356
KATA PENGANTAR
Penulis,
METRO GRAPHIA
Dr. La Ode Dirman, MSi
Hal.
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... ix
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Konsepsi Persebaran Kebudayaan
dan Etnografi.................................................................... 7
C. Skematik perubahan Sosial Budaya ....................... 30
BAGIAN II
METRO GRAPHIA
PULAU BUTON, PENDUDUK TAHAP AWAL DAN
PERSEBARANNYA SEBELUM ABAD XIV
A. Istilah nama Buton dan Penduduk
Tahap awal ........................................................................ 37
B. Asal Usul Persebaran Kaum Migran Buton ........ 49
C. Simbolisasi Sawerigading dan Raja-Raja I
di Sulawesi Tenggara ................................................... 64
D. Komparatif Nenek Moyang Penduduk Sultra ... 79
BAGIAN III
BUTON ERA KERAJAAN ABAD XIV-XVI
A. Proses Terbentuknya Kerajaan ............................... 85
B. Struktur Pemerintahan Raja II Tua Rade ............ 92
C. Hubungan Buton Dengan Kerajaan Lain ............. 96
BAGIAN V
PEMERINTAHAN KESULTANAN ABAD XVI-XIX
A. Gambaran Umum Sosio Politik ................................ 149
B. Pemerintahan, Program dan Prestasi
Kerja ..................................................................................... 151
C. Struktur Pemerintahan dan Barata.
Patapalena .......................................................................... 198
METRO GRAPHIA
D. Tata Cara Pelantikan Sultan ...................................... 209
E. Stratifikasi Sosial Tradisional dan
Perkawinan....................................................................... 221
F. Mata Pencaharian dan Teknologi ........................... 246
G. Bahasa .................................................................................. 250
H. Kesenian dan permainan Tradisional .................. 252
I. Agama dan Kepercayaan .............................................. 257
J. Silsilah, Kekerabatan dan Istri-Istri Raja.............. 272
K. Kedudukan Perempuan Dalam Pemerintahan,
Dan Peranan Wa Ode Wau ........................................ 289
BAGIAN VI
TOKOH, ETOS DAN NILAI BUDAYA KEPEMIMPINAN
A. Lakilaponto Pemersatu Kerajaaan-Kerajaan
BAGIAN VII
PENUTUP ............................................................................................ 321
METRO GRAPHIA
PETA PULAU BUTON ..................................................................... 344
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulisan sejarah dan etnografi Buton adalah salah
satu rencana perwujudan kearah pembangunan menuju
proses revitalisasi nilai kesejarahan menuju peradaban
Buton kepulauan. Salah satu pendekatan pembangunan
yang digunakan pemerintah Kota Baubau dan Kabupaten
Buton yaitu strategi pendekatan Gerakan pariwisata,
Kebudayaan dan peradaban.
METRO GRAPHIA
Belajar dari pengalaman pertumbuhan masyarakat
industrial di Eropa dan Jepang dapat diajukan anggapan
bahwa proses menuju masyarakat industrial adalah proses
perubahan keseluruhan sendi dasar kemasyarakatan,
sedemikian rupa sehingga memenuhi kualifikasi untuk
disebut sebagai proses perubahan peradaban dan
Kebudayaan (civilization and cultural change). Pada kedua
gugus kebangsaan ini pertumbuhan masyarakat industrial
benar-benar dimulai dari posisi awalnya sebagai
masyarakat agraris, sedangkan pada proses perubahan
negara-negara newly industrial countries yang lain posisi
awalnya tidak sepenuhnya berada pada posisi sebagai
Negara agraris. Hal ini terlihat misalnya pada negara Korea
Selatan dan Taiwan. Mundur ke tahun sebelum perang
1
Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1995
2
Sartono Kartodirdjo, Multi Dimensi Pembangunan Bangsa, Kanisius,
Yogyakarta, 1999
3
Didik J Rachbini, Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2000
4
Ibid, 2002
II
PULAU BUTON, PENDUDUK
TAHAP AWAL ERA PRA
KERAJAAN ABAD XIV
Gambar 1. METRO
Batu Podimba, GRAPHIA
tempat menempel surat oleh
para migran awal, tampak samping Makam
Sultan I Murhum yang memperkuat fakta
dalam sejarah awal kerajaan Buton.
Nama baju jubah dan destar penutup kepala adalah
pakaian Islam. Berkaitan dengan itu, salah satu naskah
Buton, dalam hikayat Kanturuna Mohelana menyebutkan
pula adanya pertemuan Turki,Kompeni,Wolio, Ternate, dan
Bone. Pertemuan itu berlangsung pada 1 Muharram 872
Hijriah di Buton (2 Agustus 1467). Beberapa waktu
lamanya datanglah beberapa orang wali ke pulau Buton
dengan menumpang kapal. Mereka mendarat dan lalu
mendaki menuju arah puncak bukit pulau wasiat itu.
Riwayatnya sebagai berikut .
kuning makuni
putih maputi
kakak Owakaa
Biro pusat Statistik tahun 1980 tentang pemakaian
bahasa sehari-hari, hanya ada 4 bahasa yang diakui
penuturnya sebagai salah satu dengan nama Melayu, yaitu
(1) Bahasa Melayu,(2) Melayu Tengah, (3) Melayu Jambi dan,
(4) bahasa Melayu Butung Muna. Pusat bahasa memiliki
laporan hasil penelitian 29 bahasa Melayu yang diteliti tapi
Melayu Butung Muna belum dilakukan dari hasil penelitian
itu. Muhajir (2005) mencoba menganalisis struktur bahasa
melayu naskah Butun dari transliterasi naskah istiadat tanah
negeri Butun sebagai berikut. “Bahwa kedatangan
Sipanjonga tidak bersamaan di suatu tempat dan
rombongannya terdiri atas dua kelompok, tumpangan
METRO GRAPHIA
mereka dikenal dalam zaman "palulang".
Kelompok Sipanjonga dan Sitamanojo sebagai
kelompok pertama mengadakan pendaratan di Kalampa,
suatu Kerajaan pantai dari Raja Tobe-Tobe, sedangkan
rombongan kedua Simalui dan Sijawangkati mendarat di
kampung Boneatiro Kecamatan Kapontori sekarang.
