Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH BUTON &

PEMERINTAHANYA

OLEH :
JUNAID GAZALIN
SISTEM PEMERINTAHAN KESULTANAN BUTON
SEJARAH BUTON
Pendapat 1 :
Negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali
dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang)
yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang
oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung
Tanah Melayu (Riau) pada akhir abad ke – 13.
Pendapat 2 :
Ada yang mengaitkan dengan
SAWIRIGADI/SAWERIGADING Cerita nenek moyang
mitologis orang bugis (abidin 1968;Rasyid 1998)
Disebutkan juga ia anak Raja Luwu & Oleh Ibunya
diperintahkan Mengelilingi Dunia (Susanto Zuhdi 2018:40)
LANJUTAN

Pada saat itu nama Buton disebut Butuni (tempat


Persinggahan). Dalam Naskah Nagarakertagama
Karya Prapanca dari Majapahit Tahun 1365
Menyebut Buton sebagai Negeri Keresian
Awal Pendirian Kerajaan :
Dinasti Ratu Wakaaka (Pada Tahun 1332) Bertahan 2
Abad
Awal Kesultanan :
Dimulai dengan Raja ke 6 Lakilaponto (Sultan
Murhum)
Mia Patamiana membangun perkampungan yang
dinamakan Wolio  serta membentuk sistem pemerintahan
tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah
Kecil) yaitu Gundu-
gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-
masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga
lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto
tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas
sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan
seorang Raja
SELAIN ITU BUTON TELAH BERDIRI BEBERAPA
KERAJAAN KECIL: TOBETOBE,  KAMARU, 
WABULA, TODANGA DAN BATAUGA.
ATAS JASA PATALIMBONA, KERAJAAN-KERAJAAN
TERSEBUT KEMUDIAN BERGABUNG DAN
MEMBENTUK KERAJAAN BARU YAITU KERAJAAN
BUTON DAN MENETAPKAN WA KAA KAA (SEORANG
WANITA BERSUAMIKAN SI BATARA SEORANG
TURUNAN BANGSAWAN KERAJAAN MAJAPAHIT)
MENJADI RAJA I PADA TAHUN 1332 SETELAH
MENDAPAT PERSETUJUAN DARI KEEMPAT ORANG
BONTO/PATALIMBONA (SAAT INI HAMPIR SAMA
DENGAN LEMBAGA LEGISLATIF).
MASA KEPEMIMPINAN KERAJAAN

Ratu ke I Wa Kaaka (Wanita)


