Anda di halaman 1dari 202

BAB I

GERAKAN MUHAMMADIYAH

A. Tokoh Pendirinya `

Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Ia


lahir di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tahun 1868 M
dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H.
Abubakar, seorang khatib Masjid besar Kesultanan Yogyakarta,
yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik
Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, puteri K.H. Ibrahim,
Penghulu kesultanan Yogyakarta. Jadi Muhammad Darwis itu dari
pihak ayah maupun ibunya adalah keturunan ulama.

Di masyarakat Kauman khususnya ada pendapat umum


bahwa barang siapa memasuki sekolah Gubernemen dianggap
kafir atau Kristen. Oleh karena itu ketika menginjak usia sekolah
Muhammad Darwis tidak disekolahkan melainkan diasuh dan
dididik mengaji Al Qur'an dan dasar-dasar ilmu agama Islam oleh
ayahnya sendiri di rumah. (Djarnawi Hadikusumo, hal. 74). Pada
usia delapan tahun ia telah lancar membaca Al Qur'an hingga
khatam. Selanjutnya ia belajar Fiqh kepada K.H. Muhammad
Shaleh, dan Nahwu kepada K.H. Muhsin. keduanya adalah kakak

1
ipar Muhammad Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada
Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.
Pada tahun 1889 M ia dikawinkan dengan Siti Walidah, puteri K.H.
Muhammad Fadil, kepala penghulu kesultanan Yogyakarta. (Sudjak,
Muhammadiyah dan Pendirinya, 1989:2.siti Walidah itu masih
saudara sepupu Muhammad Darwis.

Beberapa bulan setelah perkawinannya, atas anjuran ayah


bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah Haji. Ia tiba di
Makkah pada bulan Rajab 1308 H (1890 M). Setelah menunaikan
umrah ia bersilaturrahim dengan para ulama Indonesia maupun
Arab yang telah dipesankan oleh ayahnya. Ia juga rajin belajar
menambah ilmu, antara lain kepada K.H. Mahfud Termas, K.H.
Nahrowi Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi Banten, dan juga
kepada para ulama Arab di Masjidil Haram. Ia juga mendatangi
ulama mazhab Syafii Bakri Syata', dan mendapat ijazah nama Haji
Ahmad Dahlan. Setelah musim haji selesai ia pulang, dan tiba di
Yogyakarta pada minggu pertama bulan Safar 1309 H (1891M).
Selain berganti nama juga bertambah ilmu. Ia lalu membantu
ayahnya mengajar santri-santri remaja. Akhirnya juga dipercaya
mengajar para santri dewasa maupun tua, lalu mendapat sebutan
K.H. Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1896 M, K.H. Abubakar wafat. Jabatan Khatib

2
masjid besar oleh kesultanan Yogyakarta lalu dilimpahkan kepada
K.H. Ahmad Dahlan dengan gelar Khatib Amin, yang diberi tugas:
1. Khutbah Jum'ah saling berganti dengan kawannya delapan
orang Khatib.
2. Piket di serambi masjid dengan kawannya enam orang sekali
seminggu.
3. Menjadi anggota Raad Agama Islam Hukum Keraton.
Semua tugas itu dipergunakan sebaik-baiknya untuk
menyalurkan ilmunya terutama sekali tugas piketnya. Para petugas
piket yang lain tidak menggunakan waktu untuk mendakwahkan
agama Islam. Padahal sepanjang hari banyak orang yang datang
dan istirahat di serambi masjid besar. Mereka itu kebanyakam
bukan umat yang dapat mengaji di surau-surau karena desakan
ekonomi. Khatib Amin dengan tekun dan sabar memberikan
pelajaran Islam kepada mereka Ajaran Islam yang menyentuh
kehidupan sehari-hari.
Khatib Amin berusaha ingin menerangkan arah kiblat shalat
yang sebenarnya. Usaha-usaha awalnya dirintis dengan
penyebaran informasi kepada para ulama terbatas yang telah
sepaham saja di sekitar Kauman. Itu pun memaka waktu hampir
setahun. Kemudian disepakati hendak mengundang 17 ulama dari
dalam dan luar kota Yogyakarta untuk memusyawarahkan soal

3
kiblat shalat di surau Khatib Amin K.H.A Dahlan. Mereka diminta
membawa kitab masalah kiblat. Musyawarah itu berlangsung pada
suatu malam tahun 1898 hingga adzan Shubuh. Meskipun tidak
diperoleh kesepakatan pendapat, sudah dianggap ada kemajuan
positif, sebab ternyata jalannya musyawarah sopan, tidak ada
kegaduhan.
Beberapa hari sesudah itu ketika orang-orang hendak
melakukan shlat jama'ah dzuhur di Masjid Besar dikejutkan oleh
adanya tiga baris putih setebal 5 cm di depan pengimaman yang
mengisyaratkan baris menghadap kiblat yang sebenarnya. Setelah
shalat, para petugas hari itu (Khatib, muadzin, merbol) dan dua
orang warga jama'ah melaporkan hal tersebut kepada Kanjeng Kyai
penghulu H. Muhammad Khalil Kamaludiningrat. Ia marah sekali,
dan menyuruh mereka mencari para pelakunya. Sementara Kyai
Penghulu memanggil Khatib Amin
Setelah bersoal jawab lama, terkesan bahwa peristiwa
pembuatan ''shaf itu bukan ulahnya, akhirnya diketahui bahwa di
antara para pembuatnya adalah dua orang kerabatnya sendiriyang
disayangi. Setelah mengaku salah dan meminta maaf mereka pun
disuruh pulang. Rupanya mereka itu termasuk di antara pemuda
yang menguping jalannya musyawarah kiblat beberapa hari yang
lalu.

4
Dalam tahun 1898 selama tiga bulan Khatib Amin
merenovasi dan memperluas surau peninggalan ayahnya dengan
sekaligus dihadapkan ke arah kiblat. Menjelang bulan Ramadhan,
datanglah utusan Penghulu K.H. Muhammad Khalil
Kamaludiningrat yang menyampaikan secara lisan agar hari itu pula
Khatib Amin membongkar suraunya yang arahnya berbeda dengan
masjid besar. Khatib Amin terpaku sejenak. Setelah membaca
istirinya' serta doa Hauqalah, ia berkata agar disampaikan kepada
Kyai Penghulu bahwa Khatib Amin tidak bisa melaksanakan
perintahnya itu. Mendengar jawaban tersebut Kyai Penghulu
marah sekali karena merasa dilecehkan oleh bawahannya. Ia
menyuruh kepada utusannya untuk kembali, dengan penegasan
bahwa jika Khatib Amin tetap membangkang, suraunya akan
dibongkar oleh pemerintah kawedanan penghulu s e te la h salat
taraweh malam harinya. Ancaman ini benar-benar berlaku. Sepuluh
orang kuli dengan berbagai peralatan datang, terus meruntuhkan
surau itu, dan baru selesai pada pukul 01.30. Khatib Amin sendiri
sejak waktunya senja meninggalkan rumah, tidak sampai hati
melihat suraunya dibongkar, dan baru pulang menjelang fajar
menyingsing. Ia putus asa, mau pergi meninggalkan Yogyakarta,
tetapi untung dapat dihibur oleh kakaknya, Kyai dan Nyai Haji Saleh.
Di atas puing surau tersebut segera dibangun lagi surau baru

5
menghadap ke barat lurus, dan diberi bergaris saf mengarah ke
kiblatullah.
selama tiga tahun setelah peristiwa tersebut, Khatib Amin
tetap menekuni pekerjaan dinasnya maupun mengajar murid-
muridnya di suraunya. Lama kelamaan dirasa bahwa persediaan
ilmunya masih kurang. Lalu teringatlah kepada gurunya di
Makkah. Maka berangkatlahia naik haji lagipada tahun 1903, versi
lain ada yang mengatakan kepergiannya untuk haji yang kedua itu
direkayasa oleh pemerintah Kesultanan. Masalah kiblat masjid
besar dan pembongkaran surau Khatib Amin itu merupakan
manifestasi pertentangan antara faham Islam tradisional (pejabat
Islam) dan faham pembaharuan dalam (Khatib Amin). Untuk
menghilangkan ketegangan, Khatib Amin untuk sementara perlu
disingkirkan. Pemerintah Kesultanan membiayainya ke Makka dan
bermukim dua tahun. Dan bermukim di Makkah hampir selama dua
tahun. Ia studi lanjut tentang berbagai ilmu Islam kepada para
gurunya ketika haji yang pertama dulu, juga kepada yang Iain.
Dalam hal ini ia belajar ((1) ilmu Fikih Syekh Saleh Bafedal, Syekh
Sa'id Yamani, dan Syekh Sa'id Bagusyel; (2) Ilmu Hadist kepada Mufti
Syafii; (3) ilmu Falak kepada Kyai Asyari Bavvean, dan ilmu Qiraat
kepada Syekh Ali Misri Makkah. Kecuali itu ia juga bersahabat
akrab dengan para ulama Indonesia yang telah lama bermukim di

6
sana, seperti Syekh Ahmad Khatib (Minangkabau), Kyai Nawawi
(Banten), Kyai Mas Abdullah (Surabaya), K.H. Fakih
(Maskumambang) berbagai masalah sosial keagamaa yang dialami
di tanah air dijadikan topik diskusi dengan mereka itu.
Sepulang Khatib Amin dari haji yang kedua, ia membangun
pondok untuk menampung murid-muridnya yang berasal dari luar
kota Yogyakarta dan kota-kota di Jawa Tengah. Diangkatnya dua
orang menjadi Lurah Pondok, yaitu Muhammad Jalal Suyuti dari
Magelang, dan K.H. Abu' Amar dari Jamsaren Sala. Di antara
materi pengajian yang diistimewakan pemberiannya kepada para
muridnya antara Iain ilmu Falak, tauhid dan tafsir dari Mesir.
Memilik sejumlah buku yang ditinggalkan oleh K.H. Ahmad
Dahlan, dapat dipastikan bahwa bacaan beliau semenjak haji kedua
dan seterusnya adalah karya tulis para pendukung ide pembaharuan
dalam Islam. Di antaranya ialah (1) Karya Muhammad Abduh:
Risalah Tauhid, Tafsir Juz'Amma, dan Al-Islam Wan Nasrania (2)
Karya Ibnu Taimiyah: At - Tawasul wal washilak (3) karya Rasyid
Ridla: Tafsir Al - Manar; (4) karya Farid Wajdi: Dairtul Ma'arif; (5)
karya Rahmatullah al-Hikam : lzliarul Haq; (6) karya 'Ataillah :
Matan Al-Hikam; (7) Karya Mazhab Hanbal Kitab-kitab Hadis; (8)
majalah al-urwatul Wustqa dan Al-Manar. (Hadijid, Filsaf Ajaran
K.H. Ahmad Dahlan: 5).

7
B. Memperluas Wawasan

Pekerjaan K.H. Ahmad Dahlan sebagai Khatib Masjid Besar


tidak banyak menyita waktu. Giliran berkhutbahnya rata-rata dua
bulan sekali, dan piketnya di Serambi Masjid Besar itu hanya
sekali seminggu. "Ia mendapat gaji tujuh gulden sebulannya".
(Yunuis salam, Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan, Amal dm
perjuangannya, 1968: 8). Ia juga berdagang batik ke kota-kota di
Jawa. Ia perna diberi modal oleh orang tuanya sebanyak F. 500,-
pada tahun 1892, tetapi sebagian besar dipergunakan untuk membeli
kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagang itu ia selalu
memerlukan singgah silaturrahmi kepada para alim setempat,
membicarakan perihal agama Islam dan masyarakatnya. Ada yang
sepemikiran, ada pula yang berlainan. Perjalanan demikian
dimaksudkan untuk mempelajari sebab-musababnya kemunduran
kaum Muslimin dan bagaimana supaya mengatasinya, sementara
misi Katolik dan Zending Kristen telah mengadakan "sekolah-
sekolah met de Bijbel".
Pada tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bertamu ke rumah Dr.
Wahidin Sudirohusodo di Ketandan, Yogyakarta. Ia menanyakan
berbagai hal tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya.
Setelah mendengar jawaban lengkap dan menurut pikirannya
secara umum sesuai dengan cita-citanya, maka ia menyatakan

8
ingin menjadi anggota. Pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta
kompak menerimanya, bahkan diminta agar ikut menjadi anggota
pengurus. Di sini ia belajar organisasi. Memang Budi Utomo
tergolong organisasi pertama di antara organisasi bangsa Indonesia
yang disusun secara modern... mempunyai pengurus tetap serta
anggota, tujuan, rancangan pekerjaan dan sebagainya. Dalam
organisasi ini K.H. Ahmad Dahlan dimohon memberikan santapan
rohani Islam pada setiap akhir rapat pengurus, dan memuaskan
semua-nya.

Kehausan mempelajari organisasi memang ada pada diri


K.H.A Dahlan. Pada tahun 1910 ia pun menjadi anggota ke 770
perkumpulan Jamiat Khair lakarta. Yang menarik hatinya selain
perkumpulan ini "membangun sekolah-sekolah agama dan bahasa
Arab serta bergerak dalam bidang sosial, juga sangat giat membina
hubungan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam
yang telah maju. Mereka banyak memperoleh majalah Islam dari
sana.

Arti pentingnya K.H. Ahmad Dahlan memasuki Jamiat Khair


ini karena ialah yang memulai organisasi dengan bentuk modern
dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota
yang tercatat, rapat-rapat berkala), dan mendirikan suatu sekolah

9
dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah modern ".

Dari pengalaman itu, ia menyadari bahwa usaha perbaikan


masyarakat itu tidak mudah jika dilaksanakansendirian. Jadi harus
berorganisasi bekerjasama dengan orang banyak. Usaha pendidikan
itu pada suatu ketika setelah selesai menyampaikan santapan
rohani pada rapat pengurus Budi Utomo cabang jakarta, ia
menyampaikan keinginan mengajarkan agama Islam kepada para
siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R.
Boedihardjo, yang juga menjadi anggota pengurus Budi Utomo.
Hal ini disetujui, asal di luar pelajaran resmi. (Sosrosugondo, K.H.
Ahmad Dahlan, Bapak dan Pendiri Muhammadiyah, Bag. Ill, Adil
no. 50,1939). Pelaksanaannya pada setiap Sabtu dengan metode
induktif, ilmiah, naqliah dan tanya jawab. Ternyata sangat menarik
minat mereka dan bertambah-tambah pesertanya. Di antara mereka
bahkan minta diizinkan datang ke rumahnya pada setiap Ahad
pagi, untuk memperdalam pemahaman agama Islam dan K.H.
Ahmad Dahlan menerima dengan gembira.

Dengan pengalaman mengajarkan agama Islam di


Kweekschool tadi selama setahun dan berwawancara dengan
setiap guru piket yang menunggui pelajaran beliau tentang seluk-
beluk penyelenggaraan sekolah, maka terdoronglah K.H.A. Dahlan

10
ingin memiliki sekolah sendiri yang mengajarkan ilmu biasa dan agama
Islam. Dia telah memiliki dua buah meja, lalu dibuatlah dua bangku,
tempat duduk dari papan bekas kotak kain mori. Papan tulis dibuat
dari kain suren. Setelah selesai diaturlah di ruang tamu yang hanya
seluas 2,5m x 6 m. Kelas sekolah telah siap, lalu mencari murid.
Mula-mula mendapatkan delapan orang, dan setiap bulan tambah tiga
dan seterusnya sehingga pada awal bulan keenam, muridnya menjadi
dua puluh orang. Ia sendiri sebagai guru agamanya, mengajarkan
diwaktu pagi. Setelah mendapatkan bantuan guru dari Budi Utomo
Cabang Yogyakarta, untuk mengajarkan ilmu-ilmu sekolah biasa,
sekolah tersebut masuk siang pukul 14.00 hingga pukul 16.00. Sejak
itu muridnya terus bertambah, sehingga kelasnya harus dipindah ke
serambi rumah yang lebih luas. Sekolah ini diresmikan pada
tanggal 1 Desember 1911. Dengan nama sekolah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah.

Berdirinya sekolah tersebut mendapat reaksi keras dari


masyarakat, tetapi hanya disambut dengan senyum oleh K.H.
Ahmad Dahlan.

C. Berdirinya Muhammadiyah

Di antara para siswa Kweekschool Jetis yang tiap Ahad pagi


mengadakan dialog agama di ruang tamu rumah K.H. Ahmad

11
Dahlan itu ada yang memperhatikan susunan bangku, meja dan
papan tulis. Lalu menanyakan untuk apa, dijawab untuk sekolah
anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan
sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan
agar penyelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar
berkelanjutan sepeninggalan Kyai kelak. Saran demikian tidak
hanya datang dari seorang di orang saja, akan tetapi berkali-kali
senada isinya. Kyai lalu merenung-renungkan gambaran organisasi
itu, mendiskusikannya dengan para santrinya sendiri yang telah
dewasa. Ketika Kyai menanyakan kepada mereka apakah mereka
sanggup duduk sebagai pengurusnya, mereka menyatakan sanggup.

Sebenarnyalah, mengenai pendirian sekolah itu sendiri telah


dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo, di antaranya
guru-guru Kweekschool Jetis, bahkan kepala Gubernurnya (Kepala
Sekolah) R. Boedihardjo, banyak memberikan nasehat dan saran.
Setelah teratur benar pelaksanaannya, lengkap peralatannya, dan
kerapian administrasinya, agar dimintakan kepada pemerintah
Hindia Belanda. Budi Utomo sanggup membantu pengurusnya.
Tetapi mengenai pendirian organisasi pendukung sekolahnya yang
antara lain siswa Kweekschool sanggup menjadi pengurusnya, R.
Boediharjo menolaknya, karena dilarang oleh Hoofd Inspekturnya.

12
Selain itu agar ditegaaskan apa nama organisasinya, apa maksud
dan tujuannya; calon pengurus harus sudah dewasa; dan supaya
Budi Utomo dapat mengurusnya hingga berdiri. Permintaan itu
harus didukung oleh sedikitnya tujuh orang anggota biasa Budi
Utomo kepada pengurus Budi Utomo. Karena itu harus ada tujuh
orang Kauman yang menjadi anggota Budi Utomo.

Syarat terakhir ini segera dimusyawarahkan dengan para


santri KH. Ahmad Dahlan yang telah dewasa. Akhirnya
diproseslah pengajuan menjadi anggota Budi Utomo bagi H.
Syarkawi, H.Abdul Gani, H. Suja, H. Hisyam, H. Fakharuddin dan
H. Tamim. Yang ketujuh ialah K.H. Ahmad Dahlan sendiri yang
telah menjadi anggota. Mengenai nama organisasi dipilih
"Muhammadiyah" dengan harapan para anggotanya dapat hidup
beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi
Muhammad s.a.w.

Untuk menyusun anggaran dasar Muhammadiyah banyak


mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa melayu
Kweekschool Jetis yang sejak tahun 1890 telah berhubungan dengan
K.H. Ahmad Dahlan. Rumusannya dibuat dalam Bahasa Belanda
dan Bahasa Melayu. (hasil wawancara dengan H. Djilli Kauman,
1988). Kesepakatan bulat pendirian Muhammadiyah itu sendiri

13
pada tanggal 18 November 1912 (Beslit Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, 22 Agustus l914. Statuten Muhammadiyah) atau tanggal 8
Dzulhijjah 1330. (Soeara Moehammadijah no. 6 Juli 1947; 57)
Proses permintaan pengakuan kepala pemerintah sebagai badan
hukum diusahakan oleh Budi Utomo Cabang Yogyakarta.

Pada tanggal 20 Desember 1912 diajukanlah surat


permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar
persyarikatan ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan
hukum. Surat permohonan tadi dilampiri dengan rencangan ststuten
atau anggaran dasarnya. Dalam artikel 2,4 dan 7 dinyatakan, bahwa
sasaran dan wilayah gerak Muhammadiyah itu penduduk pribumi di
Jawa dan Madura.

Pemerintah Hindia Belanda sangat berhati-hati


menanggapinya. Sebagai Organisasi baru, wilayah se Jawa Madura
itu dipandangnya terlalu luas. Maka Gubernur jenderal lalu
mengirim surat permintaan pertimbangan kepada Direktur Van
Justitie, Adviseur Voor Inlandsche Zaken, Residen Yogyakarta dan Sri
Sultan Hamengkubuwono VI.

Surat buat Sri Sultan tadi oleh Residen Yogyakarta


diteruskan kepada Rijksbestuurder (Pepatih Dalem Sri Sultan).

14
Oleh karena surat permohonan berdirinya Muhammadiyah itu
mengenai urusan agama Islam, maka pepatih Dalem Sri Sultan
memberikan kepada Hoofd Penghulu, H. Muhammad Khalil
Kamaludiningrat. Setelah dibahas dalam sidang Raad Agama Hukum
Dalem Sri Sultan, diharapkanpara peserta sidang memberikan
pendapatnya. Semula Hoofd-penghulu tidak menyetujuinya, karena
salah faham. Undangan rapat kilat itu mulai pukul 16.30 tanpa
diberikan kepada K.H.A. Dahlan padahal ia juga sebagai anggotanya.
Ketika Kyai penghulu tampak gusar sekali hingga lupa membuka
sidang langsung mengecam nama K.H. Ahmad Dahlan dan akhirnya
menanyakan langsung kepada sidang apakah surat permohonan itu
disetujui atau tidak. Kalau disetujui siapa yang mau menyetujui.
Dalam suasana panik para peserta sidang tidak tahu surat
permohonan apa dan takut bertanya maka tidak ada yang
menjawab selain “terserah Kiyai, kami mengikut” lalu diputuskan
sendiri.

D. Arti Muhammadiyah

Perserikatan Muhammadiyah dikenal luas sejak beberapa


puluh tahun yang lalu, baik oleh masyarakat internasional,
khususnya oleh masyarakat “Alam Islamy.namun Muhammadiyah
sudah sangat akrab ditelinga masyarakat umum sekarang ini. Namun

15
kalau ditelusuri sejarah kelahirannya, ternyata pada saat ini istilah
Muhammadiyah yang dipilih oleh KH. Ahmad Dahlan untuk
menamakan gerakannya masi terasa asing dan aneh, bukan saja
dikalangan masyarakat pada umumnya, tetapi perasaan asing itu
menyelinap juga di tengah-tengah rekan-rekan K.H. Ahmad Dahlan.
Mereka bertanya-tanya mengapa K.H. Ahmad Dahlan memilih
nama semacam itu? ternyata dalam mengungkapkan motif
dipilihnya nama Muhammadiyah untuk menamakan gerakannya
tersebut, K.H. Ahmad Dahlan justru mencari sesuatu yang dapat
menimbulkan tanda tanya apakah sebenarnya Muhammadiyah itu?
Celah-celah dan peluang yang sangat bagus ini akan memberikan
kesempatan untuk menerangkan yang seluas-luasnya tentangagama
Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w, bersih dari
berbagai rekaan, tambahan dan sebagainya yang sebenarnya
merupakan barang asing dalam ajaran Islam, namun oleh sebagian
besar masyarakat Islam Indonesia diyakini atau dianggapnya
sebagai bagian dari ajaran Islam juga. Adapun arti Muhammadiyah
dapat dilihat dari dua segi, yaitu arti bahasa atau Etimologis, dan
arti istilah atau terminologis.

I Arti Bahasa (etimologis)


Muhammadiyah berasal dari kata bahasa Arab "Muhammad"
yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Kemudian

16
mendapatkan "ya' nisbiyah" yang artinya menjeniskan. Jadi
Muhammadiyah berarti umat "Muhammad Saw" atau Pengikut
Muhammad s.a.w", yaitu semua orang Islam yang mengakui dan
meyakini bahwa nabi Muhammad s.a.w. adalah hamba dan pesuruh
Allah yang terakhir. Dengan demikian, siapa pun juga yang
mengaku beragama Islam maka sesungguhnya mereka adalah orang
Muhammadiyah tanpa harus dilihat dan dibatasi oleh adanya
perbedaan organisasi, golongan, bangsa, geografis, etnis dan
sebagainya. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya orang-orang yang
berada di Jami’iyah NahdatulUlama, Persis, PUI, al-Irsyad, al-
Khairat, Jamiatul Washliyah, bahkan semua muslim di seluruh dunia
secara arti bahasa juga orang-orang Muhammadiyah, karena
mereka itu telah berikrar dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat dan dengan setia mengikuti ajaran Nabi Muhammad s.a.w.

2. Arti Istilah (terminologis)


Muhammadiyah ialah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf
Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al Qur"an dan
Sunnah, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal l8
Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 November
1912 Miladiyah di Kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama
Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafa’ul
(berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak

17
perjuangannya dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam semata-mata demi terwujudnya 'Izzul Islam wal Muslimin,
kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam
sebagai realita.

Adapun latar belakang mengapa organisasi yang didirikan


oleh K.H. Ahmad Dahlan ini dinamakan"Muhammadiyah"
diceriterakan,bahwa pada saat untuk menentukan nama
gerakannya ini K.H. Ahmad Dahlan memberinya nama
"Muhammadiyah". Mendengar penamaan seperti itu beberapa teman
seide yang berada bersamanya merasa aneh. Penamaan seperti ini
dirasakan aneh dan asing (gharib), yang tidak lazim digunakan bagi
nama gerakan Islam sebelumnya. Mereka berpendapat mengapa
gerakan ini tidak diberi nama dengan predikat Islam, seperti
Syarikat Islam, Jam'iah Islamiyah, Persaudaraan Islam dan
sebagainya.

E. Latar Belakang Berdirnya Muhammadiyah


Ditinjau dari faktor-faktor yang melatar belakangi berdirinya
Persyarikata Muhammadiyah, secara garis besarnya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) faktor penyebab yaitu:

1. Faktor Subyektif

Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan

18
sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong
berdirinya Muhammadiyah adalak hasil pendalaman K.H. Ahmad
Dahlan terhadap Alquran baik dalam hal gemar membaca maupun
menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya telaah
sedemikian teliti, dipertanyakan juga kalau ada sebab-sebab yang
menjadikan sesuatu ayat diturunkan (asbabun nuzul), dipertanyakan
apakah yang musti harus dilakukan. Sikap K.H. Ahmad Dahlan
seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam surat Al- Nisa' ayat 82 dan surat
Muhammad ayat 24,yaitu melakukan tadabbur atau menelaah
perhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa
yang tersirat dalam setiap ayat. Sikap seperti ini pula yang
dilakukan K.H. Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat
104 :
     
     
   
Terjemahnya:
"Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang
makruf dan mencegah yang munkar, mereka itulah orang-
orang yang beruntung.

Memahami seruan ayat di atas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak


hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau

19
persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat
melaksanakan misi dakwah Islam amar makruf nahi munkar di
tengah-tengah masyarakat luas.

2. Faktor obyektif

Ada beberapa sebab yang bersifat obyektif yang melatar


belakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat
dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab
yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam
Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor
eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh
masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidak murnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al
Qur'an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh
sebagian besar umat Islam Indonesia.

Sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat


bangsa Indonesia memeluk agama Hindu dan Buddha dengan segala
amalan dan tradisi yang ada di dalamnya. Sementara itu agama
Islam sampai ke Nusantara setelah melewati perjalanan yang sangat
panjang. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan
berbagai pengaruh kepercayaan lain menempel secara tidak sengaja
ke tubuh ajaran Islam. Melihat kondisi yang semacam itu dapat

20
dimaklumi kalau dalam kenyataan dan prakteknya umat Islam di
Indonesa pada saat itu memperlihatkan hal-hal yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam kehidupan beraqidah
(keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan pada umatnya untuk
memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik
maupun khurafat, (tahayul atau gugon tuhon; Jawa) dan bid'ah.
Namun dalam prakteknya banyak orang Islam yang masih percaya
juga terhadap benda-benda kramat, semacam keris, tombak, batu
aji, masih percaya terhadap hari baik dan buruk, bulan baik dan
bulan buruk dan sebagainya. Mereka sering pergi kekubur-kubur
yang dianggap keramat, seperti mendatangi kuburnya para wali atau
orang yang dianggap wali, ulama-ulama besar, dan sebagainya
dengan tujuan untuk meminta berkah kepada yang terkubur.
Mereka percaya terhadap berbagai ramalan gaib, seperti ramalan
bintang, ramalan burung, ramalan nasib,ramalan dukun dan ramalan-
ramalan gaib lainnya.
Dalam kehidupan beribadah, khususnya ibadah mahdlah
agama Islam memberikan tuntunan secara pasti sebagaimana
diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. Bertitik tolak dari prinsip ini dalam
ilmu ushul fikih dirumuskan satu kaidah yang menyatakan bahwa
dalam masalah ibadah mahdahliyah semua amalan kecuali hal-hal
yang telah diajarkan oleh Nabi. Sedang dalam urusan keduniaan

21
semua hal diperbolehkan, kecuali yang secara jelas dinyatakan
terlarang. Rasulullah sendiri telah menyatakan secara tegas bahwa
"semua rekaan-rekaan (bid'ah) dalam ibadah mahdliyah adalah
sesat, dan semua yang sesat akan masuk neraka" (hadits). Namun
dalam kenyataannya masih banyak orang Islam yang dalam praktek
ubudiyahnya bercampur aduk antara apa yang diajarkan oleh
agama Islam dengan berbagai amalan yang berasal dari
kepercayaan lain. Sebagai contoh dapat dilihat masih mentradisinya
sesaji yang tujukan kepada arwah, kepada roh-roh halus, selamatan
saat kematian, semaam menuju hari, empat puluh hari, seratus hari,
seribu hari dengan dibacakan bacaan tertentu seperti bacaan tahlil,
surat yasin, ayat kursi dan sebagainya yang pahalanya dihadiahkan
kepada orang yang diselamatinya. Amalan seperti ini bertetangna
dengan prinsip-prinsip Islam sebagaimana yang ditegaskan dalam
surat Alfatihah ayat 5, al-Baqarah 286, al-An’am 164 dan an-
Najam 39.
Demikian pula di tengah-tengah masyarakat Islam masih
dijumpai adanya kepercayaan bahwa agar supaya do'a dapat
diterima Allah, maka caranya harus menggunakan perantara
(joashilah) yang akan menghubungkan antara dirinya dengan
Allah, seperti bertawashul kepada Syekh Abdul Kadir Jaelani,
kepada Nabi, Malaikat, para Auliya' (Wali) dan lainnya. Paham serupa

22
ini tidak ada dalam ajaran Islam (lihat az~Zumar ayat 3), bahkan
sebaliknya justru Tuhan dalam konsep Islam adalah sangat dekat
sekali dengan hamba-Nya, yang oleh karenanya tidak memerlukan
perantara sewaktu memohon kepada-Nya (al-Baqarah ayat 186, al-
Hadid ayat 4, al-Waqfah ayat 85).

b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu


menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku
"Khalifah Allah di atas bumi".
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga
pendidikan khas milik umat Islam di Indonesia, sekaligus
merupakan sistem pendidikan yang khas di Indonesia. Dilihat dari
sejarahnya sistem pesantren ini sebenarnya sudah berkembang
sejak zaman Hindu Budha dikenal dengan nama Ashram yang di
dalamnya para cantri yang berubah menjadi santri tinggal bersama-
sama dengan'Guru' atau' Resi'. Sistem ini terus berlanjut ketika
Indonesia memasuki zaman Islam. Sistem pondok pesantren
dikembangkan umat Islam Indonesia telah banyak memberikan
sumbangan bagi nusa dan bangsa dari sejak sebelum masa
penjajahan Belanda hingga penjajahan Belanda. Lewat lembaga
pendidikan ini telah dilahirkan kader-kader umat dan bangsa, di
mana Pondok pesantren ini tercatat sebagai lembaga yang
mempelopori menanamkan semangat nasionalisme dan patriot

23
bangsa kepada para santrinya
Namun dalam menghadapi tantangan kemajuan zaman yang
tidak pernah mengenal berhenti, maka akan terasa bahwa muatan
isi yang ada dalam sistim pondok pesantren saat ini terasa kurang
memadai dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman.
Dalam sistem Pondok Pesantren saat itu hanya mengajarkan 'mata
pelajaran agama' dalam arti sempit, yaitu terbatas pada bidang fikhi
atau 'fiqhuddin sebagaimana yang diisyaratkan dalam surat at-
Taubah ayat 122, yang meliputi mata pelajaran bahasa Arab,
terjemah dan tafsir, hadis, tasawuf/akhlak, aqidah, ilmu mantiq
(logika) dan ilmu falaq. Sedang mata pelajaran yang bersangkut
paut dengan urusan keduniaan (muamalah duniawiyah), yang
sering disebut dengan istilah ilmu pengetahuan umum semacam
sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, matematika, ekonomi,
sosiologi dan sebagainya sama sekali belum diperkenalkan di
lembaga pendidikan pondok pesantren. Padahal justru hanya lewat
ilmu-ilmu pengetahuan ini seseorang akan mampu melaksanakan
tugas-tugas keduniaan, satu dari dua tugas yang diemban oleh
"Khalifah Allah".
Sesungguhnyalah, bahwa lembaga pendidikan Islam sudah
seharusnya menyiapkan diri menjadi lembaga pembibitan kader-
kader penerus cita-cita Islam dan siap mengemban amanat Allah

24
sebagai "Khalifah Allah" di muka bumi, yang tugas utamanya adalah
mengupayakan terciptanya perdamaian sesama umat manusia, serta
mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup
umat manusia. Mengingat fungsi pendidikan Islam seperti ini maka
apa yang ada dalam lembaga-Iembaga pendidikan pondok
pesantren pada saat itu dirasakan oleh K.H.A Dahlan masih ada
satu kekurangan mendasar yang harus segera disempurnakan.
Kalau pada awalnya sistem pondok pesantren hanya membekali
kepada para santri ilmu-ilmu pengetahuan agama semata-mata, maka
untuk penyempurnaannya mereka harus diberikan juga ilmu-ilmu
pengetahuan umum sehingga dengan demikian akan lahirlah dari
lembaga pendidikan ini manuisia yang "taqwa kepada Allah",
"Cerdas lagi Trampil", yang dalam terminologi Al-Qur'an disebut
sebagai "Ulul Albab". (lihat surat al-Mujadilah : 11, dan ali Imran :
191).
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah
masyarakat Indonesia.
Sebagaimana halnya bangsa-bangsa penjajah Eropa lainnya,
bangsa Belanda pun ketika masuk ke negeri Indonesia juga
mengibarkan panji-panji "Tiga G yaitu "Glory", "Gold" dan
"Gospel". Ketiga G ini sebenarnya menggambarkan motif
kedatangan kaum penjajah ke negeri-negeri jajahannya. Yang
25
pertama motif politik (Glory = menang); sesuatu motif untuk
menjajah dan menguasai negeri jajahanya sebagai daerah
kekuasaannya. Kedua motif ekonomi (emas, kekayaan); sesuatu motif
untuk mengeksploitasi, memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri
jajahan. Ketiga motif untuk menyebar luaskan ajaran Kristiani
kepada anak negeri jajahan atau motif untuk mengubah agama
penduduk, yang Islam atau bukan menjadi Kristen. Orang-orang
Spanyol dan Portugis memang sengaja datang kepelosok dunia ini
antara lain memerangi Islam dan menggantikannya dengan agama
Kristen. (Deliar Noer, gerakan Muslim di lndonesia1900-1942:25).
Khusus dalam menggambarkan kedatangan bangsa Belanda ke
negeri Indonesia yang tidak lepas dari ketiga motif di atas,
khususnya motif mengkristenkan penduduk negeriB.G.Schweitz
menyatakanbahwa "... olehkarena penduduk pribumi, yang
mengenal eratnya hubungan agama dengan pemerintahan, setelah
masuk Kristen akan menjadi warga-warga loyal lahir batin bagi
Kompeni, sebutan yang diberikan kepada administrasi Belanda itu"
(Deliar Noer: 27).

Dalam pelaksanaan mewujudkan ketiga motif tersebut,


Pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk bumi putra lewat
dua langkah besar, yaitu: pertama apa yang disebut dengan
program' Asosiasi' dan kedua adalah program 'Kristenisasi'.

26
Program asosiasi ialah program pembudayaan, dalam bentuk
mengembangkan budaya Barat sedemikian rupa hingga orang
Indonesia mau menerima kebudayaan Barat sebagai kebudayaan
mereka walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaannya sendiri.
Program ini sering juga disebut dengan program Westernisasi.
Sedang yang dimaksud dengan Kristenisasi yaitu program yang
ditujukan untuk mengubah agama penduduk, yang Islam atau pun
yang bukan Islam menjadi Kristen. Pada abad ke 19, banyak orang
Belanda, baik di negerinya sendiri maupun di Hindia Belanda
sangat berharap untuk menghilangkan pengaruh Islam dengan
proses Kristenisasi secara cepat atas sebagian besar orang
Indonesia. (H). Benda, Bulan sabit dan Matahari Terbit 39)
Tegasnya politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan
terhadap penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dengan program
yang kedua ini akan didapatkan nilai ganda, yaitu di samping
bernilai keagamaan dalam arti telah dapat menyelamatkan "domba-
domba yang hilang", juga bernilai politis, karena betapa eratnya
hubungan agama (Kristen) dengan pemerintah (Hindia Belanda),
setelah penduduk bumiputera masuk Kristen akan menjadi warga-
warga yang loyal atau setia lahir dan batin bagi pemerintah. (Deliar
Noer) Menteri Jajahan J.T. Cremer mengatakan pada tahun l898
bahwa kegiatan "Missi Kristen hendaklah dimajukan dengan kuat,

27
oleh sebab kegitan ini membawa civilisasi, kemakmuran,
ketenangan dan ketertiban". Pelaksanaan program Kristiani seperti
di atas semakin meningkat pada wilayah pemerintah Hindia
Belanda dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal bernama A.W P
Idenburg (1909-1916) dengan melancarkan program yang populer
dengan sebutan "Kristening politik". Konstitusi Belanda
memperkenalkan misi-misi Kristen, baik Roma Katholik maupun
Protestan untuk beroperasi di Indonesia, dan pekerjaan misi di
daerah Kolonial dibantu oleh dana-dana negara. Dengan adanya
program ini sejarah mencatat bahwa setelah tahun 1909 kelompok-
kelompok Zending Kristen sangat cepat| memperluas kegiatan
mereka di daerah kepulauan (Indonesia). (Deliar Noer).

b. Penetrasi Bangsa-Bangsa Eropa, Terutama Bangsa Belanda


Ke Indonesia
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa terutama bangsa Belanda
ke Indonesia, khususnya dalam aspek kebudayaan, peradaban dan
keagamaan telah membawa pengaruh buruk terhadap
perkembangan Islam di Indonesia. Lewat Pendidikan model Barat
yang mereka kembangkan, dengan ciri-cirinya yang sangat
menonjolkan sifat intelektualistik, individualistik, elitis,
diskriminatik, serta sama sekali tidak memperhatikan dasar-dasar
asas-asas moral keagamaan (sekuler), maka lahirlah suatu generasi

28
baru bangsa Indonesia yang terkena pengaruh paham rasionalisme
dan individualisme dalam pola berfikir mereka. Bahkan lebih jauh
dari pada itu, H. J. Benda menyatakan bahwa dalam analisanya
terakhir maka pendidikan Barat adalah alat yang paling pasti untuk
mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.
(H.J.Benda). Apa yang diharapkan oleh pemerintah Hindia Belanda
seperti di atas tanda-tandanya segera terlihat, antara lain seperti
munculnya sikap acuh tak acuh terhadap agama Islam, kalau tidak
malah melecehkan. Mereka menganggap selama mereka masih
incnampakkan ke-lslam-annya, mereka rasanya belum dapat
disebut sebagai orang modern, orang yang berkemajuan dan
sebagainya. Dan lebih dari itu semua dalam menyikapi kehidupan
umat Islam di Indonesia, Belanda benar-benar mengikuti petunjuk
dari Snouck Horgronje. la merekomendasi kepada pemerintah
Hindia Belanda bahwa sebenarnya Islam dapat dibagi menjadi dua,
yaitu Islam religius dan Islam politik. Terhadap Islam religius dia
menyarankan agar pemerintah bersikap toleran. Bahkan sikap
seperti ini dinyatakan sebagai conditio sine qua non, syarat yang
tidak boleh tidak harus diwujudkan demi menjaga ketenangan dan
stabilitas, seperti memberikan toleransi kepada umat Islam untuk
mengerjakan ibadah sembahyang, menunaikan ibadah haji dan
sebagainya. sementara terhadap Islam politik Pemerintah

29
dianjurkan tidak memberikan toleransi sama sekali, bahkan
sebaliknya harus ditekan semaksimal mungkin. Tegasnya bagi
Pemerintah Hindia Belanda dalam menyikapi umat Islam di
Indosia harus membedakan Islam ke dalam dua kategori, musuh
Belanda bukan Islam sebagai agama, akan tetapi yang menjadi
musuh Belanda adalah Islam sebagai doktrin politik.
c. Pengaruh dari gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam
Gelerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H.
Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai
yang panjang dari gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai
sejak tokoh pertamanya, yaitu Profesor Ibn Taimiyah, Ibnu Qayyim
ak-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayid Jamaluddin al-
Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla dan
sebagainya.Terutama sekali pengaruh tersebut berasal dar
Muhammad Abduh lewat tafsirnya yang terkenal,yaitu al-Manar
suntingan dari Rasyid Ridla serta majalah al-Urwatul Wustqa.

Dalam hal K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah-


nya terkena pengaruh dari ide-ide Muhammad Abduh, Azyumardi
Azra menulis bahwa sesungguhnya pengaruh tersebut bukannya
dari keseluruhan ide-idenya. Sebab dalam masalah teologi (aqidah)
Muhammadiyah justru lebih dekat kepada system teologi As’ariyah
dari pada teologinya Abduh yang lebih dekat pada system teologi

30
Mu'tazilah. DR. Arbiyah Lubis dalam disertasinya membuktikan,
bahwa sepanjang persoalan teologi, Muhammadiyah tidaklah
mengikuti Abduh sama sekali. Lebih jauh, setelah membandingkan
kalam Abduh dan Muhammadiyah, Lubis berkesimpulan bahwa
tidak ada kesamaan di antara keduanya. Jika teologi Abduh bersifat
rasional dan karena itu lebih dekat kepada sistem teologi
Mu'tazilah, sebaliknya teologi Muhammadiyah adalah teologi
"tradisional"- dan oleh sebab itu ia lebih dekat kepada sistem teologi
Asy’ariyah (Edy Suandi Hamid (ed), Rekontruklsi Gerakan
Muhammadiyah pada Era Multiperadaban UII Press:13).

Lewat telaah K.H. Ahmad Dahlan terhadap berbagai karya


para tokoh pembaharu di atas serta kitab-kitab lainnya yang
seluruhnya menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran
Islam dari berbagai ajaran sesat dengai kembali pada Al Qur'an dan
Sunnah Rasul beliau mendapatkan inspirasi yar kuat untuk
membangun sebuah gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tei dan
penuh disiplin guna dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah
Isl amar makruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat bangsa
Indonesia.

Dari sekian faktor yang melatar belakangi berdirinya


Muhammadiyal Prof. Mukti Ali dalam bukunya "Interpretasi

31
amalan Muhammadiyah' menyimpulkan adanya empat faktor yang
cukup menonjol, yaitu : 1. Ketidak bersihan dan campur aduknya
kehidupan agama Islam di lndonesia, 2. Ketidak effisienannya
lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, 3. Aktifitas misi-misi
Katholik dan Protestan; dan 4. Sikap acuh tak acuh, malah kadang-
kadang sikap merendahkan dari golongan inteelektual terhadap
Islam.

F. Lambang Muhammadiyah
1. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbenruk matahari yang
memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru,
dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah
matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab Muhammadiyah. Pada
lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat
tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid "Asyhadu
anla Ilaha Illa Allah" (Saya bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan
kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat
syahadat Rasul "Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi" (dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh
gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di
atas warna dasar hijau daun.

32
2. Maksud Lambang
Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan
(makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati
posisi sentral (heliosentris) itu menjadi titik pusat dari semua
planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari
dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang
sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang
ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku
dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak akan
mungkin hidup terus menerus.

Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta


manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi
penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi
seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah
akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara
spiritual, rohaniah bagi semua orang yang mau menerima pancaran
sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang
termuat dalam AI Qur'an dan as Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan
Iagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimatsyahadat.
Kehidupan ruhaniyah karena sinar dua kalimat syahadat itulah
digambarkan oleh surat al-Anfal 24 :"Wahai orang-orang yang
beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul

33
menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada
kalian".

Dua belas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru


mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga
Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang
mundur dan menyerah dari kaum Haiuary, yaitu sahabat nabi Isa
as. yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekat dan semangatnya
telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan

Mengabadikan mereka dalam salah satu ayat Al Qur'an, yaitu


surat as-Shaf ayat 14 “:
Wahai sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-
penolong (agama) sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada
kaum Hawary: "Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata
untuk menegakkan agama Allah), lalu segolongan bani Israil
beriman dan segolongan (yang lain) kafir : maka kami berikan
kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-
musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang.

Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan


kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif
lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah.
Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus)- ajaran ikhsan sebagai-
mana yang diajarkan Rasulullah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh

34
perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran
Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh K.H.A Dahlan. Sebab
telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan
yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apa pun tidak
ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shaad 73-85, as-
Shaffat 138, al-A'raf 11-18).
Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan
kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-
tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan
ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan
sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya' ayat 107).
     
Terjemahnya: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

BAB II

35
MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH

A. Sejarah perumusan
Segala hal yang dikerjakan oleh Muhammadiyah, didahului
dengan adanya maksud dan tujuan tertentu. Dan dengan maksud
dan tujuan itu pula yang akan mengarahkan gerak perjuangan,
menentukan besar-kecilnya kegiatan serta macam-macam amal
usaha Muhammadiyah. Berikut ini akan dijelaskan sejarah
perumusan serta pengertian yang terkandung di dalamnya.

Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri


sampai sekarang ini mengalami beberapa kali perubahan redaksional,
perubahan susunan bahasa dan istilah. Sekalipun begitu tidak
dengan sendirinya berubah isi dan jiwanya, karena hakekatnya
antara yang lama dan yang baru tetap sama.
Pertama:
Pada waktu permulaan berdirinya dirumuskan sebagai
berikut:
a. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w kepada
penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta
b. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Kedua:
Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar daerah Yogyakarta
dan berdiri beberapa cabang di beberapa tempat di wilayah Hindia
Belanda (Indonesia), maka rumusannya disempurnakan menjadi:
a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran

36
agama Islam di Hindia Belanda, dan
b. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan
agama Islam kepada sekutu- sekutunya.

Ketiga:
Sewaktu pemerintahan dan pendudukan facis Jepang (1942-
1945), di mana segala macam dan bentuk pergerakan mendapat
pengawasan yang sangat keras, tak terkecuali Muhammadiyah,
maka pada masa itu Jepang ikut berusaha mendikte rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah, sehingga rumusan dan tujuan
Muhammadiyah menjadi: "Sesuai dengan kepercayaan untuk
mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya di
bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang diperintahkan oleh
Tuhan Allah, maka perkumpulan ini :
a. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang
selaras dengan tuntunannya;
b. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum;
c. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya;
Kesemuanya itu ditujukan untuk berjaya mendidik

masyarakat ramai.

Empat:
Setelah masa kemerdekaan, dalam Muktamar Muhammadiyah
ke 31 di Yogyakarta tahun 1950, rumusan maksud dan tujuan
dirubah dan disempurnakan sehingga lebih mendekati jiwa dan gerak
yang sesungguhnya dari Muhammadiyah.
Rumusan berbunyi: "Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-rbenarnya"'.

37
Kelima :
Pada waktu Muktamar Muhammadiyah ke 34 yang
berlangsung pada tahun 1959 di Yogyakarta rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah hasil rumusan Muktamar Muhammadiyah
ke 31 disempurnakan redaksionalnya. Teradap dua kata yang
terdapat dalam rumusan yang terdahulu yaitu kata-kata dapat
mewujudka diubah menjadi 'terwujud'. Dengan perubahan tersebut
akhirnya rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang kelima
adalah sebagai berikut: "Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benamya".
Keenam:
Muktamar Muhammadiyah ke 41 yang diselenggarakan di Kota
Surakarta pada tahun 1985 tercatat sebagai Muktamar
Muhammadiyah yang sangat bersejarah. Dikatakan bersejarah
sebab pada waktu muktamar tersebut, disamping memutuskan hal-
hal pokok yang bersifat rutin, seperti merumuskan program
persyarikatan serta memilih anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah
ada pula keputusan yang sangat prinsip bagi Persyarikatan
Muhammadiya keputusan tersebut adalah menyangkut perubahan
Anggaran Dasar Muhammadiyah, antara lain pada rumusan nama
dan kedudukan, azas dan maksud tujuan Persyarikatan.
Sesungguhnya, bahwa alasan yang pertama-tama diadakannya
perubahan pada Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut adalah
dikarenakan telah disahkannya Undang-Undang Pokok Keormasan
nomor I tahun 1985. Di dalam UU tersebut intinya menegaskan
bahwa seluruh organisa masa (organisasi sosial), termasuk juga di
dalamnya organisasi Muhammadiyah harus mencantumkan Pancasila
sebagai satu-satunya azas organisasi.
Sesungguhnya bagi Muhammadiyah adanya keharusan untuk
mengubah asas seperti di atas dirasakan sangat berat sekali. Sebab
sesungguhnya inti atau ruh Muhammadiyah itu justru tergambar

38
dalam masalah asas dasar. Oleh karna itu Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dibawah kepemimpinan K.H. AR Fahruddin
berusaha dengan berpuluh kali menjelaskan kepada Pemerintah
(Presiden, Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Agama) bahwa
Muhammadiyah merasa berkeberatan sekali kalau harus merobah
asasnya yang semula berasas Islam' menjadi 'berasaskan Pancasila'.
Di samping itu untuk mengantisifasi adanya gerilya politik yang
dilakukan oleh berbagai fihak luar yang berusaha membujuk dan
menekan Pimpinan Muhammadiyah baik di tingkat Daerah
maupun tingkat Wilayah, PP Muhammadiyah mengeluarkan surat
edaran seluruh Pimpinan Muhammadiyah dari tingkat Pusat sampai
ke tingkat Daerah agar tidak ada seorangpun yang dengan
mengatasnamakan Pimpinan Muhammadiyah yang berhak
berbicara mengenai asas, kecuali Ketua PP Muhammadiyah (K.H.
AR Fahrudin) sebagai satu-satunya juru bicara Persyarikatan.
Namun ketika UU nomor 8 tahun 1985 telah terbit, yang berarti
bahwa semua lembaga sosial kemasyarakatan, baik senang ataupun
tidak senang harus tunduk terhadap UU tersebut, maka
Muhammadiyah selaku organisasi persyarikatan yang di dalam salah
satu sifat kepribadiannya telah mengatakan untuk mengindahkan segala
hukum, Undang-Undang serta dasar dan falsafah negara yang sah,
akhirnya harus juga menyesuaikan diri dengan Undang-Undang tersebut.

39
Adanya perobahan terhadap asas, memaksa pula untuk mengubah
maksud dan tujuan Muhammadiyah yang rumusannya adalah:
"Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah subhanahu
wa tadla".
Ketujuh
Muktamar Muhammadiyah ke 44 yang berlangsung di Jakarta pada
tanggal 7 sampai dengan 11 Juli 2000 dalam salah satu keputusannya telah
mengembalikan Islam sebagai asas persyarikatan. Hanya saja
perumusan asas Islam dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang
diubah dalam Muktamar ini tidak di cantumkan secara ekplisit dalam
salah satu pasal, melainkan dimasukkan ke dalam pasal 1 ayat (2), yang
berbunyi "Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah amar Ma,ruf
Nahi Munkar, berasaskan Islam yang bersumber pada al-Qurdn dan as-
Sunnah" .
Adapun alasan yang digunakan Muhammadiyah dalam
mengubah asas tersebut didasarkan pada hasil sidang Istimewa MPR
tahun 1998, yang dalam salah satu hasil ketetapannya, yakni TAP MPR
nomor XVIII/MPR/1998 yang Intinya menetapkan mengembalikan
fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini
mengandung pengertian bahwa Pancasila tidak harus dijadikan asas bagi
lembaga keagamaan, lembaga sosial kemsyarakatan maupun lembaga
politik sebagaimana yang semula diatur dalam UU nomor 5 tahun 1985
maupun UU nomor 8 tahun 1985.
Dengan demikian bagi organisasi politik (Partai), organisasai
kemasyarakatan dan keagamaan diberi kebebasan untuk menentukan
asas / dasarnya sejauh asas tersebut tidak bertentangan dengan dasar
negara.
Perubahan terhadap asas Muhammadiyah oleh Muktamar
dipandang tidak mengikuti dengan perubahan terhadap maksud dan
tujuan Muhammadiyah. Karena kalaupun rumusan maksud dan
tujuan Muhammadiyah dikembalikan sebagaimana rumusan sebelum
terjadinya perubahan pada waktu Muktamar ke 41tahun 1985 pada

40
hakekatnya tidak merubah substansi yang terkandung didalamnya.
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah masih tetap berbunyi:
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat utama, nikmuryang diridlai Allah subhanahu wa tadla".
B. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Dalam pasal ini hakekatnya memuat dua kompunen, yaitu
Maksud persyarikatan dan Tujuan Persy arikatan. Perubahan
terhadap pasal ini hanyalah nenyangkut pada rumusan tujuan,
sementara rumusan maksud yang berbunyi menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam tidak berubah sama sekali.
Sehingga dengan demikian rumusan maksud dan tujuan
Persyarikatan hasil Muktamar ke 41 adalah sebagai berikut
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu
wata'ala,

Penjelasan maksud dan tujuan Muhammadiyah


Maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang telah
dirumuskan dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Menegakkan, berarti membuat dan mengupayakan agar tetap
tegak dan tidak condong apalagi roboh; yang semua itu dapat
terealisaasikan manakala sesuatu yang ditegakkan tersebut
diletakkan di atas fondasi, landasan, atau asas yang kokoh dan
solid, dipegang erat-erat, dipertahankan, dibela serttl
diperjuangkan dengan penuh konsekuen.

