Anda di halaman 1dari 345

METRO GRAPHIA

SEJARAH DAN ETNOGRAFI BUTON

Penulis : Dr. La Ode Dirman, MSi


DesainSampul : HISPISI SULTRA
Editor : Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd
Penerbit : Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-
IlmuSosial Indonesia Sultra
Cetakan Perdana : Maret 2017
Cetakanke-2 : Maret 2018
ISBN : 978-602-60719-1-0

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras mengutip, memfotocopy, dan memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
METRO GRAPHIA
AlamatRedaksi : Jl. Kelapa No. 107 AnduonohuKendari
Telp : 085241529993 e-mail:anwarhapide@yahoo.com

356
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas Rakhmat


dan HidayahNya jualah sehingga Penulisan buku Sejarah dan
etnografi Buton dapat terselesaikan dengan baik.
Dasar pemikiran sekaligus tujuan penulisan buku
Sejarah dan etnografi Buton, yaitu : (1) mengungkap,
meluruskan bagian-bagian penting secara kronologis holistik,
komparatif sejarah dan budaya Buton, dari penulisan terdahulu,
(2) mencari Figur ketokohan dan diantara Sultan yang pernah
berkuasa, (3) mencari mata rantai hubungan kekerabatan antar
etnik di Buton yang bercikal bakal dari masa kerajaan, (4) Figur
tokoh diatas, yang nilai kepemimpinannya dapat diadopsi,
direlevansikan dengan sistim kepemimpinan masa kini, dalam
rangka menuju Provinsi Buton Kepulauan. Penulisan Sejarah
dan Etnografi Buton telah dilakukan selama satu tahun dengan
METRO GRAPHIA
teknik pengumpulan data Library Research dan Field
Research. Kajian Penulisan dilakukan secara multidisiplin
yakni sejarah, antropologi, dan filologi dengan acuan sentral
metodologis ilmu antropologi budaya.
Edisi ke-2 buku ini dilakukan sebagai penyempurnaan
tulisan edisi perdana, khususnya hal-hal mengenai data
tambahan dan redaksionalnya, disamping juga kebutuhan
mahasiswa dan pelaku pembangunan elit Buton. Sekali lagi,
kualitas sebuah penulisan sejarah dan etnografi untuk waktu 1
tahun khususnya kajian secara akultratif, memang belum
menghasilkan sebuah kepadatan metodologis, namun temuan
yang sifatnya menetralisir interpretasi para tokoh dan
masyarakat Buton, dapat ditemukan indikasi penyatuan
pandangan, teristimewa penemuan tambahan daftar nama -
nama pejuang menentang kolonialisme yang selama ini tidak
tercatat dalam arsip nasional. Khususnya ketokohan Sultan

Sejarah dan Etnografi Buton iii


Lakilaponto/Murhum/ Latoolaki dan Sultan Himayatuddin/
Oputa i Koo serta menemukan kembali mata rantai hubungan
kekerabatan Raja-Raja/Sultan pada kerajaan-kerajaan yang
pernah ada di Sulawesi Tenggara. Pada gilirannya mengadopsi
nilai–nilai Falsafah, Kepahlawanan dan Teknologi dalam
konteks pembangunan menuju prospek masa depan menuju
pembentukan Provinsi Buton Kepulauan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kajian ini masih
jauh dari kesempurnaan .Saran dan kritik positif konstruktuf
dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Karena itu
Penyusunan buku ini dapat terlaksana berkat adanya bantuan
berbagai pihak, baik moral maupun materi. Teristimewa kami
ucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada seluruh rekan-rekan dosen dalam lingkungan Jurusan
sejarah dan Program Studi Tradisi Lisan Universitas Halu Oleo
yang telah memberikan disain pemikiran mulai proses awal
penulisan buku ini hingga dalam bentuk naskah buku ini, telah
METRO GRAPHIA
banyak memberikan kontribusi pemikiran baik sistematika
maupun kontennya,
Kepada tokoh Buton yang berjasa dalam penulisan
Sejarah Buton baik status dan perannya sebagai elite birokrasi
maupun tokoh masyarakat, Tokoh adat, kaum intelektual Buton
maupun sebagai infoman kunci. Pada kesempatan ini penulis
ucapkan terima kasih terutama kepada rekan-rekan sejawat
;Prof Dr. La Niampe,M.Hum, Prof. Dr. H. Anwar, M.Pd,, Dr.
Rifai Nur, M.Si., Drs. H. Rauf Suleiman, MSi. Penulis terdahulu
Tokoh adat Buton antara lain; Prof. H. La Ode Siradjudin
Djarudju (alm), Drs.L.A. Rasyid. (alm). La Mbalangi (alm),La
Ode Aegu, Drs.La Ode Abubakar (alm) dan Dr. Ir. H. Muif
Mujur. Keenam tokoh adat terahir semasa hidup mereka
sangat memberikan kontribusi kearah penulisan Sejarah
Buton,baik melalui karya mereka maupun sebagai informan

iv Sejarah dan Etnografi Buton


kunci, semoga mereka mendapat tempat yang layak disisi
Allah SWT. dan kepada keluarganya kami ucapkan terima
kasih yang mendalam.
Semoga buku ini dapat berguna dan bermanfaat
kepada semua pihak, terutama tokoh dan tokoh adat Buton,
baik yang berada di wilayah Buton maupun di perantauan
termasuk para generasi muda khususnya mahasiswa. Harapan
penulis semoga bantuan dan dukungan yang diberikan dari
berbagai pihak mendapatkan ganjaran pahala disisi Allah
SWT, Amin Ya Robbal A’alamin.

Kendari, Maret 2018

Penulis,

METRO GRAPHIA
Dr. La Ode Dirman, MSi

Sejarah dan Etnografi Buton v


DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... ix

BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Konsepsi Persebaran Kebudayaan
dan Etnografi.................................................................... 7
C. Skematik perubahan Sosial Budaya ....................... 30

BAGIAN II
METRO GRAPHIA
PULAU BUTON, PENDUDUK TAHAP AWAL DAN
PERSEBARANNYA SEBELUM ABAD XIV
A. Istilah nama Buton dan Penduduk
Tahap awal ........................................................................ 37
B. Asal Usul Persebaran Kaum Migran Buton ........ 49
C. Simbolisasi Sawerigading dan Raja-Raja I
di Sulawesi Tenggara ................................................... 64
D. Komparatif Nenek Moyang Penduduk Sultra ... 79

BAGIAN III
BUTON ERA KERAJAAN ABAD XIV-XVI
A. Proses Terbentuknya Kerajaan ............................... 85
B. Struktur Pemerintahan Raja II Tua Rade ............ 92
C. Hubungan Buton Dengan Kerajaan Lain ............. 96

vi Sejarah dan Etnografi Buton


BAGIAN IV
ISLAM DI BUTON ABAD XV
A. Awal Masuknya Islam Di Buton............................... 101
B. Pengaruh Islam Sejak Masa Raja Mulae
Raja V .................................................................................. 105
C. Pembawa Ajaran Agama Islam ................................ 117
D. Islam Sebagai Faham Baru ........................................ 114

BAGIAN V
PEMERINTAHAN KESULTANAN ABAD XVI-XIX
A. Gambaran Umum Sosio Politik ................................ 149
B. Pemerintahan, Program dan Prestasi
Kerja ..................................................................................... 151
C. Struktur Pemerintahan dan Barata.
Patapalena .......................................................................... 198
METRO GRAPHIA
D. Tata Cara Pelantikan Sultan ...................................... 209
E. Stratifikasi Sosial Tradisional dan
Perkawinan....................................................................... 221
F. Mata Pencaharian dan Teknologi ........................... 246
G. Bahasa .................................................................................. 250
H. Kesenian dan permainan Tradisional .................. 252
I. Agama dan Kepercayaan .............................................. 257
J. Silsilah, Kekerabatan dan Istri-Istri Raja.............. 272
K. Kedudukan Perempuan Dalam Pemerintahan,
Dan Peranan Wa Ode Wau ........................................ 289

BAGIAN VI
TOKOH, ETOS DAN NILAI BUDAYA KEPEMIMPINAN
A. Lakilaponto Pemersatu Kerajaaan-Kerajaan

Sejarah dan Etnografi Buton vii


Tradisional di Sulawesi Tenggara................................ 295
B. Potensi dan Kepribadian Khas Kolektif
Orang Buton ..................................................................... 305
C. Budaya dan Etos Kerja Orang Buton ..................... 316

BAGIAN VII
PENUTUP ............................................................................................ 321

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 327

LAMPIRAN ......................................................................................... 339


SILSILAH RAJA/SULTAN BUTON DAN
HUBUNGAN KEKERABATAN RAJA-RAJA
NUSANTARA ...................................................................................... 339

METRO GRAPHIA
PETA PULAU BUTON ..................................................................... 344

viii Sejarah dan Etnografi Buton


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batu Podimba, tempat menempel surat


oleh para migran awal ........................................ 44
Gambar 2. Bendera Kerajaan Buton" Tombipagi"
dan Makam Spanjonga ....................................... 57
Gambar 3. Makam Betoambari terletak wilayah
pantai Lakeba Bau-Bau ...................................... 60
Gambar 4. Batu Poaro = batu menghadap.
Legenda Syekh Abdul Wahid ......................... 126
Gambar 5. Undang-Undang Kesultanan Buton
"Murtabah Tujuh" abad ke 17 ...................... 160
Gambar 6. Mesjid Agung Keraton Buton dan
tiang bendera .......................................................... 170
Gambar 7. Mesjid Baadia.......................................................... 184
METRO GRAPHIA
Bagan 8. Skematik Formasi Posisi Duduk Pada
Upacara pelantikan Sultan ............................... 210
Gambar 9. Makam Sultan di keraton Buton .................... 215
Gambar 10.Kuningan dan peralatan dapur
yang digunakan upacara adat2 ..................... 243
Gambar 11.Batu " Popaua"= Tempat Sultan
mengangkat sumpah pelantikan .................. 252
Gambar 12.Pakaian adat Perempuan Buton ................... 283
Bagan 13.Masyarakat Tradisional-Transisi-
Modern....................................................................... 300
Gambar 14.Silsilah Raja Buton dan Raja-raja
Nusantara ................................................................ 330
Gambar 15.Peta Pulau Buton .................................................. 335

Sejarah dan Etnografi Buton ix


La Ode Dirman

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penulisan sejarah dan etnografi Buton adalah salah
satu rencana perwujudan kearah pembangunan menuju
proses revitalisasi nilai kesejarahan menuju peradaban
Buton kepulauan. Salah satu pendekatan pembangunan
yang digunakan pemerintah Kota Baubau dan Kabupaten
Buton yaitu strategi pendekatan Gerakan pariwisata,
Kebudayaan dan peradaban.
METRO GRAPHIA
Belajar dari pengalaman pertumbuhan masyarakat
industrial di Eropa dan Jepang dapat diajukan anggapan
bahwa proses menuju masyarakat industrial adalah proses
perubahan keseluruhan sendi dasar kemasyarakatan,
sedemikian rupa sehingga memenuhi kualifikasi untuk
disebut sebagai proses perubahan peradaban dan
Kebudayaan (civilization and cultural change). Pada kedua
gugus kebangsaan ini pertumbuhan masyarakat industrial
benar-benar dimulai dari posisi awalnya sebagai
masyarakat agraris, sedangkan pada proses perubahan
negara-negara newly industrial countries yang lain posisi
awalnya tidak sepenuhnya berada pada posisi sebagai
Negara agraris. Hal ini terlihat misalnya pada negara Korea
Selatan dan Taiwan. Mundur ke tahun sebelum perang

Sejarah dan Etnografi Buton 1


La Ode Dirman

dunia ke-2, pada kedua negara ini sebagian benar struktur


sosial-ekonomi masyarakatnya memang masih tegak di atas
pilar-pilar agrarian society, namun beberapa kantong
masyarakat industrial sudah mulai berkembang, sehingga
perkembangannya menuju masyarakat industrial relatit
cepat, sekitar empat dasa warsa. Pada kedua negara ini
proses percepatan industrial berlangsung secara relatif
terencana dan direncanakan, bahkan digerakkan oleh
pemerintah yang berkolaborasi dengan dunia pendidikan
dan ekonomi-bisnis, sehingga proses perubahan bukan saja
dapat dipercepat, tetapi juga memiliki daya tahan atau
endurance yang tinggi.
Arif Budiman mencatat tentang ketidakjelasan
pilihan pendekatan pembangunan, antara pemerataan
dengan pertumbuhan (equality - growth policy), sehingga
METRO GRAPHIA
Indonesia mudah terjebak dan demikian yang terjadi dalam
perangai terjelek dan masing-masing pendekatan, atau
gagal dikedua-duanya1. Prof. Sartono Kartodirdjo mencatat
betapa pluralitas masyarakat telah gagal difahami oleh
sistem politik dan pemerintahan, sehingga jangankan
menuju pertumbuhan atau pemerataan, bahkan
pembangunan semakin mengantarkan bangsa dan
Indonesia ke bibir jurang perpecahan dan kehancuran.
Sartono sampai pada keadaan tanpa harapan kecuali
terjadinya cutting generation2. Pemikir muda Didik J
Rachbini memandang bahwa kegagalan sistem politik dan

1
Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1995
2
Sartono Kartodirdjo, Multi Dimensi Pembangunan Bangsa, Kanisius,
Yogyakarta, 1999

2 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

pemerintahan di Indonesia ini ditunjukkan oleh fakta ketika


berbagai upaya pembangunan semakin menjauh dan
kepentingan sosial-ekonomi kerakyatan, tetapi juga gagal
dalam membangun struktur perekonomian yang
mengandalkan pada pertumbuhan dan globalisasi 3.
Pemecahan yang memenuhi kualifikasi kesejarahan ini tidak
bisa tidak adalah civilization and cultural change.
Bagaimana standar perubahan mendasar ini dapat
diterapkan dalam rangka mewujudkan masyarakat
industrial ?.
Setelah lebih 60 tahun Buton berdiri sebagai
Kabupaten, bahkan dalam sejarah pemerintahan, sebelum
terbentuknya Propinsi Sulawesi Tenggara, Buton tercatat
sebagai ibukota Kabupaten Sulawesi Tenggara ibu kotanya
Baubau. Dalam berbagai ukuran ekonomi dan sosial,
METRO GRAPHIA
ternyata masih berada pada peringkat paling bawah, sedikit
di atas Kabupaten-Kabupaten yang ada di Nusa Tenggara
Timur, Maluku. Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat dan
Papua; bahkan Sulawesi Tenggara masih di bawah provinsi-
provinsi yang lebih muda, seperti Bangka Belitung,
Gorontalo, Bengkulu dan Banten. Namun, memperhatikan
rasio jumlah anggaran pemerintahan dan pembangunan
Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dengan jumlah
penduduk yang ternyata lebih besar dibandingkan Provinsi
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah 4, maka
dapat diduga penyebab kelambatan perkembangan provinsi

3
Didik J Rachbini, Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2000
4
Ibid, 2002

Sejarah dan Etnografi Buton 3


La Ode Dirman

ini bukan karena keterbatasan anggaran, melainkan karena


rendahnya prakarsa masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan serta dalam pembangunan.
Demikian halnya masyarakat Buton, gagasan
pemerintah Kabupaten Buton memekarkan wilayahnya, di
mulai kota Baubau sebagai kota admistratif Ibu kota
Kabupaten Buton kemudian pada tahun 2003 berdiri
sendiri, menyusul beberapa kecamatan yang menjadi
Kabupaten yaitu,Kabupaten Wakatobi, Bombana, Buton
Tengah dan Buton Selatan. Hal ini dapat dipahami, selama
ini sektor pemerintahan memang berperan sebagai pelaku
tunggal pelaksanaan pembangunan, dan proyek
pemerintahan menjadi penentu detak ekonomi dan sosial
masyarakat. Namun juga disadari bahwa sasaran
pembangunan ke arah terwujudnya masyarakat industrial
METRO GRAPHIA
memang memerlukan perubahan yang radikal, dalam arti
perubahan sampai ke akar-akar kebudayaan dan peradaban.
Secara konseptual Kebudayan sebagai komplek nilai,
kepercayaan dan adat istiadat masyarakat (dimensi afektif)
maka ia harus tetap lestari dan dijadikan landas tumpu
perkembangan peradaban. Sedangkan dalam dimensi
peradaban sebagai komplek pencapaian (dimensi kognitif),
seperti misalnya pencapaian pembangunan dibidang
pendidikan, kesehatan, perekonomian dan kesejahteraan
sosial dapat digerakkan ke arah globalisasi dan secara
bertahap harus siap diukur dengan standard kompetensi
global. Atas dasar latar ini penulis melakukan kajian
penelitian sejarah dan etnografi Buton yang merupakan
salah satu implementasi atau Skim agenda aksi Pendekatan

4 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Gerakan Pariwisata, Kebudayaan dan Peradaban Menuju


Provinsi Buton Kepulauan, yang dituangkan dalam laporan
ini. Penulisan sejarah dan Etnografi Buton ialah
mengembangkan pemikiran dan kepedulian bersama untuk
memahami identitas, posisi, nilai dan ketokohan dalam
kerangka kebudayaan dan peradaban Buton, serta
merumuskan strategi perubahan Era Kerajaan,
kemerdekaan hingga Reformasi dan peradaban dalam
menuju ke arah terwujudnya masyarakat industrial. Dasar
pemikiran penelitian sejarah dan Etnografi Buton, antara
lain : 1) Mengungkap, meluruskan bagian-bagian penting
secara metodologis, kronologis holistik sejarah dan budaya
Buton dari penulisan terdahulu., 2) Mencari mata rantai
hubungan kekerabatan etni-etnik di Sulawesi Tenggara
yang bercikal bakal dari masa kerajaan. 3) Membangkitkan
METRO GRAPHIA
heroisme dan peranan tokoh era kerajaan untuk diadopsi
konteks pembangunan masa kini. 4). Adopsi karakteristik
sifat kepemimpinan masa kerajaan (sifat dan perangai),
watak, etos kerja) dalam transisional sosiokultural masa
kini menuju mentalitas dan sikap industrial;
Secara umum penulisan Sejarah dan etnografi Buton
ialah memberikan perspektif dasariyah dalam perumusan
kebijakan dan program pemerintahan dan pembangunan
menuju Propinsi Buton Kepulauan. Manfaat khusus
penulisan ini ialah memberikan skim agenda aksi gerakan
Kerajaan pariwisata dan peradaban dalam kerangka
kegiatan pemerintahan dan pembangunan menuju Propinsi
Buton Kepulauan. Penulisan sejarah dan etnografi Buton,
disamping menghasilkan wacana dan perenungan tentang

Sejarah dan Etnografi Buton 5


La Ode Dirman

prasyarat perubahan Kebudayaan dan peradaban yang


mendasari pelaksanaan Kerangka Umum juga diupayakan
merumuskan kerangka kebijaksanaan dan program
perubahan Kebudayaan dan peradaban. Sasaran pragmatik
ini merupakan realisasi dari pendekatan pembangunan
kebudayaan dan pariwisata, yaitu Pembangunan sebagai
proses perubahan Kerajaan dan peradaban.
Pertama, penulisan ini bergerak pertama sekali
melalui studi pustaka khususnya mengkaji berbagai tulisan
para penulis lokal Buton, mengklasifikasi aneka versi dan
dokumen tentang sejarah Buton khususnya Naskah Buton,
salah satu naskah dari 13 naskah yang ada di Indonesia.
Selanjutnya studi komparatif pustaka nasional maupun
referensi asing yang memiliki hubungan dengan sejarah dan
budaya Kerajaan di Sulawesi Tenggara.
METRO GRAPHIA
Kedua, Penulisan terhadap sejarah kehidupan,
keberagamaan budaya dan adat istiadat kelompok-
kelompok etnikal Buton. Selanjutnya penelitian komparatif
yang dilakukan dengan adat istiadat Jawa, Sulawesi Selatan
dan kelompok-kelompok etnikal Nusantara yang lain
menjadi arah penelitian ini sebagai penguatan terhadap
identitas dan eksistensi sejarah Kebudayaan Buton masa
lampau yang sedang bergerak ke depan. Penulisan ini
praktis bergerak daiam kerangka participatory research,
satu dan lain hal, karena pelaku berasal dari varian
primordial yang ada. Standar tinggi penelitian dalam
kerangka PR ini diupayakan melalui pelibatan tokoh-tokoh
dan generasi muda, di antaranya diinteraksikan melalui
metaplan.

6 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Ketiga, proses metaplan juga menjadi andalan dalam


perumusan kebijakan dan program gerakan pariwisata,
kebudayaan dan peradaban Buton Kepulauan.
Penulisan ini beruntung dapat melibatkan beberapa
informan kunci, tokoh adat, tokoh masyarakat, pemerhati
dan aktivis pengembangan budaya secara relatif
antargenerasi, sehingga hasil metaplan diharapkan cukup
mewakili pandangan tokoh adat aspirasi masyarakat,
akademisi yang relevan secara keilmuan melalui jenjang
seminar, bedah buku sampai tingkat budaya dalam Menuju
peradaban Buton Kepulauan. Seksi teknik yang ketiga ini
sungguh membuka dan mengawali berlangsung proses
participatory and action research (PAR) dalam
penyelenggarakan gerakan Kebudayaan dan peradaban ke
depan dan yang hanya berpihak ke masa depan : Provinsi
METRO GRAPHIA
Buton Kepulauan.

B. Konsepsi Persebaran Kebudayan dan Etnografi


1. Arti dan pengertian Sejarah
Arti sejarah menurut Kuntowijoyo memiliki makna
harafiah : ‘pohon’ (syajaratun:bahasa Arab). Ada dua
macam pengarti annya; sejarah dalam arti negatif dan
sejarah dalam arti positif. Secara negatif bukan sebagai
mitos, filsafat, ilmu alam dan sastra, sebaliknya arti positif
sejarah dimaknai ilmu tentang manusia, waktu, sesuatu
yang bermakna sosial. Berdasarkan bentuk dan sifatnya
yaitu 1).sejarah sebagai peristiwa manusia yang hanya
sekali terjadi, 2) kisah yang sudah terjadi diungkap

Sejarah dan Etnografi Buton 7


La Ode Dirman

kembali,3) sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang


memiliki obyek,teori, metode dan sistematis, 4) sejarah
sebagai seni bahwa sejarah meruapakn pengetahuan rasa
dengan ciri ; intuitif, imagjinasi, emosi dan gaya bahasa.
Bandingkan silsilah raja-raja Jawa dapat dilacak dari
silsilah Nabi Adam hingga raja-raja mataram
Islam,pelacakannya melalui prasasti, kitab serta bukti-
bukti sejarah lainnya (Bayu Aji, 2016:14),. Demikian pula
melacak silsilah raja dan Sultan Buton dapat dilacak
melalui kitab naskah kesultanan Buton yang dikenal
sebagai salah satu naskah dari 13 naskah yang ada di
Nusantara. Pelacakannya juga silsilah Nabi Muhamad
hingga Raja Buton Pertama Wakaaka atau juga dengan
nama Zamzawiah, juga pelacakan melalui prasasti Batu
podimba, kitab naskah “Buri Wolio” ( Tulisan Arab Gundul)
METRO GRAPHIA
serta bukti sejarah lainnya

1.1. Difusi Kebudayaan Indonesia dan Konsepsi


Persebaran Penduduk.
Disertasi Koentjaraningrat (1958) mengacu tulisan
para ahli difusionisme dalam mengeksplanasi proses difusi
kebudayaan di Indonesia sebagai berikut: bahwa Sejak lama,
kira-kira mulai pertengahan abad ke-19, para sarjana telah
sadar bahwa kebudayaan-kebudayaan di Indonesia telah
dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan asing yang datang
dari daerah-daerah lain karena difusi.
Didalam garis besarnya ada suatu anggapan pada
para sarjana, bahwa daerah pulau-pulau Indonesia yang
besar, ialah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan

8 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

juga sebagian dari Nusa Tenggara sampai kira-kira pulau


Flores, sejak berpuluh-puluh abad lamanya ada dibawah
pengaruh kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari
Asia, sedangkan daerah pulau-pulau disebelah timur
Sulawesi dan Sumbawa, ialah kepulauan Maluku Utara,
Maluku Selatan, dan Kepulauan Timor, sejak berabad-abad
lamanya ada dibawah pengaruh kebudayaan-kebudayaan
asing yang dari Irian dan Melanesia.
Didalam tahun 1868, terbitlah suatu kitab dari
seorang sarjana biologi bangsa Amerika, bernama
A.S.Bickmore, yang memandang akan soal tersebut diatas
dari sudut antopologi-fisik. Bickmore itu datang di Indonesia
dikirim oleh Lembaga ilmiah Boston Society of Natural
History. Dengan maksud untuk melanjutkan penyelidikan
terhadap kehidupan jenis-jenis ikan dan binatang-binatang
METRO GRAPHIA
kerang di Indonesia, yang dalam abad ke-17 telah dimulai
oleh Rumphius. Disamping itu Bickmore telah menulis
sebuah kisah laporan perjalanan, berkepala Travels in the
East Archipelago (1868), yang memuat juga keterangan
tentang ciri-ciri suku-suku bangsa anak negeri Indonesia,
dipandang dari sudut ilmu antropologi fisik. Mengenai hal
itu beliau berkata bahwa penduduk Indonesia itu dapat
dibagi dalam tiga golongan : (a) golongan suku-suku bangsa
yang tinggal dipulau-pulau besar, di Filiphina dan Nusa
Tenggara sampai dengan Sumbawa, yang disebutnya
golongan Asia, termasuk ras Melayu ; (b) golongan suku-
suku bangsa yang tinggal disebelah timur dari daerah
tersebut dalam sub a yang disebutnya golongan Australi,
termasuk ras Papua ; (c) suatu golongan campuran yang

Sejarah dan Etnografi Buton 9


La Ode Dirman

terdapat sekitar garis tapal batas antara kedua golongan


tersebut diatas.
Anggapan tentang adanya suatu .. “Daerah Barat” dan
suatu .. “Daerah Timur” di Indonesia, mendapat bantuan
banyak dari penyelidikan-penyelidikan ilmu perbandingan
bahasa di Indonesia. Bahwa bahasa-bahasa di Indonesia itu
merupakan anggota dari suatu rumpun bahasa yang lebih
besar, yang meliputi suatu daerah luas, ialah daerah pulau-
pulau di Lautan Teduh, dan yang pernah disebut rumpun
bahasa-bahasa Polynesia, kemudian rumpun bahasa Malayo-
Polynesia, kemudian rumpun bahasa-bahasa Austronesia,
telah lama disadari oleh para sarjana ilmu bahasa, mula-
mula oleh seorang sarjana ilmu bahasa bangsa Belanda,
A.Reland, dalam permulaan abad ke-18. kemudian
menyatakan bahwa ada suatu deret panjang dari sarjana-
METRO GRAPHIA
sarjana yang telah memberi sumbangan yang banyak
terhadap pemecahan soal kekeluargaan bahasa-bahasa
Austronesia itu. diantara deret panjang itu, tampak sarjana-
sarjana seperti W. Marsden, J. Crawfurd, J.R.Logan,
W.Von Humboldt, A. Bastian, H.Kern J.Brandes,
W.Schmidt, O.Dempwolff, sebagai sarjana-sarjana yang
penting ; sedangkan berhubungan dengan soal pembatasan
antara bahasa-bahasa Austronesia sebelah barat dan
bahasa-bahasa Austeonesia sebelah timur, nama J. Brandes
lah yang muncul sebagai salah seorang sarjana yang paling
penting. Salah seorang sarjana yang mencoba memperkuat
anggapan tentang adanya suatu Daerah Barat dan suatu
Daerah Timur di Indoesia, adalah C,M. Pleyte Wzn. Dengan
mempelajari daerah difusi dari alat-alat senjata sampitan

10 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dan busur, beliau mencoba memperlihatkan,, ........ an exact


demarcation between the western and eastern branches of
the Malayo-Polynesian race .....” (C.M.Pleyte Wzn, 1891-
a.265).
Sesudah menguraikan dimanakah di Indonesia
terdapat alat senjata sumpitan dan dimanakah terdapat alat
senjata busur, dan sesudah menyusun tempat-tempat itu
dalam suatu daftar yang panjang (C.M.Pleyte Wzn, 1891-
a.274-275), maka beliau sampai kepada kesimpulan bahwa
ada dua garis pembatasan yang membagi daerah kepulauan
Indonesia kedalam tiga daerah. Garis yang pertama berjalan
sebelah timur Filiphina, melalui Minahasa, membelok
kesebelah barat Sulawesi Selatan, membelok ke Timur
melalui sebelah timur Sumbawa kemudian membelok
kebarat lagi melalui sebelah barat Sumba. Adapun garis yang
METRO GRAPHIA
kedua melalui sebelah timur Filiphina juga, melalui sebelah
barat Halmahera kemudian memotong melalui kepulauan
Maluku, kira-kira dipulau Buru dan memotong melalui pulau
Flores kira-kira di Manggarai. Demikian terjadi tiga daerah
yang tampak pada peta Indonesia,
Pada daerah sebelah barat, senjata pokok daripada
suku-suku bangsa yang tinggal disana adalah sumpitan.
Senjata busur hanya kadang-kadang dikenal pada beberapa
bangsa sebagai alat senjata penembak, atau sebagai
permainan anak-anak. Pada daerah tengah, senjata sumpitan
maupun busur tak ada. Sedangkan pada daerah timur, hanya
dikenal senjata busur. Dengan metode menggambarkan
difusi dari alat-alat senjata. Pleyte mencoba menerangkan
adanya tiga daerah kebudayaan di Indonesia yang kira-kira

Sejarah dan Etnografi Buton 11


La Ode Dirman

cocok dengan tiga daerah ciri-ciri fisis dari penduduk


Indonesia menurut A.S. Bickmore dan yang kira-kira cocok
dengan daerah-daerah bahasa menurut J. Brandes.
Kecuali penyelidikan-penyelidikan difusi secara
sederhana, serupa dengan apa yang terurai diatas itu, Pleyte
pernah juga melakukan suatu penyelidikan tentang difusi
dari adat memotong kepala di Indonesia. Penyelidikan ini
bersifat lebih sederhana lagi, karena sebenarnya hanya
merupakan pembuatan suatu daftar saja tempat ada atau
pernah ada adat memotong kepala itu. (C.M.Pleyte Wzn, 189.
908-940).
Anggapan tentang adanya suatu Daerah Barat dan
Daerah Timur di Indonesia juga diselidiki dengan metode
kulturkreise oleh seorang sarjana, tidak kurang dari pada W.
Schmidt sendiri. Didalam tahun 1909 beliau mengumumkan
METRO GRAPHIA
hasil suatu penyelidikan dihadapan suatu pertemuan
daripada lembaga pertemuan daripada lembaga Weiner
Anthropologischen Gesellschaft. Uraian itu kemudian
diperluas menjadi suatu karangan yang penting berkepala
Grundlinien einer Vergleichung der Religionen und
Mythologien der Austronesischen Volker. Didalam karangan
tersebut Schmidt mengembangkan teori bahwa didaerah
bahasa-bahasa Austronesia itu ada dua Kulturkreise.
Kulturkreis yang satu mempunyai sebagai unsur antara lain,
suatu mytologi yang berpusat kepada bulan. Kulturkreis
yang lain mempunyai sebagai unsur antara lain, suatu
mythologi bulan terdapat pada suku-suku bangsa Nias,
Batak. Dajak dan penduduk terutama di Pulau-Pulau Nusa
Tenggara sebelah timur, kepulauan Maluku Utara dan

12 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Selatan, serta diberbagai pulau di Polinesia. Adapun daerah


perpaduan antara kedua Kulturkreise tadi adalah Sulawesi.
Pada tahun 1918 tampak didalam gelanggang ilmiah
suatu karangan yang memandang akan soal-soal difusi
kebudayaan Indonesia dari sudut Heliolithic Theory.
Karangan itu adalah karangan W.J. Perry yang membuat
suatu penyelidikan luas tentang bangunan-bangunan sisa-
sisa kebudayaan megalith di Indonesia (W.J. Perry, 1918).
Didalam penyeledikan tersebut Perry telah meletakkan
dasar bagi suatu teori lebih luas, yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut didalam sebuah kitab tebal yang
diterbitkan dalam tahun 1923. kitab itu yang bernama The
Children of The Sun, menerangkan bagaimana suatu
kompleks dari unsur-unsur kebudayaan yang disebut oleh
Perry, Archaic Civilization, dibawa dari Mesir ke Asia Barat,
METRO GRAPHIA
ke India, ke Indonesia, kepulau-pulau di Lautan Teduh,
sampai di Amerika, oleh bangsa-bangsa yang berpindah
mencari kekayaan emas dan mutiara.
Kita kembalilah sekarang kepada anggapan tentang
adanya suatu Daerah Barat dan Daerah Timur didalam
kebudayaan Indonesia. Perlulah disebut disini bahwa
anggapan itu mendapat bantuan besar daru ilmu archeologi
prehistori. Ilmu ini, yang bermaksud menyelidiki sejarah
kebudayaan Indonesia dari zaman sebelum datang pengaruh
kebudayaan Hindu, adalah suatu ilmu yang masih amat
muda. Sungguhpun benda-benda tinggalan kebudayaan-
kebudayaan zaman pre-Hindu itu sudah terkenal dan
dikumpulkan didalam museum-museum sejak permulaan
abad ke-19, sungguhpun didalam tahun 1887 C.M. Pleyte

Sejarah dan Etnografi Buton 13


La Ode Dirman

telah membuat suatu ichtisar dan klasifikasi sementara


daripada benda-benda artefak prehistoris yang terkumpul
didalam museum-museum di Indonesia maupun di negeri
Belanda (C.M.Pleyte Wzn, 1887) dan sungguhpun pada akhir
abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 ada suatu perhatian
besar dari kalangan para sarjana akan benda-benda
perunggu dari zaman prehistori Asia Tenggara, aktivitet
penggalian, pengumpulan dan klasifikasi daripada benda-
benda peninggalan kebudayaan-kebudayaan prehistori
Indonesia sebenarnya baru mulai sesudah tahun 1920.
Adapun penyelidikan dan penggalian-penggalian
yang mulai menjadi aktif itu terutama dilakukan oleh sarjana
seperti P.V. van Stein Callenfels, A.N.J.T. a T. Van der
Hoop dan H.R. van Heekeren. Hasil penggalian-penggalian
adalah kebudayaan-kebudayaan yang didalam ilmu
METRO GRAPHIA
prehistori disebut kebudayaan paleolithicum dan proto-
neolithikum. Adapun analisa-analisa yang dilakukan oleh
sarjana-sarjana tersebut diatas dan juga oleh sarjana seperti
R. Von Heine Geldern menuju kearah anggapan adanya
beberapa persebaran bangsa-bangsa yang membawa
kebudayaan-kebudayaan proto-neolithicum,sedangkan
persebaran bangsa-bangsa tadi menyebabkan difusi-difusi
kebudayaan disebelah timur Indonesia. R. von Heine
Geldern, seorang sarjana ilmu anthropolgi-budaya yang
juga menaruh banyak perhatian kepada bahan archeologi
prehistori Indonesia, telah membuat suatu rekonstruksi dari
sejarah difusi kebudayaan neolithicum di Asia Tenggara
pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Di dalam
hal itu beliau telah mempergunakan dasar-dasar metode

14 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Kulturkreise karena bahan kebudayaan neolithicum dari


Asia Tenggara itu dirangkaikan oleh beliau dengan lain
unsur kebudayaan-kebudayaan neolitichum di Asia
Tenggara itu diumumkan didalam beberapa karangan, dan
yang terpenting diantaranya adalah karangan yang
berkepala :
E.M. Loeb seorang sarjana ilmu antrhopologi budaya
bangsa Amerika yang terbukti juga seorang penganut
metode-metode aliran Kulturhistorisch. Loeb mencoba
mempelajari soal difusi kebudayaan di Indonesia dengan
mengambil suatu Kulturkompleks yang terdiri dari unsur-
unsur organisasi kemasyarakatan. Unsur-unsur itu adalah
cross-cousin marriage, persekutuan-persekutuan yang
berupa clan adat perkawinan exogami, susunan moiety, adat
pantangan-pantangan didalam hubungan dengan kerabat-
METRO GRAPHIA
kerabat yang tertentu, dan istilah mama untuk saudara laki-
laki ibu.
Kompleks unsur-unsur kebudayaan ini dianggap oleh
Loeb asal dari daerah India Tengah dan kemudian
didifusikan melalui Indonesia ke Oceania. Di Indonesia
kompleks itu tampak di dalam organisasi masyarakat suku-
suku bangsa Batak dan Minangkabau. Teori difusi ini
diuraikan oleh Loeb didalam dua karangan, yang satu
termaktub dalam majalah Antrhopos (E.M.Loeb, 1933) dan
yang lain dalam majalah American Anthropologist
(E.M.Loeb, 1933-1934)
Pada akhirnya perlu disebut sebuah penyelidikan
difusi kebudayaan yang mempergunakan metode klasifikasi
Kulturkreise dan Kultuschicten. Penyeledikan itu

Sejarah dan Etnografi Buton 15


La Ode Dirman

dilakukan oleh B.A.G. Vroklage, seorang pendeta penyiar


agama nasrani serta sarjana ilmu Anthropologi-Budaya
aliran W. Schimidt dan meliputi kebudayaan-kebudayaan,
suku-suku bangsa di Kalimantan, suku-suku bangsa di
Sulawesi dan suku-suku bangsa di kepulauan Maluku Utara
dan Selatan (B.A.G. Vroklage, 1936).
Didalam daerah tersebut Vroklage berhasil
mendapatan sembilan Kulturkreise dan Kulturschicten yang
mengandung Kulturkompleks yang terdiri dari banyak unsur
kebudayaan, terutama unsur-unsur organisasi kemasyara
katan dari suku-suku bangsa yang hidup didaerah-daerah
tersebut. Kesembilan Kulturkreise dan Kulturschicten itu
dianggap oleh Vroklage hasil dari delapan macam difusi
unsur-unsur kebudayaan asing, yang dibawa masuk ke
Indonesia oleh delapan migrasi bangsa-bangsa asing yang
METRO GRAPHIA
asal dari berbagai jurusan. Sarjana lain yang pernah
memperhatikan soal difusi kebudayaan-kebudayaan, masih
dapat kita tambah dengan nama J. Kunst. seorang sarjana
musikologi.
J.Kunst pernah membuat suatu penyeledikan
perbandingan antara alat-alat bunyi-bunyian beberapa
bangsa yang tinggal didaerah Balkan, Rusia Selatan dan Asia
Barat dan berbagai alat bunyi-bunyian di Indonesia. Karena
beliau mendapatkan bahwa memang ada persamaan, maka
beliau membandingkan lain-lain unsur kebudayaan untuk
mendapatkan persamaan lebih lanjut. Persamaan-
persamaan terdapat didalam hal motif perhiasan, maka
berdasarkan atas Kulturkompleks sederhana yang terdiri
dari dua unsur, ialah alat-alat musik dan perhiasan itu.

16 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

J.Kunst berkesimpulan bahwa beliau telah memperkuat


teori-teori tentang adanya hubungan-hubungan
Kulturhistorisch antara Asia Barat dan Indonesia (J.Kunst,
1953).

1.2. Teori Difusi kebudayaan Yang dipakai oleh Para


Penyelidik Indonesia.
Sesudah melakukan suatu peninjauan sepintas lalu
didalam karangan-karangan mengenai difusi kebudayaan
tersebut diatas, maka terbukti bahwa disamping metode-
metode sederhana untuk menyelidiki persebaran unsur-
unsur kebudayaan di Indonesia ada pula dua buah metode
penting yang yang dipakai didalam penyelidikan-
penyelidikan itu. kedua metode itu akan kita tinjau lebih
lanjut dibawah ini didalam susunan urut sebagai berikut .
2.1. METRO GRAPHIA
Metode klasifikasi Kulturkreise dan Kulturschichten
yang dikembangkan oleh para sarjana ilmu
anthropologi-budaya dari Jerman dan Austria.
2.2. Heliolithic Theory yang dikembangkan oleh G. Elliot
Smith dan W.J. Perry di Inggris.
2.3. Metode klasifikasi Kulturkreise dan Kulturschicten.
Diatas telah dikatakan bagaimana anggapan dasar
tentang difusi unsur-unsur kebudayaan yang
dikembangkan oleh F. Ratzel itu, melalui sarjana-
sarjana ilmu geografi seperti L. Frobenius dan B.
Ankermann, sampai kepada F.Graebner. sarjana
tersebut terakhir ini telah mengolah lebih lanjut
anggapan Ratzel itu sehingga terjadi metode tentang

Sejarah dan Etnografi Buton 17


La Ode Dirman

klasifikasi kebudayaan-kebudayaan kedalam


Kulturkreise dan Kulturschichten. Bagaimanakah
Graebner sampai kepada teori itu akan kita
perhatikan tingkat demi setingkat dibawah ini.
Apabila seorang penyelidik mendapatkan di dua
tempat A dan Z yang amat berjauhan letaknya satu dengan
yang lain di dunia ini, ada dua unsur kebudayan x dan x 1
yang berdasarkan Qualitats Kriteriumnya menundukkan
persamaan satu dengan yang lain, maka menurut Graebner
si penyelidik harus terlebih dahulu memperhatikan akan ada
kemungkinan-kemungkinan hubungan dalam masa lampau
antara kedua bangsa yang tinggal di A dan Z tadi terlebih
dahulu berusaha untuk mencari bukti-bukti daripada
hubungan dalam masa lampau itu. Apabila dengan segala
macam usaha, kemungkinan akan hubungan itu tak mungkin
METRO GRAPHIA
dapat dibuktikan, maka bolehlah si penyelidik memikirkan
ada kemungkinan daripada suatu perkembangan atau
evolusi yang dijajar dari unsur-unsur kebudayaan x dan x1
itu ditempat A dan Z. Seorang penyelidik yang membuat
suatu penyelidikan perbandingan antara kebudayaan di A
dengan kebudayaan di Z, yang mengandung unsur x dan x 1
yang sama itu, mungkin sekali akan mendapatkan bahwa
kecuali unsur x di A tadi masih ada unsur-unsur lain yang
sama dengan unsur-unsur lain di Z.
Demikian apabila di A terdapat berbagai-bagai unsur,
misalnya suatu benda berupa ikat pinggang dari kulit kayu,
rumah-rumah dengan atap yang berbentuk kerucut, kapal-
kapal lesung, penyandar-penyandar kepala dari kepala kayu
yang dipakai untuk tidur, pelempar tombak, sistem

18 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kekerabatan patrilinear upacara-upacara inisiasi, dongeng-


dongeng matahari dalam mytologi, adat penguburan diatas
panggung dan lain-lain, mungkin sekali di Z semua atau
sebagian besar daripada unsur-unsur kebudayaan tersebut
diatas juga ada. Prinsip didalam metode membandingkan
dua kebudayaan yang mewajibkan perhatian akan
persamaan-persamaan bentuk dari sebanyak mungkin
unsur-unsur kebudayaan inilah yang disebut oleh para
sarjana prinsip Quantitats-Kriterium. Semua unsur dalam
satu kebudayaan yang menunjukkan persamaan bentuk
dengan unsur-unsur serupa itu juga dalam lain-lain
kebudayaan, disebut oleh para sarjana suatu
Kulturkompleks. Perwujudan lahir yang sama daripada
kompleks-kompleks kebudayaan diberbagai tempat dimuka
bumi ini diterangkan oleh Graebner sebagai suatu hal yang
METRO GRAPHIA
logis sekali.
Graebner menyatakan bahwa bangsa-bangsa yang
didalam jangka waktu yang panjang berpindah daru satu
daerah kedaerah lain itu jarang sekali membawa hanya satu
unsur dari kebudayaannya, tetapi selalu membawa suatu
kompleks unsur-unsur. Demikian pada hakekatnya.
Kulturkompleks tersebut tidak hanya akan ada dalam
kebudayaan-kebudayaan ditempat A dan ditempat Z, tetapi
dalam kebudayaan-kebudayaan dibanyak tempat lain
diantara A dan Z, yang dahulu dilalui oleh bangsa pembawa
Kulturkompleks tadi, waktu mereka berpindah dari tempat
A ke Z, kebudayaan-kebudayaan ditempat-tempat lain, ialah
B, C, D, E, dan sebagainya itu, yang semua mempunyai

Sejarah dan Etnografi Buton 19


La Ode Dirman

Kulturkompleks kita tadi, oleh Graebner diklasifikasikan


menjadi satu bersama A dan Z, dengan diberi Kulturkreis.
Kecuali kedua prinsip terurai diatas , ada suatu
prinsip lain yang amat penting didalam teori Graebner, ialah
prinsip Ferninterpretation. Ada kemungkinan bahwa kedua
daerah A dan Z tadi terletak demikian jauh satu dengan lain
dimuka bumi ini, sehingga pada pandangan pertama,
hubungan didalam zaman dahulu sukar dapat disanggakan.
Apakah persamaan diantara kedua kebudayaan ditempat A
dan Z itu tidak hanya berdasarkan atas Qualitas-Kriterium,
tetapi juga atas Quantitas-Kriteriumnya. Apabila terbukti
ada persamaan dari dua kompleks unsur-unsur kebudayaan
berdasarkan atas kedua kriterium tadi, maka betapa jauh
juga letaknya A dan Z, harus ditarik kesimpulan bahwa
persamaan antara kebudayaan di A dan kebudayaan di Z itu
METRO GRAPHIA
adalah hasil difusi. Difusi yang menghubungkan jarak jauh
itu diinterpretasikan oleh Graebner dengan dua cara :
a. Mahluk manusia itu pada hakekatnya asal dari satu
tempat dimuka bumi ini, demikian bangsa-bangsa
yang sekarang tinggal berjauhan ditempat A dan Z itu,
didalam zaman dahulu mungkin merupakan bangsa-
bangsa tetangga.
b. Jarak jauh itu hanya soal yang amat relatif, karena
hubungan antara bangsa-bangsa di A dengan bangsa-
bangsa di Z itu mungkin sekali berlangsung secara
berangkai melalui satu bangsa tetangga kebangsa
tetangga berikutnya ; demikian difusi mungkin
berlangsung melalu suatu Kontaktserie (F.Graebner,
1911, 153).

20 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Pada satu tempat yang tertentu, biasanya ada


kebudayaan yang tidak hanya mengandung satu
Kulturkompleks yang tertentu, tetapi suatu campuran dari
beberapa Kulturkompleks. Hal ini disebabkan karena
didalam masa yang lampau ada banyak Kulturkompleks
yang pada laku difusinya bersimpang siur, dan saling
berpaduan dan bercampur pada berbagai tempat dimuka
bumi ini. Percampuran dari Kulturkompleks itulah, yang
menyebabkan bahwa menentukan suatu Kulturkreis itu
menjadi suatu pekerjaan yang sulit. Pada suatu tempat yang
tertentu, Kulturkompleks yang berpadu itu datang pada
zaman yang berbeda-beda, sehingga terjadi seolah-olah
lapisan daripada Kulturkompleks itu. lapisan-lapisan itulah
yang oleh Graebner disebut Kultur schichten.
Metode Graebner untuk mengklasifikasikan semua
METRO GRAPHIA
kebudayaan didunia mengenai dimensi ruangnya kedalam
beberapa Kulturkreise dan mengenai demensi waktunya
kedalam beberapa Kulturschichten, telah disempurnakan
oleh W. Schmidt, yang kemudian mempergunakan metode
itu dalam usahanya untuk merekonstruksikan kembali
sejarah persebaran kebudayaan-kebudayaan di seluruh
dunia. Meskipun metode klasifikasi Kulturkreise-
Kulturschichten itu telah mendapat kritikan, yang biasanya
juga dilangsungkan terhadap lain-lain aliran Historisme
pada umumnya.
Bahwa metode klasifikasi Kulturkreise-
Kultursxhichten itu berdasarkan atas Kulturkompleks dari
pada unsur-unsur yang diambil lepas dari hubungan
berfungsi dengan masyarakatnya. Lebih lanjut kritikan dasar

Sejarah dan Etnografi Buton 21


La Ode Dirman

itu juga bahwa Kulturkompleks yang ditentukan oleh para


penganut teori Kulturkreise itu hanya abstraksi-abstraksi
yang subjektif belaka. Kritikan ini kemudian diperhatikan
pula dan seorang sarjana anggota aliran W. Schimdt,
bernama V. v. Bulck, telah mencoba untuk lebih
menyempurnakan lagi metode Kulturkreise sebagai berikut :
a. Memperhatikan cara-cara untuk memandang akan
unsur-unsur kebudayaan daripada suatu Kultur
kompleks didalam rangka hubungan berfungsi
dengan masyarakat ;
b. Memperhatikan cara-cara untuk memperhatikan
secara detail proses-proses perpaduan antara
kebudayaan-kebudayaan didalam simpang siur difusi
itu :
c. Mempelajari daerah-daerah difusi yang terbatas.
METRO GRAPHIA
Dengan pengolahannya yang terakhir itu, metode
Kulturkreise mendekati anggapan F. Boas tentang
penyelidikan difusi kebudayaan.

1.3. Heliolithic Theory

Teori ini, yang mula-mula dikembangkan oleh G.Elliot


Smith itu berdasarkan prinsip-prinsip bahwa : a) mahluk
manusia itu pada dasarnya tidak bisa menemukan dan
memperkembangkan satu usur kebudayaan baru untuk dua
kali ; b) karena itu persamaan antara unsur-unsur
kebudayaan yang ada diberbagai tempat didunia itu, harus
terutama diterangkan sebagai hasil difusi :c) didalam proses
difusi kebudayaan-kebudayaan dimuka bumi ini,

22 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kebudayaan Mesir memegang suatu peranan penting,


sebagai sumber yang terutama. Diatas prinsip-prinisp itu
W.J. Perry mengolah Heliolithic Theory itu lebih lanjut.
Didalam sebuah kita tebal bernama The Children of The Sun,
beliau menerangkan teorinya itu yang dalam garis besarnya
berbunyi seperti apa yang termaktub dibawah ini. Didalam
zaman purba ada suatu difusi kebudayaan secara besar-
besaran yang berpangkal di Mesir. Kebudayaan itu, yang
disebut oleh Perry Archaic Civilization, dibawa oleh bangsa-
bangsa yang didalam jaman purba berpindah dari satu
tempat dimuka bumi ketempat yang lain untuk mencari
kekayaan didalam bentuk emas dan mutiara. Perpindahan
bangsa-bangsa itu berpangkal di Mesir dan Archaic
Civilization yang dibawa itu terdiri dari unsur-unsur
kebudayaan sebagai berikut .
a. METRO GRAPHIA
Pertanian dengan irigasi ;
b. Bangunan-bangunan besar yang dibuat dari batu-
batu besar seperti piramid, dolmen, cromlech dan
lain-lain
c. Seni pahat patung-patung tembikar ;
d. Seni pembuatan benda-benda tembikar ;
e. Seni pandai benda-benda logam ;
f. Pemakaian benda-benda batu yang diasah ;
g. Suatu lapisan masyarakat yang berkuasa dan yang
menyebut diri keturunan matahari
h. Suatu religi yang menyembah matahari ;
i. Suatu kepercayaan kepada seorang tokoh dewi
bumi ;

Sejarah dan Etnografi Buton 23


La Ode Dirman

j. Suatu kepercayaan kepada seorang tokoh dewa


pembawa adat, terutama mytologi
k. Adat munifikasi ;
l. Upacara-upacara berkorban manusia berhubung
dengan upacara-upacara bertani
m. Sistem masyarakat berdasarkan mother-right
n. Organisasi masyarakat dalam clean-clean
bersangkut paut dengan toteisme ;
o. usunan masyarakat dengan dual organization ;
p. Adat perkawinan eksogami.
Di tempat-tempat yang didatangi oleh bangsa-bangsa
pembawa Archaic Civilization itu, maka tumbullah negara-
negara besar dengan suatu kebudayaan yang tinggi.
Kebudayaan itu dikuasai oleh seorang raja yang
METRO GRAPHIA
menganggap diri keturunan matahari. Kekayaan negara
disebabkan karena emas atau mutiara yang didapatkan.
Lamban laun kebesaran negara-negara itu mundur dan
golongan-golongan bawahan dalam negeri mulai berusaha
untuk merobohkan raja matahari itu dengan pemberontakan
dan akhirnya negara Archaic Civilization ditiap-tiap
tempatnya masing-masing runtuh satu demi satu. Dengan
demikian proses kehidupan kebudayaan-kebudayaan
manusia menurut Perry bukan terutama evolusi dari tingkat
tinggi kearah keruntuhan. Beliau malahan pernah berbicara
tentang adanya kebudayaan-kebudayaan yang berlalu
menghilang, “......civilization passed away ...’(W.J.Perry, 1923.
45).

24 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Koentjaraningrat (1980) menyatakan bahwa penganut


prinsip-prinsip dasar Heliolithic Theory , terdapat beberapa
hal yang dapat kita ajukan sebagai celaan terhadap Perry
sebagai berikut. Pertama, Kritikan terhadap Perry yang
mengambil lepas unsur-unsur kebudayaan dari
hubungannya dengan masyarakatnya masing-masing dan
merangkaikan unsur-unsur kedalam satu kompleks (ialah
kompleks Heiolithic atau Archaic Civilization ) hanya
berdasarkan keadaan bahwa unsur tadi dipandang secara
kasar, kira-kira terdapat bersamaan apabila digambar pada
peta. Kedua, unsur-unsur yang dirangkaikan oleh Perry
kedalam kompleks Heolithic Civilization itu, pada
hakekatnya tidak sama satu dengan lain.
Piramid di Mesir berbeda bentuk, arti, maupun
fungsinya daripada bentuk piramid di Mexico ; seni
METRO GRAPHIA
pembuatan periuk belanga di India berbeda dengan seni
permbuatan periuk di Indonesia dan sebangainya. Tetapi
rupanya Perry dengan sengaja mengabaikan detail ini
berdasarkan suatu alasan yang kami sukar dapat mengerti.
Kecuali, beliau memakai bahan keterangan yang berupa
native explanation sebagai bahan bukti untuk memperkuat
teorinya. Ketiga, beliau mempergunakan pengertian-
pengertian yang rupa-rupanya kurang beliau pahami. Hal ini
misalnya tampak pada suatu cara berfikir sebagai berikut :
hilangnya pertanian, menyebabkan hilangnya motherright,
menyebabkan timbulnya fatherright dan menyebabkan
timbulnya peperangan (W.J. Perry, 1923, 252). Keempat,
caranya memberi bukti seringkali sukar untuk diikuti.

Sejarah dan Etnografi Buton 25


La Ode Dirman

Uraiannya tersebut diatas yang bermaksud


membuktikan bahwa bangsa-bangsa pemangku kebudayaan
Archaic Civilization itu, bangsa-bangsa yang suka
perdamaian, tetapi dari bahan keterangan terbukti bahwa
mereka itu membangun benteng-benteng yang ....beyond
doubt .....were built without reason” (W.J.Perry, 1923,161).
Benteng itu dibangun hanya sebagai kebiasaan saja, kata
Perry, karena ditanah asal dari bangsa-bangsa itu
peperangan-peperangan sudah mulai dikenal. Kemudian
beliau berkata ..Warlike peoples of the earth have not
usually been given to the marking of fortifications, and this
makes the peaceful nature of the people of the archaic
civilization more probable” (W.J.Perry, 1923,161-162).
Keenam, kitab tebal itu pada beberapa tempat menunjukkan
kelemahan-kelemahan mengenai nyata dalam hal-hal
METRO GRAPHIA
khusus. Banyak sekali celaan-celaan lain terhadap Perry dan
juga terhadap Elliot Smith termaktub misalnya didalam
Kitab R.H. Lowie tentang The history of Ethnological theory
(R.H. Lowie, 1937, 160-169) dan didalam banyak karangan
lain dari orang-orang sarjana lain, yang umumnya menyebut
Heliolithic Theory itu suatu teori difusi yang terlampaui
ekstrim.
Dengan demikian, kajian etnografi sejak Malinowski
dan Radcliffe di Inggris,memusatkan diri pada kajian secara
mikro yang memusatkan pada masyarakat Desa, sementara
akhli sosiologi berorientasi pada masyarakat Kota. Dengan
demikian ahli antropologi mulai meninggalkan pendekatan
terhadap kebudayaan manusia secara makro dengan ruang
lingkup seluas dunia seperti yang tampak teori-teori yang

26 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dikembangkan secara deduktif oleh para ahli evolusionisme


dan difusi unsur-unsur kebudayaan sebagaimana diuraikan
diatas. Namun untuk kepentingan analisis kedua teori
tersebut diatas disandingkan. Teori difusi dan akultrasi
menganalisis sejarah persebaran dan proses akultrasi dalam
sejarah dan rentang perjalanan terbentuknya kerajaan
Buton, sementara kajian etnografi akan memfokuskan diri
pada kajian mikro tentang proses perubahan dalam lingkup
mikro.
2. Etnografi
Secara harafiah etnografi terdiri kata etnos berati
suku dan graphein berarti tulisan atau deskripsi. Etnografi
adalah deskripsi suku bangsa. Etnografi biasanya juga
diartikan kebudayaan dalam arti sempit yang mengandung
METRO GRAPHIA
dua pengertian yaitu merupakan hasil penelitian yang
diperoleh dengan prosedure etnografi dan sebagai proses
pelaksanaan penelitian; kedua, etnografi sebagai hasil
penelitian berdasarkan teori dan metode sesuai dengan
paradigma yang mendasari penelitian etnografi itu sendiri
(Agar,1980:1).
Menurut Spradley (1979:3) etnografi adalah usaha
mendiskripsikan suatu kebudayaan,suatu kelompok atau
suku bangsa. Pada hakekatnya bahwa etnografi
dijelaskannya sebagai sesuatu aktifitas yang bertujuan untuk
memahami cara atau pandangan hidup sutu kelompok
masyarakat menurut pandangan orang atau bangsa itu
sendiri. Kerja etnografi disebut fied work atau kerja
lapangan, dalam proses kerja lapangan akhli etnografi

Sejarah dan Etnografi Buton 27


La Ode Dirman

mempelajari, memahami kebudayaan suatu kelompok


masyarakat dengan cara belajar dari orang atau masyarakat
(learning from people) melalui cara hidup misalnya
bagaimana pandangan mereka terhadap dunianya, terhadap
hubungan berperilaku antar individu dan masyarakatnya,
bagaimana cara mereka menghasilkan dari hasil
pencahariannya, dan bagaimana mereka memper tahankan
hidup (Struggle for life).

2.1. Konsep Kebudayaan dan Hubungannya dengan


Etnografi
Bila kita memperhatikan suatu masyarakat maka
dapat dilihat bahwa para warganya walaupun mempunyai
sifat-sifat individual Yang berbeda akan mamberi reaksi
yang sama pada gejala-gejala tertentu, sebab dari reaksi
METRO GRAPHIA
yang sama itu adalah karena mereka memiliki sikap-sikap
umum yang sama, nilai-nilai yang sama dan perilaku-
perilaku yang sama. Hal-hal yang dimiliki bersama itulah
yang dalam antropologi budaya dinamakan “kebudayaan”.
Para etnografi inilah mereka kelapangan untuk
mendiskripsikan unsur-unsur kebudayaan yang sifat
universil ( unsur yang dapat ditemukan disemua suku
bangsa didunia). Antropolog Spradley (1979 : 5)
mendevinisikan “kebudayan suatu pengetahuan yang
dipengalamannya dan menggeneralisasikan perilaku sosial
dalam suatu kelompok masyarakat’.
2.2. Kerja Lapangan
Sejak tahun 1830 Field work etnografi telah

28 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

meninggalkan kajian penelitian secara makro dan lebih


memfokuskan diri pada kajian secara mikro. Sebagaimana
yang diaktori ahli atropologi B. Malinowski (1922) tentang
sistem perdagangan “Kula” di Melanesia New Guinea dan
J.H. Steward (1956) tentang orang Puerto Rico. Karena itu
kerja lapangan dilakukan dengan metode-metode yaitu
metode observasi partisipasi dan wawancara mendalam,
maka seorang etnograf sekurang-kurangnya mengetahui
paling sedikit dua bahasa utamanya bahasa inggris dan
bahasa lokal ( obyek penelitian). Bahasa bukan hanya sarana
komunikasi tentang realitas akan tetapi juga sebagai alat
untuk merekonstruksi realitas lampau. Ketika etnografer
menggunakan penterjemah bahasa lokal tetapi tidak
menguasai bahasa lokal (native) pada tingkat tertentu maka
ia akan mengalami kesulitan untuk memahami cara berpikir,
METRO GRAPHIA
cara berlaku dan bertindak dan terhadap asumsi mereka
tentang pengalaman. Karena itu, para etnograf sebelum
terjun kedaerah obyek, terlebih dahulu mempelajari
sejumlah daftar kata dari bahasa pribumi untuk
memudahkan sasaran penelitiannya.
Mendiskripsikan Etnografi perlu memahami
klasifikasi suku bangsa yang diteliti. Hildert Geertz (1980)
mengkalisifikasi kebudayaan suku bangsa di indonesia
kedalam 3 kategori, 1) Kebudayaan masyarakat petani
beririgas yang berkembang di pulau Jawa dan Madura,
kebudayaan dipengaruhi oleh Hinduisme yang kuat
berorientasi status, 2) kebudayaan pantai yang diwarnai
islam berorientasi pedagang seperti Makassar, Melayu dan
Kalimantan yang mengutamakan pensisikan agama serta

Sejarah dan Etnografi Buton 29


La Ode Dirman

bentuk tari,musik dan kesustraan dan 3) kebudayaan


masyarakat peladang. Seperti orang toraja, Dayak,
Halmaherah, Gayo, Aceh

C. Skematik Proses Perubahan Sosial budaya


Ahli sejarah Arnold Toynbee (1972:228) menyebutkan
tentang proses perubahan kebudayaan sebagai persuasive
Process:
Selama disintegrasi suatu peradaban terjadi,
terdapat dua drama terpisah dengan alur cerita
yang berlainan sedang dimainkan secara
serempak dan berdampingan. Sementara suatu
minoritas dominan yang tak berubah tetapi
berlatih dengan kekalahannya sendiri, tantangan-
tantangan baru terus-menerus mengundang
METRO GRAPHIA
tanggapan-tanggapan kreatif mereka sendiri
dengan setiap kali bangkit menuju peristiwa itu.
Drama tantangan-dan-tanggapan itu tetap
dimainkan terus, tetapi dalam situasi yang baru
dan dengan permainan-permainan yang baru
pula.
Proses perubahan sosial merupakan indikan dari
proses perubahan kebudayaan. Proses perubahan sosial
dapat diketahui dengan adanya ciri-ciri tertentu,
diantaranya :
• Tidak ada masyarakat yang berhenti
perkembangannya, karena setiap masyarakat
mengalami perubahan yang terjadi secara lambat

30 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

atau secara cepat.


• Perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu, akan diikuti pada
perubahan-perubahan pada lembaga lembaga-
lembaga sosial lainnya.
• Perubahan sosial yang cepat biasanya
mengakibatkan disorganisasi yang bersifat
sementara karena berada di dalam proses
penyesuaian diri.
• Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada
bidang kebendaan atau bidang spiritual saja,
karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan
timbal-balik yang sangat kuat.
Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
METRO GRAPHIA
Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan
kedalam beberapa bentuk, yaitu :
• Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama,
dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling
mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi.
• Unilinear theories of evolution: Teori ini pada pokok
pendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk
kebudayaannya) mengalami perkemba ngan sesuai
dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang
sederhana sampai tahap sempurna.
• Universal theory of evolution: menyatakan bahwa
perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui
tahap-tahap tertentu yang tetap.

Sejarah dan Etnografi Buton 31


La Ode Dirman

• Multilined theories of evolution: Teori ini lebih


menekankan pada penelitian - penelitian terhadap
tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi
masyarakat.
• Perubahan kecil dan perubahan besar : Perubahan
kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada
unsur-unsur social yang tidak membawa pengaruh
langsung atau berarti bagi masyarakat.
• Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau
perubahan yang direncanakan (planned-change) dan
perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-
change) atau perubahan yang tidak direncanakan
(unplanned-change).
Faktor –faktor yang menyebabkan perubahan Sosial ,
menurut ahli sosiologi Indonesia (Sumardjan: 1964:489)
METRO GRAPHIA
sumbernya dapat didalam masyarakat sendiri dan ada
letaknya bersumber dari luar antara lain adalah: bertamah
atau berkurangnya penduduk, pemeuan baru, konflik,
terjadinya pemborontakan, atau revolusi, terjadinya
perubahan politik dan kebijakan pemerintah. Faktor yang
mempengaruhi perubahan sosial antara lain kontak dengan
kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap
menghargai karya seseorang, toleransi terhadap perbuatan
menyimpang (deviant), sistem terbuka lapisan masyarakat,
penduduk yang heterogen, ketidak puasan masyarakat pada
bidang bidang kehidupan tertentu, orientasi masa depan.
Adapun Faktor yang menghalangi terjadinya proses
perubahan sosial antara lain: kurangnya hubungan dengan

32 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

masyarakat lain, lambatnya perkembangan ilmu


pengetahuan, sikap masyarakat yang sangat tradisional,
keberakaran kepentingan, rasa takut terjadinya kegoyahan
pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal yang
baru atau sikap tertutup, faktor ideologis, orientasi nilai
bahwa hidup itu buruk.
Perubahan kebudayaan dalam kaitannya dengan
pembangunan masyarakat terasing di Indonesia, Ahli
antropologi Indonesia, Koentjaraningrat (1993:345)
mengemukakan 3 (tiga) macam pengaruh unsur-unsur dari
luar yaitu: (1) pengaruh yang dipaksakan dengan tujuan
untuk mencapai perubahan dengan cepat bahkan mendadak;
(2) pengaruh yang memang dipaksakan tetapi tanpa
mengharapkan perubahan yang cepat, (3) pengaruh yang
tidak dipaksakan tetapi yang di adopsi dan di integrasikan
METRO GRAPHIA
dalam kehidupan para warga masyarakat terasing itu atas
kehendak mereka sendiri. Lebih lanjut Koentjaraningrat
(1980) mengklasifikasi paling sedikit lima konsepsi
perubahan Kebudayaan terdiri perubahan dari dalam yakni
Discavery dan Invention adalah perbahan terjadi akibat
penemuan dalam kebudayaan sendiri. Perubahan
kebudayan dari luar terjadi sebagai akibat kontak dengan
unsur-unsur kebudayaan lain, melalui proses difusi yakni 1)
akultrasi adalah kontak kebudayaan tetapi masing-masing
tidak meninggalkan keasliannya seperti Candi Brobudur
sebagai pengaruh kebudayaan India tetapi fakta
menunjukan bahwa bentuk candi brobudur banyak berbeda
dengan candi yang ada di India. 2) Asimilasi adalah bentuk

Sejarah dan Etnografi Buton 33


La Ode Dirman

perubahan terjadi sebagai akibat kontak antar dua


kebudayan tetapi menjadi hilang keasliannya,
Piliang (1999:334) mengemukakan bahwa
masyarakat mengalami perubahan vertikal dan horisontal
yang disebabkan oleh faktor :Sistem Teknologi, Ekonomi
Globalisasi, Tekanan Moral. Masa menjelang perang dunia
II sekitar tahun 1930 perhatian ilmu antropologi terhadap
terhadap masalah perubahan kebudayaan diantara
berbagai bangsa didunia, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika
latin. Hal tersebut disebabkan pengaruh sistem ekonomi,
pendidikan dan organsasi sosial yang dibawa orang Eropa
barat dan Amerika Serikat sebagai penjajah. Perubahan
kebudayaan bangsa terjajah tersebut disebabkan timbulnya
kepandaian, dan kemampuan melawan sistem kolonialisme.
Ahli antropologi Van Baal menyatakan bahwa
METRO GRAPHIA
asimilasi terjadi pada kebudayan Ambon yang
dinyatakannya sebagai pengaruh Kebudayaan Belanda,
karena itu hilang keasliannya dan 3) simbiotik adalah
bentuk kontak dua buah kebudayaan yang saling
berhadapan tetapi masing-masing mempertahankan
kebuda-yaanya seperti komunitas Cina di Indonesia. Ralp
Linton dalam analisis kebudayaan (1980) menyatakan
bahwa prosentase keaslian suatu suku bangsa dimanapun
didunia menyisahkan paling banyak 15 % selebihnya akibat
kontak dengan kebudayaan lain. Jalannya suatu proses
akultrasi, mengikuti Steward (1955) bahwa perbedaan
dalam proses prubahan kebudayaan itu juga mengenai azaz
azaz kehidupan kekerabatan dan beberapa upacara

34 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

keagamaan. Ia menguraikan bagaimana petani tembakau


mengubah berbagai pranata sosial dan adat istiadat dalam
menghadapi tekanan eknomi dengan cara petani kopi di
daerah pegunungan.
Menurut. Steward menggunakan metode holistik
bahwa semua aspek budaya saling tergantung, tetap tidak
sama semua ciri untuk menentukan kehidupan masyarakat.
Ada tiga prosedure dalam ekologi budaya, (1) saling
hubungan antara teknologi eksploitasi dan teknologi
Prodktif, (2) pola prilaku dalam eksploitasi dari kawasan
tertentu oleh teknologi tertentu mesti dianalisis, 3) sejauh
mana pola prilaku terlibat dalam eksploitasi lingkungan.
mempengaruhi. aspek lain dari budaya Proses
pekembangan sejajar disebut inti kebudayan sebagai unsur
primer seperti; mata pencaharian, organisasi sosial dan
METRO GRAPHIA
kepercayaan. Aspek lain yang tdk sejajar sebagai unsur
sekunder seperti, teknologi, pengetahuan dan kesenian.
Unsur yang sejajar tersebut disebabkan faktor lingkungan
memaksa kearah tertentu pula
Geertz (1963) mengkaji tentang kemiskinan di Jawa
dan membandingkan kepadatan penduduk jawa dan luar
jawa menyebabkan adaptasi berbeda di dua wilayah
tersebut. Fox (1977) mengkaji bentuk ekonomi palma di
pulau Rote dan Sawu dengan perladangan penduduk Timur
dan Sumba. Kondisi lingkungan kritis – penduduk
bertambah, maka pohon palma menjadi sumber ekonomi
dan terjadilah perubahan struktur sosial. Moran (1979: 9)
menyebutkan ada empat indikator adaptasi berhasil yaitu :
(1) kesehatan meningkat,(2) tingkat penghasilan dari

Sejarah dan Etnografi Buton 35


La Ode Dirman

belanja keluarga, (3) hubungan sosial untuk menunjang


hidup, (4) pengembangan cara hidup yang lebih bak
Teori klasik secara makro tetap digunakan sebagai
fondasi besar menganalisis sejarah kebudayaan daerah yang
diteliti yakni mulai teori evolusionisme, evolusi multilineal,
difusionisme, neofungsionalisme, teori ekologi budaya
hingga teori-teori posmodernisme yang mengkonsepsikan
bahwa kebudayaan adalah praktik kekuasaan dan
kekuasaan ada dimana-mana. Teori ini lebih pada kajian
secara mikro yang memfokuskan diri pada komunitas desa
hingga masyarakat kota, baik secara historis maupun
masyarakat kontemporer.
Teori Posmodernisme yang mengkonsepsikan bahwa
terjdinya perubahan sosial sebagai relasi pengetahuan dan
kekuasaan sebagaimana teori hegemoni yang dikemukakan
METRO GRAPHIA
Gramsci (2001), teori Praktik sosial oleh Bourdieu (1991)
mengenai soal praktik hubungan sosial dan teori Diskursus
oleh Foucault (1980) yang runtut mengkaji pendisiplinan,
normalisasi, mengangkat budaya terpinggirkan yang
semuanya sebagai akibat relasi pengetahuan dan kekuasaan.
Kajian tersebut yang berkaitan dengan kekuasaan, juga
menyangkut perubahan aturan, norma adat perkawinan,
atau pelanggaran adat, etos kebudayaan, adopsi
kepemimpinan dalam era kontemporer, melalui proses
sosialisasi individu, internalisasi dan enkultrasi baik melalui
hubungan kontraktual maupun familistik dan sebagainya.