Pendaratan yang pertama, Sipanjonga mengibarkan bendera
kerajaannya pada suatu tempat tidak jauh dari Kalampa.
Bendera Sipanjonga inilah yang kemudian menjadi bendera
Kerajaan Buton yang disebut "Tombipagi", yang warna-
warni "longa-longa" (bahasa Wolio). Tempat Sipanjonga
mengibarkan benderanya itu kemudian dikenal dengan
nama "Sula" asal kata sula yang artinya kibar, kibarkan
III
BUTON ERA KERAJAAN ABAD
XIV-XVI
diperintah oleh enam orang raja, yaitu (1) Raja Wakaka, (2)
Raja Bulawambona, (3) Raja Bhataraguru, (4) Raja Tua Rade,
(5) Raja Mulae (Sangia Igola), dan (6) Raja Murhum. Masa
pemerintahan Raja Murhum selama 20 tahuan, kemudian
berubah menjadi kesultanan karena Sultan dan rakyatnya
menyatakan untuk memeluk Islam. Masa perintahan Sultan
Murhum/Lakilaponto selama 26 tahun yang berarti dari
masa kerajaan hingga kesultanan ia telah memerintah
selama 46 tahun.
METRO GRAPHIA
IV
ISLAM DI BUTON ABAD XV
di Buton pada akhir abad Xll atau awal abad XIII mendarat di
Lasalimu oleh Sekh Ibnu Rizal dan Sekh Salim. Menurut
Zahari (1980:73) kedatangan Abdul wahid yang pertama
kali di Buton pada tahun ± 933 Hijrah atau tahun 1527
Masehi, melalui kampung Burangasi. Dinyatakan pula bahwa
kerajaan Buton lebih dahulu memeluk agama Islam dari
pada Ternate. Ismail Yakob (Zahari 1982:50) yang
menyatakan bahwa kedatangan Islam di Buton melalui
daratan Asia menyebar ke Ternate dan kemudian di Buton.
Jadi seolah-olah Buton di Islamkan oleh Ternate. Menurut
Schoorl the fisrt Sultan, Murhum, Became a Convert to Islam
in probably 1540. sedangkan datangnnya Sultan Babullah
(Ternate) Ligtvoet (1878) menyebut "tahun 1580". Ini
berarti ketika Sultan Ternate, Babullah datang
mengislamkan orang Buton, Justru Islam Buton telah
METRO GRAPHIA
berlangsung 40 tahun bahkan sebagai agama resmi.
Bandingkan beberapa orang raja-raja di Nusantara
yang memeluk Islam yang ditulis oleh Caleb Capengeri
(2011:18) yakni Raja Goa bernama Matoaya atau Sultan
Abdullah pada tanggal 22 september 1605. Raja Konawe
Lakidende yang memerintah di pertengahan abad ke-19
adalah raja pertama yang memeluk Islam dan untuk raja
Mekongga adalah Sangia Nibandera yang pertama memeluk
islam pada tahun 1697 (Capenger, 2011:283).
Mosabuna i Watole.
5. Gogoli Liwuto, yang dihukum mati dengan jalan diikat
lehernya yang dilaksanakan di pulau Liwuto sebuah
pulau di depan Bau-Bau. Pulau ini dikenal dengan
nama Pulau Makassar, sebab di pulau inilah
ditempatkan para tawanan tentara Makassar yang
dipimpin oleh Karaeng Bonto Marannu oleh Speelman
dalam tahun 1667 dimaksudkan dengan Gogoli Liwuto
itu adalah Sultan Mardan Ali La Cila yang dijatuhi
hukuman mati oleh kerajaan karena dipersalahkan
melakukan perbuatan yang tercela dipandangan agama
Islam. Demikian itu beliau itu diberi nama dengan
peristiwa yang menyangkut dirinya sedangkan nama
Liwuto dengan pulau Makassar karena menjadi tempat
tawanan Makassa .
6. La Pai yang artinya pahit, diberikan nama seperti itu
karena kehidupan ibunya dalam keadaan yang
berkekurangan, yang selanjutnya sewijttu kelahiran
METRO GRAPHIA
adik La Pai, kehidupan ibunya kembali berubah dan
sudah berada dalam kesenangan dan penuh manisan.
Maka adik La Pai diberi nama La Meko artinya manis,
namun nama Arabnya ialah Muhammad Yunus.
7. La Nipo, karena lahirnya di masa pendudukan Jepang.
Ingat propaganda Jepang dengan Dai Nippon kepada
Indonesia. Jadi, pemberian nama ini dalam kaitannya
dengan keadaan waktu kelahiran.
8. La Nika yang sudah dapat diketahui bahwa
kelahirannya pada waktu N1CA, yaitu masa
pemerintahan Belanda sesudah perang Dunia II.
Demikianlah beberapa contoh pembuktian tentang
pemberian nama yang diberikan oleh kalangan orang tua di
Wolio, menurut tempat, keadaan dan sebagainya. Bersandar
atas pembuktian yang didasarkan dari segi tata bahasa,
Islam.
Konon Sultan Adonara dilantik oleh Syekh Abdul
Wahid sebagai Sultan. Dalam memberikan pelajaran Agama
Islam Syekh Abdul Wahid kawin di Adonara dengan anak
Sultan Adonara, yang di Buton hanya diberi nama Wa Ode,
sebagaimana Syekh Abdul Wahid hanya memperkenalkan
istrinya tersebut dengan nama Wa Ode Solo, asal dan
kelahirannya di Solo (Nusa Tenggara). Setelah meninggalkan
Adonara kemudian melanjutkan pengembaraannya untuk
memperluas ajaran Agama Islam, melanjutkan perjalanan ke
Ternate, sedang Syekh Abdul Wahid yang diikuti oleh
isterinya Wa Ode Solo menuju Buton dan terdampar di
Burangasi.
Tiba di Burangasi Syekh Abdul Wahid mengajak
orang-orang Burangasi untuk mengikuti ajaran agama .