41
b. Menjunjung Tinggi, berarti membawa atau menjunjung di atas
segala-galanya, mengindahkan serta menghormatinya.
c. Agama Islam, yaitu Agama Allah yang diwahyukan kepada para
RasulNya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa sampai
kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman, serta
menjamin kesejahteraan hakiki duniawi maupuu ukhrawi.
Rumusan maksud persyarikatan yaitu'menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam' seperti ini searti dan sejiwa
dengan ungkapan 'li ilai kalimatiilahi' (untuk menegakkan
kalimat Allah /Agama Allah atau Agama Islam).
d. Terwujud, berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan
wujudnya
e. Masyarakat utama, yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar
keutamaan dan kemaslahatan untuk kepentingan hidup umat
manusia, masyarakat yang selalu bersikap takzim terhadap Allah,
Tuhan Yang Maha Kuasa, mengindahkan dengan penuh
keikhlasan terhadap ajaran-ajaran-Nya, serta menaruh|
hormat terhadap sesama manusia selaku makhluk Allah yang
memiliki martabat ahsanu laawim.
f. Adil dan makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang di
dalamnya terpenuhi dua kebutuhan hidup yang pokok, yaitu:
1) Adil, suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek
batiniah, di keadaan ini bilamana dapat diwujudkan secara
konkrit, riel atau nyata maka akan terciptalah masyarakat
yang damai, aman dan tentram, sepi dari perasaan terancam
dan ketakutan.
2) Makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang positif dari
aspek lahiriyah, yang sering digambarkan secara sederhana
dengan rumusan terpenuhinya kebutuhan sandang, papan dan
kesehatan. Suatu keadaan masyarakat yang makmur

42
sejahtera, melimpah ruah segala kebutuhan aspek materiilnya,
dan sepi dari jerit tangisnya orang yang kelaparan dan
kesusahan.
3) Yang diridlai Allah Subhanahu Wata'ala, artinya dalam
rangka mengupayakan terciptanya keadilan dan kemakmuran
masyarakat maka jalan dan cara yang ditempuh haruslah
selalu bermotifkan semata-mata mencari keridlaan Allah
belaka. Rumusan tujuan Persyarikatan seperti di atas
sesungguhnya searti dan sejiwa dengan gambaran masyarakat
sebagaimana diisyaratkan dalam surat As-Saba' ayat 15
Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur' suatu negeri yang
baik, dan Tuhan pun melimpahkan ampunan-Nya.
Dengan ringkas dan dengan kata lain, bahwa maksud dan
tujuan Muhammadiyah ialah: "Membangun, memelihara dan
memegang teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran
dan faham-faham Iainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan
dalam diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh adil, makmur,
bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batin dalam naungan
dan ridla Allah SWT.

C. Tiga Identitas Muhamamdiyah

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan


Persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan
faktor-faktor yang melatar belakangi berdirinya, aspirasi, motif dan
cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa
di dalamnya terdapat ciri-ciri khusus, atau sibghah yang menjadi
identitas dari hakekat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah.
Ciri-ciri khas tersebut secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh

43
siapa pun yang secara sepintas mau memperhatikannya. Adapun
ciri-ciri dari perjuangan Muhammadiyah itu adalah:

1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam


Telah dturaikan dalam bab terdahulu, bahwa Persyarikatan
Muhammadiyah dibangun oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai hasil
kongkrit dari telaah dan kajian(taddabur) beliau terhadap AI-
Qur'anul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya menjadi faktor yang
paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Sementara faktor-faktor Iainnya dapat dikatakan sebagai faktor
penunjang atau faktor pemicu semata. Dengan ketelitiannya yang
sangat memadai setiap mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an, khususnya
ketika menelaah surat Ali Imran sampai 104, maka akhirnya
melahirkan amalan kongkrit yaitu Iahirnya persyarikatan
Muhammadiyah. Kajian serupa ini terus dikembangkan terhadap
ayat-ayat lainnya. Hasil kajian ayatl-ayat tersebut, yang oleh KHR.
Hadjid dinamakan: "Ajaran KH. Ahmad Dahlan dengan kelompok
17 ayat-ayat Al-Quran", di dalamnya tergambar secara jelas sekali
ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiannya
kepada Allah SWT".

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah


bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain
karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-

44
Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada
motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-
prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit. Segala
yar dilakukan oleh Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan
dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumah tanggaan,
perekonomian dan sebagainya, tak dapat dilepaskan dari ajaran-
ajaran Islam. Tegasnya Gerakan Muhammadiyah hendak berusaha
untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riel, kongkrit
dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan dan dinikmati oleh umat
sebagai "rahmatan lilalamin".

2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam


Ciri kedua dari Gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai
Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Ciri yang
kedua ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat
tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Hal ini diakui oleh
beberapa fihak yang menyatakan bahwa Muhammadiyah terlihat
sebagai pergerakan dakwah yang menekankan pengajaran serta
pendalaman nilai-nilai Islam dan memiliki kepedulian yang sangat
besar terhadap penetrasi misi Kristen di Indonesia. (Alwi Shihab,
Islam Inklusif: 304).

Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama

45
yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal
dari pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an
al-Karim, terutama sekali surat Ali Imran ayat 104, Berdasarkan
pada ayat inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi
dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam,
aaml makruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan atau
kancah perjuangannya. Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah
masyarakat Indonesia dengan membangun berbagai amal usaha
yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak semacam
berbagai ragam lembaga pendidikan dari sejak Kanak-kanak hingga
Perguruan Tinggi, membangun sekian banyak Rumah Sakit, Panti-
panti Asuhan, dan sebagainya. Seluruh amal usahal
Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi
atau perwujudan dakwah Islamiyah. Semua amal usaha diadakan
dengan niat dan tujuan yang tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana
dan wahana dakwah Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Al-
Qur'an dan As-Sunnah Shahihah.

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)


Ciri ketiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah
adalah sebagai Gerakan tajdid atau Gerakan Reformasi. Makna
tajdid dari segi bahasa berarti pembaharuan, dan dari segi istilah
tajdid memiliki dua arti, yakni (a) pemurnian, dan (b) peningkatan,

46
pengembangan, modernisasi, dan yang semakna dengannya.

Arti "pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan


matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-
Qur'an dan as-Sunnah-Shahihah. Sedang arti "peningkatan,
pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya", tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan
ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan
as Sunnah shahihah (Said Agil Husein al-Munawar,Muhammadiyah
dalam Kritik ). Pada pengertian tajdid dalam arti pemurnian ini
Bernard VIekke dan Wertheim misalnya, mengkategorikan
Muhammadiyah sebagai gerakan puritan yang menjadikan fokus
utamanya "Pemurnian atau pembersihan ajaran-ajaran Islam dari
sinkritisme dan belenggu formalisme (Alwi Shihab). Sementara
K.H. Ahmad Siddiq, seorang tokoh ulama Nahdliyin dari Malang
menjelaskan bahwa nakna tajdid dalam arti pemurnian (purifikasi)
menyasar pada tiga sasaran, ynilu:
a. I'adah atau pemulihan; yaitu membersihkan ajaran Islam yang
tidak murni lagi.
b. Iba:nah atau memisahkan; yaitu memisah-misahkan secara
cermat oleh ahlinya, mana yang sunnah dan mana pula yang
bidah.
c. Ihya' atau menghidup-hidupkan; yaitu menghidupkan ajaran-
ajaran Islam yang belum terlaksana atau yang terbengkalai.

47
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian di atas,
khususnya pada pengertian yang kedua, yaitu tajdid dalam arti
pembaharuan diperlukan aktualisasi fikiran yang cerdas dan fitri,
serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Bagi
Muhammadiyah, diyakini bahwa tajdid merupakan salah satu watak
dari ajaran Islam.

Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai


salah satu organisasi yang berkhidmat menyebar luaskan ajaran
Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an dan as-
Sunnah.. Bersamaan dengan itu sekaligus membersihkan berbagai
amalan umat yang terang-terangan menyimpang dari prinsip-
prinsip ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, bid'ah, taqlid dan
" tawasul lewat Gerakan Dakwah. Muhammadiyah sebagai satu
mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu
Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaan nafas, ruh dan
semangat, yaitu memerangi secara total terhadap berbagai
penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid'ah dan
taqlid. Sebab semua itu merupakan benalu beracun yang dapat
merusak aqidah dan ibadah seorang.

Sifat tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah


di samping berupaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai

48
kotoran yang menempel pada tubuhnya, juga termasuk upaya
Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara
pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat,
semacam penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan shalat id dan pelaksanaan
Qurban, dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam
pengertian pemumian dapat disebut purifikasi, pemurnian
(purification), dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut
reformasi, pernbaharuan (reformirtion).
Dan dalam hubungannya dengan salah satu ciri
Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid, maka Muhamamdiyah
dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan sekaligus
Gerakan Reformasi.

D. Amal Usaha Muhammadiyah


Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan
besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah.
Sudah barang tentu pada mula-nya usahanya belum sebesar yang
ada sekarang ini, lebih-lebih pada saat itu banyak pula rintangan
dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum
dapat menerima cara pemahaman agama Islam K.H.A Dahlan
maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi

49
nenek-moyangnya.

Segala rintangan dan halangan tersebut, sama sekali tak


mengurangi usaha Muhammadiyah. Dengan segala kesabaran dan
keuletannya K.H. Ahmad Dahlan terus berusaha mengatasinya tanpa
memperhatikan betapa beratnya rintangan dan halangan. Halangan
dan rintangan justru dipandang sebagai pupuk yang bertaburkan
perkembangan Muhammadiyah

K.H. Ahmad Dahlan sendiri memiliki tekad dan semangat


yang tak kunjung padam. Untuk menjaga agar tak gentar
menghadapai segala tantangan, di antaranya beliau menulis suatu
hadis Nabi di tembok rumahnya, yang artinya niscaya orang yang
berpegang pada Sunnahku ketika umatku telah rusak, ibarat seseorang
yang menggengam bara api. Dan di bawahnya diberi catatan berikut:
"karena tidak ada yang mendukung untuk menyelujuinya". Begitulah
kekerasan dan keyakinan dalam berjuang menegakkan dan
menyiarkan agama Islam, sehingga pada akhirnya berhasil
menanamkan jiwa dan amalan agama yang bersih dan lurus
sebagaimana yang ditentukan oleh Al Quran maupun as Sunnah.

Dengan pengajian-pengajian dan tabligh-tablighnya,beliau


selalu menekankan agar menegakkan Islam yang benar, jangan
sampai dirusak oleh berbagai macam bid'ah dan khurafat meskipun

50
hanya sedikit Selain itu setiap habis pengajian selalu diikuti dengan
pengamalan apa yang telah diketahui dan dikajinya.

Di sinilah kelebihan K.H. Ahmad Dahlan. Dalam setiap


pengajian beliau selalu menganjurkan sekaligus melaksanakan
bersama-sama isi pengajiannya, sehingga Islam tidak hanya bersifat
ucapan akan tetapi nyata-nyata menjadi bukti amalan yang konkrit.

Usaha yang mula-mula, di samping dalam bidang


pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih
banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam
seperti:
1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa=Tingkep): yaitu
selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan
ke tujuh, kebiasaan merupakan peninggalan dari adat istiadat
Jawa kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari
kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama
cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti
buah delima, buah jeruk dan lain-lain. Masing-masing daerah
berbeda-beda cara dan macam upacara menujuhbulani ini, tapi
pada dasarnya berjiwa sama yaitu dengan maksud mendo'akan
bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam
kandungan ibu.
2. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari
kepercayaan Islam sendiri, seperti; selamatan untuk
menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani Syekh Saman dan
lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan main
banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat
(pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain
itu terdapat pula kebiasan membaca barzanji, yaitu suatu karya
51
puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada
nabi Muhammad s.a.w. yang disalah artikan.
Sebenarnya Muhammadiyah sama sekali tidak anti terhadap
unsur kesenian yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi adanya
kecenderungan yang kuat untuk mengkultuskan pribadi nabi
sehingga dikhawatirkan merusak kemurnian tauhid. Sebagai contoh
misalnya seperti pembacaan kitab Barzanji, di saat sampai pada
episode Nabi Muhammad s.a.w hijrah dari Mekkah ke Madinah,
sesaat sampai di Madinah sejarah tercatat kehadirannya dielu-
elukan oleh penduduk Madinah. Dalam kalimat Asyraqal Radrual
aina"atau lebih popular disebut Srokal maka para pembaca bangkit
berdiri dengan d i s e r t a i keyakinan "Roh Nabi" hadir ditengah-
tengah majlis mereka. Keyakinan seperti itu oleh Muhammadiyah
dikategorikan sebagai perbuatan bid'ah. Dalam sebuah hadist
diriwayatkan bahwa ketika beberapa sahabat sedang berkumpul di
suatu majlis, tiba-tiba Rasulullah saw hadir. Maka secara spontan
para sahabat berdiri untuk menghormatinya. Seketika itu
Rasulullah saw melarang mereka untuk berdiri. Dengan
mencermati substansi hadist ini maka jelaslah bahwa Rasulullah
saw melarang dirinya dikultus individukan oleh umatnya. Begitu
pula perayaan "Khaul", atau yang lebih populer dengan sebutan
khal, yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang
setiap tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan

52
secara besar-besaran terhadap arwah orang-orang alim, dengan
upacara yang berlebih-lebihan, dipandang dapat mengeruhkan jiwa
tauhid. Dan dalam hal serupa diberantas kebiasaan meminta-minta
rejeki, keselamatan, jodoh dan lain-lain kepada kuburan-kuburan
keramat.
3. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang hanya
khusus dibaca pada malam Jum'at, dan hari-hari tertentu adalah
suatu bid'ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu
dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tak ada dasarnya dalam
agama, juga harus ditinggalkan; yang boleh ialah ziarah kubur
dengan rujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap
makhluk Allah.
Mendo'akan kepada orang yang masih hidup atau pun yang
sudah mati justru sangat dianjurkan oleh Islam. Demikianjuga
memperbanyak dzikir adalah merupakan amalan yang utama sekali
yang sangat dianj'urkan oleh agama.
Dzikir atau ingat kepada Allah dapat berbentuk ta'awudz,
takbir, Tahlil, Basmalah, dan sebagainya. Dan di antara sekian
macam dzikir, maka mengucapkan tahlil adalah merupakan ucapan
yang paling utama. Hal ini didasarkan pada hadist RasuluIIah afdlalu
adz-dzikri la: ilaha illa Allah" sebagus-bagus ingat kepada Allah
adalah mengucapkan la: ila.ha illa Allah.
Menurut tunTunan Islam dzikir kepada Allah dilakukan
seseorang dalam upaya untuk mensucikan batin (tazkiyyatun nafsi)
dan menenteramkan hati.
Akan tetapi kalau niat membaca Al- Quran atau bacaan lain
seperti tahlil (membaca la. la:ha illa Allah) dimaksudkan agar
pahala yang didapatkannya bias dihadiahkan kopada jenazah yang
ada dalam kubur jelas tidak berdasar pada agama, oleh karena itu
harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan lawatan pada hari
kematian ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, ke setahun dan ke 1000hari

53
merupakan bid'ah yang mesti ditinggalkan dari peribadatan Islam.
Selain yang tersebut di atas, sebagai usaha untuk menegakkan
aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai
dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha
di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan dan politik yang
telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah.

Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan


sedikif bicara banyak bekerja", tidak saja sekedar semboyan di
bibir, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh
karena itu tidak mengherankan, bila muhammadiyah yang hanya
memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup
banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat
dibuktikan, sebagai berikut:

1. Bidang Keagamaan

Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan


Muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha
Muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang
lainnya tak lain dari dorongan keagamaan semata-mata (karena
baik kegiatan bersifat kemasyarakatan, perekonomian, pendidikan,
sampai pun yang digolongkan pada politik semua tak dapat
dipisahkan dari jiwa, dasar dan semangat keagamaan.

54
a. Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang
menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara
tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa
dalam bidang keagamaan serta memberi tuntunan mengenai
hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum.

b. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai


dengan
contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah.
c. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah Puasa dan Hari
Raya dengan jalan perhitungan "Hisab" atau "astronomi" sesuai
dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
d. Mendirikan mushalla khusus bagi kaum wanita, yang
merupakan usaha pertama kali diselenggarakan oleh umat Islam
Indonesia. Selain meluruskan arah kiblat yang ada pada masjid-
masjid dan mushalla-musllah sehingga sesuai dengan arah yang
benar menurut perhitungan garis lintang.
e. Melaksanakan dan mensponsori pengeluaran zakat pertanian,
perikan, peternakan dan hasil perkebunan; serta mengatur
pengumpulan, pembagian zakat fitrah sehingga benar-benar
sampai ke tangan yang berhak.
f. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera
dan keluarga berencana
Dapat dikatakan, bahwa Majelis Tarjih merupakan lembaga
yang di dalamnya berkumpul banyak ulama dalam berbagai
bidang keahlian, adalah sebuah lembaga yang cukup
berpengaruh dan berwibawa baik ke dalam Muhammadiyah
sendiri maupun umat Islam di luar Muhammadiyah. Karena
setiap kali Muktamar Tarjih juga diundang serta dihadiri juga
oleh ulama-ulama dan cendekiawan dari luar Muhammadiyah
untuk ikut serta membahas berbagai persoalan agama (bahstu
masaili ad-diniyah) yang telah diagendakan.
g. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak bisa
dipisahkan dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh

55
karena itu pada tempatnya bila Menteri Agama yang pertama
dipercayakan di pundak tokoh Muhammadiyah, dalam hal ini H..
Moch. Rasyidi B.A. yang pada perjalanan akan demiknya telah
berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Sorbone Perancis
dan menjadi guru besar (Profesor) di Universitas Indonesia.
Begitu pula usaha-usaha penyempurnaan pengangkutan jama'ah
haji Indonesia, nama H. Syudjak sebagai tokoh PKU
Muhammadiyah, tak bisa dilupakan atas jasa-jasanya, karena
hingga sekarang ini umat Islam Indonesia bias menikmati
perintisannya.
h. Tersusunnya rumusan tentang "Matan Keyakinan dan Cita-cita
htdup Muhammadiyah" adalah suatu hasil yang sangat besar,
penting dan belum ada duanya di Indonesia sampai dewasa ini.
Di mana sebuah organisasi Islam secara bulat mampu menyusun
mengenai pokok-pokok agama Islam secara sederhana,
mencakup dan tuntas.
i. Penanaman kesadaran dan kenikmatan beragama, beramal dan
berorganisasi; dengan kesadaran itu maka tumbuh dan
berkembang hasil-hasil yang nyata di berbagai wilayah berupa
tanah wakaf, infaq, bangunan-bangunan, kesediaan
mengorbankan harta untuk kepentingan agama dan sebagainya.
2. Bidang Pendidikan
Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi
lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode
pengajaran yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun
harus diadakan perombakan yang mendasar.
Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi
memisah-misahkan antara pelajaran yang dianggap agama dan
pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakekatanya
merupakan usaha yang sangat penting dan besar. dengan sistem
tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh
kepribadiannya, tidak terbelah menjadi pribadi yang umum atau

56
berilmu agama saja.
Menjadi kenyataan yang sampai sekarang masih dirasakan
akibatnya, adalah adanya sekolah-sekolah yang bersifat netral
terhadap agama, di mana akhirnya tidak sedikit para siswanya
hanya memiliki keahlian dalam bidang umum dan tidak
mempunyai keahlian dalam bidang agama. Dengan kenyataan ini
banyak orang yang mudah goyah dan goncang hidupnya dalam
menghadapi bermacam-macam cobaan.
Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistim
sekolah umum dan sistim pesantren, maka ditempuh usaha
perpaduan antara keduanya, yaitu dengan:
a. Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke
dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan
b. Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan
pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dengan usaha
perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama
dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan
agama.

3. Bidang Kemasyarakatan
Muhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang
mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar
dalam bidang kemasyarakatan, Sudah dengan sendirinya banyak
usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:
a. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala
peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin,
apotik dan sebagainya,
b. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun
putri,untuk menyantuni mereka.
c. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan toko buku,
yang banyakl mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan
buku-buku yang sangatl membantu penyebar-luasan faham-

57
faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.
d. Pengusahaan dana bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan
pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usia telah tua
atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai
hidup sepanjang tuntunan Ilahi.
Seperti diketahui, keluarga adalah masyarakat dalam
bentuknya yang terkecil. Dari keluarga akhirnya terbentuk suatu
kehidupan bersama dan terjadi saling hubungan anggota keluarga
baik, maka bisa dipastikan kehidupan masyarakatnya pun baik pula;
sebaliknya bila keluarga-keluarga sama berantakan dalam kehidupan
mereka maka tak ada lagi, kehidupan masyarakat juga ikut hancur.
Oleh karena itu Muhammadiyah berusaha mewujudkan usaha
keluarga yang sejahtera lahir dan batin, dengan membentuk unit-
unit perencanaan keluarga sejahtera di tiap-tiap wilayah dan daerah
di seluruh Indonesia.

4. Bidang Politik Kenegaraan


Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak
akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan
keyakinannya bahwa agama Islam adalah agama yang mengatur
segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya
segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang
garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi,
jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan
pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah
Islam Amar Makruf dan Nahi Munkar, dan sama sekali tidak
bermaksud menjadi sebuah partai politik.
Atas dasar pendirian itulah, K.H. Ahmad Dahlan ikut duduk
menjadi pengurus Budi Utomo atau pun menjadi penasehat pimpinan
Sarekat Islam. Begitu pula pemimpin-pemimpin Muhammadiyah
yang lain seperti K.H. Fakhruddin, KH. Mas Mansyur, Ki Bagus
Hadikusumo dan Prof. Hamka pada dasarnya mempunyai pendirian
yang sama.

58
Tak dapat disebutkan satu per satu seluruh perjuangan
Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik
kenegaraan, hanya beberapa di antaranya:
a. Pemerintah kolonial Belanda selalu berusaha agar
perkembangan agama Islam bisa dikendalikan dengan
bermacam-macam cara, di antaranya menetapkan agar semua
binatang yang dijadikan "qurban" harus dibayar pajaknya. Hal
ini ditentang oleh Muhammadiyah, dan akhirnya berhasil
dibebaskan.
b. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan
penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan Agama
di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam,
juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke
arah cita-cita itu.
c. Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula
pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya
partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu'allimin
Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
Malahan setelah beberapa tahun lamanya akibat kekosongan
partai politik yang sejiwa dengan kehendak Muhammadiyah,
akhirnya tahun 1967 Muhammadiyah tampil lagi sebagai tulang
punggung utama berdirinya Partai Muslimin Indonesia.
d. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia
di kalangan umat Islam Indonesia, dengan menggunakan bahasa
Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khutbah atau pun
tulisan-tulisannya. Pada saat mana kalau terdengar semboyan
nasionalisme terus dituduh sebagai pembawa fanatisme
ashabiyah atau fanatik golongan. Dan untuk menghadapi reaksi
tersebut dikumandangkan semboyan : Hubbul wathan minal
iman = cinta tanah air adalah satu cabang keimanan.
e. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia pernah seluruh bangsa
Indonesi diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan

59
bangsa Jepang. Tak terkecuali Muhammadiyah pun diperintah
untuk melakukan Sei-kerei membungkuk tanda hormat kepada
Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Tentu
saja perintah Dai Nippon tersebut ditolak oleh Muhammadiyah,
karena sei-kerei tak lain dari perbuatan syirik, yaitu
menyekutukan Tuhan Allah.
f. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAl (Majelis Islam A’la
Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan
Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen
di zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan-kegiatan Islam
International, seperti Konferensi Islam Asia Afrika dan
Muktamar Masjid se Dunia dan sebagainya Muhammadiyah
aktif mengambil bagian di dalamnya.
g. Pada saat partai politik yang bisa menyalurkan cita-cita
perjuangan Muhammadiyah tidak ada, dan dalam keadaan yang
memaksa sekali Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah
Islam amar makruf nahi munkar yang sekaligus mempunyai
fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967,
Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi
kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.
Apa yang telah dikemukakan di atas adalah gambaran
ringkas dari seluruh kegiatan amal dan usaha Muhammadiyah
selama ini. Kini serta besok akan beramal tak ada henti-hentinya,
sebagaimana firman Allah: "Dan katakanlah Beramallah kamu
semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin
menjadi saksi". Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasai
di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat
Muhammadiyah diYogyakarta.
E. Perkembangan Muhammadiyah
Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju
dan berkembang ke mana-mana. Tak sedikit halangan dan

60
tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang
akhirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan
Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling
timur, dari wilayah paling utara maupun selatan Indonesia, telah
dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa
Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia,
di samping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya
dalam menyiarkan Islam sesuai dengan faham yang dikini
Muhammadiyah.

Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat


dibedakan menjadi:
1. Perkembangan secara vertikal; yaitu perkembangan dan
perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air,
berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-
daerah di tiap-tiap kabupaten/kota-madya, cabang-cabang dan
ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-
mana.
2. Perkembangan secara horizontal; yaitu perkembangan dan
perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai
bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena
bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan
oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuan-nya,
Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan
sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-
kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.
Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi
Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk,

61
dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah
tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi
otonom (ORTOM).

62
BAB III
STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH

63
1. Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah:
o Pimpinan Pusat
o Pimpinaan Wilayah
o Pimpinaan Daerah
o Pimpinan Cabang
o Pimpinan Ranting
o Jama'ah Muhammadiyah
2. Pembantu Pimpinan Persyarikatan
o Majelis
 Majelis Tarjih dan Tajdid
 Majelis Tabligh
 Majelis Pendidikan Tinggi
 Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
 Majelis Pendidikan Kader
 Majelis Pelayanan Sosial
 Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
 Majelis Pemberdayaan Masyarakat
 Majelis Pembina Kesehatan Umum
 Majelis Pustaka dan Informasi
 Majelis Lingkungan Hidup
 Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
 Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
o Lembaga
 Lembaga Pengembangan Cabang dan
Ranting
 Lembaga Pembina dan Pengawasan
Keuangan
 Lembaga Penelitian dan Pengembangan
 Lembaga Penanganan Bencana
 Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh
 Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
 Lembaga Seni Budaya dan Olahraga

64
 Lembaga Hubungan dan Kerjasama
International
3. Organisasi Otonom
o Aisyiyah
o Pemuda Muhammadiyah
o Nasyiyatul Aisyiyah
o Ikatan Pelajar Muhammadiyah
o Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
o Hizbul Wathan
o Tapak Suci

B. Pembantu Pimpinan Persyarikatan Majelis, Lembaga, dan


Biro
Untuk membantu pimpinan Persyarikatan melaksanakan
program-program persyarikatan, dibentuk satuan organisasi
Pembantu Pimpinan (Majelis/Lembaga/Badan/Biro) yang dibentuk
dan bertanggungjawab kepada Pimpinan Persyarikatan masing-
masing tingkat.  
1. Majelis
Majelis adalah unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan
yang diserahi tugas sebagai penyelenggara amal usaha, program,
dan kegiatan sesuai dengan kebijakan Pimpinan Persyarikatan
masing-masing tingkat.  Untuk informasi mengenai Majelis dapat
klik di sini. 
2. Lembaga

Lembaga adalah unsur Pembantu Pimpinan yang diserahi

65
tugas dalam bidang tertentu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang
Lembaga dapat klik di sini. 
3.  Badan/Biro .
Badan/Biro adalah unsur Pembantu Pimpinan yang diserahi
tugas membantu penyelenggaraan administrasi dan manajemen
Persyarikatan.