36 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

II
PULAU BUTON, PENDUDUK
TAHAP AWAL ERA PRA
KERAJAAN ABAD XIV

A. Istilah Buton,Wolio dan Penduduk Tahap Awal


Untuk menelusuri jejak historis penduduk Pulau
Buton, maka perlunya terlebih dahulu dikaji asal usul
penamaan Pulau Buton, baik melalui mitos, hikayat, maupun
legenda penghuninya dalam upaya mencari keterhubungan
dengan penduduk tahap awal orang Buton. Dalam tradisi
METRO GRAPHIA
lisan diriwayatkan bahwa Buton adalah sebuah pulau wasiat
yang berasal dari "'Burasatongka", yaitu segumpal buih air
laut. Dari gumpalan buih lama-kelamaan menjadilah pulau.
Istilah Wolio; versi Yarona Iman mesjid keraton Buton
La Ode Zaenu menyatakan bahwa istilah wolio sebagai
penamaan awal yang akhirnya menjadi sebuah kerajaan
Wolio, terdiri kata welia yang belum diketahui asal
bahasanya, namun bermakna tebas artinya sebuah wilayah
sebelumnya belukar kemudian jadilah satu perkampungan.
Adapula istilah kerajaan wolio digunakan awal terbentuknya
kerajaan dan isitlah kesultanan Buton digunakan setelaha
Islam di Buton menjadi agama kerajaan
Riwayat dari leluhur Wolio yang dicangkok dan

Sejarah dan Etnografi Buton 37


La Ode Dirman

diterima dari turun temurun, menerangkan bahwa nama


Buton itu berasal dari bahasa Arab "Butuuni" artinya dapat
bermakna tujuh: (l) perut, (2) terbungkus, (3) rahasia, (4)
kota, (5) negeri,(6) marga,(7) pertama Rasulullah.
Terakumulasi makna " mengandung",= kokompo dalam
bahasa Wolio yang lebih jauh dikiaskan dengan kerajaan
Buton "mengandung" banyak ini, banyak hasil yang
terpendam yang perlu digali, dimana kerajaan Buton
dianggap dan dimisalkan dengan rasa kecintaan seorang
pemuda terhadap gadis pujaannya yang cantik jelita,
mengandung. Interpretasi kita sebenarnya guna mencari
ilmu-ilmu Wolio yang terpendam di dalamnya, baik yang
tersimpan dalam alam pikiran manusia wolio maupun
sumber daya alamnya.
Dalam sebuah syair ditulis oleh seorang pujangga
METRO GRAPHIA
Wolio yang bernama Haji Abdul Ganiyu (Kenepulu Bula)
menuliskan tentang pemberian nama Butuni (Buton),
sebagai berikut.
Tuamo siy aku kupantidamo;Demikian ini aku
tanyakan;
Ikompona incema uyincana;Diperut siapa kamu
nampak;
Kaapaaka upeelu butuuni; Sebab karena suka
butuuni;
Kuma-anaia butuuni kokompo; Kuartikan butuuni
mengandung;
Motodikana inuncana kuruani;Yang tertera di dalam
Alqur'an;
Yi tumo duka Nabiyta akooni; Itu pula Nabi kita
bersabda;

38 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Apaincana sababuna tanah siy; Melahirkan sebabnya


tanah ini;
Tuano siy awalino Wolio;itulah asal usul tanah Wolio
Inda komondoa kupetula-tuiaa keya; Belum tuntalah
keberceritakan;
So kidingki awwalina tua siy; Hanya sekelumit awalnya
seperti ini;
Taoakana akosaro Butuuni; Sebabnya dinamakan
Butuni;
Amboresimo pangkati kalanggaana; Menempati
pangkat ketinggian.
Di kalangan masyarakat Wolio Buton dan tua-tua adat
pada umumnya menyatakan bahwa sebelum pendudukan
Belanda pada tahun 1906, mereka mengenal Buton hanya
dengan sebutan Butuuni. Sebagian kalangan menyatakan
sebutan itu berasal dari orang-orang Belanda. Hal itu
METRO GRAPHIA
ditunjang dengan data surat menyurat bahkan dalam data
kontrak-kontrak perjanjian antara Buton dengan Kompeni
Belanda. Dalam versi lain yang berhubungan dengan
kerajaan sahabat, seperti misalnya Bone atau Ternate, di
dalam persuratan itu pada umumnya terdapat sebutan
Butuni. Lebih jauh mengikuti perkembangannya pelaut-
pelaut Bugis dan Makassar dengan sebutan Butung. Di
bawah ini kita turunkan tulisan Ligtvoet sebagai berikut.
"Het rijk Boeton, dat in de landstaal Boliyo, in het
maleisch Boetoen, en in het Makassarsch en
Boegineesch Boetoeng heet, bestaat uit.....enz.
Ligtvoet menyebut Buto, sementara pelaut Melayu
menyebutnya Boetoen dan orang Makassar Bugis
menyebutnya Boetoeng, sedangkan aparat kerajaan sendiri

Sejarah dan Etnografi Buton 39


La Ode Dirman

menyebutnya Boliyo asal kata Wolio. Sebutan Wolio inilah


yang umum bagi orang Wolio menyebutnya Buton. Untuk
bahan perbandingan kita turunkan tulisan La Ode Madu
mengenai asal nama Buton sebagai berikut: Pulau Buton
dengan sebutan Butung menurut sebutan bahasa dari suku-
suku lain bahwa sejak zaman Majapahit istilah sebutan itu
sudah dikenal di mana-mana, terutama di pulau Jawa. Dalam
Negarakertagama pupuh 14/5 dijelaskan bahwa ikang saka
sanusanusa makhasar butun/banggawi. Hal ini menunjukan
bahwa Butun (Buton) masuk dalam wilayah Majapahit. Versi
lain dari tokoh adat Buton Lambalangi menyatakan bahwa
nama Buton atau Butung itu munculnya sejak zaman Nabi
Muhammad SAW sesudah beliau mengadakan rapat raksasa
seluruh Dunia Islam yang disampaikan kepada Syehdina
Umar, bahwa akan muncul suatu pulau di sebelah selatan
METRO GRAPHIA
menenggara Arab , dan aku beri nama Butuni. Lebih lanjut
aneka versi sebagai berikut.
a. Penamaan Butun (Buton) telah sebelum Negara
kertagama ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365
pada pupuh 14/5. Di samping itu, pada pupuh 78/1
juga telah menyebutkan wilayah Buton sebagai
penyebar agama Hindu.
b. Nama Butung itu kemudian timbul pula pada tahun
1613, ketika Gubernur Jenderal Pieter Both dalam
perjalanannya ke Ambon yang singgah di Buton. Ketika
melihat pohon pakis yang berjejer di tepi pantai,
informan Buton menyebutnya Butu, maka
dinamakannyalah pulau itu,pulau Butung yang
kemudian dirobah menjadi Buton.

40 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

c. Istilah Butung atau Buton, pengaruh dialek Kerajaan,


misalnya ucapan orang tua-tua Bugis kata “Butun”
menjadi Butung dan bagi orang tua-tua Buton kata
Butun menjadi “Buto”
Bandingkanlah pernyataan tokoh adat La Ode Abu
Bakar bahwa asal-usul nama Buton berasal dari bahasa
Arab dari kata "Bathni" atau "Bathin", yang berarti
"kandungan" atau "lubuk hati". Secara filosofis
mengaitkannya sebagai kerajaan yang bersendikan ajaran
Agama Islam, yang dimaknakan sebagai rakyat yang berdiam
di negeri kandungan/lubuk hati itu memiliki pola hidup
budiman dan bertakwa. Versi lain lagi, kata Buton berasal
dari nama sejenis pohon yang disebut butun yang berasal
dari kata Butonica. Rumphius (dalam Heyne, 1987: 1480)
mengemukakan bahwa pohon ini dimana pun tiada yang
METRO GRAPHIA
seindah yang didapati di pulau Butung, nama pulau itu
diambil dalam memberi nama kepada tumbuhan tersebut.
Cerita ini berkesudahan dengan terlahirnya kesan dari si
pembawa ceritera bahwa kata Buton berasal dari peristiwa
itu, bahkan diberitakan bahwa pada penamaan lainnya
"Wolio" bagi Buton, diberitakan menurut versi ceritera
tersebut adalah berasal dari kata "Waliullah". Dalam kitab I
Lagaligo pada salah satu episode yang oleh Enre (1999)
memberi nama ritumpanna welenrennge menyebutkan
bahwa makkeda Ugi, makkeda Jawa. Nasitun-rengeng dua
makkeda. Mattakiluwuq to Wadennge, Le Arakara Wulioe.
Orang Buton atau orang Wolio kadang digunakan
secara bergantian oleh berbagai kalangan. Orang Wolio
biasanya mengidentifikasikan diri berdasarkan wilayah

Sejarah dan Etnografi Buton 41


La Ode Dirman

pemukimannya dalam lingkaran keraton Buton dan


sekitarnya termasuk yang bermukim di Kota Bau-Bau dan
juga yang bermukim di kecamatan lain yang masih kental
secara geneologis merasa berasal usul dari wilayah keraton
dan sekitarnya. Dengan demikian, orang Buton dapat
berarti keseluruhan wilayah politik dan budaya mulai dari
lingkaran Keraton dan sekitarnya sampai Kerajaan lokal
seperti Pasar wajo, Lasalimu, Sampolawa, Batauga, Kadatua,
Mawasangka, Lakudo (Kabupaten Buton Tengah), Moronene
sampai Kep. Wakatobi, bahkan Kulisusu karena secara
geneologis Buton, menyebabkan selalu mengidentifikasi diri
sebagai orang Buton yang kemudian menjadi Kabupaten
Buton Utara. Muna di masa kerajaan sampai berakhirnya
masa kerajaan, khususnya ketika berada Kerajaan rantau
seperti di Ambon, Manado, Jawa, Kalimantan, biasanya
METRO GRAPHIA
menyebut diri mereka sebagai orang Buton. Kini identitas
Muna dan Moronene bahkan Wakatobi mulai menggunakan
identitas sendiri ketika mereka berada jauh ke Kerajaan
rantau.
Yunus (1995a; 23), mengklasifikasi secara etnis bahwa
penduduk pulau Buton terdiri dari 3 etnis :1) suku Wolio
yang mendiami pulau-pulau Buton bagian selatan dan
Kepulauan Tukang Besi dan pulau-pulau kecil disekitarnya;
2)suku Maronene yang mendiami pulau Muna, Kabaena,
Buton bagian utara, Poleang, Rumbia di Jazirah pulau
Sulawesi; 3) suku laut Bajoe (bajau) yang mendiami pesisir
pantai pulau-pulau Buton, Muna dan beberapa pulau
lainnya. Orang Buton adalah salah satu kelompok etnis
perantau di Nusantara yang punya semangat Bahari, dengan

42 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

corak Kerajaan yang terkait dengan laut (Southon 1995;


Abdul Munafi dkk. 2002; Tenri dan Sudirman 2002).
Cikal bakal Penduduk tahap awal orang Buton dalam
hikayat Buton, diawali dengan riwayat kedatangan beberapa
wali di Buton dengan menumpang kapal dan ternyata
kedatangan mereka di daratan Buton sudah ada
penghuninya,yakni, Sultan Rum dan Raja Mekah. yang
diringkas sebagai berikut.
Bermula ketika Nabi Muhammad SAW mengadakan
konfrensi pada 9 hari bulan Zulhijah tahun 10 Hijriah
yang mengundang semua bangsa Eropa Barat serta
para alim ularna dan konfrensi itu bertempat di
Mekah. Agenda konfrensi itu, Nabi Muhammad SAW
antara lain mengungkap bahwa di sebelah utara
negeri Mekkah ada sebuah pulau yang belum timbul
METRO GRAPHIA
di atas permukaan air, yang sekaligus diberi nama
Butuuni. Dalam pertemuan ini Nabi sekaligus
menginstruksikan Lakina Rum dan Lakina (raja)
Mekah untuk mencari pulau itu. Selanjutnya
menemukan pulau itu, kegiatan awal menebas (Weli)
pohon rahantulu kemudian mendirikan bantea
(pondokan). Dan disitulah Lakina Mekah mulai
membuat perkampungan yang disebut kampung
“Melai”. Kira-kira pada jam 12 siang, Lakina Mekah
melihat sebuah kapal menuju pulau yang mereka
tebas. Ketika kapal mendarat, mereka telah
mempersiapkan taktik intimidasi dengan
membentangkan pakaian berukuran raksasa yang
disebut Jubah Ijo dan Jubah hitam sembari keduanya

Sejarah dan Etnografi Buton 43


La Ode Dirman

bersembunyi. Awak kapal membayangkan demikian


raksasanya pemilik baju tersebut. Akhirnya kapal
meninggalkan tempat itu. Cerita tersebut berakhir
dimana kedua tokoh tersebut sebelum berlayar
sempat menempelkan surat di sebuah batu yang
dinamakan “ batu podimba” pada gambar berikut.

Gambar 1. METRO
Batu Podimba, GRAPHIA
tempat menempel surat oleh
para migran awal, tampak samping Makam
Sultan I Murhum yang memperkuat fakta
dalam sejarah awal kerajaan Buton.
Nama baju jubah dan destar penutup kepala adalah
pakaian Islam. Berkaitan dengan itu, salah satu naskah
Buton, dalam hikayat Kanturuna Mohelana menyebutkan
pula adanya pertemuan Turki,Kompeni,Wolio, Ternate, dan
Bone. Pertemuan itu berlangsung pada 1 Muharram 872
Hijriah di Buton (2 Agustus 1467). Beberapa waktu
lamanya datanglah beberapa orang wali ke pulau Buton
dengan menumpang kapal. Mereka mendarat dan lalu
mendaki menuju arah puncak bukit pulau wasiat itu.
Riwayatnya sebagai berikut .

44 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Indaa mangenge pada incia siytu;(Tidak lama setelah


itu);
Kera-kera ojamu sabalasi; (Kira-kira pukul sebelas);
O takusiri obula syaafara (Taksiran bulan syafar);
Lakina Maka akamatamo kapala(Raja Mekah melihat
kapal);
Arope-rope ipolotaana Talaga;(Menuju arah di antara
pulau Talaga);
Abelo-belo ilolono tana weta;(Membelok-belok di ujung
tanah);
Ahangu tunii itana Wolio siy:;(Mengikuti menuju negeri
Wolio);
Akoonimo Raja Mekah (Berkatalah Raja Mekah itu);
Apaurnbamo osulutani i-Rumu;(Memberi tahu sultan
Rum);
Kamata peya okapala incema; (Lihat dulu kapal siapa);
Alawanimo Lakina Rumu siytu;(Menjawab Raja Rum itu);
Nebarangkala beya labu iwesiy;(Jikalau mereka berlabuh
METRO GRAPHIA
di sini);
Musuti; apene yitabasiata siy; (Mesti mereka datang di
tebasan kita ini);
Karona yitu sundu mata marido; ( terlihat sejauh mata
memandang):
ingkita siy beta apoaka meya; (Kita ini bersembunyi
saja);
Akonimo Lakina maka siytu; (Berkatalah Raja Mekah
itu);
Jubata siy tapaulu uluya; (Juba kita ini kita ulur
gantungkan):
Iweitumo manga akantadimeya ojubana; (Di situ mereka
gantungkan jubahnya;)
Apandapa peya itampana turakia;(Dipanjangkannya di
tempat turakia);
Juba maeta satuwuna jubah ijo;(Juba hitam dan yang
satunya jubah hijau)

Sejarah dan Etnografi Buton 45


La Ode Dirman

Kaapene ijabbali rahantulu;(Lalu naiklah mereka


kejabbal Rahantulu)
indaa mangenge pada incia siytu;(Tidak lama sesudah
itu);
Alabumo manga kapal yitu;( maka Berlabuhlah kapal
itu);
Kasiympomo apasapo batelena;(Kemudian mereka
turunkan sekocinya):
Kaapangara itampa tabasiana;(Lalu naik di tempat
tebasnya;)
Sakawana manga sawina kapala siytu;(Setibanya
penumpang kapal itu);
Akamata meya juba ikandati yitu; (Dilihatnya jubah yang
digantung itu)
Iweitumo manga aropeai meya;(Disitulah mereka tujui );
Sakawana manga ijuba siytu; (Setibanya di tempat juba
itu);
Akoonimo kapitana kapala; (Berkatalah kapten kapal);
METRO GRAPHIA
Saubawamo manga teemo amente;(Bersamaan itu
mereka sangat heran):
Astagafirullah yaa sultan;( Astagafirullah yaa sultan);
Menteaka okaogena juba;Heran karena besarnya jubah
itu)
Apogaumo manga incia siytu;(Berbicaralah mereka itu);
Tabanculemo tambulimo ikapala; (Kita kembali saja ke
kapal);
Salanginamo juba soomo opu okaogena; (Besarnya juba
hanya Tuhan yang tau);
Beanamo karona takuserena; (membayangkan demikian
besar tubuh pemiliknya;
Ojini aipo maanusia; (Apakah Jin atau manusia)
Boliakamo tadencua kameya; (Biarlah kita tinggalkan
saja);
Sakawana i totona samparaja; (Setibanya ditentangan
jangkar);

46 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Akamatamo manga incia siytu;(Melihatlah mereka itu);


Afikirimo kapitana kapala;(Berpikirlah kapten kapal);
Saubawamo incia teya kooni; (Bersamaan dia dengan
berkata);
Boliakamo taburi tee sura; (Biar kita tulis dengan surat;)
Ojinimo tawa omaanusia; ( apakah Jinkah atau manusia);
Satotuuna daanamo abaceya; (Sebetulnya pasti
dibacanya):
Bunyi Hikayat tersebut di atas, adalah sebuah cuplikan
riwayat kedatangan beberapa wali di Buton yang,
menunjukan bahwa di daratan Buton sudah ada penghuni
antara lain Sultan Rum dan Raja Mekah. Sebuah versi,
bermula seorang musafir Arab dalam tidurnya ia bermimpi
diperintah oleh Rasul Muhammad SAW agar berlayar
menuju arah sebelah timur. Kelak di sana akan ditemukan
sebuah pulau, yang rakyatnya sudah merindukan kehadiran
METRO GRAPHIA
penganjur Islam. Untuk membuktikan benar tidaknya mimpi
itu lalu berlayarlah musafir itu dan meneruskan
pengembaraannya ke arah timur. Dilihatnya dari kejauhan
sayup-sayup sebuah pulau yang berbentuk bagaikan
manusia yang sedang baring terlentang di atas permukaan
(bumi) laut. Di puncak gunung pulau itu berbentuk perut
manusia. Musafir itu melihat kerlipan bintang, maka
ditujuilah pulau itu. Tak seorangpun manusia, diketemukan,
manakala Musafir itu mendarat dan menuju bukit yang
didugakan dihuni manusia.
Suatu ketika Musafir itu menjemur jubahnya pada
ranting pohon kayu di atas bukit ( Sekitar makam Sultan
Murhum sekarang). Diriwayatkan sebagai berikut: maka
penduduk yang bersembunyi mengintai dari semak belukar

Sejarah dan Etnografi Buton 47


La Ode Dirman

di sekitar tempat penjemuran jubah itu, suatu keajaiban tak


terkirakan terlihatlah oleh mereka baju-jubah yang begitu
besar, tetapi pemilik jubah itu tiada kunjung nampak. Di
puncak pohon tadi bertenggerlah tujuh pasangan burung,
kemudian sepasang demi sepasang burung-burung itu
terbang sambil bersuara "Butuni" secara berulang. Maka
bersembah sujudlah orang-orang yang mengintai ke arah
itu. Hal itu menguatkan keyakinan mereka bahwa pemilik
jubah itu adalah Waliullah yang akan datang mengislamkan
rakyat negeri Butuuni..
Tulisan Kantoruna Mohelana pada bagian yang lain
yang mengungkapkan asal mula adanya orang Wolio yang
dibawakan oleh penulisnya juga dalam bentuk syair sebagai
berikut.
Soomo mini botu ta ngana Wolio
METRO GRAPHIA
Tinggallah sekarang mengenai asal Wolio;
Pebaangina awwalina miyana
Permulaan awal adanya penghuninya:
Pepuusana tee malingu penembulana
Permulaan dengan segala tanamannya;
Lakina Maka baana mo Sawaliya
Raja Mekah pertama yangmembukanya;
Baabaanaaweli irahantulu
Mula-mula menebas di Rahantulu;
O siytumo mokosarona welia
Itulah yang dinamakan Welia;
Kasiympo apakaro tee banteya
Lalu mendirikan tempat tinggal sementara;
Lakina Maka amulae apokampo
Raja Mekah mulai berkampung;
Muri-murina atosarongi melai

48 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Kemudian akhirnya disebut kampung Melai


Melai bermakna “mulai” atau mulainya awal
penebasan hutan belukar yang kemudian dinamakan Welia
berubah menjadi Wolio sekaligus diabadikan sebagai
kampung pertama yang dihuni oleh Raja Mekah yang
dinamakan kampung Melai (Benteng Keraton Sekarang).

B. Asal Usul Persebaran Kaum Migran Buton

Kelompok Pendatang dari luar Sulawesi menetap di


Kerajaan Muna dan Buton sebagai berikut.
a. Sebagian sisa lascar Mongol/Kubilaikhan yang pernah
menyerbu ke Jawa (SingosariKediri) tahun 1293,
kemudian menyingkir ke Buton karena tidak
memungkinkan kembali ke Cina. Rombongan ini
METRO GRAPHIA
dipimpin oleh Dungku Changia (Kau Tsing) mendarat
di pantai Wabula Lapandewa Pasar Wajo (Buton).
b. Rombongan pedatang dari Melayu (semenajung
Malaka) dipimpin oleh Sipanjonga dan Sijawangkati
serta ikut pula seorang Bayi (karena ibunya meninggal
melahirkan) tiba Di Kalampa (Buiton) pada awal 1330.
c. Rombongan pendatang dari Banda Elat (Maluku)
dipimpin Wasurubaende, mendarat di Togokoba
(Wangi-Wangi) dan sebagian lagi di pantai timur
Lasalimu.
d. Rombongan pendatang dari Majapahit yang membawa
Sibatara dikawal oleh Simalui dan Tamanajo. Mendarat
di Todanga/Kamaru pada tahun 1333. Setelah Sibatara

Sejarah dan Etnografi Buton 49


La Ode Dirman

berhasil menguasai Buton dan kemudian kawin


dengan Wakaaka Ratu pertama Kerajaan Buton.
Sibatara menyeberang ke Muna mengawini Wabokeo
dari Mieno Wamelai.
e. Pada abad ke 14, Sawerigading dengan perahu
besarnya membawa orang-orang dari Luwu mendarat
di Muna lalu meneruskan pelayaran di Lasalimu,
mereka membuka perkampungan di
Malaoge/Lasalimu.
f. Pada akhir abad ke 14 Sawerigading (anaknya) yang
disertai pula adiknya Watandi Abe singgah diMuna
dikawini raja Muna (Betenonetombula).
g. Watandi Abe dikenal juga sebagai Sangke Palangga.
Pedatang dari Luwu itu mendirikan kerajaan Muna
yang dikenal dengan Beteno ne tombula.
METRO GRAPHIA
Wilayah persebaran penduduk Buton,berikut ini
merefrensi tulisan maupun hasil wawancara tokoh adat
Buton sebagai berikut: Bermula para Musafir Arab dalam
menyebarkan Islam menuju ke Timur Nusantara melalui
kepulauan Mindanao dan kemudian memilih kawasan Timur
Nusantara sebagai tujuan utama. Sesudah itu baru berbalik
menuju ke Barat sampai ke pulau "Butuuni" (Buton) dan
pesisir Timur jazirah daratan Tenggara-Sulawesi Tengah,
Utara dan Tenggara. Selain itu ada juga dari para musafir
Arab tersebut datang melalui jalur Barat melalui Johor terus
ke Pasai, Sumatera Utara dan Aceh, kemudian kembali
menuju Sumatera Barat, Lampung, kemudian menyeberang
ke Jawa, Banten, Kalimantan dan ada pula yang terus ke

50 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Sulawesi Selatan, ke Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan


Ternate. (Abubakar, 2004; Lambalangi, 2013).
Interpretasi persebaran menuju arah timur, tampak
cara berpikir masyarakat masa itu masih dipengaruh dengan
kepercayaan Mesir Kuno, dewa matahari heliolitik atau
helios = matahari. Mengacu tulisan WJ Pery dan Smith
(Koentjaraningrat, 1958). yang kemudian terkenal teori
Helyolitic. Mengandung makna sebuah kepercayaan Mesir
kuno bahwa gerak persebaran manusia selalu menuju arah
timur dalam upaya mencari emas dan mutiara dan lainnya
yang menghasilkan untuk bisa mempertahankan hidup
mereka.

Empat Tokoh Migran Peletak Dasar Kerajaan Wolio.


Empat tokoh Migran di Buton, yang dalam riwayat
METRO GRAPHIA
Wolio lebih dikenal dengan "Mia pata miana", artinya empat
tokoh dewa pembawa adat yakni : (1) Sipanjonga, (2)
Sitamanajo, (3) Simalui dan (4) Sijawangkati'. Juga dapat
diketahui dengan bersandar atas buku silsilah raja-raja di
Wolio, yang masih tersimpan dan menghiasi perpustakaan
tua-tua adat. Pada tahun 1263 annada Sipanjonga tiba di
Buton dan membuat benteng sekitar Tobe-Tobe. La Ode
Zaenu mantan imam Mesjid Keraton Buton (1983) mencatat
bahwa sekitar abad ke XIII atau tahun 1263 empat armada
"Miapatamiana" mendirikan wilayah pertahanan :
1. Sipanjoinga terdampar di Sula membuat benteng
pertahanan di Tobe-Tobe.
2. Simalui terdampar di Bungi (kapontori) membuat

Sejarah dan Etnografi Buton 51


La Ode Dirman

benteng pertahanan di Lambelu


3. Tamanajo terdampar di Kamaru membuat benteng
pertahanan di Kamaru
4. Jawangkati terdampar di Wasuemba membuat benteng
pertahanan di Wabula.
Simalui dan adiknya Sibaana serta pembantunya
Sijawangkati, dikisahkan berasal dari Melayu Pariaman pada
bulan Sya,ban 634 Hijriah dengan 40 pengikutnya dengan
perahu tumpangannya Popangua" serta bendera warna
kuning hitam selang seling yang disebut "Buncaha. Abidin
(1968) menguatkan analisis pendahulu bahwa Kerajaan
Buton didirikan oleh pendatang dari Johor pulau Liya dan
Sumatra kemungkinan perantau dari Minagkabau,
Perkiraan tibanya Sipanjonga di Buton, sebagai bahan
komparasi, bertitik tolak pada mulai suramnya kerajaan
METRO GRAPHIA
Sriwijaya serta jatuhnya Malaka ditangan Portugis.
Runtuhnya kerajaan Sriwijaya kita turunkan tulisan
beberapa sejarawan antara lain adalah sebagai berikut .
(1) H.J. Van Der Berg, menulis :
Dalam tahun 1275 bertolaklah satu tentara
Kertanegara dari pelabuhan Tuban. Tentara itu mendarat di
kerajaan muara sungai Jambi dan merebut kerajaan itu, yang
kemudian dijadikan kerajaan takluk atas kerajaan Singosari.
Dalam waktu sepuluh tahun saja, jajahan Kerajaan Jawa itu
telah memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke
kerajaan hulu sungai Jambi. Didirikanlah kembali Kerajaan
Melaju-Jawa dalam Kerajaan itu, tetapi sebagai negara
bagian Kerajaan Singosari. Raja Melayu dijadikan raja takluk

52 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

atas Baginda Kertanegara. Kerajaan Melayu menjadi penting


kedudukannya, sehingga dalam abad ke 14 seluruh
Sumatera kerap disebut juga Melayu.
Suatu kumpulan artja, yang didapat di Kerajaan Jambi,
atas perintah Kertanegara dalam tahun 1286. Dengan
demikian Kertanegara mendirikan satu kerajaan Jawa di
Sumatera Tengah dan akan menjadi pusat kerajaan Jawa di
pulau itu. Kerajaan Jawa yang ada di Sumatera itu
merupakan suatu bahaya yang besar bagi Sriwijaya. Akan
tetapi Sriwijaya terlalu lemah untuk mencegah kekuasaan
Kertanegara, sementara kekuasaan Sriwijaya masa itu telah
runtuh. Di bagian utara Semenanjung Malaka sebagian dari
kekuasaan kerajaan Sriwijaya telah direbut Kerajaan Siam
yang baru saja berdiri. Di Aceh pun telah mulai timbul
kerajaan baru, seperti Kerajaan Perlak dan Samudra.
METRO GRAPHIA
Kerajaan baru itu menjadi Kerajaan Islam yang pertama di
Indonesia, sementara itu hubungan dengan Sriwijaya hampir
tidak ada lagi. Kerajaan Pahang pun yang terletak di
Semenanjung Malaka, rupanya telah menjadi taklukan
kerajaan Singosari Sunda, yang telah lama mengakui
kekuasaan tertinggi dari Sriwijaya. Rupanya terlepas pula
dalam zaman itu telah menjadi bagian kerajaan
Kertanegara".
(2) A.D. Rangkoeti menulis pula :
Asal mulanya kerajaan Sriwijaya hanyalah sebuah
keraajaan kecil, tetapi karena raja-rajanya gagah berani,
makin lama makin memperluas wilayah kekuasannya.
Adapun nama raja-raja Sriwijaya itu memakai nama
keturunan Syailendra. Raja-raja Syailendra itu pertama

Sejarah dan Etnografi Buton 53


La Ode Dirman

memperluas kerajaan jajahannya sekeliling Sriwijaya


termasuk kerajaan Malayu Jambi ditaklukkan; Tulang
Bawang (Lampung Utara dan Bangka) dan Kadarah (Kedah
yang sekarang). dan Malaka dijadikan pula pusat
perniagaan. Dengan jalan ini boleh dikatakan sebagian besar
dari kerajaan Selat Malaka dalam kekuasaan Sriwijaya.
(3) Pada lembaran yang lain Rangkoeti menulis lagi :
Sebuah negeri itu ada masanya naik dan ada masanya
turun, demikian pula nasib kerajaan Sriwijaya. Peperangan
yang banyak itu, termasuk dengan Jawa, Kolomandala,
tampaknya sangat mengurangi kekuatan Sriwijaya. Sehingga
pada abad ke 12 Sriwijaya tidak mampu lagi menghalangi
bangkitnya kembali kerajaan Melayu kuno serta tidak
mengakui Sriwijaya sebagai tuannya lagi. Bahaya yang lebih
besar lagi dalam tahun 1275 ketika Kertanegara menjajah
METRO GRAPHIA
Melayu. Meskipun Sriwijaya lemah betul masa itu, tetapi
proses menuju keruntuhannya berjalan seratus tahun
kemudian (1377) dan kemudian munculnya Malaka" . Kita
berpandangan bahwa Sipanjonga dan kawan-kawannya
serta pengikut-pengikutnya, diduga kuat sebagai raja yang
berdaulat di negerinya. Termasuk dalam kekuasaan kerajaan
Sriwijaya dan ketika mengetahui kedudukan Sriwijaya sudah
demikian lemahnya, pasukan sipanjonga mengambil
kesempatan meninggalkan kerajaannya dan mencari
kerajaan lain hingga tibalah mereka di Buton. Apakah
Sipanjonga meninggalkan kerajaannya dari Pulau Liya pada
akhir masa kerajaan Sriwijaya atau pada waktu mulai
suramnya kerajaan itu atau runtunhnya sama sekali?, di
sinilah dasar pendapat kita untuk menyatakan bahwa

54 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya di Buton pada


akhir abad ke-13 atau ke-14.
Pandangan itu kita landaskan pula akan kemungkinan
bahwa Sipanjonga sebagai raja di negerinya, tidak hendak
dikuasai oleh kerajaan lain. Dengan memperhatikan
kekuatan kelompoknya untuk mengadakan perlawanan
sewaktu-waktu mendapat serangan dan tidak dapat
menandingi kekuatan pihak kerajaan yang hendak
menduduki Sriwijaya. Karena itu Sipanjonga mengambil
kesempatan meninggalkan negerinya sehingga tibalah ia di
Buton. Kedatangan Sipanjonga di Buton, dapat ditunjang
dengan data tertulis dari seorang penulis yang tidak
menyebutkan namanya, tetapi berasal dari Banjar, namun
tidak dinyatakan tahun kedatangan Sipanjonga, selain
asalnya dari Semenanjung Johor Melayu.
METRO GRAPHIA
Jika kita menganalisa lebih jauh, bahwa Sipanjonga itu
berasal dari tanah Semenanjung Melayu, dapat kita pakai
dengan adanya pengaruh bahasa Wolio Melayu yang
terdapat dalam pergaulan sehari-hari orang Wolio antara
lain :
bahasa Melayu bahasa Wolio
kayu kau
enkau ingkoo
kami ingkami
kita ingkita
ikan ikane
umur umuru
baju baju
jubah juba

Sejarah dan Etnografi Buton 55


La Ode Dirman

kuning makuni
putih maputi
kakak Owakaa
Biro pusat Statistik tahun 1980 tentang pemakaian
bahasa sehari-hari, hanya ada 4 bahasa yang diakui
penuturnya sebagai salah satu dengan nama Melayu, yaitu
(1) Bahasa Melayu,(2) Melayu Tengah, (3) Melayu Jambi dan,
(4) bahasa Melayu Butung Muna. Pusat bahasa memiliki
laporan hasil penelitian 29 bahasa Melayu yang diteliti tapi
Melayu Butung Muna belum dilakukan dari hasil penelitian
itu. Muhajir (2005) mencoba menganalisis struktur bahasa
melayu naskah Butun dari transliterasi naskah istiadat tanah
negeri Butun sebagai berikut. “Bahwa kedatangan
Sipanjonga tidak bersamaan di suatu tempat dan
rombongannya terdiri atas dua kelompok, tumpangan
METRO GRAPHIA
mereka dikenal dalam zaman "palulang".
Kelompok Sipanjonga dan Sitamanojo sebagai
kelompok pertama mengadakan pendaratan di Kalampa,
suatu Kerajaan pantai dari Raja Tobe-Tobe, sedangkan
rombongan kedua Simalui dan Sijawangkati mendarat di
kampung Boneatiro Kecamatan Kapontori sekarang.
Pendaratan yang pertama, Sipanjonga mengibarkan bendera
kerajaannya pada suatu tempat tidak jauh dari Kalampa.
Bendera Sipanjonga inilah yang kemudian menjadi bendera
Kerajaan Buton yang disebut "Tombipagi", yang warna-
warni "longa-longa" (bahasa Wolio). Tempat Sipanjonga
mengibarkan benderanya itu kemudian dikenal dengan
nama "Sula" asal kata sula yang artinya kibar, kibarkan

56 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bendera yang hingga sekarang masih dikenal, terletak di


Desa Betoambari Kecamatan Wolio tidak jauh dari lapangan
terbang Betoambari.

Gambar 2. Bendera Kerajaan Buton" Tombipagi" dan


Makam Spanjonga
Dengan demikian,keempat tokoh tersebut diatas
membuat dan meninggalkan sejarah Kerajaan Buton dan
merekalah pula yang mengawali pembentukan kerajaan dan
METRO GRAPHIA
Ratu Wa Kaa sebagai Raja Buton pertama. Tidak dapat
disangkali bahwa sebelum ada kerajaan Buton sudah ada
kerajaan lain di wilyah Buton seperti misalnya; kerajaan
Tobe-Tobe, keraajaan Karnaru, kerajaan Batauga, kerajaan
Tuangila dan lain-lain. Hal ini masih memerlukan penelitian
lebih jauh lagi. Apa yang kita maksudkan dengan
"meninggalkan sejarah Kerajaan Wolio" ialah ditunjang
dengan tulisan-tulisan peninggalan leluhur antara lain
"Hikayat Sipanjonga”.
Era Sipanjonga hingga menjadi sebuah kerajaan yang
pada zamannya, yang sebelumnya membuka kampung-
kampung Peropa dan Baluwu, Gundu-Gundu dan
Barangkatopa. Ke empat kampung tersebut diketuai oleh
Bonto dan keempat Bonto (menteri) inilah yang dinamakan

Sejarah dan Etnografi Buton 57


La Ode Dirman

"Patalimbona", artinya empat Bonto mengepalai empat


wilayah. Sejalan dengan kegiatan mereka meluaskan
kerajaan, dapat diketahui bahwa sebelum kedatangan
Sipanjonga, Buton sudah ada penghuninya. Hal ini diawali
dengan penemuan-penemuan Betoambari oleh putera
Sipanjonga, serta penemuan Sijawangkati, yang
membuktikan bahwa kerajaan Kamaru dan Tobe-Tobe
sudah ada terlebih dahulu.
Dalam tradisi lokal diketahui bahwa kerajaan yang
pertama adalah kerajaan Ambuau. Kerajaan ini secara
mitologi kemudian tenggelam oleh karena kutukan yang
disebabkan oleh adanya perkawinan sedarah. Sisa-sisa dari
kelompok mereka kemudian mendirikan kerajaan Wute
Sintabu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu ketika Sintabu
kedatangan seorang tamu yang bernama suran, yang
METRO GRAPHIA
kemudian dikawinkan dengan anak perempuannya yang
bernama Mahita. Dari hasil perkawinan itu lahirlah tiga
orang anak laki-laki, Baidur Zaman, Zau Barkat, dan Syekh
Salim. Ketiga orang ini kemudian menjadi raja di masing-
masing wilayah, Ternate oleh Baidur Zaman, Zau Barkat
menjadi Raja di Tidore, dan Syekh Salim Menjadi Raja di
Buton.
Bertolak dari "penamaan' yang menjadi Raja Buton
menunjukan indikasi bahwa jauh sebelumnya Buton telah
memeluk Islam. Suatu kisah perjalanan Betoambari yang
menemukan Kamaru, sebuah kerajaan yang cukup besar dan
rakyatnya banyak, dalam perjalanan itu terlebih dahulu
mendapatkan kampung-kampung Lawele dan Kaluku
(dalam Kecamatan Lasalimu sekarang). Di Kamaru

58 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Betoambari mengawini putri Raja Kamaru, bernama Wa


Guntu yang dalam perkawinannya lahirlah Sangariarana.
Sebelum menemukan Kamaru, sebuah Hikayat nasihat
Sipanjonga dan Simalui kepada Betoambari. Nasehat itu
sebagai bekal dalam perjalanannya itu, maka kita turunkan
selengkapnya sebagai berikut.
"Maka Sipanjongapun memanggil anaknya,. Maka
Betoambari pun datanglah lalu sujud di hadapan
keduanya orang tuanya (Sipanjonga dan Simalui).
Demikian bunyinya, hee anakku, jika engkau diberi
Allah Ta aala selamat sampai ke negeri tempat di
mana-mana datangmu anakku, berbuat suatu
permainan hendaklah anakku itu berbuat suatu
kegemaran segala hati yang menghilangkan segala
kedukaan dalam hati dan baik-baik anakku
METRO GRAPHIA
peliharakan akan segala rakyatmu antara kamu saling
mengenal dan tidak ketahui akan bahasanya maka
dapat ia melakukan akalnya dan pengetahuannya tiada
kecurangan itu pun tanda orang budiman. Budi
manusia itu dengan delapan perkara hendaklah
dikenal semuanya supaya sempurna pengetahuan kita.
(1) tahan hati adanya; (2) perkara mengenal dirinya
dan memelihara akan dirinya pada segala bahaya; (3)
perkara berbakti kepada raja-raja dan mencari
kegemaran hati kepada raja-raja dan memberi,
mencari pekerjaan yang memberi kesentosaan hatinya
dan pada sesuatu yang masygul pada batinnya; (4)
perkara pertemanan, dua orang bersahabat berkasih-
kasihan supaya menaruh rahasianya dan terhadap

Sejarah dan Etnografi Buton 59


La Ode Dirman

rahasia orang ;(5) perkara memelihara rahasianya dan


rahasia orang padanya;(6)perkara menghadap raja itu
dengan manis mukanya dan fasih lidahnya, bermula
segala raja itu hendaklah disukainya ;(7) perkara
barang, kala berdirinya melainkan ditanyai maka ia
berkata;8 menghakimkan lidahnya kira-kira
mendatangkan hajatnya, itulah alamat orang budiman.

Gambar 3. Makam Betoambari terletak di wilayah pesisir


METRO GRAPHIA
pantai Lakeba Kota Baubau.
Sangariarana putra pertama dari Betoambari dengan
Wa Guntu yang mengawali jabatan Bontona Baluwu dan
sebelumnya sang bapak (Betoambari) pernah menjabat
sebagai Bontona Peropa I. Pada bagian lain Sijawangkati
dalam perdamaiannya dengan Dungkungiangia sebagai Raja
Tobe-Tobe menyatakan sumpah setia kawan satu dengan
yang lain hingga sampai pada anak cucunya. Hal itu
dibuktikan dengan bergabungnya Kerajaan Tobe-Tobe
dalam Kerajaan Sipanjonga (Kerajaan Buton). Keduanya
wajib bantu membantu satu dengan yang lain terutama jika
salah satu di antara keduanya mendapat serangan dari
musuh yang melampaui kekuatan mereka. Kemudian
menemukan perkampungan baru oleh dua bersaudara

60 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

masing-masing Raja Manguntu dan Tuamaruju yang


mendapatkan negeri Todanga dan Batauga, yang kemudian
kedua negeri itu dapat dimasukkan dan bergabung pula
dengan kerajaan Buton dengan tidak melalui pertumpahan
darah. Hal tersebut menjadikan Buton sebagai kerajaan
besar dan disegani, menyusul kepulauan Tukang Besi juga
masuk dan bergabung di dalam kerajaan Buton di samping
Muna dan Kulisusu.
Dalam hubungan adanya penduduk Buton sebelum
kerajaan Sipanjonga, ada baiknya jika kita salinkan tulisan
La Ode Abu Bakar sebagai berikut: Bersumber dari
penuturan Yarona Liya La Ode Bosa yang diperolehnya dari
Yarona Lasalimu La Ode Abdul Majid, diriwayatkan bahwa
sebelum kemunculan Ratu Wa Kaa Kaa sebagai Raja Wolio,
di Pulau Buton dan Muna, sudah ada beberapa kerajaan
METRO GRAPHIA
seperti : Batauga, Kamaru, Tobe-Tobe, Batukara, Laboora,
Todanga bahkan di beberapa pulau kecil disekitarnya,
diduga telah ada pemukiman kelompok-kelompok kecil.
Berkisar pada penghuni Buton sebelumnya Sipanjonga,
rombongan Simalui menemukan juga negeri "Mandauli"
(kira-kira Lambusango Kecamatan Kapontori sekarang) di
negeri mana Simalui dan untuk beberapa lamanya berkebun
di negeri itu.
Kembali pada uraian Sipanjonga, karena kelebihannya
dengan penduduk asli, ia dapat menguasai keadaan dan
dalam hal ini sejarah telah meninggalkan catatannya, di
mana pemegang dan pengendali kerajaan Buton berasal dari
anak cucu Sipanjonga yang bergelar Bonto, dan yang
menduduki jabatan sultan adalah bangsawan yang berasal

Sejarah dan Etnografi Buton 61


La Ode Dirman

keturunan Ratu Wa Kaa Kaa dengan Sibatara. Sedangkan


penduduki asli telah terdesak dan mereka ini sebagai rakyat
biasa yang hanya mendapat kekuasaan terbatas di dalam
kadienya (kampungnya).
Yang menjadi kajian kita, apakah kehadiran Mia
patamiana dan Ratu wakaaka Sibatara, sudah mengenal
tulisan?. Eksplanasinya sebagaimana diutarakan diatas
berangkat dari cikal bakal bahwa mereka berasal dari
negara kerajaan sudah maju masa itu yaitu Melayu era
Sriwijaya dan Majapahit. Kuat dugaan bahwa mereka sudah
mengenal tulisan, bahkan sebelum kehadiran mereka yang
disebut sebagai pembaharu. sebagaimana cuplikan hikayat
Sultan Rum dan Lakina Makah menempel surat "dibatu
podimpa" disebutkan diatas, memperjelas adanya tulisan
dan mereka sudah beragama islam. Indikator Islam
METRO GRAPHIA
mempertegas nama lain Wakaaka yang dalam naskah Buri
wolio disebut Zamzawiah,.
Sebagai reinforcement, kita komparasikan dengan
Lontara (Bugis) yang berasal dari aksara kawi atau huruf
palawa berasal dari India (Fachrudin A.H. 1999).
Diperkirakan muncul sebelum masuknya islam (sebagai
agama resmi kerajaan) atau sebelum 1603 (Mukhlis Paeni,
2004). Kisah kuno yang dikenal dengan nama Lagaligo,
tampak jelas bahwa kandungan ceritanya berkisar pada
zaman Majapahit di penghujung abad ke-13 hingga awal
abad ke- 17. Jika sekiranya kisah-kisah kuno Bugis ditulis
sebelum akhir abad ke-13 maka tentulah bukan Majapahit
yang disebutnya melainkan Singosari Kediri atau Sriwijaya.
Dalam Naskah Buri Wolio disebutkan bahwa asal Sibatara

62 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

berasal Majapahit yang disebut kerajaan nasional kedua.


Kehadirannya pada akhir abad ke-13 dan mereka tiga orang
bersaudara :yakni Putri Lasen singgah dan menjadi raja
pertama di Luwu, Baubesi Raja Batukara dan Sibatara
menjadi Raja Wolio.
Dengan demikian pada konteks tradisi tulis sejak
kehadiran Mia patamiana, Ratu Wakaka dan Sibatara ada
keterkaitan dengan Lontara tersebut. Hal tersebut sebagai
indikator bahwa masa itu telah mengenal tulisan, namun
belum diajarkan kepada penduduk, demikian halnya
mengenai agama, meskipun sebagian mereka sudah
beragama islam, tetapi belum menjadi agama rakyat.

C. Simbolisasi Sawerigading dan Raja-Raja I di


Sulawesi Tenggara
METRO GRAPHIA
Sebagaimana diutarakan diatas bahwa cikal bakal
terbentuknya kerajaan-kerajaan kecil atau kelompok suku
sampai penyatuan terbentuknya kerajaan Buton yang
digagasi oleh para pendatang sebagai pembaharu. Belum
diketahui secara pasti kolektitivas asli wolio, namun
pendapat beberapa tokoh adat (Muchir dan Abubakar, 2005)
bahwa penduduk asli Buton adalah penduduk desa Rongi
Kecamatan Sampolawa dan penduduk desa Takimpo
kecamatan Pasar Wajo .
Desa Takimpo bukti yang dikemukakan umumnya
tokoh adat Buton bahwa adanya petunjuk masih
terdapatnya kuburan tua dengan ciri Era Neolitik seperti
batu nisan yang melonjong tinggi dan halus, namum masih

Sejarah dan Etnografi Buton 63


La Ode Dirman

diperlukan pembuktian penelitian para arkeolog sedangkan


Pemilihan desa Rongi bagi Pirn Schoorl (2003) didasari
pemahaman secara antropologis bahwa keterasingan
masyarakat dan masih kental mempertahankan nilai-nilai
tradisional dapat mengungkap cikal bakal sejarah dan
budaya Buton. Sumber sejarah lokal bahwa wilayah Buton
semula berbentuk pemerintah kerajaan yang di perintah
keturunan Dinasti Wa Kha-Kha yang berkuasa selama lebih
kurang 2 abad pemerintahan Raja (1332-1538)(Zuhdi,
1996:11), namun ada juga yang mengaitkannya dengan
Sawerigading, nenek moyang mitologis orang Bugis (Abidin
1968; Rasyid 1998 :l-5,75-79). Cerita Sawerigading kita
dapat menghubungkannya dengan Ambuau adalah sebuah
Desa di Kecamatan Lasalimu selatan Kabupaten Buton,
menyimpan sejarah legenda abadi yang diabadikan dalam
METRO GRAPHIA
bentuk upacara " Togo Motonu" = kerajaan yang tenggelam,
sebuah tradisi lisan sebagai berikut:
Dahulu kerajaan Ambuau seb. 1370 M (nama orang =
lambuau). Diganti menjadi Riau menjadi raja I,
selanjutnya Iyari Ke II dan Pariama Raja ke III. Adik
Pariama (Kacuko) kawin dengan siti Bulugo
melahirkan anak kembar yaitu Sawerigading dan
Wadingkawula. Kembar yang bukan satu jenis kelamin
harus dibuang. Sawerigading dihanyutkan dengan rakit
pelepah pisang dengan Hiherikan cincin huruf 'K',
sedangkan Wadingkawula menetap dengan cincin
huruf "S" serta sebuah kelapa dibelah dua. Tiga bulan
Sawerigading terdampar di Laut Cina dan ditemukan
oleh Khun Khan Ching.

64 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Pada usia 30 tahun Sawerigading bermimpi bahwa


Khun Khan Ching bukan ayahnya dan ayahnya berada di
sebuah pulau huruf "K". Dengan Perahu Labenhurk tiba di
Luwu dan di sana dinobatkan menjadi Raja I dan selanjutnya
sampai ke Buton Pantai Lancibo (Ambaua). Di tempat ini
Swerigading melihat lima wanita sedang mandi yang
ternyata di antaranya saudaranya sendiri Wadingkawula. Ia
mengejar sampai di istana yang pamannya (Pariama) saat
itu sedang bertapa, sementara itu Wadingkawula
memerintahkan 4 pelayan dan 4 pengawal mencari 7 guci
air pinang dan 7 guci telur kuman. Meskipun cerita dan
simbol K dan S persaudaraan mereka, namun tabu menimpa
mereka yang mengakibatkan tengelamnya kerajaan Ambaua.
Tengelamnya benteng Ambabua Panama (Raja III),
kemudian mendirikan benteng 4 Km dari lokasi itu,
METRO GRAPHIA
meskipun yang dinobatkan menjadi raja ke IV adalah Akrab
pada tahun 1370 M. Sedemikan jauhnya dalam
penyelidikan dengan bersandar kepada ceritera rakyat
tradisional "Sawerigadi" di Togomotonu Lasalimu?. Dapat
diduga bahwa sebelum adanya kerajaan Kamaru, sudah ada
kerajaan Lasalimu. Sejauhmana pula orang Togomotonu
kerajaan Lasalimu sehingga tenggelam, terbenam-tergenang
air dan menjadi sungai, tinggal dan menetap di kampung
Kamaru ?, pendapat ini masih memerlukan penelitian yang
lebih mendalam.
Versi Muna, bahwa Bheteno Notembula itu tidak lain
adalah Sawerigading. Pendapat ini didasari oleh beberapa
hal yaitu (1)Sawerigading datang di Wuna bersamaan
dengan munculnya saudara kembarnya Tenriabheng di

Sejarah dan Etnografi Buton 65


La Ode Dirman

Muara Sungai Loghia. (2). Begitu nama Tenriabheng disebut


oleh Mieno Wamelai di rumahnya (berita dari Loghia),
Bheteno Notembula yang sudah empat puluh hari lamanya
tidak perrmh berbicara akhirnya langsung berkata bahwa
Tenriabheng adalah isterinya. Hal ini menunjukkan bahwa
Bheteno Notembula telah mengenal Tenriabheng
sebelumnya, dan jika dihubungkan dengan kehamilan
Tenriabheng maka orang yang mengenal apalagi sampai
mengakui bahwa dia adalah isterinya pastilah dia adalah
Sawerigading alias Bheteno Notembula. (3) Diketahui bahwa
Tenriabheng telah dihamili oleh Sawerigading dan ia
bersikeras untuk mengawini Tenriabheng sehingga ia
membunuh Rajeng Madoppe yang mencoba menghalangi
keinginannya untuk mengawini Tenriabheng. (4) Bheteno
Notembula berusaha bersembunyi di dalam rumpun bambu
METRO GRAPHIA
ketika datang suruhan dari Mieno Wamelai karena ia tidak
menghendaki orang lain mengetahui keberadaannya dalam
usahanya mencari Tenriabheng.
Tempat "Kontu Kowuna" (batu berbunga) dianggap
sebagai lokasi yang pertama kali kering dan menjadi daratan
(dekat Bahutara). Oleh karena itu daerah sekitar "Kontu
Kowuna" dianggap sebagai tanah yang mempunyai berkah.
Nama Kontu Kowuna lama kelamaan hanya disebut secara
singkat dengan kata "Wuna". Pada masa Bheteno Notembula,
lokasi ini mulai menjadi tempat hunian dan perladangan.
Oleh karena itu maka Mieono Wamelai berpendapat bahwa
sudah sepantasnya bial "Wuna" dijadikan sebuah kampung
dengan pimpinan tersendiri. Karena kampung "Wuna"
merupakan tanah yang berkah, sementara Bheteno

66 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Notembula dianggap sebagai manusia yang luar biasa, maka


menurut Mieno Wamelai adalah tepat untuk mengangkat
Bheteno Notembula sebagai pimpinan di kampung "Wuna".
Masyarakat sekitarnya juga menyetujui hal tersebut
sehingga pada akhirnya Bheteno Notembula ditetapkan
sebagai pimpinan dengan sebutan "Kolakino Wuna." jadi
disini tidak menggunakan istilah "Kamokula" ataupun
"Mieno".Kata "Kolakino berasal dari kata "laki" yang artinya
pimpinan ataupun penguasa dari suatu rombongan atau
kelompok. Dengan demikian "Kolakino Wuna" berarti
penguasa untuk kampun Wuna. Orangnya disebut dengan
panggilan "Kolaki" yang artinya "Yang dipertuan
(penguasa)". Kata "Kolaki" di kemudian hari juga berarti
"bangsawan".
Dari beberapa versi berkembang, interpretasi Zainal
METRO GRAPHIA
Abidin (makalah 1995) bahwa Sawerigading tidak pernah
menjadi raja, ia sebagai pengembara yang selalu berada di
berbagai tempat. Hal tersebut menguatkan pendapat
keberadaan Sawerigading seperti di Buton Lasalimu, di
Muna, di Konawe, Mekongga dan di Luwu. Lebih lanjut
Zainal Abidin (1995) menyatakan bahwa Sawerigading
bukanlah nama seorang tetapi sebuah simbolisasi dari
hubungan kekerabatan antar tokoh "dewa pembawa adat "
kerajaan-kerajaan di Buton dengan kerajaan Luwu Sulsel. Di
Buton Raja I Wakaaka sosok perempuan misterius yang lahir
dari bamboo; di Muna Betheno Tombula lahir dari bamboo
dan Sawerigading yang diceritakan dari Kerajaan Luwu lahir
bulu bamboo kuning yang juga ada di berbagai tempat pada
kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tenggara. Rasionalitas

Sejarah dan Etnografi Buton 67


La Ode Dirman

tersembunyi dari kata bamboo kuning bahwa cenderung


kuat dari pakaian kebesaran tokoh-tokoh tersebut adalah
berwarna kuning. Dalam sejarah Buton diriwayatkan bahwa
Khukhan chin seorang Cina Islam di Hoe-Hoe Kerajaan Tar
Tar yang dikenal dengan Dhukhung changhiang (Raja Tobe-
Tobe I) sedang Sawerigading Raja Luwu I putra angkatnya.
Tiba di Muna (1369 M.) menyusul ayahnya Khukhan ching
(atau mencari kelurganya).
Kata Luwu berarti laut to luwu bermakna orang laut,
dapat kita hubungkan dengan ketrarnpilan Sipanjonga
sebagai pelaut ulung (Muhir, 2004; Abubakar, 2004).
Menurut Zainal Abidin (Makalah ,1995) menduga kuat
bahwa to luwu dahulu kala adalah orang Melayu Muda
diperkuat oleh diperkuat oleh pamongpraja Belanda seperti
Covreur, LA. Frieddricy serta ahli sejarah dan etnologi
METRO GRAPHIA
seperti Andaya (1981) Barabara S Harvey (1973), N .Adriani
dan Albert Cruyt(1950), CM Felras yang menyatakan bahwa
wilayah asal usul suku Bugis, Makasar, Mandar berasal dari
Luwu dan Cuvreur memperkuat fakta bahwa seluruh raja-
raja Bugis dan Mandar menghormati raja Luwu sebagai
Primus interpares. Lontarak Sejarah Goa menyatakan bahwa
sebelum Goa terbentuk yang memerintah adalah
Bataraguru. Di Buton Bataraguru adalah orang yang pernah
menjadi Raja Buton Ketiga, sebagai indikator kuat
simbolisasi kebangsawanan Majapahit. Kesimpulan
sementara kita bahwa dugaan kuat Buton dengan peletak
dasar kerajaan Buton adalah Sipanjonga sebagai pelaut
ulung dan Luwu bermakna orang laut mempunyai hubungan
histories secara geneologis dengan Orang Bajo. Terhadap

68 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

orang Bajo, berbagai tulisan (Fox, 1983; Zacot, 1981;Stacey


1981; Ali M.A Rachman,1979;) hasil penelitian terhadap
orang Bajo yang berada di pesisir pantai di hampir semua
wilayah Asia Tenggara menyebut mereka sebagai suku laut.
Sejak masa kerajaan Sriwijaya, ketika mereka masih sebagai
pengembara laut (sea Nomads), armada Sriwijaya pernah
minta bantuan orang laut Bajo untuk menyerang Portugis.
Cerita Sawerigading di Sulawesi Selatan, tampaknya
banyak kesamaan dengan cerita mitos raja-raja di Sulawesi
Tenggara yaitu Mobetena i-Tombula bahasa Wolio dan
Muna, terdiri dari anak kata "bete" dan "tombula". Bete
mendapat awalan "i". Bete artinya muncul dan tombula
adalah bambu kuning. Oleh karena itu perkataan bete diberi
awalan "i" pada tombula, menunjukkan pula tempat
munculnya sesuatu, lengkapnya "yang muncul dari bambu
METRO GRAPHIA
kuning". Lalu perkataan Sawerigading dapat diungkapkan
terdiri dari anak kata "Sawe" artinya "muncul "ri"" artinya
"di" dan "gading" yaitu "bambu kuning", sempurnanya sama
pengertiannya dengan Mobetena i-Tombula, yang muncul
dari bambu kuning.
Dalam tradisi di beberapa negara di Asia terdapat
hikayat manusia yang lahir dari bambu. Dalam buku Sejarah
Melayu yang karang pada tahun 1021 H atau 1621 M,
diceritakan bahwa Sultan Muhammad - menurut cerita
orang banyak - pada suatu waktu mengikuti anjingnya
dalam perburuannya di hutan bambu. Konon dalam hutan
itu beliau menjumpai sebuah pangkal pohon bambu yang
amat besar. Sultan itu kemudian mengambil beberapa ruas
dari bambu itu untuk dibawa ke istana. Ruas itu kemudian

Sejarah dan Etnografi Buton 69


La Ode Dirman

dibelah dan muncul seorang gadis. Cerita semacam ini juga


terdapat di Philipina. Di pulau Sila ada sebuah pohon yang
menyerupai seorang perempuan, jika mereka merasakan
hawa udara dan matahari berteriaklah "wak-wak". Dalam
hubungan peristiwa yang sama terjadi seperti munculnya
Ratu I Wa Kaa Kaa dan Raja Muna La Eli dari dalam bambu
kuning. Berdasarkan beberapa tradisi yang terjadi di
beberapa wilayah yang disebut di atas bahwa Wa Kaa Kaa
diindikasi berasal dari kerajaan Wute Sintabu yang
kemudian masuk ke Wolio dengan kesepakatan beberapa
pemimpin kampung yang ada di wilayah Wolio. Kemudian
dimitoskan bahwa ada manusia yang lahir dari bamboo.
Untuk bahan perbandingan dapat dikemukakan
peristiwa "Tolahianga", "Wekoila" dan "Anawaingguluri",
ketiganya adalah raja dari kerajaan Konawe yang turun dari
METRO GRAPHIA
kayangan dengan mengutip tulisan Bhoerhanuddin sebagai
berikut: Konawe adalah kerajaan suku bangsa Tolaki
penduduk daratan Sulawesi Tenggara. Dari tradisi rakyat
dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini bermula di hulu
sungai Konawe di suatu tempat yang disebut "Rahambuu "
(raha = rumah, mbuu = puu artinya pokok), mengikuti aliran
ke arah selatan, suatu waktu pemerintahan berpusat di
Andolaki seterusnya Unaaha. Pada aliran sungai
Lasolo/Lalindu terbelik pula tentang adanya pemerintahan-
pemerintahan yang kemudian bergabung dengan Kerajaan
Konawe. Yang menarik, sungai Lalindu pada waktu itu
dihuni oleh suku bangsa yang disebut To Tenggera. Menurut
keterangan Sdr. A. Hamid Hasan bahwa Kerajaan Konawe
mengenal tiga orang To Manurung atau Tono Manuru, Tono

70 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

artinya wawosangia, yaitu orang yang turun dari kahyangan.


To Manurung pertama adalah To Lahianga, kedua Wekoila,
ketiga adalah Anawai Ngguluri (Lett. Putri gua tanah).
Antara Tenggolowuta dengan Wekoila ada 14 generasi.
Demikian juga kerajaan Gowa yang pada mulanya diperintah
oleh seorang ratu yang berasal pula dari kayangan, karena
itu dinamai "Tumanurunga".
Abdul Razak Daeng Patunru menulis dalam bukunya
sejarah Gowa sebagai berikut:
setelah peperangan berakhir, maka Pattlanja bersama-
sama raja-raja kecil itu mengadakan perundingan yang
menghasilkan suatu kata sepakat untuk mencari
orang-orang yang dianggap berwibawa untuk diangkat
menjadi raja di Gowa. Mereka itu bersedia sekata
bermohon kepada dewata menurunkan seorang
wakilnya untuk memerintah rnereka itu. Tidak lama
METRO GRAPHIA
kemudian terdengarlah kabar di Gowa, bahwa sebuah
tempat yang bernama Taka'bassia dalam Kerajaan
Uowa ada seorang raja yang turun dari kayangan
dengan segera Pattjallaja bersama kesembilan raja-raja
kecil tersebut berangkat ke tempat tersebut. Benar di
tempat itu mereka mendapat seorang perempuan yang
cantik molek dengan memakai sebuah dokoh yang
indah.
Belum di ketahui Siapa nama dan dari mana asalnya
perempuan tersebut diatas, namun diyakini adalah orang
yang turun dari kayangan bersama tokohnya, piring jawanya
dan istananya yang besarnya lima petak, dekat pohon
mangga djombe-djombea.
Berkatalah Pattjallaja dan raja-raja kecil itu kepada
perempuan yang dianggap tomanurung itu "Kami

Sejarah dan Etnografi Buton 71


La Ode Dirman

semua datang kemari untuk ambil engkau menjadi raja


kami". Perempuan itu yang selanjutnya selanjutnya
disebut "Tumanuru" menjawab "Nu Karaengamma"
kuma, dengka kumangaile je'ne (engkau pertuan kami,
masih menumbuk, masih mengambil air).
Sehubungan dengan itu tidak dapat diabaikan sejarah
Keraton Ternate yang tak terpisahkan dengan apa yang
mereka kenal dengan legenda "puteri tujuh" yang untuk itu
kita kutip tulisan B. Soelarto sebagai berikut: Seperti halnya
dengan sejarah berbagai kerajaan kesultanan dalam
kawasan Nusantara, maka sejarah Temate pun erat
berkaitan dengan sejarah keraton, yang selalu dihubungkan
dengan legenda. Adapun legenda yang dihubungkan dengan
sejarah kesultanan Ternate, ialah legenda "Puteri Tujuh".
Diceritakan bahwa tatkala Daffar Siddiq seorang keturunan
Arab datang ke pulau Ternate untuk menyebarkan agama
METRO GRAPHIA
Islam, ia sewaktu selesai shalat di tepi telaga melihat ada
tujuh bidadari turun mandi. Diambillah pakaian dari salah
seorang bidadari itu, akibatnya bidadari yang satu itu tidak
dapat pulang ke kayangan. Jaffar Siddiq berjanji akan
mengembalikan pakaiannya bila bidadari itu mau menjadi
istrinya, dan memeluk agama Islam. Bidadari itu lalu
diperistri oleh Jaffar Siddiq dan diberi nama Siti Mursafah.
Pernikahan dengan Bidadari bungsu itu yang kemudian
dikaruniai tujuh orang anak. Empat orang laki-laki, tiga
orang perempuan. Putera tertua diangkat jadi Sultan Jailolo,
yang kedua menjadi Sultan Tidore, putera ketiga menjadi
Sultan Bacan dan putera bungsu menjadi Sultan Ternate.
Mengenai kebangsawanan Buton, bukti-bukti lain

72 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

yang menunjukkan bahwa bangsawan Buton berasal dari


keturunan Raja Majapahit, termuat dalam naskah
Kesultanan maupun umumnya cerita rakyat Buton. Sibatara
putra asal bangsawan Kerajaan Majapahit yang mengawini
putri Ratu Wa Kaa Kaa, dalam buku silsilah raja-raja di
Buton, yaitu buku hikayat Sipanjonga diuraikan sebagai
berikut.
Adapun hamba ini telah sampai kemari sebab
kelakuan hal cucuku ini tiga orang kembar, dua orang
laki-laki dan seorang perempuan, dibuangkannya
oleh bapaknya ke laut ketiganya. Sebab maka
Betoambari pun bertanya pula, ya tuanku adapun
bapak cucu tuan hamba ini siapa namanya dan anak
mana dan apa nama negerinya? Maka menyahut
Bataraguru itu, adapun nama bapaknya Raja
Manyuba dan nama negerinya Majapahit dan asalnya
METRO GRAPHIA
asal kamu juga tiada lain baharu dua zaman
diturunkan Allah Subhana WaTa'aala ke dalam dunia.
Dalam tulisan ini dikatakan bahwa Sibatara berasal
dari kembar tiga. Menurut keterangan yang diperoleh turun-
temurun bahwa keduanya saudara Sibatara yang masing-
masing bernama Raja Baubessi dan putri Lasem yang konon
menjadi Raja di Luwu karena perkawinannya dengan Raja
Luwu. Faktor tersebut menyebabkan hubungan ketiga
kerajaan, yaitu kerajaan Buton, Ternate, dan kerajaan Luwu
pada zamannya sangat erat. Adapun silsilah bangsawan
Buton yang termuat dalam naskah kesultanan sebagai
berikut.
Alhamdulillahi rabbil alamin wassalaatu wassalamu
aalimuhammad nabbiyil mukaddami wa aali aalihiy
wasahbihiy aladdawaami fahaa zihiy tareckatil
Sejarah dan Etnografi Buton 73
La Ode Dirman

masiyh, pada menyatakan asal perihal ihwal


diturunkan Allah Ta'aala di dalam buluh gading di
atas Bukit Lelemangura yaitu Wa Kaa Kaa namanya,
itulah raja di dalam negeri Buton maka Wa Kaa Kaa
bersuami dengan Sibatara namanya yaitu anak Raja
Majapahit seorang ditaruhnya tiga orang bersaudara,
seorang perempuan dua orang laki-laki, seorang di
taruhnya di dalam peti maka dibuangkan ke laut yaitu
Raja Baubessi dan seorang lagi ditaruhnya dalam
buluh yaitu Sibatara raja dalam negeri Buton itulah
isteri Wa Kaa Kaa dan lagi seorang perempuan itu
telah diminta oleh negeri Luwu sebab belum
mendapat rajanya itulah menjadi Raja Luwu. (Zahari,
1977)
Abdul Khalik Ma Saadi Bontogena yang dalam masa
kesultanan Muh. Idrus Kaimuddin menjabat Bontona
Gampikaro = Sekretaris kerajaan, dalam nota tugasnya
METRO GRAPHIA
secara tertulis dengan huruf Arab Wolio terdapat pengertian
asal bangsawan Wolio sebagai berikut. "Kaapaaka oasalana
kadaangiana bari-baria lalaki itana Wolio siate, olalaki
ijawa" artinya "karena sebab asalnya bangsawan Wolio itu,
berasal dari bangsawan Jawa-Majapahit. Lebih jauh
dijelaskan bahwa adanya Sibatara di Buton mungkin sekali
berasal dari salah seorang di antara sekian banyaknya orang
Jawa atau ponggawa-ponggawa yang menjadi raja di
Kerajaan-Kerajaan taklukan Majapahit, yang dapat dijadikan
wakil Majapahit. Lebih lanjut tulisan dari Van Der Berg
sebagai berikut.
Bagaimanakah caranya Majapahit memerintah
Kerajaan yang amat luas itu? Adakah Raja Jawa itu
membuka kantor dan menempatkan pegawainya di
seluruh pulau-pulau itu? Diwajibkankah pegawai itu

74 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

mengatur keadaan dalam negeri sampai pada soal-soal


yang kecil-kecil? Rupa-rupanya keadaan pemerintahan
yang sedemikian hanya berlaku di Bali, tetapi di
tempat lain susunan pemerintahan tidak berubah sama
sekali. Tidak diusahakan menyebarkan Kebudayaan
dan bahasa Jawa, umpamanya Majapahit hanya
berusaha jangan sampai ada di suatu negara lain yang
turut mempengaruhi keadaan dalam kerajaannya. Lain
dari pada itu, raja-raja negara takluk itu diharuskan
membayar upeti dan sekali-sekali mereka
mengirimkan utusannya ke Ibukota Negara dan akan
berdatangan sembah sujud untuk menyatakan
cintanya. Untuk mengamat-amati pembayaran upeti
itu, kemudian baginda Majapahit menempatkan
Menterinya ke pulau-pulau yang banyak jumlahnya itu.
Menteri utusan itu biasanya dari golongan paderi dari
agama Syiwa dan Budha dan yang ditugaskan ke
Indonesia bagian barat ialah orang-orang Syiwa saja.
METRO GRAPHIA
Dalam perjalanan itu diperiksa jugalah, adakah
gedung-gedung suci dipelihara dengan baik atau tidak?
mencari keuntungan untuk diri sendiri yang terlarang
bagi Menteri utusan itu, mereka dihormati benar
karena tindakan mereka tenang dan ramah. Karena
sikap mereka yang demikian, dipermudah oleh bangsa-
bangsa itu untuk menuruti perintah Majapahit, dan
dengan tidak disengajanya turutlah Menteri utusan itu
mengembangkan kerajaan yang ketika itu amat tinggi
tingkatannya di Jawa. Jelas bagi kita bahwa bagian
golongan paderi itu besar juga dalam pemerintahan
negara Majapahit, karena itu mereka diangkat menjadi
pegawai negara.
Bertitik tolak atas bahan-bahan perbandingan di atas,
dapatlah ditarik suatu gambaran yang memungkinkan
tentang waktu masa Kerajaan Ratu Wa Kaa Kaa, yang

Sejarah dan Etnografi Buton 75


La Ode Dirman

diperkirakan sekitar abad ke-14, sebelum masa Kerajaan


Prabu Hayam Wuruk. Masa ke-ratu-an Wa Kaa Kaa juga
tidak diperoleh bahan keterangan dari kalangan leluhur
maupun data tertulis, namun dalam hubungan masa
Kerajaan Ratu Wa KaaKaa dapat dijadikan bahan penelitian
lebih jauh sebagaimana yang kita turunkan berikut ini. "Ada
sumber Yarona Liya La Ode Bosa dan La Ode Muhammad
Said serta Wa Ode Apa menyatakan bahwa ketika Wa Kaa
Kaa diperkawinkan dengan Sibatara (mitosnya sebagai
putera Raja Majapahit) ratu itu telah naik tahta sebagai
Lakina atau raja Wolio dan umurnya dua kali lipat lebih tua
dari umur Sibatara. Sibatara diperkawinkan dengan Ratu Wa
Kaa Kaa pada usia ± 19 tahun. Jika demikian maka Ratu Wa
Kaa Kaa ketika saat dikawinkan adalah sekitar 1294, yakni
kurang lebih satu tahun setelah ibunya tiba di negeri
METRO GRAPHIA
Tiongkok, maka tahun perkawinannya adalah sekitar tahun
1294 ditambah ± 40 tahun = tahun 1334 M. Diriwayatkan
pula bahwa dua tahun setelah dinobatkan menjadi raja pada
tahun 1332 M, seperti diketahui pula masa itu Gajah Mada
telah berperan di Majapahit (1331-1364)".
Jika dugaan yang dibawakan oleh Abu Bakar di atas
dapat kita jadikan pegangan sebagai landasan kita untuk
menelusuri tenggang waktu masa Kerajaan Wa Kaa Kaa,
maka jelaslah bahwa penobatannya berlangsung sebelum
Prabu Hayam Wuruk. Bahwa masa prabu belum aktif karena
masih bayi dan pemerintahan dijalankan dengan melalui
perwalian dan berikut ini tulisan Van Den Berg sebagai
berikut.
Hayam Wuruk 1334-1389, masa kerajaan prabu yang

76 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

diungkapkan dengan tahun permulaan 1334, adalah


bahwa tahun tersebut merupakan kelahiran dari Raja
Majapahit yang akan terkenal dalam sejarah dengan
nama Hayam Wuruk dan memerintah pada masa itu
ialah Tribhuwana yang bergelar Ratu Puteri Majapahit.
Dengan demikian, masa keratuan Wa Kaa Kaa
berlangsung sebelum Kerajaan Hayam Wuruk. Hubungan
perdagangan belum banyak yang dikenal, namun dapat
diduga dengan memperhatikan hubungan antar kerajaan
sepeti Ternate, Luwu dan Buton serta pihak yang lain
dengan Kerajaan Majapahit yang dipertegas dengan
kewajiban dari raja-raja taklukan di negeri seberang untuk
setiap tahunnya datang di Majapahit, maka dalam kerangka
itulah dapat memperjelas adanya hubungan perdagangan
Kerajaan Buton dengan kerajaan lainnya di kawasan
nusantara sebagaimana tulisan Van Den Berg seperti
berikut. METRO GRAPHIA
"Tentang Djojobojo dan raja-raja yang lain dari Kediri,
tidak banyak yang kita ketahui. Hal ini ternyata dari berita-
berita yang berasal dari saudagar Tiongkok yang
mengadakan perdagangan dengan bandar-bandar di pantai
Jawa. Orang Jawa sendiripun mempunyai kapal dagang juga,
yang berlayar ke India-belakang. Selain dari itu, rupa-
rupanya telah ada pula ketika itu angkatan laut Kerajaan
Jawa, sebab telah disebut-sebut tentang seorang laksamana.
Angkatan laut ini perlu juga bagi Kediri, karena di luar pulau
Jawapun ada juga Kerajaan yang dikuasai. Di Bali,
Kalimantan-Barat Daya, Butun, bahkan Timor dan Maluku
(Ternate dan sekelilingnya) terasa juga pengharuh Kerajaan

Sejarah dan Etnografi Buton 77


La Ode Dirman

Kediri. Dalam zaman itu pula kiranya perdagangan cengkeh


dan buah pala dimulai dengan Maluku. Tanaman yang
menghasilkan cengkeh dan pala itu tumbuh begitu saja di
Maluku; penduduk hanya tinggal memetik hasilnya saja.
Saudagar-saudagar Jawa membawa rempah-rempah itu ke
pulau sebelah barat Indonesia, ke pasar Sriwijaya, kemudian
dari itu ke Malaka. Dari bandar-bandar itulah hasil tadi
dibawa ke India, ke Teluk Parsi atau ke Laut Merah dan dari
tempat-tempat itu ke pantai Timur-Laut Tengah. Dari situlah
rempah-rempah itu diangkut kapal Venesia ke Eropa.
Rempah-rempah itu merupakan barang dagangan, yang
makin lama makin banyak dijual orang, terutama sejak
terjadinya Perang Salib. Lebih lanjut Van Den Berg menulis
sebagai berikut. .
..Maka bagaimanapun juga bandar-bandar yang
METRO GRAPHIA
terdapat di Buton pada masa itu tidak dapat diabaikan
peranannya dalam hubungan perdagangan dari dan ke
Maluku. Berbicara tentang penduduk asli Buton pada
masa awal itu belum banyak diketahui tentang
sejarahnya hingga sekarang ini, mengenai kerajaan-
kerajaan kecil yang masuk, bergabung dalam kerajaan
Buton besar, seperti Kamaru, Tobe-Tobe, Batauga,
Todanga dan lain-lainnya. Tetapi hubungan dengan
kerajaan di luar Buton yang dapat diketahui adalah
Majapahit, Ternate, Luwu, Patani dan Sabah
Semenanjung Johor Melayu.