Ratu ke II Bulawambona (Wanita)
Raja ke III Bataraguru
Raja ke IV Tua Rade
Raja ke V Mulae
Raja ke VI La Kilaponto / Timbang
Timbaga / Latolaki/Halu
Oleo / Murhum
(Sumber Wikipwsia.org)
KESULTANAN BUTON
1. Raja Buton Masuk Islam menjadi Kerajaan
Islam dengan pemimpinya disebut Sultan
Buton Tahun 948 H (1542 M) dengan
dilantiknya Lakilaponto
(Sultan Murhum/Sultan Qaimuddin Khalfatul
Khamis.
2. Sultan Terakhir Sultan ke 38 Sultan Falihi
Kaimuddin (1960)
NAMA SULTAN MURHUM
1. Sultan Murhum (1491-1537 9. Sultan La Awu (1654-1664) dengan
),dengan gelar Sultan Kaimuddin gelar Sultan Malik Sirullah,
2. Sultan La Tumparasi (1545-1552 10. Sultan La Simbata (1664-1669)
) dengan gelar Sultan Kaimuddin, dengan gelar Sultan Adilil Rakhiya,
3. Sultan La Sangaji (1566-1570) 11. Sultan La Tangkaraja (1669-1680)
dengan gelar Sultan Kaimuddin, dengan gelar Sultan Kaimuddin,
4. Sultan La Elangi (1578-1615) 12. Sultan La Tumpamana (1680-1689
dengan gelar Sultan Dayanu ) dengan gelar Sultan Zainuddin,
Iksanuddin, 13. Sultan La Umati (1689-1697)
5. Sultan La Balawo (1617-1619) 14. Sultan La Dini (1697-1704)
6. Sultan La Buke (1632-1645) dengan gelar Sultan Syaifuddin,
15. Sultan La Rabaenga (1702)
7. Sultan La Saparagau (1645-
1646) 16. Sultan La Sadaha (1704-1709)
dengan gelar Sultan Syamsuddin,
8. Sultan La Cila (1647-1654)
LANJUTAN
17. Sultan La Ibi (1709-1711) dengan gelar 25. Sultan La Masalalamu (1788-
Sultan Nasraruddin, 1791)
18. Sultan La Tumparasi (1711-712) dengan
gelar Sultan Muluhiruddin Abdul Rasyid,
26. Sultan La Kaporu (1791-1799)
19. Sultan La Ngkarieri (1712-1750) dengan dengan gelar Sultan
gelar Sultan Sakiyuddin Duurul Aalam, Muhuyuddien Abdul Gafur,
20. Sultan La Karambau (1750-1752)Sultan 27. Sultan La Badaru (1799-1822)
Himayatuddin Ibnu Sultaani Liyaauddin
Ismail
dengan gelar Sultan Dayanu
21. Sultan Hamim (1752-1759) dengan Asraruddin.
gelar Sultan Sakiyuddin, 28. Sultan La Dani (1823-1824)
22. Sultan La Seha (1759-1760) dengan
29. Sultan Muh. Idrus Kaimuddin
gelar Sultan Rafiuddin,
23. Sultan La Karambau (1760-1763)Sultan (1824-1851)
Himayatuddin Ibnu Sultaani Liyaauddin 30. Sultan Muh. Isa (1851-1861)
Ismail 31. Sultan Muh. Salihi (1871-
24. Sultan La Jampi (1763-1788) dengan
gelar Sultan Kaimuddin,
1886)
32. Sultan Muh. Umar (1886-
1906)
LANJUTAN