 Fungsi, Tugas dan Wewenang Pembantu Pimpinan


Majelis berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan
Persyarikatan dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan penyelenggaraan amal usaha, program dan kegiatan
sesuai dengan kebijakan Persyarikatan. Majelis bertugas secara
operasional menyelenggarakan amal usaha, program dan kegiatan
sesuai dengan kebijakan Pimpinan Persyarikatan. Majelis
berwenang mengarahkan, memutuskan dan memberi tuntutan
teknis operasional pelaksanaan program dalam bidangnya masing-
masing.
Lembaga berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan
Persyarikatan dalam pelaksanaan keputusan dan kebijakan
Persyarikatan, sesuai bidang tugasnya. Lembaga bertugas
membantu Pimpinan Persyarikatan dalam bidang tertentu yang
bersifat pelaksanaan kebijakan. Lembaga berwenang mengadakan
kegiatan setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan

66
Persyarikatan.
Badan / Biro berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan
Persyarikatan dalam pelaksanaan administrasi dan manajemen
Persyarikatan. Badan / Biro bertugas membantu Pimpinan
Persyarikatan dalam penyelenggaraan administrasi dan manajemen
Persyarikatan. Badan / Biro berwenang member tuntunan teknis
administrasi dan manajemen atas nama Pimpinan Persyarikatan.

C. Gambaran Umum
Organisasi Otonom Muhammadiyah ialah organisasi atau
badan yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang
dengan bimbingan dan pengawasan, diberi hak dan kewajiban
untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga
Persyarikatan Muhammadiyah tertentu dan dalam bidang-bidang
tertentu pula dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
Persyarikatan Muhammadiyah.

C. Struktur dan Kedudukan


Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah sebagai badan
yang mempunyai otonomi dalam mengatur rumah tangga sendiri
mempunyai jaringan struktur sebagaimana halnya dengan
Muhammadiyah, mulai dari tingka pusat, tingkat propinsi, tingkat
kabupaten, tingkat kecamatan, tingkat desa, dan kelompok-
kelompok atau jama’ah – jama’ah.
67
Ortom Muhammmadiyah dibentuk di lingkungan
Persyarikatan Muhammadiyah jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

1.  Mempunyai fungsi khusus dalam Persyarikatan Muhammadiyah


2.  Mampunyai Potensi dan ruang lingkup nasional
3.  Merupakan kepentingan Persyarikatan Muhammadiyah
 
Pembentukan Ortom Muhammadiyah ditetapkan oleh Tanwir
Muhammadiyah (Lembaga Permusyawaratan Tertinggi setelah
Muktamar Muhammadiyah) dan dilaksanakan dengan Keputusan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adapun tujuan pembentukan
Ortom Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1.       Efisiensi dan efektifitas Persyarikatan Muhammadiyah
2.       Pengembangan Persyarikatan Muhammadiyah
3.       Dinamika Persyarikatan Muhammadiyah
4.       Kaderisasi Persyarikatan Muhammadiyah
 
 D. Hak dan Kewajiban
Dalam kedudukannya sebagai organisasi otonom yang
mempunyai kewenangan mengatur rumah tangga sendiri, Ortom
Muhammadiyah mempunyai hak dan kewajiban dalam
Persyarikatan Muhammadiyah ialah sebagai berikut: 
1. Melaksanakan Keputusan Persyarikatan Muhammadiyah
2. Menjaga nama baik Persyarikatan Muhammadiyah
3.Membina anggota-anggotanya menjadi warga dan anggota

68
Persyarikatan Muhammadiyah ynag baik
4. Membina hubungan dan kerjasama yang baik dengan sesama
ortom
5. Melaporkan kegiatan-kegiatannya kepada pimpinan
Persyarikatan Muhammadiyah
6. Menyalurkan anggota-anggotanya dalam kegiatan gerak dan
amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya. 
Adapun hak yang dimiliki oleh Ortom Muhammadiyah ialah
sebgai berikut : 
1. Mengelola urusan kepentingan, aktivitas dan amal usaha yang
dilakukan organisasi otonomnya
2.Berhubungan dengan organisasi/ Badan lain di luar Persyarikatan
Muhammadiyah
3.Memberi saran kepada Persyarikatan Muhammadiyah baik
diminta atau atas kemauan sendiri
4.  Mengusahakan dan mengelola keuangan sendiri
E.  Cara kerja Kolegial Muhammadiyah
1. Pengertian Kolegial
Menurut bahasa Kolegial berasal dari kata collective yang
berarti bersama-sama. Sedangkan menurut istilah, Kolegial berarti
cara bekerja tim, yaitu bekerja bersama-sama dengan maksud dan
tujuan yang sejalan.

Salah satu butir dalam kebribadian Muhammadiyah berbunyi;


“Muhammadiyah mengeandalkan Ukhuwah Islamiyah”.
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat
(Q.S Al Hujurat : 10).”

69
Adapun cara kerja kolegial Muhammadiyah sebagai berikut:

1. cara kerja kepemimpinan kolegial dalam muhammadiyah


Persaudaraan secara islam dalam muhammadiyah tercermin
dari cara kerja orang – orang muhammadiyah, baik dalam kaitan
langsung dengan oraganisasi maupun tidak. Kepemimpinan dalam
muhammadiyah sangat perlu mendapat perhatian oleh segenap
warga muhammadiyah di semua tingkatan, mulai dari tingkat
pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan
cabang, dan pimpinan ranting. Memang, sistem organisasi
(khususnya administrasi muhammadiyah) cukup rapi, struktur
kepemimpinannya jelas, walaupun jalan kepemimpinannya
bervariasi dan penuh dinamika, sesuai situasi di mana
muhammadiyah itu berada. Menjadi pimpinan di muhammadiyah
berarti ikhlas berkorban, siap berpikir dan siap bekerja. Hal ini
terkait dengan keberadaan amal usaha yang harus dijalankan oleh
muhammadiyah, terkait dengan muhammadiyah sebagai organisasi
dakwah, terkait dengan organisasi pembaharu. Sebagai pimpinan di
muhammadiyah dituntut untuk dapat menjadi teladan atau panutan
bagi warganya dan masyarakat sekitarnya, yang mampu
memelihara citra muhammadiyah, memelihara pandangan
masyarakat terhadap muhammadiyah. Menjadi pimpinan
muhammadiyah sepatutnya dapat menambah bilangan kebaikan

70
bagi masyarakatnya, menambah kesejukan di mana ia bertempat
tinggal, dapat menjadi penggerak bagi ukhuwah islamiyah. Sebagai
pimpinan muhammadiyah harus dapat berpandangan luas dan
objektif dalam menyikapi segala persoalan organisasi, termasuk
pula dalam menyikapi dinamika masyarakat. Betapapun juga
organisasi muhammadiyah merupakan lapangan buat beramal
saleh, buat bekerja untuk kepentingan ummat, buat menjalankan
dakwah islamiyah. Hal ini perlu dicamkan oleh setiap pimpinan
pada setiap tingkatan. Dengan demikian seorang pimpinan tidak
akan muyak atau bosan dalam menjalankan organisasi, apalagi
harus putus asa. Untuk mendirikan dan menggerakan koperasi,
maka diperlukan sumber daya manusia yang memadai, tentunya
juga dukungan para ‘orang kaya’ Muhammadiyah. Di sinilah,
diperlukan adanya unsur pimpinan yang termasuk ‘kuat kantong’
untuk mendorong bagi pelaksanaan peran Muhammadiyah dalam
meningkatkan ekonomi ummat.
Beberapa contoh pengaplikasian cara kerja kolegial
muhammadiyah dalam lingkungan antara lain,
Dalam mengambil keputusan penting, misalnya yang menyangkut
diri pribadi seorang personil, jangan buru –buru diambil keputusan
kalau pserta rapat tidak lengkap adalah tidak baik jika seoranag
seorang pemimpin rapat memaksakan kehendaknya untuk

71
mengambil keputusan baik dilihat dari segi etika aberorganisasi
ataupun maupun dari segi kolegalitas, itu tidak sesuai. Apabila
timbul ketidakserasian dan ketidakkompakan salah satu
penyebabanya adalah karena ditinggalkanya semangat kolegalitas.
Dalam kolegalitas tidak berarti bahwa orang harus mengerjakan
satu pekerjaan, tidak demikian tapi pembagian hak juga harus ada.
Contoh lain, pimpinan wilayah yang terdiri dari 13 orang, yang
mana merka adalah berestatus sama sebagai anggota pimpinan
wilayah . kata “ pemimpin” dalam AD/ART muhammadiyah itu
berarti pimpinan yang beranggotakan 13 orang itu bukan berarti
hanya ketua atau ketua dan sekretaris. Ketua dan sekretaris
menanadatangani SK adalah atas nama pimpinan ( berdasarkan
ART karenanya ketua dan sekretaris sebenarnya tidak boleh
menandatangani SK atau surat lalinya yang isinya tidak
berdasarkan kesepakatan atau kebijakan pimpinan yang berarti
semua anggota pimpinan itu). Itu logis, sebab konsekuensinya dari
SK/surat lainya itu yang memikul adalah pemimpinseperti
misalnya yang menyangkut keuangan dan kebendaan yang lain
dalam waktu yang sangat mendesak sekali, boleh mengeluarkan
SK/surat – surat lain dengan keharusan tapi juga dalam pergaulan
antar kaum muhammadiyah, bersaudra atau persaudaraan adalah
berkawan, bersahabat sepertiaantar saudara kandung. Ukuran

72
persaudaraan itu standardnya adalah seperti saudara kandung,
walau tidak 100% sama. setidak tidaknya dengan memberikan
secara tertulis apabila tidak dapat dilakukan rapat dengan segera.
Kolegalitas ini tidak hanya tercermin dalam tata organisasi,
menyampaikan halnya kepada anggota pimpinan yang lain dalam
satu rapat, setidak tyang Jadi, apapun yang terjadi , Cara kerja
persyarikatan muhammadiyah dari pimpinan pusat hinngga ranting
dilaksanakan secara kolegial artinya secara kerja sama dalam
semangat persaudaran atau kekeluargaan secara ikhlas, rela
berkorban, siap berpikir dan siap bekerja keras.
Dalam persahabatan,berkawan, berkenalan bahkan dalam
bersaudara terlanjur ada aturan pergaulan , ada tatakrama, ada
adab, ada etika, kurang menjaga tatakrama dapat menajuhkan
seseorang dari orang lain. Tata pergaulan dalam dunia usaha tentu
lain faktor yang menjadi perekat berbeda dengan perekat dalam
pergaulan keagamaan dan sosial. Saling mengambil keuntungan
itulah ciri tata krama dalam dunia usaha seperti ini dapat
diberlakukan dalam persaudaraan muhammadiyah.
Sikap polisi terhadap tersangka, polisi terus menerus mengorek
kelemahan tersangka sebaliknya tersangka, berusaha menghindari
dari sangkaan polisi. Karikaturnya seperti kucing dan tikus, sikap
sepeprti polisi ini tidak cocok diterapkan dalam muhammadiyah

73
anak – anak TK, SD, diberikan pelajaran yang berupa permainan
yang melibatkan semua anak atau kelompok anak SD, SMP, SMA
diberikan pelajaran olahraga. Menyanyi dan kesenian yang anak –
anak itu semuanya mengambil bagian, itu semuanya mempunyai
nilai memmupuk rasa kolegialitas, solidaritas, pengaji, rapat akbar,
muktamar mempunyai nilai kebersamaan , persaudaran legalitas.
Dalam persahabatan, berkawan, berkenalan bahkan dalam
bersaudara kandung ada aturan pergaulan, ada tata krama, ada
adab, ada etika,Karena itu pengajian , tabliq diranting dan cabang
sangat penting dihidup-hidupkan. Terutama dilingkungan ranting,
sekurang-kurangnya satu kali seminggu diadakan pengajian, lebih
baik tempatnya bergilir dari rumah kerumah anggota. Pertemuan
seperti itu sangat bermakna bagi mengalang persaudaraan, ukuwah
islamiyah. Dalam pengajian seperti itu, tidak harus di isi dengan
terlalu banyak pelajaran agama. Sedikit tetapi mendalam itu lebih
baik atau hal-hal yang prinsip saja, amal usaha muhamadiyah
seperti sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit merupakan
kelompok bahkan kelompok besar, yang jumlah anggota
kelompoknya dapat melebihi dari jumlah anggota disuatu ranting
dan cabang. Dahulu memang belum ada kelompok-kelompok besar
seperti itu, diluar unit organisasi, ranting, cabang, daerah tetapi
sekarang sudah menjadi kenyataan.Hanya bedanya kelompok

74
tersebut bukan berdasarkan domosili, tetapi berdasarkan tempat
bertemu sepanjang hari. Sebenarnya hal itu tidak kurang
strateginya dalam wawasan dakwah , atau dalam wawasan
pembinaan hidup beragama islam dan hidup ber-Muhammadiyah.
Hingga sekarang belum ada metode yang seragam dan sebaik-
baiknya. Berkenaan dengan pembinaan ke-islaman dan ke-
muhammadiyah sebagaimana telah dilaksanakan dalam kesatuan
ranting dan cabang. Apabila para guru/dosen/karyawan/siswa dan
mahasiswa dalam amal usaha muhammadiyah telah bersedia
berperan dalam muhammadiyah, baik tempat bekerja maupun di
tempat tinggal, itu adalah merupaka indikator bahwa pembinaan di
kampus/rumah sakit. Tempat kerja itu telah ada hasilnya.
Apabila demikian dampaknya tercermin dalam meningkatkan
kolegalitas kebersamaan, persaudaraan dalam unit-unit amal usaha
muhammadiyah bersangkutan.

2. Cara kerja dalam kegiatan politik


Dalam kegiatan politik, muhammadiyah memberikan
penegasan ” khittah dan kepribadian Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang
berkhidmat dalam kegiatan sosial,keagamaan, dan kebudayaan.
Muhammadiyah bersikap netral politik: tidak berafiliasi dengan
partai politik tertentu dan tidak terlibat dalam kegiatan politik

75
praktis”.Disisi lain, ” Muhammadiyah memberi kebebasan kepada
anggotanya untuk memilih partai politik sesuai dengan hati
nuraninya dan berkiprah dalam kegiatan politik. Pimpinan
Muhammadiyah di semua level kepemimpinan dilarang merangkap
sebagai pengurus partai politik mana pun. Selanjutnya
Muhammadiyah menghimbau anggota yang aktif dalam partai
politik untuk membawa misi dakwah, menjaga akhlak al-karimah,
menjadi teladan, dan memegang teguh amanah”. Muhammadiyah
mengembangkan cara kerja kolektif-kolegial dalam kegiatannya.
3. Cara kerja kolegial dalam kegiatan pendidikan
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi
petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah
mereka menjalankan [575] (Q.S. Al A’raaf ;159)
Maksudnya: mereka memberi petunjuk dan menuntun manusia
dengan berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan yang datang
dari Allah s.w.t. dan juga dalam hal mengadili perkara-perkara,
mereka selalu mencari keadilan dengan berpedomankan petunjuk
dan tuntunan Allah.

Dalam aplikasi kerja dalam amal usaha pendidikan,


Muhammadiyah menenkankan pada proses pendidikan yang
mengembangkan pada teori teori pembelajaran yang aktif. Seperti
pada contoh teori pembelajaran konstrustivisme. Dimana teori ini

76
juga mengacu pada Kolektif pembelajaran. Hal ini terlihat pada
perkembangan motorik siswa jika diajak pada pencarian
pengalaman yang baru. Menghimbau anak didik dalam suasana
pembelajaran yang menarik. Contoh pada anak TK, SD diberikan
peljaran yang berupa permainan yagn melibatkan semua anak atau
kelompok anak didik. Hal ini akan menambah rasa solidaritas anak
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembelajaran yang kolektif
kolegial. Anak-anak SD, SMP, SMA diberi pelajaran olah raga,
menyanyi dan kesenian lain yang pada proses itu anak-anak
mengambil peran atau bagian, itu semua memiliki nilai memupuk
rasa kolegalitas, solidaritas, kebersamaan, pengajian, tabliq, rapat
akbar, muktamar, mempunyai nilai kebersamaan, persaudaraan,
legialitas.
4. Prinsip Dan Sistim Kerja Kolegial

a. Sikap kolegalitas
Dalam sikap dan semangar keluargaan itu tidak ada menang-
menangan, jegal-jegalan, apalagi saling memfitnah. Yang ada
dalam sikap kolegalitas adalah sikap saling membantu, tolong
menolong, menghargai dan saling mengingatkan. Hal ini
mencerminkan betapa kompaknya Muhammadiyah dalam
pennerapan sikap kolegalitas ini dalam aplikasi berorganisasinya.
Sikap yang mementingkan kerjasama dan rasa saling menghargai

77
demi mencapai tujuan yang satu untuk kemashalatan umat
seluruhnya.
b. Prinsip sikap Kolegial Muhammadiyah
1. Membantu, yaitu sikap saling membantu atau menolong
dalam semua hal baik itu bersifat pribadi ataupun umum. Hal
ini dapat memupuk rasa kolegalitas yang tiggi karena
memberikan suatu acuan untuk bertindak bersama sama demi
kepentingan umat.

2. Menghargai, yaitu sikap saling menghargai antar sesama


anggota, baik seagama maupun agama lain. Saling
menghargai ketike terdapat suatu perbedaan pendapat dalam
sebuah permasalahan. Tak ada eyel-eyelan yang kosong
disini, yang ada adalah sportifitas tim yang saling
menghargai pendapat antar anggota.
3. Mengingatkan, artinya setiap anggota mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengajak ke hal yang baik. Ketika seorang
anggota mulai melebar dari ajaran, maka anggota lain wajib
memberikan arahan yang mendorong untuk dapat mengajak
ke hal yang benar.
4. Tolong-menolong, artinya melakukan hal yang sam sama
menguntukngkan untuk sebuah organisasi, dan manfaatnya
dapat dirasakan bersama sama. Dalam hal ini, sikap ini dapat
dikembangkan dengan sikap kolegaitas yang tinggi dengan
cara sama-sama bekerja dan saling tolong menolong dalam
hal apa pun selama itu mengarah ke hal yang p[ositif demi
terciptanya tujuan bersama.

78
BAB IV

PERIODISASI KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH


Dari sejak Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan hingga periode sejarahnya yang paling mutakhir, melalui
pergantian nasib pasang surut sejarah dan hilang-bergantinya
pimpinan, nampak nyata bahwa sejarah Muhammadiyah dari waktu
ke waktu telah melahirkan putera-puteranya yang penuh
pengabdian dan keikhlasan. Dari pusat pimpinan persyarikatan
hingga pimpinan cabang dan ranting menunjukkan prestasi yang
masing-masing memiliki kelebihan sendiri-sendiri.
Untuk menggambarkan bagaimana hidup dan
berkembangnya Muhammadiyah dari waktu ke waktu, di sini akan
diwakili oleh pimpinan-pimpinan Muhammadiyah yang
berkesempatan tampil sebagai pucuk pimpinan gerakan, serta ciri-
ciri yang menonjol pada saat mereka memimpin.
1. Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912 -1923)
Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan
jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah
menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia
yang berfaham modern.
a. Kondisi sosial, politik, ekonomi, pada masa itu
- kehidupan keberagamaan memperihatinkan, dalam

79
kepercayaan tercampur khurafat, dalam beribadah banyak
tercampur bid'ah, pemahama agama sempit, pola pikirnya
taklid.
- Pendidikan terbelakang, anak-anak yang dapat memasuki
sekolah hanyalah anak-anak para bangsawan dan orang-
orang berpangkat.
- Anak-anak muda kurang mendapat perhatian.
- Perekonomian lemah, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
terjajah,
- Kegiatan Nasranisasi sangat menonjol, kegiatan dakwah
sangat lemah umat Islam menjadi umat kelas bawah.

b.Usaha-usaha K.H. Ahmad Dahlan


- Peningkatan kualitas keislaman bangsa Indonesia dengan
menyelenggarakan berbagai pengajian untuk pemuda,
wanita, calon-calon guru dan sebagainya.
- Peningkatan pendidikan dengan mendirikan bermacam-
macam sekolah seperti SD (Standardschool), Madrasah
Muallimin, Muallimat, sekolah guru (Normal School) dan
sebagainya.
- Peningkatan martabat kaum wanita dengan mengadakan
berbagai macam pengajian seperti pengajian Wal'Asri, kursus-
kursus keterampilan, berpidato serta mengorganisasi dalam
perkumpulan Aisyiyah.
- Persatuan umat Islam Indonesia dengan mengadakan
silahturrahmi dengan para pemimpin Islam dan lain-lain.
- Membentuk organisasi dengan mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah.
- Mendirikan kepanduan 'Hizbul Wathan' (HW).
- Menerbitkan majalah 'Sworo Muhammadiyah' untuk
menyebarluaskan cita-cita dan gagasan Muhammadiyah.
- Menggerakkan tabligh Islam, meningkatkan harkat dan
martabat umat Islam.

80
- Membantu fakir miskin dengan memelihara dan menyantuni
mereka.
- Menganjurkan hidup sederhana, terutama dalam
menyelenggarakan pesta perkawinan (Walimatul 'ursy).

2. Periode K.H. Ibrahim (1923 -1932)


Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang
meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula
Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk
mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama.
Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk
organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul'Aisyiyah
berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda
Muhammadiyah.

Beberapa kegiatan yang menonjol antara Iain:


a. Tahun 1924 mengadakan "Fonds - Dachlan", yang bertujuan
membiayai sekolah anak-anak miskin.
b. Mengadakan Badan Perbaikan Perkawinan untuk menjodohkan
putra-putri Muhammadiyah.
c. Menyebar luaskan Muhammadiyah ke luar Jawa.
d. Mengadakan khitanan masal 1925.
e. Konggres ke XV di Surabaya 1926, antara lain diputuskan
1. Shalat hari raya di tanah lapang di mana ada ranting
Muhammadiyah.
2. Pemakaian tahun Islam dalam catat-mencatat (maksudnya
surat-menyurat, notulen dan Iain-lain).

81
f. persoalan politik muncul dalam konggres XVI di Pekalongan
tahun 1927, isinya:
- Muhammadiyah wajib mengadakan majelis Tarjih, Tanfidz
dan Taftisi
- Muhammadiyah tidak bergerak di bidang politik, tapi
memperbaiki budi pekerti/akhlak.
- Muhammadiyah tidak melarang orang yang akan berpolitik.
(Catatan : pada saat itu Serikat Islam mengadakan disiplin
partai. Orang-orang Muhammadiyah yang menjadi anggota SI
dikeluarkan. Sebab pokoknya karena SI menganut politik non
cooperasi terhadap pemerintah kolonial Belanda, sedang
Muhammadiyah pada waktu itu bersedia menerima subsidi
untuk sekolah-sekolahnya).
g. Mulai tahun 1928 mengirim putra-putri lulusan sekolah
Muhammadiyah (Muallimin, Muallimat, Tabligh school,
Normal school) ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian
dikenal dengan anak panah Muhammadiyah. Di antara mereka
yang dikirim adalah, Hamka kira-kira tahun 1928 ke Makassar,
R. Z. Fanani tahun 1929 ke Pagar Alam Sumatera Selatan,
Badilah Zuber 1930 ke Bengkulu, AR. Fakhrudin 1935 ke
Talang Balai Tanjung Raja Palembang, Djarnawi Hadikusumo
1939 ke Merbau, Medan.
h. Konggres ke XVII1928 (Konggres Agung), untuk pertama
kalinya diadakan pemilihan Hoofd Bestuur Muhammadiyah.
i. Konggres ke XVIII di Solo 1929, Muhammadiyah
mendirikanUitgeefster My, yaitu badan usaha Penerbit buku-buku
sekolah Muhammadiyah, yang berada di bawah Majlis Taman
Pustaka. Pada waktu itu terjadi penurunan gambar K.H.A
Dahlan, karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan beliau.
j. Konggres ke XIX di Minangkabau 1930 muncul istilah'Consui
Hofd Bestuur Muhammadiyah' (sekarang ketua PWM).

82
k. Konggres XX memakai makromah (sekarang semacam jilbab).
l. Konggres ke XXI di Makassar 1932 antara lain memutuskan
supaya Muhamj madiyah menerbitkan surat kabar harian
(Dagblad), untuk pelaksanaannyi diserahkan pada
Muhammadiyah cabang Solo. Harian ini dinamakan Adil'j dan
sekarang berubah menjadi tabloid mingguan Adil.

3. Periode K.H. Hisyam (1932 -1936)


Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan
perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih
banyak diharapkan tumbuh kader-kader umat dan bangsa yang akan
meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini
diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi
sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.

a. Konggres XXIII 1934 antara lain memutuskan penggantian


nama-nama Belanda menjadi nama-nama Indonesia. Misalnya
Kweekschool madrasah Mualliminan dan lain-lain.
b. Kongres XXIV 1935 antara lain memutuskan membentuk
majelis perekonomian untuk memperbaiki ekonomi anggota.
c. Kongres seperempat abad di Jakarta tahun 1936, antara lain:
- Memutuskan berdirinya sekolah tinggi
- Berdirinya majelis pertolongan dan kesehatan
Muhammadiyah (MPKPM) untuk memperhatikan
pertolongan dan kesehatan pada seluruh cabang dan
Ranting.

83
4. Priode KH. Mas Mansur (1936-1942)
Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah
salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membantu dan
mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan
mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta
penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya adalah
berupa pengaktifan majelis Tarjih, sehingga mampu merumuskan
“masalah Lima” yaitu perumusan masalah dunia, agama, Qiyas,
Sabilillah dan Ibadah.

Selain itu untuk menggerakkan kembali Muhammadiyah


agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula langkah dua belas
yaitu:

a. Memperdalam masuknya Iman.


b. Memperluas faham agama.
c. Memperluas budi pekerti.
d. Membantu amal intiqad (mawas diri).
e. Menguatkan keadilan.
f. Menegakkan persatuan.
g. Melakukan kebijaksanaan.
h. Menguatkan majelis Tanwir.
i. Mengadakan konprensi bagian.

84
j. Mempermusyawarahkan gerakan luar.
(lihat lampiran 1 tentang langkah Muhammadiyah tahun
1938-1940).
Langkah pertama sampai ketujuh (a-g), disebut langkah
ilmiyah, karena memerlukan beberapa keterangan, sedangKan
Kedelapan disebut Iangka amali yaitu langkah yang tinggal
dilaksanakan karena sudah jelas dan nyata.

Kondisi sosial politik pada masa itu, mulai tidak stabil


karena pengaruh perang Dunia ke II. Keputusan-keputusan dan
langkah penting yang diambil masa jabatan beliau adalah:

1. Membentuk komisi perjalanan haji yang terdiri dari HM. Suja,


H. Abd. Kahar Muzakir dan R. Sutomo.
2. Konggres XXVI di Yogyakarta 1937 antara Iain memutuskan
agar Muhammadiyah aktif memperbaiki perekonomian bumi
putra dengan membentuk bank Muhammadiyah.
3. Menentang ordonansi pencatatan perkawinan oleh pemerintah
kolonial Belanda.
4. Konggres XXVIII di Malang 1938, menentang ordonansi guru.
5. Konggres XXVIII di Medan 1939, menentang ordonansi
sidang, mengganti istilah Hindia Belanda dengan Indonesia.
6. Tahun 1941 terjadi perang Pasifik (PD II), Indonesia dikuasai
Jepang. Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah memutuskan:
a. A R. Sutan Mansur koordinator Konsul Muhammadiyah
untuk wilay
Sumatra.
b. GM. Hasan Tjorong untuk wilayah Kalimantan.