78 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

D. Komparatif Nenek Moyang Penduduk Sulawesi


Tenggara

Analisis Prof Rustam Tamburaka dalam penulisan


sejarah Sulawesi Tenggara (2004) tentang asal usul nenek
moyang penduduk Tolaki, memandang dari aspek
somatologi atau ciri tubuhnya baik kwalitatif (ciri lahir)
maupun kwantitatif, tampak sukar dilakukan pengukuran
secara antropometri seperti ukuran kepala (Brachicepal,
Mesocepall atau dolicocepall) terhadap manusia di Sulawesi
Tenggara saat ini. Hal ini sudah terjadi proses asimilasi baik
fenotipe (ciri tubuh) maupun genotipe (frekwensi golongan
darah).yang berlangsung selama 5 abad. Dengan demikian
sebuah kebenaran ilmiah dapat kita ukur,mana yang lebih
dominan antara asimilasi ras-ras didunia, apakah termasuk
METRO GRAPHIA
austromelanosoid, mongoloid, caucasoid atau negroid
(Kroeber,1963) yang berlangsung khususnya di Sulawesi
Tenggara sejak abad Ke 10.
Karena itu perlunya dilakukan penggalian,
menemukan fosil atau salah satu organ tubuh raja-raja di
Sulawesi Tenggara. Lebih lanjut analisis Prof Rustam
Tamburaka (Makalah ,1996) mengenai Tinggi badan, warna
kulit Haluoleo adalah sebuah interpretasi ”berani dan kabur
”. Oleh karena ia perlu melakukan rekonstruksi secara
arkeologi, disamping itu sebagai reinforcement perlunya
analisis persamaan unsur kebutuhan manusia masa itu.
Mengacu Hipotesis Kern dalam analisis kebudayaan, (1980)
yang bertitik tolak suatu pendapat bahwa kebutuhan utama
di negeri asal bangsa Indonesia tentu akan sama dengan

Sejarah dan Etnografi Buton 79


La Ode Dirman

kebutuhan utama diwilayah yang mereka datangi. Di negri


asalnya tentu tumbuh tanam-tanaman seperti tebu,kelapa,
pisang, bambu, rotan dan yang paling utama adalah padi.
Begitu pula mengenai istilah-istilah pelayaran dan bagian-
bagian dari kapal (perahu) serta binatang-binatang laut
seperti penyu, ikan, hiu, kepiting dan udang. Selain itu
binatang kerbaudan mungkin juga sapi, disamping gajah dan
buaya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat ditelusuri daerah
penyebaran penduduk yang berasal dari suatu nenek
moyang. terutama istilah-istilah pelayaran dan binatang-
binatang laut hingga dapat ditarik suatu hipotesis bahwa
bangsa pendatang berasal dari daerah yang sudah mengenal
pelayaran. Suatu contoh yang menunjukan arti suatu yang
meskipun tidak sama, tetapi masih termasuk kerabat yaitu
METRO GRAPHIA
kata padi; pare (Jawa), pade (Aceh),Pae (Muna),Bae
(Buton),Konawe (owoha), Mekongga (Owoha), Bombana,
wakatobi (.pae.) page (Batak), faghe (Nias), pare (Sunda),
npala (Buru), hala (Seram), ai (Letti), ane (Timor), hade
(Roti), are (Sawu). Selain itu dari kata Selatan yang berasal
dari kata ”Selat” (laut diantara dua pulau), kemudian
berubah menjadi arah mata angin, maka dapat ditafsirkan
bahwa daerah asal nenek moyang kita berasal sebalah utara
dari selat itu. Yang dimaksud dengan ”selat” dalam hal ini
ialah selat Malaka. Akhirnya Kern menarik kesimpulan
bahwa negri asal dari nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari daerah Vietnam dan Kampuchea dan datang
menyebar ke Indonesia melalui laut. Sebenarnya kalau
penelitian tentang negri asal bangsa indonesia hanya

80 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

didasarkan pada hipotesis Kern tersebut maka dasarnya


kurang kuat dan masih lemah.
Kemudian ternyata bahwa teori Kern itu ditunjang
sepenuhnya oleh penelitian prasejarah yang dilakukan oleh
Van Stein Callenfels dan Von Heine Geldern. Mereka
sampai pada konklusi bahwa kebudayaan kapak empat
persegi berasal dari sungai-sungai besar di Asia timur dan
Asia Tenggara dan dari sana menyebar melalui sungai dan
laut ke Asia Tenggara serta ke pulau-pulau di Laut Teduh.
Daerah asal bangsa Austronesia purba.menurut Von Heine
Geldern berasal dari tiga hulu sungai besar yaitu Song Khoi
(sungai di Hanoi) Si-Kiang (sungai di Kanton),dan Yang Tse
Kiang. Jadi di daerah Yunnan di Cina selatan atau dekat
perbatasan Vietnam utara sekarang. Mereka datang
berimigrasi secara bergelombang karena sebab-sebab yang
METRO GRAPHIA
belumdiketahui secara pasti dan pada waktu byang
berlainan,tetapi melalui rute yang sama.Gelombang pertama
terjadi kurang lebih pada tahun1500 sebelum masehi.
Hipotesis Von Heine Geldern dan H. Kern bagi
generasi sekarang dengan mudah dapat diketahui, melihat
banyaknya pengungsi manusia perahu dari Vietnam.
Meskipun mereka menggunakan kapal-kapal dan perahu
sederhana dengan peralatan yang sederhana pula, tetapi
dapat juga mencapai Malaysia, Indonesia,Filipina,bahkan
Hongkong dan Taiwan. Pada abad ke 3 sudah terasa adanya
pengaruh kebudayaan Hindu di Daerah daratan Asia
Tenggara dengan ditemukannya inskripsi-inskripsi dalam
bahasa sansekerta yang dipahatkan pada batu. Prasasti-
prasasti tersebut tersebut ditulis dengan menggunakan

Sejarah dan Etnografi Buton 81


La Ode Dirman

huruf palawa, sesuai dengan nama daerah asalnya yaitu


palawa di India Tenggara. Batu Prasasti tertua yang
ditemukan di Indonesia ialah di Muara Kaman,Kutai
Kalimantan, dari sekitar tahun 400, disusul prasasti dari
bogor dan tugu di Jakarta ( lebih kurang abad kelima).
Ketiga-tiganya menggunakan huruf palawa dan bahasa
sansekerta. Pada batu-batu prasasti yang berusia tua dan
kadang–kadang pada batu yang lebih muda digunakan
bahasa sansekerta. Sebagian besar dari prasasti logam dan
batu temuan zaman pengaruh hindu, menggunakan bahasa
Jawa kuno (kawi).
Di Kota Bau-bau Buton, prasasti dapat ditemukan di
Keraton sekitar makam Sultan Buton pertama Sultan
Murhum, yang disebut dengan Batu podimba. Diperkirakan
sekitar abad ke 13, dibawah pengaruh islam menggunakan
METRO GRAPHIA
bahasa arab gundul (buri wolio). Pengaruh Hindu tampak
terlihat pada nisan makam raja/ Sultan Buton yang tampak
lebih tinggi dari makam lainnya yang ada disekitaran
kompleks makam tersebut. Mengacu teori WY Perry dan
Elliot Schmidt dengan Heliolitik yang menyatakan
persebaran bangsa mengarah ke timur, tampak pula
teknologi pada masyarakat Buton antara lain, seni pahat,
benda batu diasah, bangunan batu besar yang tampak pada
makam raja-raja, kepandaian logam. Demikian Hypotesis
Kern (Koentjaraningrat, 1956) dan Analisis kebudayaan
(1980) sebagaimana juga kebutuhan pokok orang Buton
seperti, pisang ubi, tebu, kelapa, rotan bambu, batu asah dan
juga kuburan batu nisan raja/Sultan Buton terbuat dari batu
lonjong setinggi sekitar 1 meter dari nisan warga lainnya.

82 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

III
BUTON ERA KERAJAAN ABAD
XIV-XVI

A. Proses Terbentuknya Kerajaan


Konsensus politik pertama, terjadi antara
kelompok Sipanjonga dan Simalui. Mereka berjumpa pada
sisi sebelah menyebelah kali Bau-Bau, lalu bersepakat
membentuk satu persekutuan, tetapi adat dan tradisi
masing-masing tetap diakui. Berdasarkan konsensus
tersebut terbentuklah pemerintahan yang disebut dengan
METRO GRAPHIA
"Rualimbona"(dua wilayah) yang masing-masing diwakili
oleh Sijawangkati dari pihak Sipanjonga dengan gelar
"Bontona Gundu-Gundu" (Menteri wilayah Gundu-gundu)
dan Sitamanajo wakil dari Simalui dengan gelar "Bontona
Barangkatopa" (Menteri wilayah Barangkatopa). Periode
berikutnya muncul pemerintahan "Patalimbona" (empat
wilayah) yang terdiri atas empat orang, yakni Rualimbona
plus "Bontona Peropa" (Menteri wilayah Peropa) dan
"Bontona Baaluwu" (Menteri wilayah Baaluwu).
Personalianya berturut-turut, yaitu Sijawangkati,
Sitamanajo, Betoambari, dan putranya Sangariarana.
Sangariarana menghendaki agar putranya menduduki posisi
penting dalam lembaga patalimbona. Melalui konsensus
dilakukan perubahan komposisi,yakni Bontona Baalulwu,

Sejarah dan Etnografi Buton 83


La Ode Dirman

Bontona Peropa,Bontona Gundu-gundu, Bontona


Barangkatopa.
Rudyansyah (1987: 39) mengacu hikayat Sipanjonga
menyatakan bahwa terjadinya kesepakatan dipimpin oleh
Simalui (La Tataa) dengan Sipanjonga untuk melakukan
kontrak sosial sekaligus cikal bakal pembentukan limbo
(kampung). Pada mana masa itu belum ada raja, tetapi
hanya terdapat Bonto (kepala kampung atau suku). Negeri
semakin berkembang berbagai klan berintegrasi, berarti
penduduk semakin meningkat, maka pemerintahan
patalimbana mengadakan perubahan-perubahan dalam
sistem pemerintahannya. Terbentuklah pemerintahan
"Walulimbona" (delapan wilayah) yang dipimpin delapan
orang, yaitu Bontona Baalulwu, Bontona Peropa, Bontona
Gundu-gundu, Bontona Barangkatopa, Bontona Gama,
METRO GRAPHIA
Bontona Wandailolo, Bontona Siompu, dan Bontona Rakia.
Pada waktu terbentuknya Walulimbona, baru ada dua strata
masyarakat, yaitu kelompok penguasa disebut "sara” dan
kelompok dikuasai disebut "papara" (rakyat).
Era Kerajaan terjadi penyempurnaan struktur
organisasi, antara lain dewan penasihat raja sebelumnya
hanya terdiri atas empat orang yang disebut Pata Limbona
(empat tokoh yang memimpin empat perkampungan) yang
terdiri atas kampung Baluwu, Peropa, Gundu-Gundu, dan
Barangkatopa. Kemudian ditingkatkan menjadi Siolimbona
(sembilan perkampungan) yang ditambah dengan limbo-
limbo (kampung-kampung) yang kemudian dipimpin
seorang monto (menteri). Kesembilan orang itu disebut
"Bonto Siolimbona", yaitu (1) Bonto Baluwu, (2) Bonto

84 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Peropa, (3) Bontona Gundu-Gundu, (4) Bontoua Melai, (5)


Bontona Barangkatona, (6) Bontona Siompu, (7) Bontona
Rakia, (8) Bontona Gama, dan (9) Bontona Wandailolo.
Negeri semakin berkembang berbagai clan pula
berintegrasi, berarti penduduk semakin meningkat, maka
pemerintahan patalimbona mengadakan perubahan-
perubahan dalam sistim pemerintahannya. Terbentuklah
pemerintahan "Walulimbona" (delapan wilayah) yang
dipimpin delapan orang yaitu: Bontona Baalulwu, Bontona
Peropa, Bontona Gundu-gundu, Bontona Barangkatopa,
Bontona Gama, Bontona Wandailolo, Bontona Siompu,
Bontona Rakia.
Terbentuknya Walulimbona, baru ada dua strata
masyarakat yaitu kelompok penguasa disebut" Sara dan
kelompok dikuasai disebut "Papara" (rakyat). Agar kedua
METRO GRAPHIA
strata tersebut dapat hidup dalam suasana persatuan dan
toleransi , maka disusunlah satu kebersamaan sikap dan
pandangan hidup yang dikenal dengan "Sara Pataanguna"
yaitu empat unsur aturan adat yang diyakini sebagai yang
menciptakan kesatuan dalam keragaman budaya sebagai
berikut:
- Pomae-maeka (saling takut antara sesama anggota
masyarakat).
- Popia-piara (saling memelihara antara sesama
anggota masyarakat).
- Pomaa-masiaka (saling menyayangi antara sesama
anggota masyarakat).
- Poangka-angkataka (saling mengangkat derajat antar
sesama anggota masyarakat).
Keempat nilai tersebut saling kait mengkait secara

Sejarah dan Etnografi Buton 85


La Ode Dirman

sistem dan terpadu menjadi "binci-binciki kuli"(peri


kemanusiaan dan peri keadilan). Pada era proses
terbentuknya kerajaan, pula terjadi konsensus kedua antara
Walulimbona dengan Wakaaka yakni seorang perempuan
yang asal-usulnya sangat misterius tetapi yang akhirnya
diangkat sebagai raja Buton yang pertama. Menurut ceritera,
Wakaaka ditemukan oleh seorang laki-laki yang sedang
berburu rusa di bukit Lelemangura, Sangia langkuru
namanya berbagai bujukan dan rayuan walulimbona beserta
masyarakat yang hadir, tidak diindahkan oleh Wakaaka. Ia
menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya yang terurai
dan menutup seluruh tubuhnya, akhirnya berkatalah
Betoambari sebagai berikut :
"pobungkalemo, boliakamo taangkakomo sapangka,
boliakamo yingkami tasa-daa-daa yikauncramaka
METRO GRAPHIA
mami. pobungkalemo, dampo ulala yinunca te
yisambali". Artinya; "bukalah [bukala rambut yang
menutupmu]. biarlah kami mengangkatmu setingkat
(lebih tinggi), dan biarlah kami tetap pada kedudukan
(status) kami. bukala biar engkau leluasa ke dalam dan
keluar".
Mendengar ucapan itu barulah Wakaaka membuka
dirnya. Kendati ceritera di atas tadi sangat sulit untuk
dipercaya kebenarannya tetapi saya melihat ada dua
fenomena di dalamnya pertama, adalah sesuatu kekuatan
baru yang datang dari luar yang eksistensinya sulit ditampik
atau di tolak. Kedua, Wakaaka adalah per lam bang orang
arif yang memahami arti dari yang tersurat dan tersirat.
Bukankah kalimat-kalimat Betoambari di atas berarti
pelimpahan wewenang dan kekuasaan "Walulimbana"

86 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kepada Wakaaka, bukankah dengan ucapan tadi Wakaaka


telah menjadi ratu dan penguasa satu-satunya atas Buton.
Beruntunglah, "Bontona Baaluwu" kemudian menarik
kembali sebagian wewenang 'dan kekuasaan dari tangan
Wakaaka pada pelantikanya sebagai raja, maka selamatlah
Buton dari diktatorisme sepanjang sejarahnya.
Manifestasi pembatasan kekuasaan Raja seperti di
uraikan di atas semakin nampak ketika Walulimbona
menetapkan Sibatara yang ber agama Hindu sebagai suami
Wakaaka yang beragama islam. Dari perkawinannya
lahirlah seorang perempuan, diberi nama Bulawambona,
yang setelah dewasa Bulawambona beragama Hindu
mengikuti agama ayahnya Sibatara. Bulawambona kemudian
dikawinkan dengan La Baaluwu yakni seorang laki-laki yang
asal-usulnya masih dipertentangkan dan mungkin sampai
METRO GRAPHIA
kini belum terdapat persesuaian pendapat.
Marilah kita ungkap sedikit kedua pandangan yang
kontras itu. Golongan pertama Berpendapat bahwa kata "La
Baaluwu " adalah sebuah ungkapan dari bahasa Muna "La
bala te luwu" artinya yang di besarkan di tanah Luwu.
Menurut Versi ini, keluarga Keraton Majapahit yang terusir,
terdiri atas tiga orang bersaudara yakni Sibatara yang
kemudian mendarat di Buton, Raja Baubesi yang kemudian
mendarat di Ternate dan putri Lasem yang mendarat di
Luwuk lalu dinobatkan menjadi Raja. Sebelum ketiganya
berpisah putri Lasem rupanya sudah mengandung. Oleh
putri lasem kehamilan itu di bawah sampai ke tanah Luwu.
Disanalah ia melahirkan, membesarkan anaknya sehingga
anak itu di namai "La bala te luwu" atau Balauluwu dan

Sejarah dan Etnografi Buton 87


La Ode Dirman

akhirnya menjadi La Baaluwu. Setelah dewasa La Baaluwu


kemudian di suruh ibunya untuk berangkat ke Buton
menemui pamannya, yakni Sibatara. Oleh Sibatara kedua
putra dan puterinya dikawinkan, perkawinan mana
kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi
nama Batarguru.
Versi kedua, adalah versi yang berkembang dan
diyakini di kalangan kaum walaka.yang menurut versi ini La
Baaluwu adalah anak Sangariarana dan cucu Betoambari.
Dalam jajaran lembaga Wa Lulimbona Sangariarana
menjabat sebagai Bontona Baaluwu. karena itu maka anak
sulungnya di beri nama La Baaluwu oleh Wa Lulimbona. La
Baaluwu kemudian dikawinkan dengan Bulawambona dan
melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Batara
Guru. Ketika Wakaaka berangkat meninggalkan Buton maka
METRO GRAPHIA
Bulawambona lah yang menggantikannya sebagai Raja
Buton ke-2. Sungguh pun demikian La Baaluwu telah
membawa kedalam istana beberapa unsur budaya Kamaru
misalnya bahasa; beberapa kata dari bahasa sehari-hari
orang kamaru di transfer ke dalam istana.sebagai bahasa
khusus dan permaisurinya.(La Hamisu, 1991 ).
Tampaknya pada masa itu masyarakat kuno di Buton
sebelum masuknya pengaruh agama telah mengenal dan
menerapkan sistim tabu khususnya tabu atau larangan
perkawinan saudara kandung. Pelanggaran atau tabu
mengakibatkan datangnya malapetaka bagi negeri dan
masyarakatnya. Para pelakunya dijatuhi hukuman berat
dengan cara melabuhkan keduanya kedalam laut sehingga
keduanya mati lemas. Istilah tabu serupa itu bagi orang

88 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Buton menyebutnya "fahalata" dan para pelakunya


dikenakan sangsi yang sama. Sistim tabu ini berlaku ketika
Murhum atau Lakilaponto atau timbang-timbanga atau
Haluoleo yang bersama adik kandungnya yang bernama Wa
Pogo terdampar di Buton. keduanya telah melakukan
pelanggaran tradisi dan tabu sehingga ayahanda mereka,
Sugimanuru (Raja Muna) menjatuhkan hukuman dengan
menenggelamkan keduanya ke kedalaman laut. Akan tetapi
daya upaya aparat kerajaan Muna lah yang berhasil
melunakan kekerasan hati sang ayah terhadap hukum dan
tradisi, sehingga hukuman keduanya di peringan yaitu
dihanyutkan ketengah laut dengan sebuah sampan kecil di
sekitaran selat Buton.
Pada masa itu tidak ada hukum tertulis; tidak ada
jaksa, hakim, polisi tetapi mereka patuh secara otomatis atas
METRO GRAPHIA
aturan aturan adat. Pospisil (Koentjaraningrat,1978)
menyebutnya sebagai atribute of sanction artinya
menyangkut sangsi fisik dan rohani seperti menimbulkan
rasa takut, malu dll.
Konsensus politik yang ke dua, di zaman kerajaan
terjadi di masa pemerintahan raja Buton ke-3 yakni Batara
Guru. Di zaman Batara Guru lembaga Walulimbona di
tambah dengan seorang lagi yaitu "Bontona Melai" sehingga
terciptalah lembaga baru yang di sebut sebagai
"Siolimbona"(sembilan limbo). Ke-9 anggota siolimbona itu
di ambil dari sembilan orang anak La Baaluwu dari istrinya
yang lain. Dengan demikian dari sela sepuluh orang putera
La Baa Juwu semuanya memegang tungsi dan jabatan
penting dalam kerajaan. dan itu pula sebabnya, Siolimbona

Sejarah dan Etnografi Buton 89


La Ode Dirman

sejak dari masa- ke masa senantiasa merasa dirinya


bersaudara dengan Raja atau Sultan Buton. Ikatan seperti itu
selalu diperingatkan kepada Siolimbona melalui kata-kata
berikut, “Isejua, talu, apa, lima, ana, pitu, sio walu
sapuluakamo yingkoo La Ode." Dari uraian di atas dapat
dipahami bahwa versi yang terakhirlah yang mendekati
kebenaran.
Raja Bataraguru diberitakan pernah mengunjungi
tanah leluhurnya di Jawa. Sekembalinya dari Jawa dia kawin
dengan Waiyuncungi putri Duncu Cangia. Dari perkawinan
ini lahir tiga orang anak yaitu : Tua Rade; Tua Maruju; dan
La Manguntu. Sedang dari isterinya yang lain melahirkan
seorang puteri bernama Ki Ajula. Pada masa ini diadakan
suatu jabatan baru yaitu Sapati, yang dijabat oleh Manjawari.
la berfungsi sebagai pembantu Raja dalam melaksanakan
METRO GRAPHIA
tugas sehari-hari.

B. Struktur Pemerintahan Raja II Tua Rade


Di bidang pemerintahan, terjadi penyempurnaan
struktur organisasi, antara lain: Dewan Penasihat Raja yang
sebelumnya hanya terdiri dari empat orang Pata Limbona
yang terdiri dari Baluwu,Peropa, Gundu-Gundu,
Barangkatopa, ditingkatkan menjadi Siolimbona, yang
ditambah dengan limbo-limbo (perkampungan -
perkampungan tersebut diatas yang langsung dijadikan
menjadi Bonto. Kesembilan orang dengan sebutan "Bonto
Siolimbona" yaitu (1) Bonto Baluwu, (2) Bonto Peropa, (3)
Bontona Gundu-Gundu, (4) Bontoua Melai, (5) Bontona
Barangkatona, (6) Bontona Siompu, (7) Bontona Rakia, (8)

90 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Bontona Gama dan (9) Bontona Wandailolo.


Ketika Tua Rade melakukan lawatan ke Majapahit, Raja
Majapahit memberikan padanya alat-alat kebesaran
Kerajaan Buton seperti:
1. Kambero Jawa = Kipas kebesaran Raja
2. Lampa =Tikar Tempat duduk Raja
3. Gambi = Alat kebesaran (tempat sirih pinang)
4. Kiwalu solo-solo =Tikar alas (alat-alat kebesaran)
5. S u l u = Alat tempat lilin (pelita kebesaran)
Dalam suatu peristiwa yang sangat dasyat adanya
Tobelo (Bajak Laut) menggempur Buton. Raja Siompu dan
Raja Kadatua mati dalam pertempuran tsb. Seluruh
kekuatan Buton dipertaruhkan menangkis serangan musuh
yang sangat dasyat tersebut. Rakyat siompu dan rakyat
METRO GRAPHIA
kadatua lari berlindung di Keraton Buton. Akhirnya bajak
laut tersebut dapat ditumpas, sedang sisanya melarikan diri,
bernaung di pulau-pulau tukang besi, ada juga yang lari
berlindung di kolencusu. Mulailah tempat-tempat tersebut
mempunyai penghuni, mereka tersebut tidak lagi kembali
pada Kerajaan asalnya, disebabkan banyak sekali yang tewas
sehingga mereka mau menetap di Kerajaan-Kerajaan
tersebut. Konon diriwayatkan bahwa para bajak laut
tersebut berasal dari Ternate. Orang-orang siompu dan
kadatua, dilindungi dalam keraton Buton, sehingga dalam
keraton Buton berdirilah perkampungan-perkampungan
baru, sebagaimana diabadikan dalam sejarah seperti apa
yang disebut: Limbo Sambali, Limbo Melai,Limbo Rakia,
Limbo Gama dan Limbo Wandailolo. Sebagaimana Limbo

Sejarah dan Etnografi Buton 91


La Ode Dirman

Sambali artinya kampung luar,orang-orang Siompu yang


ditempatkan diluar, sebagaimana adanya bajak laut tersebut
datangnya dari luar dan orang-orang siompu tidak dapat
mempertahankan diri. Demikianlah sesudah peristiwa
tersebut maka struktur pemerintahan langsung berubah,
disesuaikan dengan keadaan dan situasi masa itu.
Meskipun pemerintahan Tua Rade, dalam menghadapi
serangan bajak laut Tobelo, namun organisasi pertahanan
Kerajaan digantikan oleh kemenakannya MulaE atau Sangia I
Gola, sebagai Raja Walio ke V. Raja ini adalah putera dari Tua
Maruju, saudara kandung Tua Rade, anak Batara Guru. Pada
masa pemerintahan Raja MulaE inilah terjadi serangan bajak
laut Tobelo yang dipimpin oleh Labolontio. Dalam
menghadapi serangan lawan, kerajaan mengerahkan
sejumlah pasukan yang dipimpin oleh 3 orang Kesatria, yaitu
METRO GRAPHIA
(1) Manjawari, (2) Betoambari, dan (3) Lakilaponto. Dalam
suatu pertempuran sengit yang terjadi di Boneatire,
Labolontio dapat dibunuh oleh Lakilaponto. Atas
keberhasian itulah ia (Lakilaponto) dijadikan menantu oleh
Raja MulaE dengan mengawinkan puterinya yang bernama
Wa Tampaidonga. Tidak lama kemudian Lakilaponto
diangkat menjadi Raja Walio VI menggantikan mertuanya
Raja MulaE.
Kerajaan Wolio Buton diperkirakan berlangsung
selama 200 tahun yang diperintah oleh enam orang Raja :
1). Wakaaka- Sibatara
2). Bulawambona - La Baaluwu
3). Batara guru

92 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

4). Tua Rade gelar Sangia I Sara Javva


5). Raja MulaE gelar Sangia 1 Cola
6). Lakilaponto
Dengan demikian, di ujung timur pulau Sulawesi berdirilah
sebuah negara tradisional kerajaan yang berdaulat yaitu
kerajaan Wolio/Buton berdampingan dengan kerajaan -
kerajaan lain Sulawesi. Adapun batas geografis wilayah
kerajaan Buton sebagai berikut:
1. Sebelah Timur dengan laut Banda
2. Sebelah Barat dengan teluk di kerajaan Bone
3. Sebelah Utara dengan Kerajaan Luwu
4. Sebelah Selatan dengan Laut Flores
Kondisi tersebut menjadikan Buton sebagai negara
kerajaan Maritim yang wilayah teritorialnya sebagian besar
METRO GRAPHIA
terdiri atas laut, dikelilingi hamparan gugusan pulau besar
Seperti pulau Muna, Kabaena, Wawonii, gugusan kepulauan
Tukang Besi serta pulau-pulau kecil lainnya seperti Siompu,
Kadatua, Liwuto (pulau makassar), Talaga sampai pada
Kerajaan Rumbia dan Poleang. Keadaan inilah menyebabkan
adanya selat Buton, Selat Muna dan Selat Tiworo. Adapun
Kondisi daratannya terdiri batas tanah yang diselimuti
bebatuan dan perbukitan yang sulit menyebabkan,
kolektititas masyarakatnya lebih pada laut sebagai mata
pecaharian utama, disamping ketrampilan laut sebagai cikal
bakal sisitim pengetahuan yang diwariskan oleh
pendahulunya.
Masa Kerajaan Buton berlangsung selama tiga abad,
yaitu sejak abad ke -13 hingga abad ke-16. Selama 300 tahun

Sejarah dan Etnografi Buton 93


La Ode Dirman

diperintah oleh enam orang raja, yaitu (1) Raja Wakaka, (2)
Raja Bulawambona, (3) Raja Bhataraguru, (4) Raja Tua Rade,
(5) Raja Mulae (Sangia Igola), dan (6) Raja Murhum. Masa
pemerintahan Raja Murhum selama 20 tahuan, kemudian
berubah menjadi kesultanan karena Sultan dan rakyatnya
menyatakan untuk memeluk Islam. Masa perintahan Sultan
Murhum/Lakilaponto selama 26 tahun yang berarti dari
masa kerajaan hingga kesultanan ia telah memerintah
selama 46 tahun.

C. Hubungan Buton Dengan Kerajaan Lain

Buton sebagai kerajaan memiliki bandar-bandar yang


letaknya strategis, menjadi ramai dikunjungi orang,
terutama pedagang-pedagang dari Jawa, Palembang, Patani
yang hendak ke Maluku Ternate, pada musim-musim
METRO GRAPHIA
tertentu Barat atau Timur, perkunjungan mana sebagai
persinggahan mengambil kayu bakar atau air minum.
Bandar-bandar yang penting pada masa itu adalah Batauga
dan Kamaru. Kedua bandar ini tidak dapat dipisahkan dari
arena lalu lintas perdagangan itu. Pada musim Barat karena
terlindung dari angin, maka Kamarulah sebagai
persinggahan sedangkan di musim Timur Batauga.
Dengan adanya kedudukan bandar Buton yang
strategis itu, manjadikan hubungan Buton dengan kerajaan
lain makin menjadi erat dan dengan dibarengi hubungan
persahabatan yang diawali dengan hubungan kawin mawin
antara putra-putra bangsawan yang memegang kendali
pemerintahan kerajaan. Hubungan persahabatan antara

94 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kerajaan Buton dengan kerajaan Luwu mulai pada masa Raja


Buton yang ke-5, dapat dibuktikan dengan adanya perjanjian
bersama untuk bahu membahu kalau salah satu kerajaan
mendapat gangguan keamanan. Dalam kitab I Lagaligo yang
dtulis sekitar abad ke-14 dilukiskan adanya seorang tamu
yang berasal dari luar. Dalam kitab tersebut ditulis sang
arakara dari Wulio. Hal ini mengidikasikan bahwa jauh
terciptanya perjanjian yang di buat oleh RajamulaE telah
terjadi hubungan antara Buton dan Luwu. Dalam hal ini
sebelumnya diadakan perundingan di Bungingkalo terletak
dalam kecamatan Poleang sekarang, tempat mana sekarang
dikenal dengan Tondowolio, perbatasan kerajaan Luwu dan
kerajaan Buton. Tempat perundingan dengan maksud yang
sama adalah Manggabutu terdapat dalam kerajaan Konawe.
Yang jelas awal adanya hubungan Buton dengan Jawa adalah
METRO GRAPHIA
pertalian karena perkawinan Ratu I Wa Kaa Kaa dengan
putera bangsawan dari kerajaan Majapahit. Hal tersebut
dibuktikan dengan pemberian kerajaan Majapahit kepada
kerajaan Buton diwaktu Taurade Raja Buton yang ke-4
mengadakan kunjungan ke Jawa yang dalam adat Buton
dikenal dengan nama "Syara Jawa", suatu ketentuan hukum
yang berlaku di Jawa yang diberlakukan juga di Buton.
Sedangkan hubungan dengan Semenanjung Malaka karena
adanya Sipanjonga dan kawan-kawannya yang tiba di Buton.
Hubungan dengan kerajaan lain, selain kerajaan yang
pernah ada di Sulawesi tenggara juga memiliki hubungan
dengan Kerajaan Bone dan Luwu, Ternate yang kemudian
terjadi hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan
dengan Orang Bugis. Orang Bugis di negerinya, menamakan

Sejarah dan Etnografi Buton 95


La Ode Dirman

Sulawesi Tenggara sebagai “tana alau” atau


“tomporangkasso”. Pada waktu itu nama Sulawesi Tenggara
belum dikenal. Nama Sulawesi Timur pernah diberikan
oleh Belanda sebagai nama Kerajaan ini dengan jangkauan
sampai di Bungku Sulawesi Tengah. Tana alau’ berarti
tanah disebelah timur, sedangkan tana tomporang- kasso
adalah tanah tempat matahari terbit. Nama ini identik
dengan nama Sulawesi Timur, suatu nama yang tepat
karena Kerajaan Sulawesi Tenggara memang berada pada
tempat atau arah matahari terbit. Tana – Kerajaan Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tenggara dipersatukan dengan Teluk
Bone. Dengan demikian hubungan kerkerabatan dari
rakyat dan raja-raja di dua Kerajaan ini sangat dekat dan
kental.
Karena eratnya hubungan kekerabatan ini, ditandai
METRO GRAPHIA
dengan filosofi pameo : “Bone Rilau, Buton Riaja”, ( Bone di
Timur, Buton di Barat ) yang mengandung makna bahwa
orang di Sulawesi Selatan menganggap (Bone) sebagai
negerinya orang Buton, demikian pula sebaliknya. Pameo
tersebut dicetuskahn ole Raja Bone ke-15 (Latomassonge
MatinroE ri Mallimongang). Sebelum memangku Raja
Bone, ia pernah bekunjung ke Buton dan berdiam beberapa
tahun di Buton. Beliau merupakan missi kedua Kerajaan
Bone ke Kerajaan Buton, sesudah missi pertama oleh
Latenri Tatta Tuappaturu ( Arung Palaka). Kerajaan Buton
juga sering mengirim missi ke kerajaan-kerajaan di
Sulawesi Selatan dalam rangka mempererat hubungan
persaudaraan. Antara lain missi yang dipimpin oleh La
Kabaura ke Kerajaan Goa. Di Goa, La Kabaura diberi gelar

96 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Raja Bau atau Raja Bauru (mirip penyebutan Raja Bau-Bau).


Ia lama berdiam di Goa dan kawin dengan seorang putri
torimalalengnge Goa, (putri bangsawan lingkungan Istana
Goa). Konon Raja Bau pernah juga menjadi raja di
Soppeng. (Muh. Arsya Talha, tanpa tahun). Sedangkan pada
wilayah daratan Sulawesi Tenggara, Raja Mekongga yang
pertama bernama Larumbalangi, konon bersaudara dengan
Raja Luwu. Ia datang di Kerajaan ini bersama seorang
saudaranya perempuan bernama Tenri Rawe.
Larumbalangi kawin di Mekongga yang menurunkan
Bokeo-Bokeo di Mekongga. Sedangkan Tanri Rawe
kawin dengan salah seorang Mokole di Konawe dan
menurunkan Mokole-Mokole di Konawe. Tenri Rawe
dikenal dengan gelar Wekoilo karena kecantikannya
menyerupai siput (koila) yang putih kekunig-kuningan.
METRO GRAPHIA
Dalam pada itu, Lakidende,Sangia/Raja di Konawe
bersausdara dengan Sangia-sangia di Mekongga,
Bone,Luwu,Wolio, dan Ternate. Giri Arungpone Latomas
songe bernama Latemakku Arung Bakung kawin dengan
putrid Raja Tiworo, menurunkan La Podatu yang kemudian
kawin denga salah seorang putrid Mokolew Konawe.
Pada zaman “Tombon (” Tempo Bone”), kerajaan-
kerajaan di Konawe, Andolo, Rumbia, dan Poleang,
naddaangngi (semacam dominion) negerinya kepada
kerajaan Bone. Sedangkan kerajaan Mekongga
naddaoangngi negerinya kepada Kerajaan Luwu. Inilah
salah satu factor yang mewujudkan ikatan persaudaraan dan
selanjutnya tecipta hubungan kekerabatan diantara Raja-
raja dan penduduknya. Sedangkan Raja Buton yang kelima

Sejarah dan Etnografi Buton 97


La Ode Dirman

bernama Sangai Igola, pernah pernah mengadakan


pertemuan politik dengan Raja Bone (Arung Pone) di Lueno
( Paccongang) di Murunene ( Poleang) sekitar abad ke -14,
yang melahirkan keputusan, bahwa kerajaan-kerajaan di
negeri Murunene (Poleang, Rumbia, dan Kotua/ Kabaena)
tidak lagi makkadaong ke Kerajaan Bone). Tetapi ke
Kerajaan Buton. Keputusan ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa Kerajaan Buton tidak memiliki
Kerajaan penghasil padi, sehingga apabila kerajaan-kerajaan
di negeri Murunene masuk dalam wilayah kerajaan Buton
maka Kerajaan Boton bisa mendapat suplai beras dari negeri
Moronene.

METRO GRAPHIA

98 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

IV
ISLAM DI BUTON ABAD XV

A. Awal Masuknya Islam Di Buton


Masuk dan berkembangnya agama Islam tidaklah
bersamaan di seluruh Nusantara, tergantung dari perbedaan
letak dan karateristik geografis. Kerajaan yang cepat
menerima Islam biasanya didaerah pesisir seperti, kerajaan
kerajaan pesisir Sumtera yang letaknya strategis di tengah
jalur pelayanan internasional. Salah satu bukti tertulis
kerajaan pesisir Sumatera antara lain hubungan Al-Malik
METRO GRAPHIA
ditemukan secara tertulis bahwa ia meninggal dunia pada
pada hari ahad tanggal 7 Jumadil Awal 607 H (1210 M).
disamping itu terdapat kuburan Yakub, saudara sepupunya
seorang panglima yang mengislamikan orang-orang Gayao
dan lainnya dibagian barat Sumatera tertulis pula bahwa ia
meninggal dunia pada hari Jumat 15 Muharam 630 M (1232
M). Dengan demikian, pada abad ke-13 bahkan sebelumnya
banyak pedagang dari Arab melakukan perdagangan di
Nusantara disamping itu misi mereka juga menyebarkan
agama Islam.
Kerajaan Buton termasuk kerajaan pesisir,
masyarakatnya lebih cepat menerima ajaran Islam, hal
tersebut disamping rajanya terlebih dahulu memeluk Islam,
tetapi juga nilai-nilai ajarannya,yang mengajarkan tentang

Sejarah dan Etnografi Buton 99


La Ode Dirman

hakekat moral, yang cocok dengan faham sebelumnya dari


kepercayaan masyarakat. Karena itu, agama islam yang
masuk ke Buton adalah agama islam yang di dalamnya
bercampur baur renungan filsafat dan mistik atau seperti
agama Jawa kuno, Islam abangan (Geertz, 1963). Ada
pengaruh filsafat Persia, filsafat Hindu dan panteismeal-
halaj. Berbagai gerakan tarekat seperti semaniayah,
syadziliyah, qadiriya, naksyaban- diayah, (Hamisu, Makalah,
1991). Banyak kitab-kitab tasauf beredar, misalnya "syamsu
Tabriz" dan "insanu kamili"serta lainnya tokoh-tokoh sufi
banyaknya pula yang di kenal seperti. ma'rufu al-karahi.
Hamzah lansuri, syamsuddin as-sumatrani, imam al-ghzali,
dan sebagainya.
Tidaklah mengherankan jika di Buton pun muncul
tokoh-tokoh suti seperti Haji Abdulhadi dan ayahandanya,
METRO GRAPHIA
Sultan Muhamad Idrus, Haji Abdul Ghaniyu, dan lain-lain.
kitab-kitab tasauf yang mereka susun biasanya berbentuk
kumpulan syair, antara lain "kaokabi mainawa" dan "nur
molabi". Nama-nama kampung seperti "tarafu dan bariya" di
Buton kencenderungan kita akan nama-nama tempat di
Afrika utara, tempat kaum sufi bersuluk dan meninggalkaan
kehidupan duniawi.
Kerajaan Buton dengan posisinya yang sangat
strategis memungkinkan kerajaan ini menjadi tempat
persinggahan para pedagang. Pada abad ke-13 sampai abad
ke-18, Buton menjadi tempat persinggahan pedagang-
pedagang dari Jawa, Sumatera, Palembang, Patani,
Semenanjung Malaka dan juga berdagang rempah-rempah di
Maluku. Bukan suatu hal yang tidak mungkin, persinggahan

100 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

tersebut menyiarkan agama Islam. Penyiaran agama Islam


masa itu mungkin masih sifatnya perorangan belum secara
resmi masuk dalam Keraton Buton. Bhoerhanuddin dalam
sebuah Diskusi Panel di Jakarta tentang Sejarah Masuknya
Islam di Buton dan Perke-mbangannya, mengatakan bahwa
masa masuknya Islam di Buton pada masa kerajaan Tuarade
Raja Buton yang ke-4, dengan berpegang pada perintah raja
kepada pejabat kerajaan untuk memakai jubah sebagai
pakaian jabatan dengan destar sebagai penutup kepala,
sebab diduga bahwa masa Kerajaan. Tuarade berkisar tahun
1466 M.
Untuk menelusuri lebih jauh tentang masuknya Islam
di Kerajaan Buton dapat dilihat lewat syair keturunan
Mohelana sebagai berikut: Apekatangka talu sasaro
(=Meneguhkan tiga orang dalam satu kesatuan) : o Turukiy,
METRO GRAPHIA
Kompani dan Wolio (=Turki, Komponi dan Wolio); Apoaro-
aro manga Talu Miyaya (=berhadap-hadapan mereka
bertiga) : Muri-muriana Ternate tee Bone (=kemudian
Ternate dan Bone); Apekatangka saro wittiinai (=
menegurkan namanya bersaudara,ini dimaksudkan
persatuan dan kesatuan persaudaraan yang dijalin dalam
satu perjanjian bersama kemudian untuk dapat membantu
dengan yang lainnya) ; pokawa naile wakutu kafaka inciya
yitu (= waktu persefakatan tersebut) ; inuncana sxamalo
bula muharam (=di dalam bulan satu muharam; eyo ahadi
auwalina molabina (= hari minggu awal Lohor); hijiratina
nabiyta molabina (= hijrahnya nabi kita yang muliah) ;
waluatomo pitupuluh rua tao (= sudah delapan ratus tujuh
puluh dua tahun).

Sejarah dan Etnografi Buton 101


La Ode Dirman

Berdasarkan keterangan di atas yang menyebut


kompeni maka perlu dipersoalkan kompeni yang mana
karena perlu pula ditinjau masuknya bangsa Belanda di
Nusantara. Bangsa Belanda pertama kali tiba di Nusantara
pada tahun 1596 yang dipimpin oleh Comerlis de Houtman.
Dengan demikian pertemuan yang berlangsung pada hari
minggu tanggal 1 Muharam 872 (1466 M) tersebut di atas
bukanlah bangsa Belanda melainkan bangsa lain. Lepas dari
persoalan tersebut, yang pasti berdasarkan angka tahun
dalam buku kanturuna Mohelana dapat ditarik kesimpulan
bahwa masuknya agama islam di Buton sebelum datangnya
Syekh Abdul Wahid yang disebut dalam kanturuna Mohelana
dimungkinkan adanya penyiar agama islam pertama, datang
atas nama Sultan Rum (Turki). Hanya pada waktu itu ia
belum dapat menyiarkan agama Islam karena masih kuatnya
METRO GRAPHIA
pengaruh animisme dan Hindu sebagai realisasi dari
pengaruh kerajaan Majapahit. Jika tanggal 1 Muharam 872
H dijadikan sebagai awalnya masuknya agama islam di
Buton, maka sudah pasti Abdul Wahid bukanlah yang
pertama menginjakkan kakinya di Buton. Sebab Abdul
Wahid tiba di Buton pada 933 H.
Mengenai wilayah pertama kali masuknya Islam di
Buton, ada dua versi. Pertama, yang menunjuk Kerajaan
Lasalimu sebagai tempat pertama kali dimasuki Islam.
Pendapat ini dipelapori oleh La Ode Aegu (mantan Khatib
masjid keraton Buton). Versi Kedua, Kerajaan Burangasi
sebagai tempat pertama kali memperoleh pengaruh Islam.
Pendapat ini dipelopori oleh A.M. Zahari. La Ode Aegu (
Zahari 1982 : 55) menyebutkan bahwa agama Islam masuk

102 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

di Buton pada akhir abad Xll atau awal abad XIII mendarat di
Lasalimu oleh Sekh Ibnu Rizal dan Sekh Salim. Menurut
Zahari (1980:73) kedatangan Abdul wahid yang pertama
kali di Buton pada tahun ± 933 Hijrah atau tahun 1527
Masehi, melalui kampung Burangasi. Dinyatakan pula bahwa
kerajaan Buton lebih dahulu memeluk agama Islam dari
pada Ternate. Ismail Yakob (Zahari 1982:50) yang
menyatakan bahwa kedatangan Islam di Buton melalui
daratan Asia menyebar ke Ternate dan kemudian di Buton.
Jadi seolah-olah Buton di Islamkan oleh Ternate. Menurut
Schoorl the fisrt Sultan, Murhum, Became a Convert to Islam
in probably 1540. sedangkan datangnnya Sultan Babullah
(Ternate) Ligtvoet (1878) menyebut "tahun 1580". Ini
berarti ketika Sultan Ternate, Babullah datang
mengislamkan orang Buton, Justru Islam Buton telah
METRO GRAPHIA
berlangsung 40 tahun bahkan sebagai agama resmi.
Bandingkan beberapa orang raja-raja di Nusantara
yang memeluk Islam yang ditulis oleh Caleb Capengeri
(2011:18) yakni Raja Goa bernama Matoaya atau Sultan
Abdullah pada tanggal 22 september 1605. Raja Konawe
Lakidende yang memerintah di pertengahan abad ke-19
adalah raja pertama yang memeluk Islam dan untuk raja
Mekongga adalah Sangia Nibandera yang pertama memeluk
islam pada tahun 1697 (Capenger, 2011:283).

B. Pengaruh Islam Sejak Raja Mulae


Raja MulaE yang dikenal dalam sejarah Buton dengan
nama pengganti "Sangia i Gola", diperkirakan berkisar pada
akhir abad XV hingga masa pemerintahan Raja ke 6

Sejarah dan Etnografi Buton 103


La Ode Dirman

Lakilaponto. Para tokoh agama memberikan pendapat yang


sama bahwa Islam sudah ada sejak masa kerajaan
RajamulaE masuk di Buton, namun belum sampai ke taraf
penyiaran secara resmi. La Ode Bosa seorang tokoh adat
menyatakan bahwa nama RajamulaE diberikan karena
beliau inilah yang pertama memeluk Islam, dimaknakan kata
“mulai” atau memberikan makna mulainya Buton memeluk
Islam. Penamaan itu beliau yang menjadi raja pada waktu itu
maka dihubungkanlah dengan Raja-mulai (Raja
mulaE).Selanjutnya dikembangkan Lakilaponto yang
kemudian menggantikan Raja MulaE. La Kilponto menjadi
Raja selama 20 tahun, pada masa mana masih bertahannya
kepercayaan animisme dan Hindu Budha, maka bertepatan
dengan tahun Hijriah 948 atau kira-kira 1542 Masehi,
Lakilaponto dengan resmi dilantik sebagai Sultan Buton
METRO GRAPHIA
yang pertama sesudah mengucapkan dua kalimat syahadat
pertanda Islamnya beliau, yang dilakukan oleh Abdul Wahid.
Lakilaponto mulai menjabat sebagai pimpinan kerajaan pada
tahun 1522 Masehi, perhitungan mana disandarkan atas
keterangan bahwa masa jabatan lakilaponto/Murhum
seluruhnya memerintah selama 46 tahun dengan keterangan
bahwa 20 tahun masih belum Islam dan 26 tahun
sesudahnya Islam.
Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas tentang
masuknya pengaruh Islam di Buton sebelum 948 Hijriah,
perlu dianalisa kalau apa yang mungkin terjadi kalau masa
tenggang waktu kerajaan Raja MulaE. Jika kita mengambil
perbandingan dengan mengungkapkan apa yang terjadi di
luar Kerajaan Buton, tenggang waktu masa itu dengan

104 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

menurunkan beberapa tulisan dari ahli sejarah. Sebagai


bahan perbandingan, kembali penulis turunkan bagian
tulisan dari H. J. Van den Berg sebagai berikut:
Tahun 1292 amat besar artinya dalam sejarah
Indonesia. Ketika itulah bertemu beberapa kekuatan-
kekuatan yang akan menentukan hari kemudian bagi
kepulauan Indonesia. Dalam tahun itu pasukan
Tionghoa datang menyerbu ke Jawa. Benar juga, bahwa
pasukan penyerbu itu dapat dihalau, tetapi sejak itu
mulailah orang-orang Tionghoa pindah ke Indonesia
dan bertempat tinggal pada beberapa tempat. Makin
lama makin besarlah pengaruh mereka atas
perekonomian di Indonesia. Raden Wijaya mendirikan
Kerajaan Majapahit pada tahun itu dan Kerajaan
Hindu-Jawa akan mengalami tingkatannya yang
tertinggi dalam zaman kerajaannya itu. Tetapi ketika
itu juga timbul suatu kekuasaan baru di Indonesia,
METRO GRAPHIA
yang akan melenyapkan Kerajaan Hindu-Jawa itu
bersama agamanya. Kekuasaan baru itu ialah agama
Islam. Dalam tahun itu juga orang barat pertama yang
bernama Marcopolo, menginjakkan kakinya di bumi
Indonesia dan pengaruh orang barat akan besar juga
kelak di Indonesia. Dan ketika itu pula orang Indonesia
mulai berkenalan dengan orang yang beragama
Kristen. Dan agama itu akan berkembang juga di di
Indonesia walaupun tempat yang kecil, di samping
agama Islam yang banyak pengikutnya itu. Kota Perlak
di Sumatera Utara adalah kota pertama yang menerima
ajaran Islam, tidak lama sesudah tahun 1292, timbullah
sebuah kerajaan Islam di sebelah Barat Perlak, negara
itu ramai juga perniagaannya. Nama kerajaan itu
adalah Samudera dan nama ibukotanya Pasai. Kiranya
pernah juga Pasai itu menjadi Bandar terbesar di
seluruh Indonesia, tetapi tidak lama kedudukan itu

Sejarah dan Etnografi Buton 105


La Ode Dirman

dapat dipertahankan. Lebih lanjut berg menyatakan


bahwa terutama datang berniaga ke Bandar itu adalah
orang Gujarat sebagai pedagang yang terkenal dari
Pantai Barat India. Mereka itulah yang membawa
Agama Islam ke Pasai. Beberapa waktu sebelum
mereka datang ke Indonesia, saudagar di Cambay,
yaitu kota di pelabuhan Gujarat, telah memeluk agama
Islam. Penduduk Cambay menerima agama itu dari
Parsi. Alim ulama Parsi seperti Al Ghazali yang
masyhur umpamanya, berusaha menyesuaikan
beberapa hukum agama Islam itu dengan alam pikiran
orang Hindu. Itulah sebabnya, maka agama Islam
mudah diterima di Gujarat dan juga di Indonesia.
Orang Gujarat itu bukanlah saja besar artinya bagi
Indonesia sebagai saudagar, melainkan juga sebagai
orang yang mengembangkan agama Islam. Terdorong
oleh ketaatan mereka kepada agamanya, mereka pun
mengajarkan agamanya itu kepada orang Indonesia.
METRO GRAPHIA
Saudagar Parsi turut juga mengembangkan agama
Islam di Indonesia. Tidak lama kemudian terdesaklah
kedudukan Pasai dalam dunia perniagaan oleh Malaka;
letak bandara itu jauh lebih baik dari letak Pasai'.
Malaka jatuh ke tangan Portugis dalam tahun 1511,
yang dalam kejatuhan Malaka ini ialah dengan tujuan
utama merebut kekuasaan perdagangan dan dalam
hubungan ini, lebih lanjut tulisan Sutjipto Wirjosuparto
menyatakan bahwa merebut kekuasaan perdagangan
ini bangsa Portugis pada tahun 1511 merebut kota
Malaka.
Penelusuran diatas, sebagai upaya mencari keter
hubungan dengan kerajaan Buton khususnya pada masa
Raja MulaE, sekaligus dapat mengungkapkan kedatangan
Sipanjonga dan pengikutnya ataupun juga Dungkungcangia
dan atau syech Abdul Wahid di Buton. Dengan

106 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bersandar pada bahan-bahan perbandingan yang diuraikan,


kita sudah dapat mengemukakan kemungkinannya
Dungkungeangia Raja Tobe-Tobe,berasal dari Cina. Dalam
silsilah bangsawan Buton berasal dari pari=peri.
Bertitik tolak atas keterangan leluhur Wolio itu
maupun apa yang dicantumkan dalam silsilah bangsawan
Buton, maka dapatlah diduga bahwa Dungkungeangia itu
berasal dari anggota tentara Ku Bilai Khan yang diutus ke
Jawa untuk memerangi/ menghukum Kertanegara dalam
tahun 1292, tetapi pada waktu tibanya di Indonesia
Kertanegara telah meninggal dunia Pada akhirnya juga
tentara Tar-Tar itu disiasati oleh Raden Wijaya sehingga
diserangnya semua dan yang dapat menyelamatkan diri
tetapi tidak kembali ke induk pasukannya, melainkan sudah
pada masing-masing mencari keselamatan hidupnya, dan
METRO GRAPHIA
dari sinilah asal Dungkungeangia yang kemudian tiba di
Buton.Sebelum kedatangan Sipanjonga. Dungkungcangia
dikenal sebagai Raja Tobe-Tobe yang tidak jauh dari ibukota
Kerajaan Buton.
Dari bahan-bahan yang kita turunkan itu, penulis
mendapatkan kesimpulan secara garis besarnya masuknya
agama Islam yang pertama minimal dalam tahun 1292 yaitu
dua abad lebih sebelum kerajaan RajamulaE. Suramnya
agama Islam di Malaka dan para penyiarnya, karena mereka
berusaha menyelamatkan diri dari kekejaman pendudukan
Portugis atas Malaka. Jangka waktu dua abad bagi suatu
peyebaran dan pengembangan faham baru, seperti Islam
misalnya, sudah dapat dan pasti bagi kita akan kemungkinan
sudah adanya Islam di Buton pada masa pemerintahan

Sejarah dan Etnografi Buton 107


La Ode Dirman

RajamulaE dan ini melalui pedagang-pedagang yang mana


penduduk kerajaan sebagian besar adalah pelaut-pelaut
yang juga cukup terkenal, terutama penduduk kepulauan
Wakatobi (Wanci, Kaledupa, Tomia, Binongko). Dan
karenanya bukanlah hal yang tidak mungkin apabila
penganut-penganut Islam yang fanatik, yang setelah
jatuhnya Malaka di tangan bangsa Portugis, mengambil
kesempatan melarikan diri untuk keselamatan jiwanya dan
mencari tempat yang lain di Indonesia dan melalui
pedagang-pedagang, dan pada akhirnya ada juga yang
sampai di Buton.
Sebuah dugaan dengan pandangan bahwa Abdul
Wahid itu adalah termasuk penyiar Islam yang
menyelamatkan diri dari kekejaman Portugis. Pada waktu
tibanya mereka itu mungkin pula sudah ada di antara
METRO GRAPHIA
penduduk kerajaan Buton yang menerima dan menganut
Islam, namun belum resmi dan melalui perorangan. Kita
dapat menerima sebagai bahan perbandingan dan untuk
bahan penelitian selanjutnya, apabila kita kemukakan di sini
dengan bersandar pada prinsip penelitian menurut teori
Brandes dan H. Kern yang menggunakan penelitian melalui
ilmu bahasa, namun tidak berarti penulis akan mengabaikan
teori R. Von Heino-Geldern, P. V. Van Stein-Callenfols yang
menganut teori menurut peninggalan alat-alat senjata.
Kedua teori di atas penulis gunakan sebagai bahan
perbandingan. Mengacu teori Brandes menganalisisnya dari
segi bahasa dengan menurunkan terlebih dahulu apa yang
ditulis oleh Muhammad Thalib wujud sejarah itu sebagai
berikut: menangkap pengertian dan memenuhi sesuatu

108 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

maksud kejadian bersejarah bukanlah hal yang mudah.


Kesukaran ini dapat dibuktikan dengan adanya interpretasi
yang berbeda dari saling berlawanan dalam suatu peristiwa
sejarah saja. Ibnu Khaldun seorang sosiolog Muslim berkata:
" Faktor ketiga (kesalahan tentang penulisan sejarah) adalah
tidak sanggupnya memahami apa yang sebenarnya
dimaksud.
Karena interpretasi itu didasarkan atas data,
sedangkan data dari peristiwa sejarah belum tentu diketahui
dengan lengkap, dan untuk mengumpulkan /mendapalkan
data dalam bentuk yang lengkap hampir dapat dikatakan
jauh dari faktor kemungkinan, maka sudah dapat diketahui
interpretasi sejarah itu kemungkinan besar ada kesalahan"".
Bilamana sejarah kita gunakan sebagai sumber pandangan
hidup, maka tentu hal ini berarti kita berpegang kepada
METRO GRAPHIA
sumber yang lemah, karena kepastian kebenarannya masih
diragukan. Lebih lanjut kemungkinan kebenaran masuknya
Islam di Buton sebelum Abdul Wahid, dengan berpegang
pada teori dari Brandes dan Kern. Dalam buku silsilah
bangsawan Buton didapati adanya nama putri dari
RajamulaE dengan nama "Wa Poasa". Nama ini menarik
perhatian penulis sehingga menimbulkan pertanyaan,
apakah ini tidak berasal dari perkataan puasa (menahan
lapar dan dahaga serta hawa nafsu yang termasuk salah satu
kewajiban umat Islam) pembersihan diri secara lahir
maupun batin dari godaan dan cobaan dunia, sebagaimana
dimaksudkan dengan berpuasa dalam bulan Ramadhan tiap
tahun bagi umat Islam?.

Sejarah dan Etnografi Buton 109


La Ode Dirman

Pemberian nama putri RajamulaE dengan Wa Poasa


yang penulis hubungkan dengan perkataan puasa, salah satu
kewajiban agama dari umat Islam yang wajib dikerjakan.
Lebih jauh bahwa didalam analisa penulis ini besar sekali
kemungkinannya bahwa Wa Poasa lahir dalam bulan puasa
Ramadhan yang dalam bahasa Wolio disebut juga puasa,
ataupun dapat juga terjadi sementara orang tuanya dalam
menunaikan ibadah puasa. Teringat kembali kita dengan
pendapat yang mengatakan bahwa Islam sudah masuk
sebelum Abdul Wahid, dan RajamulaE yang memulai
menganut Islam. Disinilah letak rahasia yang tersembunyi di
balik pemberian nama putri RajamulaE dengan Wa Puasa.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pemberian nama bagi
anak-anak di kalangan masyarakat Wolio biasanya
sehubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi atau yang
METRO GRAPHIA
dialami sendiri oleh orang tua (ayah dan ibu), atau juga
karena keadaan disekeliling atau menurut tempat kelahiran.
Bahwa diakui sebelum Islam dalam tradisi Hindu-Budha
terdapat pula pengertian dan faham berpuasa (tahan lapar),
namun ini mendapat penyesuaian oleh penyiar-penyiar
Islam untuk memudahkan menarik perhatian rakyat dari
faham lama kepada faham baru yaitu Islam. Dalam
hubungan pemberian nama dalam kalangan Wolio terdapat
banyak fakta yang maksud dan tujuannya seperti
dimaksudkan di atas antara lain:
1. Waa Kaa Kaa diberi nama seperti itu karena pada
mulanya sewaktu didapati keluar dari buluh gading, ia
mengeluarkan suara dengan aa, aa, aa disusul dengan
kaa, kaa, kaa. Jadi namanya itu diberikan sesuai dengan

110 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

suaranya yang pertama keluar dari aa menjadi kaa kaa.


2. Tua Rade yang sebenarnya tidak lain dari asal kata
'tuan' dan 'raden', membuktikan bahwa beliau itu
berasal dari keturunan bangsawan Jawa yang
kemudian dalam jabatannya sebagai Raja Buton yang
ke-4 mendatangkan dari Jawa aturan hukum dari Jawa
dan kemudian ketentuan yang berlaku di Jawa,
diberlakukan pula di dalam kerajaan Buton. Hukum
dan ketentuan ini dalam sejarah dikenal dengan nama
"sara jawa". Dinamakan sara jawa karena asal dari
Jawa dan adalah hukum tawang-karang. Karena itu
Raja Tua Rade disebut pula dengan nama "Sangia i sara
jawa".
3. RajamulaE yang menurut La Ode Bosa, beliaulah yang
memulai menerima ajaran agama Islam di Buton yang
dapat diketahui melalui perkataan Raja, menandakan
beliau sebagai Raja pada masa masuknya Islam.
Penulis dalam hubungan ini tidak dapat mengatakan
METRO GRAPHIA
bahwa RajamulaE pasti sebagai penganut Islam,
namun leluhur memang menurunkan riwayatnya. Yang
penulis pastikan bahwa Islam sudah ada sebelum
masuknya Murhum secara resmi ke dalam Islam, dan
pandangan ini dapat dapat dibuktikan selain yang telah
diuraikan juga dengan masuknya Murhum dengan
penerimaan sepenuhnya, maka perlu diambil suatu
pengertian yang logis diterima akal sehat bahwa
melepaskan faham dan kemudian menganut faham
baru, tampaknya tidak semudah yang diduga.
4. Mosabuna iWatole dimaksudkan dengan Sultan Abdul
Wahab bernama La Balawo Sultan Buton ke-5 yang
dimakzulkan dari takhtanya kemudian tinggalkan
Keraton dan pergi tinggal di kampung Watole Kamaru
Kecamatan Lasalimu sekarang hingga wafatnya.
Karena itulah sehingga ia dikenal dengan nama

Sejarah dan Etnografi Buton 111


La Ode Dirman

Mosabuna i Watole.
5. Gogoli Liwuto, yang dihukum mati dengan jalan diikat
lehernya yang dilaksanakan di pulau Liwuto sebuah
pulau di depan Bau-Bau. Pulau ini dikenal dengan
nama Pulau Makassar, sebab di pulau inilah
ditempatkan para tawanan tentara Makassar yang
dipimpin oleh Karaeng Bonto Marannu oleh Speelman
dalam tahun 1667 dimaksudkan dengan Gogoli Liwuto
itu adalah Sultan Mardan Ali La Cila yang dijatuhi
hukuman mati oleh kerajaan karena dipersalahkan
melakukan perbuatan yang tercela dipandangan agama
Islam. Demikian itu beliau itu diberi nama dengan
peristiwa yang menyangkut dirinya sedangkan nama
Liwuto dengan pulau Makassar karena menjadi tempat
tawanan Makassa .
6. La Pai yang artinya pahit, diberikan nama seperti itu
karena kehidupan ibunya dalam keadaan yang
berkekurangan, yang selanjutnya sewijttu kelahiran
METRO GRAPHIA
adik La Pai, kehidupan ibunya kembali berubah dan
sudah berada dalam kesenangan dan penuh manisan.
Maka adik La Pai diberi nama La Meko artinya manis,
namun nama Arabnya ialah Muhammad Yunus.
7. La Nipo, karena lahirnya di masa pendudukan Jepang.
Ingat propaganda Jepang dengan Dai Nippon kepada
Indonesia. Jadi, pemberian nama ini dalam kaitannya
dengan keadaan waktu kelahiran.
8. La Nika yang sudah dapat diketahui bahwa
kelahirannya pada waktu N1CA, yaitu masa
pemerintahan Belanda sesudah perang Dunia II.
Demikianlah beberapa contoh pembuktian tentang
pemberian nama yang diberikan oleh kalangan orang tua di
Wolio, menurut tempat, keadaan dan sebagainya. Bersandar
atas pembuktian yang didasarkan dari segi tata bahasa,

112 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

cukup meyakinkan dan dapat dipastikan bahwa pemberian


nama dari Wa Poasa ada hubungannya dengan masuknya
Islam di masa pemerintahan RajamulaE, sekurang-
kurangnya faham Islam itu sudah ada penganutnya di Buton,
apalagi kalau pendapat ini dihubungkan dengan adanya
pendapat baru sesuai dengan penyelidikan para ahli kita
yang mengatakan bahwa Islam sudah masuk di Indonesia
sejak abad VII.
Akan lebih jelas lagi pembuktian di atas dilengkapi
pula dengan mengambil teori dari Heine Gelden dan Stain-
Callenfels menurut peninggalan alat-alat Pra-sejarah, maka
barang-barang antik yang berukiran naga, lampu Buton dari
kuningan dan berukiran bunga-bungaan berasal dari Cina
yang sudah berusia tidak kurang dari 8 abad, gong kuningan
yang terdapat dalam istana almarhum Sultan Muhammad
METRO GRAPHIA
Falihi Kaimuddin yang kini dalam pemilikan Drs. H. La Ode
Manarfa yang menurut informasi sudah tidak kurang pula
usianya dari 7 abad, serta benda-benda antik lainnya yang
akhir-akhir ini cukup menarik perhatian pedagang-
pedagang barang antik untuk mengunjungi Buton adalah
suatu fakta yang nyata bahwa penduduk Buton di masa
lampau adalah juga sebagai pedagang/ pelayar, yang tidak
perlu diragukan kebenarannya. Sekurang-kurangnya dengan
pembuktian benda-benda itu, bahkan piring-piring porselen
juga banyak didapatkan di Buton dan menjadi barang
dagangan antik. Dari piring-piring antik itu ada yang
berukiran naga dan macam-macam, menunjukkan asal
buatan Tiongkok, dengan gambar-gambar pura didalamnya.
Kemudian dikenalnya pula ukiran-ukiran pada perhiasan

Sejarah dan Etnografi Buton 113


La Ode Dirman

perak dan emas atau tembaga bermotif naga.


Hal tersebut diatas menunjukkan adanya hubungan
perdagangan dengan negeri Cina . Dalam hubungan dengan
ukiran itu dapat pula diperhatikan hubungan istana Sultan
Buton Muhammad Falihi Kaimuddin yang unik tradisional,
mahligai (istana Sultan = Malige) di Bau-Bau, juga Kaoda-
odana Wolio merupakan meriam kecil dengan ukiran naga
terbuat dari kuningan serta meriam yang ada di Desa Rongi
kecamatan Sampolawa yang sama bentuknya dengan
Kaoda-odana Wolio (tangga-tanga kecil orang Wolio).
Menurut riwayat dari tua-tua adat di Rongi berasal dari
Labukutorende, Parabela Rongi yang pertama, merupakan
bahan-bahan penelitian yang baik untuk masa mendatang
bagi kita semua terutama bagi peneliti yang cerdik pandai
dalam bidang sejarah.
METRO GRAPHIA
C. Pembawa Ajaran Agama Islam
Sebagaimana dikemukakan di atas dengan bersandar
atas penelitian dan penulisan para sejarawan terkenal itu,
kita yakin akan dapat menemukan bahan yang dijadikan
landasan yang dalam hubungan ini tulisan dari Sartono
Kartodiardjo antara lain sebagai berikut:
Kedatangan Islam di berbagai Kerajaan di
Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula
kerajaan-kerajaan dan Kerajaan-Kerajaan yang
didatanginya mempunyai situasi politik dan
sosial budaya yang berlain-lainan. Pada waktu
Kerajaan Sriwijaya mengembangkan
kekuasaannya pada sekitar abad VII dan VIII,
selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang

114 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri


Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan
berita Cina zaman Tang pada abad-abad tersebut
diduga masyarakat Muslim telah ada, baik di
Kamru (Kanton) maupun di Kerajaan Sumatera
sendiri. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional antara
negeri-negeri di Barat dan Timur mungkin sekali
disebabkan kegiatan Kerajaan Islam di bawah
Banu Ummayah di bagian Barat maupun
Kerajaan Cina zaman dinasti Tang di Asia Timur
serta Kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Usaha-
usaha Kerajaan Sriwijaya dalam meluaskan
kekuasaannya ke Kerajaan Semenanjung Malaka
sampai Kedah dapat dikembangkan dengan
bukti-bukti prasasti Ligor 775 dan berita-berita
Cina dan Arab abad VIII sampai abad XIV.
Dalam lembaran yang lain Sartono Kartodidjo menulis
METRO GRAPHIA
lagi :Kedatangan Islam ke Indonesia bagian Timur yaitu ke
Kerajaan Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalan
perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas
pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku.
Menurut tradisi setempat sejak abad XIV Islam sudah datang
di Kerajaan Maluku. Raja Ternate yang kedua belas,
Molomateya (1350-1357) bersahabat karib dengan orang-
orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana
pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya belum dalam
kepercayaan. Sartono Kartodiardjo lebih jauh mengatakan
bahwa: Sulawesi terutama bagian Selatannya sejak abad XV
sudah didatangi pedagang Muslim, mungkin dari Malaka,
Jawa dan Sumatera. Pada awal abad XVI di Sulawesi banyak

Sejarah dan Etnografi Buton 115


La Ode Dirman

sekali kerajaan-kerajaan yang menurut Tome Fires lebih


kurang ada 50 kerajaan tetapi masih menganut berhala.
Penduduk Kerajaan Buton pada masa yang disebutkan
di atas tidak dapat diabaikan peranannya dalam usaha
kegiatan perdagangan, dan ini dapat dibuktikan dengan
sebagian penduduk Buton, mata pencaharian sebagai pelaut-
pedagang, utamanya penduduk Kepulauan Wakatobi. Pada
masa itu Buton merupakan tempat persinggahan pedagang-
pedagang dari Jawa Gresik, Sumatera Palembang, Patani,
Semenanjung Malaka pulang-pergi , bukanlah suatu hal yang
tidak mungkin bila kita katakan bahwa pada waktu itu sudah
ada masuk penganut-penganut Islam, dan masih merupakan
orang-perorangan dan belum dalam tingkat penyebaran
secara resmi dari penyiar-penyiar Islam.
Dengan berpegang pada uraian-uraian di atas, maka
METRO GRAPHIA
dapat didugakan bahwa jalur masuknya Islam di Buton
adalah melalui Malaka, Patani, seterusnya sampai Buton..
Untuk lebih jauh mengetahui kemungkinannya masuk Islam
sebelum Abdul Wahid, maka tidak pula kurang manfaatnya
serta kepentingan bagi penulis dalam menjajaki dan
menelusuri kemungkinan-kemungkinan sudah adanya
masuk pengaruh dan kepercayaan Islam di Buton, yang
dapat kita jadikan penunjang dengan menurunkan kembali
tulisan dari seorang yang tidak menyebutkan namanya
beraksara Arab Wolio dalam buku Kanturuna Mohelana
yang ditulisnya dalam bentuk syair, Kabanti bahasa
Wolionya sebagai berikut ini:
"Apekatangka talu miya sasaro
Meneguhkan tiga orang dalam satu kesatuan;

116 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

O turukiy, kompanyia te Wolio


Turki, Kompeni dan Wolio;
Apoaro-aro talu miyaia
Berhadap-hadapan mereka bertiga;
Muri-murina Taranate tee Bone
Kemudian Ternate dan Bone;
Apekatangka sarona wutitingi
Meneguhkan namanya bersaudara. "Ini dimaksudkan
kesatuan dan persatuan persaudaraan yang dijalin dalam
suatu perjanjian bersama, kemudian juga untuk dapat sebgai
bahan komparasi sebagai berikut;
Pokawaaka naile muri-murina
Hingga sampai pada hari kemudian;
Wakutuu kafaka inciya yitu;
Waktu persepakatan tersebut;
Inuncana bula samalo bula Muharram
Di dalam bulan satu Malam Muharram;
METRO GRAPHIA
Eyo ahadi awwalina lohoro Hari Minggu awalnya
Lohor;
Hijiratina nabiyta molabina
Hijrah nabi kita yang mulia;
Waluatumo pitu pulu rua tao
Sudan delapan ratus tujuh puluh dua tahunjt).
Pada lembaran lainnya Penulis turunkan lagi:
Iweitumo Osulutani Irumu;
Disitulah Sultan Rum; Beya Sapomo Itana Wolio Siy
Hendak Turun Ke Negeri Wolio Ini;
Pogauaka Kambotuna Bawaangi
Membicarakan Keputusan Dunia;
Labakina Sulutani Talu Miya
Yang Ditanyai Sultan Tiga Orang;
O Taranate, O Solore Tee Wolio
Ternate, Solor Dan Wolio;

Sejarah dan Etnografi Buton 117


La Ode Dirman

Teemo Karona Kamondona Patamiya


Dan Sultan Rum Sendiri Menjadilah Empat Orang ".
Mempelajari tulisan di atas di mana ada kaitannya
dengan Kompeni, maka perlu lebih dahulu kita
mengungkapkan kedatangan Kompeni Belanda di Indonesia
yang menurut pengetahuan umum adalah pada tahun 1596
dan yang pertama dikenal dengan Houtman. Akan
menimbulkan pertanyaan bagaimana mungkin Buton yang
disinggung di atas berlangsungnya pada hari Minggu tanggal
1 Muharram 872 Hijriah = 1466 Masehi, sedangkan Belanda
baru ada di Bumi Indonesia pada pertama kalinya dalam
tahun 1596. Di sini penulis ingin hendak berorientasi pada
sumber bahan yang merupakan suatu masalah dan adanya
sesuatu yang dimitoskan. Apakah Kompeni yang disebutkan
bukan Beianda melainkan bangsa kulit putih lainnya, bagi
METRO GRAPHIA
kita iuga kurang jelas, tetapi kemungkinan dapat didugakan
bahwa sebelum Beianda lebih dahulu bangsa kulit putih lain
yang ada di Indonesia yaitu Portugis, Spanyol. Mungkin
dimaksudkan adalah mereka ini.
Eksplanasi ini dapat diterima bahwa Islam sudah ada
sebelum Abdul Wahid tiba di Buton dalam tahun Hijriah 933.
Dan yang disebut Sultan Rum itu kemungkinan sekali
penyiar Islam yang pertama masuk Buton, tetapi tidak dapat
melakukan penyebaran Islam karena pada waktu itu rakyat
Buton masih kuat dalam kepercayaan Animisme dan
dinamisme dan juga masih tegaknya Kerajaan Majapahit.
Jika pencatatan sejarah dengan 1 Muharram 872 Hijriah itu
dapat dijadikan pegangan dalam menelusuri masuknya
Islam di Buton sebelum Abdul Wahid, maka Abdul Wahid

118 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bukan orang Islam pertama yang menginjakkan kakinya di


Buton.
Tegaknya Kerajaan Majapahit dimaksudkan adalah
belum runtuh sama sekali, meskipun sudah ditaklukkan oleh
Demak pada tahun 1473, namun tetap berdiri sebagai
Bupati, yang kemudian dinyatakan lenyap pada tahun 1521.
Jalur dan penyebaran Islam di Indonesia dan faktor-faktor
yang dapat menentukan, dalam hubungan ini kita
mengambil bahan perbandingan dengan pendapat
Noorduyn sebagai berikut:
Faktor yang telah menentukan penyebaran agama
Islam di Indonesia, dipandang dari sudut sejarah dan
geografi, menurut pandangan yang berlaku, ialah
perdagangan luar negeri dan perdagangan antar
Indonesia. Orang-orang yang pertama membawakan
agama ini ke berbagai Kerajaan di Indonesia adalah
METRO GRAPHIA
saudagar-saudagar, mula-mula orang India dan orang
Iran, kemudian orang Melayu dan orang Jawa. Alasan
utama yang umumnya diajukan bagi pandangan ini
ialah kenyataan, bahwa agama Islam pertama-tama
telah menanam pengaruhnya di Kerajaan di mana
pusat-pusat perdagangan terletak sepanjang jalan
perniagaan di seluruh Nusantara, yakni di Sumatera
Utara, Malaka, Jawa Timur dan di kepulauan Maluku
kemudian tersebar ke tempat-tempat yang lain.
Mengacu pernyataan di atas, yang berpandangan sama
dan khususnya meninjaunya dari segi perdagangan.
Khususnya kepulauan Maluku tidak terlepas dari sasaran
utama jalannya perdagangan, karena cengkeh dan palanya,
rempah-rempah pada umumnya, maka Kerajaan Buton tidak
dapat dipisahkan hubungannya dengan Maluku, sehingga

Sejarah dan Etnografi Buton 119


La Ode Dirman

dengan demikian, maka sudah dapat diyakini dan diduga


bahwa Islam sudah ada di Buton pada masa itu . Bahwa
dalam hubungannya dengan Maluku, Ternate pada
keseluruhannya,kita memperolah bahan dari La Ode
Manarfa putra LaOde Falihi Sultan Buton ke- 38. dalam
diskusi panel tentang masuknya sejarah Islam di Buton dan
perkembangannya. Pendapatnya dikirim melalui surat
kawat yang selengkapnya kita terangkan sebagai berikut:
Menganalisis penyelidikan Prof. TK. H. Ismail Yakub,
SH, MA, bahwa datangnya Islam di Buton dari
daratan Asia menyeberang Ternate dan ke Buton,
sesudah itu baru datang dari Gujarat melalui laut
dan masuk di Indonesia dan ke Buton. Jadi menurut
beliau ada yang berjalan kaki dan ada yang berlayar
dan yang berjalan kaki adalah yang lebih tua.
Pendapat tersebut, dalam uraian berikutnya dengan
METRO GRAPHIA
menghubungkannya dengan pendapat para Alim Ulama
yang digolongkan sebagai kesimpulan yang kedua dari
hasil musyawarah para Alim Ulama se-Indonesia
sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibrahim Buchari dengan
pendapat baru mengenai masuknya agama Islam di
Indonesia. Data satu-satunya yang menjadi bahan pegangan
utama dalam penelitian sejarah tentang masuknya Islam di
Buton yang tertulis, adalah resminya Sultan Murhum
memeluk agama Islam dengan pelantikannya sekaligus
sebagai Sultan Buton I pada tahun 948 Hijriah.
Tentang data masuknya Murhum sebagai penganut
Islam dan pelantikannya sebagai sultan dikalangan
sejarawan Wolio, tidak terdapat perbedaan pendapat, sebab

120 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

semua literatur tertulis maupun keterangan dikalangan


tokoh adat Buton. Mengikuti penulisan dari tokoh-tokoh
masyarakat adat yang dibawakannya ke dalam diskusi panel
tentang masuknya Islam di Buton dengan menurunkannya
berikut ini: La Ode Abu Bakar menulis antara lain: Raja ini
lalu dinobatkan sebagai sultan sekaligus Kerajaan Buton
secara resmi berubah status sebagai kesultanan. Lalu Raja
Lakilaponto berganti nama menjadi Sultan Muhammad
Qaimuddin. Peristiwa penobatannya sebagai sultan terjadi
pada 1 Syawal 948 Hijriah tahun wau. La Ode Zaenu
mengatakan bahwa: Dengan Islamnya Raja Lakilaponto dan
seluruh stafnya serta rakyat, maka Syaid Abdul Wahid
melantik Raja Lakilaponto menjadi Sultan Buton I. Peristiwa
yang agung ini terjadi dalam tahun 948 Hijriah.
Beberapa penulisan dari tokoh-tokoh adat Buton
METRO GRAPHIA
tersebut, maka kita dapat menarik suatu kesimpulan
sementara bahwa Islam di Buton dengan resmi ialah dalam
tahun 948 Hijriah, yang pada masa itu sultan Buton pertama
adalah Murhum. Bahwa perbedaan-perbedaan yang
ditemukan dalam penulisan tokoh-tokoh adat tersebut
hanya berkisar pada pengalihan tahun Hijriah 948 ke dalam
tahun Masehi,
Mengenai jalur perjalanan penganjur Islam memasuki
Kerajaan Buton dan dapat menarik kesimpulan bahwa Raja
Buton Lakilaponto menganut agama Islam, menurut bahan-
bahan yang diperoleh dari turun-temurun dikatakan melalui
kampung Burangasi Kecamatan Sampolawa. Keterangan ini
dianut oleh sebagian besar kalangan leluhur Wolio, namun
ada pula yang berpendapat lain yang mengatakan bahwa

Sejarah dan Etnografi Buton 121


La Ode Dirman

kedatangan Abdul Wahid di Buton melalui Lasalimu dan


Ternate.
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang mendekati
jelasnya dari keterangan-keterangan jalur perjalanan
penganjur Islam Abdul Wahid memasukkan agama Islam di
Buton dapat penulis turunkan kembali penulisan para
panelis dalam diskusi disebutkan di atas. La Ode Bosa
berkata bahwa: Berangkat dari pelabuhan Adonara
mengikuti tiupan awal Angin Timur biasanya Minggu
pertama dari bulan April setiap tahunnya. Mereka kena
pulau Batuatas, lalu angin. Di pulau itu Syekh Abdul Wahid
bertemu dengan gurunya yang baru tiba pula di pulau itu
dari Ternate. Gurunya yaitu Imam Pasai (dari Sumatera)
memerintahkan sang muridnya yaitu Syekh Abdul Wahid,
agarjangan lalu terus ke Johor, melainkan singgah dulu di
METRO GRAPHIA
Buton, pulau yang tampak di sebelah utara sana, karena
penting sekali wajib untuk memenuhi panggilan kerinduan
seorang Raja di sana dan kaumnya yang sudah sangat
merindukan datangnya Islam. Raja itu sudah lama iman,
hanya saja belum resmi Islamnya. Maka dengan patuh Syekh
Abdul Wahid berlayar menuju Utara ke Buton dan berlabuh
di pantai Burangasi-Buton bagian selatan dekat Matana
Sangia (Guru Syeh Abdul Wahid itu ialah Ahmad Bin Qais Al
Aidrus-Imam Pasai).
Setibanya perahu tumpangan Syekh Abdul Wahid di
Burangasi, sesuai perintah Raja Buton ketika itu, bahwa tiap
kapal atau perahu yang datang harus dilaporkan kepada
Raja Wolio, serta menceritakan segala sesuatu perilaku
orang-orangnya. Diceritakan kedatangan perahu itu kepada

122 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Raja Wolio, yaitu Raja yang dikenal dalam sejarah Buton


dengan gelaran RajamulaE (karena dialah Raja yang mula-
mula masuk Islam).
Di beri gelar juga Sangia I Gola. konon pada zaman
pemerintahannya begitu baik, makmur, perasaan rakyat
manis. Masa itulah beliau dikenal dengan zaman gula manis.
Laporan rakyat terwariskan mengatakan sebagai berikut:
Datanglah sebuah perahu dari laut jauh, berlabuh di
Burangasi, lain-lain perbuatannya. Setiap pagi sebelum
matahari terbit dan juga setiap sore waktu matahari
akan terbenam, ada yang berteriak-teriak bagaikan
orang gila. Mereka berdiri, tunduk, sujud, menghadap
ke Barat berulang-ulang, namun orang itu tiada jahat.
Maka diperintahkanlah pelapor itu oleh Raja supaya
membawa perahu itu dan orang-orangnya ke Wolio,
dilakukanlah perintah Raja itu oleh rakyat Burangasi,
METRO GRAPHIA
dibawanya perahu itu ke Wolio, dilabuhkan di Kanakea
sekarang ini.
Tokoh adat La Ode Zaenu mengungkapkan kedatangan
itu bersama keluarga sebagai berikut. dalam suatu peristiwa
terdampar di Burangasi bernama Syekh Abdul Wahid
bersama istrinya Wa Ode Solo. Wa Ode Solo adalah anak
Sultan Adonara (Nusa Tenggara). Diriwayatkan bahwa
Syekh Abdul Wahid dalam perjalanannya dan
pengembaraannya mengembangkan Syariat Agama Islam
terdiri 2 (dua) berkawan. Mereka berangkat dari negeri asal
kelahirannya (Johor) menuju arah Timur. akhirnya sampai
di Adonara. Di sana mulailah menjalankan pelajaran agama
Islam yang akhirnya orang-orang Adonara tertarik dengan
ajaran Islam, sehingga Raja dan rakyatnya masuk Agama

Sejarah dan Etnografi Buton 123


La Ode Dirman

Islam.
Konon Sultan Adonara dilantik oleh Syekh Abdul
Wahid sebagai Sultan. Dalam memberikan pelajaran Agama
Islam Syekh Abdul Wahid kawin di Adonara dengan anak
Sultan Adonara, yang di Buton hanya diberi nama Wa Ode,
sebagaimana Syekh Abdul Wahid hanya memperkenalkan
istrinya tersebut dengan nama Wa Ode Solo, asal dan
kelahirannya di Solo (Nusa Tenggara). Setelah meninggalkan
Adonara kemudian melanjutkan pengembaraannya untuk
memperluas ajaran Agama Islam, melanjutkan perjalanan ke
Ternate, sedang Syekh Abdul Wahid yang diikuti oleh
isterinya Wa Ode Solo menuju Buton dan terdampar di
Burangasi.
Tiba di Burangasi Syekh Abdul Wahid mengajak
orang-orang Burangasi untuk mengikuti ajaran agama .
METRO GRAPHIA
Beberapa hari kemudian karena masyarakat tertarik akan
ajaran Syariat Islam, maka masyarakat adat setempat segera
menyampaikan peristiwa tersebut pada raja sebagai
pemerintah pusat di Keraton Buton. Mereka melapor bahwa
kami di Burangasi didatangi seorang tokoh dan mengaku
bemama Syekh Abdul Wahid katanya keturunan Arab, dan
bersama isterinya. Kedatangan mereka sangat ramah tamah
terhadap seluruh rakyat. Mengajarkan kami bersembahyang,
berpuasa, saling membantu satu sama lain, bersedekah,
dilarangnya supaya kami jangan makan babi, jangan minum
minuman keras, jangan bermusuhan, jangan mengumpat
dan lain-lain, terutama jangan mengganggu hak orang lain
karena keseluruhan itu katanya apabila hal-hal itu kamu
perbuat adalah haram atau dosa dan apabila itu tidak

124 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dilakukan, maka adalah fitrah, kita bersih, kita suci. Hanya


satu yang disembah yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang
rnenjanjikan segala sesuatu ini, Tuhan yang menjadikan
alam ini, kita manusia-manusia ini, hanya Tuhan yang
disembah dan mengaku bahwa Nabi Muhammad pesuruh
Tuhan. Berikut ini La Ode Madu dalam tulisannya:
Penganjur Islam yang menuju ke Maluku bernama
Imam Pasai dan yang menuju ke Adonara bernama Abdul
Wahid. Ketika selesai pertempuran antara Sumatra dan
Malaka, maka Abdul Wahid ingin kembali ke Johor , ia
bertemu dengan Imam Pasai yang datang dari Maluku.
Dalam pertemuan itu, Imam Pasai menceritakan selama
kunjungannya di Buton bahwa masyarakat di kerajaan itu
mempunyai sifat ramah-tama dan sopan-santun dan mereka
itu ingin menerima hal-hal yang membawa kebaikan dan
METRO GRAPHIA
keselamatan hidup. Oleh Imam Pasai dianjurkan kepada
Abdul Wahid agar dapat singgah di Buton untuk
mengadakan penyelidikan lebih jauh yang menurutnya tidak
menemui kesulitan. Mendengar keterangan itu Abdul Wahid
terpaksa membelokkan haluan menuju ke Buton.