METRO GRAPHIA
Beberapa hari kemudian karena masyarakat tertarik akan
ajaran Syariat Islam, maka masyarakat adat setempat segera
menyampaikan peristiwa tersebut pada raja sebagai
pemerintah pusat di Keraton Buton. Mereka melapor bahwa
kami di Burangasi didatangi seorang tokoh dan mengaku
bemama Syekh Abdul Wahid katanya keturunan Arab, dan
bersama isterinya. Kedatangan mereka sangat ramah tamah
terhadap seluruh rakyat. Mengajarkan kami bersembahyang,
berpuasa, saling membantu satu sama lain, bersedekah,
dilarangnya supaya kami jangan makan babi, jangan minum
minuman keras, jangan bermusuhan, jangan mengumpat
dan lain-lain, terutama jangan mengganggu hak orang lain
karena keseluruhan itu katanya apabila hal-hal itu kamu
perbuat adalah haram atau dosa dan apabila itu tidak
b. METRO GRAPHIA
Zainal Arifin Abbas
Secara resmi Indonesia Islam pada abad VII Masehi,
yaitu pada abad pertama dari tahun hijriah. Sebagai alasan
dikemukakan orang Arab, Islam telah mempunyai hubungan
perdagangan yang luas sekali denga negeri-negeri Timur,
malah pada abad VII Masehi Sultan Taisitung adalah raja
Tiongkok yang pertama memeluk Islam, dst...
d. H.M. Zainuddin
METRO GRAPHIA
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad VII atau
tahun 632 Masehi uraiannya sebagai berikut: sebelum Nabi
Muhammad SAW wafat, telah dikirim utusan (perintis) ke
negeri Tiongkok. (1).Setelah wafat Nabi Muhammad SAW
pada abad VII Masehi tahun 632 berangkatlah satu ekspedisi
yang terdiri dari beberapa orang saudagar Arab serta
beberapa orang mubbalig Islam ikut dalam rombongan itu
berlayar ke negeri Cina tinggal di negeri ina, tinggal di negeri
Canton dan singgah pula di Sumatera Utara (Aceh), yaitu di
Lanuri. (2) Dalam tahun 82 H = 717 M, satu ekspedisi dari
33 buah kapal bangsa Ajam Persia yang dikepalai oleh Zahid
telah meneruskan pelayaran ke negeri Cina (Tiongkok),
dalam kapal itu selai saudagar-saudagar Islam ikut pula
mubalig-mubalig Islam. Sebagian besar dari kapal-kapal
METRO GRAPHIA
V
PEMERINTAHAN KESULTANAN
BUTON ABAD XVI-XX
berikut.
mincuanamo isarongiakana amalute
ane sabutuna yinda apooli mingku
tabeanamo yisarongi amalute
moo saangu indamo tee amalana
Artinya: belum dikatakan sebagai orang lemah kalau
hanya tidak dapat mengerjakan sesuatu. Terkecuali
yang dikatakan sebagai orang lemah kalau sedikitpun
tak ada amal kebaikannya.
Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya:
orang yang berakal adalah orang yang mengoreksi dirinya
dan beramal untuk bekal sesudah mati, sedangkan orang
yang lemah ialah orang yang memperturutkan hawa
nafsunya dia berharap kepada Allah untuk memperoleh
kebaikan di akhirat ( HR. Tirmidzi)
Terhadap pengendalian diri dari orang lain sebagai
berikut: METRO GRAPHIA
Mincuanamo isarongia amisikini
Ane sabutuna yindate arataana
Tabeana isarongi misikini
Apeelu arasi kohakuna
artinya:
Belum dikatakan sebagai orang miskin
kalau hanya tidak mempunyai harta
Terkecuali dikatakan sebagai orang miskin
yang suka mengambil hak orang lain.
METRO GRAPHIA
f. Membentuk Sarana (pemerintahan) Wolio.
(kebesarannya)".
perkawinan Uncura.
Interpretasi penulis bahwa adanya rasionalitas
tersembunyi di balik larangan kawin kaomu dengan walaka.
Dianalogikan tiga tingkatan sistem pembagian kerja dan
pertumbuhan penduduk . Misalnya lapisan atas (bagian
kerucut) sebagai gambaran kaomu dimana populasi kecil.
klasifikasi kedua (tengah piramid) sebagai populasi lebih
banyak,dan kasifikasi ke tiga gambaran klasifikasi paling
bawah disebut papara atau rakyat yang digambarkan
sebagai populasi jauh lebih besar. Analogi pertumbuhan
penduduk pada tiga strata kaomu, walaka dan papara.
Golongan Kaomu keturunan seorang Ratu Wakaka sebagai
lapisan atas bagian kerucut dalam perkembangannya
populasinya lebih sedikit, dari pada walaka sebagai
keturunan dari 4 tokoh migran Buton berada pada lapisan
METRO GRAPHIA
tengah yang dalam perkembangannya populasi lebih banyak
dan kemudian lapisan ketiga papara (rakyat) jelas rentang
pertumbuhannya sebagai rakyat populasinya jauh lebih
banyak.
Berangkat analisis historikal ini, jika terjadi
perkawinan kaomu dan walaka apalagi wanita kaomu kawin
dengan pria walaka berarti populasi kaomu akan kehabisan
pemimpin karena secara garis patrilineal berarti tertarik di
lapis kebawah lapisan walaka (amandawu), yang berarti
pula akan hilang kebangsawanannya. Walaka mendudukan
adat lewat mia patamiana memberi kepercayaan kepada
kaomu, karena secara geneologis gelar"La Ode" adalah
predikat yang diberi oleh walaka siolimbona untuk
menduduki posisi Sultan dengan ciri dasarnya adalah
kecerdasan, kearifan dan kebijaksanaan dimiliki oleh
kaomu sendiri.
Pelanggaran adat perkawinan memang tidak dapat
dihindari atau terjadi incest tabu. Dalam lingkaran pusat
kerajaan, jika kemudian anak yang dilahirkan dari
perkawinan incest itu dinamakan " amandawu" artinya
"jatuh" tidak dapat lagi kembali sebagai semula mengikuti
kebangsawanan ibunya. Sebaliknya kalau perempuan
walaka dikawini oleh papara anak dari perkawinan itu
dikatakan "asapo" artinya " turun". Jelas dimengerti bahwa
kalau turun masih dapat naik, kembali sebagai
kebangsawanan itu. Tetapi melalui ketentuan adat. Sultan
Darul Alam mengadakan pula perubahan maskawin untuk
cucunya dan dengan perubahan itu tersusunlah tingkat-
tingkat mahar bagi perempuan sebagai berikut:
1. 1000 boka real bagi putri Sultan yang sementara
METRO GRAPHIA
dalam jabatan
2. 600 boka real bagi putri Sultan Darul Alam, apabila
laki-laki berasal dari bangsawan lain
3. 400 boka real, antara anak cucu Sultan Lang Kariyri
Darul Alam.