85
c. D. Muntu untuk wilayah Sulawesi.
7. Konggres XXIX di Purwokerto 1941 gagal karena keadaan
darurat (SOB).
8. Meskipun dalam masa sulit pada masa itu sempat dikeluarkan'
Franco amaf dengan tujuan penghimpunan dana untuk kaum
dhtfafa.
9. Pada masa jabatan K.H. Mas Mansur ini juga ditetapkan Khittah
yang dik dengan langkah dua belas.

5. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942 -1953)


Tokoh dan pemimpin Muhammadiyah lain yang juga banyak
mengisi dan membentuk jiwa gerakan Muhammadiyah adalah Ki
Bagus Hadikusumo dan dalam periodenya tersusun Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiya. Dalam Muqaddimah tersebut
terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok
pikiran K.H. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan
Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut
Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam
melancarkan amal usaha dan perjuangannya.
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus
Hadikusumo dalam suasana transisi dari penjajah Balanda, usaha-
usaha Pemerintah Kolonial Belanda untuk menjajah Indonesia
kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan
Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin
Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di

86
tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah
terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan.
Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan
berbagai kegiatan keorganisasian antara lain:
a. Tahun 1944 mengadakan muktamar darurat diYogyakarta.
b. Tahun 1946 mengadakan silaturrahmi cabang-cabang se Jawa.
c. Tahun 1950 mengadakan sidang tanwir perwakilan, antara Iain
memutuskan;
(1). Anggota Muhammadiyah boleh masuk partai politik yang
tidak berideologi Islam, asal tidak merugikan perjuangan
Islam. Kalau merugikan perjuangan Islam ditarik.
(2). Anggota Muhammadiyah diperbolehkan memasuki DPR
atas nama Muhammadiyah.
d. Tahun 1951, sidang Tanwir di Yogyakarta, antara Iain
memutuskan :
(1). Muhammadiyah tidak akan berubah menjadi partai politik.
Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah.
(2). Menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.
e. Tahun 1952, sidang Tanwir di Bandung antara Iain memutuskan;
(1). Mempertahankan keanggotaan istimewa dalam partai
Masyumi.
(2). Perlu ada peremajaan Muhammadiyah.
f. Tahun 1953, sidang Tanwir di Solo antara Iain
memutuskan.Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai
yang berdasarkan Islam.

6. Periode A.R. Sutan Mansyur (1952 -1959)


Secara kebetulan, bahwa Muhammadiyah memiliki dua
pemimpin yang sama-sama hebat ialah Mansur di Timur yaitu Mas
Mansur dan Mansur di Barat, tak lain Sutan Mansur. Keduanya

87
memiliki jiwa tauhid yang kokoh. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila periode ini "Ruh tauhid" ditanamkan kembali.
Selain itu disusun suatu langkah perjuangan yang dibatasi dalam
waktu tertentu, yaitu 1955-1959. Langkah perjuangan ini kemudian
dikenal dengan nama Khittah Palembang, yang memuat :

a. Menjiwai pribadi anggota dengan iman,


ibadah, akhlak dan ilmu pengetahuan.
b. Melaksanakan uswatun khasanah (contoh teladan yang baik).
c. Menguruhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu amal.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperat ukhuwah antara sesama kaum muslimin.
g. Menuntun penghidupan anggota.
K.H. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar
Mmmadiyah ke32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk
9 terpilih. kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies
(10945), HM Faried Miruf (10812), Hamka (10011), K.H.A Badawi
(9900), K.H. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimedjo (8568), Dr.
Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi
Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu
tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9 orang itu
sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PP Muhammadiyah.
Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa jabatan beliau

88
antara lain:
a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain
membicarakan pokok- pokok konsepsi negara Islam.
b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain
memutuskan:
1. Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Muhammadiyah
bergerak dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah
politik diserahkan kepada partai Masyumi.
2. Anggota-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di
bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik
Islam.
3. Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP
Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan
sacara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.
4. Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah
dengan Masyumi.
5. Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang
1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.
7. Periode H. M Yunus Anis (1959 -1968)
Dalam periode ini kebetulan negara Indonesia sedang
berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung
atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan
Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berlbagai kesulitan,
akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa
Kepribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah
bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah

89
Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.

8. Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 -1968)


Kesulitan yang dihadapi Muhammadiyah belum habis,
terutama disebabkan oleh kegiatan Partai Komunis Indonesia yang
semakin keras dan berani, sehingga di beberapa tempat
Muhammadiyah mengalami kesulitan. Di mana-mana seluruh
kekuatan rakyat Indonesia sibuk mengikuti gerak-revolusi yang
tidak menentu dibawah kekuasaan tunggal Soekarno, yang pada
saat itu disusul dengan kup Komunis pada tahun 1965. Pada saat itu
seluruh barisan Orde Baru, termasuk di dalamnya Muhammadiyah,
ikut tampil memberantas komunis beserta segenap kekuatannya.
Dengan tandas K.H. Ahmad Badawi berfatwa: "Membubarkan PKl
adalah ibadah". Dan dengan prestasi yang ditunjukkan oleh
Muhammadiyah dalam membangun Orde Baru, akhirnya
Muhammadiyah mendapat pengakuan sebagai organisasi sosial
yang mempunyai fungsi politik riil. Artinya Muhammadiyah secara
resmi memasuki lembaga-lembaga politik kenegaraan, baik dalam
lembaga legislatif maupun eksekutif.

Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962


dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur
tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami
ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk

90
mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan.
Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di
Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RI banyak
memberi angin kepada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh
ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya
Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu
pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga
ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama
pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi
Muhammadiyah.

9. Periode K.H. Fakih Usman / H. A.R. Fakhrudin (1968 -1971)


Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta
mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT.
Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968- 1971) dudu
ksebagai Ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti
beliau. pada periode ini lebih menonjol usaha
"memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah", yaitu usaha
untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam
Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang
idiologinya, dengan merumuskan "Matan Keyakinan dan Cita-cita

91
Hidup Muhammadiyah", maupun dalam bidang organisasi dan
usaha perjuangannya dengan menyusun "Khittah Perjuangan dan
bidang-bidang lainnya".

11. Periode K.H.. A. Azhar Basyir, MA (1990 -1995)


Pada periode K.H. Ahmad Azhar Basir MA telah dirumuskan:
a). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25
tahun) yang meliputi
1. Bidang konsolidasi gerakan
2. Bidang pengkajian dan pengembangan
3. Bidang kemasyarakatan
b). Program Muhammadiyah (1990-1995)
1. Bidang konsolidasi gerakan, meliputi:
a) Konsolidasi Organisasi
b) Kaderisasi dan Pembinaan AMM
c) Bimbingan keagamaan
d) Peningkatan hubungan dan kerjasama
2. Bidang pengkajian dan pengembangan, meliputi:
a) Pengkajian dan pengembangan pemikiran Islam
b) Penelitian dan pengembangan
c) Pusat informasi, kepustakaan dan penerbitan
3. Bidang Da’wah, Pendidikan dan pembinaan kesejahteraan
Umat, meliputi:
a) Keyakinan Islam
b) Pendidikan
c) Kesehatan
d) Sosialdan pengembangan masyarakat

92
e) Kebudayaan
f) Partisipasi Politik
g) Ekonomi dan kewirswastaan
h) Pengembangan generasi muda
i) Pembinaan keluarga
j) Pengembangan prana wanita
k) Lingkungan hidup
l) Peningkatan sumber daya manusia
12. Periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais/Prof. Dr. H.A. Syafii
Maarif (1995-2000)
Pada periode beliau , telah dirumuskan program
Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:

a. Masalah global
b. Masalah dunia Is;lam
c. Masalah nasional
d. Permasalahan Muhammadiyah
e. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:
1. Pemikiran keagamaan
2. Ilmu dan teknologi
3. Pengembangan basis ekonomi
4. Gerakan sosial kemasyarakatan
5. PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran
Berdasarkan hal tersebut di atas, telah dirumuskan program
Muhammadiyah tahun 1995-2000 sebagai berikut:

a. Tujuan program
Peningkatan konsolidasi pergerakan dan peningkatan

93
kualitas gerakan da’Wah dalam era industrialisasi dan
globalisasi dengan memperluas sasaran dan sarana da’wah.
b. Arah program
Program Muhammadiyah pada priode tahun 1995-2000
darahkan pada empat hal sebagai berikut:
1. Pengembangan pemikiran dan wawasan
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
3. Peningkatan kualitas dan pengembangan amal usaha
sebagai sarana da’wah
4. Perluasan sasaran da’wah
c. Jenis program
Dengan merujuk pada berbagai pokok pikiran yang
disampaikan dalam muktamar Muhammadiyah ke 43,
program Muhammadiyah priode 1995-2000 disusun
menurut empat bidang utama sebagai berikut:
1. Pengembangan manajemen Muhammadiyah
2. Pendidikan, perkaderan dan pengembangan sumber
daya manusia
3. Da’wah pengembangan masyarakat, pembinaan
kesejahteraan sosial dan ekonomi
4. Peningkatan dana Muhammaduyah

Pada periode ini terjadi pergantian ketua pimpinan


pusatMuhammadiyah dari. Prof. Dr. H.M. Amien Rais kepada Prof.
Dr. H.A. Syafii Maarif. Pergantian. bermula adanya keputusan
Sidang Tanwir Muhammadiyah diSemarang pada 1998 agar PP.
Muhammadiyah melakukan ijtihad politik.
Dalam pengembangan yang sangat cepat, beberapa saat

94
sebelum PP Muhammadiyah melakukan ijtihadnya, DR. H.M.
Amien Rais bersama dengan beberapa temannya melakukan
langkah membentuk sebuah Partai yang bersifat terbuka (inklusif),
yang diberi nama Partai Amanat Nasional (PAN). Partai ini terbuka
bagi siapapun tanpa memandang agama yang dipeluknya, yang
berarti bahwa baik orang Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha,
Kong Hu Cu dari sebagainya dapat diterima menjadi anggota. Dan
untuk pertama kalinya Ketui Umum Dewan Pimpinan Pusat PAN
dijabat oleh DR, H.M. Amien Rais.
Dengan diangkatnya DR. H.M. Amien Rais menjadi Ketua
Umum DPI PAN, dan demi untuk dapat berkonsentrasi pada partai
yang baru saja didirikannya, serta agar tidak menimbulkan imaje
bahwa Partai Amanat Nasionl adalah identik dan serumpun dengan
Muhammadiyah maka akhirnya Prof. Dr H.M. Amien Rais
melepaskan jabatannya selaku Ketua PP. Muhammadiyah
Pengunduran diri Prof. DR. H.M. Amien Rais dari jabatan Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah maka Prof. DR. A. Syafii
Ma'arif yang sebelumnya telah menjadi salah satu dari ketua PP
Muhammadiyah ditetapkan sebagai Ketua Umum PP
Muhammadiyah periode 1995-2000.

13. Prof. Dr. H.A. Syafii Maarif (2000-2005)


14. Prof. Dr. H. Dien Syamsuddin (2005-2015)

95
15. Dr. H. Haedar Nashir (2015-2020)
BAB V
MUKADIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

A. Sejarah Perumusan Mukadimah Anggaran Dasar


Muhammadiyah
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun
secara formal setelah gerakan Muhammadiyah melancarkan
aktifitas dan usahanya selama tiga puluh delapan tahun. Tetapi
dengan belum dimilikinya rumusan Mukadimah bukan berarti
bahwa sebelum diformulasikannya Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah, persyarikatan Muhammadiyah belum memiliki
jiwa, semangat dan nafas perjuangan secara pasti. K.H. Ahmad
Dahlan dalam membangun persyarikatan Muhammadiyah dilandasi
dengan ide yang jelas dan pasti, yang seluruhnya didasarkan pada
ajaran Al-Qur'an, dan ide ini sekalipun tidak pernah dituangkan ke
dalam konsep tertulis, akan tetapi secara jelas pula dapat ditangkap
dan dihayati oleh para rekan yang mendukung gagasannya. Dengan
berbekalkan ide-ide seperti ini K.H. Ahmad Dahlan beserta rekan-
rekan seperjuangannya kemudian diperjuangkan dengan segala
kesungguhan. Dalam waktu yang relatif singkat gagasan tersebut
telah menjadi kenyataan yang riil dan konkrit.
Namun keadaan yang demikian itu kiranya pada suatu

96
ketika tidak dapat dipertahankan. Adanya perubahan zaman serta
penggantian figur pimpinan di satu fihak, serta pengaruh-pengaruh
Iuar yang semakin kuat bersinggungan dengan gerak dan
perkembangan masyarakat, termasuk juga di dalamnya
Muhammadiyah mengakibatkan adanya ketidak pastian dan
kekaburan terhadap cita-cita perjuangan Muhammadiyah.
Kenyataan ini yang mendorong Ki Bagus Madikusuma untuk
menyoroti dan mengungkap kembali terhadap pokok-pokok pikiran
K.H. Ahmad Dahlan yang dulu dijelas-jelaskannya kepada para
santrinya.
Hasil rumusan Ki Bagus Hadikusuma pertama kali
diperkenalkan dalam muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakarta.
Selanjutnya dalam Muktamar ke 31 di Yogyakarta pada tahun 1950
konsep Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut
diajukan kembali untuk dibahas dan disahkan secara resmi Akan
tetapi pada waktu itu muncul pula konsep lain yang disusun oleh
Prof.. HAMKA dan kawan-kawannya, yang isinya lebih
menitikberatkan pada peranan dan sumbangsih Muhammadiyah
dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan negara dan bangsa.
Hal ini menyebabkan Muktamar belum dapat mengambil keputusan
secara pasti konsep manakah yang harus diterima. Untuk itu
Muktamar menyerahkan kepada sidang Tanwir (1951) agar supaya

97
diteliti, serta, melihat Muhammadiyah jauh ke depan, akhirnya
sidang Tanwir mengambil keputusan menerima konsep Ki Bagus
Hadikusuma, dengan penyempurnaan susunan redaksionalnya.
Sidang Tanwir kemudian menunjuk sebuah tim penyempurnaan
yang terdiri dari Prof. DR. HAMKA, Prof. Mr. Kasman
Singodimedjo, K.H. Farid Ma'ruf dan Zein Djambek.
Dengan uraian singkat di atas dapat dinyatakan bahwa
susunan Mukadimah Anggaran Dasar Muhamamdiyah dilatar
belakangi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
a) Belum adanya rumusan formal tentang dasar dan cita-cita
perjuangan Muhammadiyah.
K.H. Ahmad Dahlan membangun Persyarikatan
Muhammadiyah bukan didasarkan pada suatu teori yang terlebih
dahulu dirumuskan secara rinci, sistematik dan ilmiah. Apa yang
oleh K.H. Ahmad Dahlan diketemukan dalam Al-Qur'an segera
beliau wujudkan dalam amalan yang konkrit.K.H. Ahmad Dahlan
selalu berprinsip bahwa "agama Islam adalah agama amal" (Surat
Maryain: 76, ar-Rum: 15).
Pada awal perjuangan Muhamadiyah sikap seperti ini tidak
mengaburkan penghayatan seseorang terhadap hakekat
Muhammadiyah. Akan tetapi serentak Muhammadiyah semakin
berkembang luas serta anggotanya semakin bertambah banyak,

98
semua itu mengakibatkan semakin jauh mereka dari sumber
gagasan dan ide yang menjadi landasan berpijak organisasi
Muhammadiyah. Karena itu wajar bila akhimya terjadi kekaburan
penghayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya
dorong K.H. Ahmad Dahlan dalam menggerakkan Persyarikatan
Muhammadiyah.
b) Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan
gejala menurun, akibat terlalu berat mengejar kehidupan
duniawi
Perkembangan masyarakat terus maju, ilmu pengetahuan dan
teknologi terus tumbuh dengan pesatnya, yang tidak henti-hentinya
menyajikan hasil-hasil yang terus mengagetkan dan mencengangkan.
Hasil-hasil industri terus membanjiri pasar konsumen, hasil-hasil
teknologi membuat dunia menjadi sempit dan telanjang Budaya
luar, baik yang positif maupun yang negatif membanjiri tanpa
dapat dibendung oleh kekuatan lahiriah apa pun juga, termasuk
negara Indonesia.

Perkembangan dunia dan perobahan zaman seperti di atas


dapat dinyatakan hampir seluruhnya mengarah kepada kehidupan
duniawi, dan sedikit sekali yang mengarah kepada peningkatan
kebahagiaan rohani. Gejala semacam ini semakin hari semakin
meningkat kadar kualitasnya. Bertitik tolak dari perkembangan

99
semacam ini tata nilai yang dianut oleh masyarakat sedikit
mengalami pergeseran dan perobahan. Dan sebagian dari masyarakat
telah benar-benar mengalami pergeseran tata nilai, dari semula sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai rohani bergeser kepada semakin
menonjolnya nilai-nilai keduniawian dan nilai material yang
diprioritaskan. Tanda-tanda seperti di atas mulai terlihat pula dalam
tata kehidupan keluarga Muhammadiyah.
c) Makin kuatnya berbagai pengaruh alam fikiran dari luar, yang
langsung atau tidak langsung berhadapan dengan faham dan
keyakinan hidup Muhammadiyah
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai
perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pula
pengaruh cara berfikir, sikap hidup, falsafah lain yang masuk ke
tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia. Berbagai pola berfikir,
sikap hidup, atau pun alam fikiran yang datang dari luar, di samping
memiliki nilai-nilai positif, tetapi juga terdapat nilai-nilai negatif
yang menyertainya. Di sinilah arti penting rumusan resmi yang
dapat dijadikan pegangan bagi keluarga besar Muhammadiyah
dalam rangka mengantisipasi berbagai pengaruh negatif dari sekian
banyak alam fikiran yang masuk ke Indonesia.

d) Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang Dasar RI


tahun 1945
Keterlibatan Ki Bagus Hadikusuma dalam diskusi yang sangat
intens, serius dan cukup menegangkan namun penuh dengan

100
toleransi sewaktu menyusun pembukaan UUD 1945, dirasakan
sebagai pengalaman tersendiri yang tidak dapat dilupakan begitu saja.
Bahkan ia tercatat sebagai salah seorang tokoh yang sangat vokal dan
gigih memperjuangkan Islam untuk dijadikan dasar Negara
Republik Indonesia. Beliau menyadari sepenuhnya bahwa
ibaratnya manusia, maka pembukaan UUD dapat disamakan
dengan ruh atau jiwanya. Namun betapa terperanjatnya, ketika Ki
Bagus pulang kembali ke "rumah" Muhammadiyah, ternyata
Anggaran Dasar Muhammadiyah yang ada ketika itu masih sangat
lugas dan cukup sederhana. Di dalamnya hanya memuat batang
tubuh Anggaran Dasarnya, berisi pasal demi pasal tanpa didahului
oleh "Pembukaan", "Mukadimah" atau "Preambul". Padahal
sesungguhnya Pembukaan atau Mukadimah inilah yang menjadi
fondasi atau ruhnya bagi sebuah bangunan organisasi Apa yang
tergambar dalam pasal demi pasal sesungguhnya tidak lebih dari
pada cerminan yang lebih kongkrit dari apa yang dipaparkan dalam
Mukadimah.

1. Hakekat dan Fungsi Mukadimah Anggaran Dasar


Muhammadiyah
a. Hakekat Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada
hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran

101
Al-Qur'an dan as-Sunnah tentang pengabdian manusia Kepada Allah
swt, amal dan perjuangan setiap muslim yang sadar akan
kedudukannya selaku hamba dan khalifah di muka bumi.

b) Fungsi Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan
jiwa, nafas dan semangat pengabdian dan perjuangan ke dalam
tubuh dan segala gerak organisasinya, yang harus dijadikan asas
dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah.

4. Matan : "Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah"


"Dengan nama Allah Yung Malm Pemurah dan Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam; Yang Maha
Pemurah dan Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada
hari Kemudian. Hanya kepada Engkau, hamba menyembah dan
hanya kepada Engkau, hamba mohon pertolongan. Berilah petunjuk
kepada hamba akan jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri kenikmalan; yang tidak dimurkai dan tidak tersesat".
(Q.S. Al-Fatihah)
"Saya ridla: ber-tuhan kepada Allah, beragama kepada ISLAM dan
bernabikan kepada MUHAMMAD RASULULLAH Shallallahu
'alailii wasallam".
AMMA BA'DU, bahwa sesungguhnya ketuhanan itu adalah hak
Allah semata-mata Bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat
kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-
tiap makhluk, teratama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnaha (hukum qudrat-iradat)
Allah atas kehidupanmanusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia

102
hanyalah dapat diujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan
dan gotong royong, bertolong-tolon dengan bersendikan hukum Allah
yang sebenar-benarnya, lepas dari pada pengaruh syaitan dan hawa
nafsu
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang
bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam
masyarakat ynng utama dan sebaik-baiknya Menjunjung tinggi
hukum Allah lebih dari pada hukum yang mana pun juga,adalah
kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan
kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi
sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhamamd saw. dan diajarkan
kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup
bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan
sejahtera sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama
umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan hari qiyamat
wajiblah mengikuti jejak-jejak sekalian Nabi yang suci, beribadah
kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala
kekuntan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu
di dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah
semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya
belaka, serta mempunyai rasa tanggungjawab di hadirat Allah atas
segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah
hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan
penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang
Malm Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian

103
itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman
Allah dalam Qur'an:
"Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak
kepada keislaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang berbahagia."
(Q.S. AH Imran: 104)
Pada tanggal 8 Dzidhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember
1912 Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu
persyarikatan sebagai "gerakan Islam " dengan nama
MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majlis-majlis
(bahagian-bahagian)nya,mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebjaksanaan
dalam permusyawaraan atau Muktamar.
Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban
mangamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-
Nya, Nabi Muhammad saw. guna mendapat karunia dan ridla-Nya,
di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang
sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang
melimpah, sehingga merupakan:
"Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah
perlindungan TuhanYang MahaPengampun".
Maka dengan Mulmmmadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam
dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im"
dengan keridhan Allah Yang Rahman dan Rahim.
B. Sistimatika Rumusan Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
1) Rumusan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terdiri
dari:
a. Surat Al-Fatihah

104
b. Pernyataan diri atau Ikrar: Radii tu billahi Rabban.
c. Diktum matan/materi "Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah".
2) Diktum matan/teks Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah terdiri dari tujuh paragraf, yang setiap
paragraf berisi satu pokok pikiran sebagaimana berikut di
bawah ini.
Pertama: Hidup manusia harus berdasarkan "TAUHID", yaitu
mengesankan Allah; bertuhan, beribadah serta patuh
hanya kepada Allah semata.
Kedua : Hidup manusia bermasyarakat
Ketiga : Hanya ajaran Islam satu-satunya ajaran hidup yang dapat
dijadikan sendi pembentuk pribadi utama dan mengatur
ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) menuju hidup
bahagia sejahtera yang hakiki dunia dan akherat
Keempat:Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam untuk mewujudkan masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridlai Allah subhanahu wa ta'ala adalah
WAJIB, sebagai ibadah kepada Allah, dan berbuat islah
dan ihsan kepada sesama manusia.
Kelima :Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam hanyalah akan berhasil bila dengan mengikuti jejak
(ittiba') perjuangan para Nabi, terutama perjuangan Nabi
Muhammad SAW.
Keenam : Perjuangan mewujudkan pokok-pokok pikiran sepertidi
atas hanya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan akan berhasil bila dengan cara berorganisasi.
Ketujuh : Seluruh perjuangan diarahkan kepada tercapainya tujuan
Muhammadiyah, yaitu terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
Secara logika, ketujuh pokok pikiran yang tersimpul dalam
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah benar-benar

105
merupakan suatu pemikiran yang sangat kritis dan tersusun secara
sistematik. Ketujuh pokok pikiran tersebut masing-masing
menegaskan, bahwa
pertama : Manusia adalah makhluk Tuhan (Homo Divinan)
Kedua : Manusia adalah makhluk sosial (Homo Socius)
Ketiga : "Pilihan alternatif; bahwa hanya Islam sajalah satu-
satunya alternatif yang dipilih, karena ia satu-satunya
ajaran hidup hak (benar) lagi sempurna.
Keempat: "Konsekuensi terhadap pilihan alternatif; wajib
mperjuangkan tegaknya ajaran Islam sebagai alternatif
yang telah dipilihnya.
Kelima : Etika, dan metoda yang dipergunakan untuk memperjuangkan
pilihan alternatif. Perjuangan menegakkan ajaran Islam harus
dengan mengikuti akhlak/etika kepemimpinan dan metoda
perjuangan Rasulullah saw.
Keenam : alat perjuangan yang digunakan untuk menegakkan pilihan
alternatif Perjuangan menegakkan ajaran Islam hanya akan berhasil
bila menggunakan alat perjuangan berupa organisasi.
Ketujuh Tujuan perjuangan menegakkan pilihan alternatif.
Perjuangan menegakkan agama Islam bertujuan untuk mewujudkan
Islam yang sebenar-benarnya.
Ketujuh pokok pikiran yang tersimpul dalam Mukadimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagaimana di atas pada
hakekatnya menggambarkan suatu idiologi yang dianut oleh
Muhammadiyah secara siknifikan. Sebagaimana idiologi pada
umumnya, di dalam setiap ideologi pasti terdapat tiga unsur yang
paling utama, yaitu:
a. Adanya suatu realitas yang diyakini dalam hidupnya.

