadap Pengembangan seni
Masamper di Kecamatan Malalayang Kotamadya Manado
DAFTAR NARA SUMBER
NO

NAMA NARA SUMBER

ALAMAT

Gidion Makamea

Tahuna

Bpk Mahare

Biru

M. Madonsa Tahuna

R. Radangkilat (alm)

INFORMASI YANG DITERIMA

Cerita Gumansalangi

Tamo
Sejarah Kerajaan

Cerita Apapuhang
5

Bahagia Diamanis Tahuna

Cerita Santiago dan Tamo

Bpk Barahama

Karatung I

Cerita Santiago

Bpk Letunggamu

Pananaru

Cerita Dumpaeng

Ibu Antarani

Pananaru

Tari Gunde

Ibu Antarani Kauhis

10

Bpk. A. Sinadia

11

Bpk. Makansing (alm)

Tamo

Kauhis

Silsilah Sinadia

Perahu Sangihe
12

H. Galangbulaeng Karatung II

13

K. Mare

14

Wawu Mawira

Manganitu

Kehidupan Istana

15

Bpk Ulis (alm)

Manganitu

Silsilah Raja-raja Manganitu

16.

R. Sianaeng Tahuna

Rumah Ikat Lehupu

17

Umbure Kalengghihang

Manumpitaeng

18

Bpk Malemboris

Karatung I

Perahu Sangihe

Masamper

Manumpitaeng

Musik Oli dan Tenun Sangihe

Upacara Sundeng

source : http://budaya-indonesia.org/SEJARAH-SANGIHE/
Pulau Sangihe (Pulau Sangihe Besar)
Maskapai Wings Air di Bandara Naha Sangihe Tahuna sebagai ibukota
Kabupaten Kepulauan Sangihe telah berbenah untuk menunjukkan jati di...
Pantai Tanjung Lelapide Tamako
Foto by okezone.com Wisatawan berfoto saat akan menyaksikan matahari
tenggelam (sunset) di Tanjung Lelapide, Tomako, Kabupaten ...
Tanjung Bebu
View Tanjung Bebu dari arah laut Photo by Syarta Tanjung bebu berada di
Kampung Bebu Kecamatan Tamako Sangihe. Eksostisme alam yang ...
Pulau Dakupang
Pulau Mendaku dan Dakupang yang bersebelahan.. Photo by Syarta Pulau
Dakupang [Photo by sangiheislands.weebly.com] Pulau Dakupan...
Puncak Pusunge
Berada diketinggian dengan pemandangan teluk dan kota Tahuna, puncak
pusunge kampung Lenganeng Tabukan utara. ditemani hembusan kabut da...
Kota Tahuna
Tahuna sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe telah berbenah untuk
menunjukkan jati diri sebagai Ibukota Kabupaten yang juga di Kate...
Kerajaan Maselihe
Air Terjun yang langsung ke laut Photo by Badan Perbatasan Ssangihe
Kecamatan Kendahe, dulunya merupakan sebuah kerajaan Kendahe ...
Pantai Marahi Salurang

Pantai marahi adalah salah satu pantai di kampung salurang kecamatan


tabukan selatan tengah kabupaten kepulauan Sangihe Sulawesi utara...
Dermaga Apung Kota Tahuna
Pelabuhan terapung berada di Pusat Kota Tahuna tepatnya di Lokasi pelabuan
tua (Peltu). Bantuan Kementerian dan Kelautan dan Perikan...
Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Tahuna
Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Tahuna merupakan
pengembangan potensi daerah perbatasaan yang disuport oleh direktorat pe...

Anda mungkin juga menyukai