Sejarah dan Etnografi Buton 125


La Ode Dirman

Gambar 4. Batu Poaro (= dua buah batu saling berhadapan)


terletak di pesisir pantai Kelurahan Wameo
kecamatan Batu poaro Bau-Bau, sebagai legenda
bagi orang Buton, ketika Syekh Abdul Wahid
menghilang ditempat ini untuk menghadap
Tuhan-Nya.
METRO GRAPHIA
Maka tibalah Abdul Wahid pada suatu pelabuhan di
sebelah selatan pulau Buton yaitu Burangasi. Sambil ia
mempelajari keadaan masyarakat, ia masih tetap tinggal di
perahu. Menurut berita yang diperoleh, selama Abdul Wahid
berada di Burangasi beberapa pemuka masyarakat telah
dapat diajak untuk rnasuk Islam, sehingga sempat pula ia
membuat sebuah mesjid di Burangasi.
Belum diketahui tahun berapa keberaadaannya dan
membuat mesjid di Burangasi?. Kita hanya dapat
memperoleh petunjuk bahwa Abdul Wahid pernah
menyuruh salah seorang pegawai mesjid menyampaikan
berita kepada Raja Wolio, bahwa ia akan datang ke Wolio,
bilamana raja sudah masuk Islam. Tetapi raja menjawab

126 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bahwa raja akan masuk Islam, bilamana penganjur Islam itu


sudah berada di Wolio. Lebih lanjut mengirim berita
undangan kepada Abdul Wahid agar dapat terus ke Wolio.
Mendalami adanya pendapat baru yang mengatakan
ada yang melalui daratan dengan berjalan kaki dan jika kita
berpijak pada pendapat ini, maka tentunya Islam di bawah
oleh penganjur-penganjurnya pada daratan Asia,
menyeberang Ternate dan dari Ternate kemungkinan besar
akan mengadakan persinggahan di Pulau Buton. Dan ini
sebagaimana penulis uraikan pada bagian terdahulu bahwa
Batauga dan Kamaru menjadi tempat persinggahan
pedagang-pedagang yang menuju ke Maluku Ternate, maka
bisa diduga bahwa Lasalimu akan tidak mustahil untuk tidak
mendapat persinggahan dari pedagang-pedagang itu. Dan
kalau demikian maka tentu pula penganjur Islam akan
METRO GRAPHIA
singgah di Buton. Inilah uraian ringkas La Ode Aegu: telah
disinggung oleh para pembaca paper namun tidak tepat
bahwa ada yang berpendapat Agama Islam masuk di Buton
pada akhir abad XII atau awal abad XIII mendarat di
Lasalimu oleh Syeh Ibnu Rijal dan Syekh Salim.
Dengan demikian masuknya Islam di Buton
sebagaimana dikemukakan di atas adalah melalui Burangasi,
namun hal ini mendapat tantangan dari La Ode Aegu yang
kelahiran Lasalimu, di mana dia mengatakan bahwa Islam
masuk melalui Lasalimu dan dibawah oleh Syekh Ibnu Rijal
dan Syekh Salim, keterangan mana yang menurut penulis
dapat dihubungkan dengan pendapat baru tentang
masuknya Islam di Indonesia.
Bahan ini sangat berguna bagi penelitian berikutnya

Sejarah dan Etnografi Buton 127


La Ode Dirman

tentang masuknya Islam di Buton khususnya bagi para


peneliti yang inginkan hasil penelitiannya lebih lengkap lagi,
sebab memang ada berita walaupun hanya dari sebagian
kalangan orang tua. Hanya saja ada sumber yang
mengatakan bahwa Islam itu masuk di Lasalimu dibawah
oleh sultan Ternate Baabullah, maka dalam hal ini jelas
hanya pengembangan Islam saja oleh Baabullah sebab Islam
sudah ada di Buton beberapa lamanya sebelum kedatangan
Baabullah di Buton atas maksud pengembangan Islam pada
tahun 1580. Hal tersebut ditunjang dengan tulisan Lighvoet
sebagai berikut. Net eerste, dat ons omtrent de geschiedenis
Van Boeton bekendis, is de verovering van dat rijk en den
invoering van den Islam aldaar door de vorsl van Ternate
Baabullah in 1580, enz...
Sejalan dengan kedatangan Baabullah tersebut perlu
METRO GRAPHIA
dicatat di sini bahwa ada sumber yang mengatakan bahwa
Buton Islam melalui Ternate yang dilakukan oleh Baabullah.
Menurut penulis, sumber ini kurang bisa dibenarkan sebab
kedatangan Baabullah di Buton adalah dalam tahun 1580,
sedangkan Buton Islam sejak 948 H atau 1542 M. Kalau
dikatakan bahwa penganjur Islam Abdul Wahid datang di
Buton dengan terlebih dahulu mengadakan persinggahan di
Ternate, mungkin dapat diterima.
Bandingkan dengan penguraian tokoh-tokoh
masyarakat yang tersebut di atas, dengan mengindahkan
hubungan dan jalur perdagangan antara kerajaan Ternate
dan Buton. Sebaliknya adanya anjuran Guru Abdul Wahid
Imam Pasai kepada Abdul Wahid dalam pertemuannya di
Batuatas atau mungkin dalam perjalanannya kembali dari

128 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Ternate, yang dapat pula diduga bahwa kemungkinari besar


Abdul Wahid melalui Ternate sekurang-kurangnya pernah
berada di Ternate bersama gurunya Imam Pasai. Selain dari
pandangan yang disandarkan dari uraian-uraian para tokoh
masyarakat itu, kita hubungkan pula dengan adanya
pendapat baru sebagaimana yang dikatakan oleh Ismail
Yakub bahwa datang Islam di Buton melalui daratan Asia
lalu menyeberang ke Ternate kemudian ke Buton. Pendapat
ini kebenarannya dapat dibuktikan bahwa Ternate liebih
dahulu Islam daripada Kerajaan Buton. Lebih meyakinkan
lagi bagi kita jika dihubungkan pula dengan pendapat tokoh
Buton sendiri bahwa Islam masuk di Buton melalui Lasalimu
oleh Syekh Ibnu Rijal dan Syekh Salim.
Untuk memberikan pernyataan bahwa sewaktu
kedatangan Baabullah di Buton tahun 1580, sudah ada
METRO GRAPHIA
Islam, diriwayatkan berikut ini. Konon dari sumber riwayat
mengatakan bahwa setelah dapat diketahui maksud
kedatangan Baabullah dalam rangka pengembangan
penyebaran dan penyiaran Islam di Buton. Pihak elit
kerajaan yang diwakili Abdullah mengadakan penyambutan
dengan cara menyamar sebagai seorang nelayan yang
sesungguhnya adalah ulama besar Buton atau dengan nama
pengganti Mojina Kalau (Ulama dari kampung kalau).
Terjadilah dialog antara Baabullah dan Abdullah.
Abdullah memberikan keterangan bahwa Buton sudah
lama Islam sejak Sultan Murhum dan dalam dialog tersebut
Abdullah menunjukkan kemampuannya, sehingga
berkatalah dari salah seorang pengawal penasehat
Baabullah, baiknya maksud kita diurungkan saja, karena jika

Sejarah dan Etnografi Buton 129


La Ode Dirman

nelayannya sudah begitu kecakapannya kemampuan


keahliannya dalam agama, bagaimana pula jika berhadapan
dengan elite kerajaannya?. Demikianlah Baabullah akhirnya
mengurungkan niatnya untuk penyiarannya
mengembangkan Islam di Buton, apalagi ketika ia
mengamati bahwa Buton sudah maju dalam pengetahuan
beragama Islam, dengan pembuktian nelayan tadi.
Beberapa pandangan dari ahli tersebut tentang
sejarah dan perkembangan agama Islam di Buton, maka
jelaslah bahwa pembawa agama Islam di Buton adalah
Abdul Wahid dan pada tahun 948 H atau ± 1542 dapat
memasukan Raja Buton Murhum dalam Islam dan sekaligus
melantiknya sebagai sultan dengan gelar Sultan Kaimuddin.
Maka itu agama Islam resmilah di Buton dengan ditandai
sebagai awal masuknya Raja Murhum. Dipandang sekilas
METRO GRAPHIA
lintas raja tidak akan begitu mudah menerima suatu faham
baru lalu melepaskan kepercayaannya. Masuknya Murhum
dalam Islam akan lebih jelas bagi kita bahwa sebelum tahun
948 Hijriah itu Islam sudah ada di Buton walaupun belum
resmi. Murhum tampaknya sudah lebih dahulu
mempelajari Islam sehingga sangat mudah menerima Islam
sebagai agama negara..
Sebagai bahan perbandingan tulisan Rangkoeti,yang
mengutip tulisan Noorduyn: “ ...Dan penerimaan bahan-
bahan kerajaan asing ini dalam masyarakat-masyarakat di
Indonesia, pengintegrasiannya dan penyatuannya dalam
kerajaan asli adalah sebagian daripada sejarah kerajaan ini
sendiri yang sama banyak ragamnya dan sama banyak
persamaannya dengan Kerajaan-kerajaan ini sendiri dan

130 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

telah ditentukan oleh situasi politik, kultural dan dinastik di


Kerajaan-Kerajaan ini”. Tradisi Indonesia menganggap Raja-
Raja, dalam kerjasama dengan ahli-ahli hukum dan ahli-ahli
agama Indonesia, yang menyiarkan Agama Islam di
Indonesia dan bukanlah kaum saudagar-saudagar.
Karena itu Raja Murhum didahulukan memeluk agama
Islam oleh penganjur Islam sebagaimana yang dilakukan
oleh Abdul Wahid, untuk menarik sebanyak-banyaknya
penganut Islam yang akan mengikuti jejak rajanya. Tahun
kedatangan Abdul Wahid yang pertama di Buton
diperkirakan dalam tahun 933 Hijriah. Tahun ini adalah
menurut perkiraan penulis yang disandarkan dari bahan
yang meriwayatkan bahwa Abdul Wahid setelah beberapa
lamanya berada di Buton. Beliau itu berkenan kembali ke
tanah Arab dan 15 tahun kemudian barulah beliau itu tiba
METRO GRAPHIA
kembali di Buton yang pada kedatangannya inilah Murhum
masuk Islam dan dilantik sebagai sultan yang pertama pada
tahun 948 Hijriah. Karena itu berpatokan pada tahun 948
Hijriah lalu dikurangi dengan 15 maka terdapatlah tahun
933 Hijriah.
Kembali penulis pada pandangan Noorduyn
mengatakan bahwa bukanlah saudagar yng memasukkan
Islam, tetapi penyiar yang bekerja sama dengan Raja-Raja
dan Kepala-Kepala hukum setempat, kita hubungkan
kembali dengan pendapat Ismail Yakub, terdapat kesamaan
pandangan sehingga dapat diduga bahwa sebelumnya
kedatangan Abdul Wahid di Buton sudah ada penganjur
Islam yang melalui daratan Asia tiba di Buton. Mengapa
demikian, maka tentunya penerimaan faham baru akan

Sejarah dan Etnografi Buton 131


La Ode Dirman

bergantung juga dengan situasi dan kondisi setempat,


sehingga kadang kala rentang waktu yang agak lama untuk
dapat diterima oleh penduduk asli. Selanjutnya jikalau kita
mengungkapkan tentang waktu, asal dan cara agama Islam
masuk di Indonesia, hingga sekarang belum diperoleh data
akurat yang dapat dijadikan pegangan bersama. Karena itu,
para ahli sejarah dan para alim ulama belum memperoleh
kata sepakat,
Ibrahim Buchari dapat melihat dua bagian utama yang
dapat dijadikan bahan pegangan, sementara sebagaimana
beliau uraikan dalam tulisannya yang kita turunkan sebagai
berikut: meskipun demikian semua pendapat ini dapat
dibagi dalam dua golongan. Pendapat lama mengatakan,
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad XIII. Pendapat
ini dapat dibuktikan seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr.
METRO GRAPHIA
N. J. Krom dalam bukunya de Hindoe Javaansche Tijd. Kalau
demikian berarti bahwa peralihan masuk Islam harus
berlangsung di antara tahun 1292 dan 1297. Yang dimaksud
beliau yaitu masuknya Islam pada abad ke-XIII. Pendapat
yang sama telah dikemukakan juga oleh H.J. van den Berg
dalam bukunya Asia dan Dunia. Keadaan di Sumatera Utara
kira-kira pada tahun 1300, waktu agama Islam masuk Islam
dari riwayat perjalanan Marcopolo. Nyatalah, bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia menurut beliau identik dengan
kedatangan Marcopolo di Indonesia, yaitu pada tahun 1292
Masehi. Pendapat baru bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia bukan pada abad XIII, tetapi jauh sebelumnya
bahkan ada di antara merka yang mengatakan pada abad VII
Masehi. Di antaranya yang mengatakan hal tersebut yaitu:

132 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

a. Hadji Agus Salim


Agama Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan
masuknya agama Islam ke Tiongkok yakni pada abad VII
Masehi. Pada tahun 738 Masehi sudah terjadi kerusuhan
daripada kaum peniaga Islam di Kanton. Dapat di duga
sekurang-kurangnya bangsa kita di Sumatera dan Jawa pada
abad VIII Masehi sudah ada yang masuk Islam, dan agama
Islam itu sudah berkembang sejak pemerintahan Raja
Erlangga dalam abad XI. Alasan yang dikemukakannya, sejak
semula perdagangan Arab Islam dengan Tiongkok telah
ramai, malah abad IX tidak ada kapal bangsa asing lain dari
pada bangsa Islam itu yang melayari lautan itu. Tiap kali di
jalan pulang dan pergi Sumatera dan Jawa mesti disinggahi,
dst,.. .-

b. METRO GRAPHIA
Zainal Arifin Abbas
Secara resmi Indonesia Islam pada abad VII Masehi,
yaitu pada abad pertama dari tahun hijriah. Sebagai alasan
dikemukakan orang Arab, Islam telah mempunyai hubungan
perdagangan yang luas sekali denga negeri-negeri Timur,
malah pada abad VII Masehi Sultan Taisitung adalah raja
Tiongkok yang pertama memeluk Islam, dst...

c. Sayed Alwi B. Tahi al Haddat Mufsi Kerajaan Johor


Melayu
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad VII
Masehi agama Islam masuk ke pulau Sumatera pada tahun
650 Masehi. Alasan yang dikemukakan sebagai berikut: (a)

Sejarah dan Etnografi Buton 133


La Ode Dirman

Sulaiman Assirafi, pedagang dari pelabuhan Siraf di Teluk


Persia yang pernah mengunjungi Timur jauh berkata bahwa
di Sala (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam yang pada
waktu itu, yaitu kira-kira pada akhir abad II Hijriah. Hal ini
dapat dipastikan dan tidak perlu dijelaskan lagi karena
pedagang rempah dan wangi-wangian yang terdapat di
Maluku sangat menarik pedagang-pedagang Muslimin untuk
berkunjung ke Maluku dan tempat-tempat yang berdekatan
dengan kepulauan itu. (b). Mengenai perhubungan antara
bangsa Indonesia dengan bangsa Arab itu dapat dibaca
dalam buku yang ditulis oleh seorang pedagang Arab yang
bernama Sulaiman pada tahun 237 Hijriah (tahun 851
Masehi tentang perlawatan ke Tiongkok dst.-nya...

d. H.M. Zainuddin
METRO GRAPHIA
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad VII atau
tahun 632 Masehi uraiannya sebagai berikut: sebelum Nabi
Muhammad SAW wafat, telah dikirim utusan (perintis) ke
negeri Tiongkok. (1).Setelah wafat Nabi Muhammad SAW
pada abad VII Masehi tahun 632 berangkatlah satu ekspedisi
yang terdiri dari beberapa orang saudagar Arab serta
beberapa orang mubbalig Islam ikut dalam rombongan itu
berlayar ke negeri Cina tinggal di negeri ina, tinggal di negeri
Canton dan singgah pula di Sumatera Utara (Aceh), yaitu di
Lanuri. (2) Dalam tahun 82 H = 717 M, satu ekspedisi dari
33 buah kapal bangsa Ajam Persia yang dikepalai oleh Zahid
telah meneruskan pelayaran ke negeri Cina (Tiongkok),
dalam kapal itu selai saudagar-saudagar Islam ikut pula
mubalig-mubalig Islam. Sebagian besar dari kapal-kapal

134 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

musafir itu singgah pula di Sumatra Utara (Aceh) demikian


juga di tempat-tempat lain seperti: Sriwijaya, Kedah, Siam,
Kamboja, Brunai, dan lain-lain. Mereka itu selain
berkepentingan dagang, juga untuk mengembangkan agama
Islam, (3). Kemudian setelah itu ada satu kali lagi ekspedisi
yang disebutkannya, yaitu pada tahun 724 Masehi, yang
berangkat ke Tiongkok yang dilakukan oleh kafilah Persia
dengan tujuan yang serupa dan menyinggahi negeri-negeri
yang telah disinggahi dahulu atau yang belum.( 4). Perlu juga
diketahui, bahwa sumbernya adalah tarikh Arab, yang
menyebutkan juga Kerajaan lain yang dilalui oleh ekspedisi-
ekspedisi tersebut, seperti kita ketahui, mereka berangkat
dari Teluk Persia berkumpul di Ceylon, kemudian disitu
membagi armadanya, ada juga yang menuju Malaka, Jawa,
Brunai, Makassar, Kalimantan, Maluku, Aceh (Sumatera
METRO GRAPHIA
Utara) dan lain-lain. Dari situ baru terus ke Canton.

e. Dr. Hamka (Dr. Hadji Abdul Malik Karim Amrullah)


Agama Islam masuk ke Indonesia sejak abad VII
masehi. Sebagai bukti beliau mengemukakan pendapat
berikut ini: Orang Arab telah memegang peranan penting di
perairan kita terutama selat Malaka sejak lama. (1). Kota
‘kalah’ sejak semula telah menjadi kota pertemuan antara
pedagang Arab dengan pedagang yang dari Tiongkok. Prof.
Fatemi Gum Tamu di Universitas Malaya menyatakan bahwa
'Kalah' bukanlah 'Kedah' atau 'Kra' tetapi pelabuhan Kelang,
20 mil dari Kuala Lumpur, di dekat Fort Swettenham
sekarang. (2). Pada tahun 674 Masehi telah dijumpai orang
Arab Islam di Jawa, berita itu terdapat dalam catatan

Sejarah dan Etnografi Buton 135


La Ode Dirman

Tiongkok, yang menyatakan bahwa raja 'Ta Cheh' telah


mengirimkan utusan ke 'Cho'po' untuk mencecerkan pundi-
pundi berisi emas di dalam Holing, yang waktu itu
diperintah oleh Ratu Sima. Tiga tahun lamanya pundi-pundi
itu tersimpan di sana, tidak ada seorangpun yang berani
mengambilnya, sesudah itu baru diambil (dalam hal ini
mungkin Hamka keliru memakai kata diambilnya dengan
kata disepaknya) oleh putra Raja, karena itu ia disuruh
untuk membunuhnya. Akhirnya karena permohonan
menteri-menteri hukuman itu ditukar dengan cara
memotong kakinya saja. Yang dimaksud Ta-Cheh di sini ialah
nama yang diberikan oleh orang Tionghoa untuk Raja Arab.
Jadi tahun 674 M. jumlah orang Arab Islam di Jawa semakin
banyak (3). Berita Sir Thomas Arnold dalam bukunya 'The
Preachting of Islam' bahwa di pantai barat Pulau Sumatera
METRO GRAPHIA
telah didapati satu kelompok perkembangan orang Arab,
pada tahun 634 Masehi. (4). Dalam suatu almanak Tiongkok
bahwa pada tahun 674 Masehi sudah didapati satu
kelompok masyarakat Arab di Sumatera Barat.

f. Van Leur dalam bukunya 'Indonesian Trade And


Societe'
Ada kemungkinan masuknya Agama Islam ke
Indonesia pada abad VII Masehi lengkapnya sebagai berikut:
"rupa-rupanya koloni-koloni pedagang Arab telah didirikan
di Kanton sebelum abad IV (penulis mungkin salah cetak
harusnya abad VII). Settlement-settlement pedagang Arab
itu sudah disebut-sebut lagi dalam tahun 618 dan 626.
Tahun-tahun kemudiannya kolonisasi itu membawa ajaran-

136 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

ajaran Islam dan pelaksanaan agama Islam di bawah


pengawasan orang Islam. Pedagang-pedagang Arab itu
merupakan satu rombongan diantara rombongan-
rombongan yang lain seperti pedagang-pedagang Persia,
Yahudi, Armenia, dan Katholik Nestorian. Sudah barang
tentu ada juga koloni-koloni Islam dijumpai disepanjang
jalan perdagangan Asia Tenggara. Ada perkiraan bahwa
pada tahun 674 A.D telah ada koloni-koloni Arab di pantai
Barat Sumatera.
Pandangan-pandangan para ahli tersebut di atas,
maka kita akan memperoleh suatu gambaran yang jelas akan
kemungkinan perjalanan Islam di Indonesia serta masuknya
di Buton sebelum Abdul Wahid, sebagaimana telah
disebutkn terdahulu bahwa masuknya Islam Buton pada
tahun 948 Hijriah. Buchari yang mengungkapkan bahwa
METRO GRAPHIA
setelah mundurnya Kerajaan Budha Sriwijaya dan Hindu
Majapahit,. Raja dan Pendeta mereka sibuk menghadapi
kekacauan dalam istana suasana Chaos muncul. Dalam
suasana yang demikian itu kepercayaan rakyat mulai hilang
terhadap pemerintah dan sistem falsafah hidup mereka
sendiri. Dan pada saat itu pula datang Islam dengan falsafah
hidup yang lebih dinamis. Tidak heran jika dalam suasana
ketiadaan pegangan ini, mereka mencari pegangan dalam
agama baru tersebut.
Rakyat Indonesia adalah rakyat yang hidup dari
pertanian. Dalam kehidupan agraris tersebut jiwa
kolektifismenya sangat kuat sekali. Tantangan yang
demikian ini kemudian mendapat penyaluran yang
sempurna dalam Islam dengan konsepsi hidup perdamaian

Sejarah dan Etnografi Buton 137


La Ode Dirman

dan suasana persaudaraan Muslim. Hal ini menjadikan Islam


mendapat tempat yang kuat di kalangan masyarakat. Jiwa
tauhid yang dibawa oleh Islam memberi konsekuensi bahwa
mereka hanya wajib takut dan mengabdi pada Allah semata.
Akibat daripada jiwa tauhid itu mereka menjadi umat yang
militan dan penuh dinamika hidup. Kemilitannya ini telah
diperlukan oleh Islam seperti di Aceh. Banten, Demak dan
Ternate. Faktor ini merupakan faktor yang menentukan
dalam perkembangan Islam itu sendiri. Dengan demikian,
Abdul Wahid yang berkebangsaan Arab itu sebagai
pembawa Islam di Buton dan daerah pertama yang
dikunjunginya adalah kampung Burangasi Kecamatan
Sampolawa Buton dengan analisis sebagai berikut.
"Tahun 948 H (1541) adalah tahun pelantikan
Lakilaponto (Raja Buton) sebagai Sultan Buton I. Jadi 948 H
METRO GRAPHIA
bukanlah tahun masuknya Islam di Buton atau tahun
masuknya Islam Lakilaponto, tetapi penobatannya menjadi
Sultan I. Jadi Islam sudah masuk di Buton sebelum tahun
948 H. Untuk memperkuat tahun 948 H. sebagai tahun
pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton I . Sumber
resmi yang tertua adalah Lampiran II Etnografische
Overzicht van Moena oleh Couvreur (1935) yang
informasinya diperoleh dari La Ode Mizani (Yarona Kamoi).
Apakah dalam tulisan-tulisan ulama Buton yang banyak itu
tak ada menyebut tahun 948 H. Jika benar pelantikan itu
(948 H) dilakukan setelah Abdul Wahid kembali dari
Mekkah dalam perjalanan selama 15 tahun maka
kedatangan Syeh Abdul Waliid pertama kali adalah 933 H
atau 1527 M. Jika memang pembawa Islam I di Buton maka

138 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dapat dipastikan bahwa Islam masuk di Buton pada tahun


1527 M (933 H). Tetapi banyak berita sebelum Lakilaponto
di zaman RajamulaE Islam telah masuk di Buton, malah
RajamulaE sendiri telah masuk Islam. Jika demikian
siapakah ulama yang membawa Islam itu dan mengislamkan
RajamulaE.
Jika benar bahwa Tuarade (Raja Buton IV) mewajibkan
semua penduduknya memakai jubah dan penutup kepala
(destar) maka dapat dinyatakan bahwa perintah itu atas
pengaruh Islam. Jubah adalah pakaian Arab yang dikenal
bersamaan dengan kedatangan Islam. Dapat dinyatakan
bahwa Tua Rade sepulangnya dari Jawa dan kemudian
menjadi Raja Buton yang telah masuk Islam. Ada berita
bahwa Tua Rade ke Jawa Majapahit telah runtuh dan dia
diterima oleh raja lain keturunan Majapahit. Barangkali
METRO GRAPHIA
sampai ke Demak dan belajar Islam di Pesantren Giri.
Pesantren Giri pada saat itu merupakan pusat perguruan
Islam. Banyak pelajar dari Ternate dan Ambon (Hitu) belajar
di sana dan penyebar Islam di Maluku berasal dari
pesantren Giri.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
kedatangan pertama Islam di Buton bertepatan dengan
pengangkatan Tua Rade sebagai Raja Buton. Untuk mencari
tahun masuknya Islam di Buton harus dihitung melalui data-
data berikut: 1541 (948 H) tahun pelantikan Sultan Buton I.
Abdul Wahid tidak perlu ke Mekah untuk
melantik/memberikan gelar Sultan pada Raja Buton. (lihat
berita masuknya Islam Raja-Raja di Sulawesi Selatan yang
langsung diberi gelar Sultan oleh ulama yang bersangkutan)

Sejarah dan Etnografi Buton 139


La Ode Dirman

Sultan = Raja. Jadi masa pemerintahan Sultan I harus


dihitung mulai 1541. Apakah ditambah 46 tahun ataukah 26
tahun. Mungkin 20 tahun sebelum Sultan adalah masa
Lailaponto menjabat Raja a.n. mertuanya RajamulaE sejak
peristiwa Labolontio. Dia dilantik pada tahun 1541 disaat
meninggalnya RajamulaE.
Dengan demikian peristiwa Labolontio terjadi sekitar
tahun 1521 karena masa jabatan RajamulaE (sampai wafat
dan secara resmi digantikan oleh Lakilaponto pada tahun
1541) adalah 30 tahun. Karena itu, dapat ditentukan awal
RajamulaE yaitu pada tahun 1511, sepuluh tahun sebelum
peristiwa Labolontio. Tetapi adapula berita bahwa masa
jabatan RijamulaE adalah 7 tahun (1514). Jika demikian
maka masa jabatan RajamulaE adalah 7 + 20 = 27 tahun.
Sebagai penguatan analisis tersebut diatas perlu
METRO GRAPHIA
dihubungkan dengan kunjungan Tua Rade ke Jawa yang
menemui Raja Majapahit yang masa itu telah mengalami
masa keruntuhannya. Majapahit ditaklukkan Demak pada
tahun 1478, tetapi tetap berdiri sebagai Bupati. Majapahit
betul-betul lenyap pada tahun 1521. Apakah Tua Rade ke
Jawa sesudah 1478 atau sesudah 1521. Dengan berita oda-
odana Wolio yang dibawa dari Jawa (sebuah meriam kecil)
maka dugaan kuat sesudah tahun 1511. Jika demikian yang
membawa itu adalah Tua Rade bukan Bataraguru
sebagaimana pernyataan versi lain .Dengana demikian,
dapat disimpulkan sebagai berikut (1).Tua Rade kembali ke
dari Jawa sesudah tahun 1511 (mulai dikenal mesiu di
Indonesia kedatangan Portugis). ( 2).Masuknya Islam di
Buton sesudah tahun 1511. Ada pendapat yang mengatakan

140 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bahwa pemerintahan Tua Rade selama 4 tahun yang


selanjutnya ke Ternate.( 3).RajamulaE naik takhta pada
tahun 1514 (1515) jadi Tua Rade naik takhta pada tahun
1511(1512). (4).Islam masuk di Buton pada tahun
1511/1512 yaitu diangkat Tua Rade jadi Raja Buton.

D. Islam sebagai Faham Baru


Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penganjur-
penganjur Islam dapat memasukkan ajaran Islam sehingga
dapat diterima oleh rakyat di Buton. Mendahulukan Raja
masuk Islam maka secara otomatis rakyatnya mengikutinya.
Cara yang ditempuh ini memang termasuk salah satu jalan
usaha dari para mubalig Islam untuk menarik simpati rakyat
sebanyak-banyaknya sebagai penganutnya sebagaimana
yang dikerjakan oleh Imam Al Ghazali kepada rakyat Persia.
METRO GRAPHIA
Cara lain yang menjadi perhatian para Mubalig Islam yang
datang di Buton seperti Abdul wahid lebih dahulu tentunya
mempelajari situasi negeri yang dimasukinya dan dengan
melihat kondisi Kerajaan di mana rakyatnya dalam keadaan
tidak bersatu atau sebab yang lain yang dapat dijadikan
bahan dalam penyiaran kemudian memasukkan faham baru
bagi rakyat setempat. Dengan dasar itu akan mudah
diterima oleh rakyat apalagi rajanya sudah mendahului
masuk pada faham baru tersebut yaitu Islam.

Syech Wahid Pelopor Islam Pertama Di Buton


Pelopor Islam yang lebih awal dalam Kerajaan Buton
selain dari Abdul Wahid sebagai orang yang pertama
mengislamkan Buton, kemudian Raja Murhum Sultan I,

Sejarah dan Etnografi Buton 141


La Ode Dirman

maka dapat diduga bahwa kalangan istanalah yang


merupakan pelopor-pelopor Islam. Ini dapat dibuktikan pula
dengan ketentuan-ketentuan yang di dalam kerajaan yang
diawali dengan kalangan istana dan itu akan berwujud
dengan ketentuan kerajaan yang didasarkan pada ajaran
agama Islam (baca uraian berikutnya).
Sebagai pelopor wanita tentunya isteri Abdul Wahid
yang bernama Wa Ode Solo bersama permaisuri Murhum.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya dikenallah
mereka Jamaluddin anak dari Abdul Wahid. Nama
Jamaluddin dikenal dengan nama pengganti "Lebe Pangulu"
dan kemudian anak Lebe Pangulu bernama Abdul Rasyid
yaitu "Lebe Idaoa".
Pada zaman pertengahan akan banyak kita temui
pelopor-pelopor Islam lainnya. Untuk sekedar
METRO GRAPHIA
mengenangkan jasa-jasa Abdul Wahid yang mengislamkan
Buton, penulis dapat membawakan asal-usul Abdul Wahid
yang dikutip dari berbagai sumber. Oleh karena sumber
bahan itu terdapat perbedaan-perbedaan keterangan,
khususnya mengenai silsilahnya Abdul wahid dan
keturunannya, Untuk menelusuri kebenarannya kita
turunkan pula asal usul dari Muhammad Saniani Abdul
Karim. Mengapa kita mengambil bahan perbandingan dari
asal usul pujangga besar pada zamannya di Palembang ?,
Oleh karena silsilah Abdul Wahid diungkapkan masuk dalam
silsilah Ali r.a., dan Muhammad Samani juga berasal dari Ali
r.a. sudah 24 generasi, yang adalah sebagai berikut ini:
Syehina Ali beranakan Husaini, seterusnya ke bawah Zainal
Abidin (Imam), Muhammad Bakar (Imam), Abi Jazid

142 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Bastany, Muhammad Magrib, Abi Yazidil Asiyky, Abi


Mudafar, Abil Hasani, Khad Kaly, Muhammad Asyik,
Muhammad Arif, Abdullah Satary, Kadi Satary, Hadiyatullah,
Haji Hadiu, Muhammad Gaus, Wajihaladdin, Said Da'tallahu,
Ahmad Sanawi, Ahmad Kasyasi, Maula Ibrahim Madiynatil
Munawwarat, Muhammad Tahir, Muhammad Samani. Dapat
ditambahkan pula bahwa Muhammad Samani tersebut
sebagaimana diuraikan di atas sebagai pujangga besar dalam
zamannya, buku-bukunya banyak dijadikan literatur bagi
penulis-penulis Buton seperti misalnya Muhammad Idrus
yang banyak diketemukan dalam peninggalan leluhur Wolio.
Kemudian berikut ini kita bawakan kembali apa yang
terdapat dalam penulisan La Ode Abu Bakar sebagai berikut:
Bersumber dari berita-berita yang diriwayatkan oleh orang-
orang tua di Buton bahwa pembawa Agama Islam di Buton
METRO GRAPHIA
adalah Syekh Abdul Wahid. Ayahandanya adalah Syekh
Sulaiman dan ibunya adalah puteri Sultan Johor.
Sumber berita dari Wa Ode Apa dan Yarona Liya La
Ode Bosa yang diperoleh dari Yarona Lasalimu La Ode Abdul
Majid (almarhum) dengan jelas menyingkapkan silsilah
Syekh Abdul wahid ini adalah: Abdul Wahid bin Sulaiman
bin Muhammad Aidrus bin Umar Mudlar bin Arifbillah
Ma'rufil Quzkhi bin Abu Bakar ibn Salim bin Syekh Salim bin
Ali Ridla bin Musa al Qaadin bin Muhammad Bakir bin Zainal
Abidin bin Saidina Diriwayatkan bahwa Syekh Abdul Wahid
adalah anak dari Sultan Sulaiman (Sultan Johor)
diperanakan oleh Syekh Sulaeman, Syekh Suleman anak dari
Sultan Aydurus (Yaman), Sultan Aydurus disambung
namanya Adeni (Aden) untuk menjadikan kenangan sejarah

Sejarah dan Etnografi Buton 143


La Ode Dirman

atau anak cucunya, bahwa dia dilahirkan di Aden (Yaman),


Aydurus Adani adalah anak Sultan Muhdar (Sultan Yaman),
Sultan Muhdar anak Raja Iran. Diskusi La Ode Zaenu dengan
La Ode Abu Bakar tentang sultan tersebut diatas, terdapat
sedikit perbedaaan penamaan tetapi satu adanya, Laode
Zaenu menyebutnya Sultan Muhdar sedangkan La Ode Abu
Bakar Umar Muhdlar, La Ode Aegu yang mengatakan
sebagai berikut: Syekh Abdul Wahid anak Sultan Sulaiman
Johor, seterusnya ke bawah anak Sultan Idrus Aden, and
Umar Muhdar, anak Ma'rufulkarahi, anak Abu Bakar, anak
Syekh Salim, anak Ad Padha, anak Musa Al Gadhim anak
Sultan Ja'far Sidik anak Muhammad Bakir, anak Zainal
Abidin, anak Saidina Al Husain anak Saidina Ali bin Abi
Thalib dengan Fatimah binti Rasulullah.

METRO GRAPHIA

144 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

V
PEMERINTAHAN KESULTANAN
BUTON ABAD XVI-XX

A. Gambaran Umum Aspek Sosio Politik


Buton terletak diantara 121,40° dan 124,50° dan
diantara 121,40° dan 124,50° BT. Wilayah Kesultanan Buton
meliputi gugusan kepulauan di jazirah tenggara pulau
Sulawesi, yaitu pulau Buton (disini terletak kota Bau-Bau
bekas istana kerajaan ), Pulau Muna (atau Woena atau
Pancano), Pulau Kabaena, Pulau-pulau kecil antara pulau
METRO GRAPHIA
Buton dan Muna (yiatu pulau Tiworo, Tikolo, Tobea Besar
dan Tobea Kecil, pulau Makassar (Liwto), Kadatua
(Kadatowang) Masiri, Batauga, Siompu, Talaga Besar dan
Talaga Kecil), Kepualuan Tukang Besi (terdiri atas Pulau
Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, Wanci dan Binongko),
Poleang dan Rumbia di jazirah Sulawesi Tenggara, Pulau
Wawonii, dan sejumlah pulau kecil lainnya yang terletak
disela-sela pulau tersebut yang tidak kelihatan di peta
(Zuhdi dkk, 1996:5; Yunus, 1995a:22). Corak pemerintahan
Buton berubah menjadi Kesultanan pada tahun 1538 setelah
rajanya Lakilaponto (Raja ke -6) memeluk Islam dan disebut
Sultan pertama dengan gelar Sultan Muhammad Kaimuddin
1 atau Sultan Murhum (Zuhdi dkk. 1996:11;Schoorl 2003
:15).

Sejarah dan Etnografi Buton 145


La Ode Dirman

Di masa Kesultanan, kalimat-kalimat sumpah yang


membatasi kekuasaan, tidak lagi diucapkan oleh Bontona
Baaluwu pada saat pelantikan melainkan empat hari
sesudahnya di tengah malam, keempat Patalimbona datang
mengunjungi Sultan di istana. Kedatangan mereka sangat
dirahasiakan sehingga di pihak istana hanya Sultan bersama
dua orang Menteri dalam (Bonto yi nunca) yaitu Bontona
Dete dan Bontona Katapi yang boleh menyaksikan peristiwa
itu, berikut ikutilah dialok yang terjadi ditengah malam
sebagai berikut .
Bontona Baaluwu kepada Bonto Dete dan katapi :
"jou Bontona Dete, Bontona Katapi"
Bontona Dete dan Katapi :
"Taemani tatangku yi opuamiu." Artinya Hai menteri
Dete dan mnteri katapi, saya minta pandangan sesui
pesan nenek moyang keturunanmu
METRO GRAPHIA
Bontona Dete kepada sultan :
"Somba kita waompu, oemani beatangku opuamiu.
Artinya Duli tuanku, mintalah usungan dari nenek
keturunanmu
Bontona baluwu kekuping Sultan :
"Amapupumo padamo kutula-tulaakako kapoolimu yi
tana siy. pata-pata walea, pata-pata singkua, tee batu-
batuna,tee kau-kauna,yinunca, yisambali,
podokapoolimu. maka oemanina Baa
luwuoperopa,boliuose yincamu. Barangkala uose
yincamu, kupasabuko.yinda soingkoo Laode yipaa siyate
loeakea poteo miyatana tana .siy. Artinya: tuntaslah
sudah saya ceritakan mengenai kewenanganmu
keempat sudut mata angin beserta hamba-hambamu,
di dalam maupun diluar, semuanya adalah
kewenanganmu. Sebaliknya jika tuanku hanya mau
turuti kehendakmu, kami akan memecatmu, karena

146 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bukan hanya tuanku mampu menduduki singgasana.


Bontona Baluwu kepada Bontona Dete dan Katapi:
"Jou Bontona Dete, Bontona katapi alapasimo siy
tuturakana Baaluwu operopa Baaluwu o peropa
antanduakamo yingkita mokanaakea mosalaakea
baaluwu o peropa Pamio-mio matana, pandenge-
ndenge talingana."
Artinya Hai menteri Dete, dan Menteri wilayah Katapi,
selesailah sudah berdasarkan pesan adat atas wilayah
Baaluwu dan peropa, memandatkan saudara yang
cocok ataupun tidaknya adalah kepercayaan yang
diberikan dengan kemampuan dan ketajaman melihat
dan mendengar segala peristiwa wilayah yang ada

B. Pemerintahan Kesultanan, Program dan Prestasi


Kerja.
Jumlah Sultan Buton oleh para tokoh adat Buton,
METRO GRAPHIA
memiliki catatan relatif sama yang berdasarkan naskah
kuno Buton (arab gundul) bahwa Buton telah diperintah
38 Sultan, berturut turut:
1. Lakilaponto /Sultan Murhum/ gelar "Khalifah al-
Khamisu" (1538 - 1584)
2. Sultan Latumparasi / Sangia Yi Boleka (1584-1591)
3. La Sangaji/ Sultan Sangia Makengkuna (1591 -1597)
4. La Elangi/Sultan Dayanu Ihsanudin (1597-1631)
5. Sultan Sangia Watole/Abdul wahab/LaBalawo (1631 -
1632)
6. La Buke gelar Sri Sultan Ghafurul Wadudu (1632-
1645)
7. Sultan Mogaana pauna La Saparigau (1645-1647)
8. Sultan Gogoli Liwuto/Mardan Ali/La Cila (1647-1654)

Sejarah dan Etnografi Buton 147


La Ode Dirman

9. Sultan Mosuruna Arataana /La Awu (1654-1664)


10. La Simbata / Mosabuna Yi Lea Lea (1664-1669)
11. La Tangkaraja/ Mosabuna yi Lakambau (1669 –
1680)
12. La Tumpamana / Sangia Yi Kaesabu,1680-1688)
13. Sultan Sangia Kopea /La Umati (1688-1695)
14. La Dini, gelar Oputa kabumbu Malanga (1695-1702)
15. La Rabaenga/Sultan I bawana Bone ( 1704-1704)
16. La Ida/ Oputa mosabuna Yikaesabu (1702 – 1709)
17. La Ibi / Mosabuna Yilawalangke (1709 – 1711).
18. La Tumparasi / Mosabuna Yi Jupanda (1711 – 1712)
19. Darul Alam/Oputa Sangia/Langkaryry (1712-1750)
20. Oputa Yikoo (1750-1752 )
21. Hamim, Oputa Sangia Wolowa (1752-1757)
22. Sultan Masabuna Yi tobe-Tobe (1757-1760)
METRO GRAPHIA
23. Oputa Yikoo atau Himayatudin (1760-1763)
24. La Jampi/Galampa Batu, Imam Besar (1763 – 1788)
25. Mosabuna Yi Wandailolo/lakina Sorawolio (1788-
1791)
26. La Kopuru Sultan Sangia Lawalangke (1791 – 1799)
27. Oputa Yi Baadia /La Ode Badaru (1799 – 1822)
28. La Dani,Sultan Oputa Yi Baaluwu (1823-1824)
29. Oputa Kobaadiana/ Idrus Kaimuddin (1824-1851)
30. Muhamad Isa Kaimudin/ Oputa Yitanga (1851-1871)
31. Oputa YiMunara/Kaimudin Muh. Salihi (1871 -1881)
32. Oputa Sangia Baryia/Kaimudin Muh. Umara (1881 -
1898)
33. Oputa antara Maedani/Muh. Asikin (1903-1912)
34. Oputa talumbulana Muh.Dayan Qaimuddin (1914)

148 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

35. Oputa Ruataona/Kaimudin Muhamad Ali (1921 -


1922)
36. Muh. Syafi Al-Anaami Qaimuddin/ Motembana
Karona (1922-1924)
37. Sultan Oputa Yi Malige/La Ode Muh.Hamidi (1928-
1937)
38. Sultan Oputa Yi Baadia/La Ode Muh. Falihi (1938-
1960)
Penulis memilih beberapa Sultan yang memiliki
prestasi menonjol memajukan pemerintahan dan rakyatnya
sebagai berikut.

Lakilaponto /Sultan Murhum gelar "Khalifah al-


Khamisu" (1538 – 1584)

Telah diutarakan pada bagian terdahulu bahwa


METRO GRAPHIA
Lakilaponto yang lebih dikenal dengan nama Murhum
adalah raja VI/raja terakhir dan Sultan I Kesultanan Buton.
Kata Murhum, ada beberapa versi; versi yang mengatakan
Murhum diabadikan ketika ia telah wafat; yang berarti
almarhum. Versi La Ode Zaenu (1984:29) menyatakan
bahwa penamaan Murhum ditafsirkan karena beliau
menguburkan kepercayaan lama, agama Hindu dan
menerima dan mengamalkan kepercayaan agama islam.
Penulis lebih interpretatif pada versi kata Murhum
bermakna Marhum artinya bijaksana. Hal ini dikuatkan
dengan pemberian gelar di kerajaan Melayu seperti Marhum
Sultan Hasanal Bolkiah. Dengan demikian, Lakilaponto atau
Murhum pada masa pemerintahannya pada tahun 948 H atau

Sejarah dan Etnografi Buton 149


La Ode Dirman

1511 M, nenandai masuknya Islam di Buton. Ajaran ini


dibawa oleh Abdul Wahid yang berkebangsaan Arab yang
datang dari Gujarat sebagai pedagang melalui Johor Tanah
Semenanjung.
Berubahnya nama dari kerajaan Buton menjadi
kesultanan ditandai dengan masuknya Murhum sebagai
penganut Islam. Jabatannya sebagai raja diganti dan
disesuaikan dengan jabatan dalam Islam yaitu "Sultan". Di
bawah pemerintahan Sultan Murhum seluruh kerajaan
secara resmi masuk Islam, dan sejak itu gelar raja diganti
dengan Sultan. Gelar kesultanan Murhum adalah Sultan
Kaimuddin. Murhum dikenal juga dengan nama Lakilaponto
dan gelar "Halu Oleo" yang berarti "8 hari" dalam Bahasa
Muna dan Tolaki. Nama ini diberikan karena Murhum
mampu menyelesaikan perang saudara antara Konawe dan
METRO GRAPHIA
Mekongga dalam waktu 8 hari. Dibawah pemerintahan
Raja/Sultan Murhum sekaligus dinobatkan sebagai Sultan
(Sultan I), dan diberi gelar "Khalifah al-Khamisu" Ia
memerintahi sejumlah kelompok masyarakat atau clan yang
memiliki bahasa, seni,adat istiadat sendiri. Pada masa
pemerintahan Lakilaponto inilah agama Islam berkembang
di Buton bahkan kemudian menjadi agama resmi Kerajaan
yang membawa konsekwensi terhadap perubahan sistem
dan struktur pemerintahan dari sistem dan struktur
Kerajaan menjadi sistem dan struktur Kesultanan. Adapun
program dan prestasi kerjanya antara lain meelahirkan
Falsafah perjuangan berdasarkan nilai-nilai Islami sebagai
berikut.
Dasar dan tujuan penyelenggaraan sistem

150 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

pemerintahan Kesultanan yang dikumandangkan oleh


Murhum ( Sultan Buton I) yang berbunyi:
1. yinda-yindamo arataa somanamo karo
2. Yinda-yindarr o karo somanamo lipu
3. Yinda-yindamo lipu somanamo sara
4. Yinda-yindamo sara somanamo agama
Artinya:
1. Korbankan harta demi untuk keselamatan diri
2. Korbankan diri untuk keselamatan negara
3. Korbankan negara demi untuk keselamatan
pemerintah
4. Korbankan pemerintah untuk keselamatan agama.
Hasil musyawarah kesultanan mengangkat 2 orang
angkatan perang yaitu Kapitalau (kapten Laut) Sukanaeo
yaitu Katimanuru dan Kapitalau Mataeyo yaitu Labaura.
METRO GRAPHIA
Disini ditetapkan pembentukan Barata : Lakina Muna,
Lakina Tiworo, Lakina Kolensusu, Lakina Kaedupa. Makna
Barata Kerajaan kekuasaan Otonom. Berbeda pemaknaan
kata Muna " Baghata "=Pesuruh sebagaimana dikutip Prof.
Rustam Tamburaka, dalam Sejarah Buton (2003).
Memberikan sebuah pemaknaan tidak selesasi, ia harus
dipahami dalam konteks pendukung bahasa dan Kerajaan
yang bersangkutan. Karena itu pemaknaan Barata tidak
layak secara teoritis diinterpretasi bahasa yang digunakan
orang Muna diterjemahkan kedalam bahasa Buton atau
sebaliknya
Sebagai peletak dasar perjuangan islam di Buton,
Murhum adalah seorang raja yang memimpin di tiga

Sejarah dan Etnografi Buton 151


La Ode Dirman

kerajaan dengan nama atau gelar yang berbeda, di Muna


disebut Lakilaponto; di kerajaan Konawe dan Mekongga
menyebutnya Latoolaki atau Haluoleo. Kebenaran adanya
Sultan Qaimuddin khalifatul Hamiz atau Murhum telah
dibuktikan dengan stempel sultan dalam bahasa Arab oleh
seorang Jerman DR. Albert pada tahun 1902 (Tarimana,
1990). Terhadap kebenaran apakah Haluoleo adalah
Murhum atau Lakilaponto perlu dibuktikan secara ilmiah.
Kemampuan Murhum atau Lakilaponto memerintah
sekaligus mempersatukan kerajaan yang pernah ada di
Sulawesi Tenggara.
Hal ini sebagai indikator kemampuannya memberi
teladan dan mendorong rakyat ke arah kesejateraan sosial
dan ekonominya. Beberapa peristiwa penting sebagai
implementasi dari kumandang falsafah perjuangan islam
METRO GRAPHIA
antara lain: Sultan dan Kapitalau menghancurkan armada
Belanda dikenal dengan peristiwa "Tanggalamuna Kapala
Yikolencusu. Sementara itu 3 buah kapal Belanda menyerang
Buton, Ketika Sultan masih berada di kampung Kolencusu,
Sangia Boleka dan La Ode Walanda mengadakan perlawanan
dan korban pihak Belanda bertaburan yang dikenal dengan
peristiwa "Gunu Capio" (topi setinggi gunung) yang
menunjukan makna banyaknya tentara Belanda tewas yang
kemudian diabadikan dalam istilah “Kapasa yi Wawonii”
artinya tengelamnya Kapal di wilayah Wawonii
mengisahkan hancurnya kapal Belanda ketika Buton
membantu Ternate melawan Belanda. Hal tersebut sebagai
wujud kemampuan sang pemimpin yang dicontohkan dalam
sebuah pantun (kabanti) bunga melati Buton sebagai

152 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

berikut.
mincuanamo isarongiakana amalute
ane sabutuna yinda apooli mingku
tabeanamo yisarongi amalute
moo saangu indamo tee amalana
Artinya: belum dikatakan sebagai orang lemah kalau
hanya tidak dapat mengerjakan sesuatu. Terkecuali
yang dikatakan sebagai orang lemah kalau sedikitpun
tak ada amal kebaikannya.
Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya:
orang yang berakal adalah orang yang mengoreksi dirinya
dan beramal untuk bekal sesudah mati, sedangkan orang
yang lemah ialah orang yang memperturutkan hawa
nafsunya dia berharap kepada Allah untuk memperoleh
kebaikan di akhirat ( HR. Tirmidzi)
Terhadap pengendalian diri dari orang lain sebagai
berikut: METRO GRAPHIA
Mincuanamo isarongia amisikini
Ane sabutuna yindate arataana
Tabeana isarongi misikini
Apeelu arasi kohakuna
artinya:
Belum dikatakan sebagai orang miskin
kalau hanya tidak mempunyai harta
Terkecuali dikatakan sebagai orang miskin
yang suka mengambil hak orang lain.

Rasulullah bersabda artinya orang miskin itu bukan


hanya orang yang tidak mempunyai sebiji atau dua biji
kurma, sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin
hakekatnya orang yang menjaga kehormatan dirinya (HR

Sejarah dan Etnografi Buton 153


La Ode Dirman

Bukhari dan Muslim).

Sultan Latumparasi / Sangia Yi Boleka (1584-1591)


La Tumparasi sultan Buton ke-2 bergelar Sultan
Kaimuddin. Beliau adalah putra pertama dari Murhum
(Sultan Buton pertama). Pada akhir masa jabatannya
sebagai sultan, beliau diberi gelar "Mosabuna I Boleka"
artinya setelah meletakkan jabatannya sebagai Sultan,
kemudian berdiam di kampung Boleka" atau gelar lain
disebut sangia yi Boleka (Sangia=sanghyang=keramat).
Peristiwa-peristiwa penting pemerintahan Sangia yi Boleka,
pertama kehadiran Sultan Adonara (NTT) di Buton yang
meminta perlindungan di Buton atas penjajahan kerajaan
Goa. Segera di ketahui oleh Raja Goa Sultan Alaudin,
kemudian menyusun kekuatan menggempur Buton. Pasukan
METRO GRAPHIA
Alaudin mendarat di Batauga, lewat Waborobo terus Ke
Baadia.
Sultan Buton Latumparasi menerima Kehadiran Sultan
Alaudin dengan strategi persahabatan. Jumlah pasukannya
sekitar 20.000 orang. Diriwayatkan dengan sebuah filosofi "
Taluala Banua Rua aala Goa, Saala Wolio artinya 3 petak
rumah, Goa mendapat 2 petak dan Wolio mendapat 1 petak.
Pelayanan dan sopan santun Sultan Buton terhadap Sultan
Alaudin dan pasukannya, sehingga pasukan Alaudin
mengurungkan niatnya menyerang Buton. Apalagi Sultan
Buton dan Sultan Alaudin telah sama menganut agama
Islam. Selama tujuh tahun memerintah, telah terjadi dua kali
perang melawan Belanda. Pasukan Buton Meneggelamkan
kapal Belanda Di Kolencusu, pasukannya ditahan serta isi

154 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dan perbekalannya di rampas, Hal itu ditandai dengan istilah


Gunu Capio artinya gunu= gunung ; capio = topi dikandung
makna bertebarannya mayat yang bertopi (Belanda) setinggi
gunung.

La Elangi/Sultan Dayanu Ihsanudin,Sultan ke IV (1597-


1631)
Murhum sebagai sebagai peletak dasar dari falsafah
perjuangan Islam oleh Murhum, diteruskan oleh Sultan
Dayanu Iksanudin yang ditetapkan dalam suatu UUD
kesultanan yaitu " Murtabat Tujuh" di abad XVI, semakin
tampak dan jelasnya bahwa tujuan hidup orang Buton
adalah mempertahankan demi tegaknya agama malalui
sarana hukumu, tegaknya negeri serta eksistensi diri
manusia melalui peranan harta dan benda. Artinya
METRO GRAPHIA
harkatnya sekedar untuk harkat diri, diri untuk negeri hanya
untuk hukum dan falsafah hidup, demikian hukum hanya
untuk agama disini dimaksud ilmu agama hakekat agama,
ajaran agama ajaran tasauf, sufi sebagai pancaran hidup dan
kepribadian yang telah berurat dan berakar nilainya atau
pula kita sebut etos atau watak khas orang Buton kita sebut
"hatinya" (bake,baatinina); hati yang dimaksud adalah ilmu,
isi hakekat, tasauf, sufi oleh karena agama menyangkut
keyakinan maka lokasi utama agama adalah hati, demikian
agama merupakan kunci utama keberhasilan falsafah
perjuangan kesultanan Buton.
Kesultanan Buton mencapai puncaknya pada masa
Sultan Dayanu Ikhsanudin terutama perubahan struktur dan
tata aturan pemerintahan sebagai berikut.

Sejarah dan Etnografi Buton 155


La Ode Dirman

a. Tidak ada pewarisan tahta baik dari golongan Kaomu


maupun Walaka. Sebagaimana sultan sebelumnya,
Murhum digantikan putranya sendiri Sangia Boleka
Sultan Ke II dan Lasangaji Sultan Ke 3.
b. Hukuman Mati diganti dengan Hukuman Denda
c. Penghapusan Perbudakan
d. Membuat Benteng Pertahanan. Pada masa ini
dibuktikan dengan pembuatan benteng keraton (1611)
sebagai pusat pemerintahan dengan 72 wilayah
kekuasaannya.
e. Menciptakan alat tukar yang disebut "Kampua" Alat
tukar tersebut tercatat dalam Bibliografi Prof. Yunus
Melalatoa (1996) Guru Besar Antropologi Universitas
Indonesia dan Museum Jakarta

METRO GRAPHIA
f. Membentuk Sarana (pemerintahan) Wolio.

Undang-Undang Kesultanan Murtabah tujuh.


Undang undang kesultanan Buton disebut "Undang-
Undang Murtabah tujuh" dibuat dan diundangkan pada
tahun 1610. Dalam penyusunannya La Elangi banyak
mendapat petunjuk dari Syarif Muhamed salah seorang
penyiar Islam berkebangsaan Arab yang datang sesudah
Abdul Wahid. Di dalamnya menyangkut falsafah perjuangan
Islam yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu “Sara
Pataanguna"(empat kunci nilai kekuatan adat istiadat).
Undang-Undang Martabat Tujuh Sara' Wolio merupakan
sumber dari segala sumber hukum dari pelaksanaan
pemerintahan kesultanan yang tugas, fungsi pelaksanaannya

156 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dapat dibagi dalam 3 bagian:


(1). Mokenina Parinta, yaitu yang melaksanakan tugas
pemerintahan pusat (Badan Eksekutif),
(2). Mokenina Kafaka te Kambotu=permufakatan dan
keputusan, dijabat oleh Bonto Siolimbona (menteri
di sembilan wilayah) sebagai badan legislatif (DPR,
MPR)
(3). Mokenina Hukumu (Yudikatif) yang terdiri dua
bagian tetapi menyatu yakni Sara 'Wolio dan Sara
hukumu. Sara hukumu sebagai pelaksana hukum
agama bertugas sebagai menyidik, memeriksa dan
menentukan kedudukan baik secara perdata
maupun pidana umum. Adapun pejabat hakim
kepegawaian berada ditangan 2 orang Bonto Ogena
(Menteri Besar Menteri Koodinator), sementara
METRO GRAPHIA
pemegang hak banding , Abolisi dan Amnesti berada
di tangan Sultan dan pelaksananya adalah Sapati
(wakil Sultan= Perdana Menteri). (Muchir, 2003:71).
Murtabah tujuh berkaitan dengan tujuh fase
penciptaan alam menurut pandangan kaum sufi. Akan tetapi
pengaruh sufi yang dalam itu rupanya tidak mampu
meredam ciri khas kewolioan. Hal ini terayata ketika di
dalam kitab murtabat tujuh kita temukan juga "Sara
pataanguna, "padahal ia adalah produk budaya di masa pra
islam.Undang Undang murtabat tujuh mudah di pahami dan
dilaksanakan dalam bentuk tingkah laku. tafsirannya adalah
sebagai berikut.
- Norma poangka-angka taka harus merupakan sikap

Sejarah dan Etnografi Buton 157


La Ode Dirman

semua insan Wolio terutama para penguasa. Mereka


dituntut untuk menghargai dan memberi ganjaran
kepada rakyatnya berkarya dan berprestasi dalam
bidang-bidang: pembelaan negeri, pengalaman ilmu
yang dimiliki, sikap kedermawan dan keterampilan
dalam arsitektur dan teknologi terapan.
- Norma Pomaa-maasiaka adalah norrna yang hams
menumbuhkan kecintaan terhadap sesama manusia,
terutama cinta penguasa terhadap rakyatnya.
- Norma Popia-popira adalah sikap yang membiasakan
diri untuk menjaga dan memelihara semua sarana
kepentingan umum.
- Norma Pomae-mae-aka rneliputi kesadaran setiap
manusia untuk menempatkan dirinya sesuai fungsi dan
jabatannya, menghormati orang yang lebih tua usianya
METRO GRAPHIA
atau lebih tinggi jabatannya serta menyayangi orang
yang lebih muda usia atau lebih rendah jabatannya.
Akan tetapi keempat norma tersebut diatas akan binasa
oleh empat perkara yaitu "sabara gau", "lempagi", "pulu
mosala dan mingku mosala" dan terakhir "pebula"
tafsirannya sebagai berikut: (1) Sabara gau adalah upaya
licik untuk mengubah milik bersama menjadi milik pribadi.
Lempagi adalah perbuatan menarik kembali amanat secara
diam-diam dari tangan siteramanat. (2) Pulu mosala adala
tindakan melontarkan kata-kata keji kepada seseorang atau
kata-kata yang menyombongkan diri sendiri. mingku mosala
adalah penganiayaan terhadap oarang lain. (3) Pebula
berarti perzinaan, penipuan dan upaya pengambilan harta

158 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

benda milik negara untuk kepentingan pribadi. Selanjutnya


dari bab ke dua sampai bab ke delapan, kita tidak lagi
menjumpai isi murtabat tujuh yang merupakan konsensus
kecuali merupakan akhlak dan tuntunan kepada penguasa
dan rakyat, serta hak dan kewajiban para aparat Kesultanan.
Karena itu berkesimpulan bahwa era penyusunan
murtabat tujuh merupakan era di mana proses persekutuan
hidup sudah demikian mapannya sehingga fungsi
masyarakat dalam bernegeri tinggallah sebagai parsitipator
belaka. Hal ini ada mungkin salah satu sisi kelemahan
murtabat tujuh. Namun demikian salah satu kekuatan
murtabat tujuh ialah kemampuannya menciptakan akhlak
yang tinggi di kalangan masyarakat Buton selama lebih dari
tiga ratus tahun (Hamisu, makalah 1991). Penyusunan
Undang-undang Martabat Tujuh sangat Islami. Ini
METRO GRAPHIA
dibuktikan dengan kata pembuka Undang-undang itu yang
berbunyi (?) Man Arafa Nasfahu laqad Arafa Rababhu
artinya barang siapa paham atau mengenal dirinya yang
sejati, bahwasanya mengenai pula akan tujuan yang kekal.
Dengan kekuatan perekat Falsafah. IKRAR : POROMU YINDA
SAANGU, POGAA YINDA KOOLOTA artinya bersatu tidak
berpadu, bercerai tidak berantara.
Murtabah tujuh telah beberapa mengalami revisi
Mulai Sultan Murhum, dilanjutkan Sultan Laelangi dan
terakhir era Sultan Muhamad Idrus Kaimudin yang
umumnya ditulis pada awal abad ke 18, antara lain undang-
undang Barata; beberapa naskah dalam bentuk surat,
peraturan undang-undang keagamaan, kontrak perjanjian
sebagai berikut.

Sejarah dan Etnografi Buton 159


La Ode Dirman

Gambar 5. Undang-Undang Kesultanan Buton "Murtabah


tujuh" abad ke 17 Yang disebut sebagai Undang
-Undang tertua di dunia

Praktik Kepemimpinan Kesultanan Buton


METRO GRAPHIA
Praktik kepemimpinan Kesultanan Buton
mendasarkan diri pada penghayatan dan pendalaman
akidah keyakinan beragama menurut hukum Sara yang
bersumber dari kepemimpinan Rasulullah SAW. Nabi SAW
bersabda yang artinya "pemimpin umat itu adalah bangsa
Quraisy". Quraisy sebagai bangsawan Arab yang
diimplementasikan kepada tiga kelompok kekerabatan
bangsawan Kesultanan Buton disebut "Kamboru-mboru
Talupalena",artinya tiga kelompok kekerabatan yang terdiri
atas bangsawan Tapi-Tapi, Tanailandu, dan Kumbewaha.
Dasar naskah hukum adat yang artinya barang siapa
yang mengenal Sultan (pemimpinannya), maka
sesungguhnya dia telah mengenal wazir (menterinya) dari
sembilan kaum (Siolimbona). Adopsi dari kebangsawanan

160 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Quraiys, ada tiga Kabilah, yaitu (a) Bani Hasyim diteladani


Tanailandu (lingkaran keraton), (b) Bani Abbasiyaih
diteladani Tapi-Tapi (di kaki benteng keraton, kini
Kelurahan Wajo Kota Bau-Bau), dan (c) Bani Umaiyah
diteladani Kumbewaha (Kelurahan Baadia di atas benteng
keraton).
Praktik kepemimpinan Islam, sebagai adopsi dari
empat senjata moral peninggalan Raja Mulae, Raja Buton ke
-5, yang diberikan Panglima Majapahit ketika berkunjung ke
Buton pada abad ke-14. Senjata tersebut digunakan ketika
mengadakan kontak dengan pihak luar atau musuh
sekalipun, dengan aneka perilaku yang ditampilkan, baik
secara individu maupun kolektif sebagai berikut.
- Ane aumba omia abawa kasegana, tanduakea
kaekamu; maka boli upalai (jika orang asing datang
METRO GRAPHIA
dengan sikap berani, kita hadapi dengan sikap takut,
tetapi pantang mundur)
- Ane aumba omia abawa kaogesana bangsaana, tandua
kea kabatuaamu; maka boli usomba (jika orang asing
datang dengan sikap kebesaran dan
kebangsawanannya, maka kita hadapi dengan sikap
hamba sahaja, tetapi jangan kita sembah)
- Ane aumba omia abawa karangkaeana, tanduakea
kamisikinimu; maka boli uemani (jika orang asing
datang dengan sikap dan menonjolkan kekayaannya,
kita hadapi dengan sikap miskin, tetapi jangan kita
minta)
- Ane aumba omia abawa kakidana, tanduakea kabeo-
beomu; maka boli opoguru (jika orang asing datang
dengan sikap dan menonjolkan kepintarannya, maka
kita hadapi dengan sikap bodoh, tetapi jangan kita

Sejarah dan Etnografi Buton 161


La Ode Dirman

berguru (Zaenu, 1985:26).


Undang-Undang Dasar Murtabat Tujuh memuat
sistem pertahanan dan keamanan, yaitu menganut sistem
pertahanan lahir dan pertahanan batin atau pertahanan fisik
dan pertahanan kebatinan. Sistem pertahanan secara fisik
atau lahiriah terdiri atas empat lapis, yaitu sebagai berikut.
1). Kubu pertahanan garis terdepan, terdiri atas empat
Kerajaan Barata, yaitu Muna di utara, Tiworo di barat,
Kolencusu di timur, dan Kaledupa di selatan.
2). Kubu pertahanan lapis kedua, terdiri atas empat
wilayah yang disebut Matana Soromba (empat ujung
tombak), yaitu Wabula di timur, Lapandewa di
selatan, Watumo tobe di utara, dan Mawasangka di
barat.
3). Kubu pertahanan lapis ketiga, berada di belakang
METRO GRAPHIA
lapis kedua disebut "Kambari"
4). Kubu pertahanan lapis keempat terdapat di ibu kota
kesultanan dalam Benteng Kerator Buton sebagai
pasukan inti.
Pertahanan dari segi batiniah menjadi tanggung
jawab "Bhisa Patamiana" (empat orang sakti) dari aparat
Mesjid Agung Keraton dengan jabatan dan wilayah tugas,
yaitu (1) Mojina Silea, mengamankan wilayah timur (dari
Wawonii-Moromahu), (2) Mojina Kalau mengamankan
wilayah selatan (dari Moromahu-Batuatas), (3) Mojina
Peropa mengamankan wilayah utara (dari Sagori-Wawonii),
dan (4) Mojina Waberongalu mengamankan wilayah barat
(dari Batuatas-Sagori) secara menyeluruh sistem

162 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

pemerintahan dan keamanan.