106
(keyakinan hidup). Keyakinan Muhammadiyah ini tergambar
secara jelas pada pokok pikiran I, II, III, dan IV.
b. Keyakinan tersebut dijadikan landasan untuk merumuskan
tujuan hidup yang dicita-citakan (tujuan hidup). Tergambar
dalam pokok pikiran VII.
c. Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan
yang dicita-citakan. Tergambar dalam pokok pikiran V dan VI
Pokok Pikiran I

HIDUP MANUSIA HARUS BERDASARKAN TAUHID; YAITU


BERTUHAN, BERIBADAH SERTA TUNDUK DAN TAAT
HANYA KEPADA ALLAH SEMATA. ^

Fitrah Bertuhan
Manusia sejak masih berada di alam ruh (arwah) telah
ditanamkan benih iman, kepercayaan dan penyaksian (syahadah)
terhadap keberadaan Allah s.w. Dalam Q. Al-A'raf:172 Allah
menegaskan:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan amk-
anak Adam dari sulbi mereka dan Tuhan mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya Tuhan berfirman), bukankah AKU ini
Tuhanmu? Mereka menjawab: benar (Engkau Tuhan
Kami), kami telah menjadi saksi"
Benih meyakini terhadap eksistensi Allah merupakan fitrah
atau sesuatu yang bersifat kodrati. Dan karena bertuhan itu
merupakan fitrah manusia, maka tepatlah kiranya kalau Mircea
Eliade mensifatinya sebagai 'homo religious' atau 'natularier
religiosa'. Fitrah inilah yang menjadi daya pendorong pertama untuk

107
mengenal dan mendapatkan Allah swt.
Adapun yang dimaksudkan dengan fitrah Allah adalah
ciptaan Allah. Allah menciptakan manusia disertai dengan berbagai
macam naluri, termasuk didalamnya naluri bertuhan, naluri beragama,
yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka
hal itu tidaklah wajar. Mereka yang tidak beragama tauhid itu
hanyalah lantaran pengaruh lingkungan". Ali Issa Othman
menjelaskan bahwa arti fitrah tidak lain adalah "inti dari sifat alami
manusia, yang secara alami pula ingin mengetahui dan mengenal
Allah swt". (Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali 28)
Sementara Yasien Mohammed menerangkan bahwa "Karena fitrah
Allah dimasukkan kedalam jiwa manusia maka manusia terlahir
dalam keadaan di mana tauhid menyatu dengan fitrahnya. Karena
tauhid menyatu pada fitrah manusia maka para Nabi datang untuk
mengingatkan manusia pada fitrahnya, dan untuk membimbingnya
kepada tauhid yang manyatu dengan sifat dasarnya".
Ali Bin Abi Thalaib ra. Menyatakan bahwa para Nabiyullah
diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah
diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk
memenuhi perjanjian tersebut. Perjanjian Itu tidak tercatat di atas
kertas, tidak pula diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan
pena Allah di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, di atas
permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.
Fitrah bertuhan inilah yang oleh Danah Zohar dan Ian

108
Marshall dinamakan ‘God Spot', atau titik Tuhan (Danah Zohar &Ian
MarshallSQ: Spiritual Intelligence-llir Ultimate Intelligence, 2000:
79). Fitrah ini gejalanya secara universal dapat diamati cukup
siknifikan di sepanjang sejarah perjalanan hidup manusia. Dan
fitrah bertuhan ini akan semakin bertambah jelas bila dikaji dan
difahami lewat kajian filsafat, suatu kajian yang didasarkan pada
pemikiran yang kritis, radikal, Imheren, spekulatif, rasional lagi
komprehensif untuk mendapatkan apa yang disebut 'hakekat'.
Sesungguhnyalah, kajian filsafat dengan menggunakan
penalaran yang kritis itu sendiri pada hakekatnya merupakan
bentuk manifestasi (pengejawantahan) dari perintah Allah juga
sebagaimana yang dinyatakan dalam sekian banyak ayat al-Qur’an,
antara lain:

“Maka ketahuilah! Bahwasanya tidak ada tuhan selain


Allah”(Q.S. Muhammad:19)
Kalimat 'ketahuilah' mengandung arti bahwa Allah sendiri
telah memerintahkan kepada manusia agar supaya mendayagunakan
seluruh potensi jiwanya semaksimal mungkin, khususnya
mendayagunakan akal fikiran guna untuk merenungkan dan
menguak beragam misteri yang ada di jagatraya beserta segala
isinya. Dan di antara sekian banyak bahan renungan manusia yang
tidak pernah habis-habisnya sepanjang zaman adalah merenungkan
masalah 'realitas', masalah ada, 'wujud', 'being', atau 'ontos'.

109
Perenungan yang sangat mendalam terhadap masalah realitas ini
pada ujungnya yang terakhir pasti akan sampai pada masalah realitas
yang Mutlak', atau 'Ada Mutlak' yang dalam istilah agama
dinamakan Tuhan.
Masalah realitas atau 'ada' secara umum dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu 'ada umum' dan 'ada khusus'. Selanjutnya 'ada
khusus' ini masih dibedakan lagi, yaitu 'Ada Mutlak', 'Ada Absolut'
dan 'ada tak mutlak', 'ada nisbih atau 'ada mungkin'.
Akal fikiran dalam dunia filsafat maupun ilmu pengetahuan
merupakan alat yang sangat handal untuk menganalisis dan
menyelesaikan berbagai permasalahan atau obyek yang dihadapinya
guna untuk mendapatkan kebenaran. Namun dalam dunia filsafat ada
sesuatu penyimpangan sikap, yaitu ketika mereka menghadapi obvek
dan problem realitas yang terpuncak, yaitu 'Ada Mutlak'.dengan
serta merta para filosof menyatakan bahwa untuk menghadapi obyek
materia yang satu ini dirinya tidak berkompeten lagi untuk
mengungkapkan dengan logikanya.
Pengakuan seperti ini mengukuhkan apa yang dinyatakan oleh
Rasulullah Muhammad saw:
'Berfikirlah terhadap segala ciptaan Allah (alam semesta dan
manusia), dan jangan sekali-kali memikirkan Dzat (substansi)
Allah, (karena memikir dan merenungkan substansi Allah) justru
akan mencelakakan kalian sendiri"(al-Hadist)
Mereka menyatakan bahwa terhadap obyeknya yang
dikategorikan sebagai 'Ada Mutlak', alat penentunya bukan dengan

110
akal fikiran, melainkan semata-mata akan ditentukan oleh 'belief,
keyakinan atau kepercayaannya. Hal itu mengandung arti bahwa
menerima atau tidak menerima keberadaan dan kebenaran adanya
Tuhan sepenuhnya ditentukan oleh belief atau oleh keyakinannya.
Brameld menegaskan bahwa berbagai persoalan hidup kalau
sudah sampai pada puncaknya pasti semuanya akan disandarkan pada
'belief. Persoalan-persoalan metafisika yang dalam, seperti adanya
Tuhan, kekekalan nyawa dan kebebasan kemauan tak dapat
diselesaikan dengan intelek. Lapangan yang mutlak, yang dapat
dikatakan terletak dibelakang'dunia peristiwa' tak dapat dicapai
dengan akal (Beerling filsafat dewasa ini 1:37). Dan bagi mereka
yang dapat meyakini terhadap 'Ada Mutlak' yaitu Tuhan, oleh Soren
Kirkegaard dikatakan secara jujur bahwa "...menerima iman adalah
suatu anugerah juga, yang tergantung dari rahmat Tuhan" (Theo
Hujbers,UlasanUlasan Mengenai Allah dan Agama Allah: 49).
Mendasarkan pada penegasan di atas maka sebenarnya tiap-
tiap filsafat pada prinsipnya bersumber pada suatu 'belief, suatu
kepercayaan. Kepercayaan atau belief bukanlah suatu keputusan
setelah terkumpul adanya bukti-bukti tentang obyek kepercayaan
itu. Kepercayaan adalah suatu keputusan manusia seluruhnya yang
mempertaruhkan seluruh hidupnya. D.C. Mulder menyatakan
bahwa "Menurut kami ada-tiadanya Allah itu bukan sesuatu yang

111
dapat dibuktikan. Hal itu melebihi akal manusia. Tidak dapat
dibuktikan bahwa Allah itu ada, tetapi juga tidak dapat dibuktikan
bahwa Allah itu tidak ada. Inilah keyakinan, bukan soal akal, ilmu
atau bukti. Allah diterima manusia dengan kepercayaan. Akan
tetapi jangan disimpulkan bahwa dengan demikian kepercayaan itu
bertentangan dengan akal, melainkan kepercayaan itu justru melebihi
akal dan mendahului akal; apalagi kepercayaan atau keyakinan itu
mempengaruhi akal". (D.C. Mulder,Pembimbing ke dalam llmu
Filsafat 23).
Dalam menggambarkan betapa naifnya akal fikiran ketika
memasuki dan menatap masalah yang paling puncak, yaitu
memikirkan keberadaan 'realitas Yang Mutlak' Leopold Weiss
menuturkan bahwa "Mahluk manusia dengan segala mekanisme
jiwanya yang rumit, dengan segala hasrat dan ketakutan-
ketakutannya, perasaan dan ketidak pastian spekulatifnya. Melihat
dirinya dihadapkan pada satu alam dimana kemurahan dan
kekejaman, bahaya dan ketenteraman, tercampur aduk dalam suatu
cara yang dahsyat yang tak teruraikan, dan tampaknya
bekerja pada garis-garis yang berbeda dari metoda-metoda dan
struktur pikiran Btanusia. Falsafah intelektual murni atau ilmu
pengetahuan eksperimental melulu tidak pernah sanggup
memecahkan konflik ini. Inilah justru menjadi titik di mana

112
agama melangkah masuk" (Weiss, Islam di Simpang Jalan, 13).
Sementara itu Immanuel Kant, seorang filosuf besar, raksasa ahli ahli
fikir dari Jerman, menyatakan bahwa"...penyelidikan dengan akal
budi memang dapat memberikan sesuatu pengetahuan tentang
dunia yang tampak ini, tetapi akal budi itu sendiri tidak
sanggup memberikan kepastian-kepastian, dan bahwa berkenaan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdalam tentang Allah,
manusia, dunia dan akherat, akal budi manusia tidak mungkin
memperoleh kepastian, melainkan hidup dalam pengandaian-
pengandaian, 'posrulat-postulat'... Bahwasanya perkara besar itu ada,
tetapi letaknya adalah di atas akal (transcendental). oleh karena itu
saya terpaksa berhenti sejenak dari pengetahuan agar supaya saya
dapat menyediakan tempat iman". (ESA: 138-139).
Tegasnya, bahwa dalam dunia filsafat ada satu sudut tertentu
yang khas, yang menyimpang dari tradisi yang dimilikinya, yang
disebut dengan 'belief atau kepercayaan. Belief atau kepercayaan
terhadap adanya 'Ada Mutlak' ini keberadaannya tidak dapat
diganggu gugat. Penegasan para filosuf seperti ini mengukuhkan
penegasan al-Qur'an, bahwa untuk dapat mempercayai atau tidak
mempercayai terhadap adanya Allah, hal itu semata-mata
dikarenakan adanya karunia dan hidayah Allah semata.

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi

113
petunjuk terhadap orang yang sangat kamu cintai, akan tetapi
Allah(sendirilah) yang memberi petunjuk atau hidayah kepada
orang yang dikehendaki-Nya".(Q. As-Syu'ara -26: 56)
"Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat hidayah kalau Allah tidak
memberi kami hidayah". (Q. Al-A'raf-7:43)
"Katakanlah sesungguhnya petunjuk (hidayah) itu ialah hidayah
Allah. (Q. Ali 'Imran-3:73)
Fitrah bertuhan dalam arti berkeinginan untuk mengetahui dan
mengenal yang kemudian didukung oleh akal fikiran yang kritis
dan radikal akan melahirkan kegairahan yang luar biasa untuk
menatap dan menguak ayat-ayat Allah yang tergelar dalam jagat
raya. (Q. Fushilat-41:53, Q. AI-Gha:syiah- 88:17-22, Al-waqi'ah-56:
63-65, 68 s/d 72, Q. Al-Mulk-67: 30, Q. Al-Anbiya'-21: 30 s/d 33.
Renungan manusia dengan menggunakan akal fikiran yang kritis
disertai dengan pengamatan intuisi yang halus dan tajam pasti akan
membuahkan hasil semakin bertambah kuat keyakinannya (belief)
bahwa sesungguhnya jagat raya beserta seluruh isinya ini adalah
makhluk Allah, yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dengan
perencanaan dan bertujuan (lihat QS.al-Mu’minun115 dan Q. Ali-
Imran-3:191).

Mengikuti apa yang diperintahkan Allah dalam QS..


Muhammad-47:19 agar menggunakan segala potensi yang
dimilikinya untuk membaca 'ayat-ayat Allah' yang berupa aya:tul
kauniyah seperti di atas guna memperkokoh 'belief, yang sudah |

114
tertanam dalam lubuk hati seseorang, para filosuf mengemukakan
adanya empat argumentasi pembuktian terhadap eksistensi Allah,
yaitu:

a. Pembuktian Kosmologis, yaitu suatu bukti yang berhubungan


dengan ide tentang kausalitas/sebab (causality). Plato dalam
bukunya 'Timaeus' mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi
pasti dikarenakan dan didahului oleh suatu sebab. Kalau ada dua
batang pohon yang berdiri berdampingan, dan salah satunya ada
yang mati, orang akan beranggapan bahwa tentu ada sebab-sebab
yang mengakibatkan adanya kejadiar) yang berlainan. Pohon yang
mati pasti disebabkan adanya penyakit, dan penyakit itu sendiri juga
mempunyai sebab, dan begitulah seterusnya. Theo Huibrri
menyatakan bahwa tidak mungkin adanya suatu rangkaian sebab
yang tak terhingga, oleh karena jika demikian halnya, memang
tidak terdapat sebab yang pertama. Jika tidak terdapat sebab yang
pertama, maka sebab yang kedua tidak terdapat juga, oleh karena
seluruhnya tergantung dari sebab yang pertama. jika tidak terdapat
sebab yang kedua, maka tidak terdapat sebab yang ketiga, dan
seterusnya, sehingga akhirnya harus dikatakan: tidak terdapat sebab
yang per tama sama seka. Dan ucapan ini memang salah. (Theo
Huibers II: 84).
Jadi dalam benda-benda yang terbatas (finite) rangkaian sebab-
musabab akan berjalan secara terus menerus. Akan tetapi dalam
logika rangkaiannya terus menerus seperti itu mustahil. Jadi di
belakang sebab-sebab yang merupakan rangkaian yang sangat
komplek tentu ada sebab yang pertama, yang tidak disebabkan oleh
sebab yang lain. SEBAB YANG PERTAMA inilah yang dinamakan
TUHAN. (M. Rasjidi, Filsafat Agama, 1970:54-55).
Bandingkan dengan firman Allah dalam QS. At-Thur-52:35:
al-Waqi'ah 58-59,64-65,68-69,71-72. An-Nahl-16:70-75, Q.ar-
Rum-30: 20-25.

115
b. Pembuktian Ontologis; yaitu pembuktian adanya Tuhan
berdusarkan rejh» atas kenyataan obyektif dengan berpedoman
pada konsep mengenai ADA YANG SEMPURNA (Perfect Being).
Anselmus menyatakan bahwa Tuhan adalah ADA YANG
SEMPURNA atau 'KATEGOR1 A PRIORI' yang dapat difikirkan
sebagai ADA YANG UNIVRSAl., yang melebihi dari yang
partikular. Rene Descartes menjelaskan tentang adanya Tuhan lewat
pembuktian ontologis. "Saya tidak dapat mempunyai pikiran tentang
sebuah SUBSTANSI YANG TAK TERBATAS (TUHAN), jika
pikiran itu tidak dimasukkan dalam diri saya oleh suatu SUBSTANSI
yang dirinya sendiri benar-benar yang TAK TERBATAS (TUHAN)".
Argumen ini didasarkan pada prinsip logis metafisis, artinya suatu
kepastian yang berlaku baik bagi fikiran maupun bagi realitas,
yang dinamakan 'Prinsip alasan yang mencukupi', atau 'alasan yang
memuaskan' (principium rationis sufficiens). (Theo Huijbers: 33-34)
Handingkan dengan Q. Al-A'raf-7:172.
c. Pembuktian Teleologis; yaitu pembuktian tentang adanya
Tuhan dengan berpedoman pada konsep keterpolaan (desain) di
dalam alam semesta yang membutuhkan 'desainer1.
William Paley menyatakan bahwa di dalam dunia yang kongkrit
kita melihat kompleksnya unsur-unsur dunia ini, akan tetapi terlihat
sangat teratur sekali. Alam smesta menunjukkan bentuk keteraturan
itu, di mana planet-planet yang bertaburan namun tidak saling
berbenturan satu sama lainnya. Hal itu menunjukkan adanya
kekuatan Maha Dahsyat yang menciptakan dan mengendalikannya.
Alam semesta merupakan karya seni terbesar yang menunjukkan
adanya 'a Greater intellegent Desaigner', yaitu TUHAN. Tegasnya
"Langit menceriterakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya".
Perhatikan firman Allah dalam: As-Shaffa ayat :6 dan Qaf :6
d. pembuktian Moral; yaitu pembuktian adanya Tuhan dengan
berpegang pada pengandaian adanya hukum moral umum yang

116
memperlihatkan adanya 'Penjamin Moral' (LAW-GIVER).
J. H. Newman menyatakan bahwa adanya kesadaran manusia
untuk melakukan perbuatan yang utama semata-mata didorong oleh
suara hati (kata hati, hati murni, hati kecil, insan kamil), atau
menurut istilah Immanuel Kant disebutnya kategoris imperatif.
Tiap-tiap orang pasti mengalami pada dirinya sendiri, bahwa
terdapat perbuatan-perbuatan yang tidak diperbolehkan. Berkat suara
hati, manusia merasa sungguh-sungguh bertanggung jawab atas
tindakannya, dan lagi pula mempunyai kesadaran bahwa ia tidak
boleh bertindak melawan keyakinan moralnya. Menurut Newman,
dalam hati senantiasa terdengar suara Allah secara eksistensial,
yang tak masuk akal adanya perintah moril ini, kalau tidak terdapat
HAIKIM YANG TERTINGGI, yang mengesahkan perintah moril
tersebut. (Huijbers: 97-98) Inilah alasannya mengapa suara batin
rakyat disebutnya sebagai suara Tuhan.
Perhankan firman Allah berikut ini:
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya". (Q. As-Syamsu-91:8)

Pokok Pikiran II

HIDUP MANUSIA ADALAH BERMASYARAKAT

Hidup bermasyarakat bagi manusia dalam pandangan Islam


merupakan Sunnatullah, atau dalam istilah umum disebut sebagai
keniscayaan, sebagaimana yang ditegaskan dalam Q. Al-Hujurat-
49:13:

"Hai manusia, sesungguhnya KAMI telah menciptakan kalian dari


seorang laki-laki dan seorang peremption, dan menjadikan kalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya kalian saling

117
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian
di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Prinsip hidup bermasyarakat banyak diuraikan dalam Al-


Qur'an, antara lain dalam Q. al-Anfal-8:72, Q. Al-Hasyr-59:9, Q. Ali
Imran-3:103, Q. Al-Hujurat- 10, Q. Al-Maidah-5: 2 dan sebagainya.

Keniscayaan manusia selaku makhluk sosial telah disepakati


oleh semua disiplin ilmu pengetahuan. Dalam tinjauan filosofis
manusia disoroti dari berbagai segi hakekatnya. Dilihat dari hakekat
kedudukannya ia adalah makhluk Tuhan (Homo Divittan)
sekaligus sebagai makhluk mandiri, yang memiliki kebebasan
kehendak (free will) dan kebebasan memilih (free choice).
Sedangkan ditilik dari hakekat sifatnya, manusia adalah makhluk
pribadi(Homo Individualicum) sekahgas sebagai makhluk sosial
(Homo Socius - zoon politikon). Martin Heidegger, seorang filosof
aliran Eksistesualisme menggambarkan jati diri manusia selaku
makhluk sosial dengan ungkapan 'Sein ist Mit - sein", eksistensi
manusia adalah eksistensi bersama. Kebersamaan disebutnya
sebagai suatu 'eksistensi', yakni suatu sifat yang terjalin dalam
struktur eksistensi manusia. (Soerjanto & K. Bertens Sekitar Ma,
1977:41).

Manusia yang tunggal dan tersendiri tanpa hubungan dengan

118
manusia-manusia lain adalah tak lengkap, bahkan tak dapat ditemui
dalam kenyataan; ia selalu bertautan dengan suatu kekeluargaan,
kekerabatan, kemasyarakatan. singkatnya hakekat manusia ialah
adanya dalam suatu kebersamaan (being in communion), tegas
Fuad Hassan. (Fuad Hassan, Kita dan Kami, 1974:24).

Dalam tinjauan psikologi sebagaimana yang dikemukakan oleh


Frits Kunkel ditegaskan bahwa pada diri manusia terdapat dua
dorongan hidup yang paling dominan, yaitu dorongan keakuan
(jchhaftigkeit) dan dorongan kekuatan (Sachlichkeit/Wirhaftigkeit).
Kedua dorongan ini jelas merupakan landasan atau dasar
munculnya dua hakekat sifat manusia selaku makhluk individu dan
makhluk sosial.

Sedang Bonger, seorang Sosiolog menyatakan bahwa manusia


termasuk makhluk sosial, bukan dalam arti hukum alam, menurut
hukum mana ia atal dasar kepentingan diri sendiri akan bersatu dan
sampai akan mengadakan perjanjian-perjanjian dengan sesama
manusia, tetapi berdasarkan pembawaan perasaannya. (Bonger,
Masalah-Masalah Demokrasi, 1952: 41). Di kalangan kaum sosiolog
ada ungkapan "Man is born a social being". Dari tinjauan seperti di
atal telah memberikan gambaran yang cukup kuat untuk
disimpulkan bahwa hidup bermasyarakat bagi manusia benar-
benar merupakan keniscayaan yang tida mungkin dapat dihindari

119
oleh siapa pun selama manusia itu ingin tetap menjalal kehidupan
secara manusiawi.

Islam berpendirian bahwa bersatunya manusia dalam


masyarakat adalah suatu keharusan. Watak manusia tidak
memungkinkan hidup terpencil. Tersusunnya masyarakat sebagai
akibat ketidak mampuan ini, keperluan manusia untuk berkelompok
itu sesungguhnya bernilai ganda. Di satu pihak, keinginan untuk
dominasi dan agresi yang merupakan watak bawaan dalam diri
manusia dapat mendorongnya kepada tindakan tanpa pikiran dan
merusak. Otoritas dan kekuasaan yang memaksa adalah satu-
satunya sarana yang dapat mengatasi rasa dengki, kesombongan,
kecurigaan dan keangkuhan pribadi. Di lain pihak manusia tidak
mempunyai kemampuan untuk memuaskan segala kebutuhan
pribadinya. Kerjasama dan tolong menolong menjadi keharusan
bagi manusia jika ia tidak mau musnah. (Boissard, Humanisme
dalam Islam, 1980:159).

Islam mengakui manusia sebagai makhluk yang paling mulia


(Q. Al Isra: 70), yang mandiri dan berpribadi dan menyandang
berbagai ragam hak asasi yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun
juga. Sekalipun demikian selaku makhluk sosial ia tidak boleh
melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam kehidupan
bersama. Islam sangat menekankan arti pentingnya menghormati

120
mencintai kepada sesama, sebagaimana sabdanya:
"Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga ia
(dapat) mencintai kepeda saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya se«diri"(al-hadist).

Bahkan dengan mempelajari sifat dan susunan hidup yang


disandang manusia maka bagaimana pun juga tinggi martabat dan
nilai pribadi seseorang akan tetapi ia tidak akan mempunyai arti
dan nilai yang berarti bilamana kehidupannya hanya semata-mata
berguna bagi dirinya sendiri, hidupnya egoistik tidak menaru
kepedulian terhadap orang lain. Nilai dan martabat seseorang yang
benar-benar hakiki justru akan ditentukan oleh ukuran seberapa
jauh ia memberikan sumbangsih, kepedulian dan pengorbanan bagi
kepentingan sesama dalam upaya membangun dan membina
kelestarian hidup bersama di atas prinsip saling tolong menolong
dalam kebajikan dan saling hormat menghormati kepada sesama.
Pokok Pikiran III
ISLAM SATU-SATUNYA AGAMA YANG BENAR (HAK), DAN
SATU-SATU-NYA AGAMA YANG SEMPURNA
Pokok pikiran ketiga ini dapat dikatakan sebagai pilihan
alternatif dari sekian banyak alternatif yang paling sesuai dengan dua
prinsip dasar sebagaimana yang ditegaskan dalam pokok pikiran
pertama dan pokok pikiran kedua. Agama Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw adalah satu-satunya agama yang hak yang benar,

121
lagi paripurna (kamil) dan momot atau meratai (syamil).

Islam adalah ajaran hidup yang memberikan bimbingan


yang sangat sempurna serta memberikan kepuasan batin yang
maksimal kepada setiap orang selaku 'homodivinan'atom 'homo
relights' maupun selaku 'homo socius'. Agama Islam memenuhi hajad
manusia untuk mengabdikan diri dan berasyik masyuk dengan
Allah secara langsung. Demikian pula Islam telah memberikan
tuntunan yang lengkap, paripurna kepada umatnya untuk menata
kehidupan bersama menuju terwujudnya tata masyarakat yang
bahagia sejahtera, duniawi dan ukhrawi.
Pokok pikiran ketiga ini menjadi keyakinan yang kokoh dan
kuat bagi Muhammadiyah sebagai hasil telaah dan pemahaman
terhadap ajaran Islam dalam arti' dan sifat yang sebenar-benarnya.
Ada dua kelebihan ajaran Islam yang dibawakan oleh
Rasulullah Muhammad saw, yaitu:
1. Agama Islam adalah agama yang mutlak kebenarannya
Pemyataan seperti ini secara doktrinal didasarkan pada firman
Allah sebagai berikut:
"Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, oleh karena itu janganlah
sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang menyangsikannya".
(Q. Al-Baqarah-2:147)
"Sesungguhnya agama (dim) yang ada di sisi Allah hanyalah agama
Islam", (QS. 'Imran-3: 19)
"Dan siapa pun yang mencari agama selain Islam tidaklah akan
diterima dan diakhirat ia termasuk golongan orang-orangyang

122
merugi".(Q. Ah 'Imran-3:85)
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya (Muhammad saw.) dengan
membawa petunjuk hidup serta agama (din)yang haq/benar agar DIA
memenangkannya terrhadap semua agama, sekalipun orang-orang
musyrik membencinya".(Q. Ash-5ha:f-6l: 9) "DIA-lah yang
mengutus Rasul-Nya (Muhammadsaw.)dengan membawa
petunjuk hidup dan agama (dim) yang benar/hak agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah
Allah sebagai saksi"(Q. AI-Fath-48:28)
Doktrin yang mengajarkan bahwa satu-satunya agama yang
benar/hak di sisi Allah hanyalah agama Islam seperti ini
sebenarnya merupakan ciri khas dari semua agama 'samawi', yaitu
agama yang mendasarkan diri pada revelasi atau wahyu Tuhan,
yang terdiri dari agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Bahkan
sesungguhnya bukan hanya agama samawi saja yang mengajarkan
klaim kebenaran tersebut. Kalau dicermati secara sungguh-sungguh
semua agama tanpa kecuali, baik yang sudah mati maupun yang
masih hidup, yang kuno maupun yang modern, yang teistik ataupun
yang non teistik mereka lahir dan hadir di tengah-tengah umat
lengkap dengan klaim kebenaran, baik secara eksplisit ataupun implisit.
Dengan kata lain, tidak ada agama yang tidak membuat klaim
kebenaran. Klain kebenaran bagi agama adalah sesuatu yang alami
atau natural. Dan lebih dari itu, klaim seperti ini hakekatnya
merupakan esensi jati diri sebuah agama.

123
Dari segi historis menunjukkan bahwa asal mula agama
samawi yang bawa oleh para nabiyullah dari sejak nabi Adam as
sampai dengan nabi terakhir Muhammad Rasulullah saw termasuk
agama yang dibawa oleh Nabi Musa as. Isa as. berasal dari satu
sumber, yaitu agama Islam, yang dalam misi risalahnya
mengajarkan ajaran tauhid yang mutlak (monotheisme absolut)
serta menegaskan bahwa hanya agama Islam sajalah yang hak di sisi
Tuhan (ruth claim). ' Al-Baqarah130,131 dan 136, Yunus:72 dan84,
Yusuf:101, Ali Man l 52, dan an-Nisa: 163-165). Namun dalam
perjalanan sejarahnya agama Islam yang dibawa oleh Nabi Musa as
dan Nabi Isa as., telah mengalami distorsi atau "tahrif (penyisipan,
interpolasi, penambahan, pengurangan dan pemalsuan), baik dari
segi nama maupun sebagian besar esensi ajarannya. Semua itu bisa
terjadi dikarenakan adanya campur tangan dari para pemuka agama
mereka yang tidak bertanggungjawab.

Berdasarkan adanya truth claim seperti di atas dapat difahami


kalau sampai sekarang ini ketiga agama tersebut tetap mengklaim
bahwa hanya dirinya sajalah satu-satunya agama yang benar (claim
of truth) dan satu-satunya agama yang dapat menyelamatkan (claim
of salvation).