4. 300 boka real, bagi bangsawan yang lain yang tidak
berasal Sultan Lang Kariri Durul Alam.
5. 100 boka bagi bangsawan analalaki.
6. Kura satali satu boka real bagi anak cucu Bontogena
iwantiro kalau sementara dalam jabatan.
7. 80 boka real bagi anak cucu bonto Siolimbona.
8. 40 boka real bagi walaka Limbo dan pesuruh Sultan
yang sementara dalam jabatan.
9. 20 boka real bagi kaum papara.
Sorawolio;
3. Masigina Baadia - terdapat di desa Baadia, masih ada
dipergunakan masyarakat Baadia;
METRO GRAPHIA
Gambar 7. Mesjid Kuba Baadia keraton Buton
berat
Berdasarkan dengan firman dan ini sama diwujudkan
secara nyata dengan tidak memandang bulu, siapa saja
ditindaki. Dalam ketegasannya itu Muhammad Idrus
berkata bahwa firman dan hadistlah yang menjadi
dasar utama. Bertentangan dengan firman dan hadist
harus dihukum setimpal dengan perbuatan. Dalam
hubungan zina yang dalam adat dikatakan:
a. Pahalata yaitu perbuatan laki-laki dan perempuan
terhadap anak, saudara, ibu dan lain-lain yang
kesimpulannya tidak dibenarkan unluk kawin;
hukuman yang dilimpahkan termasuk yang berat
umumnya dengan hukuman mati;
b. Masalah yaitu melakukan hubungan dengan
perempuan yang bersuami dikenakan hukuman dera.
METRO GRAPHIA
Perbedaan dengan Pahalata adalah bahwa Pahalata
tidak dapat sama sekali untuk kawin sedangkan
masalah kalau masih hidup dalam menjalankan
hukuman dapan menikah setelah pernikahannya
yang pertama diputuskan;
c. Zina, ialah hubungan laki-laki dan perempuan
dengan tidak melalui pernikahan yang syah;
d. Pebula, adalah perhubungan yang dikarenakan
kenakalan semata dari laki-laki. Bahwa pada masa
lampau di waktu terang bulan anak-anak muda
mengambil kesempatan keluar rumah bersenang-
senang. Bula dalam Bahasa Indonesia sama dengan
terang (bulan). Karena kenakalan itu terjadinya
1) Paso Pitumatana
Poso pitumatana terdiri atas dua suku kata, yaitu
poso berarti paku dan pitumatana berarti tujuh buah paku.
Jadi, poso pitumatana dimaknai tujuh orang anggota dewan
menteri yang mempunyai kekuatan mengikat terdiri atas
Sapati, Kanepulu, Lakina Sora wolio, Lakina Baadia,
Kapitalao, dan Bontogena.
(a) Sapati
Sapati adalah ketua dari badan paso pitumatana.
Sapati dalam sistem pemerintahan modern sama dengan
perdana menteri yang bertugas memegang jabatan atas
(b) Kenepulu
(c) Kapitalao
Kapitalao adalah tuturan setempat dari istilah kapten
laut. Kapitalao merupakan komandan tentara armada laut
kerajaan. Kapitalao dianggap sebagai pedang sultan dan
rakyat kerajaan. Dalam hal ini untuk pengamanan kerajaan,
kapitalao tidak menunggu perintah dari atasanya, tetapi
langsung menjalankan tugas. Kapitalao terdiri atas dua
METRO GRAPHIA
orang, yaitu kapitalao matenaeyo dan kapitalao Sukanaeyo.
Jika ada serangan dari arah timur, maka pertama dihadapi
oleh Kapitalao Matanaeo, sedangkan yang datang dari arah
barat pertama dihadapi oleh Kapitalao Sukanaeo.
(d) Bontogena
Bontogena terdiri atas dua suku kata, yaitu bonto
artinya menteri dan ogena artinya besar. Jadi, bontogena
adalalah menteri besar. Jabatan ini tetap dipertahankan
sejak era kerajaan sampai masuknya agama Islam di Buton.
Bontogena dijabat oleh dua orang selaku pemegang
kekuasaan tertinggi dalam syarat kerajaan dan merupakan
ketua badan Legistratif kesulatanan Buton. Tugas utama
2) Badan Siolimbona
Siolimbona bersama Bontogena menetapkan calon yang
akan menjadi sultan. Orang-orang dari golongan kaomu yang
memenuhi persyaratan untuk calon Sultan diajukan pada
bontogena dan kemudian dibicarakan bersama siolimbona.
Calon yang diangkat adalah dari golongan kaomu yang
memenuhi persyaratan dan lewat musyawarah "bisa" atau
dukun kerajaan. Siolimbona terdiri atas sembilan bonto,
yaitu Bontona Peropa dan Bontona Baluwu lebih penting
daripada yang lainya. Dikatakan lebih penting karena
METRO GRAPHIA
menekan yang mengambil sumbah pada saat pelantikan
sultan. Bonto yang memegang Gundu-gundu, Bontana Melai,
Bontona Siompu, Bontona Wandailolo dan Bontona Rakiah.