33. Sultan Muh. Asikin (1906-1911)


34. Sultan Muh. Husain (1914)
35. Sultan Muh. Ali (1918-1921)
36. Sultan Muh. Saifu (1922-1924)
37.. Sultan La Ode Muh. Hamidi (1928-1937)
38. Sultan La Ode Falihi Qaimuddin (1937-1960)
39. Sultan Drs. H. La Ode Manarfa (Putra Sultan La Ode
Falihi Qaimuddin, Pelaksana Sultan Buton sejak Sultan
Falihi Qaimuddin mangkat) (1960 - 2002)
40. Sultan La Ode Muhammad Jafar (Mei 2012-19 Juli 2013)
41. Sultan dr. H. La Ode Muhammad Izat Manarfa, M.Sc (13
Des. 2013 – Sekarang)
Sistem Hukum Kesultanan Buton
O Dibidang Hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak
membedakan baik aparat pemerintahanya maupun
Masyarakat umum
O Hal ini terlihat dari ke 38 orang Sultan yang memerintah
di Buton, 12 orang menyalahgunakan Kekuasaan dan melanggar
sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke -
VIII Mardani Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati
dengan cara leher dililit dengan tali sampai meninggal yang
dalam bahasa Wolio dikenal dengan istilah digogoli
O Hukum Dasar atau ideologi Kesultanan Buton disebut Martabat
tujuh
UNSUR-UNSUR DALAM
MARTABAT 7
O Dalam Martabat 7 khusus membahas unsur-unsur tasawuf dalam UUB. Unsurunsur
tasawuf tersebut berupa:
1. Unsur Tuhan yang ditamsilkan dengan kedudukan pemerintah Wolio, kekuasaan
Sultan dan Sapati;
2. Unsur Martabat Tujuh yang ditamsilkan dengan tujuh pangkat dalam Pemerintah
Wolio;
3. Unsur Sifat Dua Puluh yang ditamsilkan dengan jumlah kelengkapan adat Sultan
dan Sapati;
4. Unsur Al-Quran tiga puluh juz yang ditamsilkan dengan jumlah menteridalam
Pemerintah Wolio; dan,
5. Unsur Itikad yang terdiri dari tujuh puluh dua kaum yang ditamsilkan dengan
jumlah kampung dalam Pemerintah Wolio (Laniampe Jurnal Literasi 2011)
CONTOH UNSUR TUHAN
Dalam penyusunan Sarana Wolio (selanjutnya disingkat SW) oleh Sultan Laelangi,
kedudukan Tuhan sering diserupakan dengan kedudukan pemerintah Wolio.
Hal ini terungkap dalam beberapa kutipan teks UUB Sultan Muhammad Idrus
Kaimuddin seperti di bawah ini:
. ...ayinda mao-maogena sô sara, ayinda malamalangana so sara, ayinda maka-
makâna sôsara, ayinda mase-masegana sô sara, sipeya yonina manga mancuyana,
royuna kayogesana sarana wolio. (...tidak besar yang besar hanya pemerintah,
tidak tinggi yang tinggi hanya pemerintah, tidak kuat yang kuat hanya
pemerintah, tidak berani yang berani hanya pemerintah. Beginilah kata orang
tua, hanya kebesaran pemerintah Wolio)( Jurnal La niampe)
Lanjutan
O Kasimpo yosarana Woliyo yitu yapôli
yapadângiya monayinda yapôli yapanayinda
modangiyana (UUB, hlm. 50). (Kemudian
pemerintah Wolio itu dapat mengadakan yang
tidak ada dan dapat meniadakan yang ada) 3.
Kasimpo yosarana woliyo yitu yapôli yapadangiya
yapakalanga mopekalangana yapôli yapekatambe
mopekatambena (UUB, hlm. 50-51). (Kemudian
pemerintah Wolio itu dapat meninggikan yang
rendah dan merendahkan yang tinggi)
lanjutan
O Yincema-yincema mopekakidi-kidina miya rangana, yincema-
yincema yinda moyangkana miya rangana, yincemayincema
yinda môsena Sarana Woliyo, yincema-yincema yinda
mayanggana Sarana Woliyo, yincema-yincema malapaka
yinca miya rangana yasakiya yoallahu Taala yasakiya
yosarana Woliyo (UUB, hlm.51). (Siapa-siapa yang
mengecilkan orang lain, siapa-siapa yang tidak mengangkat
orang lain, siapa-siapa yang tidak mengikuti pemerintah
Wolio, siapasiapa yang tidak mematuhi pemerintah wolio,
siapa-siapa yang menyakiti hati orang lain akan direndahkan
oleh Allah Taala akan direndahkan oleh pemerintah Wolio).
O.
Lanjutan
O ...yincema-yincema yamasiaka miya rangana, mopiyaana miya
rangana, momayekana miya rangana, mopaliharana miya
rangana yangkâta keya yoallâhu Taala yapekalapeya,
yangkata keya yosarana Woliyo yapekalapeya (UUB, hlm. 51).