Kesultanan Buton menganut sistem pertahanan
rakyat semesta, yaitu seluruh rakyat dalam kehidupan
kesehariannya tertanam dalam hatinya, selalu dalam
keadaan siap siaga untuk memenuhi panggilan perang dari
pemerintah kesultanan untuk terjun berjihad di medan
pertempuran mempertahankan keutuhan dan kedaulatan
negaranya. Untuk mengobarkan semangat jihad, dalam
Undang undang Murtabat Tujuh ditegaskan seperti di bawah
ini.
Amadaki-amadakimo Arataa, Solana bholi o Karo
Amadaki-amadakimo Karo, Solana bholi o Lipu
Amadaki-amadakimo Lipu, Solana bholi o Sara
Amadaki-amadakimo Sara, Solana bholi o Agama
Artinya :
• Biarlah rusak harta benda, asal jangan rusak diri
METRO GRAPHIA
• Biarlah rusak diri, asal jangan rusak negeri
• Biarlah rusak negeri, asal jangan rusak
pemerintah
• Biarlah rusak pemerintah, asal jangan rusak
agama
Dalam upaya membangun manusia Buton seutuhnya
yang beriman, berakhlak mulia, sopan santun, dan terhindar
dari segala godaan hawa nafsu, dalam Undang Undang
Murtabat Tujuh diterapkan pula apa yang disebut tujuh
amanat Allah yang terpateri dalam diri setiap manusia yang
terjemahannya sebagai berikut.
• Hayat atau hidup;penafsirannya menyangkut
hakekat hidup manusia., karena itu wajiblah
manusia itu memperbaiki hidupnya jangan berbuat

Sejarah dan Etnografi Buton 163


La Ode Dirman

sesuatu yang membawa maut, kecuali yang di ridhoi


Allah Taala.
• Ilmu pengetahuan, penafsirannya bahwa manusia
itu wajib menggunakan ilmu pengetahuannya untuk
mengetahui keadaan dirinya dan mengenal
Tuhannya, sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Man arfa
nafsahu fagad arfa rabbahu".
• Kemampuan; penafsirannya bahwa manusia itu
wajib menggunakan kemampuannya untuk
melaksanakan ibadah, yaitu segala macam ibadah
yang diwajibkan Allah Taala atas dirinya, baik
ibadah lahir maupun ibadah batin. Dipelihara benar
kemampuannya itu jangan sampai untuk berbuat
maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat batin.
• Kemauan; penafsirannya bahwa manusia itu wajib
METRO GRAPHIA
menggunakan kemauannya untuk mengingini segala
perbuatan untuk kebaikan dirinya di dunia dan di
akhirat, dipelihara benar kemampuannya itu untuk
tidak menginginkan yang justru membinasakan
dirinya di dunia dan di akhirat.
• Pendengaran; penafsirannya bahwa manusia itu
wajib memelihara pendengarannya untuk
mendengar suruhan/perintah Allah Taala dan
suruhan rasul-Nya dan larangan Allah Taala dan
rasul-Nya. Dipelihara benar pendengarannya itu
untuk tidak mendengar yang tidak benar seperti
makian atau membicarakan keburukan orang lain
• Penglihatan; penafsirannya bahwa manusia itu

164 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

wajib menggunakan penglihatannya untuk melihat


hajat dirinya yang wajib seperti untuk melihat
pakaian salatnya atau tempat salatnya atau melihat
jalan ketika berjalan jangan sampai menabrak orang
lain, jangan sampai digunakan untuk melihat istri
lain atau gundik orang, anak perempuan orang,
kecuali seperti terjadi dalam jual beli.
• Berbicara; penafsirannya bahwa manusia itu wajib
berbicara dan berkata-kata dengan baik. Cara
bertutur benar untuk tidak membicarakan yang
haram atau menjelekkan sesama, merendahkan
orang atau membanggakan diri sendiri, atau menjadi
saksi dusta dan yang sejenisnya.
Pada Era Pemerintahan Sultan Buton ke-7, Saparigau
(Mopogaana Pauna) yang memerintah pada tahun 1645--
METRO GRAPHIA
1647 yang dalam pemerintahannya menambah jabatan baru
"Lakina Sorawolio", kemudian ia mengundurkan diri dari
posisinya sebagai alam arwah dan menggelar dirinya
sebagai alam barzah, atau dalam bahasa Wolio "Alam
Tampora". Dengan demikian, Undang Undang Murtabat
Tujuh, mulai Murtabat ke- 4 sampai Murtabat ke-7,
kemudian ditamsilkan dalam jabatan kesultanan sebagai
berikut.
- Murtabat alam marwah, ditamsilkan Sapati
- Murtabat alam mitsal, ditamsilkan Lakina Sorawolio
- Murtabat alam ajsam, ditamsilkan Kanepulu
- Murtabat alam insane kamil, ditamsilkan Kapitalau
Dalam perkembangannya implementasi perubahan itu

Sejarah dan Etnografi Buton 165


La Ode Dirman

nampaknya tidak berlaku lama karena kenyataannya Sultan


kembali berperan aktif sebagai kepala Negara. Hal itu dapat
dilihat dari perjanjian-perjanjian dengan VOC Belanda atau
korespondensi dengan kerajaan-kerajaan lain ditanda
tangani oleh Sultan. Kemajuan teknologi dan pertahanan
keamanan Sultan Buton pernah jalin persahabatan dengan
Belanda mengingat masa itu semua kerajaan adalah negara.
Hal ini penting dilakukan karena ancaman Ternate dan Goa.
Meskipun adanya perjanjian "Persekutuan Abadi antara
Buton dan VOC"-meminjam kata-kata Schoorl ; dimulai pada
1613 ketika Kapten Appollonius Scotte yang mewakili
Gubernur Jenderal Kompeni di Batavia mengikrarkan
persekutuan Abadi dengan Sultan Buton, La Elangi, Buton
perlu mencari sahabat yang kuat seperti VOC karena
kerajaan itu berada di area perebutan pengaruh antara dua
METRO GRAPHIA
kerajaan lokal tetangganya yang saling berambisi untuk
melakukan eskpansi, yaitu Makassar dan Ternate.
Persahabatan itu langgeng sampai VOC runtuh ditahun 1669
dan terus berlanjut sampai akhir zaman penjajahan Belanda
di Kepulauan Nusantara.

Sultan La Elangi Membuat Benteng Keraton dan Masjid


Benteng (Keraton) Wolio Buton terletak di Kota Bau-
Bau Provinsi Sulawesi Tenggara, secara administratif
merupakan satu wilayah pemerintahan kelurahan yaitu
Kelurahan Melai Kecamatan Betoambari (5,21-5,30 LS dan
122,30-122,45 BT). Keraton Wolio Buton adalah bekas pusat
pemerintahan Kesultanan Buton yang wilayahnya mencakup
keseluruhan pulau-pulau utama yaitu Pulau Buton, Pulau

166 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Muna, Pulau Kabaena, Kepulauan Tukang Besi serta dua


Kerajaan di bagian Tenggara Pulau Sulawesi yaitu Rumbia
dan Poleang. Kerajaan Buton didirikan oleh empat orang
imigran yang dikenal mia patamiana (empat tokoh peletak
dasar) sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa mereka
berasal dari tanah semenanjung Johor pada awal abad ke-14.
Pada abad ke-16 Islam masuk ke Buton dan sistem
pemerintahan kerajaan berubah menjadi kesultanan.
Benteng (Kraton) Wolio Buton dibangun pada tahun 1634-
1645 oleh La Buke, Sultan ke-6 yang memiliki panjang 2.740
meter dengan tebal 1 – 2 meter dan mempunyai ketinggian 2
– 8 meter, memiliki 12 pintu dan 16 bastion dan terbuat dari
pasir dan batu kapur dan terbentang melingkar dengan
membentuk huruf “Dal” dalam bahasa Arab.
Kini peninggalan Kesultanan masih tampak megah
METRO GRAPHIA
seperti benteng Keraton dan tempat kuburan raja-raja atau
Sultan berikut Sarana Hukumu dan kelembagaan mesjid
agung Keraton. Praktek kepemimpinan, falsafah, petuah
yang masih tersimpan pada sikap dan prilaku tokoh adat
dan agama, sementara pewarisan nilai konstruktif terancam
gagal pada laku perbuatan generasi saat in Kerajianan
sarung tenun Buton dan Muna yang berkembang lambat
menjadi sebuah industri kecil, pandai besi atau membuat
parang di Binongko, arsitektur dan penataan ruang rumah
penduduk serta penggunaan bahan bangunan rumah dari
rumah panggung berubah menjadi rumah beton
berarsitektur modern. Meskipun bahan bangunan
mengalami perubahan akibat pengaruh teknologi modern
seperti keharusan untuk menggunakaan jenis kayu tertentu

Sejarah dan Etnografi Buton 167


La Ode Dirman

seperti biti, kalapi, konstruksi bahan bangunan rumah adat


Buton yang tidak menggunakan paku besi masih bertahan
hingga kini. Hal tersebut diatas sebagai indikator masih
merekatnya kontrol sistim kepercayaan masyarakat Buton
umumnya, dll.
Bukti-bukti teknologi dari peradaban Buton antara lain
meriam-meriam dengan berbagai ukuran jangkar maupun
arsitektur bangunannya. Sebagai pusat Kerajaan/
Kesultanan Wolio agar dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik dibangunlah sebuah benteng yang
terbuat dari batu yang konon alat perekatnya dari putih
telur yang dikerjakan oleh rakyat secara gotong royong
selama kurang lebih 10 tahun saat pemerintahan Dayanu
Iksanuddin yang disaksikan pula oleh Gubernur Jendral
Pieter Both dalam kunjungan pertama kalinya di Buton pada
METRO GRAPHIA
tahun 1613. Benteng itu dikenal dengan nama Benteng
Keraton" yang mempunyai 13 Lawa.
Lawa berarti pintu gerbang. Pada benteng Keraton
lawa berfungsi sebagai penghubung lingkungan dalam
keraton dengan kampung-kampung yang berada di
sekeliling Benteng Keraton. Menghitung 12 lawa
sebagaimana yang tidak tampak sekarang adalah lawana
kampebuni (pintu gerbang) dan 16 Baluara (Kubu
pertahanan). Setiap Lawa dan Baluara diberi nama sendiri-
sendiri dengan ditempatkan meriam-meriam pengawal.
Nama-nama Lawa tersebut adalah: 1.Lawana Lanto, 2.
Lawana Rakia, 3.Lawana gundu-gundu, 4.Lawana
Lantongau/Sambali, 5.Lawana Melai, 6.Lawana Tanailandu/
Burukene, 7.Lawana Wajo/Baria, 8.Lawana Kalau, 9. Lawana

168 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Katapi/Uwedethe, 10.Lawana Waborobo, 11. Lawana


Baluwu, 12.Lawana Wandailolo/Labunta, 13. Lawana
Kampebuni (Pintu gerbang tersembunyi, karena melalui
Lawa inilah Arupalaka dibawah tempat persembunyiannya).
Nama-nama baluara (kubu pertahanan) adalah sebagai
berikut : 1.Baluarana Gama, 2.Baluarana Rakia, 3.Baluarana
siompu, 4.Baluarana Gundu-gundu, 5.Baluarana Lantongau,
6. Baluarana Melai, 7.Baluarana waberongalu, 8.Godona
Batu, 9.Baluarana Kalau, 10.Baluarana dete, 11.Baluarana
Godona Oba, 12. Baluarana Katapi, 13.Baluarana Silea,
14.Baluarana waborobo, 15. Baluarana Barangkatopa dan
16.Baluarana Litao.
Di dalam benteng Keraton terdapat sebuah mesjid
yang sekarang dikenal dengan nama Mesjid Agung Keraton
dan pada sisi kanannya berdiri sebuah tiang bendera dengan
METRO GRAPHIA
tinggi sekitar 30 meter, terbuat dari kayu jati (didirikan
pada tahun 1712). Mesjid merupakan bukti arkeologis dari
pengislaman wilayah Buton. Yulianto Sumalyo, Guru Besar
Sejarah dan arsitektur Univ.Hasanudin, dalam seminar
Pernaskahan internasional di Bau-Bau (2005) menyatakan
bahwa berdasarkan prasasti, Mesjid Buton didirikan pada
1538 merupakan mesjid kesultanan yang menjadi bukti
bahwa penduduk dan pemerintah Bau-Bau sudah menjadi
muslim sebelum Raja Goa di Makassar pada 1605 saat Sultan
Alauddin memeluk agama Islam.
Mesjid berada di puncak bagian tengah dari sebuah
bukit yang dikelilingi benteng dari batu karang yang kokoh.
Dengan demikian, mesjid merupakan mesjid-benteng atau
lazim ribat. Seperti banyak mesjid di Afrika Utara pada

Sejarah dan Etnografi Buton 169


La Ode Dirman

jaman Islam Awal dan Pertengahan. Pada tempat-tempat


strategis dibuat bastion dan mempunyai meriam.

Gambar 6 . Mesjid Agung Keraton Buton dan Tiang bendera


Era Kesultanan
Keunikan mesjid dan tiang bendera tergambar diatas,
tidak banyak terdapat di Nusantara, bahkan mungkin
METRO GRAPHIA
merupakan satu-satunya. Bentuk semacam ini merupakan
bukti bahwa pada jamannya, cukup banyak gangguan dari
luar terutama dari arah laut. Khususnya Lokasi mesjid
sangat strategis dari mana dapat melihat arah laut luas,
terdiri dari 3 lantai, yaitu ruang utama, lantai dua. Lantai tiga
yang hanya merupakan tempat azan terletak di tengah atas,
dapat dipastikan juga berfungsi sebagai elemen pertahanan,
sebagai menara pengawasan dari mana dapat melihat
keseluruh arah, baik laut maupun darat.
Konstruksinya cukup berbeda dengan mesjid-mesjid di
Nusantara diuraikan terdahulu, bukan berupa joglo di Jawa,
tidak mempunyai saka guru, melainkan kolom berderet
sejajar tersebut terdapat mihrab yang berdampingan dengan
mimbar. Konon jumlah kerangka kayu dalam konstruksi

170 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

mesjid ini, jumlahnya sama dengan jumlah kerangka yang


ada pada tubuh manusia.Hingga sekarang ritual sembahyang
sangat khas Bau-Bau masih dilaksanakan terutama pada
sholat Jum'at, yang agak berbeda dengan tempat-tempat lain
di Nusantara.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latar
belakang pembangunan benteng Keraton Buton ini adalah :
1. Sebagai tempat pemukiman kelompok masyarakat
yang baru bermukim di Keraton Buton.
2. Sebagai sarana untuk melindungi masyarakat
setempat dari gangguan serangan dari luar (fungsi
pertahanan).
3. Sebagai batas yang membedakan kelompok
masyarakat yang bermukim dilokasi benteng
tersebut dengan kelompok masyarakat yang tinggala
METRO GRAPHIA
diluar Benteng (Kadie Bangsawan dan Kadie Walaka).
Peristiwa penting yang terjadi pada masa
pemerintahan La Elangi adalah diundangkannya Undang
undang kerajaan secara tertulis yang disebut Murtabat Tujuh.
Pada masa pemerintahan La Elangi terjadi perjanjian Schot-La
Elangi (5 Januari 1613). Perjanjian ini dalam sejarah Buton
merupakan perjanjian yang pertama dengan VOC yang
dikenal dengan namanya janji baana. Pada masa itu pula,
Gubernur jenderal VOC, yang pertama di Indonesia yang
bernama Pieter Both tiba di Buton dan menguatkan perjanjian
Schot-La Elangi dengan beberapa penambahan. La Elangi
wafat setelah kurang lebih 34 tahun menjalankan tugasnya
sebagai Sultan. Setelah wafat, beliau diberi gelar "Mobolina
Pauna" yang berarti "yang meninggalkan payungnya

Sejarah dan Etnografi Buton 171


La Ode Dirman

(kebesarannya)".

Langkaryry /Oputa Sangia Sultan Ke XIX (1712-1750)


Langkaryry tersemat predikat sultan pemersatu
bangsa Buton oleh golongan Walaka Siolimbona (pencipta
dan pemelihara adat) secara geneologis maupun sosial, ada
dalam diri sang Sultan sehingga syarana wolio memberi
gelar Oputa sangia artinya Sultan keramat. Gelar keramat ini
dibuktikan ketika pertentangan faham antara tiga kelompok
kekerabatan ; Tanailandu, Kumbewaha dan Tapi-tapi,
dengan kesaktiannya situasi teredam secara otomatis.
Secara geneologis, Sultan Langkaryry keturunan dari
tiga kelompok kekerabatan tersebut diatas. Karena itu,
keterpilihannya sebagai Sultan dianggap dapat memelihara
hubungan harmonis keturunanannya. Sultan Langkaryry
METRO GRAPHIA
atau Darul Alam mengadakan larangan dalam perkawinan
antara laki-laki berasal Walaka dan perempuan bangsawan.
Larangan ini didasarkan didasarkan atas ketentuan hukum
agama "yang tidak membenarkan perkawinan antara bapak
dan anak". Menurutnya kaum walaka itu menurut adat
adalah bapak dari bangsawan, maka waktu keluarnya
larangan itu tidak lagi dibenarkan. Dari pihak walaka
memberikan reaksi melalui pemimpin mereka “Bontogena”,
kemudian diadakan musyawah menghasilkan ketentuan
yang akhirnya diterima dengan baik oleh pihak walaka.
Bahwa larangan ini berdasarkan adat tetapi kalau juga
terjadi hubungan antara laki-laki walaka dengan perempuan
bangsawan diluar adat, bukan melalui tata cara perkawinan
pobaisa, tetapi tetapi dikemudian hari dalam bentuk

172 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

perkawinan Uncura.
Interpretasi penulis bahwa adanya rasionalitas
tersembunyi di balik larangan kawin kaomu dengan walaka.
Dianalogikan tiga tingkatan sistem pembagian kerja dan
pertumbuhan penduduk . Misalnya lapisan atas (bagian
kerucut) sebagai gambaran kaomu dimana populasi kecil.
klasifikasi kedua (tengah piramid) sebagai populasi lebih
banyak,dan kasifikasi ke tiga gambaran klasifikasi paling
bawah disebut papara atau rakyat yang digambarkan
sebagai populasi jauh lebih besar. Analogi pertumbuhan
penduduk pada tiga strata kaomu, walaka dan papara.
Golongan Kaomu keturunan seorang Ratu Wakaka sebagai
lapisan atas bagian kerucut dalam perkembangannya
populasinya lebih sedikit, dari pada walaka sebagai
keturunan dari 4 tokoh migran Buton berada pada lapisan
METRO GRAPHIA
tengah yang dalam perkembangannya populasi lebih banyak
dan kemudian lapisan ketiga papara (rakyat) jelas rentang
pertumbuhannya sebagai rakyat populasinya jauh lebih
banyak.
Berangkat analisis historikal ini, jika terjadi
perkawinan kaomu dan walaka apalagi wanita kaomu kawin
dengan pria walaka berarti populasi kaomu akan kehabisan
pemimpin karena secara garis patrilineal berarti tertarik di
lapis kebawah lapisan walaka (amandawu), yang berarti
pula akan hilang kebangsawanannya. Walaka mendudukan
adat lewat mia patamiana memberi kepercayaan kepada
kaomu, karena secara geneologis gelar"La Ode" adalah
predikat yang diberi oleh walaka siolimbona untuk
menduduki posisi Sultan dengan ciri dasarnya adalah
kecerdasan, kearifan dan kebijaksanaan dimiliki oleh

Sejarah dan Etnografi Buton 173


La Ode Dirman

kaomu sendiri.
Pelanggaran adat perkawinan memang tidak dapat
dihindari atau terjadi incest tabu. Dalam lingkaran pusat
kerajaan, jika kemudian anak yang dilahirkan dari
perkawinan incest itu dinamakan " amandawu" artinya
"jatuh" tidak dapat lagi kembali sebagai semula mengikuti
kebangsawanan ibunya. Sebaliknya kalau perempuan
walaka dikawini oleh papara anak dari perkawinan itu
dikatakan "asapo" artinya " turun". Jelas dimengerti bahwa
kalau turun masih dapat naik, kembali sebagai
kebangsawanan itu. Tetapi melalui ketentuan adat. Sultan
Darul Alam mengadakan pula perubahan maskawin untuk
cucunya dan dengan perubahan itu tersusunlah tingkat-
tingkat mahar bagi perempuan sebagai berikut:
1. 1000 boka real bagi putri Sultan yang sementara
METRO GRAPHIA
dalam jabatan
2. 600 boka real bagi putri Sultan Darul Alam, apabila
laki-laki berasal dari bangsawan lain
3. 400 boka real, antara anak cucu Sultan Lang Kariyri
Darul Alam.
4. 300 boka real, bagi bangsawan yang lain yang tidak
berasal Sultan Lang Kariri Durul Alam.
5. 100 boka bagi bangsawan analalaki.
6. Kura satali satu boka real bagi anak cucu Bontogena
iwantiro kalau sementara dalam jabatan.
7. 80 boka real bagi anak cucu bonto Siolimbona.
8. 40 boka real bagi walaka Limbo dan pesuruh Sultan
yang sementara dalam jabatan.
9. 20 boka real bagi kaum papara.

174 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Apa yang tersebut di atas semata-mata karena adat dan


dimaksudkan supaya dapat diketahui asal usul keturunan
dari masing-masing pihak. Diketahui pula bahwa dalam
hukum Islam tidak ditentukan banyaknya, tetapi hanya
disebutkan "bayarlah maharmu kepada istri-istrimu".
Sekedar penjelasan tentang arti dari popolo-mahar, berasal
dari perkataan dari perkataan wolio yang maknanya getah,
jelasnya hasil hubungan dua individu yang berlainan jenis '
mani". Dengan pembayaran popolo dihadapan masing-
masing keluarga berarti suatu pemberitahuan yang tidak
langsung kedua muda mudi sudah resmi bertunangan dan
kelak akan melakukan akad nikah. Dengan megharapkan
restu keluarga, mudah-mudahan bahtera rumah tangga
keduanya akan mendapat rahmat Tuhan adanya.
Ada baiknya kita kutip apa yang ternyata dalam surat
METRO GRAPHIA
an nisa ayat 4 yang berbunyi : "berikanlah maskawin
(mahar) kepada wanita (yang kau nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, makanlah (ambilah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya".
(pemberian itu adalah maskawin yang besar kecilnya
ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian
itu harus dilakukan. La Ngkaririy memiliki gelar Sultan
Sakiyuddin Daurul Aalam. La Ngkariry menduduki jabatan
sultan melalui perang perebutan kekuasaan setelah
mengalahkan lawannya La Tumparasi (Sultan Buton ke-18)..
Selain itu, pada masa pemerintahannya juga, Aru Palaka
bersama beberapa orang temanya melarikan diri ke Buton.

Sejarah dan Etnografi Buton 175


La Ode Dirman

Mereka diterima dengan baik oleh La Ngkariry dan


orang-orang besar kesultanan bersedia memberikan
perlindungan.

Hamim, Sultan ke-XXI (1752 – 1759)


Hamim dikenal dengan gelar Sultan Sakiyuddin.
Hamim adalah putra dari La Ngkaririy (Sultan Buton
kesembilan belas) dan saudara ipar dari La Karambau
(Sultan Buton kedua puluh dan dua puluh tiga). Sultan
Hamim diangkat menjadi sultan setelah La Karambau
diturunkan dari kedudukan sultan, akibat tindakannya
yang membantu seorang Jurubahasa di Bulukumba dalam
pengrusakan kapal Belanda en Werk" di pelabuhan Bau-Bau.
Perbuatan La Karambau dijadikan Sultan Hamim sebagai
dasar perjuangan melepaskan diri dari ikatan perjanjian
METRO GRAPHIA
dengan Belanda yang merugikan Buton. Dengan Belanda,
Buton membuat dua kali perjanjian ganti rugi yang harus
dibayar Buton. Pembayaran ganti rugi yang dilakukan Buton
kurang memuaskan Belanda, dan akhirnya pada tanggal 25
Februari 1755 Belanda menyerang Buton. Peristiwa yang
dikenal dengan nama "Zamani Kaheruna Walanda" yang
berarti Zaman Keributan Belanda, menewaskan dua putra
Sultan Hamim yang masing-masing bernama La Ode Lawa dan
La Ode Hade. Sultan Hamim wafat pada tanggal 29 Agustus
1759.

176 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Oputa Yikoo Sultan ke XX (1750-1752 ) dan XXIII (1760-


1763)
Oputa Yikoo dengan gelar Himayatuddin dua kali
menduduk tahta kesultanan adalah satu-satunya terjadi
dalam sejarah kesultanan Buton. Beliau sangat keras untuk
tidak kompromi dengan Belanda. Pada tahun Juni 1752
sebuah Peristiwa tengelamnya kapal Belanda TESTANWERK
oleh lasykar kerajaan Buton serta menawan anak buah
kapalnya . Akhirnya Belanda menyusun kekuatan
menyerang Buton hingga terjadilah perang yang merenggut
korban kedua belah pihak. Sultan dianggap oleh syarana
wolio sebagai sangat keras terhadap Belanda dan karena
peranglah mengakibatkan banyak perwira kerajaan gugur
menyebabkan Sultan di pecat. Namun kemudian kembali ia
menduduki tahta kerajaan ketika Belanda diketahui oleh
METRO GRAPHIA
syara Wolio bahwa tujuan mereka menjajah Buton.
Pada Tahun 1673 utusan Belanda bersama angkatan
laut memaksa Buton membayar kerugian atas tenggelamnya
kapal Restanverk. Sultan menolak, dan tak gentar
menghadapi ancaman musuh meski Belanda memiliki
persenjataan lengkap. Berahirnya kekuasaan Sultan Oputa
yiikoo ketika terus berkembangnya pro kontra di kalangan
pembesar kerajaan akan karakter kepemimpinan sultan dan
kemudian menyebabkan beliau meletakkan jabatannya

La Jampi/Galampa Batu/ Sultan ke- XXIV (1763-1788)


Kaimuddin Tua La Jampi (Sultan ke-24) adalah
ulama besar Islam dalam zamannya. Di samping jabatannya

Sejarah dan Etnografi Buton 177


La Ode Dirman

sebagai Sultan beliau juga menjalankan tugas sebagai ulama


pendidik Islam. Beliau dikenal dengan nama pengganti
Oputa Lakina Agama Mancuana (Sultan Raja Agama yang di-
Tua-an yang kemudian tinggal di Kampung Rakia "Oputa
Lakina Agama Mancuana Mosabuna i Rakia". Artinya Sultan
yang meletakkan jabatannya di kampung Rakia.
Kemasyhuran beliau dalam pengembangan Islam,
diwariskan hingga anak-cucunya kemudian kepada
masyarakatnya. Cucunya bernama Muhammad Idrus
mendapat didikan Islam secara khusus dari sang kakek La
Jampi. Hal Ini terbukti setelah Muhammad Idrus dewasa
hingga ia menjadi sultan (Sultan yang ke-29). dan di samping
sebagai sultan ia juga merupakan seorang pujangga Buton
yang besar masa itu. Bahkan beliau sebagai seorang sufi
yang dihormati dan disegani. Di masa kecil Muhammad
METRO GRAPHIA
Idrus telah menunjukkan kelebihannya dibanding saudara-
saudaranya yang lain. Untuk tempat pengajian dibangun
khusus gedung di samping perpustakaan, kedua bekas
bangunan tersebut sampai sekarang masih ada di dalam
keraton Buton yaitu di kampung Rakia.
Selama pemerintahannya,Kaimuddin Tua tidak
ketinggalan dengan usaha-usaha pembangunan surau-surau
tempat peribadatan. Dan ini semua di bawah pengawasan
para bilal Keraton dengan Bonto dan Babato setempat. Pada
masa inilah Muhammad Idrus yang masih sangat muda
menulis buku berjudul Bula Malino. Buku ini berisi
pendidikan agama serta pengetahuan mengenai kehidupan
dunia dan persiapan bagi hari kemudian. Bula Malino
merupakan syair yang dalam bahasa Wolio disebut Kabanti,

178 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

yang sudah dialih bahasakan dan dicetak dengan Judul


"Membara di Api Tuhan".oleh La Ode Malim mantan Rektor
Universitas Haluoleo. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa
keputusan-keputusan silam yang tidak sesuai lagi dengan
keadaan perkembangan apalagi tidak sejalan dengan hukum
Islam dihapuskan atau disempurnakan. Dalam hubungan
nikah talak dan rujuk dipakai sebagai pedoman buku Nikah
serta Makhafani, yang antara lain menguraikan tentang syah
tidaknya suatu pernikahan. Dan kawin itu adalah sunnah
Nabi, demikian Kenapa pula Bula dalam bukunya berkata
"okawi yitu osunatina nabiy"'. sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW : "Annikanahu sunnati faman ragiba an
sunnati falaisa minniy"2.
La Jampi seorang sultan yang terkenal karena sifatnya
yang sangat perhatian terhadap rakyatnya. La Jampi sendiri
METRO GRAPHIA
memiliki gelar kesultanan yaitu "Sultan Kaimuddin". Pada
masa kepemimpinan La Jampi, suasana kesultanan Buton
masih mengkhawatirkan. Banyak hal yang terjadi pada masa
itu, seperti adanya pertikaian antara berbagai golongan di
dalam keraton, masih adanya beberapa kalangan yang
tidak bisa menerima pengangkatan La Jampi sebagai
Sultan, masalah keinginan kebebasan Muna dari Buton
yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Kolaki
(Husein), dan belum pulihnya hubungan persahabatan
antara Buton dan VOC/Belanda. Namun La Jampi dapat
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi satu persatu. Hal
tersebut termasuk penyelesaian masalah keamanan dan
ketentraman di Muna dan kembali pulihnya hubungan
antara Buton dengan pihak VOC ditandai dengan

Sejarah dan Etnografi Buton 179


La Ode Dirman

diperbaharuinya perjanjian persahabatan 25 Juni 1667 yang


dikenal dengan Perjanjian Speelman Simbata. La Jampi
mengundurkan diri pada bulan April 1788 dalam usia
sekitar 100 tahun. Sesudah pemberhentiannya, beliau
diangkat menjadi Raja Agama dan kemudian dikenal dengan
nama Oputa Lakina Agama Mancuana artinya Sultan Raja
Agama yang di-Tua-kan.

Oputa Kobaadiana/Idrus Sultan ke XXIX (1824-1851)


Sultan dengan gelar Idrus Kaimudin dikenal seorang
Pujangga Wolio Abad XIX yang tidak dapat dilupakan
jasanya dalam upaya pendidikan dan pengembangan Islam
melalui karya tulis. Melalui tulisan mereka mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan tentang Islam. Mereka tuangkan
dalam bentuk syair, sehingga mudah diterima dan dicerna
METRO GRAPHIA
oleh pembacanya. Karena itu dengan cepat pula rakyat dapat
memahami apa yang diajarkan. Dalam karya mereka
memakai bahasa Wolio, Arab Jawi (Melayu Kuno), dan
bahasa Arab. Buku-buku yang berbahasa Arab dan Arab Jawi
berisi pendidikan syariat Islam sedangkan Kabanti mengenai
sejarah kerajaan serta jalur jalan mengenal hidup dunia dan
kehidupan di alam kekal abadi, mengantarkan faham dan
pengertian sufi, membawa pembacanya kepada ilmu
pengetahuan tentang kesufian. Penulis-penulis yang dapat
dikemukakan di sini antara lain:
1. Muhammad Idrus di samping sebagai Sultan (Kepala
Pemerintahan), karya tulisnya tidak kurang dari 40
judul antara lain:

180 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

(1) Raudlatil Ikliwan (Bahasa Arab);


(2) Takhsiynul Auladi (Bahasa Arab);
(3) Darratil Ikhkaami (Bahasa Arab);
(4) Sabiylis Salaam (Bahasa Arab);
(5) Targiybul Anaami (Bahasa Arab);
(6) Dliaaul Anwaari (Bahasa Arab);
(7) Tanbiygil Gaafili (Bahasa Wolio-Kabanti);
(8) Jaohara Maanikamu Molabi (Bahasa Wolio-
Kabanti);
(9) Nuru Molabina (Baliasa Arab-Kabanti);
(10) Tankiyyatul Kuulubi (Bahasa Arab);
(11) Bula Malino (Bahasa Wolio-Kabanti);
(12) Siraajul Muttaqina (Bahasa Arab);
(13) Badayatul Alamiyyat (Bahasa Arab);
METRO GRAPHIA
2. Karya La Dongkulo Haji Abdul Abdul Ganiyu Kanepulu
Bula antara lain :
(1) Ajonga Inda Malusa (bahasa Wolio-Kabanti);
(2) Kalipopo Mainawa (Bahasa Wolio-Kabanti);
(3) Padomana Aalimu (bahasa Wolio-Kabanti);
(4) Kaina-inawuna Aarifu (Baliasa Wolio-Kabanti);
3. Abdul Hadi dengan buku Kabantinya Kaokabi;
4. Wa Ode Samarati Fuaadi bukunya Kanturuna
Malingkana;
5. La Kobu dengan Kalu Pandanya;
6. Haji Abdul Rakhiyu dengan buku syairnya Pakeana
Aarifu;

Sejarah dan Etnografi Buton 181


La Ode Dirman

7. Muhammad Nuh, bukunya Pandona Eyo; Mbena Malino;


8. Abdul Khalik Ma Saadi buku”Persiapan Menghadapi
Mati”

Buku-buku yang disebutkan di atas sangat digemari di


Wolio terutama buku syair Kabanti. Kabanti dapat dibaca
dan dilagukan dengan nada yang khas. Hingga tahun 1960-
an anak-anak umumnya mampu membaca Arab Wolio.
mereka telah diberi kesempatan oleh orang tua untuk
mempelajarinya. Tentu terbatas menurut tingkat dan
kesulitan isi buku yang dibacanya.

Sultan Muhammad Idrus Membangun Mesjid Baadia


Seperti sudah diuraikan bahwa Muhammad Idrus sejak
masa kecilnya diasuh dan dibesarkan oleh kakeknya (Sultan
METRO GRAPHIA
Kaimuddin Tua La Jampi). Kakeknyalah yang mendidiknya
dalam hal keagamaan. Pengetahuan keagamaan terbawa-
bawa sampai Muhammad Idrus menjabat sebagai Sultan.
Dalam kedudukannya sebagai Sultan ditumpahkannya
segala pengetahuannya itu kepada masyarakatnya. Tetapi
beliau jalankan dengan penuh kehati-hatian. Dengan
kesadaran dan penuh kerendahan hati, sehingga dengan
didikan beliau berhasil dalam mengembangkan kesatuan
dan persatuan yang berlandaskan ilmu keagamaan. Tidak
saja di dalam Keraton Muhammad Idrus menjalankan syariat
agama Islam, tetapi sampai menyeluruh ke pelosok
pedesaan dalam kerajaannya. Sejalan dengan pesatnya
pengetahuan agama, Muhammad Idrus, mewajibkan
masyarakat Keraton untuk memakai Bahasa Arab sebagai

182 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bahasa pergaulan sehari-hari. Kewajiban ini dihubungkan


pula dengan keharusan untuk mengetahui makna-makna
ayat-ayat Al-Quran, sebab menurut beliau ayat-ayat yang
dibaca itu harus diketahui maknanya supaya berguna. Dan
dengan mengetahui Bahasa Arab akan lebih memudahkan
mempelajari ilmu agama melalui buku-buku karangan para
ulama besar Islam. Pada zaman Muhammad Idrus banyak
masuk buku-buku karangan orang-orang besar Islam di
Buton melaui para pedagang. Oleh karena masyarakat
mengenal bahasa Arab serta melaui pembacaan buku-buku,
maka tidaklah mengherankan kalau ilmu pengetahuan
beragama berkembang dengan pesat di kalangan
masyarakat.
Gelora rakyat untuk belajar dan mengetahui ilmu
keagamaan sedemikian mendesak, menjadikan tempat-
METRO GRAPHIA
tempat peribadatan serta pengajian perlu ditambah. Karena
itu, Muhammad Idrus membangun sebuah mesjid di Baadia,
sebagai Mesjid keluarga. Di tempat ini selain melaksanakan
sembahyang, kesempatan pula diadakan pengajian bagi anak
cucunya serta pengikut-pengikutnya dan Muhammad Idrus
senantiasa memimpin shalat lima waktu dan sekali-sekali
turut menyaksikan pengajian anak-anak. Pembangunan
Mesjid Baadia diperkirakan berkisar pada tahun ±1825.
Maka di kenallah di Wolio dengan Mesjid-mesjid:
1. Masigina Wolio - Mesjid Kerajaan terdapat dalam
Benteng Keraton sekarang;
2. Masigina Sorawolio - terdapat di kampung Sorawolio
- tidak ada lagi, tinggal bekasnya dalam benteng

Sejarah dan Etnografi Buton 183


La Ode Dirman

Sorawolio;
3. Masigina Baadia - terdapat di desa Baadia, masih ada
dipergunakan masyarakat Baadia;

METRO GRAPHIA
Gambar 7. Mesjid Kuba Baadia keraton Buton

Satu surat wasiat Muhammad Idrus, berpesan kepada


penduduk Baadia “Mesjid Baadia, jika sudah roboh agar
dibangun kembali pada tempatnya dan agar selalu
digunakan tempat sholat oleh anak cucunya”. Menurut
ceritera orang tua, bahwa Mesjid Baadia dibangun sesuai
dengan bentuk Mesjid Nabi di Madinah. Jendela sampai
jumlah tiang sama dengan mesjid yang dibangun Nabi
sewaktu hari pertama tiba dari perjalanan hijrahnya dari
Mekkah, dipakai Shalat bersama pengikut Mahajirin. Itulah
sebabnya antara lain Muhammad Idrus dengan pesannya
supaya jangan dirobah bentuknya dan boleh memperbaiki
misalnya atapnya, lantainya, tetapi besar dan bentuk tidak

184 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

diperkenankan oleh beliau.

Sultan Idrus Menyempurnakan Aturan Kerajaan


Peraturan-peraturan kerajaan yang tidak sesuai lagi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan beragama,
diadakan penyempurnaan atau penyesuaian atau
dihapuskan sama sekali. Beberapa diantaranya dapat
disebutkan.
(1) Penghapusan Botu Bitara dan Kasapuina Lante
Botu bitara adalah suatu pembayaran wajib karena
adat, bagi mereka yang berperkara, barangkali hampir sama
dengan sekarang "pembayaran uang meja". Buto Bitara juga
dikenakan kepada mereka yang ingin membagi-bagi harta
peninggalannya. Dapat diterangkan bahwa menurut adat
dalam pembagian harta warisan yang dilakukan oleh
METRO GRAPHIA
beberapa orang tua yang diminta oleh ahli waris yang
bersengketa, sudah menjadi ketentuan hukum adat bahwa
barang-barang yang tidak mempunyai pasangan atau yang
tidak dapat dibagi di antara ahli waris, menjadi hak orang-
orang tua yang mengadakan pembagian.
Bersumber dari adat inilah Muhammad Idrus
mengadakan penghapusan Botu Bitara. Dasar-dasar yang
digunakan sebagai penghapusan Botu Bitara tersebut oleh
Muhammad Idrus, bahwa dalam pelaksanaanya dapat
membawa orang tua yang mengadakan pembagian kepada
jalan yang menyesatkan diri mereka sendiri. Bahwa tidak
mustahillah kalau ada di antara mereka itu, adanya usaha
untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Yang bersandar

Sejarah dan Etnografi Buton 185


La Ode Dirman

kepada hawa nafsu kepentingan diri.


Selanjutnya Muhammad Idrus berkata bahwa "orang
yang mengambil keuntungan dari melaksanakan suatu tugas
pekerjaan, terlebih kalau karena jabatan adalah suatu
perbuatan yang sangat tercela sehingga dilarang oleh
agama". Firman Tuhan "Wa taraa kasyiyrang minhum yusaa
riuuna fil ismi wal udwani wa akhli himus akhata labi'samaa
kasnuu ya'maluna" artinya "Ketahuilah (ya Muhammad) dan
engkau melihatnya banyak mereka kaum munafik cepat-
cepat melakukan dosa". Berkata Imam Baedlawi "utang
seperti yang tersebut ialah dusta (kapee-pewuli) dan
mereka itu sering membuat kezaliman terhadap sesamanya
dan memakan yang haram. Berkata pula Mufassiriyna "itu
seperti riswa, yaitu mengambil keuntungan dalam mengadili
sesamanya".Sabda Nabi Muhammad SAW "La anal laahur
METRO GRAPHIA
ra'siy wal murtasiy fil hukuumi" artinya "Dikutuk Tuhan
orang yang memberi dan orang yang menerima keuntungan
di dalam mengadili sesamanya". Lagi sabda Nabi SAW yang
artinya "yang memberi dan menerima keuntungan itu dalam
neraka"

(2). Hak waris bagi anak perempuan dan anak laki-laki


Menurut hukum Islam pembagian anak laki-laki dan
anak perempuan adalah dua bagian anak laki-laki dan satu
bagian anak perempuan. Itulah perbandingannya. Di masa
kesultanan Muhammad Idrus ketentuan itu dirubah dan
disesuaikan dengan keadaan, sehingga terjadilah pembagian
anak laki-laki dan anak perempuan "sama" tidak ada
perbedaan. Ketentuan ditetapkan dengan bersandar pada

186 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

hak anak terhadap orang tua, yang tidak ada bedanya,


kemudian asal kejadian mereka dari orang tua (ibu bapak)
juga tidak berbeda dan berasal daripada air yang hina. Itulah
dasar yang pertama, kemudian sejalan juga dengan
perkemmbangan. Muhammad Idrus melihat bahwa kaum
laki-laki dan kaum perempuan pada dasarnya mempunyai
kewajiban yang sama terhadap kerajaan. Buktinya bahwa
Sultan dan Permaisuri keduanya sama berkewajiban dalam
menegakkan kerajaan dan itu ditandai dengan keduanya
sama dilantik yang dilakukan oleh menteri Siolimbona.
Suami dilantik oleh Siolimbona Laki dan permaisuri dilantik
oleh isteri Siolimbona yang bersangkutan. Dan kita selalu
kembali mengingatkan dengan peringatan Tuhan kepada
manusia mengenai asal usul kejadian :"Huwal laziy
khalakakum min nafsing maahidating waja ala minhaa
METRO GRAPHIA
zaojalaha liyaskuna ilaihaa falamma tagysyahaa hamalat
hamlang khafiykang famarrat bihiy falamma asykalat
daawallaha rabba humaa". Dialah yang menciptakan kamu
dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan
isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampuri-Nya, isteri itu mengandung kandungan yang
ringan, dan tentulah dia merasa ringan (beberapa waktu).
Kemudian takkala dia merasa berat keduanya (suami isteri)
bermohon kepada Allah, Tuhannya, seraya berkata:
sesingguhnya jika Engkau memberi kepada kami anak yang
saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang
bersyukur".

(3). Orang melakukan perzinahan dikenakan hukuman

Sejarah dan Etnografi Buton 187


La Ode Dirman

berat
Berdasarkan dengan firman dan ini sama diwujudkan
secara nyata dengan tidak memandang bulu, siapa saja
ditindaki. Dalam ketegasannya itu Muhammad Idrus
berkata bahwa firman dan hadistlah yang menjadi
dasar utama. Bertentangan dengan firman dan hadist
harus dihukum setimpal dengan perbuatan. Dalam
hubungan zina yang dalam adat dikatakan:
a. Pahalata yaitu perbuatan laki-laki dan perempuan
terhadap anak, saudara, ibu dan lain-lain yang
kesimpulannya tidak dibenarkan unluk kawin;
hukuman yang dilimpahkan termasuk yang berat
umumnya dengan hukuman mati;
b. Masalah yaitu melakukan hubungan dengan
perempuan yang bersuami dikenakan hukuman dera.
METRO GRAPHIA
Perbedaan dengan Pahalata adalah bahwa Pahalata
tidak dapat sama sekali untuk kawin sedangkan
masalah kalau masih hidup dalam menjalankan
hukuman dapan menikah setelah pernikahannya
yang pertama diputuskan;
c. Zina, ialah hubungan laki-laki dan perempuan
dengan tidak melalui pernikahan yang syah;
d. Pebula, adalah perhubungan yang dikarenakan
kenakalan semata dari laki-laki. Bahwa pada masa
lampau di waktu terang bulan anak-anak muda
mengambil kesempatan keluar rumah bersenang-
senang. Bula dalam Bahasa Indonesia sama dengan
terang (bulan). Karena kenakalan itu terjadinya

188 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

diwaktu terang bulan maka dikatakanlah pebula.


Dihukum apabila ada pengaduan dari pihak-pihak
yang bersangkutan. Tetapi pada umumnya yang
demikian ini dikawinkan saja untuk mencegah
pertentangan-pertentangan keluarga.
Landasan dalam Al-Qur'an antara lain:"Azzaniyati
wassaaniy fajlidu kulla waahidding minhumaa mi ata
jaldating walaa ta'huzkum bihi maa ra'fatung fiydiynillahi in
kuntum tu'minuna billahi walyaomil akhiri wal yasyhad asaa
bahuman taaifatung minal mu'miniyna". "Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya dengan dera dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan
METRO GRAPHIA
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman".
Kemudian selaku pegangan dalam peletakan
keadilan, Muhammad Idrus tidak lupa mengingatkan dirinya
dengan firman: "Innallaha ya'murukunm an luaddul
armanati ilaa ahlihaa wa iraa hakamtum bainan naasi an
tahkumu bil adli; innallaha kaana samiyung basyirang"
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (mengurusi
kamu), apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Firman Tuhan: "Inna
anzalnaa ilaikal kitaaba bil hakki litahkum bainannasi biman
araakallahu; walaa takum lil kha iniyna khaniymang'. "

Sejarah dan Etnografi Buton 189


La Ode Dirman

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu


dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili di
antara mereka dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang
yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang
khianat.
Demikian itulah yang menjadi keharusan bagi
pemimpin yang iman dalam menjalankan kebenaran dan
keadilan. Keharusan bersikap adil dan tidak memihak dalam
menetapk; in suatu perkara. Ketegasan dalam tindakan
hukum, Muhammad Idrus menjalankannya dengan penuh
konsekuen, kenyataan inilah sehingga rakyat mematuhi
sultannya dengan penuh kasih sayang, tidak memandang
tinggi rendahnya orang yang membuat kesalahan, bahkan
pada diri sendiripun Muhammad Idrus bertindak dengan
METRO GRAPHIA
menayatakan didepan aparat kerajaan.. Dan yang utama
bagi mereka yang mempermainkan agama. Ada baiknya bila
ungkap beberapa ketegasan-ketegasan Muhammad Idrus
dalam tindakannya: Suatu waktu terjadi seorang anggota
masyarakat yang berdiam di sekitar Baadia, sudah beberapa
kali tidak kelihatan turut berjamaah di Masjid Baadia.
Seperti diketahui bahwa Muhammad Idrus sendiri yang
mengimani shalat atau puteranya Muhammad Isa. Karena
sudah sering ia tidak tampak berjamaah, maka diadakanlah
penyelidikan. Diperoleh keterangan bahwa orang yang
dimaksud sering kedengaran azan dirumahnya terutama
pada waktu subuh, maka disuruhlah orang untuk
mengintipnya. Kembali pemberitaan didapatkan, bahwa
yang bersangkutan pada waktu subuh sebenarnya azan.

190 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Tetapi, anehnya diketahui ia azan sambil berbaring padahal


ia tidak sakit. Orang tersebut terbukti hanya
mempermainkan agama, maka dalam keputusan yang
dilimpahkan kepadanya dikenakan hukuman mati dengan
jalan disembelih yang dilaksanakan di depan Masjid Baadia,
dihadiri segenap anggota masyarakat Baadia.
Muhammad Idrus juga pernah menjatuhi hukuman
mati kepada pamannya sendiri, saudara sebapak dari
ayahnya karena melakukan perbuatan yang sangat tercela.
Bahwa paman Muhammad Idrus tersebut yang bernama La
Ode Afrid Lakina Mawasangka yang menurut pelaporan ia
dalam jabatannya sering melakukan kekerasan terhadap
rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri. Barang maupun
uang kalau rakyat tidak berikan, dianiaya atau dihukum
menjadi budak. Berhubung karena perbuatan-perbuatannya
METRO GRAPHIA
itu, La Ode Afrid dijatuhi hukuman mati dengan jalan diikat
lehernya dan hukuman dilaksanakan di atas pulau Mbela-
Mbela kepulauan Tiworo. Demikianlah kemudian ia dikenal
dengan nama pengganti "Gogoli Kolono". Pada mulanya
pada waktu diputuskan hukuman mati syara kerajaan
menentang keputusan yang diambil oleh Muhammad Idrus
dengan alasan bahwa putera sultan tidak boleh dihukum
mati tetapi cukup dikenakan hukuman buang-pengasingan.
Atas jawabannya Muhammad Idrus berkata bahwa hukum
tidak mengenal putera sultan.
Sehubungan dengan tindakan Muhammad Idrus itu,
kita tertarik dengan apa yang ditulis oleh Prof. Dr. Andi
Zainal Abidin Farid, SH sebagai berikut: Dalam sejarah
Sulawesi Selatan banyak raja-raja dan pembesar yang

Sejarah dan Etnografi Buton 191


La Ode Dirman

dibuang, dipecat, dibunuh karena tidak menepati janjinya.


Sampai La Pagala nene' Mallomo menjatuhkan hukuman
mati kepada anak kandungnya, karena terbukti mencuri
kayu peralatan bajak rakyat biasa. Waktu ia ditanya
"Muppasinna ke' garo ana'mu aju tabu'e? Ia menjawab:
"Ade'e temmake Oppo" (hukum tak mengenal anak dan
cucu).

Wasiat Sultan Idrus Kepada Rakyat Baadia

Ketika Muhammad Idrus merasa bahwa ia sudah tidak


lama lagi tinggal di dunia yang fana ini,maka ia berwasiat:
"Pesanku kepada orang-orang Baadia. Saya memberitahukan
bahwa saya ini tidak akan lama lagi tinggal di Baadia ini,
sebab umur saya sudah lima puluh lima tahun. Biasanya
umur umat Nabi Muhammad SAW, enam puluh sampai tujuh
METRO GRAPHIA
puluh tahun. Pesanku kepada kalian orang Baadia: Tetapkan
segala yang wajib pada dirimu, seperti sembahyangmu,
puasamu, dan segal yang wajib; sembahyang jum'atmu
jangan tinggalkan, juga sembahyang bersamamu,
sebagaiman ketika saya masih ada ini;

1. Dan kampung Baadia ini jangan ramaikan dengan


segala permainan yang mendatangkan maksiat lahir
maupun bathin;
2. Dan yang kalian hidupkan dalam hatimu ialah
mengikuti perintah Tuhan, Rasullulah dan Syariat
Kerajaan untuk dapat mengamalkannya perlu
diketahui did kalian yang rendah, yang hina, yang
miskin, yang demikian itu disukai oleh Tuhan.

192 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Sebaliknya dimurkai Tuhan bagi mereka yang


meninggikan dirinya akan direndahkan oleh Tuhan.

C. Pemerintahan dan Barata Patapalena


1. Struktur Pemerintahan Kesultanan
Sultan.
Sultan adalah suatu jabatan dalam pemerintahan
kerajaan yang bercorak Islam. Berbeda dengan era kerajaan,
pewarisan takhta pemerintahan kesultanan ditiadakan.
Putra terbaik terpilih jelas dari golongan kaomu dalam tiga
kelompok kekerabatan, yakni kamboru-mboru talupalena:
Tanailandu, Tapi-Tapi, dan Kumbewaha. Tata cara ini
dipraktikkan khususnya pada era kepemimpinan Sultan
Dayanu Ichsanudin. Sultan sebagai kepala pemerintahan
ditetapkan dan diangkat dari golongan kaomu. Namun, di
METRO GRAPHIA
Kesultanan Buton, sultan diangkat dan diberhentikan oleh
Majelis Kesultanan yang disebut Siolimbona. Inilah
kekuatan Siolimbona sebagai badan legislatif, juga memiliki
legtimasi untuk melantik sultan yang tampak pada satu
episode upacara pelantikan payung kerajaan diputar
sebanyak sembilan kali, sebagai simbolisasi persatuan
antara golongan kaomu yang dilantik dan walaka yang
melantik, yang mewakili sembilan perkampungan atau
disebut siolimbona. Sultan sebagai pucuk pimpinan
tertinggi memegang kekuasaan yang meliputi hal-hal
berikut.

a. Sebagai kepala kemasyarakatan


b. Sebagai kepala pendidikan

Sejarah dan Etnografi Buton 193


La Ode Dirman

c. Sebagai kepala pemerintahan


d. Sebagai kepala keagamaan
e. Sebagai kepala pembagunan
Sultan digelar dengan "Khalifatul Khamsisi" yang
mempunyai kewajiban utama, yaitu (a) memiliki mata hati
lautan kalbu hati nurani rakyatnya; (b) menjadi pemimpin
dan panutan dalam dan luar kesultanan; (c) menjadi bapak
rakyat di dalam kesultanan; (d) memegang keadilan dalam
arti memperbaiki sesuai atau tidaknya asal bertujuan untuk
kebaikan orang banyak. Sultan diberikan perlengkapan yang
tersimpul dalam dua belas syarat yang disebut dengan
"Sapuluh ruaanguna" . Ketentuan ini dibagi tiga bagian
utama, yang setiap bagian dapat diperinci menjadi empat
pasal yang terdiri atas hal-hal berikut.
METRO GRAPHIA
(a) Syara’ Jawa payung kain, permadani, gambi soda, soda.
Keempat syarat tersebut dijabarkan dan ada yang
isinya menjadi penghasilan sultan, yaitu (1) perahu
yang terdampar atau pecah, (2) rampe, yaitu barang
yang hanyut dan dipungut oleh rakyat, (3) ambara,
yaitu hasil laut ikan yang besar yang tidak dapat
dipikul oleh satu orang kecuali dua orang atau lebih.
(b) Syara’ Pencana yang meliputi (1) bante, (2) katubu, (3)
pomua, (4) kalonga. Keempat syara pencana tersebut
berupa hasil kebun yang disebut antona tana yang
dipersembahkan kepada sultan. Adapun isi syara
pancana, yakni popene, suruana karo, tali-tali,
karambau. Popene berarti membawa keberatan kepada
sultan dan orang yang membawa pengaduan karena

194 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

adat wajib membawa sejumlah uang sebagai pengikut


dari Suruana Karo. Tali-tali adalah tambahan denda
sedangkan karambau adalah tambahan denda mereka
yang melakukan penangkapan kerbau tanpa seizin
sultan.
(c) Syara’ Wolio; Isalaka artinya yang menjadikan bersalah
Ikodosaka arinya yang menjadikan berutang
Ibatuaka artinya yang menjadikan budak
Imateaka artinya yang menjadikan mati
Adapun yang menjadi isi dari syara’ wolio, yaitu (1)
belobaruga 18 orang laki-laki, (2) belabaruga 12 orang
perempuan, (3) susua wolio, (4) susua papara. Belobaruga
laki-laki berasal dari keturunan bonto khususnya walaka
yang usianya tujuh tahun ke atas. Belobaruga perempuan
METRO GRAPHIA
adalah anak gadis pilihan dari rakyat papara yang
disediakan sebagai selir sultan. Semua gadis tersebut
didatangkan sebagian dari kadie yang telah ditentukan,
seperti berasal dari kampung Kambowa, Bosoa, Tolaki, dan
lain-lain. Susua wolio berasal dari keturunan kaum walaka
asal Limbo yang tugasnya sebagai pengasuh putra-putra
sultan yang banyaknya menurut kebutuhan. Susua papara
berasal dari kaum papara yang juga bertugas sebagai
pengasuh putra-putri sultan dan jumlahnya sesuai dengan
kebutuhan pula. Dalam tradisi lisan dan cerita rakyat yang
berkembang di kalangan elite tradisional dan yang
dibenarkan oleh orang Katobengke sendiri bahwa kata
Susua” tidak lain adalah orang Katobengke sendiri.
Setelah menelusuri keperluan-keperluan sultan serta

Sejarah dan Etnografi Buton 195


La Ode Dirman

keperluan istana, maka dapat digambarkan hubungan antara


sultan dan syara atau adat kerajaan tidak dapat dipisahkan.
Sultan sebagai kepala pemerintahan meminta petunjuk
kepada syara’ kerajaan serta anggota siolimbona. Hubungan
antara sultan dan papara digambarkan dengan adanya
belabaruga sebanyak dua belas orang yang mengurusi putra-
putri sultan. Di pihak lain hubungan dengan batua, yaitu
budak setiap saat melayani raja, salah satu di antaranya
adalah membuatkan lilin untuk keperluan istana. Syara’
kesultanan mensyaratkan pula bahwa selama sultan
menduduki takhta kerajaan, tidak dibenarkan permaisuri
melahirkan, kecuali istri selir. Ada rasionalitas tersembunyi,
yaitu syarat kerajaan berupaya mencari istri selir sultan.
Inilah sebuah strategi mencegah biologis sultan untuk tidak
terjadi pewarisan takhta dan jika sang permaisuri
METRO GRAPHIA
melahirkan, otomatis akan terjadi pewarisan tahkta.

1) Paso Pitumatana
Poso pitumatana terdiri atas dua suku kata, yaitu
poso berarti paku dan pitumatana berarti tujuh buah paku.
Jadi, poso pitumatana dimaknai tujuh orang anggota dewan
menteri yang mempunyai kekuatan mengikat terdiri atas
Sapati, Kanepulu, Lakina Sora wolio, Lakina Baadia,
Kapitalao, dan Bontogena.

(a) Sapati
Sapati adalah ketua dari badan paso pitumatana.
Sapati dalam sistem pemerintahan modern sama dengan
perdana menteri yang bertugas memegang jabatan atas

196 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

istana, baruga, dan mesjid keraton. Dalam sistem


pelaksanaan pemerintahan sapati lebih dominan
dibandingkan dengan sultan. Dalam menjalankan roda
pemerintahan berpegang teguh pada keputusan majelis
yang telah ditetapkan. Di dalam Undang-Undang Murtabat
Tujuh dijelaskan tugas Sapati, yaitu (1) Sapati, yaitu sebagai
pendebat dari kesalahan hukum atau berbicara dengan tidak
memandang golongan, bahkan sampai kepada sultan; (2)
Dolango (penghalang/pembatasan) penahan atau
perlindungan dari sultan dan rakyat; (3) Kesalambi
(teguh/ikat), yaitu menguatkan segala simpulan
musyawarah; (4) Basarapu (tetap dan tidak berubah-ubah),
yaitu meneguhkan pembicaraan yang telah ditetapkan; (5)
Antona dalana koleasa, artinya memiliki lidah atau
timbangan; (6) Atiliki ruangu andala artinya memiliki dua
METRO GRAPHIA
lautan (dua alam batin) sendiri dan rakyat.
Di samping tugas utama seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Murtabat Tujuh, sapati juga
diberikan tanggung jawab oleh sultan atas (1) Kamali (istana
sultan dan mesjid keraton), (2) baruga (benteng
musyawarah dan pasar), (3) baluarga (benteng pertahanan
beserta perlengkapan perang, bedil, meriam, dan lain-lain),
(4) batu tondo molele (kota dan perlengkapan) artinya
tempat meriam yang terbuat dari kayu, (5) pintu gerbang
benteng, (6) perahu dan gelangan, (7) tiang bendera dan pos
ronda. Di samping tugas-tugas tersebut, sapati diwajibkan
memutuskan perkara, yaitu "antona kakana" artinya isi atau
dasar kekuatan haknya, ada lima perkaranya, yaitu seperti di
bawah ini.

Sejarah dan Etnografi Buton 197


La Ode Dirman

(1) Dosa (utang), yaitu berhak menagih denda orang


yang bersalah.
(2) Pasabu, yaitu orang yang bersalah.
(3) Pomorusi, yaitu merampas orang yang bersalah.
(4) Papasi, yaitu mengasingkan orang yang bersalah.
(5) Pekamate, yaitu membunuh orang yang bersalah.
Hubungan dengan aparat kerajaan digambarkan
dalam suatu badan yang disebut dengan paso pitu matana.
Di samping itu, sapati bersama-sama dengan anggota dewan
silombona menetapkan peraturan yang diajukan oleh sultan
kepada anggota siolombona. Sapati adalah pelindung rakyat
secara umum. Jika pejabat kerajaan atau masyarakat umum
melakukan pelanggaran, maka orang tersebut dihukum
sesuai dengan hukum yang berlaku. Sapati berhak memecat
METRO GRAPHIA
dan menghukum mati orang yang bersalah, sebagai bukti
historis, ketika siolimobona dan sapati memecat dan
menghukum mati La Cila, Sultan Buton ke-6.

(b) Kenepulu

Kenepulu diangkat dan ditetapkan sebagi wakil poso


pitumata dan dijabat satu orang, sedangkan di dalam syara,
kenepulu sebagai anggota biasa. Pada hakikatnya dasar
kewajiban kanepulu yang utama adalah menaruh perhatian
atas keluhan rakyat. Adapun kewajiban utama kenepulu
adalah sebagai berikut. (1) Arata Indah Kawi Syarah artinya
harta orang yang tidak kawin sah. (2). Arata Inununa anana
artinya harta yang dituntut oleh anaknya. (3). Arata Inununa
Opuana artinya harta yang dituntut oleh cucunya. (4). Arata

198 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Inununa Opuana Otoputu artinya harta yang dituntut


cicitnya. (5). Arata Imanako artinya harta yang dicuri.

Dilihat dari kewajiban-kewajibanya, maka kanepulu


selalu disebut dengan rajana hukumu (raja hukum), Di
samping tugas-tugas di atas, kanepulu juga bertindak
sebagai pengamat seluruh aparat dalam menjalankan roda
pemerintahan.

(c) Kapitalao
Kapitalao adalah tuturan setempat dari istilah kapten
laut. Kapitalao merupakan komandan tentara armada laut
kerajaan. Kapitalao dianggap sebagai pedang sultan dan
rakyat kerajaan. Dalam hal ini untuk pengamanan kerajaan,
kapitalao tidak menunggu perintah dari atasanya, tetapi
langsung menjalankan tugas. Kapitalao terdiri atas dua
METRO GRAPHIA
orang, yaitu kapitalao matenaeyo dan kapitalao Sukanaeyo.
Jika ada serangan dari arah timur, maka pertama dihadapi
oleh Kapitalao Matanaeo, sedangkan yang datang dari arah
barat pertama dihadapi oleh Kapitalao Sukanaeo.

(d) Bontogena
Bontogena terdiri atas dua suku kata, yaitu bonto
artinya menteri dan ogena artinya besar. Jadi, bontogena
adalalah menteri besar. Jabatan ini tetap dipertahankan
sejak era kerajaan sampai masuknya agama Islam di Buton.
Bontogena dijabat oleh dua orang selaku pemegang
kekuasaan tertinggi dalam syarat kerajaan dan merupakan
ketua badan Legistratif kesulatanan Buton. Tugas utama

Sejarah dan Etnografi Buton 199


La Ode Dirman

Bontogena adalah "gundik" dari sipati. Dikatakan demikian


karena itulah yang mengawasi dan menjalankan sebagian
tugas sapati. Selain itu, juga dianggap sebagai salah satu sisi
mata pedang terhadap rakyat.

2) Badan Siolimbona
Siolimbona bersama Bontogena menetapkan calon yang
akan menjadi sultan. Orang-orang dari golongan kaomu yang
memenuhi persyaratan untuk calon Sultan diajukan pada
bontogena dan kemudian dibicarakan bersama siolimbona.
Calon yang diangkat adalah dari golongan kaomu yang
memenuhi persyaratan dan lewat musyawarah "bisa" atau
dukun kerajaan. Siolimbona terdiri atas sembilan bonto,
yaitu Bontona Peropa dan Bontona Baluwu lebih penting
daripada yang lainya. Dikatakan lebih penting karena
METRO GRAPHIA
menekan yang mengambil sumbah pada saat pelantikan
sultan. Bonto yang memegang Gundu-gundu, Bontana Melai,
Bontona Siompu, Bontona Wandailolo dan Bontona Rakiah.

3) Badan Lencina Kanjawari


Badan ini adalah pembantu siolimbona dalam rangka
pencalonan dan pengangkatan sultan. Badan ini anggotanya
berjumlah sembilan orang yang terdiri atas (a) Bontona
Lanto, (b. Bontona Silea, (c) Bontona Jawa, (d) Bontona
Lantongau, (e) Bontona Pada, (f) Bontona Kancodaa, (g)
Bontona Waborobo, (h) Bontona Barangka, (i) Bontona
Kiasabu/Laporo. Bonto inunca (Menteri Dalam Negeri)
adalah suatu badan menteri yang bertugas pengawasi,
meneliti, dan menjadi penertib lingkungan istana, anggota

200 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

badan ini berjumlah sepuluh orang. Di pihak lain Bobato


Siolipuna pembantu Kapitalao, terdiri atas sembilan orang
dan mempunyai kedudukan khusus. Tugas utama Bobato
Siolipuna adalah sebagai pasukan khusus kerajaan yang
senantiasa siap dipanggil jika kerajaan dalam keadaan
darurat perang.

4) Badan Syara’ Agama


Badan tersebut merupakan satu badan dalam
kesultanan yang secara khusus menangani urusan agama
yang berkaitan dengan upacara ritual, perkawinan, dan
sebagainya. Adapun susunan dalam badan syara agama
adalah (1) Lakina agama bertugas sebagai penerapan agama
yang dijabat satu orang; (2) Imam bertuga sebagai pimpinan
ibadah dijabat satu orang; (3) Khatib bertugas sebagai
METRO GRAPHIA
pembatu imam, dijabat empat orang; (4) Moji bertugas
sebagai guru dalam pendidikan agama yang dijabat dua
belas orang; (5) Mokimu sebagai pembantu dalam staf
agama dan dijabat tiga puluh enam orang; (6) Tungguna
Ganda juga sebagai pembantu dalam staf agama anggotanya
berjumlah empat belas orang.

2. Barata Patapalena
Dalam Konstitusi Murtabat Tujuh dijelaskan bahwa
Undang-Undang Barata lazim disebut Syara’ Barata. Pada
tiap-tiap Barata dibentuk jabatan yang gelarnya sama
seperti yang ada pada syara’ Buton, tetapi tidak lengkap
seperti susunan gelar jjabatan pada pemerintahan pusat
kesultanan. Susunan gelar dan jabatan itu bisa lengkap

Sejarah dan Etnografi Buton 201


La Ode Dirman

apabila keempat Barata itu disatukan (Zahari, 1980 : 125).


Barata bermakna penyeimbang, diberikan kekuasaan
otonom untuk langsung bertindak apabila ada musuh yang
mengganggu Buton, bertanggung jawab atas keamanan
daerah masing-masing (Zaenu, 1985 : 36). Undang-Undang
Barata dikutip dari buku A.M. Zahari (1983). Wilayah
Barata, yakni Muna, Tiworo, Kolingsusu, dan Kaledupa.
Keempat daerah ini dalam adat lazim disebut dengan nama"
Barata Patapalena". Tiap-tiap Barata mendapat kekuasaan
untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan undang-
undangnya yang tersendiri dengan nama "Sarana Barata ".
Undang-undang tersebut ditetapkan oleh syarat
Buton dengan mengindahkan keadaan Barata itu sendiri.
Pada tiap Barata diadakan pula jabatan-jabatan adat yang
nama dan gelarnya seperti yang ada pada syarat Buton,
METRO GRAPHIA
tetapi tidak lengkap seperti susunan gelar jabatan pada
syarat kerajaan pusat. Akan tetapi, ia dapat lengkap bila
jabatan dari keempat Barata dikumpulkan. Misalnya, Barata
Muna hanya meliputi gelar jabatan Kapitalao, di Tiworo
"Sapati", di Kalisusu "Kenepulu", dan di Kaledupa
"Bontoogena". Untuk jelasnya susunan jabatan Barata
sebagai berikut .
Barata M u n a
(1) Lakina Muna = Raja Muna.
(2) Kapitalao dua orang ; Matanayo dan Sukanayo.
(3) Bontogena dua orang ; Matanayo dan sukanayo.
(4) Intarona Bitara satu orang;
(5) Patakhoerano, empat orang masing-masing (1)

202 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Mieno Tongkuno, (2) Mieno Lawa, (3) Mieno


Kabawo, (4) Mieno Katabu
Barata Tiworo
(1) Lakina Tiworo= Raja Tiworo
(2) Sapati
(3) Mieno lasiapamu.
(4) Mieno Lawa
(5) Sabandara
Barata Kalingsusu
(1) Lakina Kalingsusu = Raja Kalingsusu
(2) Kenepulu
(3) Bontona kampani.
(4) Bontona kancua-ncua
METRO GRAPHIA
(5) Kapitana Lipu
Barata Kaedupa
(1) Lakina Kaedupa= Raja Kaledupa
(2) Bontona dua orang dan ketika zaman Belanda
hanya satu orang
(3) Bontona Kiwolu
(4) Bontona Tapaa
(5) Lakina Suludadu dua orang.
Pada umumnya tugas dan kewajiban anggota syara'
Barata sama dengan tugas anggota kerajaan, selama tidak
keluar dari daerah kekuasaannya. Menurut Mulku Zahari,
kecuali Sultan, Lakina Barata tidak disembah. Beberapa
tugas penting Barata, antara lain menjaga musuh darat dan

Sejarah dan Etnografi Buton 203


La Ode Dirman

laut; bila tidak sanggup akan mendapat bantuan dari syara'


Buton, Bone, Ternate, atau kompeni, Barata wajib menolong
untuk dibawa ke syarat Buton; Barata tidak berhak
menjatuhkan hukuman mati kepada kamboru-mboru
talupalena atau siolimbona, kecuali mendapat izin Baaluwu
dan Peropa; jika mengadakan hubungan kerja sama dengan
Bone, Ternate, atau kompeni, harus ada surat kuasa Sultan;
Barata mengadakan patroli pantai; bila ada kesukaran yang
perlu disampaikan kepada sultan, harus melalui Bontona
Gampikaro.
Masa beredar terus dan pejabat sultan silih berganti,
demikian pula pendidikan agama mengalami pasang
surutnya, akhirnya juga Belanda dapat menduduki Buton
secara pasti, yaitu ditandai dengan ditandatanganinya
perjanjian antara Sultan Muhammad Asyikin dan Residen
METRO GRAPHIA
Brughman pada 8 April 1906 di Bau-Bau di atas kapal de
Ruyter. Belanda menjajah Buton selama 37 tahun, sebagai
akibat politik adu domba Belanda yang memanfaatkan
konflik antara kaomu dan walaka khususnya persoalan adat
dan posisi kedua elite dalam struktur pemerintahan
kesulthanan sekaligus menentukan kebijakan terhadap
kepentingan rakyat Buton.

D. Tata Cara Pelantikan Sultan


Tata cara pelantikan Sultan Buton yang disusun dalam
bahasa naskah buri Wolio Arab (terj. Tamanajo: 2000).
Kata-kata pelantikan terutama ucapan sumpah setiap sultan
sedikit mengalami perubahan sebagai berikut.

204 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Ucapan Siolimbona; Bismillahi kaasi karokusy; Alhamdu


padaaka kumatemo; Kajanjinamo oputa; Momakaana
Apekamete; Bari-baria batua: Ise, Jua, Talu, wapa, Lima, Ana,
Pitu, Walu, Sio, Sapuluakamo, Ingkoo La Ode artinya: Atas
nama Allah rasa kasih untuk, Diri ini segala puji telah
hampir, saat kematian sudah merupakan Janji Tuhan (Allah)
Maha Perkasa, yang mematikan semua hamba, satu, dua,
tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh
dengan kamu La Ode. Adapun bahasa/ucapan sumpah
sultan ketika menerima tahta dari 38 orang Sultan Buton
dapat disajikan sebagai berikut.
(1) Lakilaponto/Sultan Murhum//gelar "Khalifah al-
Khamisu" (1538--1584)
Padamo kutarimayiya: Indasamia batua bemolagina
sakabumbua padaa posamatemo somoo Opu
METRO GRAPHIA
samangengena sakiaiaya indaa kokapadaa. Artinya:
Saya sudah terima: Tak seorang hamba pun yang
abadi seberapa banyak pun bagai bertemu mati,
hanya Tuhan (Allah) yang kekal abadi tiada
penghabisan.
(2) Sultan Latumparasi/Sangia Yi Boleka (1584--1591)
Padamo kutarimayiya: E, Waopu dawuaku iimani
wakutuuna kuboli bada kusiy tesahada iqraru
momatangka tetaziiri iimani mototapu. Artinya:
Saya sudah terima: Wahai Tuhanku, anugerahi aku
iman bila saatnya berpisah dengan jasad ini bersama
sahadat ikrar nan teguh disertai kebenaran iman
yang tak goyah.

Sejarah dan Etnografi Buton 205


La Ode Dirman

(3) La Sangaji/Sultan Sangia Makengkuna (1591 --1597).