2. Barata Patapalena
Dalam Konstitusi Murtabat Tujuh dijelaskan bahwa
Undang-Undang Barata lazim disebut Syara’ Barata. Pada
tiap-tiap Barata dibentuk jabatan yang gelarnya sama
seperti yang ada pada syara’ Buton, tetapi tidak lengkap
seperti susunan gelar jjabatan pada pemerintahan pusat
kesultanan. Susunan gelar dan jabatan itu bisa lengkap
1711)= 5
(19) Langkaryry/ Darul Alam/Oputa Sangia/(1712--
1750)= 6
(20) Himayatuddin/ Oputa YiKoo (1750--1752)= 9
(21) Oputa Sangia Wolowa (1752--1757)= 7
(22) Sultan Masabuna Yi Tobe-Tobe (1757--1760)= 1
(23) Himayatuddin/Oputa Yikoo (1760--1763)= 7
(24) La Jampi /Sultan Galampa Batu (1763--1788)= 3
(25) Mosabuna Yi Wandailolo/ Sorawolio (1788--1791)
= 6
(26) Sultan Sangia Lawalangke (1791--17899)= 2
METRO GRAPHIA
Keterangan:
(A) Tempat duduk Sultan didampingi oleh menteri-menteri
Patalimbona: Baluwu, Peropa, Gundu-gundu, dan
Burangkatopa
(B) Tempat duduk menteri Gampikaro
(C) Tempat duduk dari :
1. Sapati
2. Kenepulu
3. Lakina Sorawolio
4. Lakina Baadia
5. Bontogena
6. Bontona Gama
7. Bontona Siompu
8. Bontona Wandai
9. Bontona Lahia
METRO GRAPHIA
10. Bontona Vlelai
11. Bontona Silea
12. Bontona Jawa
13. Bontona Lanto
14. Bontona Waborobo
15. Bontona Lantongau
16. Bontona Pada
17. Bontona Kancoda
18. Bontona Bero-beroa
19. Bontona Lasomba
20. Bontona Barangka
(D) Tempat duduk dari:
1. Raja Muna
2. Raja Tiworo
3. Raja Kulisusu
4. Raja Kaledupa
5. Sapati Tiworo
6. Kenepulu: Kulisusu
7. Kapitalao Wuna
8. Bontoogena Wuna
9. Bontoogena Kaledupa
10. Intarano Bintano Wuna
11. Miana Tongkuno
12. Miana Lawa
13. Miana Kabawo
14. Miana Katobu
15. Miana Lasiapamu
16. Miana Lawa Tiworo
METRO GRAPHIA
17. Bontana Kampani
18. Bontana Kancua-ncua
19. Kapitana Liwu
(E) Tempat duduk Bobato menurut tingkat umur terdiri atas
bobato Siolipuna, bobato mancuana
(F) Tempat duduk
1. Kapitalao
2. Lakina Kamaru
3. Lakina Batauga
(G) Tempat duduk
1. Hatibina Wolio
2. Imam
3. Lakima Agama
Golongan Kaomu
Seperti yang terjadi pada daerah lain di Indonesia
golongan bangsawan menempati posisi pertama atau
golongan masyarakat paling tinggi dalam masyarakat.
Demikian pula stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat
Buton, golongan kaomu menempati posis pertama. Hanya
golongan inilah yang menduduki posisi birokrasi di dalam
METRO GRAPHIA
kesultanan Buton. Pada masa pemerintahan La Elangi, atas
dasar kesepakatan bersama antara La Elangi dan La Bula
kaomu digolongkan atas tiga aliran yang terdiri atas berikut
ini.
1) La Elangi sebagai aliran bangsawan Tanailandu
2) La Singa sebagai aliran bangsawan Tapi-Tapi
3) La Bula sebagai aliran bangsawan Kumbewaha
Ketika golongan diatas disebut dengan kamboru-
mboru ttalu palena artinya golongan bangsawan itu menjadi
pendukung dan pembela karena keahliannya, karena harta
bendanya, keberaniannya untuk melindungi rakyat yang ada
di kaomu golongan bawah. Atas dasar faktor tersebut
mengenai bisa atau tidaknya kaomu diangkat atau
Golongan Walaka
Golongan walaka merupakan golongan masyarakat
lapisan kedua dalam stratifikasi masyarakat Buton. Rahim
Yunus (1995:28) menyatakan bahwa atas dasar faktor
kekuasaan, walaka diklasitifikasikan menjadi tiga lapisan,
yaitu (1) walaka yang berdomisili di keraton, (2) walaka
yang berdomisili di luar keraton, dan (3) walaka biasa atau
yang disebut dengan Labuah. Lapisan pertama dan kedua
berhak menduduki jabatan meskipun yang pertama lebih
utama daripada yang kedua, sedangkan lapisan ketiga tidak
berhak lagi menempati jabatan dalam kesultanan.
2. Adat Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dikenal pula dengan
kariyaa dhadhi atau pesta kehidupan, yang dalam adat
Kesultanan Buton, seorang pria dalam menyampaikan
hajatnya, ketika melamar, dapat melalui salah satu jalur,
yaitu (1) pobhaisa (pembesanan resmi), (2) uncura (datang
menduduki rumah wanita), (3) popalaisaka (membawa lari
calon mempelai wanita), (4) humbuni (mendatangi paksa
calon mempelai wanita) (Mujur, 2009: 46). Tulisan Mulku
Zahari bukunya adat dan upacara perkawinan Wolio
(2017:82) bahwa selain empat saluran adat tersebut diatas
melalui Laawati adalah sang gadis diterima oleh pihak laki
dn dirumah pihak laki-laki dilangsungkan perkawinan
METRO GRAPHIA
secara adat. Hal tersebut terjadi karena sang perempuan
tidak sanggup melaksanakan perkawinan. Saluran adat
melalui Laawati tampak tidak berlaku lagi karena
menyangkut harga diri pihak keluarga perempuan. Demikan
Juga Saluran adat melalui tata Humbuni yang dilakukan
secara paksa oleh pihak laki-laki.
Pobhaisa
Pobhaisa merupakan bentuk perkawinan yang lebih
dahulu melalui persetujuan orang tua kedua belah pihak.
Langkah awal untuk menyalurkan keinginan seorang pria
kepada seorang wanita yang dicintainya, didahului dengan
mencari seorang penghubung (tolowae) biasanya seorang
anggota Syarana Hukumu Masjid Keraton Buton
Perkawinan Uncura
Etimologis kata uncura berarti duduk, yang dalam
konteks adat perkawinan adalah seorang laki-laki terpaksa
datang kerumah perempuan yang dikehendakinya. Ada
beberapa faktor terjadinya saluran adat tersebut antara lain
menurut Mulku Zahari (2019:79) ,(1) pinangan ditolak,
pihak perempuan beluma ada kesediaan sebagai
dikehendaki pihak laki-laki yang ingin mengambil jalan
singkat ,dimana prosedure Pobhaisa dianggap rumit dan
waktu lama. Karena itu, cara tersebut bisa juga dikatakan
tindakan berani yang dilakukan oleh pihak laki-laki, karena
ketika sang laki-laki masuk kerumah pihak perempuan
dapat beresiko penolakan secara kasar, karena pihak
METRO GRAPHIA
keluarga perempuan ada pilihan laki-laki lain, karena bisa
terjadi pengusiran. Karena itu, secara adat pihak pengawal
laki-laki menuturkan kepada pihak perempuan sebagai
berkut “ ikawaaka mami iwesiy olaanu siy bea uncura
iwaanu, ta padadia atawa tapekamatea somanamo
iyaroatamo”.