(Siapa-siapa yang menyayangi sesamanya, yang memelihara
orang sesamanya, yang takut kepada orang sesamanya, yang
menghormati orang sesamanya akan diangkat oleh Allah Taala
diperbaiki, akan diangkat oleh pemerintah Wolio, diperbaiki)
O Kasimpo yimasiakana Allahu Taala tê Sarana Woliyo yofêli
malape, yopake malape (UUB, hlm. 51). (Kemudian yang
disayangi oleh Allah Taala dan pemerintah Wolio adalah fiil
yang baik, perbuatan yang baik dan pakaian yang baik)
Unsur Martabat Tujuh
O Unsur Martabat Tujuh Di kalangan masyarakat
Buton (Wolio), istilah MT selain dikenal sebagai
nama sebuah ajaran dalam dunia tasawuf, juga
dikenal sebagai undang-undang kerajaan Buton.
Sultan Buton ke-4 bernama, Sultan La Elangi,
(1597-1633) diketahui sebagai sultan Buton
pertama yang menyusun undang-undang Buton
yang dipengaruhi ajaran tasawuf (MT), karena
itulah undang-undang ini disebut Undang-
Undang Martabat Tujuh
Lanjutan
O Ajaran MT meliputi tujuh peringkat atau martabat. Unsur Tasawuf dalam Naskah Undang-Undang Buton
menurut La Niampe Pertama, :
1. Martabat Ahadiyah yaitu zat Allah semata-mata. Para ahli sufi menyebutnya la-ta-ayun, artinya tidak nyata
kenyataannya sebab belum ditembus oleh akal. Yang diketahui semata-mata zat Allah, tidak muncul iktibar sifat
atau asma.
2. martabat Wahdah, yaitu sifat Allah. Para ahli sufi menyebutkan taayun-awal, artinya kenyataan pertama
sampainya akal untuk mengetahui zat Allah dan untuk memahami sifat Allah, karena sifat-sifat itulah yang
menunjukkan zat, baik sifat sulbi maupun sifat maujud.
3. martabat Wahidiyah, yaitu asma Allah. Para ahli sufi menyebutnya taayun-tsani, artinya kenyataan kedua. Asma
Allah disebut kenyataan kedua karena telah ada jalannya akal untuk mengetahui zat Allah. Asma itulah yang
menunjukkan zat yang bersifat dengan segala sifat yang sesuai dengan zat-Nya.
4. martabat Alam Arwah, yaitu keadaan semua nyawa, baik nyawa manusia maupun nyawa yang lainnya.
Dijelaskan bahwa nyawa yang pertama yang dijadikan Allah SWT adalah nyawa Nabi Muhammad SAW.
Karenanya, dia disebut abû al-arwah artinya ‘bapak semua nyawa’. Nyawa yang lainnya diciptakan dari
kelebihan nyawa Nabi Muhammad SAW. Keadaan nyawa terlampau halus dan kecil sehingga tidak dapat
dijangkau oleh panca indera manusia. Orang Arab menyebutnya ruh dan orang Buton menyebutnya lipa, artinya
keluar masuk atau pergi pulang. Apabila Allah SWT menghendaki jasad mati, dikeluarkanlah nyawa itu dari
jasad, akan tetapi nyawa tidak pernah mati. Di akhirat, nyawa itu dikembalikan lagi pada jasad, akan tetapi tidak
seperti bentuk dan rupa jasad ketika masih di dunia, dia telah besar dan tinggi. Kelima, martabat Alam Misal,
yaitu permisalan semua keadaan. Keadaan alam misal sangat bermacam-macam rupanya dan hanya Allah Taala
jua yang mengetahui berapa jumlahnya. Misalnya, ada seperti nyawa tetapi bukan nyawa; seperti malaikat tetapi
bukan malaikat
LANJUTAN
6. Martabat Alam Ajsam, yaitu sama keadaan yang nyata
seperti tanah, bulan, awan, batu, kayu, dan air. Dia sudah
dapat dibagi-bagi, dipilah-pilah, serta dapat dijangkau
oleh panca indra manusia. Alam Ajsam disebut juga alam
syahadah, artinya alam nyata. Secara berurutan yang
dijadikan Allah Taala adalah Arasyi dan Kursiy, alam,
laugh mahfuz, bulan tujuh lapis, dan tanah tujuh lapis.
Arasyi dan Kursiy serta bulan tujuh lapis itu disebut
wujud aba’i, artinya keadaan semua bapak ajsam. Di
bawah bulan tujuh lapis, tanah itu disebut wujud
ulaha’ti, artinya keadaan semua ibu ajsam. Ibu ajsam
beranakkan keadaan di atas dan di bawah meliputi tiga
hal.
7. Martabat Alam Insan, yaitu manusia. Martabat manusia
disebut juga martabat ajamiati, artinya pangkat yang
SECARA HIRARKI SISTEM PERUNDANG- UNDANGAN DI
KESULTANAN BUTON, PADA MASA SULTAN KE-4