Padamo kutarimayiya: E, waopu ranganikami
rahamati Muhammadi cahea bambaana onciamo
kainawa matopene mosuluwina bari-baria batua.
Artinya: Saya sudah terima: wahai Tuhanku
tambahkan rahmat bagi Muhammad cahaya
kemuliaan beliaulah purnama terang benderang yang
menerangi segenap hamba.
(4) La Elangi/Sultan Dayanu Ihsanudin (1597--1631)
Padamo kutarimayiya: sio-siomo waopu betapobawa
imuhsyra toeromuana batua Aagoaku azabu naraka
ihuru-hara naile muri-murina. Artinya, saya sudah
terima: semoga ya Tuhanku bersama dengannya di
padang mashar berkumpulnya segala hamba semoga
beliau menyelamatkanku dari azab neraka dalam
METRO GRAPHIA
huru hara esak di kemudian hari.
(5) Sultan Sangia Watole /LaBalawo (1631--1632)
Padamo kutarimayiya: sio-siomo opu atarimaaku
Bekuuewangi incaku momadakina. Artinya, Saya
sudah terima: semoga Tuhan menerimaku
(menolongku akan kulawan perangai jahatku).
(6) La Buke gelar Sri Sultan Ghafurul Wadudu (1632--
1645)
Padamo kutarimayiya: E. Karoku artinya sudah saya
terima; oh diriku.
(7) Sultan La Saparigau/ Mogaana pauna (1645--1647)
Padamo kutarimaiyiya: uwe satiri baanamo minaaku
sinpouduka kadadi makoita incana tana naile

206 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

uhancurumo upasalamo tetanana qoburuku. Artinya,


Saya sudah terima: air setetes mula asalku sama
kejadiannya dengan segala hewan di dalam tanah
juga nanti saya bakal hancur bercampur nanti
bersama tanah.
(8) Sultan Mardan Ali/La Cila/ Oputa Gogoli Liwuto
(1647--1654)
Padamo kutarimaiyiya : E, karoku tawakala mpuu-
mpuu pengkinisia janji mina I opuu duniasi
mbooresana karimbi abarimpuu racu ibinasaaka.
Artinya, Saya sudah terima: wahai diriku tawakallah
sungguh-sungguh berpegang teguhlah pada janji
Tuhanmu dunia ini tempat tinggal yang rawan
banyak sungguh racun pemusnah.
(9) Sultan La Awu/ gelar Malik Sirullah Mosuruna
METRO GRAPHIA
Arataana (1654--1664)
Padamo kutarimaiyiya: E, karoku iega-ltga
wengkoomi ncukooni sabutuna hacyati pekalapea
incana mia rangamu teupakawa maksudna incamu.
Artinya, Saya sudah terima: wahai diriku jangan
terlalu banyak calon kalau kau mengucap cukuplah
seperlunya perbaikilah perasaan ssamamu dan
sampaikanlah maksud hati sanubarimu.
(10) La Simbata, Sri Sultan Aidil Rakhim/ Mosabuna Yi
Lea Lea (1664--1669)
Padamo kutarimaiyiya : matemoitu pada mbatikoku
hari qiyamah pada ulahirimo iweitumo huru-hara
momaoge sukaraana bari-baria batua. Artinya, Saya

Sejarah dan Etnografi Buton 207


La Ode Dirman

sudah terima : maut itu tak lagi lama mendatangiku


hari kiamat lagi bakal bangkit saat itulah huru - hara
kerusakan besar yang dialami semua hamba
(11) La Tangkaraja/Mosabuna I Lakambau (1664--1669)
= 8
(12) La Tumpamana/Sangia Yi Kaesabu (1680--1688)
= 2
(13) La Umati/ Sangia Kopea (1688--1695) = 3
(14) Saifuddin/ Oputa Kabumbu Malanga (1695--1702)
= 7
(15) La Rabaenga /Ibawana Bone( 1695--1702)= 4
(16) La Ida/ mosabuna Yikaesabu (tujuh hari, kudeta
XIV)= 1
(17) La Ibi / Mosabuna Yilawalangke (1702--1709)= 1
METRO GRAPHIA
(18) La Tumparasi/ Mazharuddin Abd Rasyad (1709-
0

1711)= 5
(19) Langkaryry/ Darul Alam/Oputa Sangia/(1712--
1750)= 6
(20) Himayatuddin/ Oputa YiKoo (1750--1752)= 9
(21) Oputa Sangia Wolowa (1752--1757)= 7
(22) Sultan Masabuna Yi Tobe-Tobe (1757--1760)= 1
(23) Himayatuddin/Oputa Yikoo (1760--1763)= 7
(24) La Jampi /Sultan Galampa Batu (1763--1788)= 3
(25) Mosabuna Yi Wandailolo/ Sorawolio (1788--1791)
= 6
(26) Sultan Sangia Lawalangke (1791--17899)= 2

208 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

(27) La Ode Badaru/Sultan Oputa Yi Baadia(1799--1813)


= 8

(28) Sultan Oputa Yi Baaluwu (1823--1824)= 5


(29) Muhamad Aydrus Kaimudin/Kobaadiana (1824--
1851)= 4
(30) Sultan Muhamad Isa/ Oputa Yitanga (1851--1871)
= 1
5
(31) Kaimudin Muh. Salihi Oputa YiMunara (1871 --
1881)= 2
(32) Kaimudin Muh. Umara/ Sangia Baryia(1881 --1898)
= 7
(33) Sultan Muh. Asikin Qaimuddin/ Oputa antara
Maedani (1903--1912)= 5
(34) Sultan Muhammad Dayan Qaimuddin/ Oputa
METRO GRAPHIA
talumbulana (1914)= 1
0
(35) Sultan Kaimudin Muhamad Ali /Oputa ruataona
(1921 --1922)= 1
(36) Muh. Syafi Al-Anaami Qaimuddin/Motembana
Karona (1922-- 1924)= 9
(37) La Ode Muh.Hamidi Oputa Yi Malige (1928--1937)
= 2
(38) La Ode Muh. Falihi Oputa Yi Baadia (1938--1960)
= 2

Keterangan : Sumpah sultan ke-1 sampai dengan ke-10


di atas diikrarkan sama dengan sumpah Sultan ke-11
sampai ke-38 dalam klasifikasi tersebut. Adapun skema
posisi duduk para elite kesultanan, saat pelantikan sultan

Sejarah dan Etnografi Buton 209


La Ode Dirman

yang dihadiri seluruh perangkat kerajaan termasuk empat


Lakina Barata terdiri atas Muna (sekarang Kabupaten
Muna), Kaledupa, Kulisusu (Kabupaten Buton Utara), dan
Tiworo pada gambar 8 sebagai berikut. .

METRO GRAPHIA

210 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Keterangan:
(A) Tempat duduk Sultan didampingi oleh menteri-menteri
Patalimbona: Baluwu, Peropa, Gundu-gundu, dan
Burangkatopa
(B) Tempat duduk menteri Gampikaro
(C) Tempat duduk dari :
1. Sapati
2. Kenepulu
3. Lakina Sorawolio
4. Lakina Baadia
5. Bontogena
6. Bontona Gama
7. Bontona Siompu
8. Bontona Wandai
9. Bontona Lahia
METRO GRAPHIA
10. Bontona Vlelai
11. Bontona Silea
12. Bontona Jawa
13. Bontona Lanto
14. Bontona Waborobo
15. Bontona Lantongau
16. Bontona Pada
17. Bontona Kancoda
18. Bontona Bero-beroa
19. Bontona Lasomba
20. Bontona Barangka
(D) Tempat duduk dari:
1. Raja Muna

Sejarah dan Etnografi Buton 211


La Ode Dirman

2. Raja Tiworo
3. Raja Kulisusu
4. Raja Kaledupa
5. Sapati Tiworo
6. Kenepulu: Kulisusu
7. Kapitalao Wuna
8. Bontoogena Wuna
9. Bontoogena Kaledupa
10. Intarano Bintano Wuna
11. Miana Tongkuno
12. Miana Lawa
13. Miana Kabawo
14. Miana Katobu
15. Miana Lasiapamu
16. Miana Lawa Tiworo
METRO GRAPHIA
17. Bontana Kampani
18. Bontana Kancua-ncua
19. Kapitana Liwu
(E) Tempat duduk Bobato menurut tingkat umur terdiri atas
bobato Siolipuna, bobato mancuana
(F) Tempat duduk
1. Kapitalao
2. Lakina Kamaru
3. Lakina Batauga
(G) Tempat duduk
1. Hatibina Wolio
2. Imam
3. Lakima Agama

212 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

(H) Tempat duduk


1. Mojino Badia
2. Mojino Sorawolio
3. Mojino Wolio
4. Khatibina Sorawolio
5. Khatibina Badia
6. Imamanuna Badia
7. Imamuna Sorawoilo
(I) Tempat duduk
1. Bontona Galampa
2. Bontona Tanailandu
3. Bontona Litao
4. Bontona Sombamarusu
5. Bontona Wajo
6. Bontona Kalau
7. METRO GRAPHIA
Bontona Waberongalu
8. Bontona Katapi
9. Bontona Dete
Posisi duduk sultan diiringi oleh menteri patalimbano
(empat wilayah) dan tertibnya ialah Menteri Peropa duduk
di sebelah kanan Sultan, di belakangnya duduk menteri
Gundu-Gundu. Menteri Baluwu duduk di sebelah kiri Sultan
dan di belakangnya duduk Menteri Barangkatopa.
Sesudah pelantikan Menteri Peropa kembali dekat
Menteri Baaluwu atau pada sisi kiri Menteri Baaluwu. Posisi
duduk pembesar kerajaan (pangka) dan Sapati bersambung
ke bawah. Kemudian pada bagian lain dari atas ke bawah
Kapten laut pelantikan skema. Menteri-menteri Dete sampai

Sejarah dan Etnografi Buton 213


La Ode Dirman

dengan menteri Galampa. Sebelumnya Sultan berada di


Galampa, mereka di tengah-tengah bersama kedua menteri
Galampikaro dan di bawah menteri galampa. Setelah Sultan
berada di Galampa mereka itu meninggalkan tempat
duduknya kedua menteri Gampikaro pindah duduk di dekat
menteri Dete menghadap Sultan. Pada waktu itu menteri
Gampikaro menjadi penghubung dari hadirin kepada sultan
karena tidak dibenarkan oleh adat untuk berbicara langsung.
Kedudukan dan Barata-Barata cukup jelas. Skema tentang
formasi tempat duduk saat pelantikan sultan sebagaimana
dikemukakan di atas diambil pada masa Sultan Butob
terakhir. Sultan Muhammad Falihi Kaimuddin.
Adapun 72 wilayah (kadie) kekuasaan kesultanan
Buton yang sekaligus jabatan (pangka) pada masing-
masing wilayah kadie itu, dipimpin oleh golongan
METRO GRAPHIA
kaomu sebagai berikut: (a) Lakina Siolipuna
berjumlah 9 orang terdiri: Lakina Kadie Kamaru,
Lakina Kadie Batauga, Lakina Kadie Bhombonawulu,
Lakina Kadie Tumada, Lakina Kadie Todhanga,
Lakina Kadie Waale-ale, Lakina Kadie Bhola, Lakina
Kadie Wolowa; (b). Kadie Bobato Mancuana (basis
pertahanan) berjumlah 2 orang: Lakina Kadie
Sampolawa, Lakina Kadie Lia; (c) Kadie Bobato
(Umum) berjumlah 52 wilayah terdiri: Lakina Kadie
tobhe tobhemo, Lakina Kadie Kambe-Kambero,
Lakina Kadie Labhalawa, Lakina Kadie Burukene,
Lakina Kadie Kokalukuna, Lakina Kadie Kaesabu,
Lakina Kadie Wou, Lakina Kadie Lea-lea, Lakina Kadie
Kamelanta, Lakina Kadie Kaluku, Lakina Kadie,
Lakina Kadie Taloki, Lakina Kadie Lawele, Lakina
Kadie Kalende, Lakina Kadie Lasalimu, Lakina Kadie
Ambuau, Lakina Kadie Kumbewaha, Lakina Kadie

214 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Wasaga, Lakina Kadie Takimpo, Lakina Kadie


Holimombo, Lakina Kadie Bharuta, Lakina Kadie
Bhoneoge, Lakina Kadie Lakudo, Lakina Kadie Mone,
Lakina Kadie Lolibu, Lakina Kadie Inulu, Lakina Kadie
Mawasangka, Lakina Kadie Koroni, Lakina Kadie
Lipumalanga, Lakina Kadie Koholifano, Lakina Kadie
Bhone, Lakina Kadie Kambowa, Lakina Kadie
Sorawolio, Lakina Kadie Baadia, Lakina Kadie
Wangentu, Lakina Kadie Tete, Lakina Kadie
Lakologou, Lakina Kadie Watumotobe, Lakina Kadie
Labulusao, Lakina Kadie Wasuemba, Lakina Kadie
Labuandiri, Lakina Kadie Kancinaa, Lakina Kadie
Wasaga, Lakina Kadie Kondowa, Lakina Kadie
Wasilomata, Lakina Kadie Watulea, Lakina Kadie
Lambelu, Lakina Kadie Pure, Lakina Kadie
Pongkowulu, Lakina Kadie Kapota, Lakina Kadie
Wance, Lakina Kadie Timu; (d) Kadie Bobato Yisara
berjumlah 9 orang terdiri; Lapandewa, Mandati,
METRO GRAPHIA
Waha, Togano, Bhalo, Lengora, Tangkeno, Rumbia,
Poleang (wawancara, La Ode Ansari, September
2016).

Gambar 9. Beberapa Makam Sultan yang berada dalam


benteng keraton Buton.

Sejarah dan Etnografi Buton 215


La Ode Dirman

E. Sratifikasi Sosial Tradisional dan Adat


Perkawinan
Peneliti sejarah Buton Prof. Drs. Rustam E Tamburaka,
MA (2003) mengutip pendapat tokoh adat Buton La Ode
Abubakar bahwa masyarakat Buton Wolio masa itu baru
terdiri dua strata yaitu bangsawan dan rakyat. Pandangan
ini berbeda jika kita mengacu pendapat seorang Antropolog
Redclife Brown (Koentjaraningrat 1980) bahwa suatu
masyarakat tradisional sekalipun, dapat dianalogikan
sebagai struktur tubuh manusia yang terdiri dari kepala
(Reason) sebagai pimpinan; badan (appetative) perwakilan
dan kaki sebagai tentara.
Dapat diinterpretasi bahwa Mia patamiana sebagai
badan legislatif atau ditandai terbentuknya patalimbona.
Selanjutnya diusul kehadiran Wakaka yang tampak
METRO GRAPHIA
memperlihatkan simbol-simbol kebangsawanannya. Hal
tersebut mengacu analisis Prof. Zainal Abidin bahwa lahir
dari bulu gading disimbolkan busana kebangsawanan
mereka berwarna kuning, demikian Sibatara yang
memperlihatkan simbol kebangsawanannya dari Majapahit
yang menjadi suami Wakaaka yang akhirnya dinobatkan
sebagai Raja. Belum adanya bahasa persatuan masa itu, oleh
karena para migran ini, meskipun umumnya berasal dari
melayu, tetapi Sibatara berasal dari Majapahit menyebabkan
komitmen secara tertulis belum dilakukan. Sedangkan
rakyat adalah penduduk asli Buton yang memposisikan diri
sebagai lapisan ketiga oleh tokoh adat Buton umumnya
mengatakan berasal dari Arab dan Bajar.

216 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Atas dasar versi tarakhir tersebut diatas dapat diduga


bahwa di zaman Batara Guru itu di strata masyarakat
berubah fungsi menjadi 3 lapisan sosial resmi atau dalam
strukfur pemerintahan kerajaan menjadi tiga lapis, yaitu
kaum laki-laki yakni raja dan keturunannya, kaum walaka
yakni Siolimbona dan keturunannya dan kaum Papara
sebagai rakyat. Agar kesatuan dan solidaritas tidak pecah
oleh kehadiran strata baru maka diangkatlah kepermukaan
filsafat hidup tiga muka atau "trinitas" masyarakat Buton
yaitu tiga di dalam satu dan esa di dalam tiga. Perlambang
trinitas itu ditamsilkan sebagai buah kelapa dagingnya
adalah tamsil kaum laki-laki, tempurungnya adalah tamsil
bagi kaum Walaka sedang sabuknya adalah tamsil bagi kaum
papara. Bukanlah pengertian kelapa jika hanya dagingnya
saja atau hanya tempurungnya atau hanya sabutnya saja
METRO GRAPHIA
melainkan pengertian "kelapa" adalah tiga unsur yang tak
dapat dipisahkan atau dengan yang lainnya. Lagi pula tidak
akan tumbuh kelapa baru dari bibit yang berupa dagingnya
saja atau tempurungnya saja atau sabutnya saja. Demikian
pengertian "kelapa" menurut filsafat Wolio.

1. Stratifikasi tradisional dan Perubahan Fungsinya


Di dalam suatu komunitas masyarakat selalu
ditemukan adanya pembagian kelas. Pembagian kelas ada
yang sengaja dilakukan oleh suatu pihak tertentu ada pula
yang terjadi dengan sendirinya. Soerjono Soekanto (1990 :
253) menjelaskan bahwa : Adanya sistem lapisan
masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses
pertumbuhan masyarakat itu. Akan tetapi dapat pula yang

Sejarah dan Etnografi Buton 217


La Ode Dirman

dengan sengaja disusun untuk mengejar sutu tujuan


bersama. Pitirin A. Sorokin (1967) menyatakan bahwa baik
masyarakat sederhana maupun masyarakat kompleks,
masyarakat berlapis selalu ada dan ketiadaan masyarakat
berlapis adalah sebuah mitos yang belum pernah dinyatakan
dalam sejarah.
Kontras data dan fakta historis Prof. Rustam
Tamburaka dalam tulisan sejarah Buton (2003:38)
menyatakan bahwa masuknya Islam di Buton terdapat tiga
pelapisan sosial ; kaomu, walaka dan rakyat secara
berangsur dihilangkan. Sementara dalam naskah Buton yang
terkenal Kitab Murtabah tujuh (salah satu dari 13 naskah di
Indonesia) tercatat bahwa stratifikasi atau pelapisan itu
sangat jelas dalam struktur pemerintahan kesultanan
sampai berakhirnya kesultanan Buton. Batasan jabatan
METRO GRAPHIA
seperti Sultan, Sapati, Kenepulu hanya dijabat oleh golongan
Kaomu sedangkan walaka jabatan tertinggi adalah
Bontoogena (menteri besar) dan beberapa lainnya,
selanjutnya pemerdekaan perbudakan menjadi rakyat.
Jadi Mustahil sebuah penghilangan Stratifikasi, namun
perubahan fungsi dapat terjadi sesuai kebutuhan zaman. Jika
pada masyarakat folk penganut kepercayaaan animisme
masyarakat berlapis tampak seperti istilah Bigman (kepala
suku di Melanesia) pembagian kerja menurut jenis kelamin
dan berdasarkan homohomini lupus. Pengaruh animisme di
kerajaan Wolio terakultrasi ketika unsur Hindu masuk
seperti istilah raja dan rakyat, istilah casta (Portugis)
bangunan bertingkat - terakultrasi dalam praktek
pemerintahan kesultanan sesuai nilai Islam. Berakhirnya

218 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

masa Kesultanan sampai kini yang masih tampak pada adat


larangan perkawinan antara Golongan Kaomu dengan
walaka dan dengan rakyat, namun tidak seketat lagi
sebagaimana di Era kesultanan, karena sudah terakultrasi
dan terlahirnya pelapisan sosial masa kini, oleh Prof
Abdurrauf Tarimana(1985) bahwa lapisan teratas
stratifikasi sosial masa kini adalah golongan terpelajar,
cendekiawan, pengusaha, dll.
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa Mia
patamiana (tokoh adat yang empat) sebagai peletak dasar
terbentuknya Kerajaan Wolio yang ditandai terbentuknya
Patalimbona atau empat limbo (wilayah). Selanjutnya
disusul kehadiran Wakaaka yang saat tampak
memperlihatkan simbol-simbol kebangsawanannya dengan
cirri busananya berwarna kuning. Analisis Prof. Zainal
METRO GRAPHIA
Abidin (1995) bahwa Wakaaka lahir dari bulu gading
disimbolkan bahwa busana kebangsawanan mereka
berwarna kuning. Demikian pula, Sibatara yang
memperlihatkan simbol kebangsawanannya dari Majapahit
yang menjadi suami Wakaaka yang akhirnya dinobatkan
sebagai raja. Pada masa itu belum ada bahasa persatuan
karena para migran ini meskipun umumnya berasal dari
Melayu, Sibatara berasal dari Majapahit. Hal itu
menyebabkan komitmen secara tertulis belum dilakukan.
Karena itu, cikal bakal terbentuknya stratifikasi sosial
tradisional masyarakat Buton. Agar kesatuan dan solidaritas
tersebut tidak pecah maka diangkatlah ke permukaan
filsafat hidup tiga muka atau "trinitas" masyarakat Buton,
yaitu tiga di dalam satu dan esa di dalam tiga. Perlambang

Sejarah dan Etnografi Buton 219


La Ode Dirman

trinitas itu ditamsilkan sebagai buah kelapa, yaitu dagingnya


adalah tamsil kaomu laki-laki, tempurungnya adalah tamsil
bagi walaka sedang, dan sabutnya adalah tamsil bagi kaum
papara. Bukanlah pengertian kelapa jika hanya dagingnya
saja atau hanya tempurungnya atau hanya sabutnya.
Pengertian "kelapa" adalah tiga unsur yang tak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Selain itu, tidak akan
tumbuh kelapa baru dari bibit yang berupa dagingnya saja
atau tempurungnya saja atau sabutnya saja. Demikian
pengertian "kelapa" menurut filsafat Wolio yang semuanya,
sebagai cikal bakal atas bentuk hegemoni elite tradisional
terhadap masyarakatnya.
Ketika pemerintahan Raja Buton Keenam (Sultan I)
Murhum dan Islam resmi menjadi agama negara, terjadilah
perubahan fungsi kelas sosial masyarakat Buton, khususnya
METRO GRAPHIA
dalam fungsi bermasyarakat dan bernegara yang
disesuaikan dengan ajaran Islam. Perubahan dan penguatan
fungsi staratifikasi sosial terjadi pada masa pemerintahan
Sultan yang ke-4 (La Elangi) yang ditandai dengan lahirnya
Undang-Undang Martabat Tujuh. Stratifikasi sosial pada
masa pemerintahan La Elangi diatur sedemikian rupa yang
disesuaikan dengan nilai-nilai islami, tetapi teradopsi
dengan pengaruh imperialisme Barat. Meskipun demikian,
masyarakat tetap memperlihatkan kebersamaan dan
kesatuan yang utuh. Masa Sultan Laelangi dibaginya menjadi
empat lapisan, sebagai berikut.
(1). Golongan Kaomu
(2). Golongan Walaka
(3). Golongan Papara

220 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

(4). Golongan Batua (budak)


Walaupun terjadi pembagian kelas, antara lapisan
masyarakat yang suatu dan yang lainnya tetap melakukan
hubungan vertikal antarlapisan. Akan tetapi, masyarakat
lapis bawah tidak dibenarkan kawin dengan golongan atau
tingkatan masyarakat Kaomu atau Walaka. Posisi strata
tersebut diuraikan sebagai berikut.

Golongan Kaomu
Seperti yang terjadi pada daerah lain di Indonesia
golongan bangsawan menempati posisi pertama atau
golongan masyarakat paling tinggi dalam masyarakat.
Demikian pula stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat
Buton, golongan kaomu menempati posis pertama. Hanya
golongan inilah yang menduduki posisi birokrasi di dalam
METRO GRAPHIA
kesultanan Buton. Pada masa pemerintahan La Elangi, atas
dasar kesepakatan bersama antara La Elangi dan La Bula
kaomu digolongkan atas tiga aliran yang terdiri atas berikut
ini.
1) La Elangi sebagai aliran bangsawan Tanailandu
2) La Singa sebagai aliran bangsawan Tapi-Tapi
3) La Bula sebagai aliran bangsawan Kumbewaha
Ketika golongan diatas disebut dengan kamboru-
mboru ttalu palena artinya golongan bangsawan itu menjadi
pendukung dan pembela karena keahliannya, karena harta
bendanya, keberaniannya untuk melindungi rakyat yang ada
di kaomu golongan bawah. Atas dasar faktor tersebut
mengenai bisa atau tidaknya kaomu diangkat atau

Sejarah dan Etnografi Buton 221


La Ode Dirman

menduduki jabatan sultan ataupun jabatan-jabatan penting


lainnya, maka golongan dibagi menjadi dua lapisan, yaitu
kaomu yang dapat diangkat dan disiplin menjadi sultan
terdiri atas dua lapisan, yaitu (1) Kaomu Masasa adalah
kaomu yang mempunyai ibu dan bapak dari golongan
kaomu dan berdomisili di keraton dan (2) Kaomu Indaa
masasa, yaitu kaomu yang mempunyai bapak dari golomgan
kaomu, sedangkan ibunya rakyat biasa berdomisili di
keraton.
Kaomu yang tidak berhak lagi menduduki jabatan
kesultanan dan jabatan-jabatan penting lainnya terdiri atas
dua lapisan, yaitu kaomu Isambali dan Analalaki. Kaomu
Isambali adalah kaomu yang lahir dari kaomu dan beristri
orang biasa. Di pihak lain yang dimaksud dengan Analalaki
adalah kaomu yang telah lama meninggalkan pusat kerajaan
METRO GRAPHIA
(keraton) dan tidak mau kembali lagi. Golongan kaomu
dibagi tiga betujuan agar tidak terjadi ambisi seluruh
keluarga kaomu yang akan menduduki jabatan sultan. Oleh
karena itu, ditetapkan hak setiap golongan kaomu. Bagi
aliran (kelompok kekerabatan) dari Tanailandu diharapakan
memegang jabatan kursi kesultanan. Aliran bangsawan dari
Tapi-Tapi memegang jabatan Kenepulu. Tentu saja dapat
dikatakan bahwa Sultan Dayanu Ikhsanuddin menetapakan
peraturan ini untuk mempertahankan agar gelar kesultanan
tetap di tangan anak cucunya. Hal ini dapat dipahami
karena Sultan Dayanu Ikhsanuddin merupakan induk
keluarga dari Tanailandu. Akan tetapi, pada praktiknya
tidak mengikuti aturan yang ditetapkan oleh La Elangi
karena yang menentukan pengangkatan sultan adalah

222 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

pemangku adat (Siolimbona).

Golongan Walaka
Golongan walaka merupakan golongan masyarakat
lapisan kedua dalam stratifikasi masyarakat Buton. Rahim
Yunus (1995:28) menyatakan bahwa atas dasar faktor
kekuasaan, walaka diklasitifikasikan menjadi tiga lapisan,
yaitu (1) walaka yang berdomisili di keraton, (2) walaka
yang berdomisili di luar keraton, dan (3) walaka biasa atau
yang disebut dengan Labuah. Lapisan pertama dan kedua
berhak menduduki jabatan meskipun yang pertama lebih
utama daripada yang kedua, sedangkan lapisan ketiga tidak
berhak lagi menempati jabatan dalam kesultanan.

Golongan Papara (rakyat)


METRO GRAPHIA
Golongan masyarakat ini adalah golongan
masyarakat kaomu yang tidak mau lagi kembali di keraton
dan tetap tinggal dan kawin dengan mayarakat kadie.
Mereka telah kehilangan hak sebagai kaomu dan walaka.
Berdasarkan domisilinya, golongan papara dibagi dua
bagian, yaitu (1) papara yang menghuni wilayah di bawah
kekuasaan langsung pusat kerajaan, yaitu kadie, dan (2)
papara yang menghuni wilayah kerajaan dan mempunyai
struktur pemerintahan sendiri. Wilayah mereka ini
sebagaimana telah diuraikan di atas disebut barata.

d. Golongan Batua (pesuruh)


Golongan ini sesungguhnya tidak ada dalam adat

Sejarah dan Etnografi Buton 223


La Ode Dirman

stratifikasi sosial tradisional Buton. Namun untuk


kepentingan analisis tetap masuk dalm klasifikasi. Budak-
budak ini umumnya didapatkan dari daerah yang kalah
perang, denda pajak, dan lewat perdagangan. Budak yang
didapat dari tawanan perang, yaitu pada waktu Kerajaan
Buton di bawah pimpinan Raja Mulae menghadapi utusan
yang dapat ditaklukkan oleh Lakilaponto dalam suatu
perang di Boneatiro. Budak yang didapat dari denda pajak
adalah daerah-daerah yang tidak sanggup membayar tepat
pada waktunya. Daerah-daerah tersebut, antara lain
beberapa kelompok dalam wilayah bharata, seperti di
Kaledupa, Tiworo, Muna, dan Kalencusu. Era kesultanan
perbudakan dihapuskan khususnya masa pemerintahan
Sultan La Awu abad ke-17. Hal tersebut bertentangan
dengan ajaran Islam. Praktek perbudakan dihidupkan
METRO GRAPHIA
kembali oleh hegemoni Belanda terhadap rakyat Buton
khusunya pembayaran upeti dan dalam kaitannya dengan
pembayaran pajak bagi 72 wilayah yang dinamakan 72
Kadie (kampung) dalam wilayah kekuasaan kesultanan
Buton.
Terjadinya perdagangan budak sebagaimana yang
ditulis oleh Pim Schorl (2003) yang menyatakan bahwa
Buton termasuk pemasok budak terbesar di Sulawesi
Tenggara. Demikian pula tulisan Caleb Copenger (2011:41)
menyatakan bahwa budak-budak di Batavia paling banyak
didatangkan dari Sulawesi Selatan. Diantara 10.000 budak
yang dikirim ke Batavia dalam kurun dua dekade, yaitu dari
tahun 1661-1682, Schulte Nordholt menghitung bahwa
42% (4110 budak) didatangkan dari Sulawesi Selatan,24 %

224 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dari Bali dan 12 % dari Buton.

2. Adat Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dikenal pula dengan
kariyaa dhadhi atau pesta kehidupan, yang dalam adat
Kesultanan Buton, seorang pria dalam menyampaikan
hajatnya, ketika melamar, dapat melalui salah satu jalur,
yaitu (1) pobhaisa (pembesanan resmi), (2) uncura (datang
menduduki rumah wanita), (3) popalaisaka (membawa lari
calon mempelai wanita), (4) humbuni (mendatangi paksa
calon mempelai wanita) (Mujur, 2009: 46). Tulisan Mulku
Zahari bukunya adat dan upacara perkawinan Wolio
(2017:82) bahwa selain empat saluran adat tersebut diatas
melalui Laawati adalah sang gadis diterima oleh pihak laki
dn dirumah pihak laki-laki dilangsungkan perkawinan
METRO GRAPHIA
secara adat. Hal tersebut terjadi karena sang perempuan
tidak sanggup melaksanakan perkawinan. Saluran adat
melalui Laawati tampak tidak berlaku lagi karena
menyangkut harga diri pihak keluarga perempuan. Demikan
Juga Saluran adat melalui tata Humbuni yang dilakukan
secara paksa oleh pihak laki-laki.

Pobhaisa
Pobhaisa merupakan bentuk perkawinan yang lebih
dahulu melalui persetujuan orang tua kedua belah pihak.
Langkah awal untuk menyalurkan keinginan seorang pria
kepada seorang wanita yang dicintainya, didahului dengan
mencari seorang penghubung (tolowae) biasanya seorang
anggota Syarana Hukumu Masjid Keraton Buton

Sejarah dan Etnografi Buton 225


La Ode Dirman

(Moji/Bilal). Orang tua inilah yang akan menjadi


pelaksanaan potolowea. Potolowea ini dapat diketahui
apakah jadi atau tidak pertunangan seorang pria/pemuda
dengan seorang wanita (Kabua-Bua/Kalambe) yang
dimaksud. Empat hari kemudian dari selesainya penyerahan
Katindana Odha atau Katangkano Oni maka disusun
penyerahan/pemberian dari pihak laki-laki yang dikenal
dengan Bhakena Kau atau buah-buahan. Jenis dan
ukurannya ditentukan adat. Jika tidak dalam bentuk buah-
buahan, maka dapat ditukar dengan nilai tertentu yang
ditetapkan sebagai berikut.
Golongan kaomu/lalaki= 5 bhoka (Rp 6,0 perak),
golongan walaka= 3 bhoka (Rp 3,6 perak). Bhakeka kau yang
diterima oleh pihak wanita, baik berupa buah-buahan asli
maupun berupa nominal uang, langsung dibagi-bagikan
METRO GRAPHIA
pada sanak keluarga dari pihak keluarga perempuan, yakni
(a) Bhakena kau dapat dilakukan bersamaan dengan
penyerahan Katindana Odha / Katangkana Oni atau
Penyerahan Tauraka (mahar); (b) Selama masa
pertunangan, seumpama calon pria pergi berlayar atau
merantau, maka pihak perempuan harus menyerahkan
pemberian pada pihak pria yang dinamai Kakanu, yakni
bekal berupa uang dengan jumlah untuk golongan
Kaomu/Lalaki= 5 bhoka (Rp 6,0 perak) dan golongan
walaka= 3 bhoka (Rp 3,6 perak). Jika sang pria telah
kembali dari berlayar/merantau, maka harus menyerahkan
pemberian yang bernama kabhaku (oleh-oleh berupa
pakaian atau benda-benda perhiasan lainnya).
Dalam perjalanan selama wisata pihak wanita

226 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

didampingi oleh seorang utusan laki-laki. Kepada


pengiring/pengawal dipersiapkan uang belanja perjalanan
untuk kepentingan makan dan minum dari pihak laki-laki.
Pihak laki-laki yang berkewajiban membayarkan zakat fitrah
tunangannya pada akhir Ramadhan. Di samping itu,
menyerahkan bhilaana haroa (sisa kenduri) dengan nilai
golongan kaomu/lalaki= 3 bhoka (Rp 3.6 perak), golongan
walaka= 1 bhoka (Rp 1,2 perak). Apabila sang gadis
menjadi tunangan ini sudah sampai saatnya dipingit
(posuo), maka pihak orang tua perempuan memberitahukan
kepada orang tua pihak laki-laki tentang malam pembukaan
pingitan/posuo tersebut. Adapun acara pembukaan posuo
dilaksanakan pada malam hari dan selanjutnya yang dipingit
tidak boleh keluar dari rumah selama delapan hari delapan
malam dengan syarat hadap dan adab yang telah ditentukan.
METRO GRAPHIA
Seorang gadis yang telah diposou disebut kalambe yang
sebelumnya disebut kabua-bua (remaja) sebelum diposuo.
Setelah pingitan/posuo tersebut, maka pihak laki-laki
diwajibkan menyerahkan kepada pihak perempuan sebagai
berikut.
Antona suo = biaya pingitan meliputi golongan
kaombu/lalaki = 5 bhoka (Rp 6,0 perak), golongan walaka =
3 bhoka (Rp 3,6 perak), langasa =2 lembar kain putih (kaci)
dengan panjang masing-masing 2 meter, mantomu = kunyit
yang dipakai untuk mengolesi tubuh yang juga bermakna
buah-buahan dan makanan. Hal itu dapat digantikan dengan
uang dengan nilai golongan kaomu/lalaki = 5 bhoka (Rp 6,0
perak), golongan walaka = 3 bhoka (Rp 3,6 perak), bura =
bedak dalam bentuk padi (gabah) untuk makanan 1 bulan

Sejarah dan Etnografi Buton 227


La Ode Dirman

(15--20 liter), yang dapat digantikan dengan uang meliputi


golongan kaomu/lalaki = 3 bhoka (Rp 3,6 perak), golongan
walaka = 1 bhoka (Rp 1,2 perak), kasipo = suapan yang
dinilai dengan uang meliputi golongan kaomu/lalaki= 5
bhoka (Rp 6,0 perak), golongan walaka = 3 bhoka (Rp 3,6
perak)
a. Anak/putriSultanButon
=1.000 real
b. Anak/putri keturunan Oputa Sangia (Sultan Buton
XIX) = 400 real
c. Golongan Kaomu lainnya
= 300 real
d. Golongan Walaka
= 100 real
e. Golongan Ana Lalaki
METRO GRAPHIA
= 80 real
f. Golongan Limbo
= 40 real
g. Golongan Papara
= 20 real
Popoloko/tauraka, popoloko/ tauraka/ mahar/ mas
kawin yang berlaku di Kesultanan Bidaaril Buthuunii
(Wolio) adalah 1 real = 0,36 perak dengan kurs/nilai tukar
sesuai dengan mata uang sekarang ditetapkan melalui
kesepakatan adat yang dapat berubah-ubah sesuai dengan
keadaan tertentu. Popolo/ tauraka/ mahar/ atau mas kawin
tersebut diletakkan di dalam kopo-kopo (yang terbuat dari
perak atau kuningan) kemudian diletakkan dalam kimia.
selanjutnya keduanya ditempatkan di dalam

228 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kabhintingia (baki) bentuk bujur sangkar/persegi panjang


lalu dibungkus dengan kain berwarna (semacam batik
Buton), yang diikat secara khusus sesuai dengan syarat-
syarat tertentu dan diantarkan ke rumah orang tua
perempuan dengan tata cara tertentu pula.
Pelaksanaan acara penyerahan pololo/mahar. Jika
waktu yang ditetapkan telah tiba untuk menyerahkan atau
pembayaran pololo/mahar, maka kepada tiap-tiap pihak
mengundang sanak keluarga dan handai taulan, yang
berkumpul pada kedua belah pihak (laki-laki dan
perempuan). Tiap-tiap pihak mengadakan kenduri atau
haroa secara sederhana. Sebelum pelaksanaan haroa, pihak
laki-laki mengutus dua orang untuk mengantarkan pololo ke
rumah orang tua pihak perempuan yang telah siap
menantikan kedatangan kedua utusan tersebut. Adapun
METRO GRAPHIA
yang menghantar pololo adalah orang-orang khusus dan
berkewajiban untuk hal tersebut. Untuk bangsawan, akan
diantarkan oleh pegawai Syara Wolio (Bhonto dan Yarona
Bhonto) dan seorang pemegang kabhintingia, sedangkan
untuk golongan walaka, pololo diantarkan oleh pegawai
Syara Wolio yang lebih rendah, seperti Lotunani, Alfirisi,
dan lain-lain yang dianggap sesuai.
Pada saat pengantar pololo maka di sanalah terjadi
kesepakatan tentang hari dan saat pelaksanaan pernikahan.
Setelah utusan pengantar tiba kembali di rumah pihak laki-
laki kemudian dilaksanakan haroa. Setelah empat hari
sesudah penyerahan pololo dari pihak laki-laki, maka pihak
laki-laki kembali mengirimkan Puloa Bhakena Kau ke rumah
pihak perempuan sebagaimana halnya pada saat

Sejarah dan Etnografi Buton 229


La Ode Dirman

penyerahan Katindana Odha. Terkadang pula Bhakena Kau


ini bila diuangkan telah diarahkan bersamaan dengan
pengantaran pololo, tetapi jika yang diarahkan berupa buah-
buahan sesuai dengan makna hakikinya maka
pelaksanaannya tetap dilakukan empat hari setelah
pengantaran pololo. Setelah itu kedua belah pihak bersikap-
siap untuk melaksanakan akad nikah sesuai dengan waktu
yang telah disepakati.
Pelaksanaan akad nikah. Dua hari sebelum acara
akad nikah, tiap-tiap pihak telah melakukan pokemba
(undangan) atau kapaumba, yaitu untuk ibu-ibu di bawa
oleh wanita dan bapak-bapak oleh laki-laki yang mencakup
sanak saudara, handai taulan, tetangga, kenalan, dan lain-
lain. Kemudian pihak laki-laki akan mengantar calon
mempelai pria ke rumah mempelai wanita, sedangkan
METRO GRAPHIA
semua undangan yang hadir di pihak perempuan menunggu
kedatangan calon mempelai pria. Setelah semua undangan
hadir, baik pihak mempelai pria maupun mempelai wanita,
maka masing-masing mengadakan haroa/kenduri, yaitu
wanita ditempatkan di ruang dalam (tanga atau suo),
sedangkan laki-laki di ruang depan (bhamba). Sebelum
mempelai pria tiba, mempelai wanita diminta masuk ke
kelambu (tempat tidur berkelambu). Sesudah itu diutus dua
orang wanita untuk mengantar kamba (bunga) ke rumah
calon mempelai laki-laki sebagai isyarat/pertanda bahwa
pihak mempelai perempuan sudah siap untuk menerima
kedatangan mempelai laki-laki. Kamba yang diserahkan
dirangkai pada sepotong kain merah dan putih dengan
panjang 1,5 meter dan lebar 1,5 cm. Rangkaian

230 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bunga/kamba ini akan dipakaikan kepada calon mempelai


pria sebagai selendang/ perhiasan saat menuju ke rumah
calon mempelai wanita.
Mempelai laki-laki dari golongan kaomu/lalaki,
sewaktu berangkat menuju rumah mempelai wanita
membawa serta gambi yang dipegang oleh dua orang
pengiring, dan mempelai dari golongan walaka setelah tiba
di rumah mempelai perempuan berhenti sejenak di kaompu
(bangsal atau teras rumah), kemudian dibawakan kabila
oleh pihak perempuan. Tiba saat pelaksanaan akad nikah
mempelai pria masuk sambil memegang kabila di kekepi (di
pinggang). Gambi bagi golongan kaomu/lalaki memiliki
penutup dan kabila bagi golongan walaka/maradhika tidak
mempunyai penutup. Kedatangan calon mempelai pria
diiringi oleh seluruh undangan yang hadir mengantarkannya
METRO GRAPHIA
dari rumah calon mempelai pria menuju ke rumah calon
mempelai wanita.
Pengiring wanita langsung dipersilakan masuk
kedalam rumah, sedangkan pengiring laki-laki berhenti di
bangsal atau di halaman yang telah disediakan. Kemudian
pihak perempuan mengutus satu orang laki-laki dari dalam
rumah menuju bangsal/kaompu menyerahkan gambi atau
kabila (cerana) dengan segala kelengkapannya sebagai
tanda dipersilakannya untuk masuk ke rumah, langsung
menuju kamar tidur yang telah dipersiapkan dengan
membawa kabila pada lengan kiri (kepepi) dan dituntun
oleh kedua bapak pihak laki-laki dan pihak perempuan
sebagai walinya, diikuti pengawal Masjid Agung Keraton
(Syarana Hukumu) seorang Imam atau Khatib dan dua orang

Sejarah dan Etnografi Buton 231


La Ode Dirman

moji/bilal sebagai saksi pernikahan.


Syarana Hukum (Syara Kidhina) selain mendapat
pasali (persembahan/upah) juga memperoleh antona kawi
(isi perkawinan). Adapun antona kawi dapat dijabarkan
sebagai berikut. (1) Putra Sri Sultan (yang sedang menjabat
sultan) = 12 bhoka =14,40 perak; (2) untuk anak sapati
(wakil sultan), Kenepulu (Ketua Mahkamah Agung), Lakina
Baadia (Raja Baadia), Kapitalau Matana Eo dan Sukana Eo
(Panglima timur dan barat), Bhanto Ogane Matane Eyo dan
Sukana Eyo (menteri besar wilayah timur dan barat), (Imam
Masjid Agung Keraton Buton), dan Lakina Agama
(Kadhi/Sulthan Agama/ Sulthan Bathin Masjid Agung
Keraton Buton) adalah 6 bhoka = Rp 7,2 perak; (3) untuk
kalangan umum serendah-rendahnya = 1 bhoka = 2 suku =
Rp 1, 80 perak dan setinggi-tingginya 3 bhoka = Rp 3,6
METRO GRAPHIA
perak. Adapun kurs nilai yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan sejak pertengahan tahun 2000-an 1 bhoka
bernilai = Rp 24.000,00.
Pada malam pertama seusai hari pernikahan disebut
juga dengan malona kompaa atau malona pauncuraa yang
berarti malam naik di rumah/masuk dan didudukkan di
dalam rumah pengantin wanita. Pada malona
kompaa/malona pancuraa tersebut, pihak mempelai pria
menyerahkan pula sejumlah uang kepada pihak mempelai
wanita yang dinamai antona kadhu-kadhu artinya isi pundi-
pundi. Antona kadhu-kadhu ini dibagi-bagikan kepada ibu-
ibu yang hadir sebagai undangan dari pihak perempuan.
Sejak malona kompaa/malona pauncuraa hingga malam ke-
4, pihak mempelai laki-laki dan mempelai wanita belum

232 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dapat bertatap muka. Mereka tidur di tempat yang berbeda


yang masing-masing dijaga oleh dua orang bhisa. Semuanya
ada empat orang bhisa sebagai tungguna (penjaga) dan
pengawal sekaligus mentor/pembimbing pernikahan untuk
menjalani kehidupan rumah tangga kelak.
Pelajaran yang diberikan bhisa adalah dalam rangka
mewujudkan rumah tangga yang syakinah dan mawaddah
warrahmah (rukun raharja, bahagia, sentosa). Kemudian
bagi keluarga mempelai laki-laki, pada kesempatan empat
hari ini dapat dimanfaatkan untuk mengantarkan atau
membawa yang jumlahnya sekurang-kurangnya = 2 suku = 1
bhoka = Rp 1,80 perak. Pada hari keempat baru diadakan
pesta (atau perjamuan) yang disebut dengan pobhangkasi
yang berarti pembukaan kedua mempelai untuk
dipersaksikan oleh khalayak dengan berpakaian adat untuk
METRO GRAPHIA
dipersandingkan di tengah rumah (tanga atau bhamba).
Pada pesta pobhongkasia, para undangan tidak dijamu
makan, tetapi diberikan pasali berupa uang mulai dari orang
tua sampai anak-anak yang hadir. Pasali (pemberian uang
secara adat) besarannya telah ditentukan berdasarkan
kedudukannya masing-masing.
Setelah seluruh undangan hadir, maka keluarlah
kedua mempelai dan duduk di tempat masing-masing.
Pengantin laki-laki duduk bersama para undangan laki-laki
dan pengantin wanita duduk bersama para undangan
perempuan. Kemudian pasali dikeluarkan, dimulai dari
urutan kedudukan yang paling atas sampai yang paling
akhir, termasuk kedua pengantin juga mendapatkan pasali.
Adapun petugas pendengar pasali (orang tua yang ditunjuk

Sejarah dan Etnografi Buton 233


La Ode Dirman

dan tahu persoalan pasali disebut mokenina pasali) dan


kepadanya diberikan dua kali lipat dari Rp 0,6 perak
menjadi Rp 1,2 perak. Pasali diletakkan di dalam kopo-kopo
yang berada di atas kimia kemudian ditaruh dalam
kabhintingia. Sulthan dan Lakina Agama dengan
Kabhintingia kayu. Setelah pembagian pasali, dilanjutkan
dengan doa selamat dan selesailah acara pobhongkasia.
Selanjutnya kedua pengantin segera berganti pakaian dan
dilanjutkan dengan acara berikutnya berupa makan bersama
kedua pengantin yang didampingi oleh para tunggu (empat
orang), dan selesailah acara tunggua. Para tunggu mendapat
upah katunggua sebesar 3 bhoka = Rp 3,6 perak. Demikian
pula tolowea diberikan imbalan sebesar 3 bhoka = Rp 3,6
perak.
Pada saat acara makan bersama merupakan
METRO GRAPHIA
pertemuan pertama setelah dijaga selama empat hari empat
malam, kemudian sang suami menyerahkan pemberian
berupa perhiasan yang menyenangkan hati, seperti cincin,
gelang, atau giwang dari emas yang disebut juga dengan
poabhakia (saling sapa dan resminya bergaul sebagai suami
istri). Setelah empat hari setelah pobhongkasia, maka sang
suami pergi berkunjung pertama kali ke rumah orang tuanya
dan kembali membawa kabhaku (oleh-oleh/buah tangan)
untuk istrinya berupa perhiasan. Dilanjutkan empat hari
setelah kunjungan pertama tersebut, orang tua laki-laki
mengantarkan peti pakaian selengkapnya disertai dengan
uang tunai sekurang-kurangnya Rp 30 perak yang dikenal
dengan antona soronga (isi peti) yang berisi pakaian suami
istri tersebut. Demikianlah tata cara pernikahan melalui

234 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

jalur pobhaisa yang diselenggarakan oleh kedua belah pihak.

Perkawinan Uncura
Etimologis kata uncura berarti duduk, yang dalam
konteks adat perkawinan adalah seorang laki-laki terpaksa
datang kerumah perempuan yang dikehendakinya. Ada
beberapa faktor terjadinya saluran adat tersebut antara lain
menurut Mulku Zahari (2019:79) ,(1) pinangan ditolak,
pihak perempuan beluma ada kesediaan sebagai
dikehendaki pihak laki-laki yang ingin mengambil jalan
singkat ,dimana prosedure Pobhaisa dianggap rumit dan
waktu lama. Karena itu, cara tersebut bisa juga dikatakan
tindakan berani yang dilakukan oleh pihak laki-laki, karena
ketika sang laki-laki masuk kerumah pihak perempuan
dapat beresiko penolakan secara kasar, karena pihak
METRO GRAPHIA
keluarga perempuan ada pilihan laki-laki lain, karena bisa
terjadi pengusiran. Karena itu, secara adat pihak pengawal
laki-laki menuturkan kepada pihak perempuan sebagai
berkut “ ikawaaka mami iwesiy olaanu siy bea uncura
iwaanu, ta padadia atawa tapekamatea somanamo
iyaroatamo”.
Disamping faktor tersebut Menurut Muif Mujur (2009)
bahwa lazimnya perkawinan Uncura dilakukan jika laki-laki
dari golongan walaka hendak menikah dengan perempuan
kaomu yang tidak dapat dilakukan melalui proses
Perkawinan Pobhaisa. Uncura adalah cara pernikahan hasil
ijtihad dari Oputa Sangia Manuru La Ngkariy-riy (Sultan
Buton ke-19, Tsaqiuddin Duurul Alam Qaimuddin Khaliifatul
Khamis) yang pada awalnya ditentang oleh golongan walaka

Sejarah dan Etnografi Buton 235


La Ode Dirman

yang diwakili oleh dua Bhonto Ogena (Matana Eyo dan


Sukana Eyo).
Pada awalnya Sultan melarang pernikahan laki-laki
walaka dengan perempuan kaomu. Adapun yang menjadi
alasan sultan/Oputa Sangia Manuru adalah secara hukum
setelah Adam Nabiyullah As menikahi anaknya sendiri Siti
Hawa Ra, maka sesudahnya tidak diperkenankan lagi.
Mengapa demikian? Sebagaimana diketahui bahwa golongan
walaka adalah pihak bapak (orang tua yang dalam bahasa
Buton disebut manga ama), sedangkan pihak golongan
kaomu adalah pihak anak (dalam bahasa Buton disebut
dengan manga ana). Jikalau hal ini harus terjadi, maka adat
Syara Buton tidak diperkenankan dengan cara pernikahan
pobhaisa dengan pesta dan tata cara seperti yang telah
diuraikan di atas, tetapi dilakukan dengan sistem dan tata
METRO GRAPHIA
cara uncura. Setelah kedua Bhonto Ogena mendapatkan
penjelasan, maka golongan walaka lega dan dapat menerima
penjelasan Sultan.

Perkawinan Popolaisaka
Popolaisaka dikenal pula dengan istilah umum, yaitu
kawin lari. Popalaisaka terdiri kata Po artinya Saling dan
palai = lari dan saka = laksanakan atau bertemu. Popalaisaka
berarti lari bersama atas kemauan bersama sang laki dan
perempuan tanpa sepengetahuan orang tua pihak
perempuan Adapun perkawinan dengan popolaisaka ini
dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama-tama pihak laki-
laki berusaha untuk mengadakan hubungan dengan pihak
perempuan dengan menggunakan jasa perantara atau

236 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

penghubung untuk menemui sang gadis secara rahasia


(sembunyi-sembunyi). Setelah ada kata sepakat, maka pada
saat ditentukan pada waktu malam hari, si lelaki ditemani
satu atau dua orang saudaranya (perempuan dan laki-laki ).
Sang gadis telah siap menanti kedatangan sang pemuda yang
akan menjemput, kemudian mereka berangkat menuju ke
rumah orang tua pihak laki-laki. Keesokan harinya pada pagi
buta orang tua laki-laki mengutus seseorang untuk
memberitahukan orang tua/wali sang gadis bahwa anak
gadisnya telah berada di rumah orang tua pihak laki-laki
dengan menyebutkan nama si pemuda yang mengajaknya
(palaisaka).
Setelah selesai musyawarah dan konsultasi antara
kedua belah pihak dan dicapai kata mufakat,maka
selanjutnya dilakukan penyerahan mahar/pololo sesuai
METRO GRAPHIA
dengan derajat/kedudukan pihak perempuan menurut adat.
Jika kedua belah pihak sanggup untuk mengadakan pesta,
maka berlaku tata cara seperti apa yang telah dijelaskan
dalam pobhaisa di muka. Seandainya diputuskan tidak
melaksanakan pesta, maka pada pelaksanaan akad nikah
cukup mengundang salah seorang imam/khatib Masjid
Agung Keraton.

Humbuni
Humbuni adalah cara pernikahan yang dilakukan
secara tiba-tiba atau mendadak dengan menyerbu masuk ke
rumah perempuan/gadis yang diidam-idamkan dan
biasanya dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya.
Perkawinan ini sangat jarang terjadi karena mempunyai

Sejarah dan Etnografi Buton 237


La Ode Dirman

konsekuensi yang berat dan sangat berbahaya. Sejak


berakhirnya kesultanan, praktik perkawinan humbuni tidak
pernah terjadi lagi. `
Dari bentuk perkawinan di atas, L.A. Rasyid (1991)
dalam bukunya Sejarah dan Kebudayaan Daerah Muna
mengklasifikasi perbedaan mahar, paksi kaomu, walaka,
dan papara di Buton dan Muna yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
(1) Paksi Kaomu : secara umum mahar bagi seorang wanita
dari paksi Kaomu di Muna adalah lima puluh lima boka
Wuna dan Kaomu Buton adalah seratus lima boka Wolio
atau seratus lima belas boka Wolio bagi anak-cucu
Muhammad Idrus Qaimuddin. Klasifikasi unsur-unsur
materialnya dapat dikomparasikan menurut perbedaan
kondisi strukturalnya, yaitu enam puluh boka Wolio
METRO GRAPHIA
untuk popolo di Buton adalah gabungan daripada
sepuluh boka kantaburi dan dua puluh boka sara-sara di
Muna, tiga puluh boka kalamboko di Buton merupakan
gabungan daripada kefeena, kaokanuha, dan kafoatoha di
Muna yang masing-masing bernilai lima boka, lima boka
lolinoghawi di Muna sama dengan sepuluh boka
kapapobiangi di Buton, lima boka Wuna paniwi di Muna
adalah lima boka bakena kau di Buton (dengan boka
Wolio). Dengan nilai tukar rupiah, ialah Kaomu Wuna 55
x Rp 2.400,00 = Rp 132.000,00; Kaomu Wolio (Buton)
105 x Rp 1.200,00 = Rp 126.000,00. Di sini terjadi
perbedaan sebesar 6.000 untuk kelebihan Tandughoo
Kaomu Wuna dari Kaomu Wolio (Buton), tetapi itu layak
karena Paniwi (buah-buahan) di Muna tidak lagi bernilai

238 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

setengah dari Bakena Kau di Buton. Bila Paniwi di Muna


adalah dua setengah boka atau bernilai Rp 6.000,00,
maka jumlah totalnya ialah Rp 126.000,00 atau jika
Bakena Kau Wolio adalah sepuluh boka dengan nilai Rp
12.000,00 maka Tauraka Kaomu di Buton akan
berjumlah Rp 132.000,00 yang persis sama dengan
Tandughoo Kaomu di Muna.
(2) Paksi Walaka : mahar Walaka Buton seluruhnya
berjumlah tiga puluh lima boka Wolio atau bernilai
rupiah sebesar Rp 42.000,00 sedangkan mahar Walaka
Wuna seluruhnya berjumlah dua puluh lima boka dan
sepuluh suku Wuna atau bernilai Rp 62.000,00. Jadi,
terdapat kelebihan sebesar Rp 20.000,00 bagi Walaka
Wuna, tetapi ini pun layak karena perbedaan nilai pada
kualifikasi unsur-unsurnya. Walaka Buton dengan
METRO GRAPHIA
kualifikasi popolo lima belas boka, kalamboko sepuluh
boka, kapapobiangi lima boka, dan bakena kau lima boka.
Walaka Wuna dengan kualifikasi kafeena dua boka,
kantoburi lima boka, sara-sara sepuluh boka dan sepuluh
suku, kaokanuha dua boka, kafoatoha dua boka,
lolinoghawi dua boka dan paniwi dua boka.
(3) Paksi Papara atau Maradika : papara atau maradika di
Muna dibedakan ke dalam dua kategori mahar, yaitu Fitu
Bengkauno sebesar tujuh boka dan dua suka Muna, Poino
Kontu Lakono Sau sebesar tiga boka dua suku Muna.
Nilainya ialah Fitu Bengkauno Rp 17.200,00 dan Poino
Kontu Lakono sua Rp 7.600,00. Papara Wolio juga
dibedakan dalam dua kategori mahar, yaitu keturunan
dari mantan Bontona Lipu sebesar dua belas boka Wolio

Sejarah dan Etnografi Buton 239


La Ode Dirman

atau bernilai Rp 14.400,00 sedangkan Maradika


Kantinale sebesar tujuh boka dua suku Wolio atau
bernilai Rp 10.600,00.
Perbedaan tingkat kategori mahar, baik menurut adat
perkawinan masyarakat Muna maupun menurut masyarakat
Buton, sama sekali tidak memberikan arti sebagai
pernyataan yang membedakan manusia secara kualitas
kemanusiaannya. Akan tetapi, perbedaan dimaksud hanya
sekadar untuk menyatakan perbedaan pemberian
penghargaan kepada setiap paksi sesuai dengan strata
menurut peran sosialnya. Perbedaan penghargaan atau
prestise yang diberikan kepada beberapa orang terjadi
karena perbedaan status sosial masing-masing hanyalah
sebuah kewajaran sosial dalam kehidupan kemasyarakatan
masa itu. Selain itu, hingga saat ini tata cara tersebut masih
METRO GRAPHIA
dipertahankan dalam adat perkawinan masyarakat Muna
dan Buton.

F. Mata Pencaharian dan Teknologi


Berburu dan menangkap ikan dan perdagangan diduga
sebagai mata pencaharian orang Buton masa itu. Mitos
kehadiran Wakaaka yang ditemukan penduduk asli Sangia
Langkuru ketika sedang berburu rusa. Selanjutnya
keterampilan menangkap ikan peralatan tangkap yang
dibawa dari Kerajaan asal sebagaimana diutarakan diatas
bahwa kehadiran Dungku cangiang yang berasal dari Cina
membawa alat tangkap ikan dan memberikan pengetahuan
baru bagi masyarakat asli masa itu. Dalam kehidupan
pertanian masih pada tahap pengumpul hasil hutan (food

240 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

gathering) sebagaimana dilakukan oleh Dungku cangiang


dalarn kegiatannya mengatur kelompok juga dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya antara lain menyedap enau.
Sistem ekonomi uang belum ada, yang dilakukan
perdagangan secara barter antar pulau.
Ketrampilan masyarakat diadopsi dari Majapahit
ketika di zaman Sultan Buton ke-3 Bataraguru .Raja Batara
Guru kemudian digantikan oleh puteranya "Tua Rade"
sebagai Raja Wolio IV. Setelah menjadi Raja, ia mengunjungi
tanah leluhurnya di Majapahit. Sekembalinya dari Jawa ia
membawa beberapa orang yang memiliki keterampilan,
yaitu (1) Silantongau, yang memiliki keterampilan "pandai
besi"; (2) Sibaluwu, seorang ahli/pengrajin emas dan perak;
(3) Siwajo, seorang profesional di bidang pertukangan kayu ;
dan (4) Simangga, seorang yang khusus ahli kuningan
METRO GRAPHIA
(keramik). Nama-nama tersebut kemudian diabadikan
menjadi nama perkampungan, yaitu kampung Lantogau dari
nama Silantogau; kampung wajo dari nama Siwajo; kampung
Baluwu dari nama Labaluwu; dan kampung Lamangga dari
nama Simangga.
Usaha Raja Batara Guru membawa para tekhnisi dari
tanah Jawa ke Buton memberikan petunjuk bahwa Kerajaan
Buton pada masa ini telah mengembangkan budaya
keterampulan di bidang industri kerajinan emas dan perak;
industri pertukangan kayu; industri keramik dan lain-lain.
Akan lebih jelas lagi pembuktian di atas dilengkapi pula
dengan mengacu teori dari Heine Gelden dan Stain Callenfels
menurut peninggalan alat-alat prasejarah, maka barang-
barang antik yang berukiran naga, lampu Buton dari

Sejarah dan Etnografi Buton 241


La Ode Dirman

kuningan dan berukiran bunga-bungaan berasal dari Cina


yang sudah berusia tidak kurang dari 8 abad. Gong kuningan
yang terdapat dalam istana almarhum Sultan Muhammad
Falihi Kaimuddin yang kini dalam pemilikan Drs. H. La Ode
Manarfa yang menurut informasi sudah tidak kurang pula
usianya dari 7 abad, serta benda-benda antic lainnya yang
akhir-akhir ini cukup menarik perhatian pedagang-
pedagang barang antic untuk mengunjungi Buton. suatu
fakta bahwa penduduk Buton di masa lampau adalah juga
sebagai padagang/pelayar, yang tidak perlu lagi diragukan
kebenarannya. Sekurang-kurangnya dengan pembuktian
benda-benda itu, menunjukkan piring-piring porselin juga
banyak didapatkan di Buton dan menjadi barang dagangan
antik. Dari piring-piring itu ada yang berukiran naga dan
macam-macam, menunjukkan asal buatan Tiongkok, dengan
METRO GRAPHIA
gambar-gambar puraq didalamnya.
Ukiran-ukiran pada perhiasan perak dan emas atau
tembaga dengan naga, menunjukkan adanya hubungan
perdagangan dengan negeri Cina pada zamannya. Dalam
hubungan dengan ukiran itu dapat pula diperhatikan
hubungan istana Sultan Buton Muhammad Falihi Kaimuddin
unik tradisional, sebagai mahligai di Bau-Bau, juga Kaoda-
odana Wolio merupakan meriam kecil dengan ukiran naga
terbuat dari kuningan serta meriam yang ada di desa Rongi
kecamatan Sampolawa yang sama bentuknya dengan Kaoda-
odana Wolio, yang konon menurut riwayat dari tua-tua adat
di Rongi berasal dari labukutorende, Parabela Rongi yang
pertama, merupakan bahan-bahan penelitian yang baik
untuk masa mendatang bagi kita semua terutama bagi

242 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

peneliti yang cerdik pandai dalam bidang sejarah.

Gambar 10. Kuningan dan peralatan dapur yang


digunakan saat upacara adat
Di era kontemporer ini jenis kerajinan yang ada
dalam lingkungan masyarakat keraton sifatnya industri
rumah tangga yang dikerjakan berdasarkan pesanan.
METRO GRAPHIA
Kerajinan yang ada sebagai berikut : (1). Tenun. Bahan yang
dipergunakan untuk pembuatan sarung tenun Buton adalah
kapas atau benang. Lama proses pembuatannya adalah 3
hingga 7 hari dengan harga berkisar Rp. 175.000 hingga
Rp. 250.000. Motif kain tenun sangat beragam karena
didasarkan pada strata/status sosial dan ketentuan dalam
upacara adat. (2). Perak / Kuningan. Ketika perak masih
mudah didapat, mereka pada umumnya adalah pengrajin
perak. Beralih menjadi pengrajin kuningan karena harga
perak semakin tinggi. Hasil kerajinan kuningan ini berupa
perhiasan untuk pakaian pe ngantin, kelengkapan pesta
adat seperti talam, dan sebagainya.(3) Baju Adat Buton.
Kerajinan berupa baju/pakaian adat Buton dalam keraton
yang bisa ditemui adalah pengrajin baju pengantin clan baju

Sejarah dan Etnografi Buton 243


La Ode Dirman

koboroko. Baju koboroko adalah baju yang biasanya


dipakai dalam pesta perkawinan untuk mengantar
pengantin. Selain membuat kerajinan baju, mereka juga
membuat popungu kelu-kelu yaitu pengikat rambut untuk
wanita sebagai kelengkapan pakaian adat.(4). Tudung
Saji/Panamba. Tudung saji ini pada awalnya
menggunakan daun pandan sebagai bahan penutup.
Kemudian diganti dengan beludru karena semakin sulitnya
mendapatkan daun pandan dan proses pembuatannya yang
lama. Harga tudung saji Rp. 40.000 - Rp. 100.000-an
dengan lama pembuatan berkisar 3 hingga 7 hari.

G. Bahasa
Bahasa Buton terdiri atas bahasa Pancana, bahasa Cia-
METRO GRAPHIA
cia, dan bahasa Wolio1. Bahasa Buton dikelompokan menjadi
dua macam. Pertama, bahasa Wolio sebagai bahasa resmi
kerajaan atau bahasa persatuan yang digunakan di kalangan
keraton dan sekitarnya. Kedua, bahasa - bahasa lokal, seperti
bahasa Cia-Cia, bahasa pancana dialek Muna yang juga sebagai
bahasa orang Katobengke ,dialek pulau-pulau tukang besi, dll.
Adanya bahasa-bahsa lokal di Buton merupakan indikator
bahwa orang-orang yang mendiami Pulau Buton berasal dari
beberapa negeri. Tradisi tulis yang digunakan orang Buton
dikenal dengan Buri Wolio atau tulisan Wolio berasal tulisan
Arab. Tradisi menulis masyarakat Buton dapat dilihat
melalui naskah naskah kesusastraan mereka. Naskah-
1
Profesor Anceaux pernah melakukan penelitian sastra Bahasa Wolio.
Menurutnya cukup beraneka ragam yang masih tersimpan dalam naskah (
A. Teeuw: 1982:11).

244 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

naskah kesusastraan Wolio (Buton) yang berbentuk syair.


Penulisannya dilakukan dalam aksara Arab, Arab-Melayu,
dan aksara Wolio. Naskah dalam Kabanti ini umumnya
bercerita mengenai tema-tema tasawuf atau keagamaan.
Orang Wolio yang bermukim di dalam benteng
keraton dan sekitarnya menggunakan bahasa Wolio atau
bahasa istana sebagai bahasa persatuan bagi orang Buton.
Di Pulau Buton terdapat banyak bahasa lokal bahkan setiap
desa berbatasan terdapat bahasa lokalnya sendiri-sendiri
dan ada pula dalam beberapa wilayah memiliki banyak
persamaan bahasa lokal dan hanya berbeda dari dialeknya.
Orang Wakatobi (pecahan Kabupaten Buton) menggunakan
bahasa Wakatobi meliputi dialek Wanci, Kaledupa, Tomia,
Binongko; orang Moronene (pecahan Kabupaten Buton)
menggunakan bahasa Moronene dengan dialek Kabaena,
METRO GRAPHIA
Kasipute, Rumbia, dan Poleang; orang Cia-cia menggunakan
bahasa Cia-cia dengan dialek Cia-cia Pasar Wajo,
Sampolawa, Batauga; orang Muna (Kabupaten Muna)
menggunakan bahasa Muna yang juga disebut bahasa
Pancana dengan Muna, Mawasangka, Lakudo, Gu, Lombe
dan orang Katobengke (Yunus, 1995a: 23).
Secara etnis penduduk Pulau Buton terdiri atas tiga
etnis, yaitu (1) suku Wolio yang mendiami Pulau Buton
bagian selatan, Kepulauan Tukang Besi dan pulau-pulau
kecil di sekitarnya; (2) suku Maronene mendiami Pulau
Muna, Kabaena, Buton bagian utara, Poleang, Rumbia di
Jazirah Pulau Sulawesi; dan (3) suku Laut Bajoe (Bajau)
mendiami pesisir pantai Pulau Buton, Muna, dan beberapa
pulau lainnya. Orang Buton merupakan salah satu kelompok

Sejarah dan Etnografi Buton 245


La Ode Dirman

etnis perantau di Nusantara yang memiliki semangat bahari


dengan corak kebudayaan yang terkait dengan laut.
Mengalir derasnya perantau Buton diperkirakan mulai
tahun 1965-an dengan daerah tujuan Ambon Papua,
Balikpapan dll. Hal tersebut disamping faktor mata
pencaharian juga karena faktor politik berkaitan
penumpasan G20S/PKI di Buton. Di zaman orde baru banyak
rakyat Buton dilibatkan dan masuk penjara tanpa melalui
pengadilan. Sementara itu kekuasaan ABRI sebagai elite
formal yang berasal dari luar menguasai panggung
kepolitikan di Kota BauBau Kabupaten Buton

H. Kesenian dan Permainan Rakyat


Kesenian rakyat Buton yang terkenal, antara lain (1)
METRO GRAPHIA
seni arsitektur rumah adat Buton; (2) nyanyian rakyat Buton,
yakni, sope-sope, wailala, kakidisaku, kasamea; (3) musik
tradicional, yakni musik bambu, gambus; tari lumense, tari
honari, tari bosu, tari mangaru ; (4) seni sastra, seperti pantun
bernilai etika, moral pendidikan, mitos Wakaka Raja Buton I,
cerita rakyat Buton lakolo-kolopua dengan landoke-ndoke. Di
antara seni tari yang paling digemari orang Buton, yakni tari
kalegoa, tari lumense, tari honari, tari linda yang menjadi
hiburan untuk para tamu. Tarian tersebut sudah dimainkan
oleh gadis-gadis Buton sejak orde lama di Kota Baubau,
bahkan pernah dilakonkan sampai ke tingkat nasional.
Beberapa tarian perang sebagai simbol terhadap
penyambutan para tamu sejak era kesultanan sampai
sekarang masih dipertahankan seperti tari mangaru, tari

246 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

lariangi, tari katiba yang bernuansa ritual dan semua


personelnya laki-laki yang biasanya dimainkan oleh orang
Katobengke. Lagu–lagu yang bernuansa pantun ritual,
antara lain kabanti ganda yang dialunkan saat upacara
pingitan bagi orang Katobengke dan lagu pantun muda
mudi, seperti wande-wande. Untuk seni vokal lagu-lagu
daerah Buton atau lazim disebut lagu Wolio sebagai bahasa
keraton telah banyak dilantunkan, baik oleh generasi tua
maupun generasi muda dan terus diproduksi.
Almarhum La Ode Imadudin yang dikenal sebagai
maestronya seniman Buton dan semua syair ciptaannya
nilai kultural menggambarkan filosofi era kesultanan seperti
nilai kepemimpinan,kepatuhan terhadap orang tua, kearifan
mengenai cinta kasih terhadap sesama. Beliau sangat
produktif menciptakan lagu Wolio sejak era tahun 1950-an
METRO GRAPHIA
hingga tahun 1990-an. Beberapa Lagu yang terkenal, di
antaranya lagu Sope-sope, Kakidisaku, Ngkururio, Wande-
wande, Lipu Kadaangiaku, Wailala, kasamea inaku
molingkana dll. Ia mengkritisi generasi pencipta masa kini
bahwa pencipta lagu daerah Buton sebagai penjiplakan
syair Buton tetapi nada dan lagunya berasal dari daerah lain,
bahkan nada lagu Barat pun disyairkan menjadi lagu Buton
oleh penciptanya. Menurutnya syair harus menggunakan
bahasa Wolio yang santun dan nada itu harus terinspirasi
dari suara alunan maludu (Maulid Nabi Muhamad SAW)
yang setiap tahun diperingati pada bulan Rajab oleh orang
Wolio atau Buton pada umunya. Sebuah syair lagu yang
berjudul Bone Tobungke mengisahkan seorang bajak laut
bermata satu dari Ternate bernama Labolontio. Namun,

Sejarah dan Etnografi Buton 247


La Ode Dirman

dapat dibunuh oleh La Timba Timbanga atau Murhum yang


pada akhirnya menjadi Sultan Buton Pertama. Syair
bahasanya adalah sebagai berikut.
Yi Wolio a bari mpuu Saro bhone
Aposala sala tula tulana
Daangia saangu bhone akosaro malape
I kapontori kanaana La Timba timbanga
Reff. Bone Tobungke
Bhone Mobarakati
Bone Tobungke
Yinda atomalinguaka
Yiweitumo tula-tula
Zamanina raja Mulae
Bone tobungke
Mateana Labolontio.
METRO GRAPHIA
Syair lagu tersebut mengisahkan sejarah kerajaan/
Kesultanan Buton, sebuah kisah Raja Mulae sebagai Raja
Buton ke-5, memberikan kepercayaan pada Latimbang-
timbanga atau Murhum untuk perang tanding dengan Bajak
laut dari Tobelo Térnate yang bernama La Bolontio. La Timba
Timbanga kemudian dinobatkan menjadi raja atas
keberhasilannya menaklukkan Labolontio, di suatu tempat
pesisir pantai Kapontori Kabupaten Buton.
Beberapa bentuk kesenian lainnya, seperti seni
kerajinan, yaitu sarung tenun Buton yang kini didesain
untuk pakaian kemeja atau safari, yang biasanya dikenakan
pada acara-acara formal atau pada acara pesta adat oleh
masyarakat Kota Baubau. Ada pula sarung tenun tradisional

248 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Buton dan seni pembuatan gerabah (bhosu) pada orang


Katobengke, tetapi tidak diproduksi lagi. Seni bangunan
yang berarsitektur kuno, seperti Malige (mahligai) sebagai
istana Sultan Buton. Bangunan istana tersebut berbentuk
rumah panggung unik, yaitu semua persambungan antara
balok kayu menggunakan paku kayu, bukan paku besi.
Khususnya dalam benteng keraton, kini banyak rumah
penduduk masih mempertahankan arsitektur tersebut,
terutama bentuk atapnya menjadi contoh bagi elite
birokrasi, baik membangun sebuah perkantoran maupun
rumah rumah pribadi di Kota Baubau.
Jenis tari (1).Tarian Galangi. Tari Galangi adalah tarian
tradisional Buton yang diciptakan oleh masyarakat keraton.
Tari ini diciptakan oleh Sapati Yarona Lambelu Jenggo.
Tarian ini menggambarkan adegan perang dan dimainkan
METRO GRAPHIA
oleh satu kelompok penari yang diibaratkan satu pasukan
perang. Tari Galangi dibawakan oleh 11 regu. Tiap regu
berjumlah 7 orang yang terdiri dari : 1 orang Letnan , 2
orang Alfirisi, 4 orang Saraganti 1 orang Pemukul Tambur
dan 2. Orang Kabanti.

Permainan Rakyat dan Makanan Tradisional


(1).Lojo-Lojo, Permainan ini biasanya dilakukan oleh dua atau
lebih anak laki-laki. Tempurung kelapa dan 2 bilah bambu
digunakan sebagai alat dalam permainan ini. Tempurung
kelapa tersebut dibentuk menyerupai bentuk hati. Bambu
digunakan sebagai batang pemukul dan penahan. Cara
bermain, seorang pemain memegang bilah bambu secara
tegak pada tanah untuk melontarkan sebuah potongan

Sejarah dan Etnografi Buton 249


La Ode Dirman

tempurung kelapa, dengan cara memukulkan tangan pada


batang bambu tersebut. Lontaran tempurung kelapa
diarahkan pada sasaran beberapa tempurung kelapa milik
pemain lain dalam posisi berdiri dengan disangga bilah bambu
yang direbahkan. Poin didapat apabila lontaran tersebut
mengenai salah satu tempurung kelapa lawan, dan setiap
poin didapat akan mendapatkan kesempatan
melontarkan tempurungnya lagi ke sasaran lain dengan
posisi yang lebih maju. Titik titik untuk melakukan lontaran
ditandai dengan garis, dan semakin mendekat ke arah
sasaran sesuai poin yang dikumpulkan. (2).Pebudo. Pabudo
adalah permainan yang umumnya dilakukan anak
perempuan dengan alat bantu kerang.
Inti permainannya berupa adu ketrampilan
melakukan gerakan tertentu tanpa menjatuhkan kerang
METRO GRAPHIA
yang diletakkan pada bagian tubuh tertentu, seperti pada
siku, kaki, pelipis, kepala atau tengkuk. Ada tujuh tahapan
gerak dengan membawa kerang yang harus dilalui secara
berurutan untuk menang, yakni ba ae (telapak kaki bagian
atas, sambil melompat lompat), ba siku (pada bagian siku
dengan lengan terlipat ke atas), ba takio (lengan dalam), yaa wa
(pada bahu), ba ngili-ngili (pada pelipis), ba susungi (pada
ubun-ubun kepala) dan terakhir adalah ba tapanabu (pada
tengkuk). Beberapa permainan rakyat lainnya
seperti;(3).Peka Manu-Manu,(4).Posemba (5).Pelojo,
(6)Pegasi,(7) Pekaleko, dll.
Dalam upacara adat masyarakat Buton jenis masakan/
makanan tradisional yang dihidangkan sangat beragam.
Jenis-jenis kue tradisional tersebut diantaranya adalah :

250 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kalo-kalo, bolu, baruasa, cucur, epu-epu, teripang, palu,


dodol, waje, pisang goreng, ubi goreng, onde-onde.
Adapun masakan tradisional yang sering dijumpai pada
upacara adat adalah: nasu wolio, dadar, ikan dole, lapalapa.
Masakan/ makanan tradisional dalam setiap upacara
adat dihidangkan dalam talam. Tiap talam diperuntukan
untuk dua orang, namun khusus bagi para pejabat
pemerintah biasanya bupati atau camat satu talam satu
orang. Pohon Asam (Tamarindus Indica) adalah jenis
Vegetasi paling banyak kita jumpai di dalam Benteng
Keraton. Diperkirakan lebih dari 100 pohon asam yang
tumbuh di dalam Benteng Keraton. Hampir semua masakan
khas Buton menggunakan asam sebagai lauk khas
penyedap masakan.