Al Qur'an memberikan informasi atas klaim seperti itu, baik


dari agama Yahudi maupun Nasrani, di mana masing-masing

124
mengaku bahwa kebenaran itu hanya ada pada dirinya saja(truth
claim)seperti berikut:

Dan mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata


sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yaluuli alau Nasrani. Demikian itu (hanya) angan-angan
mereka yang kosong belaka. Katakanlah /Tunjukkanlah bukti
kebenaran kalian, manakala kalian adalah orang benar".(Q. Al-
Baqarah: 111).
"Orang-orang Yahudi berkata "Orang-orang Nasrani tidaklah
berdiri di atas kebenaran", dan orang-orang Nasranipun berkata
"Orang-orang Yahudi tidaklah berdiri di atas kebenaran",
sedang keduanya membaca Kitab yang sama" Q. al Baqarah-
2:113.
Di samping itu menurut kepercayaan agama Kristen, di dalam
kitab Injil tidak diketemukan adanya dalil yang menyatakan bahwa
Islam (yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.) sebagai agama
wahyu. Ketiadaan penyebutan dalam teks Injil merupakan
kesimpulan logis konsep Kristen tentang "Kanon Penutup" yang
berarti wahyu Tuhan yang terakhir. Dari konsep ini lahirlah doktrin
yang mengajarkan bahwa gereja sebagai sumber penyelamatan
satu-satunya dan yang terakhir, sebagai ma na yang terungkap
dalam rumusan gereja yang terkenal"ekstra ecclesias nulla salus", di
luar gereja tidak ada keselamatan (Alwi Shihab, Islam Inklusif. 90)

Dengan adanya 'claim of claim' yang sekaligus juga 'claim of


salvation' pada masing-masing agama seperti di atas, wajar kalau

125
kemudian menyebabkan ketiga wajah agama tersebut menjadi
sangat eksklusif di tengah-tengah pergaulan antar agama. Namun
sebenarnya justru sikap dan keyakinan seperti ini merupakan
konsekuensi logis dari ajaran agama yang diyakininya. Dan
sesungguhnya sikap seperti inilah yang akan menunjukkan letaknya
kekuatan beragama, dimana faktor fanatisme rasional menjadi
tiang penyangga utamanya. (Lihat Q. Al 'Ankabut:8, dan Q.
Luqman:15).

Islam yang diyakini sebagai satu-satunya agama yang


hak/benar di sisi Allah bagi setiap muslim merupakan 'belief yang
bersifat mutlak/absolut. Dan dalam masalah 'belief, seperti percaya
terhadap Tuhan dan juga terhadap kebenaran Islam, logika yang
paling genius-pun tidak dapat digunakan untuk mengujinya
sebagaimana yang telah diuraikan pada pokok pikiran pertama.
Namun demikian terhadap kebenaran Islam yang diyakininya
secara mutlak ada dua hal yang berperan besar yang dapat
memperkuat bukti kebenaran Kedua hal itu adalah al-Qur'an al-
Karim dan Rasul Allah Muhammad saw mana al-Qur'an
diwahyukan. Terhadap kedua hal ini secara obyektif telah diakui
sebagai sesuatu yang mendukung akan kebenaran Islam.

Al-Qur'an adalah wahyu Allah swt yang disampaikan kepada


Rasulullah saw. Di samping ia sebagai 'Petunjuk hidup bagi umat

126
manusia', sebagai' Hudan Linnas', bagi Rasulullah saw, Al-Qur'an
berperan juga sebagai mu'jizat.

Kemu'jizatan Al-Qur'an secara jelas dapat disaksikan oleh


siapapun hingga akhir zaman, antara lain:

a. Gaya bahasa Al-Qur'an yang sangat mengagumkan, yang tidak


dapat ditandingi oleh siapapun. Susunan Al-Qur'an merupakan
yang terpuncak dan terindah dalam bentuk sastra. Gaya seperti
ini oleh Murtadha Muthahhari dikatakannya 'dapat melenyapkan
kepandaian kepujanggaan bangsa Arab', sehingga ahli-ahli
kesusasteraan yang terkenal-pun tidak dapat menggubah
kalimat-kalimat dan susunan kata-kata yang sama indah dengan
Al-Qur'an. (Abu Bakar Atjeh, Sejarah Al-Qur'an: 15). Sementara
Palmer, pengarang buku 'Introduction to English Translation oftlie
Qur'an'mengatakan "Sungguh saya tidak heran, kalau penulis-
penulis Arab, meskipun yang terpandai di antara mereka itu,
tidak seorangpun berhasil dapat membuat sesuatu yang kira-kira
sama dengan al-Qur'an" (Ibid.,: 50-51).
Kepada bangsa Arab yang terkenal dengan kepiawiannya
membuat syair, kepada siapapun yang masih meragukannya, Allah
menantangnya secara terbuka agar mereka membuat kalimat
tandingan yang sepadan keindahannya dengan al-Qur'an (Q. Al-
Isra':88, Q. Hud:13 dan Q. AI-Baqarah:23). Tantangan di atas
sampai saat ini belum ada seorangpun yang menjawabnya.
b. Terpeliharanya otentisitas/keshahihan Al-Qur'an sampai akhir
zaman dari tangan-tangan manusia yang tak bertanggung jawab.
Allah menjamin terhadap terpeliharanya otentisitas Al-Qur'an
ini sebagaimana yang difirmankan dalam Q. AI-Hijr:9.
Tentang wujud terjaganya Al-Qur'an antara lain berupa teramat
mudahnya Al-Qur'an untuk dibaca, dipelajari, dan dihafalkan. Sir
William Muir dalam bukunya 'The Life of Mohammad'
menyatakan bahwa "There is probably in Hie world no other work
which has remainded twelve centuries with so pure li-xt". (Abu

127
Bakar: 16).
c. Rasulullah saw sebagai penerima wahyu Al-Qur'an adalah
seorang Rasul yang 'ummi', buta aksara, yang sama sekali tidak
dapat baca tulis. Beliau juga bukannya orang yang dikenal luas
pergaulannya dengan orang-orang cerdik pandai, hingga dengan
pengalamannya seperti itu menjadikan pengetahuan beliau
menjadi luas pula. Namun sekian banyak ayat-ayat Al-Quran
mengungkapkan pengetahuan yang sangat tinggi, yang pada saat
AI Qur'an diturunkan umat sama sekali belum dapat
memahaminya.
d. Dalam Al-Qur'an ada sesuatu yang sulit diterima oleh akal sehat,
kalau Alquran dituduhkan sebagai buah ciptaan Nabi
Muhammad, saw. Al-Qur'an yang diturunkan sedikit demi
sedikit,yang memakan waktu selama 22 tahun, 22 bulan dan 22
hari di dalamnya ada beberapa kata-kata yang cukup
mencengangkan. Abdurrazaq Naufal dalam'Al-Ijaz al-Adaby li al-
Qur'an al-karim' membeberkan kemu'jizatan Al-Qur'an, antara
lain:
1. Keseimbangan antara jumlah kata dengan antonimnya, antara
lain;
- al-Hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-masing sebanyak
143 kali.
- al-naf’u (manfaat) dan al-madlaraah (mudarat) masing-masind
sebanyak 50 kali.
- al-har (panas) dan al-bard (dingin) masing-masing 4 kali.
- al-thama'ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhiq
(kesempitan) masing-masing 13kali.
- al-rahbah (cemas/ takut) dan al-raghbah (harap/ ingin) masing-
masing 8 kali.
- Al-shalihah(kebajikan)dan/al-sayyi'ah(keburukan)masing-masing
167 kali.

128
- al-kufr (kekufuran) dan al-iman dalam bentuk difinitif masing-
masing 17 kali.
- Al-shayf(musim panas) dan al-syita' (musim dingin) masing-
masing satu kali.
Pokok Pikiran lV
BERJUANG MENEGAKKAN AGAMA ISLAM ADALAH
WAJIB, SEBAGAI IBADAH KEPADA ALLAH, DAN
BERBUAT IHSAN DAN ISLAH KEPADA MANUSIA
Pokok pikiran keempat ini merupakan konsekuensi logis dari
adanya pokok fikiran ketiga. Kalau pokok pikiran ketiga
menggambarkan pandangan hidup/keyakinan hidup bahwa: ISLAM
sebagai satu-satunya alternatif yang telah dipilih dan ditetapkan
sebagai keyakinan hidupnya, maka sebagai konsekuensinya apa
yang telah dipilihnya kemudian harus diperjuangkan dengan
semaksimal mungkin. Syauqi Beik, seorang pujangga Mesir
menggambarkan keterpautan antara keyakinan dan perjuangan
hidup dengan ungkapan "Bahwasanya hidup yang sesungguhnya) itu
adalah keyakinan dan perjuangan ". Tegasnya, dengan adanya satu
keyakinan bahwa hanya Islam sajalah satu-satunya ajaran hidup
yang hak menumbuhkan tanggungjawab dan kesadaran untuk
berjuang, berjihad demi tegaknya ajaran Islam, baik dengan
mengorbankan harta, jiwa maupun raganya.

Bagi setiap muslim harus mempunyai kesadaran akan

129
wajibnya memperjuangkan tegaknya ajaran Islam di mana dan
kapan pun juga sebagai tanda bukti akan kebenaran iman dan
keislamannya. Iman adalah suatu persetujuan, satu bentuk janji
antara manusia dan Tuhan. Iman bukan merupakan suatu
pengakuan belaka tentang kepercayaannya terhadap Allah. Ia adalah
pengakuan terhadap kenyataan bahwa hanya Allah sajalah Tuhan
kita, Yang Berdaulat dan yang Memerintah, dan bahwa segala
sesuatu yang dimiliki manusia, termasuk hidupnya sendiri, adalah
kepunyaan Allah dan harus dipergunakan sesuai dengan petunjuk-
pelunjuk-Nya. (Maududi: 27) Penegasan ini hakekatnya
memperjelasurat al-Hujarat:15:, Al-shaf: 10-11, As-Syamsu: 8.

Dalam salah satu haditsnya Rasulullah saw bersabda:


"Surga itu diselimuti dengan berbagai hal yang tidak
menyenangkan, dan neraka diselimuti dengan berbagai
macam kesenangan (sahwat)
Dari dua dalil di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
diri manusil terdapat dua kekuatan/dorongan yang saling berhadap-
hadapan, yaitu kefasikan dan ketaqwaan. Dorongan kefasikan
adalah dorongan yang cenderung memperturutkan bisikan hawa
nafsu, dorongan untuk melakukan hal-hal yang menjadikan dirinya
berdosa, dan oleh karenanya akan mengantarkan dirinya masuk ke
dalam neraka. Dorongan ini bagi hawa nafsu teramat sangat
mengasyikkan, dan inilah kiranya yang dimaksud oleh Rasulullah

130
bahwa 'neraka itu dibungkus oleh berbagai hal yang menyenangkan
bagi hawa nafsu'. Sedang dorongan ketaqwaan adalah dorongan
yang cenderung mengikuti bisikan hati nurani, dorongan untuk
melakukan berbagai macam kebajikan yang berpahala, yang pada
akhirnya akan mengantarkan dirinya masuk ke dalam surga.
Melakukan hal-hal yang bajik, yang makruf ternyata bukannya
sesuatu yang mudah. Perbuatan yang makruf baru dapat dilakukan
bilamana seseorang telah dapat menaklukkan hawa nafsunya, dan
inilah kiranya yang dimaksud oleh Rasulullah saw bahwa 'surga itu
diselimuti, dibungkus oleh sesuatu yang tidak menyenangkan'.
Artinya untuk melakukan perbuatan yang berpahala harus dilakukan
dengan cara terlebih dahulu memaksa hawa nahsunya.

Sikap seorang mukmin yang telah dapat memaksa dirinya


untuk berjuang di jalan Allah dengan mengorbankan harta benda
maupun jiwa raganya oleh Allah disebutnya telah melakukan
'transaksi jual beli" .antara dirinya dengan Allah.

Abul A'la Al-Maududi mengulas makna "jual-beli" yang


terjadi antara manusia mukmin dengan Tuhan yang didasarkan
pada Q. At-Taubah " sebagai berikut:
     
      
       
      
      

131
       
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu
mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran.
dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah
kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar (QS.
At-Taubah: 111).
Akan tetapi Iman dalam pengertian Islam bukannya suatu
konsep metafisikal belaka ia adalah corak suatu perjanjian
(contract) yang dengannya manusia membarter atau menukar
hidupnya dan segala yang dimilikinya dengan Allah sebagai ganti
bagi janji surga di akherat kelak.

Tuhan membeli hidup dan kekayaan seorang mukmin, dan


sebagai gantinya Dia menjanjikan hadiah surga di dalam
kehidupannya nanti sesudah mati. Konsep jual beli ini mempunyai
implikasi penting, karena itu haruslah difahami dengan sebaik-
baiknya watak dan maknanya.

Kenyataan menunjukkan bahwa hakekat setiap sesuatu di


dunia ini adalah kepunyaan Allah. Dia adalah Pemilik (ma:lik)
sebenarnya dari segala yang ada di alam semesta ini, termasuk
hidup dan segala kekayaan manusia. Dilihat dari sudut ini maka

132
apa yang dimaksud dengan makna 'jual beli' hakekatnya tidak ada
sama sekali. Tuhan adalah pemilik yang sesungguhnya, oleh
karena itu manusia tidak berhak untuk menjualnya.

Pokok Pikiran V
PERJUANGAN MENEGAKKAN DAN MENJUNJUNG TINGGI
AGAMA ISLAM HANYALAH AKAN DAPAT BERHASIL
DENGAN MENGIKUTI JEJAK (ITTIBA’) PERJUANGAN
PARA NABI TERUTAMA PERJUANGAN NABI
MUHAMAMD SAW.”
Pokok pikiran ini mengandung pengertian:
1. Kehidupan para Nabi terutama kehidupan Rasulullah
Muhammad saw merupakan kehidupan pejuang dalam
menegakkan cita-cita agama, yang seharusnya menjadi contoh
yang ideal bagi pejuang Islam.
2. Tiap-tiap pejuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam haruslah mempelajari sejarah perjuangan para Nabi
terutama perjuangan Muhammad saw, sehingga dapat
mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi faktor kemenangannya
dan kemudian mencontoh dan mengikutinya.
3. Sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama perjuangan
Rasulullah saw yang wajib kita ikuti ialah selain merupakan
Ibadah kepada Allah, adalah dilakukan dengan Jihad (dengan
sungguh-sungguh menggunakan segala kekuatan dan
kemampuannya serta pengorbanan secukupnya), ikhlas (semata-
mata mengharap keridhaan Allah) penuh rasa tanggung jawab,
penuh kesabaran dan tawakal
4. Dan karena itu pulalah kiranya Persyarikatan kita yang oleh
pendirinya KH. Ahmad Dahlan diberi nama
“MUHAMMADIYAH” untuk bertafaul (pengharapan baik)
dapat mencontoh perjuangan Muhammad Rasulullah saw.

133
Pokok Pikiran VI

PERJUANGAN MEWUJUDKAN POKOK PIKIRAN


TERSEBUT HANYALAH AKAN DAPAT DILAKSANAKAN
DENGAN SEBAIK-BAIKNYA DAN BERHASIL, BILA
DENGAN CARA BERORGANISASI.

Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan


yang sebaik-baiknya”.
Pokok pikiran ini mengandung pengertian:
1. Organisasi/Persyarikatan adalah ikatan secara permanen antara
dua orang atau lebih karena mempunyai tujuan yang sama dan
masing-masing bersedia bekerja sama dalam melaksanakan
usaha-usaha guna mencapai tujuan tersebut dengan peraturan
dan pembagian pekerjaan yang teratur dan tertib.
2. Organisasi adalah alat perjuangan
3. Hukum berorganisasi untuk melaksanakan kewajiban (perintah
agama) berdasarkan kaidah umum, wajib.
4. Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imran tersebut, nyatalah bahwa
Muhammadiyah adalah satu organisasi yang yang bersifat
sebagai GERAKAN, ialah yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
antara lain:
a. Muhammadiyah adalah sebagai subjek/pemimpin, dan
masyarakat adalah objek/yang dipimpin.
b. Dinamis, progresif, serta militant
c. Revolusioner
d. Mempunyai pimpinan yang kuat, cakap, tegas dan
berwibawa.
e. Mempunyai susunan kepemimpinan yang lengkap dan tepat/
up to date.
5. Sesuai dengan prinsip ajaran Islam, Muhammadiyah menjadikan
“Syura” dan “Musyawarah” sebagai dasar dalam mengambil
keputusan dan menentukan tindakan.

134
6. Berdasarkan ayat 104 Surat Ali Imran pula, jelaslah bahwa tugas
pokok Muhammadiyah adalah :
a. Dakwah Islam
b. Amar Makruf
c. Nahy Munkar

Pokok Pikiran VII

SILURUH PERJUANGAN DIARAHKAN UNTUK


TERCAPAINYA TUJUAN HIDUP, YAKNI TERWUJUDNYA
MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA
Pokok pikiran ketujuh membicarakan tentang tujuan
perjuangan. Muhammadiyah selaku Persyarikatan telah
menegaskan bahwa seluruh yang dikerjakan oleh Muhammadiyah
dengan segala amal usahanya harus bermuara pada tujuan akhir
yaitu terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya atau terminologi Al-


Qur'an dirumuskan dengan kalimat Baldatun Tayyibatun wa Rabbun
Ghafur (As-Saba'-34:15) selain merupakan kebahagiaan dan
kesejahteraan dunia bagi seluruh umat manusia, ia juga akan
menjadi jenjang bagi umat Islam untuk memasuki pintu surga
'jannatun na'ien'.

Adapun ciri-ciri wujud masyarakat Islam yang sebenar-


benarnya.
sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an adalah sebagai
berikut:

135
      
      
      
   
Terjemahnya:
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan)
sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu
Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat". (an-
NahI-16:112).
      
     
    
Terjemahnya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.". (AI-A'raf-7:96)
      
      
     
      
        
   
Terjemahnya:
Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh

136
bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka
mereka Itulah orang-orang yang fasik."(an-Nur-24:55).
Dengan menunjuk pada beberapa ayat di atas serta
penjelasan yang dapa disimpulkan dalam pemahaman Al-Qur'an
serta Hadis pada umumnya maka wujud masyarakat utama, adil
dan makmur sejahtera, aman, damai dan bahagia yang ditegakkan
di atas dasar keaduan, kejujuran, persaudaraan, persamaan tolong
menolong dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-
benamya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.

Pokok pikiran-pokok pikiran / prinsip-prinsip seperti yang


diuraikan dan diterangkan di atas, adalah yang dapat untuk
mewujudkan keyakinan dan cita-cita hidupnya terutama untuk
mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur lahir dan batin yang diridhai Allah,
ialah MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA.

C. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

137
Anggaran Dasar Muhammadiyah

BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.

Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912
Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.

Pasal 3
Tempat Kedudukan

Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.

BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG

Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da'wah Amar Ma'ruf
Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Quran dan As-
Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang

Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua

138
belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari
kalimat (Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna
Muhammadan Rasul Allah )

BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA

Pasal 6
Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan


menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.

Pasal 7
Usaha

(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah


melaksanakan Da'wah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Tajdid
yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program, dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha,


program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 8

139
Anggota serta Hak dan Kewajiban

(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:


a. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama
Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara
Indonesia.
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam
yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena
kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu
Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI

Pasal 9
Susunan Organisasi

Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:


1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau
kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau
Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara

Pasal 10
Penetapan Organisasi

(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas


lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

140
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya
ditetapkan olehPimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil
ketetapan lain.

BAB VI
PIMPINAN

Pasal 11
Pimpinan Pusat

(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin


Muhammadiyah secara keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas
orang, dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa
jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari
dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris
Umum dan diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang
Ketua bersama- sama Sekretaris Umum atau salah seorang
Sekretaris, mewakili Muhammadiyah untuk tindakan di dalam
dan di luar pengadilan.

Pasal 12
Pimpinan Wilayah

(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam


wilayahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.

141
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas
orang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan
dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari
dan atas usul calon- calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih
yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Wilayah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Pusat.

Pasal 13
Pimpinan Daerah

(1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya


serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan
orang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa
jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan Daerah yang telah
dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah
dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah
terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Wilayah.

Pasal 14
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam
Cabangnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang

142
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari
dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih
yang telah disahkan oleh Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Daerah.

Pasal 15
Pimpinan Ranting

(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam


Rantingnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang
ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang
dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting
terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila
dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah
Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Cabang.

Pasal 16
Pemilihan Pimpinan

(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.


(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

143
Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan

(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan


Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan
Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, masing-masing dapat
dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan berturut-
turut.

(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat


Muktamar telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang
serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah
disahkan oleh Pimpinan di atasnya.

Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa

Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan


pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat
mengambil ketetapan lain.

Pasal 19
Penasihat

(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.


(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

144
BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN

Pasal 20
Majelis dan Lembaga

(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.


(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan
sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan
tugas pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu
Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII
ORGANISASI OTONOM

Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan

(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah


Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah
tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh
Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan
organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah.

145
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan
oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar

(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam


Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung
jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan
Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan
jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga

Pasal 23
Muktamar Luar Biasa

(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan


oleh keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan
atau kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir tidak
berwenang memutuskannya.

146
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas
keputusan Tanwir..
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 24
Tanwir

(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di


bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung
jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa
jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 25
Musyawarah Wilayah

(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan

147
Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah
atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26
Musyawarah Daerah

(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan


Muhammadiyah dalam Daerah, diselenggarakan oleh dan
atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan
Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan
Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 27
Musyawarah Cabang

(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan


Muhammadiyah dalam Cabang, diselenggarakan oleh dan
atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang

148
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil
Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 28
Musyawarah Ranting

(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah


dalam Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab
Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 29
Musyawarah Pimpinan

(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam


Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting
yang berkedudukan di bawah Musyawarah pada masing-
masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung
jawab Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

149
Pasal 30
Keabsahan Musyawarah

Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29


kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga
anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan
Muhammadiyah di tingkat masing-masing.

Pasal 31
Keputusan Musyawarah

Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan


pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila
keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan
pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.

BAB X
RAPAT

Pasal 32
Rapat Pimpinan

(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di


tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh
dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila
diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja

(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan

150
segala sesuatu yang menyangkut amal usaha, program dan
kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja
Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-
kurangnya satu kalidalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali
dalam satu masa jabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 34
Tanfidz

(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar,


Tanwir, Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh
Pimpinan Muhammadiyah masing- masing tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat
berlaku sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah
masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat
semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga

BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 35
Pengertian

Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta

151
benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta
digunakan untuk kepentingan pelaksanaan amal usaha, program,
dan kegiatan Muhammadiyah.

Pasal 36
Sumber

Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:


Uang Pangkal, Iuran, dan Bantuan
1.
2.Hasil hak milik Muhammadiyah
3.Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4.Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5.Sumber-sumber lain

Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan

Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan


kekayaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
LAPORAN

Pasal 38
Laporan

(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat


laporan perkembangan organisasi dan laporan
pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan

152
kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masing-
masing, Tanwir, dan Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga

(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal


yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat
berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan
Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku
sampai disahkan oleh Tanwir.

BAB XIV
PEMBUBARAN

Pasal 40
Pembubaran

(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam


Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk
keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang
pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari
jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga
perempat dari yang hadir.
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik

153
Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan
umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.

BAB XV
PERUBAHAN

Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar

(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.


(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan
harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan
oleh sekurang- kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
Muktamar yang hadir

BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup

(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh
Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3
s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku
sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.

154
BAB VI

KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

A. Latar Belakang Perumusan Kepribadian Muhammadiyah


Kepribadian Muhammadiyah merupakan salah satu dari
beberapa rumusan resmi Persyarikatan yang disahkan oleh
Muktamar Muhammadiyah yang ke 35 pada tahun 1962 di Jakarta,
atau sering disebut dengan Muktamar setengah abad.

Perumusan Kepribadian Muhammadiyah sesungguhnya tidak


dapt dilepaskan dari keterkaitannya dengan kondisi dan situasi

155
negara pada sekitar tahun 1962. Sebagaimana telah dimaklumi
secara luas bahwa dengan dimulainya peristiwa Dekrit Presiden 5
Juli 1959 negara Indonesia memasuki zaman baru yang dikenal
dengan zaman Demokrasi Terpimpin, atau lebih terkenal dengan
sebutan zaman Nasakom atau pemerintahan Nasakom. Zaman
Demokrasi Terpimpin adalah periode pemerintahan yang dimulai
sejak Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD1945 pada tanggal 5 Juli
1959 hingga terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
Pada periode ini PresidenSoekarno selaku Kepala Pemerintah
membentuk Kabinet atau Dewan Menteri dengan menjadikan tiga
kekuatan politik yang keluar sebagai pemenang Pemilihan Umum
tahun 1955 kecuali Masyumi- sebagai pilar utamanya. Ketiga
Partai politik yang duduk dalam Kabinet tersebut adalah Partai
Nasional Indonesia (PN1) mewakili unsur Nasionalis
(Kebangsaan). Nahdlatul Ulama (NU) mewakili unsur Agama, dan
Partai Komunis Indonesia (PKI) mewakili unsur Komunis.
Kebijakan Presiden mendudukkan ketiga unsur di atas hakekatnya
adalah dalam rangka merealisasikan obsesi dan gagasan yang
sudah dikonsepkan di sekitar tahun 1920-1927.