Penyusunan undang-undang Murbatat Tujuh,


Dayanu Ikhsanuddin mendapat bantuan
dalam bidang agama dari Syeikh Said
Muhammad seorang berkebangsaan Arab.
Sultan ke-4 dalam masa pemerintahannya
mengadakan reformasi yang progresif
tersusun sebagi berikut:
1. Syara, yakni Undang-undang dasar atau
Murtabat Tujuh
2. Tuturaka peraturan pemerintahKesutanan
3. Pitara pedoman dalam mengadili atau
memutuskan suatuperkara
SISTEM PEREKONOMIAN KESULTANAN BUTON
Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai
penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya
menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung
jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga
mempunyai tugas khusus selaku
kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan
ketua lembaga legislatif)
Mata Uang Kesultanan Buton Disebut Kampua sebagai
alat tukar menukaran dalam transaksi jual beli
BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN
Bidang Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta
dengan falsafah perjuangan yaitu:
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo” (Harta rela dikorbankan demi keselamatan
diri)
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu” (Diri rela dikorbankan demi keselamatan
negeri)
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara” (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan
pemerintah)
“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama” (Pemerintah rela dikorbankan demi
keselamatan agama)
Disamping itu juga dibentuk sistem pertahanan berlapis yaitu empat Barata (Wuna,
Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa), empat matana sorumba (Wabula, Lapandewa,
Watumotobe dan Mawasangka) serta empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan
kebatinan).
Sambungan
 Selain bentuk pertahanan tersebut maka oleh pemerintah 
kesultanan, juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu
pertahanan dalam rangka melindungi keutuhan masyarakat
 dan pemerintah dari segala gangguan dan ancaman. Kejayaan
masa Kerajaan/Kesultanan Buton (sejak berdiri tahun 1332
 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun lamanya
telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat
gemilang, sampai saat ini masih dapat kita saksikan berupa
peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Wilayah bekas 
Kesultanan Buton telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan
kota yaitu: Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, 
Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, 
Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton Tengah dan 
Kota Bau-Bau
Sistem Pemerintahan Kesultanan Buton
I. Pemerintahan Kesultanan Buton dibentuk Oleh 2 Golongan
yaitu Kaomu (Keturunan Garis bapak dari pasangan raja
buton pertama dalam hal in disebut La Ode dan Wa Ode)
dan Walaka (keturunan dari Bapak Founding Father Mia
Patamiana).
II. Dari walaka inilah sebuah dewan dibentuk atas 9 mentri
disebut bonto (siolimbona) yang memilih, mengangkat dan
memberhentikan sultan
Kedua golongan itu membentuk suatu kelompok penguasa.
Tetapi kelompok papara juga diperhatikan oleh sultan.
Kelompok Papara (kelompok asal mula yang mendiami buton
sebelum terbentuk kerajaan buton)
(susanto Zuhdi 2011)
Lanjutan
Struktur pemerintahan Kesultanan Buton terdiri
dari 3 bagian :
1. Wilayah Kesultanan Wolio atau keraton sebagai
Pusat pemerintahan
2. Wilayah Kadie (wilayah diluar keraton
berjumlah 72 kadie) didalamnya di diami
kelompok papara (Kelompok masyarakat asli
sebelum berdiri kerajaan)
3. Wilayah wilayah kerajaan kecil disebut wilayah
barata yang mempunyai pemerintahan tersendiri
 Dalam masa kerajaan Buton menggunakan bentuk
pemerintahan Monarki hal ini terlihat dalam pergantian raja
scara turun temurun :
1. Raja
2. Majelis sara juga sebagai menteri koordinator yang
beranggotakan Mia Patamiana, bertugas mengkoordinir tiap-
tiap kelompok dalam limbonya.
3. Pemimpin tinggi angkatan perang, juga bertugas sebagai duta
dalam hubungan luar negeri. pada masa kerajaan jabatan ini
pertama kali dijabat oleh Sibatara dan sekaligus sebagai
penasehat raja.
4. Menteri khusus daerah seberang dan perluasan wilayah
menteri ini juga menjabat sebagai komando pasukan khusus
pengawal istana dipimpin oleh Kaudoro dan Sangiariana.
LANJUTAN