I. METRO GRAPHIA
Agama dan Kepercayaan
Orang Buton atau orang Wolio sebagai pemeluk
agama Islam, tetapi kepercayaan yang dianut oleh rakyat
sebelum Islam masuk di Buton masih dipertahankan hingga
sekarang. Kepercayaan-kepercayaan yang besar diduga
berasal dari kepercayaan dan paham masyarakat Buton
pada masa sebelum Islam, yaitu kepercayaan "serba roh"
(animisme) dan adanya unsur agama Hindu Budha
Selanjutnya di bawah ini, disajikan gambar tempat
pelantikan Sultan sebagai berikut.

Sejarah dan Etnografi Buton 251


La Ode Dirman

Gambar 11. Batu Popaua (yoni) tampak lubang tempat


meletakkan telapak kaki raja dan sultan saat
mengangkat sumpah. Batua popaua terletak
di depan Masjid Agung Keraton Buton
Dalam naskah Undang-Undang Murtabah tujuh
dinyatakan bahwa Kerajaan Buton sebelum Islam masuk
adalah penganut agama Hindu pada abad ke-14 hingga
pertengahan abad ke-16. Peninggalan paling tua yang
METRO GRAPHIA
ditemukan berciri Hindu, yaitu lingga (batu gandangi) dan
yoni (batu popaua). Batu popaua, pertama kali digunakan
untuk pelantikan Wakaaka sebagai Raja Buton pertama,
yang diperkirakan mulai difungsikan sekitar abad ke-14 dan
kemudian seterusnya melantik lima orang Raja Buton dan
38 orang Sultan Buton. Dalam tradisi Hindu lingga dan yoni
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Yoni melambangkan kelamin wanita yang berfungsi
sebagai penampung air suci, sedangkan lingga berupa
phallus yang merupakan simbol pria biasanya diletakkan di
atas yoni. Dalam pelaksanaan upacara, air suci disiramkan
pada ujung lingga dan mengalir ke bawah, kemudian keluar
lewat cerat yoni. Air tesebut kemudian dibagi-bagikan
kepada peserta upacara sebagai air suci/ amerta. Lingga

252 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

digunakan sebagai tempat pengambiln air suci untuk


memandikan calon raja/calon sultan sebelum dilantik,
sedangkan yoni digunakan sebagai tempat pelantikan atau
penobatan Raja dan Sultan Buton (Awat, 2011: 271--272).
Berkaitan dengan bukti-bukti di atas, Schoorl (1989)
menyatakan bahwa orang Buton sangat percaya pada
reinkarnasi. Dalam kitab Negarakertagama pupuh 78/1
dijelaskan bahwa Buton menjadi salah satu penyiar agama
Hindu.
Menelusuri fakta-fakta peninggalan yang hingga
sekarang masih dilihat di dalam masayrakat Wolio seperti
misalnya adanya kata-kata teguran orang tua kepada
anaknya dengan "aala mpuu katauna barahama" maksudnya
"menganut faham seperti Brahma". Teguran seperti itu
umumnya digunakan sewaktu si anak berbuat yang sangat
METRO GRAPHIA
bertentangan dengan agama Islam, misalnya menduakan
Tuhan atau menganggap masih ada lagi yang melebihi
Tuhan. Faham Brahma di masa silam dalam Kerajaan Buton
dan adanya pula faham Hindu Budha, dapat dikaitkan
dengan kekuasaan Kerajaan Buton oleh Kerajaan Majapahit,
yang ditandai dengan kehadiran putra bangsawan Majapahit
Sibatara yang kemudian menjalin hubungan perkawinan
dengan Ratu I Wa Kaa Kaa di duga kuat beragama islam
merupakan keturunan Nabi Muhamad.
Sebagaimana diterangkan di atas adanya Sibatara di
Buton kemungkinan sekali dalam rangkaian penugasan
perutusan Kerajaan Majapahit untuk memungut upeti pada
kerajaan yang tunduk di bawah Majapahit. Demikian itulah
yang karena hubungan perkawinan Sibatara tersebut, tidak

Sejarah dan Etnografi Buton 253


La Ode Dirman

terlalu dirasakan oleh rakyat Buton kalau kerajaannya


dalam kekuasaan kerajaan lain yaitu Majapahit, sebaliknya
Kerajaan Majapahit memang tidak mencampuri secara
langsung urusan dalam negeri kerajaan yang ditaklukannya
tetapi hanya mengawasi pembayaran upeti serta
kemungkinan adanya campur tangan kerajaan lain yang
menjadi perhatian dan pengawasannya.
Kepercayaan bahwa nyawa atau roh manusia tidak
mati, tetapi hanya berpindah dari badan yang satu ke badan
yang lain, sehingga karena itu perkalaau roh menurut
bahasa Wolio disebut "Lipa" artinya "Pergi" dan dalam
kepercayan serba roh yang dalam kepercayaan Hindu
dinamakan "Reinkarnasi". Bahwa sesuai dengan alat
kepercayaan yang sampai sekarang masih ditemukan,
namun tidak seluas sebagai masa sebelumnya yaitu, adalah
METRO GRAPHIA
upacara "Pebahona momatena" artinya "Upacara mandi
karena adanya kematian", yang dilaksanakan dan
berlangsung sesudah selesai upacara peringatan ketujuh
malamnya, seluruh anggota keluarga yang ditimpa kematian
khususnya keluarga yang meninggal, karena adat kebiasaan
wajib dimandikan dan sebaik-baiknya di kali karena airnya
mengalir. Upacara dipimpin oleh seorang tua yang maksud
dan tujuannya secara hakiki ialah "membersihkan roh atau
arwah yang bakal akan lahir kembali" dan apa yang bakal
kurang baik yang bakal menimpa keluarga yang
ditinggalkan, sudah dibawa serta oleh yang mati dan hanya
kebaikannya yang ditinggalkan. Demikian pesan dan kesan
kalangan leluhur yang diterima secara turun temurun.
Dalam hubungan alam kepercayaan ini menarik perhatian

254 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kita untuk menurunkan tulisan Van Den Berg seperti


tersebut di bawah ini:
Gautama seorang beragama Hindu; jadi pangeran
itupun termasuk jugalah ke dalam golongan itu.
Menurut Kepercayaan orang Hindu, segala makhluk
akan lahir kembali beberapa lama setelah meninggal
dunia. Terkadang waktu antara meninggal dunia dan
kelahiran kembali itu sampai beratus tahun lamanya.
Pada kelahiran kembali itu, manusia itu dapat
mempunyai berjenis-jenis rupa, mungkin mereka
menjadi dewa, roh, setan, manusia atau hewan. Hal ini
tergantung dari pada tingkah lakunya dalam hidupnya
yang lampau. Kalau jumlah perbuatannya yang baik
dalam masa lampau itu lebih banyak dari kejahatan
yang dilakukannya, maka mereka akan mendapat
wujud yang (didapatnya) lebih tinggi tingkatannya;
kalau terjadi kebalikannya, maka wujud yang
METRO GRAPHIA
didapatnya akan lebih rendah. Orang Hindu
mengatakan dalam hal itu: "kama" yang baik atau yang
buruk. Rentetan kelahiran kembali itu dinyatakan
mereka juga dengan perkataan sendiri, yang disebut
"samsara".
Kepercayaan serba roh dan hidup kembali, masih
ditemukan di dalam kalangan keluarga Wolio. Apabila
manusia yang mati itu menjelma kembali bukan sebagai
bentuk manusia, disebut dengan perkataan "dauru", di mana
lebih lanjut dapat diterangkan bahwa dalam hidup kembali
bukan sebagai manusia itu bermacam-macam, ada sebagai
ular, ada sebagai babi, ada sebagai buaya dan kesimpulannya
pada apa saja yang bernyawa bergerak namun yang
umumnya pada binatang-binatang yang disebutkan.
Teringatlah kita dengan riwayat Sangia Irape Putera Sultan

Sejarah dan Etnografi Buton 255


La Ode Dirman

Murhum yang langsung menjadi buaya sebelum matinya.


Menurut riwayatnya bahwa sewaktu Sangia Wambula
melihat keadaan ayahnya yaitu Sangia Irape, badannya
mulai nampak sisik, menyerupai kulit buaya, maka sang
anak mengantarkan sang ayah untuk dimandikan dibagian
laut yang dinamakan "Pomantuda Muka Lowu-Lowu".
Sesudah sang ayah mananggalkan pakaiannya, sang anak
mendorong sang ayah masuk ke dalam laut dan demikian
masuk ke dalam laut, kuasa Tuhan dengan seketikanya juga
Sangia Irape menjelma menjadi buaya dan terus menghilang
ke dalam dasar lautan.
Riwayat lain adalah La Ode Wuna saudara sekandung
Sultan Murhum yang sejak lahirnya memang tidak
sempurna, yaitu sepotong badannya bagian atas menyerupai
manusia, sedangkan pada bagian kaki merupakan ular.
METRO GRAPHIA
Diriwayatkan lebih jauh bahwa karena suatu peristiwa
kejadian antara La Ode Wuna dengan ibunya, yang pada
masa itu syariat Islam sudah memasuki dan menjadi faham
rakyat setempat, kejadian mana yang merupakan kejahatan
dalam agama Islam, yang patut mendapatkan ganjaran
hukuman, maka La Ode Wuna dijatuhi hukuman buang dan
pelaksanaan hukumannya dilaksanakan di bagian daratan
Buton dekat kampung Wakarumba sekarang. Dalam
pelaksanaan hukuman La Ode Wuna tersebut, di tempat
pelaksanaan karena kuasa Tuhan muncullah mata air.
Mata air inilah yang dikenal masyarakat setempat
dengan nama "uwe igoraaka". Konon menurut sumber
riwayat, begitu La Ode Wuna didudukkan pada tempat
pelaksanaan hukumannya, dengan sekejap mata juga La Ode

256 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Wuna menghilang dan di tempatnya itu keluarlah mata air.


Begitu kepercayaan rakyat, sehingga kepada mereka yang
hendak mengambil air pada tempat itu, lebih dahulu mereka
itu berteriak memanggil La Ode Wuna selaku permohonan
izin serta pemberitahuan. Itulah sebabnya sehingga
dinamakan "Uwe igoraaka" arti logatnya "air yang
dipanggil".
Contoh lain yang wujudnya menjelma buaya adalah
riwayat seorang Haji (namanya tidak diketahui) yang
menjelma menjadi seekor buaya dan ini terdapat di kali
Kambara Kecamatan Tiworo. Buaya tersebut kepalanya
memang putih menandakan serban haji dan kalau buaya ini
kelihatan muncul, maka adalah pertanda adanya lagi orang
yang akan dimakan buaya dan ini banyak terjadi. Buaya yang
disebutkan itu, penulis sendiri menyaksikannya sendiri pada
METRO GRAPHIA
masa kanak-kanak (sudah ingat) ketika mengikuti orang tua
dalam menunaikan tugas negeri selaku Kepala Distrik
Tiworo. Konon menurut riwayat sumber bahan
menceritakan bahwa Haji yang dimaksudkan sebelum
meninggal memang sudah pernah berpesan, bahwa apabila
ia lahir kembali di dunia, ia tidak kembali sebagai manusia
tetapi sebagai buaya. Keluarganya bertanya-tanya mengapa
ayah berlaku demikian, apakah hidup sebagai manusia
membosankan ataukah bagaimana? Haji itu menjawab
bahwa saya ingin hendak mengetahui kalau bagaimana nanti
perbedaan hidup sebagai manusia dan sebagai hewan. Saya
memilih buaya karena hidupnya di dalam dua alam yaitu
laut dan darat, demikian sumber bahan mengakhiri
ceritanya.

Sejarah dan Etnografi Buton 257


La Ode Dirman

Percaya kepada berhala dengan menyembah patung-


patung dan batu. Ini dapat dibuktikan misalnya pada Bonto
Kerajaan yang dikenal dengan Patalimbona di masa lalu
sebelum Islam, pelantikannya berlangsung di atas batu.
Karena itu. batu tempat pelantikannya tersebut dinamakan
"Batuna Peropa, Batuna B iluwu, Batuna Gundu-Gundu dan
Batuna Barangkatopa". Lebih dari itu pejabat-pejabat Sultan
sebelum mamangku jabatannya lebih dahulu diambil
sumpahnya dan dilantik di atas batu dan batu tempat
pelantikan itu disebut "Batu Popaua" atau "Batu Poana".
Dapat dijelaskan bahwa dinamakan "Batu Popaua" karena
pelantikan Sultan itu berlangsung di atas batu itu, sedangkan
namanya yang l;aih dengan "Batu Poana" ialah bahwa Sultan
karena adat dianggap anak dari para Menteri kerajaan yang
diawali dengan terdapatnya Ratu Wa Kaa Kaa Raja Buton
METRO GRAPHIA
yang Ke-l, yang diambil sebagai anak oleh Menteri Peropa
Betoambari dan Menteri Baluwu Sangariarana.
Demikianlah sehingga disebutkan pula Batu Poana,
karena di tempat batu itulah Wa Kaa Kaa didapat dan
diangkat menjadi anak. Makna dari padanyu dapat diambil
suatu manlaat bahwa sebagai Kepala atau Pimpinan
dianggap anak dalam arti bahwa dia hanya mengenal
tertawa dan menangis, tidak dapat bertindak sewenang-
wenang "So petawa tee tangi imatauna", atandua keya ka
raye, asipoa kaaponganga, artinya diberikan baru menerima
disuap baru menganga. Kemudian selain itu dikenal pula
dengan nama "Batu Kenia Sumpa", kepada mereka yang
mengangkat sumpah atau diambil sumpahnya berlangsung
di tempat itu. Batu ini sampai sekarang masih ada dan

258 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

terdapat di luar benteng Keraton tidak jauh dari Lawana


Lanto. Juga dikenal dengan batu di mana pembakaran lilin
pada waktu-waktu tertentu yaitu seperti malam Ramadhan
pertama atau malam Idul Fitri, batu mana dikenal dengan
"Tunuana Sulu", terdapat di dalam Benteng Keraton di Melai
perbatasan dengan Rakia.Masih dapat disebutkan beberapa
pembuktian lainnya seperti misalnya Makam Raja Tobe-
Tobe Dungkungiangia, di mana melulu yang nampak batu,
menandakan batu nisan bila pada Islam, namun tidak
demikian karena di atas pusara bukan hanya satu dua tetapi
banyak batu yang tumbuh, menunjukkan kuburan masa
lampau pada masa Hindu Budha.
Adanya kepercayaan bahwa pada pohon beringin,
"Wuraka" bahasa Wolio, terdapat makhluk halus yang dapat
mematikan dan sebaliknya dapat menghidupkan dalam arti
METRO GRAPHIA
yang penyayang dan yang pengasih. Hal ini tampaknya
masih melekat kepercayaan tersebut, masih diyakini di
kalangan masyarakat Wolio, meskipun tidak sebagaimana
masa lampau era kesultanan. Kini semakin menipis
keyakinan itu, kalaupun tampak bertahan khususnya pada
rakyat pedalaman saja, yang belum terjangkau secara
menyeluruh pengembangan faham nilai-nilai Islami. Mereka
masih ada perasaan takut dan ragu untuk menebang pohon
beringin, tetapi kalau juga terpaksa mesti menebangnya
karena keperluannya yang mendesak, maka lebih diadakan
mantera-mantera dengan memberi makan makhluk halus
itu sebagai suatu pernyataan memohon izin dan perkenan,
supaya kelak tidak diganggu dan ini semua melalui upacara
khusus yang dikerjakan secara khusyuk serta dengan penuh

Sejarah dan Etnografi Buton 259


La Ode Dirman

kepercayaan yang dibarengi dengan keyakinannya.


Menipisnya kepercayaan sebagaimana dikemukakan
diatas, dan sebaliknya kepercayaan tempat keramat itu
tumbuh kembali dikalangan masyarakat bahkan kaum
terpelajar orang Buton, ketika pohon beringin itu tumbuh di
dekat atau disekitar makam raja-raja yang dikeramatkan.
Benteng Keraton sekarang masih terdapat makam Sultan
yang dikeramatkan yang ditumbuhi beringin yang besar dan
tentunya daunnya yang rimbun pula, menunjukkan
keramatnya tempat itu, masing-masing di makam Sultan
Murhum di Lelemangura dan di makam Sultan Hasanuddin
La Tangkaraja di Lakambau Baadia.
Pengakuan informan ( La Aku) seorang terpelajar
sebagai berikut. Pohon rimbun lagi maha lebat
dan kita kemudian berada di bawah lindungan
METRO GRAPHIA
daun-daunnya, terutama pula pada waktu-waktu
malam lagi gelap-gulita, membawa perasaan dan
mengantar alam kita kepada alam yang serba roh,
dan keberanian berada ditempat itu disekitar itu
hanya karena kebutuhan ritual tetapi dengan
dilandasi iman yang kuat dan teguh.
Adanya upacara-upacara adat antara lain yang masih
dijumpai dalam kalangan masyarakat pedalaman, namun
juga masih juga terdapat pada sebagian kecil kalangan
masyarakat adat dalam Keraton seperti misalnya: Pakande
'Jini, maksudnya memberi makan jin. Adat kebiasaan ini
dilaksanakan pada waktu-waktu ada kesusahan dalam
keluarga seperti ada anak yang sakit terus menerus, tidak
hendak sembuh, walaupun sudah pula diobati, hanya
berhenti sebentar saja (So aala daecuna-hanya ambil

260 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

bagiannya obat) lain kambuh kembali. Atau mendapat


serangan penyakit dengan mendadak misalnya terus
muntah-muntah, pusing kepala dan sebagainya. Maka jika
terdapat yang demikian, berkatalah orang tua, dia dilanggar
oleh setan, atau dia dapatkan setan di jalan. Panggil dukun
untuk memeriksanya dan berkatalah sang dukun "kita beri
makan dulu jin" dan dibuatlah kelengkapannya dengan
membuat sesajian nasi campur dengan kunyit, telur,
beberapa gulung tembakau, kain warna-warni (yang umum
tidak ketinggalan warna kuning, merah dan hijau), lalu
diletakkan pada suatu tempat khusus yang dibuat tersendiri
dari daun kelapa, kemudian dibangun di tempatnya di
samping rumah dengan tiang kayu dan bentuk persegi
empat dengan hiasan daun kelapa muda pula. Pakande
kiwalu artinya beri makan tikar; meletakkan serba makanan
METRO GRAPHIA
di atas tikar pada loteng rumah atau di dalam kamar suami
isteri.
Beberapa jenis ritual sebagai berikut:
(1). Upacara Posipo (Upacara 7 Bulanan) Sebuah prosesi
upacara adat menyambut kelahiran seorang bayi di
Buton. Upacara ini dilakukan dengan menyuap
makanan yang khusus disiapkan bagi ibu hamil, bagi
kehamilan pertama. Upacara ini dilakukan pada usia
kehamilan 7-9 bulan.,
(2). Alana Bulua (Upacara Pemotongan Rambut).
Sebuah upacara adat yang ditujukan kepada bayi
yang baru saja dilahirkan. Prosesi ini dilakukan
dengan pengambilan atau pemotongan rambut bayi,
baik perempuan atau laki-laki, berumur kurang

Sejarah dan Etnografi Buton 261


La Ode Dirman

lebih 40 hari. Istilah lainnya, Pokuruia yang berarti


pencukuran rambut. Pada upacara yang dinamakan
Alaana Bulua bagi bayi laki-laki dilakukan
pemotongan dua ekor kambing jantan. Bagi bayi
perempuan dilakukan pemotongan satu ekor
kambing jantan.,
(3). Upacara Ndole-Ndole Tradisi ini diperuntukkan bagi
anak balita. Prosesi ini masih dilaksanakan
sebagian besar masyarakat Buton, khususnya anak
yang dianggap sakit-sakitan atau pertumbuhannya
kurang normal. Upacara ini sekaligus dirangkaikan
dengan pemberian dan peresmian nama si anak.
(4). Upacara Tandaki (Khitanan Anak Laki-Laki dan
Posusu (Khitanan Anak Perempuan) a). Tandaki.
Upacara khitanan bagi anak lakilaki yang telah
METRO GRAPHIA
memasuki akil baliq melambangkan ia telah resmi
menjadi muslim. Mengkhitan anak merupakan
kewajiban orang tua dalam rumah tangga Wolio.
Tandaki dilakukan oleh keluarga yang mampu,
sedangkan bagi keluarga yang kurang mampu
upacara khitanan dilaksanakan dalam bentuk
lebih sederhana yang disebut manakoiya(.b).
Posusu Secara harfiah, dapat diterjemahkan
dengan melubangi. Upacara ini dilakukan dengan
melubangi daun telinga anak wanita yang telah
memasuki usia akil baliq untuk tempat
pemasangan anting.
(5). Posuo (Upacara Pingitan) Prosesi upacara peralihan
status seorang individu; dari status gadis remaja

262 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

(kabuabua) ke status gadis remaja (kalambe).


Upacara ini dilaksanakan khusus untuk gadis
yangsudah memasuki usia dewasa. Diharapkan, gadis
tersebut mendapatkan gemblengan fisik dan
mental untuk persiapan memasuki kehidupan
berumah tangga. Prosesi Posuo ini berlangsung
selama 7 hari.. Ada 3 jenis Posuo, yaitu : Posuo Wolio,
Posuo Johoro, clan Posuo Arabu. Posuo Arabu yang
merupakan hasil modifikasi dari keduanya dengan
menghilangkan unsur-unsur yang dipandang tidak
sesuai dengan nilai-nilai islami.
(6) Mate (Prosesi Kematian). Masyarakat Buton
memandang bahwa meskipun orang yang
meninggal telah meninggalkan dunia untuk
selama-lamanya, tapi roh orang yang meninggal
METRO GRAPHIA
tetap hidup di alam gaib. Upacara-upacara
pokok yang berkaitan dengan kematian dalam
tradisi Buton adalah penerimaan kaala (kadha),
memandikan jenasah, mengkafani jenasah,
menyembahyangkan jenasah, menguburkan
jenasah, dan prosesi setelah penguburan.
(7). Ritual Saat Ramadhan/Bulan-Bulan Selain
Ramadhan. (a). Pakandeana Anana Maelu (10
Muharram). Pakandeana Anana Maelu (10
Muharram) artinya memberi makan kepada anak
yatim-piatu, atau anak yatim. Pada hari tersebut
diundang 2 orang anak yang berumur sekitar 4 - 7
tahun terdiri dari seorang anak laki-laki clan seorang
perempuan. Secara bergiliran dari kalangan keluarga

Sejarah dan Etnografi Buton 263


La Ode Dirman

yang melakukan upacara menyuapi makanan kepada


ke-2 anak tersebut. Sesudahnya kepada keduanya
diberikan uang sebesar pasali menurut kedudukan
dalam adat dari orang yang bersangkutan atau
menurut keridhaannya. Menurut keterangan
umumnya masyarakat setempat, ritual ini
dilakukan sebagai peringatan dalam mengenang
masa Nabi Muhammad SAW. menjadi yatim. (b)
Sumpuana Uwena Syaafara (Rabu Terakhir Bulan
Safar).
Sumpuana Uwena Syaafara artinya minum air bulan
syafar, yaitu pada tiap akhir hari Rabu dari bulan Syafar
dalam suatu upacara sederhana dan terbatas untuk
lingkungan keluarga, tiap anggota keluarga minum clan mandi
air Yang disebut Uwena Syaafara. Hari itu berjalan ke luar
METRO GRAPHIA
rumah atau turun tanah kalau tidak ada keperluan yang
mendesak dianggap pamali, karena hari itu dianggap hari
naas besar. Maksud dan tujuannya ialah untuk mengenangkan
peristiwa kecelakaan Nabi Muhammad saw dimana giginya
patah.(c).Gorana Oputa (12 Malam Rabiul Awal) adalah
sebagai tanda pembukaan upacara peringatan Maulid Nabi
Muhammad saw. Pada malam itu berkumpul pemuka
masyarakat melakukan peringatan maulid dengan membaca
riwayat Nabi Muhammad saw. Pada malam berikutnya
hingga malam ke-29 adalah kesempatan bagi masyarakat
umum untuk turut memperingatinya, sedangkan pada
malam ke-30 oleh pegawai Mesjid Keraton yang merupakan
upacara penutup, dan dinamakan Mauluduna Hukumu.(d).
Rajabu (Haroana Rajabu) Pada Malam Jumat Awal Bulan

264 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Rajab. Pada awal Jumat Bulan Rajab diadakan lagi makan


bersama "Haroa" yang dikenal dengan Hariana Rajabu. Ini
mulai diadakan oleh Sultan Muh. Salihi. Sebelum makan
bersama lebih dahulu hadirin melakukan zikir sebanyak 100
kali, yang didahului oleh pembacaan surat Al-lkhlas 100 kali
pula. (e).Nisifu – Syaabani (14 atau 15 bulan Sya’ban). Haroa
yang bertujuan untuk memita rejeki, umur panjang dlan
menolak bala. Biasanya dilakukan dengan membaca Surat
Yasin sebanyak 3 kali yang dilakukan oleh satu orang (lebe
= orang tua).(f). 1 Ramadhan Sholat tarwih dilaksanakan
pada pukul 12 malam, setelah itu para pemuka mesjid dan
masyarakat melaksanakan sahur bersama. (g).15 Ramadhan
dan 27 Ramdhan. Malam ke 15 dan 27 Ramadhan, sholat
tarwih pada jam 12 malam. Setelah Tarwih para pemuka
mesjid dan masyarakat melaksanakan sahur bersama.
METRO GRAPHIA
Kepercayaan yang diutarakan diatas khususnya bentuk
penjelmaan menjadi buaya adalah unsur peninggalan Hindu
”reingkarnasi” mengacu pernyataan Sckoorl (1983) bahwa
pada era kerajaan Buton sebagai penyiar agama Hindu
terbesar. . tampaknya generasi sekarang kepercayaan
tersebut hanya tersimpan dalam alam pemikiran orang tua-
tua Buton. Demikian pula bentuk ritual lainnya yang oleh
Koentjaranigrat (1980) meyebutnya crisis ritus seperti
bentuk upacara inisiasi atau berkaitan dengan lingkaran
hidup individu “ stages along the life ciycle”. Upacara
tersebut bertahan hingga tahun 1970-an. Sejak awal 1980-an
hingga sekarang upacara tersebut bukanlah menjadi
keharusan bagi anggota keluarga,kecuali digagas oleh
pemerintah, kalaupun diadakan.sebatas di kalangan elite

Sejarah dan Etnografi Buton 265


La Ode Dirman

tradisional yang berhasil secara ekonomi seperti pingitan


(posuo) biasanya dirangkaikan dengan upacara perkawinan
dari salah seorang wanita tersebut dalam pingitan, itupan
sudah jarang dilakukan sebagaimana lazimya selama 7 hari 7
malan dan selebihnya disyaratkan saja selama sehari, sebagai
salah satu prosesi menuju acara akad Nikah.
Era Reformasi ini kegiatan pembangunan di bidang
agama, seperti pembangunan sarana peribadatan,
pembinaan umat beragama, dan kegiatan keagamaan
lainnya. Khususnya di Kota Baubau terlihat jumlah sarana
peribadatan sebanyak 150 buah yang terdiri atas 104 buah
masjid, 32 buah musala, 1 buah gereja Katholik, 3 buah
gereja Protestan, dan 10 buah pura/vihara. Selain itu,
disajikan juga jumlah jemaah haji, yaitu dari 188 jamaah haji
tahun 2010 meningkat menjadi 196 jamaah haji pada tahun
METRO GRAPHIA
2011 atau naik sebesar 4,26 %.

J. Silsilah, Kekerabatan dan Istri-istri Raja


1. Silsilah Raja dan Hubungan Kekerabatan
Tulisan mengenai silsilah, perkawinan dan peranan
wanita Buton era kerajaan adalah berdasarkan kajian Ilmu
filologi atau ilmu pernaskahan Buton yang dalam bahasa
Buton disebut Buri Wolio (arab gundul) sebagai berikut.
Kisah dalam teks naskah "Silsilah Kaum Bangsawan Buton
(Wolio)" dimulai dengan tokoh Wa Kaa Kaa sebagai Raja
Buton I. Dialah yang menjadi pangkal keturunan bangsawan
dalam negeri Bulon. Wa Kaa Kaa kawin dengan Sibarata
anak Raja Majapahit. Perkawinan mereka dikaruniai tujuh

266 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

orang anak yang semuanya perempuan yaitu, Bulawambona,


Patolambona, Patolasunda, Patolakamba, Wa Betao,
Wabetao dan Paramasuni. Kemudian Wakaaka
meninggalkan Buton beserta enam orang anaknya menuju
kota Intan (Zahari, 1980: 46) Satu satunya Bulawambona
yang bertahan untuk kemudian mengantikan ibunya (Wa
Kaa Kaa) menjadi Raja Buton II.
Bulawambona kawin dengan La Baluwu dikaruniai
seorang putra bemama Bataraguru. Bataraguru
menggantikan Bulawambona menjadi Raja Buton yang
ketiga. Beberapa waktu lamanya menjadi Raja Buton,
Bataraguru berangkat menuju negeri Majapahit mencari
kaum keluarganya. Setelah bertemu dengan kaum
keluarganya, ia memutuskan untuk kembali ke negeri Buton.
Ketika kembali ke Buton karena Bulawambona ibu dari
METRO GRAPHIA
Bataraguru adalah keluarga besar Raja Majapahit, maka
diberinya istiadat kepada Bataraguru. Istiadat itu adalah isi
laut dan isi sungai. Yang dimaksud dengan isi laut seperti
ikan besar atau tuwa karang atau orang yang pecah
perahunya di karang. Sedang isi sungai seperti budak orang
dagang yang lari di sungai.
Bataraguru dikaruniai empat orang putera salah
satunya adalah Taurade. Dialah yang menggantikan
Bataraguru menjadi Raja Buton yang keempat. Tuarade
memberlakukan istiadat dari Majapahit, karena itu ia digelar
Sangia Isara Jawa. Tuarade tidak memiliki keturunan.
Karena itu ia mengambil Rajamulae putra dari kakaknya
Tuamaruju putra dari kakaknya sebagai anak angkatnya.
Rajamulelah yang menggantikan Tuadare sebagai Raja

Sejarah dan Etnografi Buton 267


La Ode Dirman

Buton yang kelima. Rajamulae dikaruniai beberapa orang


anak yang berasal dari beberapa istri.
. Kyai Jula saudara tiri Tuadare (paman Rajamulae).
beristrikan anak Raja Tiworo bernama Wa Randea.
Perkawinandikaruniai seorang anak bernama Wa Tubapala.
Watubapala bersuami dengan Raja Wuna bernama
Sungiamanuru. Perkawinan mereka dikaruniai tiga orang
anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua
anak laki-lakinya itu bernama La Tolaki yaitu timbang-
timbangannya Lakilaponto atau Murhum dan
Kobangkuduna atau La Posasu, sedangkan anak
perempuannya bernama Wa Karamaguna atau Wa Ode Pogo.
Raja Manguntu beristri dengan Raja Tobe-Tobe bernama Wa
Salongki. Perkawinan mereka dikaruniai empat orang anak,
tiga orang laki-laki satu perempuan. Ketiga orang laki-laki
METRO GRAPHIA
itu diberi nama La Katuri, La Karakamba, dan Dae Encorea.
Sedangkan perempuan bernama Waguruncin.

La Kanturi beristri dengan Wa Datogunu saudara Raja


Batauga yang bernama La Luwu. Perkawinan mereka
dikaruniai seorang anak laki-laki bernama La Maindo, La
Maindo beristri dengan anak Sapati Rampagau atau Sapati
Manjawari bernama Wa Banaka. Ibu Wa Banaka bernama
Wa Bua Datu yaitu Raja Batauga. Perkawinan La Maindo
dengan Wa Banaka dikaruniai empat orang anak, dua orang
laki-laki dan dua orang perempuan. Kedua orang laki-laki
masing-masing bernama La Kabaura dan La Siridatu.
Sedangkan kedua orang anak perempuannya masing-masing
bernama Wa Solongki dan Wa Melai. La Maindo beranak

268 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

pula dengan perempuan lain tiga orang yaitu La Tangamasa,


Wa Lakui, dan Wa Labanga.

a. Riwayat Tuamaruju
Tuamaruju beristri dengan Wa Talubangana. Wa
Talubangana adalah saudara Wa Solongki yaitu anak raja
Tobe-tobe. Perkawinan Tuamaruju dengan Wa Tulubangana
dikarunia dua anaklaki-laki masing-masing bernama
Nganciraja dan Rajamulae yaitu Sangia Igola. Nagnciraja
beristri dengan Wa Nimpu anak Batukara dan ibunya
bernama Wa Musambi. Perkawinan Nganciraja dengan Wa
Nimpu dikaruniai seorang anak perempuan bernama
Sameka.

b. Riwayat Raja Mulae


METRO GRAPHIA
Rajamulae beristri dengan Wa Randima beranakan
seorang perempuan bernama Wa Tampaidonge atau
Borokomalanga. Rajamulae beristri lagi dengan Wa
Pinciribala dari Limbo Lanto. Perkawinan mereka dikaruniai
duu orang anak masing-masing bernama La Pitikana dan Wa
Sakatanga. Rajamulae beristri lagi dengan Wa
Tulumbangana dari Limbo Melai beranakan La Lurajawa.
Istri Rajamulae dari Limbo Peropa bernama Wa Pulisa
beranakan Katimanuru dan Tuamaruju. Istri Rajamulae di
Burangasi bernama Wa Nupu, Wa Lambi dan Wa Nialara.
Anaknya dari negeri Burangasi itu bernama Wa Gunaimbea.
Rajamulae beristri juga di negeri Kabiria beranak dua orang
masing-masing bernama La Raraia dan La Maradalubu. Anak
Rajamulae dari hasil perkawinannya dengan Wa Muuri

Sejarah dan Etnografi Buton 269


La Ode Dirman

bernama La Landawa. Perkawinan Rajamulae dengan Wa


Randamasa beranakan Mawasila. Istri Rajamulae di negeri
Lea-Lea bernama Wa Katasangka. Perkawinan mereka
dikaruniai anak sembilan orang akan tetapi yang disebutkan
namanya hanya dua orang yaitu La Kiai dan La Halaba.

d. Riwayat Sultan Murhum


Murhum atau La Kilaponto adalah nini dari Kyai Jula.
Murhum beristri dengan Wa Sameka anak Ngancirana
saudara Rajamulae atau Sangia Igola anak Tuamaruju.
Perkawinan Murhum dengan Wa Sameka dikaruniai tiga
orang anak masing-masing bernama Paramasuni, Wa
Sugirumpu, dan Wa Batau. Paramasuni beristri dengan La
Siridatu dikaruniai delapan orang anak masing-masing
bemama Mobolina Pauna atau La Ilalangi, Sangia i waeroera
METRO GRAPHIA
atau La Ngajiraja Sangia i Lampenano atau la Yaafara Sangia
i Lahulu atau Rajangkatu, Sangia i Kambowa atau La Siribaja,
Sangia i Gundu atau La Kandawa, Sangia Liantongau atau La
Mantara, dan Sangia i Wawonowao atau Wa Salanggi. La
Kilaponto memimpin dua kerajaan besar yaitu Kerajaan
Wuna dan Kerajaan Buton. Ketika itu adalah istiadat yang
diberlakukan dalam kerajaan Wuna. Pada masa
pemerintahan Raja La Kilaponto, beberapa negeri yang
terletak di dekat wilayahnya ikut bergabung menjadi satu
wilayah dengan negeri Buton.

e. Riwayat Sultan La Kabaura


La Kabaura beristri dengan Wa Bunganila anak dari
Murhum. Perkawinan mereka dikarunia dua orang anak

270 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

laki-laki masing-masing bernama La Kamancina i


Kumbewaha bernama La Bula dan Sangia i Tapi-Tapi
bernama La Singga. Anak La Kabaura dari Maluku bernama
Kapitalau Ali.

f. Riwayat Sultan La Singga/Sangia Tapi-Tapi


La Singga beristri dengan anak Abdul Wahid bernama
Balitatai. Perkawinan mereka dikaruniai empat orang anak
tiga orang laki-laki dan seorang perempuan. Ketiga orang
laki-laki itu adalah kapita Motanga bernama La Nuuru,
Mokawana Leiewa bernama La Nisiru dan Kenepulu Lowu-
lowu bernama La Hasa. Sedangkan yang perempuan adalah
Baluna Tete.

g. Riwayat Sultan Mosabuna I-Kumbewaha


METRO GRAPHIA
Mosabuna i Kumbewaha beristri dengan Wa Ode Torisi
anak Sangia Labalawa. Perkawinan mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki bernama Igololi i Waruruma. Gogoli
Wururuma beristri dengan anaknya Mosabuna i-Lea-Lea.
Perkawinan mereka dikaruniai lima orang anak, tiga orang
laki-laki dan dua orang perempuan. Ketiga orang laki-laki itu
bernama adalah Yarona Sura Wolio, Raja Batauga, dan Raja
Agama Sulthan Mazharuddin yang bernama yang bernama
La Tumparasi. Sedangkan dua orang anak perempuan
bernama yaitu Wa Ode Sampela dan Wa Ode Torisi.

h. Riwayat Sultan Oputa Masabuna i-Baaluwu


Mosabuna i Baaluwu beristri dengan Wa Ode Mapute
anak dari Oputa Lakina Agama Mancuana dikaruniai sebelas

Sejarah dan Etnografi Buton 271


La Ode Dirman

orang anak yang terdiri dari tujuh orang laki-laki dan empat
orang perempuan. Ketujuh orang laki-laki itu adalah La Ode
Muhammad Raja Tiworo. La Ode Ganaparasi raja Todanga,
La Ode Imana raja Lasalimu, La Ode Ramali raja Wolowa, La
Ode Sandati raja Lolibu, La Ode Hasabanasa Kenepulu dan
La Ode Hanifa. Sedangkan keempat anaknya yang
perempuan yaitu Mobolina Kamalina i Baadia Wa Ode Baai,
raja Holimombo perempuan bernama Wa Ode Bintangsari.
Baluna Kapaitalao bernama Wa Ode Ida dan Wa Ode
Rarambia.
i. Riwayat Raja Tiworo La Ode Muhammad
Raja Tiworo La Ode Muhammad beristri dengan Wa
Ode Jabal Arafa anak dari raja Lasalimu i-Bau-Bau dikaruniai
tujuh orang anak, dua orang laki-laki dan lima orang
perempuan. Kedua orang laki-laki itu adalah La Ode Abdul
METRO GRAPHIA
al-Samad dan La Ode Saleh. Sedangkan kelima anaknya yang
perempuan ialah WaOde Bakuogema, WaOde Bulumomato,
WaOde Bulukadana, Wa Ode Ngkito dan Wa Ode Kalakamba.

2. Gelar, Silsilah Raja dan Poligami


Penggunaan gelar La Ode dan Wa Ode
Penggunaan atribut nama “La” bagi kaum laki-laki dan
Wa bagi kaum perempuan. Makna kedua istilah tersebut,
oleh kalangan tokoh adat Buton bahwa Istilah “La”
ditamslikan sebagai Laailaaha illa ilaahu dan “Wa”
ditamsilkan sebagai Wa-asyhadu anna Muhammadan
rasuulullah. Karena itu, sepanjang sejarah kerajaan dan
kesultanan Buton Raja maupun Sultan tidak menggunakan

272 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

gelar La Ode dibelakang nama, tetapi penyebutannya pada


saat pelantikan Sultan sebagaimana uraian terdahulu, ise,
jua, talu, wapa, lima ana, pitu, walu sapuluakamo ingko La
Ode Istilah gelar Ode diperuntukan pada golongan Kaomu
(bangsawan) sebagai dikemukakan terdahulu bermakna
kebijaksanaan, keteladanan, kecerdasan.
Penggunaan gelar La Ode tersebut dibelakang nama
hanya Sultan ke 37 La Ode Falihi dan dan Sultan ke 38 La
Ode Hamidi. Sultan sebelumnya hanya menggunakan gela
“La”.dan “Wa” di belakang nama. Adapun penggunaan gelar
yang kemudian digunakan oleh keturunannya golongan
kaomu umumnya hingga kini,antara lain adalah faktor untuk
mempertahankan silsilah dan identitas masing-masing
golongan, baik melalui hubungan garis keturunan secara
patrilineal maupun melalui perkawinan.
METRO GRAPHIA
Silsilah Dan Perkawinan Poligami
Silsilah berikut ini merupakan terjemahan langsung
kata naskah Buton ( Buri Wolio) Perkawinan laki-laki yang
memiliki atribut nama La dengan perempuan yang tidak
memiliki atribut nama Wa atau Wa Ode menghasilkan
keturunan yang beratribut La atau Wa. Hal ini terlihat pada
perkawinan Paramasuni dengan La Siridatu. Silsilah berikut
ini merupakan terjemahan langsung kata naskah Buton
(Buri Wolio) sebagai berikut:
Maka Perkawinan Paramasuni dengan La Siridatu
memiliki anak delapan orang; pertama Mobolina Pauna La
Elalangi, kedua Sangia i-Waeroero Langajiraja, ketiga Sangia
i-Lampenana La Faajara,keempat Sangia i-Lahulu La

Sejarah dan Etnografi Buton 273


La Ode Dirman

Rajangkatu, kelima Sangia i-K.ambowa La Siribaja, keenam


Sangia i-Gundu-Gundu La Kandawa, ketujuh Sangia Ntongau
La Mantara dan kedelapan Sangia i-Wawonowo yaitu Wa
Salanggi. Perkawinan laki-laki yang memiliki atribut nama
La dengan perempuan yang memiliki atribut nama Wa Ode
menghasilkan keturunan yang beratribut La dan Wa. Hal ini
terlihat pada perkawinan La Wanda dengan Wa Ode Hawu
berikut ini:
Maka tersebut pula riwayat Raja Agama La Wanda
beristri dengan anaknya Raja Wolowa bernama Wa Ode
Hawu memiliki anak enam orang, lima laki-laki seorang
perempuan pertama Raja Lowu-Lowu La Santi, kedua
Imamu La Bantulaka ketiga La Kamata namanya keempat
Yarona Imamu La Malape, kelima La Danga, keenam Yarona
Todanga Wa Muhu .Proses penurunan atribut La dan Wa, La
METRO GRAPHIA
Ode dan Wa Ode dan yang tidak menggunakan keempat
atribut tersebut tampaknya tidak konsisten dalam garis
keturunan ayah. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada
keturunan Sultan Idrus berikut ini: Maka tersebut pula
riwayat Sultan Idrus beristri dengan anaknya Oputa
Mosabuna i-Baaluwu bernama Wa Ode Baau maka memiliki
anak tiga belas orang, lima orang laki-laki dua delapan orang
perempuan, pertama La Ode Abdullah, kedua Sultan
Qaimuddin bernama Muhammad Isa, ketiga La Ode
Kamaluddin, keempat Raja Lia La Ode Baadia, kelima La Ode
Umar, keenam Kapitalao Bawine yang bernama Wa Ode
Maari ,ketujuh Wa Ode Hamida, kedelapan Wa Ode Siaida,
kesembilan Baluna Bombona Wulu bernama Wa Ode Salima,
kesebelas Wa Ode Muhasna, kedua belas Wa Ode Kamala,

274 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

ketiga belas Wa Ode Imatullah. Mangkatnya istri Sultan,


kemudian beristri lagi dua orang pertama Wa Ode Mapute
anaknya Yarona Bumbu La Ode Abas yaitu Oputa Balu
Ibente dan yang kedua bernama Wa Ode Siribulae anaknya
Yarona Yarona Todanga La Ode Tiga bernama Oputa Balu
Ibaadia. Maka Oputa Oputa Balu Ibente beranak dua orang
perempuan, pertama bernama Wa Ode Sauda, kedua
bernama Wa Ode Manira. Maka oputa Balu Ibaadia beranak
tiga orang, dua orang laki-laki dan seorang perempuan,
pertama bernama Raja Tadanga La Ode Miram, kedua
bernama La Ode Muhammad dan yang ketiga bernama Wa
Ode Umati. Dan lagi anaknya kepada istri yang lain Wa Ode
Kampamance memiliki anak perempuan bernama Wa Ode
Faatima. Dan lagi Wa Ode Ana memiliki anak perempuan
bernama Wa Ode Hasina. Dan Wa Ode Aminah memiliki dua
METRO GRAPHIA
orang laki-laki bernama Muhammad Sahri dan Muhammad
Kubra. Dan Wa Ode Kamali memiliki seorang perempuan
dan Wa Inga memiliki seorang laki-laki bernama Inisi. Dan
lagi anaknya kepada Belobarugana Batauga memiliki tiga
orang laki-laki, pertama bernama Abdullah, kedua La
Bahowu, ketiga Muhammad . Maka Belobarugana Bosua
memiliki anak enam orang, yaitu tiga orang laki-laki dan tiga
orang perempuan, pertama bernama Kinepulu Ibente La Ode
Nuha, kedua bemama Muhammad, ketiga bernama Tamim,
keempat bemama Nafaa, kelirna bernama Zainab, keenam
bemama Salama. Maka Bolebaruga Kolencucu delapan
orang, pertama bernama Ilias, kedua bernama Abdul Haadi,
ketiga bernama Daud, keempat bernama Muhammad Yusuf,
kelima bernama Zahada, keenam bernama Li Anda, ketujuh

Sejarah dan Etnografi Buton 275


La Ode Dirman

bernama Abadi, dan kedelapan bernama Urnat Al-Kalam.


Dan lagi Kolencucu Wasiara memiliki tiga orang anak,
yang pertama bernama Abadi, yang kedua bernama Yasir
dan yang ketiga perempuan bernama Ramlia. Dan lagi
Kelencucu Walanto memiliki seorang anak laki-laki bernama
Maamun. Dan lagi Kolencucu Waina memiliki seorang anak
laki-laki bernama Muhammad Gento. Dan lagi Kolencucu
bukan Belobaruga seorang anak Yarona Lipu Malanga La
Barangka namanya. Dan Belobaruga Burukene enam orang
anak, pertama bernama Raja Baadia Harun, yang kedua
bernama La Mpara, yang ketiga bernama Jabal, keempat
bernama Haadia, yang kelima bernama Maira, yang keenam
belum ada namanya. Dan lagi Belobaruga Liabuku dua
orang, yang pertama bernama Haia, kedua belum ada
namanya. Dan lagi Belobaruga Kiabaka memiliki seorang
METRO GRAPHIA
anak perempuan bernama Rabia. Dan lagi Belobaruga Tobe-
Tobe memiliki tiga orang anak perernpuan bernama Wa
Bula, dua orang belum ada namanya. Dan lagi Kumbewaha
Mpada memiliki seorang anak perempuan. Dan lagi
Belobaruga Kumbewaha Malanga memiliki enam orang,yang
pertama bernama Sultan Muhammad Saleh, kedua bernama
Iliyas, ketiga bernama Hadlir, keempat bernama
Muhammad,kelima bernama Nuryani, keenam bernama
Halimah. Dan lagi Belobarugana Kaesabu seorang anak
Kamara namanya. Dan lagi Belobaruga Laompo tiga orang
anak, pertama raja Laompo Hawad namanya dan dua orang
perernpuan belum ada namanya. Dan lagi Wa Umbe seorang
perempuan belum ada namanya. Dan lagi seorang
perempuan bernama Aminah. Dan lagi Wa Lanja memiliki

276 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dua orang, yang pertama bernama Abdul Al-Ghani, kedua


bernama Salama. Dan lagi Wasapi memiliki dua orang anak,
yang pertama bernama Abdullah, kedua bernama Wa
Muumana. Dan lagi Wa Hamisi memiliki seorang anak
bernama Muhammad. Dan lagi Wa Lina memiliki seorang
anak bernama Aminah. Dan lagi Wa Haari memiliki seorang
anak bernama Aisyah. Dan lagi Wa Kamba memiliki seorang
anak bernama La Mbila.
Berdasarkan kutipan di atas Sultan Idrus mempunyai
tujuh puluh delapan orang putra yang berasal dari tiga puluh
satu istri. Dari ketujuh puluh delapan orang tersebut,
terdapat empat orang laki-laki yang memakai atribut nama
La, yaitu: (1) La Baluwu,(2) La Barangka, (3) La Mpara,
(4) La Mbila Dua orang perempuan yang memakai atribut
nama Wa, yaitu, (1) Wa Bula (2) Wa Muumana. Tujuh orang
METRO GRAPHIA
laki-laki yang memakai atribut nama La Ode, yaitu: (1) La
Ode Abdullah, (2) La Ode Kamaluddin, (3) La Ode Baadia,
(4) La Ode Umar, (5) La Ode Miram, (6) La Ode Muhammad,
(7) LaOde Nuha Tiga belas orang perempuan yang memiliki
atribut nama Wa Ode, yaitu: (1) Wa Ode Maari, (2) Wa Ode
Hamida, (3) Wa Ode Hamida, (4) Wa Ode Saliina, (5) Wa Ode
Tauniina, (6) Wa Ode Muhasana, (7) Wa Ode Kamala, (8) Wa
Ode Inatullah, (9) Wa Ode Sauda, (10) Wa Ode Manira, (11)
Wa Ode Umati, (12) Wa Ode Faatima, (13) Wa Ode Hasina.
Dan enam orang belum memiliki nama dan empat puluh
enam orang yang tidak memakai atribut La, Wa, La Ode dan
Wa Ode. Keempat puluh enam orang tersebut adalah:
(1)Muhammad Isa, (2) Muhammad Sahri, (3) Muhammad
Kubra, (4) Irisi, (5) Abdullah, (6) Muhammad, (7)
Muhammad Tamim, (8) Nafaa, (9) Salama, (10) Ilias, (11)
AbdulHadi, (12) Daud, (13) Muhammad Yusuf, (14) Lianda,
(15) Abadi, (16) Umat Al-Kalam, (17) Abadi, (18) Yasir, (19)

Sejarah dan Etnografi Buton 277


La Ode Dirman

Ramlia, (20) Maamum,(21) Muhammad Gento, (22) Harun,


(23) Haadia,(24) Maira,(25) Haya,(26) Rabia,(27)
Muhammad Saleh, (28) Ilias, (29) Hadlir, (30) Muhammad,
(31) Nurayani, (32) Halimah, (33) Muhammad, (34)
Hakum,(35) Harib, (36) Saleh, (37) Maimuna, (38) Maliha,
(39) Rajina, (40) Kamaara,(41) Hawad,(42) Abdul Al
Ghani,(43) Salama, (44) Abdullah, (45) Aminah, (46) Aisah.
Sebagai bahan komparasi, Mengenai permaisuri dan
banyaknya selir seorang raja Jawa, Tulisan Bayu Aji Krisna
(216:24) menyatakan bahwa sudah bukan rahasia lagi , jika
seorang raja cenderung sebagai poligami , meskipun
demikian seorang Raja hanya memiliki seorang istri yang
dinobatkan menjadi permaisuri, selebihnya sebagai selir
(ampeyan). Selir terjadi biasanya ketika Raja melakukan
bebedag (berburu) di hutan itu terkadang menjalin
hubungan asmara dengan kekasih gelap yaitu seorang gadis
METRO GRAPHIA
desa yang rumahnya disinggahi untuk beristirahat saat sang
raja melakukan perburuan dan biasanya tidak diserta
dengan pernikahan resmi itu sering melahirkan bayi kelak
bayi itu akan mendapatkan keberuntungan bisa menjadi
orang penting di dalam istana. Untuk istri selir Sultan Buton
adalah sebagai strategi kekuasaan raja memperkuat
hegemoni didaerah kekuasaannya. Faktor lain keberadaan
selir adalah gagasan aparat kerajaan sebagai strategi
mencegah terjadinya pewaris tahta, artinya jika permaisuri
melahirkan maka secara otomatis terjadilah putra mahkota.
Karena itu, untuk mencegah hal tersebut maka aparat
kerajaan berkewajiban mencari di desa / kampung wilayah
kekuasaan Buton, dan putra seorang selir Sultan tidak boleh
menyandang sebagai putra makkota

278 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Pemberian gelar kepada bangsawan Wolio


sebagaimana tertera dalam teks naskah SKBW seperti;
Baluna adalah gelar diberi pada istri atau permaisuri pejabat
kerajaan yang sang suami telah meninggal, Paapana = istilah
sebutan mama pada orang tua pejabat kerajaan ; La Ode
gelar diberikan pada bangsawan (Kaomu) Buton dan Muna.
Perkawinan poligami (beristri lebih dari satu orang)
sangat umum terjadi di kalangan bangsawan Wolio. Raja
Mulae digelar Sangia Igola memiliki dua belas orang istri dan
dikaruniai dua puluh anak. Hal ini sebagaimana tertera
dalain kutipan teks naskah SKBW berikut:
Dan lagi riwayat Raja Mulae beristri dengan Wa
Randima maka beranakkan seorang perempuan Wa
Tampaidonge namanya yaitu Borokomalanga. Dan lagi
istri Raja Mulae kepada Limbo Lanto Wa Panciribala
METRO GRAPHIA
namanya maka beranakkan dua orang, seorang La
Patikana dan seorang Wa Sakatanga namanya. Dan lagi
istri Rajamulae kepada Limbo Melai Wa Talubangana
namanya maka beranakkan Katimanuru dan seorang
Tuamaraju. Dan lagi istri Raja Mulae kepada negeri
Burangasi Wa Nupu namanya dan kedua Wa La Ambi
namanya dan ketiga Wa Nialara namanya maka
beranakkan Wa Gunaimbu namanya. Dan lagi istri Raja
Mulae kepada negeri Kabiriya maka beranakkan
Rarayiya namanya dan La Maradulu namanya. Dan
Lagi istri Raja Mulae Wa Muuwi namanya maka La
Landawa namanya. Dan lagi istri Raja Mulae Totangku
Wa Randamasa namanya maka beranakkan Mawasila
namanya. Dan lagi istri Raja Mulae kepada negeri Lea-
Lea Wa Watasangka namannya maka beranakkan La
Kiyayi dan La Halaba jumlahnya menjadi sembilan
orang (hlm 5-6).

Sejarah dan Etnografi Buton 279


La Ode Dirman

Dua istiadat yang ditetapkan oleh Wa Kaa Kaa yaitu


pertama dayang-dayang anak laki-laki berjumlah sepuluh
orang dan kedua dayang-dayang anak perempuan berjumlah
sepuluh orang.Selain itu, ia juga menetapkan enam puluh
orang laki-laki yang besar-besar yang bertugas sebagai
penjaga rumahnya. Istiadat tersebut bertahan hingga
pemerintahan Raja Butun yang kedua Bulawambona. Pada
saat meninggalnya, Bulawambona dikuburkan di tengah
pasar dan di atas kuburnya di aben (pembakaran mayat).
Bulawambona bersuami dengan La Baluwu. Perkawinan
mereka dikaruniai seorang putera bernama Batarguru.
Dialah yang menggantikan ibunya Raja Buton yang ketiga.
Setelah beberapa lamanya menjadi Raja Buton ia berangkat
ke negeri Majapahit mencari keluarganya. Di negeri
Majapahit ini ia bertemu dengan seluruh keluarganya. Ketika
METRO GRAPHIA
ia hendak kembali ke negeri Buton, Raja Majapahit
memberinya empat istiadat kepadanya karena anak muda
Raja Majapahit tersebut bersepupu dengan Bulawambona.
Istiadat dimaksudkan adalah isi laut dan isi sungai. Yang
dimaksud dengan isi laut seperti ikan besar atau tua karang
atau orang yang pecah perahunya di karang. Sedangkan isi
sungai seperti budak orang datang yang lari di sungai.
Bataraguru dikaruniai empat orang putera yaitu Tua
Maruju, Tua Rade, Raja Manguntu dan seorang putera
kepada gundiknya bernama Kiayi Jula. Setelah wafat
Bataraguru kemudian digantikan anak bernama Tua Rade,
tetapi Tua Rade tidak dikarunia anak, karena itu, ia
mengambil putera dari kakaknya Tua Maruju bernama Raja
Mulae sebagai anak angkatnya. Setelah ia meninggal lalu

280 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

digantikan oleh anak angkutnya menjadi Raja Buton yang


ke-5. Raja Mulae selanjutnya digantikan oleh Lakilaponto.
Lakilaponto adalah putera Raja Wuna bernama Sugimanuru
ibunya bernama Wa Tubapala. Wa Tubapala adalah anak
dari hasil perkawinan Kyai Jula dengan Wa Randea anak
Raja Tuarade. Ketika Lakilaponto menjadi raja di negeri
Buton ia mengambil istiadat dari negeri Wuna yang terdiri
atas lima istiadat yaitu pertama upeli seperti buah-buahan
dan batang batari, kedua kahoti, ketiga hasil kebun yang
meliputi kabutu dan bente, keempat kerbau dan kelima
rambanua dan moose. Dengan demikian, istiadat dalam
negeri Buton menjadi duabelas istiadat. (La Niampe, 2003).
Perkawinan poligami lazim bagi elite kesultanan,
sebagaimana dikemukakan diatas Sultan Idrus Kaimudian
memiliki 31 istri. Jika mengacu pernyataan Prof La Niampe
METRO GRAPHIA
bahwa Idrus Kaimuddin memiliki 37 Istri berarti masih
enam orang istri yang tidak tertulis dalam naskah.
Bandingkan istri-istri raja Jawa yang ditulis oleh
Krisna Bayu Aji (2016:250) dalam bukunya berjudul
“sejarah para Raja-raja dan istri-istri raja Jawa”
mengumpulkan beberapa orang istri-istri raja Jawa yang
tidak tertulis dalam prasasti maupun kitab sejarah, babad
dan serat sebagai berikut 1) Sanaha cucu ratu Shima, raja
wanita yang memerintah di kerajaan Kalingga.Sanaha
dikawini oleh raja galuh ketiga, kemudian dikruniai putra
bernama Sanjaya yang kemudian juga pewaris tahta menjadi
Raja mataram Kuno pada tahun 732-754 M. 2) Dewi tara
menikah dengan Raja Medang bernama Samaratungga,3)
istri Raden Wijaya berjumlah 5 orang yakni:

Sejarah dan Etnografi Buton 281


La Ode Dirman

Tribuwaneswari, Narendraduhita, Jayendra dewi, Dara


Petak, Dara jingga,
Kembali pada raja Lakilaponto atau Murhum menjadi
Raja Buton selama empat puluh enam tahun. Pada masa
pemerintahannyalah agama Islam pertama masuk di negeri
Buton. Ketika Wa Kaa Kaa menjadi Raja Buton belum
memiliki anak negeri. Setelah masa pemerintahan Raja
Tuarade yaitu Raja Buton yang ke 4 barulah memiliki anak
negeri. Di antara mereka terlihat sangat bersahabat. Pada
masa pemerintahan Raja Mulae yaitu Raja Buton yang
kelima, hubungan rakyat dengan negeri seperti hubungan
kakak dan adik. Dengan demikian maka dapatlah raja
memperoleh dengan mudah kebutuhannya, seperti meminta
kayu dan bambu. Sebelum ada Menteri Baluwu dan Peropa,
satu-satunya negeri yang menjadi sahabat negeri Buton
METRO GRAPHIA
adalah negeri Kamaru. Hal ini berawal dari perkawinan
Sangariarana dengan puteri Raja Kamaru bernama Wa
Guntu.
Pada masa pemerintahan Raja Tuarade Raja Buton ke-
4 rakyat negeri Buton menjadi semakin banyak jumlahnya.
Dua orang saudara Tuarade yaitu Tuamaruju dan Raja
Manguntu sangat besar peranannya memperluas wilayah
kerajaan. Tuamaruju pergi ke negeri Todanga dan Tumada
dan beberapa negeri di sekitarnya selanjutnnya dibawanya
ke negeri Buton. Demikian juga Raja Manguntu pergi ke
negeri Batauga dan Wawoangi beserta beberapa negeri di
sekitarnya. Setelah itu lalu membawanya ke negeri Buton.
Wilayah pemerintahan Kerajaan Buton memperlihatkan
perluasan dan penambahan jumlah penduduk yang sangat

282 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

besar ketika Raja Lakilaponto atau Murhum membawahi


sekaligus dua kerajaan yaitu Kerajaan Buton dan Kerajaan
Wuna. Berbagai negeri yang belum masuk ke dalam wilayah
Kerajaan Buton seperti Kaledupa menjadi takut sehingga
masuk dalam wilayah kerajaan Buton.
Reinforcement kekuatan adat kesultanan Buton hingga
sekarang terabadi mulai benteng yang disebut sebut yang
terluas di Indonesia maupun dunia. Adapun perlengkapan
kerajaan, sampai pakaian adat yang menandakan satus
sosial dari stratifikasi tradisional masyarakat, dari masa
kanak-kanak hingga dewasa dalam gambar sebagai berikut.

METRO GRAPHIA

Gambar 12. Pakaian Adat Perempuan Buton.

Sejarah dan Etnografi Buton 283


La Ode Dirman

K. Kedudukan Perempuan dalam Jabatan


Pemerintahan, dan Peran Wa Ode Wau.
1. Peranan Perempuan dalam pemerintahan
Kesultanan
Kepemimpinan di negeri Kesultanan Buton masa itu
tampaknya posisi perempuan dalam suatu jabatan, baik
jabatan dalam pemerintahan maupun jabatan keagamaan
adalah sama dengan posisinya laki-laki.
Sebagaimana tulisan terdahulu bahwa sejak
terbentuknya Kerajaan Buton telah dipimpin oleh seorang
raja perempuan yang bernama Wa Kaa Kaa kemudian
digantikan oleh puterinya bernama Bulawambona. Pada
beberapa negeri kecil yang masih termasuk dalam wilayah
Kerajaan Buton yang ketika itu kepala negerinya disebut
METRO GRAPHIA
juga raja, tampak posisi perempuan sebagai raja tetap
diperhitungkan, termasuk pula beberapa jabatan lain dalam
pemerintahan, seperti Oputa, Sapati dan Kenepulu.
Demikian pula dengan jabatan keagamaan seperti jabatan
imam dapat dijabat oleh perempuan. Berkaitan dengan
kedudukan perempuan sebagai ini dalam teks naskah SKBW
seperti terlihat pada beberapa kutipan berikut:
(1) Inilah perturunannya, yang pertama nenek moyang
kala pertama raja dalan negeri Butun yakni Wa Kaa Kaa
namanya yaitu bersuami dengan Sibatara (anak Raja
Majapahit) memiliki anak tujuh orang, enam orang
meninggalkan Buton. Mereka meninggalkan Buton dan
hanya seorang yang bertahan Di Buton yang bernama
Bulawambona. Wa Kaa Kaa itu memiliki dua adat
istiadat, yaitu dayang-dayang, sepuluh anak laki-laki dan

284 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

sepuluh anak perempuan , dan kemudian enam puluh


laki-laki besar bertugas menjaga rumah istana. Adat
istiadat tersebut diberlakukan hingga Kerajaan dibawa
pemerintahan Bulawambona .Ketika Bulawambona
wafat, maka dimakamkan di tengah pasar dan
dikobarkan api di atas kuburnya. (2) Bulawambona
bersuami dengan La Baluwu dan memiliki anak laki-laki
bernama Bataraguru. lyalah menggantikan ibunya, maka
berapa lama jadi Raja Bataraguru.... (3) ...kedelapan
oputa Mobolina Kamalina i-Baadia bernama Wa Ode
Baau, kesembilan Raja Holimombo perempuan bernama
Wa Ode Bintangsari. (4)...keempat Raja Tiworo Bawine
bernama Wa Ode Jabal Arafa. (5).........dan perempuan itu
Kenepulu perempuan bernama Wa Ode Wia.
(6).......ketiga Raja Lele perempuan Wa Ode Jasila
namanya, keempat Raja Bumbu perempuan Wa Ode
Safia namamya. (7).. ...Sapati Bawine Wa Ode Dawala
namanya, kedua Raja Lagadi Bawine Wa Ode Biibi
METRO GRAPHIA
namanya.
Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Wa Kaa Kaa,
Bulawambona, Wa Ode Jabal Arafa, Wa Ode Jasila, Wa Ode
Safia dan Wa Ode Biibi menjabat sebagai Raja. Jabatan
Oputa, Kenepulu dan Imam masing-masing dijabat oleh Wa
Ode Baau, Wa Ode Dawala, Wa Ode Wia dan Wa Ode Habiiba.
Meskipun dalam konteks Islam perempuan tidak dapat
dipilih lagi menjadi Raja., Namun Peranan wanita dalam
kesejahteraan negara dan masyarakat Buton secara
keseluruhan dipandang sangat penting. Peranan istri
pertama Sultan, Oputa Bawine (permaisuri); berjaga-jaga
adanya kemungkinan penyakit bencana dan panen gagal dan
secara khusus menjaga kesehatan Sultan. Kedudukan
Istimewa permaisuri terlihat pada upacara pelantikan dan

Sejarah dan Etnografi Buton 285


La Ode Dirman

sebagai Oputa Bawine (permaisuri) hampir sama dengan


upacara pelantikan Sultan. Pelaksana upacara tersebut
adalah istri para pejabat yang terlibat dalam pelantikan
pelantikan Sultan (Berg, 1939:515). Dalam hubungan ini
permaisuri diajari adat oleh para istri Bonto Baaluwu dan
Peropa, sebagaimana sang Bonto (menteri) adalah pejabat
penting pada upacara pelantikan Sultan.

Wa Ode Wau Pedagang Kaya Raya Saingan VOC.


WaOde Wau salah seorang wanita terkaya yang tertulis
dalam perjalanan panjang sejarah kesultanan Buton.
Diriwayatkan bahwa kehebatan Wa Ode Wau
mengembangkan perdagangan antara pulau hingga antara
negara di Asia Tenggara. Kemampuan WaOde Wau secara
historis yang sudah dikaji dari pelbagai ilmuan dalam
METRO GRAPHIA
maupun luar negeri. Memiliki aset perdagangan tersebar di
seluruh nusantara seperti Maluku, Jawa seperti Maluku,
Jawa hingga ke Johor Malaysia. dan menjadi saingan VOC.
Lighvoet, (1878: 11) menulis, antara tahun 1630 – 1692
armada dagang Wa Ode Wau yang berkapasitas 50 hingga
60 ton, memiliki 600 buah kapal layar dengan tenga kerja
3000 orang. Komoditas perdagangan Wa Ode Wau ke
Maluku adalah hasil kerajinan masyarakat Buton berupa,
emas perak, berlian, parang, pisau, linggis, mata tombak
yang pemasarannya dilakukan secara barter dengan buah
pala, cengeh, dan minyak kayu putih. Komoditas
perdagangan Wa Ode Wau di bagian barat Nusantara adalah
hasil produk nelayan Buton berupa teripang , mutiara, kulit
mutiara, lola, japing-japing, , kura-kura, sirip hiu, agar-agar

286 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

dan kapas mentah. Sedangkan barang impornya berupa


beras, candu, barang dari besi, tembikar, benang, , meriam-
meriam pertahanan. Lebih Lanjut Lighvoet menyatakan
bahwa orang Buton memiliki banyak perahu yang
dipersenjatai dengan Lela (meriam ringan) dan beberpa
senapan (Lighvoet, 1878: 9). Sementara itu komoditas hasil
pertanian dan perkebunan dan peternakan berupa kopi,
kapas mentah, akar bingkuru, kulit soga, balsari (kemenyan),
tanduk kerbau dan kayu pala dari Maluku. Bahan tersebut
kemudian dipasarkan di Makassar, Jawa, Sumatera (Aceh),
sampai singapura dan Johor.
Kesuksesan perdagangan Wa Ode Wau, diakui oleh
seorang konglomerat Cina bernama Sun Yin yang saat itu
juga sebagai pedagang terbesar di Wilayah Singapura dan
Johor. Sun Yin menyatakan, keuntungan barang dagangan
METRO GRAPHIA
Wa Ode Wau dari Kesultanan Buton dalam satu musim dapat
menghidupkan rakyat ketiga negeri untuk selama satu tahun
seperti singapura, Johor dan Aceh masa pemerintahan sultan
Iskandar Muda. Lebih lanjut Su Yin meriwayatkan bahwa Wa
Ode Wau memiliki armada besar yang membawa barang
dagangan yang tidak dapat di tampung di pelabuhan
Singapura dan Johor dalam satu musim. Diriwayatkan pula
bahwa kekayaan Wa Ode Wau tersebut dikumpulkan selama
52 tahun melakukan aktifitas perdagangannya. Menurut
Lightvoet (1878) menyatakan Kekayaan Wa Ode Wau
mencapai 180 Milyard Gulden atau 60 Milyar Dollar. Konon
harta kekayaannya ditanam dalam tanah, pada tempat
tertentu yang dirahasiakan di Buton yang diabadikan
menjadi nama tempat rahasia disebut “kalamuia” ( Lihat

Sejarah dan Etnografi Buton 287


La Ode Dirman

Residen Burgman Kortoverklaring Muhamad Asikin-


Burgman pasal 14; 8 april 1906).
Era Kemerdekaan khususnya berakhirnya era
kesultanan Buton tahun 1960 atau dipenghujung Orde Lama
nama Wa Ode Wau kemudian diabadikan sebuah gedung di
Kota Baubau bernama Gedung Wa Ode Wau. Nama gedung
tersebut masih dipakai hingga pertengahan tahun 1970-an
yang kemudian terjadi pergantian nama gedung, menjadi
gedung Pancasila Kota Baubau. Apakah elite pemerintahan
Buton masa itu telah melupakan sejarah?. Kita seharusnya
mengacu ungkapan Presiden pertama R.I. dengan “Jas
merah”.(jangan sekali sekali meninggalkan sejarah).
Terlepas dari polemik elite masa itu, tetapi sejarah mencatat
bahwa kesuksesan WaOde Wau sebagai wanita Buton
pertama yang berhasil secara ekonomi pada era kesultanan
METRO GRAPHIA
untuk dapat dijadikan sumber inspirasi dan motivasi utama
bagi generasi sekarang khusunya wanita Buton untuk
merevitalisasi nilai-nilai ideologi, sosial ekonomi dan budaya
yang konstruktif warisan leluhur Buton.

288 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

VI
KETOKOHAN,ETOS DAN NILAI
BUDAYA KEPEMIMPINAN

A. Lakilaponto / Murhum / Haluoleo Pemersatu


Kerajaan- Kerajaan di Sulawesi Tenggara.

Perdebatan tokoh dan budayawan Sulawesi Tenggara


tentang siapa Lakilaponto, apakah tokoh tersebut adalah
tokoh yang sama memerintah pada empat kerajaan besar
yang pernah ada di Sulawesi Tenggara ?. Menurut penulis
aneka versi yang di kedepankan oleh khususnya tokoh,
METRO GRAPHIA
budayawan lokal: Buton, Muna,Tolaki maupun penulis
terdahulu,pada prinsipnya memiliki pandangan sama bahwa
Lakilaponto adalah tokoh legendaris di empat kerajaan
besar yang pernah ada di Sultra. Pro kontra terletak pada
rasionalitas silsilah,tahun dan peran tokoh tersebut,
penonjolan nama yang berkonsekwensi gagalnya untuk
diusulkan sebagai pahlawan nasional.
Prof. Rustam Tamburaka dalam Buku Sejarah Sulawesi
Tenggara (2004) menulis: bahwa Haluoleo adalah putra dari
perkawinan Elulanggai dan Wealanda (2004:212),
sementara pada bab lain khusus sejarah Muna dan Buton
Haluoleo putra hasil perkawinan Sugimanuru dan
Watubapala (2004: 385). Bagan silsilah (2004: 281-285)
Raja Konawe menjelaskan bahwa sejak pertengahan abad V

Sejarah dan Etnografi Buton 289


La Ode Dirman

(428-447) seorang Mokole Roro dan Elulanggai sebagai raja


ke 3 akhir abad V (476-498). Elulanggai beristri Wepabula
dan lahir Toletelangi beristrikan Wasitau (498-528). Khusus
wasitau dalam Silsilah Buton Muna bersuami LaTiworo
(abad XVI ).
Jika Haluoleo atau Lakilaponto memerintah 1493-
1587(versi Buton –Muna) maka perbedaan usia Elulanggai
dan putrinya adalah 1000 tahun. Lebih lanjut Haluoleo
memiliki 3 istri; Wasamika,Wetoburi,dan Wekilinggi. Pada
bagan lain Wekilinggi bersuami Lata-mandalangi yang
memerintah tahun 1088-1118. berarti perbedaan lebih 400
tahun dengan Haluoleo. Adanya indikator persamaan
pengakuan tokoh dan budayawan lokal dari keempat etnik
Buton-Muna dan Tolaki- Mekongga termuat nama Wasitau
dan Menurut Tamburaka,( 2004:) Elulanggai sebagai nama
METRO GRAPHIA
lain Sugimanuru.
Dengan demikian, kita dapat membuka kaitannya
dengan versi silsilah Buton - Muna bahwa Wasitau adalah
putri raja Konawe kawin dengan Lakina Tiworo sebagai
hasil perkawinan Sibatara Raja Buton I dan Wabokeo yang
menurut Lakimi Batoa (wawancara april 2006) berdarah
Buton-Tolaki. Lakina Tiworo–Wasitau melahirkan
Watubapala. Kemudian Watupabapala perkawinannya
dengan Sugimanuru yang melahirkan Lakilaponto. Dengan
demikian kata pemersatu baik secara konsangunity maupun
Affinity, Latoolaki atau Haluoleo memiliki 3 hubungan darah
keturunan suku Buton-Muna–Tolaki dan maupun prestasi
dalam mempersatukan kerajaan-kerajaan yang bertikai di

290 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Sulawesi Tengagara seperti mendamaikan Konawe dan


Mekongga.
Hubungan harmonis antar komunitas kerajaan
tradisional di Sulawesi Tenggara pada masa itu, tidak saja
disebabkan oleh kedekatan kultur dan geografis akan tetapi
disebabkan faktor sosial – ekomomi. Dalam pada itu proses
kawin mawin antar komunitas kerajaan terutama bagi
kalangan petinggi kerajaan tidak dapat dihindari. Inilah yang
dimaksud dengan strategi politik dalam kerajaan tradisional
dalam rangka membangun hubungan kerjasama yang
harmonis antar komunitas kerajaan. Lama kelamaan
terjalinlah lintas kepemimpinan dengan figur pemimpin
berdarah campuran. Sebagaimana kepemimpinan raja La
Kilaponto, yaitu pernah memimpin lima kerajaan besar yang
pernah ada di Sulawesi Tenggara (Kerajaan Buton, Kerajaan
METRO GRAPHIA
Wuna, Kerajaan Kaledupa, Kerajaan Konawe dan Kerajaan
Kabaena) dijelaskan kutipan di bawah ini.
“adapun tatkala Murhum menjadi raja dalam negeri
Butun ini, tatkala dikaruniai Murhum, maka
menjadilah sekalian negeri yang besar yaitu Butun dan
Wuna, jadi ikut sekalian negeri ini seperti Kaledupa
dialihnya, Mekongga dialihnya, dan Kobaena dialihnya.
Maka sekalian negeri pun dialohnya oleh Murhum (La
Niampe, 2004; Koleksi Belanda, hal 1).”
La Kilaponto sebagai raja di setiap kerajaan yang
dipimpinnya bukan semata-mata karena kharismatik yang
dimilikinya akan tetapi juga faktor kedekatan hubungan
kekerabatan dengan raja-raja di tempat ia diangkat menjadi
raja. Menurut silsilah kekerabatan (lihat lampiran) tampak

Sejarah dan Etnografi Buton 291


La Ode Dirman

bahwa La Kilapinto tidak saja memiliki hubungan


kekerabatan dengan keluarga raja-raja di Sulawesi Tenggara
seperti Kerajaan Buton, Kerajaan Wuna, Kerajaan Tiworo,
Kerajaan Mekongga, Kerajaan Kamaru, Kerajaan Moronene.
Lebih jauh juga memiliki hubungan kekerabatan dengan
raja-raja Bugis, Jawa, Melayu dan Cina.