Disamping faktor tersebut Menurut Muif Mujur (2009)
bahwa lazimnya perkawinan Uncura dilakukan jika laki-laki
dari golongan walaka hendak menikah dengan perempuan
kaomu yang tidak dapat dilakukan melalui proses
Perkawinan Pobhaisa. Uncura adalah cara pernikahan hasil
ijtihad dari Oputa Sangia Manuru La Ngkariy-riy (Sultan
Buton ke-19, Tsaqiuddin Duurul Alam Qaimuddin Khaliifatul
Khamis) yang pada awalnya ditentang oleh golongan walaka
Perkawinan Popolaisaka
Popolaisaka dikenal pula dengan istilah umum, yaitu
kawin lari. Popalaisaka terdiri kata Po artinya Saling dan
palai = lari dan saka = laksanakan atau bertemu. Popalaisaka
berarti lari bersama atas kemauan bersama sang laki dan
perempuan tanpa sepengetahuan orang tua pihak
perempuan Adapun perkawinan dengan popolaisaka ini
dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama-tama pihak laki-
laki berusaha untuk mengadakan hubungan dengan pihak
perempuan dengan menggunakan jasa perantara atau
Humbuni
Humbuni adalah cara pernikahan yang dilakukan
secara tiba-tiba atau mendadak dengan menyerbu masuk ke
rumah perempuan/gadis yang diidam-idamkan dan
biasanya dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya.
Perkawinan ini sangat jarang terjadi karena mempunyai
G. Bahasa
Bahasa Buton terdiri atas bahasa Pancana, bahasa Cia-
METRO GRAPHIA
cia, dan bahasa Wolio1. Bahasa Buton dikelompokan menjadi
dua macam. Pertama, bahasa Wolio sebagai bahasa resmi
kerajaan atau bahasa persatuan yang digunakan di kalangan
keraton dan sekitarnya. Kedua, bahasa - bahasa lokal, seperti
bahasa Cia-Cia, bahasa pancana dialek Muna yang juga sebagai
bahasa orang Katobengke ,dialek pulau-pulau tukang besi, dll.
Adanya bahasa-bahsa lokal di Buton merupakan indikator
bahwa orang-orang yang mendiami Pulau Buton berasal dari
beberapa negeri. Tradisi tulis yang digunakan orang Buton
dikenal dengan Buri Wolio atau tulisan Wolio berasal tulisan
Arab. Tradisi menulis masyarakat Buton dapat dilihat
melalui naskah naskah kesusastraan mereka. Naskah-
1
Profesor Anceaux pernah melakukan penelitian sastra Bahasa Wolio.
Menurutnya cukup beraneka ragam yang masih tersimpan dalam naskah (
A. Teeuw: 1982:11).
I. METRO GRAPHIA
Agama dan Kepercayaan
Orang Buton atau orang Wolio sebagai pemeluk
agama Islam, tetapi kepercayaan yang dianut oleh rakyat
sebelum Islam masuk di Buton masih dipertahankan hingga
sekarang. Kepercayaan-kepercayaan yang besar diduga
berasal dari kepercayaan dan paham masyarakat Buton
pada masa sebelum Islam, yaitu kepercayaan "serba roh"
(animisme) dan adanya unsur agama Hindu Budha
Selanjutnya di bawah ini, disajikan gambar tempat
pelantikan Sultan sebagai berikut.
a. Riwayat Tuamaruju
Tuamaruju beristri dengan Wa Talubangana. Wa
Talubangana adalah saudara Wa Solongki yaitu anak raja
Tobe-tobe. Perkawinan Tuamaruju dengan Wa Tulubangana
dikarunia dua anaklaki-laki masing-masing bernama
Nganciraja dan Rajamulae yaitu Sangia Igola. Nagnciraja
beristri dengan Wa Nimpu anak Batukara dan ibunya
bernama Wa Musambi. Perkawinan Nganciraja dengan Wa
Nimpu dikaruniai seorang anak perempuan bernama
Sameka.
orang anak yang terdiri dari tujuh orang laki-laki dan empat
orang perempuan. Ketujuh orang laki-laki itu adalah La Ode
Muhammad Raja Tiworo. La Ode Ganaparasi raja Todanga,
La Ode Imana raja Lasalimu, La Ode Ramali raja Wolowa, La
Ode Sandati raja Lolibu, La Ode Hasabanasa Kenepulu dan
La Ode Hanifa. Sedangkan keempat anaknya yang
perempuan yaitu Mobolina Kamalina i Baadia Wa Ode Baai,
raja Holimombo perempuan bernama Wa Ode Bintangsari.
Baluna Kapaitalao bernama Wa Ode Ida dan Wa Ode
Rarambia.
i. Riwayat Raja Tiworo La Ode Muhammad
Raja Tiworo La Ode Muhammad beristri dengan Wa
Ode Jabal Arafa anak dari raja Lasalimu i-Bau-Bau dikaruniai
tujuh orang anak, dua orang laki-laki dan lima orang
perempuan. Kedua orang laki-laki itu adalah La Ode Abdul
METRO GRAPHIA
al-Samad dan La Ode Saleh. Sedangkan kelima anaknya yang
perempuan ialah WaOde Bakuogema, WaOde Bulumomato,
WaOde Bulukadana, Wa Ode Ngkito dan Wa Ode Kalakamba.
METRO GRAPHIA
VI
KETOKOHAN,ETOS DAN NILAI
BUDAYA KEPEMIMPINAN
La Kilaponto
Nama La Kilaponto umumnya lebih populer di
kalangan masyarakat Muna. Beliau adalah putra Raja Wuna
keenam bernama Sugimanuru. Menurut Couvreur (1935:5)
Sugimanuru mempunyai empat belas orang putra terdiri
atas sebelas orang laki-laki dan tiga orang perempuan.