 Pada masa pemerintahan Bataraguru struktur pemerintahan


kerajaan bertambah yaitu dengan adanya jabatan baru
seorang Sapati yang bertugas membantu raja dalam
pelaksanaan pemerintahan di pusat kerajaan dimasa modern
sering dikenal dengan perdana menteri.
 Pada masa pemerintahan Raja Tuarade juga terjadi
pertambahan jabatan yaitu Jabatan kanepulu yang fungsinya
membantu Sapati/wakil dari sapati. Hal ini disebabkan makin
komplitnya permasalahan pemerintahan karena bertambahnya
wilayah kerajaan Buton.
Bentuk pemerintahan monarki berlangsung kurang lebih dua
setengah abad lamanya dan baru berakhir setelah Buton
menerima ajaran islam sebagai agama kerajaan (Hambali. 1990)
Bentuk Pemerintahan di Masa Kesultanan
 Islam diterima sebagai agama kerajaan Buton pada
maasa pemerintahan raja keenam (Lakinaponto)
pada tahun 948 Hijriah atau lebih kurang 1538 M.
 Menurut riwayatnya bahwa pada masa raja Buton
lakilaponto. Datanglah Syekh Abd Wahid bersama
istrinya Waode Solo dan anaknya, ledi penghulu, ia
dianggap orang keramat turunan Sayyid Mekah, cucu
nabi Muhammad. Atas ajakan Laki Laponto bersama
menetrinya memeluk islam yaitu pada hari senin, 1
Ramadhan 948 H. Laki Laponto di lantik menjadi
sultan oleh Syekh dengan nama kehormatan Qa’im
ad-din al Khalifah al-khamis (Zahari M. 1977)
DIMASA PEMERINTAHANNYA SULTAN KE-4 TELAH MEMBENTUK SISTEM
PEMERITAHAN YANG MODERN PADA MASANYA DAN STRUKTUR
PEMERINTAHANNYA SEBAGAI BERIKUT:

1. Sultan sebagai kepalapemerintahan


2. Sapati sebagai perdana Menteri
3. Sio Limbona sebagai Legislatif atau saat ini biasa di sebut DPR
4. Kenepulu sebagai sekretaris negara merangkap hakimagung
5. Kapitalao menteri pertahanan
6. Bonto Ogena terbagi menjadi dua, Bonto Ogena matanaeo dan Bonto Ogena
Sunaeo (pejabat tinggi negara yang memiliki multi tugas) lima jabatan diatas biasa
disebut Pangka(kabinet/menteri)
7. Bonto Inunca
8. Bonto Bonto lancinakanjawari
9. Bobato
10. Jurubahasa
11. Sabandara
12. Tolombo
13. Pangalasa
LANJUTAN
1. Bonto Inunca
2. Bonto Bonto lancinakanjawari
3. Bobato
4. Juru bahasa
5. Sabandara
6. Tolombo
7. Pangalasa
STRUKTUR PEMERINTAHAN DALAM BIDANG AGAMA

Struktur pemerintahan dalam bidang agama yaitu;


1. Lakina Agama,
2. Imam, Khatib,
3. Moji,
4. Mokimu, dan
5. Bisa.
Implementasi sistem pemerintahan Undang-undang Murtabat
Tujuh menjalankan praktek kepemimpinan Islam, menjadi fondasi
dan suri tauladan pada masa pemerintahan Sultan-sultan
berikutnya. Murtabat Tujuh menjadi tonggak perubahan yang
mendasar dalam struktur pemerintahan, hukum maupun adat
istiadat masyarakat Buton
TANGGUNG JAWAB POLITIK DALAM KESULTANANBUTON

 Hak-hak politik eksekutif (Sultan) diawasi langsung oleh


badan “Siolimbona” (legislative).
 Sultan dalam bertindak harus melalui persetujuan aparat
negara Kesultanan (Pangka) dan persetujuan dari lembaga
Sio Limbona.
 Sistem pengawasan dewan Sioliombona terhadap sultan,
bersifat langsung dan berkesinambungan (proaktif).
Jadi tidak harus menunggu laporan dari seorang rakyat atau
karena adanya aksi protes baru lembaga eksekutif turun
gunung. Tindakan-tindakan seorang Sultan maupun pejabat
negara disesuaikan dengan budaya bangsa, kepentingan negara
dan kepentingan masyarakat yang dipimpinnya, tidak
berdasarkan kepentingan kelompok atau preferensi perorangan

Anda mungkin juga menyukai