Nama dan Gelar


Dalam beberapa kitab kuno Buton yang tersimpan
dalam koleksi KTLV Negeri Belanda terutama yang memuat
silsilah Raja-Raja Buton dan Silsilah Raja-Raja di Muna di
peroleh keterangan bahwa nama La Kilaponto selalu diikuti
dengan dua nama lain yaitu Murhum dan La Tolaki. Hal ini
seperti dijelaskan salah satu kutipan di bawah ini.
“Bahwa inilah anaknya Wa Kaaka yang tinggal di
METRO GRAPHIA
dalam negeri Buton ini yang bernama Bulawambona.
Maka Bulawambona bersuami dengan Labaaluwu,
maka beranakan seorang laki-laki Bancapatola
namanya yaitu Batara Guru, maka Batara Guru beristri
dengan Waeloncugi yaitu Dungkucangia tetapi asal
peri juga, maka Batara Guru dan Waeloncugi pun
beranak tiga orang laki-laki pertama raja Manguntu,
kedua Tua Maruju, ketiga seorang laki-laki yang
bernama Kiyaijula. Mka Kiyaijula beristri dengan
anaknya raja Tiworo Wa Randea (namanya) saudara
Wa Sitao istri Mokole Konawe beranakan Wa Tubapala,
maka Wa Tubapala bersuami dengan raja Wuna
bernama Sugimanuru. Setelah itu, maka Wa Tubapala
beranak tiga orang, dua orang laki-laki dan seorang
perempuan. Laki-laki itu La Tolaki namanya, timbang-
timbangan La Kilaponto yaitu Murhum, dan lagi
seorang Kobankuduna yaitu La posasu namanya. Dan

292 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

perempuan itu Wa Karamaguna yaitu Wa Ode Pogo


(Koleksi KTLV Belanda, hal 2).”
Dalam tradisi lisan muncul pula nama Haluoleo yang
menurut Rustam Tamburaka nama terakhir ini adalah salah
satu nama lain dari La Kilaponto dan Murhum, tetapi
kebenaran pendapat tersebut masih memerlukan studi lebih
lanjut. Agar tidak terjadi kesalahpahaman keempat nama
dimaksud dijelaskan seperti di bawah ini.

La Kilaponto
Nama La Kilaponto umumnya lebih populer di
kalangan masyarakat Muna. Beliau adalah putra Raja Wuna
keenam bernama Sugimanuru. Menurut Couvreur (1935:5)
Sugimanuru mempunyai empat belas orang putra terdiri
atas sebelas orang laki-laki dan tiga orang perempuan.
METRO GRAPHIA
Keempat belas orang dimaksud adalah (1) Kakodo, (2)
Manuntara, (3) La Kakolo, (4) La Pana (5) Tendridatu, (6)
Kalipapoto, (7) Wa Sidakkari, (8) La Kilaponto, (9) La
Posasu, (10) Rimaisimba, (11) Kiraimaguna, (12)
Patolakamba, (13) Wa Gulo, dan (14) Wa Ode Pogo.

Murhum atau Marhum


Nama Murhum umumnya populer di dalam lingkungan
komunitas masyarakat Buton. Murhum adalah gelar yang
diberikan kepada La Kilaponto setelah dilantik menjadi
Sultan Buton yang pertama oleh Syekh Abdul Wahid
berkebangsaan Aran dan salah seorang imam dari Patani
tahun 948 H atau 1542 M. Beberapa penulis sejarah Buton
menjelaskan bahwa gelar Murhum diberikan kepada Raja La

Sejarah dan Etnografi Buton 293


La Ode Dirman

Kilaponto setelah meninggal dunia, (murhum berasal dari


kata al-marhum). Sesungguhnya tidaklah demikian, akan
tetapi nama murhum dikaitkan dengan nama sebuah
kampung dari Patani berdekatan dengan kampung Kerisik.
Menurut Saghir Abdulah (2000: 37) Kampung Murhum
dikenal sebagai pusat kegiatan kesultanan Fathani Darus
Salam pada zaman dahulu. Imam Patani yang mendampingi
Syekh Abdul Wahid pada saat pelantikan Raja La Kilaponto
menjadi Sultan Buton berasal dari Kampung Murhum ini.
Tampaknya gelar Murhum tidak saja disandang oleh sultan
Buton tetapi juga oleh sultan Aceh dan Ternate.
Dalam Hikayat Patani (Teeuw, 1970: 133) kata
Murhum atau Marhum merupakan padanan kata raja.
Perhatikan kutipan sebagai berikut: Setelah sampai ke
patani, maka syahbandar pun masuk menghadap Duli yang
METRO GRAPHIA
dipertuan Murhum, “Suruh panggil orang itu”. Maka Cau
Hang pun masuk menghadap murhum dibawah oleh
Syahbandar. Maka titah paduka Murhum .......Di patani
terdapat beberapa Murhum ; Murhum Tambangan, Murhum
Besar, Murhum Bungsu, Murhum Tengah, Murhum Teluk,
dan Murhum Kelantan.

La Toolaki
Nama La Tolaki ini, meskipun kurang populer di
masyarakat (Buton, Muna dan Tolaki), banyak ditemukan
dalam beberapa kitab kuno dan arsip-arsip Kerajaan Buton
dan Wuna. Menurut kedua sumber tersebut, La Tolaki
merupakan nama lain dari La Kilaponto dan Murhum yang
juga putra Raja Muna Sugimanuru. La Tolaki adalah nama

294 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

gelar yang diberikan kepada La Kilaponto setelah diangkat


menjadi Mokole di Konawe. Salah satu sumber arsip
menjelaskan seperti di bawah ini:
“Setelah beberapa lamanya maka terdengar kabar oleh
La Kilaponto (Murhum) bahwa mama dari Wa Sitao anak
dari Mokole Konawe telah meninggal dunia dengan
meninggalkan harta benda yang menjadi pusaka Wa Sitao
dan Wa Randea nenek Murhum tersebut. Mendengar itu,
maka La Kilaponto (Murhum) sampai di Konawe maka
diangkatlah oleh syarat Konawe menjadi Mokole dan
disebutkan namanya La Tolaki. Beberapa lamanya beliau
menajdi Mokole Konawe, maka terjadilah perang antara
Mekongga dan Konawe, dalam peperangan dimana Konawe
mendapat kemenangan (La Ode Abdul Kudus, 1946: 2).
Kata Tolaki terdiri dari dua kata, to berarti orang dan
METRO GRAPHIA
laki berarti jantan. Jadi Tolaki berarti orang jantan atau
pahlawan. Orang jantan yang dimaksud di sini ditujukan
kepada La Kilaponto atas keberanian dalam mendamaikan
du kelompok yang berperang.Kini kata Tolaki menjadi
sebutan sebuah nama suku Tolaki untuk memperjelas
bahwa mereka cikal bakal keturunan Latoolaki atau
Murhum Di Buton dan Lakilaponto di Muna. Dalam konteks
Penamaan ini berarti pula bahwa sebelum penyebutan suku
Tolaki, mereka disebut Suku Konawe atau orang Konawe
sebagai kelaziman dari nama sebuah kerajaan-kerajaan di
Nusantara

Sejarah dan Etnografi Buton 295


La Ode Dirman

Haluoleo
Munculnya nama Haluoleo sebagai nama lain La
Kilaponto, Murhum, dan La Tolaki pada prinsipnya baru
dikenal kemudian dan mengemuka setelah
dipublikasikannya hasil penelitian Rustam Tamburaka dkk
bertajuk Sejarah Sulawesi Tenggara. Nama ini hanya muncul
dalam tradisi lisan, tidak pernah disebut-sebut dalam kitab-
kitab kuno atau pun dalam arsip-arsip kerajaan. Haluoleo
dalam bahasa Tolaki delapan hari (halu = delapan, dan oleo
= hari). Dalam kemunculannya sebagai tradisi lisan
tampaknya pemahaman terhadap Haluoleo telah melahirkan
beberapa versi cerita yang berbeda satu sama lain.
Menurut versi Tolaki sebagaimana dikembangkan oleh
Rusatam Tamburaka dkk, Haluoleo adalah nama tokoh yang
penamaanya dihubungkan dengan proses kelahirannya yaitu
METRO GRAPHIA
menjelang kelahirannya ibu dari pasangan salah seorang
kepala suku di Konawe mengalami sakit sehingga delapan
hari. Versi Muna dan Buton, Haluoleo bukan nama tokoh
akan tetapi nama Peristiwa Sejarah. Ketika itu La Kilaponto
menajdi mokole di Konawe, terjadilah perang saudara
antara Mekongga dan Konawe. Perang tersebut berlangsung
selama delapan hari dan berhasil didamaikan oleh La
Kilaponto atau La Tolaki. Sementara itu versi Moronene,
Haluoleo dikenal sebagai tokoh yang sangat berpengaruh
sehingga ia diangkat menjadi Raja Moronene. Menurut versi
ini, Haluoleo dikenal sebagai putra Raja Luwu dan
mempunyai dua orang putra masing-masing Mororimpu
sebagai Raja Rumbia dan Sangia Tewaleka sebagai Raja

296 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Poleang.
Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa La
Kilaponto pernah menjadi Raja di tiga kerajaan besar di
Sulawesi Tenggara, yaitu Buton, Wuna dan Konawe. Tidak
diperoleh keterangan yang pasti berapa lama La Kilaponto
menjadi raja atau Mokole di konawe. Ia menjadi raja Wuna
selama tiga tahun kemudian digantikan saudaranya yaitu La
Posasu dengan gelar Kobangkuduna kemudian La Kilaponto
menjadi raja di Buton selama empat puluh enam tahun.
Ada beberapa hal penting yang patut dicatat dalam
lembaran sejarah Buton sehubungan dengan perjuangan
Murhum atau La Kilaponto di antaranya :
1. La Kilaponto telah menunjukkan keberhasilannya
dalam menumpas bajak laut dari Tobelo yang dipimpin
La Bolontio. Ketika itu telah membuat Raja Buton V
METRO GRAPHIA
Rajamulae tidak berdaya lagi.
2. La Kilaponto telah menunjukkan keberhasilannya
dalam mendamaikan perang saudara antara Mekongga
dan Konawe sehingga ia digelar La Tolaki. Dalam
istilah Muna dan Buton disebut peristiwa delapan hari
(Haluoleo).
3. Ketika menjabat sebagai Raja Buton, seluruh kerajaan
lain di wilayah Sulawesi Tenggara bagian kepulauan
menyatu dengan pemerintahan kerajaan Buton, kecuali
empat kerajaan besar (Wuna, Tiworo, Kaedupa dan
Kolensusu) tetap berstatus sebagai kerajaan yang
memiliki otonomi khusus, yang dikenal dengan istilah
Barata Patapalena.

Sejarah dan Etnografi Buton 297


La Ode Dirman

4. Agama Islam yang sekarang ini menjadi mayoritas di


Sulawesi Tenggara pertama kali masuk melalui Buton
yang ketika itu diterima secara resmi oleh Raja La
Kilaponto dan masuk dalam lingkungan istana
kerajaan yang ditandai dengan peristiwa
penobatannya dari status raja menjadi sultan dengan
gelar Murhum.
Indikator kuat terhadap gagalnya tokoh Haluoleo
diusulkan sebagai pahlawan nasional, menurut penulis
adalah persoalan penamaan dan untuk prestasi Lakilaponto
hanya bersandar pada Mitos dan legenda, sementara
ketiadaan penguatan bukti-bukti historis. Komitmen tokoh
perlu pertimbangan kesepakatan apakah nama asli tokoh
atau karena prestasinya. Jika Nama Haluoleo diusulkan
maka pertanyaannya berapa lama dan banyaknya prestasi
METRO GRAPHIA
yang diberikan untuk Konawe Mekonngga. Nama Murhun
dimunculkan apakah pantas diberikan karena 46 tahun
memerintah dengan aneka prestasi dan membawa Buton
sebagai yang diperhitungkan peradabannya pada kerajaan-
kerajaan di kawasan timur Indonesia masa itu? atau nama
asli Lakilaponto berayahkan Muna, ibunya Buton dan
neneknya Wasitau (Putri Raja Konawe) untuk diusulkan
sebagai pahlawan Nasional ?
Dengan demikian, Ketokohan Lakilaponto / Murhum /
Latoolaki Haluoleo yang pernah berkuasa pada tiga
kerajaan besar di Sulawesi tenggara sehingga para elite
birokrasi maupun tokoh adat Buton Muna dan Tolaki
mengusulkan sebagai pahlawan Nasional, tetapi terus
mengalami kegagalan. Dasar pengusulan oleh para elite

298 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

tersebut diatas karena disamping prestasinya juga secara


geneologis secara historikal keturunan dari kempat etnik
besar di Sulawesi Tenggara. Kini sudah dua dasawarsa
perjuangan itu, tetapi para cendikiawan Sultra menyatakan
tidak ada lain, hanya Lakilaponto yang dapat
mempersatukan rakyat Sultra dan model kepemimpinannya
dapat diadopsi kedalam sistem kepe mimpinan, tidak hanya
di Sulawesi Tenggara, tetapi dapat dijadikan sebagai contoh
model kepemimpinan di Indonesia.

B. Potensi dan Kepribadian Khas Kolektif Orang


Buton Dewasa ini
Penyakit-penyakit pembangunan yang sekarang eksis
membias adalah sebagai akumulasi dari perubahan Era dan
sistim politik yang dikemukakan diatas. Orde lama masih
METRO GRAPHIA
ada secercah harapan dengan sikap nasionalisme untuk
mengusir penjajahan( Sara Patanguna masih berkibar). Orde
baru menjadi sebuah piramid terbalik untuk
membandingkasn dengan orde lama (orde baru kita
gambarkan sebagai penurunan kepatutan nilai solidaritas).
Orde baru mencampur adukan konsep politik dan dengan
konsep ekonomi yakni antara kesejateraan masyarakat
tergulingkan oleh sebuah paradigma ekonomi yakni
mengutamakan kemakmuran individu, maka lahirlah
koruptor-koruptor terselebung yang terlindungi oleh sebuah
kekuasaan atoriter menakutkan selama 32 tahun orde baru
memerintah.
Apa yang tampak dalam situasi sosial kini masa
pembangunan adalah manifestasi dari noda–noda hitam

Sejarah dan Etnografi Buton 299


La Ode Dirman

tersebut diatas yang kini kian menebal yang harus


dibebankan pada pemerintahan reformasi. Masyarakat
berdisiplin tetapi dalam pengawasan, mentalitas menerabas
yang semakin akut dll.
Bagan tentang perbandingan ciri- ciri masyarakat
tribal - tradisional modern- modern industrial sebagai
gambaran masyarakat Sultra dan orang Buton dewasa ini
sebagai berikut.

Transisi Sosial
No Masyarakat Tribal Modern
Budaya (tradisonal
Industrial
modern)
1 Mentalitas Mentalitas menerabas Mentalitas
meremehkan mutu produktif
2 Solidaritas Solidaritas Keseimbangan
kekerabatan dan gotong royong dan
individual individual
3
METRO GRAPHIA
Bergantung pada Menundukan alam keselarasan
alam dengan alam
4 Disiplin murni Disiplin tidak murni disiplin murni
5 Kepemimpinan Orientasi vertikal Orientasi vertikal
terlalu orientasi partisipatif
vertikal
6 Bergantung pada Nasib dan kerja keras karya nyata
nasib menerabas

7 Irasional Rasionalitas Rasional produktif


tersembunyi
8 Kepatuhan secara Kepatuhan dalam Kepatuhan dan
otomatis pengawasan tanpa pengawasan

Skema Gambar 13. Modifikasi Orientasi Nilai Budaya C.


Kluckhohn .

300 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Kerangka diatas menunjukan unsur-unsur nilai budaya


tradisional dan peralihan yang dapat menghambat dan
mendukung pembangunan Buton Kepulauan. Dalam masa
peralihan ini seperti mentalitas menerabas artinya ingin
memperoleh sesuatu atau mencari jalan yang paling
gampang untuk tidak sewajarnya; tidak disiplin murni
artinya hanya disiplin ketika mendapat pengawasan, tidak
percaya pada diri sendiri. Menuju masyarakat yang
industrial modern yang berciri; disiplin murni, mentalitas
produktif, bermutu karya nyata, kepemimpinan vertikal
partisipatif, orientasi masa depan. Dengan demikian,
perlunya merevitalisasi nilai-nilai budaya konstruktif. Dalam
situasi transisional yang kini sedang berjalan menunjukan
bahwa sifat mentalitas menerabas salah satu indikator
semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap
METRO GRAPHIA
pemimpinnya, disiplin tidak murni artinya disiplin ketika
mendapat pengawasan. Pikiran rasionalitas tersembunyi
adalah menunjukan bahwa pengetahuan terselubung dalam
sistim pemikiran penduduk, interpretasi para aktor
pembangunan kita sebagai tugas utama dalam menggerakan
antar tokoh agama, antar tokoh adat dan terhadap
masyarakatnya.

Nilai Budaya Konflik Dan Potensinya

Konflik adalah sebuah konsep bipolar, sebagai


implikasi dari ketidak puasan antara kelompok kaya (the
have) dan kelompok miskin (the have not), antara keadilan
dan ketidak adilan yang terjadi baik antar masyarakat,

Sejarah dan Etnografi Buton 301


La Ode Dirman

masyarakat dengan penguasa lokal Kasus-kasus eksodus di


Buton, di Kolaka, keberanian mengeluarkan pendapat dari
kelompok masyarakat yang biasanya destruktif
menanggalkan etika moralitas yang pernah tumbuh subur
dalam tata prilaku, kini berbalik menjadi ancaman terhadap
potensi integrasi di Buton dan Sulawesi Tenggara. Gambaran
ini disebabkan kebutuhan sosial ekonomi penduduk dan
jumlah populasinya terus meningkat tajam
Sebagaimana diuraikan bab sebelumnya, tetapi
penulis mengedepankan kembali bahwa Multikultural dari
sub-sub etnik Buton secara historis dapat dipersatukan
sebuah kekuatan falsafah perjuangan dalam sebuah kitab
yang disebut Undang-undang kesultanan Buton “Murtabah
tujuh” diciptakan oleh Murhum (Sultan Buton Pertama
Abad ke 18) Yakni falsafah "Sara pataanguna, (adat yang
METRO GRAPHIA
empat)" untuk dapat di pahami dan dilaksanakan dalam
bentuk tingkah laku. tafsirannya sebagai berikut.(1) Norma
poangka-angka taka (saling mengangkat derajad antar
sesama) harus merupakan sikap semua insan Wolio
terutama para penguasa.(2).Pomaa-maasiaka (saling
menyayangi) adalah norrna yang harus menumbuhkan
kecintaan terhadap sesarna manusia, terutama cinta
penguasa terhadap rakyatnya.(3) . Popia-popira (saling
memelihara) adalah sikap yang membiasakan diri untuk
menjaga dan memelihara semua sarana kepentingan umum.
(4) Pomae-mae-aka (saling menghormati antara sesama)
rneliputi kesadaran setiap manusia untuk menempatkan
dirinya sesuai fungsi dan jabatannya, menghormati orang

302 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

yang lebih tua usianya atau lebih tinggi jabatannya.


Dalam Undang-undang Martabat Tujuh sangat Islami
tersebut dibuktikan dengan kata pembuka Undang-undang
itu yang berbunyi: Man Arafa Nasfahu laqad Arafa Rababhu
artinya barang siapa paham atau mengenal dirinya yang
sejati, bahwasanya mengenai pula akan tujuan yang kekal.
Dengan kekuatan perekat Falsafah. IKRAR : POROMU
YINDA SAANGU, POGAA YINDA KOOLOTA artinya bersatu
tidak berpadu, bercerai tidak berantara. Falsafah ini harus
mampu dipraktekkan oleh semua manusia Buton masa itu
baik dari golongan Kaomu (bangsawan).Walaka
(menengah) dan Papara (rakyat) yang ditamsilkan sebuah
kelapa yang terdiri sabutnya,tempurunya dan isinya( Mulku
Zahari: 1986; Zuhdi: 2003 ).
Dunia kontemporer kini, falsafah Buton tersebut
METRO GRAPHIA
diatas dalam prakteknya nyaris punah dan hanyalah
menjadi sebuah slogan yang istilah prokennya elit Buton
“persatuan tai kambing” sebagaimana dihawatirkan oleh
Koentjaraningrat terhadap konsekwensi aneka warna suku
bangsa indonesia maka terjadilah aneka rekayasa.
Komitmen historis yang diciptakan oleh pendahulu manusia
Buton dalam prakteknya kini tidak sering dapat
dipertahankan,sebagai akibat perjalanan sejarah Buton
mulai era pos kolonial sampai pada post revolusi yang
syarat pergolakan antara lain G/30.S. PKI. Rentang
perjalanan historis mulai era kolonial Belanda memecah
belah antara golongan Kaomu (bangsawan) dan walaka
sebagai pencipta dan pemelihara adat (menengah) dan

Sejarah dan Etnografi Buton 303


La Ode Dirman

mencapai puncaknya pada era Orde Lama tahun 1968


ketika invasi militer dari Makassar menginjakan kaki di
bumi Buton sekaligus rekayasa milter melibas banyak orang
Buton untuk:”di PKI kan”.
Strategi yang dijalankan militer dari makasar adalah
bagaimana mempertajam konflik antara antara bangsawan
dan walaka yang tampaknya sudah mereka ketahui
sebelumnya perjalanan konflik historis antara Kaomu dan
walaka. Tujuan menduduki posisi-posisi pemerintahan di
Buton. Kronologis rekayasa pertama,melibatkan PKI dari
golongan Walaka, mulai dari Bupati berasal dari golongan
Walaka, Camat ,Kades, Para Kepala dinas, tokoh-tokoh adat
masyarakat Buton dan masyarakat Buton Umumnya dari
golongan Walaka. Beberapa camat dari golongan
Bangsawan di peralat militer sebagai mata-mata. Tidak
METRO GRAPHIA
ketinggalan banyak militer putra Buton dari golongan
walaka turut dilibatkan. Sehingga demikian ketidak paduan
antara strata tradisional mulai era kolonial dan frekwensi
keterpecahan meningkat tajam antara golongan tradisional
di era Orde lama . Aktor militer makasar melakukan
penyiksaan demi penyiksaan, mulai Bupati Kasim seorang
putra Buton dihukum mati dengan memotong kemaluannya
sampai pada penyiksaan keji terhadap banyak rakyat Buton.
Kedua, akibat rekayasa diatas,pihak militer orang luar
menduduki pemerintahan Buton mulai dari Bupati sampai
kepala kampung yang bertahan selama lebih kurang dua
dasa warsa. (Rudiansyah , 2009)
Kesadaran rekayasa ciptaan militer orang luar dengan
slogan “Buton membangun” tetapi sekaligus mengatur

304 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

anggota DPR putra Buton untuk merekayasa melahirkan


pernyataan “petisi 10” di awal tahun 80-an yang isinya “
orang Buton belum mampu memimpin daerahnya”. Konsep
membangun yang digerakan rezim militer “orang luar”
masa itu adalah pengembangan dibidang kesenian
(khususnya seni tari) tetapi simultan bersamaan pelecehan
atau diskriminasi terhadap adat istiadat,antara lain orang
Katobengke yang strata tradisional termasuk golongan
papara (yang terbanyak dilibatkan PKI). Pemerintah rezim
orang luar masa itu melarang orang Katobengke
mengenakan pakaian adatnya, yang biasanya mereka pakai
saat berjualan maupun pada acara-acara adat mereka.
Era tahun 1985-an ketika putra Buton mulai
memegang tongkat kepemimpinan, diskriminasi tampaknya
belum pulih, keberakaran superioritas baik peninggalan
METRO GRAPHIA
tradidional maupun militerisme justru terwariskan dalam
alam pikiran elit politik orang Buton maupun
masyarakatnya masa kini khususnya dari golongan Kaomu
dan Walaka. Simbol persatuan dikumandangkan
sebagaimana falsafah Buton tidak banyak dilakukan dalam
praktek bermasyarakat
Konflik horizontal seiring dengan pelaksanaan
otonomi daerah. Munculnya semangat kedaerahan yang
berlebihan antara sub-sub etnik Buton tersimbol pada
ungkapan kamu dan saya, merasa memiliki daerah,
sementara yang lain dianggap pendatang dan adapula yang
menganggap etniknya lebih tinggi dari etnik lainnya.
Sterotype etnik atau merendahkan etnik lain sebagai bentuk
ketersinggungan histories yang tampaknya masih tumbuh

Sejarah dan Etnografi Buton 305


La Ode Dirman

subur dikalangan sub-sub etnik-etnik di Buton. Oleh karena


itu alternatif antara mengembalikan perekat hubungan
kekerabatan antar etnik yang pernah terjalin sejak masa
kerajaan.
Pertambahan penduduk meningkat, Mata penca
pencaharian semakin beraneka, pengaruh teknologi dari
luar, kesejateraan rakyat semakin tenggelam jauh dibawah
garis kemiskinan. Menambah maraknya krisis
multidimensional. Khususnya krisis kepercayaan adalah
penyakit penyakit masyarakat, jika tidak segera diatasi
dengan aksi aksi konstruktif aktor pembangunan. Berat
tetapi tidak perlu merasa berat ketika kini masyarakat masih
bertahan untuk tidak percaya pada pemimpin kita, tetapi
peluang memberi contoh masih berpeluang. Seminar ini
adalah indikatornya meskiupun sebatas “Teriakan
METRO GRAPHIA
Sarapatanguna” tetapi bentuk ini sebagai bukti bahwa masih
ada niat dalam sanubari kita untuk bersatu secara moral
religius.
Konflik internal antara stratifikasi sosial tradisional di
Buton misalnya kecenderungan kekuatan politik tertentu
meman-faatkan proses historikal yang stereotipe antara
walaka dan Kaomu. Walaka dalam struktur pemerintahan
Kesultanan adalah sebagai Badan legislatif dan yudikatif,
artinya posisi walaka berada dibawah garis struktur kaomu,
tetapi ia juga terposisi secara adat sebagai pencipta, penegak
adat, pemelihara adat. Sebagai badan yudikatif, penegak adat
pernah dibuktikan ketika menghukum Sultan Mardan Ali
karena melanggar adat yang sangsinya ditenggelamkan
kelaut oleh syara' Buton. Selanjutnya konflik antara

306 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kelompok kerabat ini, ketika pelanggaran keduanya menjadi


kurang terkendali secara adat, yang masing-masing
mengklaim kebenarannya. Masa sekarang ini memberikan
interpretasi beda berkaitan dengan masalah perkawinan
utamanya generasi yang kurang paham rentang sejarah adat
perkawinan Buton, terkadang berkonotasi kesewenang-
wenangan kaomu (menganggap diri Superirior) bahwa tidak
dibenarkan seorang pria walaka kawin dengan wanita
kaomu, karena berarti seorang bapak (walaka) mengawini
anaknya (Kaomu).
Sebagaimana penjelasan bahwa strata masyarakat
baru ada dua lapisan - lapisan Sara dan Rakyat dan kaomu
muncul kemudian. Gelar Kaomu sebuah predikat yang
diberikan oleh Siolimbona, sebelumnya rualimbina, yang
berarti walaka sebagai orang tua adat yang memberikan
METRO GRAPHIA
penghargaan kepada kaomu yang sekarang dperkuat dengan
sebuah gelar didepan nama yaitu "La Ode". Meskipun masa
kesultanan gelar ini tidak dicantumkan langsung, kecuali
Sultan terlantik. Dengan demikian ada rasionalitas
tersembunyi sebagai indikator kemampuan manusia Buton
pada masa itu dalam menciptakan aturan tersebut. Pertama,
rasionalisasi pada sistem pembagian tugas, senada
ungkapan seorang filsuf Yunani, Plato sebuah
peemerintahan terdiri kepala (reasan), Badan (appetative)
dan rakyat atau seorang antropolog Redclife Brown (1922)
memandang masyarakat dianalogikan seperti struktur
tubuh manusia. Analogi ini senada dengan cara berpikir
manusia Buton yakni kepala atau pemimpin disebut Kaomu,
Badan legislatif Walaka dan Papara adalah kaki atau rakyat

Sejarah dan Etnografi Buton 307


La Ode Dirman

Ekplanasi tentang larangan kawin antara lapisan


adalah ketentuan adat yang diciptakan oleh orang tua
Siolimbona. Jika terjadi perkawinan antara strata yang
secara piramida konsekwensinya adalah kaomu populasinya
terancam berkurang, yang justru dipercayakan oleh Sara'na
Wolio untuk mengemban tugasnya. Perlu dijelaskan bahwa
garis hubungan kekerabatan di Buton mengikuti garis
hubungan melalui ayah atau patrilineal, berarti populasi
kaomu akan semakin sedikit karena ditarik aturan adat
perkawinan, mengharuskan seorang wanita Kaomu
mengikuti suami walaka dan berarti populasi kaomu terus
berkurang dan potensi sumber daya kaomu yang diberi
tugas sebagai Sultan, Kapitalau dll semakin kekurangan
potensi. Dengan demikian aturan adat yang dtetapkan untuk
ditegakkan mencegah terjadinya perkawinan yang tidak
METRO GRAPHIA
dikehendaki (Dirman, 1992).
Mengacu alur pikiran Rumadi ( 2002:41-45) bahwa
Konflik peradaban masa kerajaan di Sulawesi Tenggara
bahwa “kita tidak boleh begitu saja menerima sebagai
warisan konflik. Bukan meneruskan konflik tetapi
mnencairkn konflik”. Kita harus melihat sebagai bentuk
tanggung jawab zaman, streotype etnik dilokalisir sebagai
problem generasi tertentu. Problem politik, ekonomi
maupun Kerajaan dibungkus dengan fanatisme keagamaan.
Pewarisan konflik dicegah dan dicairkan, demikian pula
pewarisan tahta pula dicegah. Sebagai contoh sistim
perintahan kesultanan Buton, tidak membenarkan adanya
pewaris tahta Kesultanan dan harus melalui pemilihan oleh
badan Legislatif Siolimbona. Para calon Sultan berasal dari

308 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

tiga aliran kelompok kekerabatan yaitu Tanailandi, Tapi-


Tapi dan Kumbewaha. Strategi mencegah pewarisan tahta
dengan cara sang permasuri tidak boleh melahirkan, oleh
karena itu Sarana Wolio, membenarkan Sultan untuk beristri
"selir" pada berbagai daerah di Sultra yang mungkin hal
tersebut sekaligus sebagai strategi mempersatukan
perbedaan pendapat yang mungkin terjadi antara wilayah
72 Kadie (wilayah adat) sebagai satu kekuatan utuh dan
terientegrasi
Jelasnya bahwa apabila penerapan sistim nilai dan
kepercayaan tidak sesuai dengan realitas sebenarnya yang
masih bertahan sampai kini , maka Buton dan Sulawesi
Tenggara akan terbentuk suatu krisis peradaban yang dapat
memupuk suatu gerakan reaksi lebih kompleks. Perlawanan
tradisional dengan membangkitkan kembali milenarisasi
METRO GRAPHIA
(kecenderungan Sultra) suatu kelompok tertindas ingin
memiliki idiologi sosial yang khas. Belajar dari nilai -nilai,
cara pengorganisasian yang diperankan oleh pendahulu kita
seperti pada masa kerajaan sebagai refrensi kita masa
kini,dimana kita berhadapan dengan aneka mata
pencaharian dan kebutuhan masyarakat Sulawesi Tenggara.
Oleh karena itu untuk kemakmuran dan kesejateraan
masyarakat, bagaimana kita perlu memahami sistim
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat ketika adopsi
teknologi modern, apalagi sebagian besar masyarakat
Sulawesi Tenggara hidup dari pertanian tradisional.

Sejarah dan Etnografi Buton 309


La Ode Dirman

C. Budaya Dan Etos Kerja orang Buton


Etos dan budaya Buton. dalam ajaran falsafah politik di
dalam pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanudin (Sultan ke-
4) di abad ke 16, tampak dengan jelasnya bahwa tujuan
hidup orang Buton adalah mempertahankan demi tegaknya
agama melalui sarana hukum,tegaknya negeri serta
eksistensi diri manusia melalui peranan harta dan benda,
artinya hartanya sekedar untuk harkat diri, diri untuk
negeri, negeri hanya untuk hukum dan falsfah hidup,
demikian hukum hanya untuk agama. Dengan agama di sini
di maksud ilmu agama, hakekat agama,ajaran tasauf,sufi,dan
inilah yang dimaksud oleh orang Tolaki bahwa Wolio itu
artinya hatinya hati, di sini ilmu, isi, hakekat, tasauf dan sufi.
Jika kita berbicara mengenai etos masyarakat Sulawesi
tenggara hal itu kita dapat memahami artinya diapun
METRO GRAPHIA
masyarakat Sulawesi Tenggara itu terdiri dari berbagai suku
bangsa, tetapi mereka pernah hidup dalam suasana suatu
negara yaitu negara kesultanan. Buton selama lebih kurang
5 abad lebih (1511-1960) suatu masa yang cukup panjang
untuk terbentuknya suatu etos atau watak, masyarakat
bersumber dari watak politik dan pemerintahan kesultanan
Buton. Hal itu berarti bahwa semua masyarakat suku bangsa
(Tolaki Mekongga, Moronene, Muna, Bajo),sudah pasti
mewarisi nilai-nilai etos yang bersumber dari ajaran-ajaran
islam di jaman Kesultanan Buton, jika hanya memberi
identifikasi khusus mengenai watak Sulawesi Tenggara,
maka kita ambil saja watak orang Buton yaitu sebagai watak
umum dari setiap warga masyarakat Sulawesi Tenggara

310 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

termasuk itu wataknya orang Tolaki, Mekongga, Bajo,


bahkan dapat dikatakan juga watak orang Buton pada orang
Selayar, pada orang Menui.
Jika kita ingin mengemukakan bahwa ajaran Islam
Buton sudah terkandung didalamnya apa yang kemudian
kita ketahui sebagai Pancasila di negara kita. Namun yang
paling inti dari ajaran Islam di Buton adalah keutamaan dari
kesatuan dan persatuan umat manusia. Karena itu tidak
heran jika Bung Karno dahulu menempatkan sila persatuan
Indonesia sebagai Sila pertama. Karena tujuan agama pada
umumnya mewujudkan kesatuan umat manusia, sebagai
manifestasi asas ke-Esa-an dari pada Allah. Sepanjang suatu
aspek sosial, ekonomi dan politik tidak mendominasi lainnya
misalnya aspek sentralisasi tidak sampai mengganggu
perkembangannya aspek desentra-lisasi. Demikian
METRO GRAPHIA
sebaliknya pasar ekonomi luar negeri tidak sampai
membuat sepi pasar dalam negeri.
Keaktualisasi nilai-nilai kultural dan spritual yang
digambarkan oleh Mukti Ali bukan hal yang sulit di terima
oleh budaya dan etos kita, yang melihat nilai-nilai tersebut
sebagai tetap tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan
kebutuhan masyarakat dan bangsa, sepanjang pertumbuhan
dan perkembangannya masih berpangkal pada budaya dan
etos kita yang bersumber dari ajaran pancasila dan agama
dan adat istiadat kita. Artinya bahwa mengalami
reaktualisasi adalah semata-mata segi kulturalnya dan
spritualnya dan bukan segi ajarannya, (Pancasila, agama dan
adat istiadat).

Sejarah dan Etnografi Buton 311


La Ode Dirman

Persaingan internasional di abad 21 yang lebih dititik


beratkan dan lebih bersifat teknologi ekonomi
mengharuskan masyarakat dan bangsa kita ikut
berkembang. Peran dalam perkembangan dunia baik di
tingkat internasional, kawasan pasifik dan regional. Kondisi
dimaksud tidak sulit kita hadapi karena kita memiliki
potensi budaya geografi yang sangat strategi justru kita
berada pada posisi dua benua besar dan dua samudra
pasifik. Begitulah masyarakat kita memiliki etos kerja politik
yang bebas dan aktif dan non blok. Situasi sosial menjadi
proses berjalan simultan bersamaan dalam sistim pemikiran
masyarakat, antara prilaku baik dengan yang buruk antara
moral-tidak bermoral antara perang-damai. Tehadap
gelombang masyarakat, meminjam konsep Alfin Toffler
bahwa masyarakat Barat mengalami 3 gelombang;
METRO GRAPHIA
gelombang pertanian---gelombang industri---gelombang
informasi, maka kita Indonesia yang berkembang secara
simultan bersamaan antara petani ladang, bersamaan
nelayan tradisional-modren, industri tradisional-modern
dan bersamaan informasi. Falsafah perjuangan yang
diciptakan pendahlu kita, untuk kesejateran kita, kini
terancam sebatas slogan yang cenderung tidak tampak pada
sistim pemikiran maupun tindakan kita, baik kehidupan
bermasyarakat maupun dalam pemerintahan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
cepat dengan temuan-temuannya yang spektakuler telah
mene-mpatkan Iptek bukan lagi sekedar sarana bagi
kehidupan manusia akhir abad XX sekarang ini, melainkan
sudah berubah menjadi yang subtantif. Dengan kedudukan

312 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

ini, Iptek menyentuh semua segi sendi kehidupan


masyarakat secara ekstensif dan pada gilirannya merubah
budaya manusia secara intensif. Fenomena perubahan tadi
tercermin dalam masyarakat kita dewasa ini sedang
mengalami transisi simultan: budaya agraris-tradisional
menuju industri modern. Peranan mitos diambil logos; etnis
kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaaan; transisi
budaya nasional kebangsaan menuju budaya global mondial
seperti hak azazi, keadilan, kebebasan, juga masalah
lingkungan dilepaskan dalam ikatan fanatisme primordial
menuju kesadaran mondial.
Implikasi Globalisasi menjadi semakin kompleks
karena disisi lain masyarakat hidup dalam standar ganda Di
satu pihak sementara orang mempertahankan nilai budaya
lama yang dimprovisasikan untuk melayani perkembangan
METRO GRAPHIA
baru yang kemudian disebut sebagai lahirnya budaya
sandingan (sub culture) sedang dipihak lain muncul
tindakan tindakan yang bersifat melawan terhadap
perubahan yang dirasakan sebagai penyebab nestapa dari
mereka yang merasa dipinggirkan tergeser dan tergusur
dari tempat ketempat, dari waktu kewaktu, merasa tidak
terlayani oleh masyarakatnya yang disebut sebagai budaya
tandingan (counter cultur).
Beberapa prinsip persamaan yang dapat dijadikan
pilar kekuatan utama dari budaya kita, orang Buton
terpantul dalam tiga macam kesetiaan. sebagai berikut .
Pertama; budaya pertanian masih mengutamakan rasa
solidaritas, konsensus atau musyawarah yang dalam proses
historikal telah dibuktikan oleh orang Buton. Dengan

Sejarah dan Etnografi Buton 313


La Ode Dirman

kekuatan falsafah orang Buton dan Muna contohnya, mulai


dari masa pra kerajaan - masa kerajaan - masa Kesultanan
Murhum dan raja Muna Laposasu mencapai puncaknya pada
masa Sultan Dayanu Ikhsanuddin yang dibuktikan
pembuatan Benteng Keraton Buton; Kedua; Persatuan "Sara
pataanguna" sebagai manifestasi rasa kesetiaan kepada
masyarakat sebagai satu kolektif, kesetiaan kepada suku
yang dbuktikan dengan falsafah "binci binciki kuli"
(tenggang rasa). Ketiga; berkembangnya budaya
pembangunan yang arah kesetiaannya ditujukan pada
kepentingan nasional dan budaya global yang berorientasi
pada universalisme yang dijadikan kerangka acuan.
Akhirnya modal dasar budaya tersebut tergantung
bagaimana aktor pembangunan budaya Buton memainkan
tindakan partisipatif dalam mereorganisasi pengalaman
METRO GRAPHIA
kultural, dalam rangka mendisain prospektif pembangunan
menuju pembentukan Provinsi Buton Kepulauan.

314 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

VII
PENUTUP

Penghargaan sebuah prestasi memang


dikumandangkan oleh semua kalangan, tidak tercuali elit
birokrasi. Dari telaah lapangan yang ditimba melalui dialog
terbuka maupun tertutup, serta beberapa referensi lokal,
terdapat cukup petunjuk berkembangnya kontradiksi antara
pikiran rasional menghargai sebuah prestasi dengan
tindakan justru menghambat sebuah prestasi. Hal ini dapat
disebabkan karena kita menanggalkan kearifan lokal dan
METRO GRAPHIA
beberapa unsur nilai mempertahankan nilai tradisional yang
menghambat pembangunan, sebaliknya mengabaikan
sejumlah nilai tradisional yang mendukung pembangunan.
Demikian penyakit-penyakit pembangunan menjangkit,
meyelimuti alam pikiran sebagian elit birokrasi kita.
Sebuah contoh pengembangan bidang keagaamaan,
orientasi religiusitas penduduk yang bercorak ekstrim,
mistis sampai profan. Ekstrimitas budaya mistis dan profan
ini berkelindan dalam situasi kemiskinan dan
keterbelakangan yang telah berlangsung dalam rentang
ruang dan waktu yang luas dan panjang, sehingga
menimbulkan tiga penyakit keberagamaan, yaitu : (i)
scarcity; (ii) powerlessness; dan (iii) fatalism. Sistim nilai
yang didominasi ketiga penyakit keagamaan ini

Sejarah dan Etnografi Buton 315


La Ode Dirman

menyebabkan agama gagal menjadi infrastruktur nilai


(value infrastructure) bagi kebangkitan orientasi sain,
teknologi dan ekonomi (SAINTEK), serta kurang mendorong
etos kerja dan semangat berprestasi. Kebangkitan suatu
bangsa, seperti dicontohkan oleh gerakan Neo-Calvinisme
dan Restorasi Meiji yang melatari kebangkitan Eropa dan
Jepang, memerlukan peranan agama sebagai infrastruktur
nilai. Untuk mendukung pertumbuhan dan kemajuan
masyarakat Buton, maka perlu dikembangkan saintifikasi
kehidupan religiusitas masyarakat. Artinya, pendekatan
keilmuan yang rasional perlu dikembangkan sebagai
prespektif penafsiran teologi dan praktek keagamaan.
Dalam rangka penggalian dan pemanfaatan sumber-
sumber budaya daerah khususnya kebudayan daerah
masyarakat Buton. Satu hal yang disini perlu dibahas secara
METRO GRAPHIA
khusus adalah soal agama, oleh karena dalam realitas
kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia pada umumnya
dan masyarakat-masyarakat adat di Buton pada khususnya
sejak dari zaman dahulu hingga sekarang ini agama telah
menempati kedudukan dan peranan yang penting dan
strategis. Bahkan telah merupakan modal kultural yang
didalamnya terkandung “elan-rokhaniah” yang sangat besar
arti dan pengaruhnya dalam pembentukan alam pikiran dan
sikap hidup orang Buton, dapat sebagai referensi terhadap
orang Tolaki, orang Muna, orang Moronene dan suku-suku
lainnya yang berdiam di wilayah Sulawesi Tenggara.
Hal ini dapat terlihat dalam perjalaan sejarah masa
lampau masyarakat Buton, masyarakat Tolaki, masyarakat
Muna, masyarakat Moronene dimana kerajaan demi

316 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

kerajaan yang timbul dan tenggelam dalam pasang-surut


sejarah masa lampau, semuanya sangat berkaitan erat
dengan kehidpan agama yang dianut. Meskipun monumen-
monumen historis peninggalan hindu Budha seperti Candi
Borobdur, mendut dan Prambanan yang terdapat di Jawa
dan Sumatera belum ditemukan di Sulawesi Tenggara, tetapi
beberapa Masjid kuno seperti Masjid Keraton Buton dan
Masjid kuno lainnya yang terdapat di tanah Muna dan
Tolaki serta monumen-monumen lainnya yang dibangun
oleh para leluhur atas dasar keberagaman mereka,
semuanya itu membuktikan bahwa peran agama dalam
kehidupan sosial budaya masa lampau masyarakat di daerah
ini sangat besar. Belum lagi dalam soal kesenian rakyat,
dalam kesusteraan klasik, dalam acara-acara upacara adat
yang asalnya bertema epik Hindu atau bertema epik Islam
METRO GRAPHIA
semuanya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh para
penganjur agama yang telah berhasil memesrahkan nilai,
mutu dan cita agama dalam dunia pertumbuhan Kerajaan
dan peradaban masyarakat Sulawesi Tenggara dari dahulu
hingga sekarang ini.
Demikian pula peran agama sebagai unsur sublimatif
dalam memberi makna kedalaman dan ketinggian pada
kehidupan duniawi manusia Buton baik sebagai mahluk
individu maupun sebagai mahluk sosial. Manusia seringkali
hanyut dalam kerutinan hidup dunia sehari-hari yang
membuatnya asing dan kesepian. Manusia kehilangan
makna hidupnya karena fitrah kejadiannya sebagai mahluk
jasmani – rohani tak terpenuhi. Padahal sebenarnya,
kehidupan manusia, bagaimanapun profan sifatnya, hanya

Sejarah dan Etnografi Buton 317


La Ode Dirman

akan mempunyai makna luhur manusia manakala dalam


hidupnya selalu dinafasi dan dihayati oleh nilai-nilai agama
karena memang hanya “cita agama” sajalah yang mampu
menghindarkan kegersangan dan kekeringan hidup
manusia.
Selain itu, ada hal lain yang tak kurang pentingnya dan
relevansinya dengan kehidupan bangsa dan masyarakat kita
sedang membangun menuju modernisasi, yaitu potensi
agama sebagai sistem yang paling integratif yang bisa
memadukan dan mempersatukan kebutuhan hidup manusia.
Perkembangan dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan
teknologi telah banyak menimbulkan perubahan-perubahan
yang sangat mendasar terhadap hubungan manusia dengan
lingkungan sekitarnya, baik yang bersifat alami maupun
insani.
METRO GRAPHIA
Lebih dari itu, terjadi pula perubahan atas pandangan
manusia terhadap tata nilai dan tata ukuran yang telah
melembaga dalam tradisi masyarakat tak terkecuali pada
tradisi masyarakat Buton. Hal ini disebabkan terutama oleh
adanya alat-alat komunikasi informasi yang berhasil
menembus dinding-dinding keterasingan, baik yang bersifat
geografis, etnis maupun kultural, sehingga persentuhan,
pergeseran dan pembauran nilai-nilai dan norma-norma
budaya tak terhindarkan.
Banyak orang terutama generasi yang sedang
bertumbuh sekarang ini, mulai meragukan nilai-nilai,
norma-norma dan cara-cara lama yang masih dipegang akan
tetapi belum mantap menerima hal-hal yang baru. Keadaan
seperti inilah yang menyebabkan timbulnya krisis

318 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

nilai yang mewujud dalam berbagai bentuk seperti antara


lain: kesepian, kegelisahan, keterasingan, keberantakan
rumah tangga dan ikatan keluarga, ketegangan sosial,
memilih pergaulan bebas, hamil diluar nikah, mabuk-
mabukan, kecanduan narkoba, dan lain-lain sebagainya.
Dalam keadaan seperti ini orang memerlukan pegangan dan
sandaran bathin yang bisa menguatkan kembali kehidupan
psiko-sosio kulturalnya sehingga dia mampu menghadapi
berbagai tantangan dan problema yang ditimbulkan oleh
perkembangan masyarakat dan pergeseran Kerajaan. Dan
kekosongan ini hanya bisa diisi oleh agama.
Moralitas transisi sosial budaya melekat dalam
pribadi-pribadi anggota dan disayangkan sebagian para elit
birokrasi terjebak dalam moralitas tersebut, seharusnya
para elit politik sudah berada diluar arena prilaku
METRO GRAPHIA
masyarakat awam yang menghambat pembangunan, karena
prilaku kepemimpinan elit politik telah tersosialisasi dan
melekat dalam pribadinya untuk memberi contoh
mendukung pembangunan secara nyata. Kenyataan sebagian
para elit politik kita, justru memelihara moralitas
masyarakat yang menghambat pembangunan.
Memberi contoh menghargai karya monumental
seperti aktor yang berada di belakang pembangunan gedung
MTQ.dan Tugu Monasnya Sulawesi tenggara, pembangunan
Bandara, semuanya dimasa kepemimpinan Ali Mazi SH,
sebagai gubernur Sulawesi Tenggara adalah sebagai gerak
langkah spektakuler sekaligus merubah moralitas transisi
masyarakat yang menghambat pembangunan. Karena itu
untuk kreatifitas berkarya diperlukan pemberian

Sejarah dan Etnografi Buton 319


La Ode Dirman

penghargaan masyarakat dan pemimpin yang berprestasi.


Akhirnya rasionalitas tersembunyi dalam filosofi
sarapatanguna yang pernah tumbuh subur pada Era
kesultanan Buton kiranya dapat diadopsi dalam konteks
kepemiminan menuju, Propinsi Buton Kepulauan. Filosofi
yang didalamnya mengandung disiplin murni, kepatuhan
secara otomatis, berkarya untuk menghasilkan lebih banyak
karya lagi. Karena itu diperlukan kesadaran kolektif (bukan
kesadaran palsu) diantara kita, untuk saling bergerak antara
stakeholders, antar tokoh agama, antar tokoh adat dan
umumnya masyarakat Buton.

METRO GRAPHIA

320 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Andi Zainal. 1968 Mitos Asal Mula Kerajaan Buton.


Manuskrip tidak diterbitkan
Aristo Farela. 2017, A Shot History of Java: Sejarah Singkat
Tentang Pulau Jawa, Kultur, manusia dan
Budayanya. Ecosystem Pubhlising : Surabaya
Baramuli, A.A., dan L.M. Kamaludin, 2001. Perjuangan
Membangun Indonesia Timur. Edisi 1. Yapensi,
Jakarta.
Bayu Aji, Krisna. 2016. Sejarah Para Raja Raja: dan Istri-Istri
Raja: Araska: Yogyakarta
Black Jonatahan. 2017. Sejarah Dunia yang disembunyikan.
Tej. Isma.B. Soekato dan Adi Toha. Ed. Nunung
Wijati. Penerbit.:PT. Pustaka Alvabet: Jakarta
Blok, Roelof. 2018. Sejarah Sulawesi: History of Celebes
tej.Ahmad Asnawi.Penerbit Indondoliterasi:
Yogyakarta
METRO GRAPHIA
Bourdieu, Pierre. 1991. Language and Simbolik Power.
Cambrigde: Harvard University Press.
Foucault, Michel. 1977. Power/ Knowledge: Selected
Interviews & Other Writings, 1972-1977. Editor By
Colin Gordon. New York : Pantheon Books
Budiman,Arif 1985. Teori Pembangunan Dunia Ketiga,
Gramedia, Jakarta.
Cohen, A.Y. (ed). 1974. Man in Adaptation the Culture
Present. Second Edition, Aldine Publishing Company,
Chicago.
Coppenger, Caleb.2011. Misteri Kepulauan Buton. Menurut
Sesepuh dan saya. Terj. Doreen Widjana. Jakarta
Barat: Penerbit adonai
Dirman, La Ode. 2015. Perlawanan Orang Katobengke
terhadap Hegemoni Elite Tradisional di Kota Baubau
Sulawesi Tenggara. Disertasi: Universitas Udayana

Sejarah dan Etnografi Buton 321


La Ode Dirman

Bali
Dwipayana, A.A.G.N. Ari. 2001. Kelas dan Kasta: Pergulatan
Kelas Menengah Bali. Yogyakarta. Lapera Pustaka
Utama.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian : Proses Perubahan
Ekologi di Indonesia. Jakarta : Bharata Karya Aksara.
Gramsci, Antonio 2008. Postkolonialisme Indonesia
Relevansi Sastra. Kutha Ratna, Nyoman Yogykarta :
Pustaka Pelajar.
Gramsci, Antonio 2017. Sejarah dan Budaya. Terj. Ira
Puspotoni dkk. Penerbit: Narasi bekerjasama
dengan Pustaka Promotea. Yogyakarta:
Haz, Hamzah. 2001. Mengkaji Ulang Politik Ekonomi
Indonesia : Strategi Mewujudkan Keadilan Sosial.
Pustaka Ciganjur.
Kartodirdjo,Sartono 1999. Multi Dimensi Pembangunan
Bangsa, Kanisius, Yogyakarta.
Kasim, Ifdhai. Johanes da Masenus Arus. 2001 (ed). Hak
METRO GRAPHIA
Ekonomi, Sosial Budaya : Esai-Esai Pilihan Buku 2,
Penerbit ELSAM.
Keesing, M.R. 1982. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif
Kontemporer. Alih Bahasa, oleh Samuel Gunawan :
Jakarta Erlangga.
Koentjaraningrat, 1959, Metode Antropologi : Metode
Antropologi Dalam Penyelidikan Masyarakat dan
Kebudajaan di Indonesia.
Koentjaraningrat, (ed) 1993. Masyarakat Terasing di
Indonesia : Jakarta. PT. Gramedia.
Kunst,J 1953 Kulturhistorische Beziehungen zwischen dem
Balkan un Indonesien. Koninklijk Instituut vor de
Tropen. Mededeeling No CIII Amsterdam
Laura, et.all. 1996. The Effects df Poverty, Race, and Family
Structure on US Children’s Health: American Journal
of Public Health. 1401. Data from the NHIS, 1978
Through 1980 and through 1991: October 1996 vol.86,

322 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

no 10:
Lacour, Misty and Laura. D Tissington 2011., The Effects of
Poverty on Academic Achievement. Eductional
Research and Reviews Vol 6 (7),pp. 522-577.
Southern Arkansas University, Magnolia, Arkansas
USA
Ligvoet, A. 1878. Beschrijving en Geshiedenis van Boeton.
dalam Bijdragen tot de Taal Land-en Volkenkunde,
26; p. 1-112
Liliweri, Alo. 2014, Pengantar Studi Kebudayaan Nusa
Media: Bandung
Linton ,R. 1936, The Study of Man, An Introduction, New york
, London , D. Appleton- Century Company
Madu, La Ode, 1980. Sejarah Masuknya agama Islam di
Buton dan Perkembangannya. Manuskrip tidak di
terbitkan
Magenda, B.D. 2003. Potensi Politik dan Sumberdaya
Manusia di KTI. dalam A.A. Baramuli dan L.M.
METRO GRAPHIA
Kamaluddin (Perjuangan Membangun Indonesia
Timur. Edisi 2). Yapensi, Jakarta.
Meyer. D.F. 2016 “ Predikctor of Poverty a Comparative
Analysis of Low Income Communities in the
Northern Free State Region, South Africa.
International Journal of Social Sciences and
Humanity Studies. Vol.8. no. 2, 2016 ISSN.
1309-8063. North West University (Vaal Campus)
Sauth Africa
Mok. TY.; C Gan and Sanyal 2007. The Deterrminants of
Urban Houshold Poverty in Malayisia. Journal of
Social Sciences 3(4) ISSN. Lincoln University,
Conterbury, Newzealnd
Mazi, A. 2003. Menuju Sultra Raya 2020. Buton
Development Corperation, Kendari.
Nasikum, Dr. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Fisipol
Universitas Gajah Mada. Management PT. Raja

Sejarah dan Etnografi Buton 323


La Ode Dirman

Grafindo Persada : Jakarta.


Rachbini, Didik J .2000 Analisis Kritis Ekonomi Politik
Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ramage, Douglas E. 2002, Percaturan Politik di Indonesia :
Demokrasi Islam dan Idiologi Toleransi, Penerbit
Mata Bangsa.
Rambo, A.T. 1983. Conceptul Approches to Human Ecology.
Hawaii : East West Environmental and Policy
Institute.
Rappaport, R.A. 1968. Pigs for the Ancestors : Ritual and the
Ecology of a New Haven, Conn : Yale Universitas
Press.
Rumadi, 2002, Masyarakat Post-Teologia : Wajah baru
Agama dan Demokrasi Indonesia; Perpustakaan
Nasional RI.
Safiuddin, H. 1987. “Perahu-Perahu Nusantara” Rona Alam
dan Lingkungan. Vol. I. 4 Mei : 60 : 73, Nusa Media
Grafindo. Jakarta.
METRO GRAPHIA
Schoorl, Pim.J.W. 2003. Masyarakat, Sejarah dan Budaya
Buton. Jambatan: KITLV. Jakarta.
Sondakh, L. 2003. Rekonstruksi Hubungan Pusat dan
Kerajaan Dalam Perspektif Demokrasi Ekonomi.
Dalam A.A. Baramuli dan L.M. Kamaluddin
(Perjuangan Membangun Indonesia Timur. Edisi 2).
Yapensi. Jakarta.
Steward, Julian H. 1955. Theory of Culture. Urbana :
University of Illionis Press.
Sumarwoto Otto, 2001. Atur Diri Sendiri : Paradigma Baru
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada
University Press.
Suparlan, Parsudi (ed), 1984. Manusia Kebudayaan dan
Lingkungannya, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Syam, A. 2003. Mengantar Sulawesi Selatan Sebagai Center of
Exellent Di KTI. Dalam A.A. Baramuli dan L.M.
Kamaluddin (Perjuangan Membangun Indonesia

324 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Timur. Edisi 2). Yapensi, Jakarta.


Rahim Yunus Abd., 1995. Posisi Tasawuf dalam Sistem
Kekuasaan di Kesultanan Buton Pada Abad ke-19,
INIS, Jakarta.
Suryomiharjo, Abdulrahman dkk (Editor) 1980. Sejarah
Revolusi Fisik Kebudayaan Buton, Jakarta : IDKD
Direktur Sejarah dan Tradisional Depdikbud.
Tarimana Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki. Jakarta, Balai
Pustaka.
Toynbee, Arnold,A. 1972. Study of History. New York. Oxford
University Press
Tamanajo, 2005, Eksistensi Barata Kaledupa Kedalam
Kesultanan Buton, Bau-Bau, Tidak Dipublikasikan.
Tamburaka, Rustam. 2014. Sejarah Sulawesi Tenggara. Tidak
dibublikasikan.
Vansina, Jan. 2014. Tradisi Lisan Sebagai Sejarah Ombak :
Yogyakarta
Xiuqing Wang, et all.,2009. China’s Rural Poverty Line and
METRO GRAPHIA
Determinant of Rural Poverty China Agricultural
Economic Review vol.1 no 3, 2009. Emerald Group
Publishing Limited
Zahari, A.M., 2001, Katalog Naskah Buton, Penyunting
Achdiati Ikram dkk., Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

MAKALAH
Clara Backel, Naskah Buton. Makalah yang disampaikan
pada seminar internasional pernaskahan di Kota
Baubau Juni 2005
Chun Tai Hyun, Samguk Yusa Dan Wang O-Ch’on Ch’uk-Kuk
Jon : Sebagai sumber kajian Melayu. Makalah yang
disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Ding Choo Ming, Proyek Pemetaan Manuskrip Pribumi

Sejarah dan Etnografi Buton 325


La Ode Dirman

Nusantara. Makalah yang disampaikan pada


seminar internasional pernaskahan di Kota Baubau
Juni 2005
E.A. Moh. Saidi, Naskah Sebagai Sumber Kekayaan Dunia
(sebuah deskripsi dari aspek histories). Makalah
yang disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Edi S. Ekadjati, Pengetahuan Geografi Masyarakat Sunda
Kuna : Tinjauan berdasarkan Naskah dan Catatan
perjalanan orang Potugis. Makalah yang
disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Hiroko Yamaguchi, Naskah-Naskah Di Masyarakat Buton
(Beberapa catatan tentang keistimewaan dan Nilai
Budaya). Makalah yang disampaikan pada seminar
internasional pernaskahan di Kota Baubau Juni
2005
Horst H. Liebner, “ Om Eenmael Uijt Desen Drogen
METRO GRAPHIA
Ellendigen State Mogen Geraecken” The Journal of
the Stranding of a VOC. Fleet on Sagori Shoals,
Kabaena Southeast.
H. Hasidin Sadif : Miana Banua dan Miana Rapu salah satu
unsur yang berperan dan Rumah Tangga Keluarga
Wolio Buton. (Makalah Seminal Internasional)
Tentang Pernaskahan Nusantara, Bau-Bau, 2005.
I Nyoman Weda Kusuma, Geguritan Nabi Muhammad.
Cermin Akultrasi Hindu-Islam di Bali. Makalah yang
disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
La Ode Abubakar : Asal Usul Etnik Buton dan Hubungan
Kekerabatan Etnik-Etnik di Sulawesi Tenggara.
(Makalah Seminar) yang diselenggarakan Program
Studi IPS Sejarah FKIP Unhalu 14 Februari 2001.
La Ode Abubakar : Identitas dan Krisis Budaya. (Makalah)
yang disampaikan pada Temu Budaya, Tanggal 5

326 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Oktober 2002 FKIP Unhalu.


Lakimi Batoa : Asal Usul Etnik Muna dan Hubungan
Kekerabatan Etnik-Etnik di Sulawesi Tenggara.
(Makalah Seminar) yang diselenggarakan FKIP
Unhalu 14 Februari 2001.
La Djamudi, Nadir. 2005. (Tesis) Relevansi Nilai Sastra Lisan
Wolio Dengan Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Kota Bau-Bau, Program Pascasarjana Universitas
Negeri Makassar, Ujung Pandang, tidak
dipublikasikan.
La Ode Abd. Munafi, Urgensi Pelestarian Naskah
Kesusastraan Buton Dalam Mendukung
Pembangunan Kerajaan dan Pariwisata. Makalah
yang disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
La Ode Muhammad Sjamsul Qamar, 1992. Drs. La Ode
Manarfa Yang Saya Kenal. Universitas Dayanu
Ikhsanuddin, Bau-Bau, Buton.
METRO GRAPHIA
Liaw Yock Fang, Naskah Undang –Undang Melaka : Suatu
Tinjauan komprehensif. Makalah yang disampaikan
pada seminar internasional pernaskahan di Kota
Baubau Juni 2005
Muhajir, Variasi Bahasa Melayu Dalam Naskah. Makalah
yang disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Muhammad Abdullah, Naskah Keagamaan Dan Relevansinya
Dengan Proses Islamisasi Buton Abad VIX SAMPAI
Abad Ke XIX. Makalah yang disampaikan pada
seminar internasional pernaskahan di Kota Baubau
Juni 2005
Mohamad Iskandar, Almufhitu Fi Daf’I Al Kholayat. Makalah
yang disampaikan pada seminar internasional
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Nelson Lumbatoruan, Naskah Batak dan Penerjemahannya.
Makalah yang disampaikan pada seminar

Sejarah dan Etnografi Buton 327


La Ode Dirman

internasional pernaskahan di Kota Baubau Juni


2005
Nurhayati Rahman, Harmonisasi Lingkungan Hidup Manusia
Bugis. berdasarkan Naskah Meong Mpalo Bolonge.
Makalah yang disampaikan pada seminar
internasional pernaskahan di Kota Baubau Juni
2005
Razak Bin Abd. Karim, Warkah-Warkah Melayu di
Nusantara: Kajian Genre dan Etnolinguistik.
Makalah yang disampaaikan pada seminar
pernaskahan di Kota Baubau Juni 2005
Sirtjo Koolhof, Sureq, Lontaraq, Toloq. Naskah dan Ragam
Sastra Bugis. Makalah yang disampaikan pada
seminar internasional pernaskahan di Kota Baubau
Juni 2005
Sulistiati, Citra Dan Kepahlawanan dan Makna Perkawinan
Dalam Cerita Panji Dadap. Makalah yang
disampaikan pada seminar internasional
METRO GRAPHIA
pernaskahan. Baubau Juni 2005
Suryadi, Surat-Surat Sultan Buton Muhiyuddin Abdul Gafur
Kepada Kompeni Belanda, Koleksi Universiteit
Bibliotheek Leiden. Makalah yang disampaikan pada
seminar internasional pernaskahan di Kota Baubau
Juni 2005
Schurmans,J 1934. Het Koppensnellen der Tolaki dalam MNZ
LXXVIII, hal 207-218; dan dalam IG, LVI hal 825-
838.
Tamanajo : Laporan Penelitian Sejarah Wakatobi, Bau-Bau,
tidak dipublikasikan, 2003.
Undang Sudana, Beluk dan Rancang: Seni Pertunjukan
Membaca Naskah Sunda. Makalah yang disampaikan
pada seminar internasional pernaskahan di Kota
Baubau Juni 2005
Van der Putten,Jan. Ghayatu ‘I –Muna: Syair Picisan Riau-
Singapura. Makalah yang disampaikan pada seminar

328 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

internasional pernaskahan di Kota Baubau Juni


2005

SUMBER NASKAH
Anonim, Naskah Kesultanan, Silsilah Raja-Raja dan Sultan-
Sultan Buton, Koleksi A.M. Zahari, Bau-Bau.
Anonim, Naskah Bahasa Tagalog, Dalam Siwupima
Andaresta SBF, 302, Davao Filipina, Terjemahan S.
Munir.
Anonim, Naskah Dalam Bahasa Tagalog, Manila, “Akarada
Sulu” Dalam SBF, 402.
Anonim, Naskah Dalam Bahasa Tagalog, “Siwupima
Andaresta” Dalam SBF, 501. Manila. Terjemahan S.
Munir.
Anonim, Naskah “Murtabat Tujuh”,Koleksi A.M. Zahari, Bau-
Bau.

METRO GRAPHIA

Sejarah dan Etnografi Buton 329


La Ode Dirman

METRO GRAPHIA

330 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

METRO GRAPHIA

Sejarah dan Etnografi Buton 331


La Ode Dirman

Keterangan:
Yang menjadi Ego dalam silsilah tersebut adalah Dr. Ir. H.
Mujur Muif. Silsilah tersebut ditarik melalui Nabi
Muhammad SAW. Kemudian menurun pada Wakaaka
Ratu/Raja Buton pertama yang kemudian bersuamikan
Raden Sri Batara seorang bangsawan Majapahit. Ratu
Wakaka sebagai generasi ke 12 dari Nabi Muhammad SAW
dan menurun ke beberapa Raja dan bangsawan kaomu dan
walaka. Dari 38 Sultan Buton, ada beberapa yang tidak
termuat dalam silsilah tersebut dan hal tersebut bahwa
perhitungan yang ditarik adalah sesuai garis hubungan
kekerabatan berdasarkan hubungan darah (affinity) dan
bukan berdasakan hubungan kekerabatan akibat
perkawinan (consanguinity).atau perhitngan silsilah melalui
Dr Muif Mujur sebagai garis ego dalam silsilah tersebut
METRO GRAPHIA
Yang menarik perhatian dalam silsilah tersebut
adalah keterhubungan Kerajaan Buton dan Kerajaan
Buleleng Bali adalah sebagai hasil perkawinan dari
bangsawan kedua kerajaan tersebut, antara lain masuknya
Presiden Pertama RI Soekarno dalam silsilah tersebut.
Silsilah Sukarno dalam berbagai sumber sejarah di Indonesia
menyebutkan Ibu Kandung Soekarno bernama Ida Ayu
Nyoman Rai dan berayahkan Raden Sukemi. Menelusuri
jejak silsilah kedua orang tua Soekarno versi tersebut diatas
menunjukan bahwa Ida Ayu sebagai hasil perkawinan putri
Raja Buleleng dengan La Jami ( I Nyoman Pendet) Putra
seorang petinggi kesultanan, Bhonto ogena (Menteri Besar
atau setingkat menteri Koodinator) kesultanan Buton.
Selanjutnya Ida Ayu kawin dengan LM Idris putra La Ode

332 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Umara Raja Buton ke XXXII lahirlah Soekarno. Dasar


kekuatan silsilah tersebut berdasarkan hasil penelusuran
Dr. Mujur Muif sebagai berikut
Pada tahun 1898 terjadi pertemuan Raja/ sultan di
Timur/Bali. Raja Buton mewakilkan putranya LM
Idris., Selesai pertemuan itu, LM Idris justru tinggal
menetap selama 3 tahun di Singaraja. Kronologisnya,
Bertemulah LM Idris dengan La Jami di Singaraja.
Kemudian La Jami bercerita bahwa ia meperistrikan
anak raja Buleleng dan anaknya bernama Ida ayu
Nyoman Rai. Pada saat itulah mulai ada niat LM Idris
untuk melamar Ida Ayu tersebut. Selanjutnya niat itu
dibuktikannya dengan datangnya pihak keluarga LM
Idris dari Buton untuk melamar Ida ayu tersebut .
Bertanyalah La Jami siapakah gerangan dan maksud
METRO GRAPHIA
kedatangan kalian?, maka dijawablah utusan tersebut
bahwa kedatangan kami sebagai perutusan dari
Sultan Buton bermaksud melamarkan anaknya
bernama Idris kepada putri Ida ayu. La jami lebih
lanjut bertanya “ bukti apa yang gerangan tunjukan
bahwa anda sebagai utusan sultan? Maka utusan
tersebut memperlihatkan sebuah tongkat sultan yang
disebut Lasangka Balaa. La jami kembali bertanya “
mengapa anda membawa tongkat sultan tersebut?,
kemudian utusan tersebu menjawab bahwa itulah
kedatangan kami sebagai mewakili Sultan Buton.
Akhirnya La Lajami menerima lamaran tersebut,
maka terjadilah perkawinan putra Sultan LM Idris
dengan putri La Jami bernama Ida Ayu Nyoman Ray.

Sejarah dan Etnografi Buton 333


La Ode Dirman

(Wawancara melalui sms. Dr. Mujur, Oktober 2014)


Lebih Lanjut Mujur mengulas pernyataan Brigjen I Gede
Raka, Kepala BIN Jawa Tengah bahwa Raden Sukemi
bukanlah bapak biologis Soekarno, tetapi seorang yang
berasal dari satu pulau kecil di wilayah timur Bukti lain lain
tongkat Lasangka Balaa kemudian berada di tangan Sukarno,
ketika Imam baryia ( LM Idris ) menyerahkannya di Penjara
Sukamiskin Bandung dan penyerahan tersebut sebagai
adanya hubungan ayah dan anak . Kemudian pula LM Taoha
dan Ali alipa pernah merencanakan menemui Guntur
Sukarno tetapi hanya bertemu dengan Rahmawati. Disinilah
Rahmawati mengulas kembali ucapan Sukarno bahwa nenek
mereka berasal dari Buton bergelar Haji Aulia Oge.
Kemudian dibuktikanpula dengan buku silsilah, kitab ke-
wali-an dengan keris pusaka Buton yang berada di tangan
METRO GRAPHIA
Guntur Sukarno. menurut Dr. Mujur, pada tahun 2006 ia
pernah menemui Pendeta Hindu Bali di wilayah
transmigransi Ngkari-Ngkari Kota Baubau. Pendeta tersebut
menyatakan bahwa bertahannya mereka di Wilayah
tersebut juga berkaitan dengan petunjuk kakek mereka dari
Buleleng bahwa Buton juga sebagai kampungnya nenek
moyang mereka sendiri.

334 Sejarah dan Etnografi Buton


La Ode Dirman

Lampiran 2
Peta Pulau Buton dan Kota Baubau berada pada posisi
kaki Pulau Sulawesi

METRO GRAPHIA

Sejarah dan Etnografi Buton 335


TENTANG PENULIS

Dr. La Ode Dirman, MSi Meniti karier sejak


tahun 1984 sebagai Dosen Tetap bidang
Antropologi di Universitas Halu Oleo.
Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Muda
(BA) Jurusan Antropologi tahun 1981 dan
Drs.tahun 1984 pada Jurusan Antropologi
FPIPIS IKIP Manado. Melanjutkan pendidikan Magister pada
tahun 1993-1997 Jurusan Antropologi Universitas Indonesia
dan pada tahun 2010-2015 menyelesaikan Pendidikan
Doktor dalam bidang Ilmu Kajian Budaya Universitas
Udayana Bali. Pernah menjadi Ketua Jurusan pada Fakultas
Ilmu Budaya UHO dan Kepala Pusat Studi Sejarah dan
Kepurbakalaan UHO. Telah menulis lebih dari 20 artikel
yang dimuat dalam jurnal UHO. Penelitian dengan sumber
Dana Kerjasama Pemkab di Sultra dengan UHO maupun
METRO GRAPHIA
penelitian Nasional yang dibiayai oleh Dikti. Kejasama UHO
dengan Pemprov Sultra; sebagai ketua Tim Penulisan Buku “
Peradaban Sultra Raya 2020”, tahun 2005 dan “Penelitian
Sejarah Sulawesi Tenggara Tahun 2006-2007”. Penelitian
Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Buton, tahun 2009.
Penelitian “ Mengelola Potensi Konflik Antara etnik lokal” di
4 Kabupaten: Kota Baubau Tahun 2008, Kabupaten Buton
tahun 2010 , Kota Kendari tahun 2011 dan Kabupaten
Muna 2012. Penelitian Hubungan kekerabatan antara etnik
di Kota Kendari tahun 2011. Menulis dua Jurnal
Internasional tahun 2016 dengan judul 1) “Identity
Discourse and The Simbolic Opponents of The People of
Katobengke Against Traditional Elite of Butonese In Buton
City Southeast of Sulawesi” dan 2) “Early Detection of
Conflict Management in Sampolawa”

336 Sejarah dan Etnografi Buton

Anda mungkin juga menyukai