METRO GRAPHIA
Keempat belas orang dimaksud adalah (1) Kakodo, (2)
Manuntara, (3) La Kakolo, (4) La Pana (5) Tendridatu, (6)
Kalipapoto, (7) Wa Sidakkari, (8) La Kilaponto, (9) La
Posasu, (10) Rimaisimba, (11) Kiraimaguna, (12)
Patolakamba, (13) Wa Gulo, dan (14) Wa Ode Pogo.
La Toolaki
Nama La Tolaki ini, meskipun kurang populer di
masyarakat (Buton, Muna dan Tolaki), banyak ditemukan
dalam beberapa kitab kuno dan arsip-arsip Kerajaan Buton
dan Wuna. Menurut kedua sumber tersebut, La Tolaki
merupakan nama lain dari La Kilaponto dan Murhum yang
juga putra Raja Muna Sugimanuru. La Tolaki adalah nama
Haluoleo
Munculnya nama Haluoleo sebagai nama lain La
Kilaponto, Murhum, dan La Tolaki pada prinsipnya baru
dikenal kemudian dan mengemuka setelah
dipublikasikannya hasil penelitian Rustam Tamburaka dkk
bertajuk Sejarah Sulawesi Tenggara. Nama ini hanya muncul
dalam tradisi lisan, tidak pernah disebut-sebut dalam kitab-
kitab kuno atau pun dalam arsip-arsip kerajaan. Haluoleo
dalam bahasa Tolaki delapan hari (halu = delapan, dan oleo
= hari). Dalam kemunculannya sebagai tradisi lisan
tampaknya pemahaman terhadap Haluoleo telah melahirkan
beberapa versi cerita yang berbeda satu sama lain.
Menurut versi Tolaki sebagaimana dikembangkan oleh
Rusatam Tamburaka dkk, Haluoleo adalah nama tokoh yang
penamaanya dihubungkan dengan proses kelahirannya yaitu
METRO GRAPHIA
menjelang kelahirannya ibu dari pasangan salah seorang
kepala suku di Konawe mengalami sakit sehingga delapan
hari. Versi Muna dan Buton, Haluoleo bukan nama tokoh
akan tetapi nama Peristiwa Sejarah. Ketika itu La Kilaponto
menajdi mokole di Konawe, terjadilah perang saudara
antara Mekongga dan Konawe. Perang tersebut berlangsung
selama delapan hari dan berhasil didamaikan oleh La
Kilaponto atau La Tolaki. Sementara itu versi Moronene,
Haluoleo dikenal sebagai tokoh yang sangat berpengaruh
sehingga ia diangkat menjadi Raja Moronene. Menurut versi
ini, Haluoleo dikenal sebagai putra Raja Luwu dan
mempunyai dua orang putra masing-masing Mororimpu
sebagai Raja Rumbia dan Sangia Tewaleka sebagai Raja
Poleang.
Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa La
Kilaponto pernah menjadi Raja di tiga kerajaan besar di
Sulawesi Tenggara, yaitu Buton, Wuna dan Konawe. Tidak
diperoleh keterangan yang pasti berapa lama La Kilaponto
menjadi raja atau Mokole di konawe. Ia menjadi raja Wuna
selama tiga tahun kemudian digantikan saudaranya yaitu La
Posasu dengan gelar Kobangkuduna kemudian La Kilaponto
menjadi raja di Buton selama empat puluh enam tahun.
Ada beberapa hal penting yang patut dicatat dalam
lembaran sejarah Buton sehubungan dengan perjuangan
Murhum atau La Kilaponto di antaranya :
1. La Kilaponto telah menunjukkan keberhasilannya
dalam menumpas bajak laut dari Tobelo yang dipimpin
La Bolontio. Ketika itu telah membuat Raja Buton V
METRO GRAPHIA
Rajamulae tidak berdaya lagi.
2. La Kilaponto telah menunjukkan keberhasilannya
dalam mendamaikan perang saudara antara Mekongga
dan Konawe sehingga ia digelar La Tolaki. Dalam
istilah Muna dan Buton disebut peristiwa delapan hari
(Haluoleo).
3. Ketika menjabat sebagai Raja Buton, seluruh kerajaan
lain di wilayah Sulawesi Tenggara bagian kepulauan
menyatu dengan pemerintahan kerajaan Buton, kecuali
empat kerajaan besar (Wuna, Tiworo, Kaedupa dan
Kolensusu) tetap berstatus sebagai kerajaan yang
memiliki otonomi khusus, yang dikenal dengan istilah
Barata Patapalena.
Transisi Sosial
No Masyarakat Tribal Modern
Budaya (tradisonal
Industrial
modern)
1 Mentalitas Mentalitas menerabas Mentalitas
meremehkan mutu produktif
2 Solidaritas Solidaritas Keseimbangan
kekerabatan dan gotong royong dan
individual individual
3
METRO GRAPHIA
Bergantung pada Menundukan alam keselarasan
alam dengan alam
4 Disiplin murni Disiplin tidak murni disiplin murni
5 Kepemimpinan Orientasi vertikal Orientasi vertikal
terlalu orientasi partisipatif
vertikal
6 Bergantung pada Nasib dan kerja keras karya nyata
nasib menerabas
VII
PENUTUP
METRO GRAPHIA
DAFTAR PUSTAKA
Bali
Dwipayana, A.A.G.N. Ari. 2001. Kelas dan Kasta: Pergulatan
Kelas Menengah Bali. Yogyakarta. Lapera Pustaka
Utama.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian : Proses Perubahan
Ekologi di Indonesia. Jakarta : Bharata Karya Aksara.
Gramsci, Antonio 2008. Postkolonialisme Indonesia
Relevansi Sastra. Kutha Ratna, Nyoman Yogykarta :
Pustaka Pelajar.
Gramsci, Antonio 2017. Sejarah dan Budaya. Terj. Ira
Puspotoni dkk. Penerbit: Narasi bekerjasama
dengan Pustaka Promotea. Yogyakarta:
Haz, Hamzah. 2001. Mengkaji Ulang Politik Ekonomi
Indonesia : Strategi Mewujudkan Keadilan Sosial.
Pustaka Ciganjur.
Kartodirdjo,Sartono 1999. Multi Dimensi Pembangunan
Bangsa, Kanisius, Yogyakarta.
Kasim, Ifdhai. Johanes da Masenus Arus. 2001 (ed). Hak
METRO GRAPHIA
Ekonomi, Sosial Budaya : Esai-Esai Pilihan Buku 2,
Penerbit ELSAM.
Keesing, M.R. 1982. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif
Kontemporer. Alih Bahasa, oleh Samuel Gunawan :
Jakarta Erlangga.
Koentjaraningrat, 1959, Metode Antropologi : Metode
Antropologi Dalam Penyelidikan Masyarakat dan
Kebudajaan di Indonesia.
Koentjaraningrat, (ed) 1993. Masyarakat Terasing di
Indonesia : Jakarta. PT. Gramedia.
Kunst,J 1953 Kulturhistorische Beziehungen zwischen dem
Balkan un Indonesien. Koninklijk Instituut vor de
Tropen. Mededeeling No CIII Amsterdam
Laura, et.all. 1996. The Effects df Poverty, Race, and Family
Structure on US Children’s Health: American Journal
of Public Health. 1401. Data from the NHIS, 1978
Through 1980 and through 1991: October 1996 vol.86,
no 10:
Lacour, Misty and Laura. D Tissington 2011., The Effects of
Poverty on Academic Achievement. Eductional
Research and Reviews Vol 6 (7),pp. 522-577.
Southern Arkansas University, Magnolia, Arkansas
USA
Ligvoet, A. 1878. Beschrijving en Geshiedenis van Boeton.
dalam Bijdragen tot de Taal Land-en Volkenkunde,
26; p. 1-112
Liliweri, Alo. 2014, Pengantar Studi Kebudayaan Nusa
Media: Bandung
Linton ,R. 1936, The Study of Man, An Introduction, New york
, London , D. Appleton- Century Company
Madu, La Ode, 1980. Sejarah Masuknya agama Islam di
Buton dan Perkembangannya. Manuskrip tidak di
terbitkan
Magenda, B.D. 2003. Potensi Politik dan Sumberdaya
Manusia di KTI. dalam A.A. Baramuli dan L.M.
METRO GRAPHIA
Kamaluddin (Perjuangan Membangun Indonesia
Timur. Edisi 2). Yapensi, Jakarta.
Meyer. D.F. 2016 “ Predikctor of Poverty a Comparative
Analysis of Low Income Communities in the
Northern Free State Region, South Africa.
International Journal of Social Sciences and
Humanity Studies. Vol.8. no. 2, 2016 ISSN.
1309-8063. North West University (Vaal Campus)
Sauth Africa
Mok. TY.; C Gan and Sanyal 2007. The Deterrminants of
Urban Houshold Poverty in Malayisia. Journal of
Social Sciences 3(4) ISSN. Lincoln University,
Conterbury, Newzealnd
Mazi, A. 2003. Menuju Sultra Raya 2020. Buton
Development Corperation, Kendari.
Nasikum, Dr. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Fisipol
Universitas Gajah Mada. Management PT. Raja
MAKALAH
Clara Backel, Naskah Buton. Makalah yang disampaikan
pada seminar internasional pernaskahan di Kota
Baubau Juni 2005
Chun Tai Hyun, Samguk Yusa Dan Wang O-Ch’on Ch’uk-Kuk
Jon : Sebagai sumber kajian Melayu. Makalah yang
disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Ding Choo Ming, Proyek Pemetaan Manuskrip Pribumi
SUMBER NASKAH
Anonim, Naskah Kesultanan, Silsilah Raja-Raja dan Sultan-
Sultan Buton, Koleksi A.M. Zahari, Bau-Bau.
Anonim, Naskah Bahasa Tagalog, Dalam Siwupima
Andaresta SBF, 302, Davao Filipina, Terjemahan S.
Munir.
Anonim, Naskah Dalam Bahasa Tagalog, Manila, “Akarada
Sulu” Dalam SBF, 402.
Anonim, Naskah Dalam Bahasa Tagalog, “Siwupima
Andaresta” Dalam SBF, 501. Manila. Terjemahan S.
Munir.
Anonim, Naskah “Murtabat Tujuh”,Koleksi A.M. Zahari, Bau-
Bau.
METRO GRAPHIA
METRO GRAPHIA
METRO GRAPHIA
Keterangan:
Yang menjadi Ego dalam silsilah tersebut adalah Dr. Ir. H.
Mujur Muif. Silsilah tersebut ditarik melalui Nabi
Muhammad SAW. Kemudian menurun pada Wakaaka
Ratu/Raja Buton pertama yang kemudian bersuamikan
Raden Sri Batara seorang bangsawan Majapahit. Ratu
Wakaka sebagai generasi ke 12 dari Nabi Muhammad SAW
dan menurun ke beberapa Raja dan bangsawan kaomu dan
walaka. Dari 38 Sultan Buton, ada beberapa yang tidak
termuat dalam silsilah tersebut dan hal tersebut bahwa
perhitungan yang ditarik adalah sesuai garis hubungan
kekerabatan berdasarkan hubungan darah (affinity) dan
bukan berdasakan hubungan kekerabatan akibat
perkawinan (consanguinity).atau perhitngan silsilah melalui
Dr Muif Mujur sebagai garis ego dalam silsilah tersebut
METRO GRAPHIA
Yang menarik perhatian dalam silsilah tersebut
adalah keterhubungan Kerajaan Buton dan Kerajaan
Buleleng Bali adalah sebagai hasil perkawinan dari
bangsawan kedua kerajaan tersebut, antara lain masuknya
Presiden Pertama RI Soekarno dalam silsilah tersebut.
Silsilah Sukarno dalam berbagai sumber sejarah di Indonesia
menyebutkan Ibu Kandung Soekarno bernama Ida Ayu
Nyoman Rai dan berayahkan Raden Sukemi. Menelusuri
jejak silsilah kedua orang tua Soekarno versi tersebut diatas
menunjukan bahwa Ida Ayu sebagai hasil perkawinan putri
Raja Buleleng dengan La Jami ( I Nyoman Pendet) Putra
seorang petinggi kesultanan, Bhonto ogena (Menteri Besar
atau setingkat menteri Koodinator) kesultanan Buton.
Selanjutnya Ida Ayu kawin dengan LM Idris putra La Ode
Lampiran 2
Peta Pulau Buton dan Kota Baubau berada pada posisi
kaki Pulau Sulawesi
METRO GRAPHIA