Secara realitas obyektif dan jujur harus diakui bahwa waktu


itu kekuatan ideologis politis bangsa Indonesia terkelompok dalam
tiga kekuatan yaitu kelompok Kebangsaan atau Nasionalis,

156
kelompok Islam dan kelompok Komunis. Bung Karno
berkeyakinan bahwa untuk menghadapi dan mengenyahkan kaum
penjajah, kaum imperialis dan kolonialis Belanda maka satu-
satunya jalan yang sangat ampuh dan handal adalah dengan cara
menggalang dan mempersatukan ketiga kekuatan bangsa Indonesia
seperti di atas. Kata-kata Bung Karno yang menggagas persatuan
seperti itu dirumuskan dengan kalimat" samen bundelling van
allleen krachten", seluruh kekuatan harus diikat dalam satu ikatan
yang kokoh..Gagasan Bung Karno seperti ini kemudian terkenal
dengan sebutan NASIKOM (Nasionalis, Islam, Komunis).
Ketika Indonesia memasuki zaman merdeka obsesi tersebut
masih terngiang-ngiang dibenak Bung Karno, dan mencita-citakan
adanya persatuan dari seluruh kekuatan bangsa Indonesia untuk
membangun negara. Namun gagasan seperti itu sejak tahun 1945
hingga tahun 1959 tidak pernah bisa diwujudkan akibat selama
kurun tersebut negara Republik Indonesia menerapkan sisitim
Parlementer, dimana Presiden tidak mempunyai peransama sekali
untuk menentukan warna dan kebijakan pemerintahan. Sistem
parlementer memberikan kewenangan kepada kabinet (dewan
menteri) yang dipimpin oleh perdana menteri untuk menentukan
kebijakan pemerintahan.
Ditengah-tengah Kegalauan seperti ini Pimpinan Pusat

157
Muhammadiyah pada tahun 1961 menyelenggarakan kursus
Pimpinan Muhammadiyah seluruh Indonesia yang berlangsung di
Yogyakarta. Di antara penceramah yang tampil dalam kursus
tersebut adalah KH. Fakih Usman, seorang tokoh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah sekaligus tokoh Masyumi. KH.Fakih Usman
dalam susunan Pimpinan Pusat Masyumi termasuk anggota DPP
Masyumi sejak tahun 1945 hingga tahun 1960. Bahkan Fakih Usman
sejak tahun 1956 hingga 1960 menduduki wakil ketua DPP
Masyumi. Adapun makalah yang disampaikan kepada para peserta
kursus berjudul "Apakah Muhammadiyah itu?" Dalam makalah ini
Fakih Usman menguraikan secara tepat tentang jati diri
Muhammadiyah yang sebenarnya, menguraikan tentang hakekat
apa dan siapa Muhamamdiyah itu.
Pidato KH. Fakih Usman yang sangat sarat isinya tersebut
ternyata menggugah beberapa tokoh anggota PP. Muhammadiyah,
yang akhirnya ditanggapi secara positif oleh Persyarikatan yang
dibuktikan dengan dibentuknya tim Perumus "KEPRIBADIAN
MUHAMMADIYAH" yang terdiri dari Prof. Dr.HAMKA, KH.
Wardan Diponingrat, H. Djarnawi Hadikusuma, HM. Djindar imimy,
HM. Saleh Ibrahim serta KH. Fakih Usman selaku nara sumber.
Hasil rumusan materi "Kepribadian Muhammadiyah" dibahas
dalam sidang tanwir Muhammadiyah pada tanggal 25 s/d 28

158
Agustus 1962. Setelah melewati pengolahan kembali, akhirnya
materi Kepribadian Muhammadiyah dijadikan salah satu materi
pokok Muktamar Muhamamdiyah ke 35 yang berlangsung pada
tanggal 14 s/d 18 November 1962 di Jakarta. Diskusi dan debat yang
cukup menegangkan di dalam Muktamar menyertai dibahasnya
materi kepribadian Muhammadiyah. Sesudah dicapai kata sepakat
bulat Muktamar menerima dan mensahkan Matan Kepribadian
Muhammadiyah sebagai rumusan resmi persyarikatan.

B. Hakekat Muhammadiyah
Dalam pokok bahasan 'Apakah Muhammadiyah itu',
pertama-tama yang ditegaskan adalah bahwa: Muhammadiyah
adalah suatu persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Pada
pernyataan yang singkat ini terkandung dua pengertian yang sangat
padat, yaitu Muhammadiyah sebagai suatu persyarikatan, suatu
organisasi, suatu perkumpulan, atau suatu jam'iyah, dan
Muhammadiy.i11 sebagai Gerakan Islam (Islamic Movement).

1. Muhammadiyah sebagai suatu Persyarikatan


Pernyataan seperti ini mengandung penegasan bahwa
hakekatnya Muhammadiyah itu tidak lebih dari sebuah organisasi
atau suatu perkumpulan jam' iyah. Dan sebagaimana lazimnya sebuah
organisasi, ia tidak lebih dari sebuah alat (tool), yaitu alat yang dapat
digunakan sebagai sarana atau wahana yang efektif dan efisien

159
untuk memperjuangkan suatu tujuan yang dicita-citakan.

Bagi Muhammadiyah, fungsi organisasi tidak lebih dari


sebuah alal perjuangan semata-mata, yaitu alat perjuangan untuk
dan demi tegaknya kemuliaan dan kejayaan Islam secara hakiki.
('Izzul-Islam wa al-muslimin).
Dengan pernyataan ini pula Muhammadiyah ingin
menegaskan kepada dunia luar, atau kepada siapapun yang karena
kurangnya pengertian terhadap apa dan siapa Muhammadiyah yang
sebenar-benarnya, bahwa Muhammadiyah sama sekali bukan
merupakan sebuah mazhab, firqah atau pun sekte tersendiri dalam
Islam. Kalau pun akan dikait-kaitkan dengan masalah firqah maka
secara tegas dengan didukung oleh bukti-bukti yang obyektif
rasional, baik dalam amaliyah ubudiyah atau pun amaliyah
i'tiqadiyahnya Muhammadiyah adalah termasuk golongan
Salafiyah serta termasuk dalam Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. (lihat
lampiran I
2. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam

Apabila dalam penegasan pertama Muhammadiyah


menyatakan diri sebagai suatu persyarikatan di dalamnya tercermin
wajah Muhammadiyah dari dimensi luar, atau dimensi lahiriahnya,
maka pada penegasan yang kedua ini tercermin wajah
Muhammadiyah dari dimensi ruhaniyah atau dimensi internal.

160
Kedua dimensi ini sebenarnya tidak dapat dipisah-pisahkan, bahkan
hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh dan integral.
Keduanya semakna dengan pengertian antara wadah dan isi, jiwa
dan raga. Kedua dimensi ini merupakan satu substansi yang
menggambarkan wajah Muhammadiyah secara utuh.

Dengan memahami motivasi yang menjadi pendorong utama


berdirinya Muhammadiyah seperti di atas, maka sudah pada
tempatnyalah kalau kemudian Muhammadiyah menyatakan diri
dan sekaligus menyandang ciri yang khas sebagai Gerakan Islam
(Islamic Movement), yaitu suatu gerakan yang lahir karena motivasi
Islam, bergerak semata-mata karena diilhami oleh aspirasi Islam,
dan dalam keseluruhan geraknya adalah dalam rangka
mengaktualisasikan ajaran Islam yang bersumber pada ajaran Al-
Qur'an dan as-Sunnah as-Shahihah. Tegasnya bagi Muhammadiyah,
Islam diyakini sebagai satu-satunya sumber motivasi dan sumber
inspirasi bagi seluruh gerakan dan aktifitasnya.

Muhammadiyah menyatakan dirinya sebagai suatu gerakan.


Istilah gerakan ini dipergunakan oleh Muhammadiyah dengan
maksud bahwa selaku lembaga yang mengemban ide dan misi
sebagaimana di atas maka sudah seharusnya kalau dalam dirinya
terpancar vitalitas dan dinamika yang tinggi, memiliki gerak hidup
dan daya juang yang tegar dan tak terpatahkan oleh kekuatan apa

161
pun. Gerakan Muhammadiyah adalah gerakan yang bersifat oto-
aktif dan 'self propelling growth', tanpa menggantungkan sama
sekali kekuatan dari luar, atau pun bantuan dari fihak lain. Dan
sesuai dengan kedua hakekat yang disandang oleh Muhammadiyah
sebagaimana di atas, maka:

a. Selaku persyarikatan harus terus berjuang untuk merentangkan


jaringan organisasi, baik secara vertikal atau pun secara horiJ
zontal. Bersamaan dengan langkah yang bersifat ekstensifikasi
organisaal seperti itu harus diikuti juga langkah-langkah yang
bersifat intensifikasi yang berupa peningkatan kualitas organisasi
maupun mekanismenya.

b. Selaku Gerakan Islam Muhammadiyah harus terus berjuang untuk


menyebar luaskan ide-idenya ke tengah-tengah masyarakat bangsa
Indonesia. Penyebaran ide-ide Muhammadiyah tidak musti harus
diwadahi oleh formalitas organisasi atau diberi label organisasi.
Dalam hal ini harus difahami bahwa sebenarnya ide-ide atau
gagasan-gagasan Muhammadiyah justru jauh lebih besar dari pada
organisasi Muhammadiyah itu sendiri. Demikian juga bias yang
dipancarkannya jauh lebih luas dan jauh lebih akomodatif. Oleh
karena itu manakala kondisi belum memungkinkan atau malahan
tidal memungkinkan sama sekali bila gagasan tersebut diberi wadah
dan dikemai dalam bentuk organisasi maka sikap luwes atau

162
fleksibel adalah sikap yang patut diketengahkan. Berbagai contoh
penyebaran ide Muhammadiyah tanpfl harus diiringi oleh
formalisme organisasi dapat ditunjuk antara lain shalat 'led di tanah
lapang, pola pembagian zakat fitrah, santunan anak yatim,
menggembirakan amalan qurban, gerakan wanita, pendidikan
agama dl sekolah umum, dan lain sebagainya, yang sekarang ini
telah diterima dan telah menjadi milik umat Islam tanpa dapat
dibedakan lagi antara Muhammadiyah dan bukan Muhammadiyah..

C. Dasar amal-usaha Muhammadiyah


Dalam perjuangan melaksanakan usaha menuju tujuan
terwujudnyn masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di mana
kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas
prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar,
yaitu:
a. Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah dan taat
kepada Allah.
b. Hidup manusia bermasyarakat.
c. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa
ajaran
Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban
bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
d. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam
masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan

163
ihsan kepada manusia.
e. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
f. Melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban
organisasi.
D. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah
Dari segi taktik perjuangan sering orang berpendirian
bahwa tidak mengapa kita bertindak menyalahi peraturan bahkan
tidak mengapa bertindak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,
asal dengan maksud untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Kadang-kadang sampai orang berpendapat bahwa tiada celanya
berbuat sesuatu yang menyeleweng dari hukum agama, asal hanya
untuk siasat belaka. Ada adagium dari Nicollo Machiavelli (1469-
1527) menyatakan: "Het doel heiligt de middelen"atau tujuan
menghalalkan semua cara. Maksudnya, tidak apa orang melakukan
cara-cara yang kurang baik asalkan untuk mencapai tujuan yang
baik. Dalam Muhammadiyah hal ini tidak boleh terjadi. Hukum
dan ajaran agama Islam wajib dipegang teguh dan dijunjung tinggi.
Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik pula. Cira-cita
yang diridlai Allah harus dicapai dengan cara serta usaha yang diridlai
Allah jua. Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda: "Siapa
menyuruh berbuat baik hendaklah dengan cara yang baik pula".
Muhammadiyah berjuang tidak sekedar mencari berhasilnya
tujuan semata-mata, tetapi di samping itu juga dengan maksud

164
beribadah, berbakti kepada Allah dan berjasa kepada kemanusiaan.
Muhammadiyah berjuang dengan keyakinan bahwa kemenangan
ada di tangan Allah, dan itu akan dianugerahkan kepada siapa yang
bersungguh-sungguh berjuang dengan cara yang adil dan jujur.

Meniliki dasar prinsip tersebut di atas maka apapun yang


diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah
untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman: "Berpegang
teguh akan ajaran Allah dan Rasulnya, bergerak membangun di
segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta
menempuh jalan yang diridlai Allah".

E. Sifat Muhammadiyah
1. Beramal dan Berjuang Untuk Perdamaian dan
Kesejahteraan

Dengan sifat ini, Muhammadiyah tidak boleh mencela dan


mendengki golongan lain. Sebaliknya, Muhammadiyah harus tabah
menghadapi celaan dan kedengkian golongan lain tanpa
mengabaikan hak untuk membela diri kalau perlu, dan itu pun
harus dilakukan secara baik tanpa dipengaruhi perasaan aneh.
2. Memperbanyak Kawan dari Mengamalkan Ukhuwah
lslamiyah

165
Setiap warga Muhammadiyah, siapa pun orangnya,
termasuk para pemimpin dan da'inya, harus memegang teguh sifat
ini. Dalam rangka untuk "Memperbanyak Kawan dan
Mengamalkan Ukhuwah Islamiyah". Inilah, pada umumnya
ceramah atau kegiatan dakwah lainnya yang dilancarkan oleh dai-
da'i Muhammadiyah memakai gaya "sejuk penuh senyum", bukan
dakwah yang agitatif menebar kebencian ke sana ke mari.
Di kalangan Muhammadiyah di Surakarta terkenal semboyan
"Jiniwit Katut". Jiniwit artinya dijiwit (dicubit), tetapi justru lama-
lama orang yang njiwit akan katut atau terpiat oleh
Muhammadiyah yang selalu bertingkah simpatik kepada siapa pun.
Dan tampaknya sifat inilah salah satu rahasia, mengapa
Muhammadiyah terus berkembang makin mengakar dalam
masyarakat.
3. Lapang Dada, Luas Pandang dan Dengan Memegang Teguh
Ajaran Islam
Lapang dada atau toleransi adalah satu keharusan bagi
siapapun yang hidup dalam masyarakat, apalagi hidup dalam
masyarakat yang majemuk seperti masyarakat Indonesia. Tanpa
adanya lapang dada, kehidupan akan goncang. Dan prinsip
"Memperbanyak Kawan" tentu berubah menjadi "Memperbanyak
Musuh". Namun bagaimana, pun dalam berlapang dada, kita tidak

166
boleh kehilangan identitas sebagai warga Muhammadiyah yang
harus tetap memegang teguh ajaran Islam. Dengan demikian, bebas
tetapi tetap terkendali
4. Bersifat Keagamaan Dan Kemasyarakatan
Sifat "Keagamaan dan kemasyarakatan" sudah merupakan
sifat Muhammadiyh sejak lahir. Karena ini sifat yang tidak
mungkin terlepas dari jiwa dan raga Muhammadiyah. Mengapa?
Muhammadiyah sejak lahir mengemban misi agama, sedang agama
diturunkan oleh Allah melalui para Nabi-Nya juga untuk
masyarakat, yakni untuk memperbaiki masyarakat. Masyarakat
adalah "lahan" bagi segala aktivitas perjuangan Muhammadiyah.
Dua sifat ini, yakni keagamaan dan kemasyarakatan, tidak boleh
berdiri sendiri-sendiri. Harus berjalin berkelindan. Karena itu,
Muhammadiyah bukan gerakan sosial semata-mata, dan bukan
juga gerakan keagamaan semata-mata. Muhammadiyah adalah
gerakan kedua-duanya, ya keagamaan ya kemasyarakatan.
Tetapi Muhammadiyah juga bukan gerakan politik, sebab kalau
gerakan politik, tercermin dalam berbagai amal usaha yang telah
tertekuninya selama ini
5. Mengindahkan, segala Hukum, Undang-undang Serta dan
Falsafah Negara Yang Sah
Muhammadiyah sebagai satu organisasi, mempunyai

167
sejumlah anggota. Anggota ini adalah warga negara dari suatu
negara hukum. Hukum negara mempunyai kekuatan mengikat bagi
segenap warga negaranya. Ini adalah kenyataan. Karena itu,
Muhammadiyah mengindahkan semua itu.
6. Amar Maruf Nahi Munkar Dalam Segala Lapangan Serta
Menjadi Contoh Teladan Yang Baik
Salah satu kewajiban tiap muslim ialah beramar ma'ruf dan
bernahi munkar, yakni menyuruh berbuat baik dan mencegah
kemunkaran. Yang dimaksud kemunkaran ialah semua kejahatan
yang merusak dan menjijikkan dalam kehidupan manusia. Tanpa
adanya amar ma'ruf dan nahi munkar, tidak akan kebaikan dapat
ditegakkan, dan tidak akan kejahatan dapat diberantas. Untuk itu,
Muhammadiyah harus sanggup menjadi suri teladan dalam
kegiatan ini, baik ke dalam tubuh sendiri ataupun ke luar, ke
tengah-tengah masyarakat ramai, dengan penuh kebijaksanaan dan
pendekatan yang simpatik. Amar ma'ruf nahi munkar,
bagaimanapun harus kita lakukan dengan cara yang baik, sebab
kalau tidak begitu, adalah Machiavellisme namanya.

7. Aktif Dalam Perkembangan Masyarakat Dengan Maksud


Islah dan Pembangunan Sesuai Dengan Ajaran Islam
Kapan pun dan dimana pun Muhammadiyah memang harus
selalu aktif dalam perkembangan masyarakat, sebab tanpa

168
begitu, Muhammadiyah akan kehilangan peran dan akan
ketinggalan oleh sejarah. Tetapi keaktifan Muhammadiyah
dalam perkembangan masyarakat, tidak berarti sekedar ikut arus
perkembangan masyarakat, Muhammadiyah adalah kekuatan
ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran.
8. Kerjasama Dengan Golongan Lain Mana Pun, Dalam Usaha
Menyiarkan Dan Mengamalkan Ajaran Islam Serta
Membela Kepentingannya.
Menyiarkan Islam, mengamalkan dan membela
kepentingan Islam, bukan hanya tugas Muhammadiyah, tetapi juga
tugas semua umat Islam. Karena itu, Muhammadiyah perlu
menjalin kerjasama dengan semua golongan umat Islam. Tanpa
kerjasama ini, tidak mudah kita melaksanakan tugas yang berat ini.

10. Membantu Pemerintah Serta Kerjasama Dengan Golongan


Lain Dalam Memelihara Negara dan Membangunnya,
Untuk Mencapai Masyarakat Yang Adil dan Makmur
Yang Diridhai
Negara Indonesia adalah memiliki semua warga negaranya,
termasuk warga Muhammadiyah. Adalah suatu keharusan
dijalinnya kerjasama di antara semua unsur pemilik negara, untuk
membangun Negara dan bangsa menuju tercapainya masyarakat
yang adil dan makmur yang diridhai Allah.
Muhammadiyah kemakmuran masyarakat ini, sebab
kemakmuran mempersubur iman dan takwa, sedang kemelaratan
169
mempersubur kriminalitas sosial dan kekufuran. Bukankah telah
disabdakan oleh Nabi kita, "kada al-faqru ayyakuna kufran"
(Kekafiran itu dapat menyebabkan kekufuran).

BAB VII

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

A. Pengertian
Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah itu
mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan
tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai
arti penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi
semua pimpinan dan anggota muhammadiyah. garis-garis besar
perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan
dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.

170
B. Enam Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai dengan tujuan muhammadiyah,
khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman.

1. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940

a. Memperdalam Masuknya Iman.


Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-
lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya,
dipengaruhkan dan digembirakan, sampai iman itu mendarah
daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari
kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah faham agama yagn sesungguhnya itu
dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan
dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu
Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang
paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah
pekerjaan keagamaan itu.

c. Memperbuahkan Budi Pekerti.


Hendaklah diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang
terpuji dan akhlaq yang tercela serta diperbahaskannya tentang
memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya

171
akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya
seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik
lagi berjasa.

d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie).


Hendaklah senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri
(self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali
diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan
perbaikan itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan
dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang
yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan.
Hendaklah menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan
persatuan organisasi dan mengokohkan pergaulan persaudaraan
kita serta mempersamakan hak-hak dan memerdekakan lahirnya
pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan.
Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun
akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-
adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah
hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah.

172
Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu,
mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang
sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi segala
gerakan kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H.
Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir.
Sebab majlis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam
kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan kanan
yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka
sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-
baiknya.
i. Mengadakan Konperensi Bagian.
Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah
bagian kita, maka hendaklah kita berikhtiar mengadakan
Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran
Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan Putusan.
Agar dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka
hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai kepala Majlis
(Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu
lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara
menghasilkannya dengan segera.

173
k. Mengawaskan Gerakan Jalan.
Pemandangan kita hendaklah kita tajamkan akan
mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang
sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang
akan datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan Luar.
Kita berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada
iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di
Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam
segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing,
terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin
Islam. 
2. Khittah Palembang 1956-1959
a. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan
memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan
ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-
madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.

174
f. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan
badan ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan
perselisihan.
g. Menuntun penghidupan anggota.

3. Khittah Ponorogo 1969 


Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo
(1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa
dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua
saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah
sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi
munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi
ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh"
meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang. 

4. Khittah Ujung Pandang 1971 


a.  Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal
dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat.
b.    Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya
dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan

175
da’wah islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah
melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan
positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam
pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah
ponorogo 1969)

a. Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal


dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak
mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak
merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi
apapun.
b.  Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya
dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
6. Khittah Denpasar 2002
Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah
Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka
gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama
gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan

176
atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran
berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian Fungsi dan tujuan adalah Sebagai
tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi
anggota maupun pimpinan muhammadiyah. Sebagai landasan
berpikir bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah dan
yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha
muhammadiyah.
C. Program Dasar Perjuangan Muhammadiyah.

Dengan da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat
membuktikan secara teoritis konsepsional, secara operasional dan
konkrit riel, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat
dalam Negara Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD 45
menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia
material dan spiritual yang diridhai oleh Allah swt.

Mengingat situasi dan kondisi yang sekarang ini,


perangkapan jabatan masih terpaksa diperbolehkan asal bukan
ketuanya. Dan mulai sekarang larangan perangkapan jabatan juga
dikenakan kepada wakil-wakil ketua; dan penyimpangan dari
ketentuan itu harus mendapat dispensasi dari pimpinan di atasnya.

177
Di samping itu, sejauh mungkin perangkapan jabatan tersebut
harus dicegah pengkaburan identitas masing-masing.
D. Pola Dasar Perjuangan Muhammadiyah
1. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan
suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang bersumber ajaran
Islam.

2. Da’wah Islam dan amar m'aruf nahi munkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana yang dituntunkan
oleh Muhammad Rasulullah saw. adalah satu-satunya jalan
untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.
3. Da’wah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang
dimaksud harus dilakukan melalui 2 (dua) saluran atau bidang
secara simultan:
a. Saluran politik kenegaraan (politik praktis).
b. Saluran masyarakat.
4. Untuk melakukan perjuangan da’wah Islam dan amar ma’ruf
nahi munkar seperti yang dimaksud diatas dibuat alatnya
masing-masing yang berupa organisasi:

a. Untuk saluran atau bidang politik, kenegaraan (politik praktis)


dengan organisasi politik (partai).

b. untuk saluran atau bidang masyarakat dengan organisasi non


partai.

178
5. Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan
diri “Gerakan Islam dan amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang
masyarakat”. Sedang untuk alat perjuangan dalam bidang politik
kenegaraan (politik praktis), Muhammadiyah membentuk satu
partai politik diluar organisasi Muhammadiyah.

6. Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah


merupakan proyeknya dan wajib membinanya.

7. Antara Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan


organisatoris, tetapi tetap memiliki hubungan idiologis.

8. Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut


caranya sendiri-sendiri, tetapi dengan saling pengertian dan
menuju tujuan yang satu.

9. Pada prinsipnya tidak dibenarkan adanya rangkap jabatan,


terutama jabatan pimpinan antara keduanya demi tertibnya
pembagian pekerjaan (sepesialisasi).

Sedangkan pola dasar perjuangan Muhammadiyah di


Ponorogo, terbagi menjadi sembilan nomor :

1. menegaskan bahwa Muhammadiyah  berjuang untuk mencapai


keyakiyan yang bersumber pada ajaran islam.

179
2. menegaskan bahwa untuk mencapai suatu keyakinan yang
bersumber pada ajaran islan tersebut di laksanakan dengan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar

3. menegaskan bahwa kegiatan dakwah amar ma'ruf nahi munkar


dilaksanakan melalui dua saluran yaitu : saluran politik
kenegaraan dan saluran masyarakat.

4. menegaskan bahwa alat yang digunakan untuk dakwah amar


ma'ruf mahi munkar bidang politik dengan mendirikan partai
politik, sementara organisasi kemasyarakat dengan organisani
non partai.
5. menegaskan bahwa Muhammadiyah memilih dan menetapkan
dirinya sebagai gerakan amar ma'ruf nahi munkar, sedangkan
alat perjuangannya di bidang polotik muhammadiyah
membentuk partai politik (dengan nama Parmusi)

6,7,8,9 menyebutkan peraturan yang mengatur hubungan


Muhammadiyah dan partai politik

• Partai politik merupakan objek binaan Muhammadiyah

• Antara Muhammadiyah dan partai politik tidak ada hubungan


organisatoris, Tetapi memiliki hubungan ideologis.

180
• Muhammadiyah dan partai politikberjalan menurut caranya
masing-masing yang penting tujuannya sama.

• Tidak di ijinkan rangkap jabatan di Muhammadiyah dan partai


politik.

BAB VIII

KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH

A. Sejarah Perumusan
Keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah disahkan
oleh Mu’tamar Muhammadiyah ke-37 yang diselenggarakan pada
tahun 1968 di kota Yogyakarta. Dalam sidang Tanwir menjelang
Muktamar ke-37 dibahas berbagai masalah yang akan dijadakan
acara Mu’tamar, antara lain dibahas tentang perlunya tajdid di
segala bidang, termasuk tajdid ideologi Muhammadiyah. Gagasan

181
tersebut dapat diterima oleh sidang, dan untuk merumuskannya,
oleh sidang diserahkan kepada suatu panitia. Hasil rumusan dari
panitia ini selanjutnya dibawa ke Mu’tamar ke37. Setelah melalui
berbagai pembahasan akhirnya disetujui oleh Mu’tamar dengan
catatan agar rumusan tersebut disempurnakan oleh PP
Muhammadiyah.

Rumusan PP Muhammadiyah dalam hal ini biro ideologi


yang melaksanakan amanat dan tugas dari Mu’tamar seterusnya
menyerahkan kepada sidang Tanwir yang berlangsung di
Ponorogo.

B. Matan atau Teks


Rumusan yang kemudian menjadi gagasan adalah sebagai
berikut:

Keyakinan dan cita-cita hidup muhammdiyah


Muhammadiyah adalah gerakan berdasarkan islam, bercita-
cita dan berkerja untuk terwujudnya masyarakat utama adil
makmur yang diridhoi oleh Alloh SWT untuk melaksanakan fungsi
dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi.
Muhammadiyah juga berkeyakinan bahwa islam adalah agama
Alloh yang diwahyukan kepada para Rosul-Nya sejak nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi

182
penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Alloh
kepada unmat manusia sepanjang masa dan menjamin
kesejahteraan materil dan spiritual duniawi dan ukhrowi.

Muhammadiyah dalam mengamalkan islam juga


berdasarkan Al Qur’an kitab Alloh yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW dan sunah Rosul yang berisi penjelasan dan
pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai
dengan jiwa ajaran islam. Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksanakannya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang-bidang
aqidah, ahlak, ibadah, muamalat duniawiyah.

Dalam bidang aqidah muhammadiyah bekerja untuk


terlaksanakannya aqidah islam yang murni bersih dari gejala-gejala
kemusrikan, bid’ah dan khurofat tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran islam , sedangkan dalam bidang aqlak,
muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai aqlak mulia
dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al Qur’an dan sunah
Rosul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.

Muhammadiyah dalam bidang ibadah bekerja sesuai


dengan tuntunan Rosululloh SAW tanpa tambahan dan perubahan
dari manusia, sedangkan dalam muamalat duniawiyah (pengolahan

183
dunia dan pembinaan masyarakat)denagn berdasarkan ajaran
agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai
ibadah kepada Allah SWT.

Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa


Indonesia yang telah mendapatkan karunia Allah berupa tanah air
yang mempunyai sumber-sumber kekayaan,kemerdekaan bangsa
dan Negara republik Indonesia berfalsafah pancasila,agar
menjadikan Negara yang adil dan makmur diridhoi Allah SWT.

Rumusan Matan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah


terdiri dari lima angka,kelima angka tersebut dikelompokan
menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Pokok-pokok persoalan yang besifat ideologis sebagaimana


tersimpul dalam angka satu dan dua adalah:

1) Dasar : Muhammadiyah adalah gerakan berdasarkan


islam
2) Cita-cita : Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya
masyarakat utama adil makmur yang di ridhoi
oleh Allah SWT.
3) Ajaran : Ajaran yang digunakan untuk melaksanakan
dasar dalam mencapai cita-cita ajaran islam yaitu
agama Allah,hidayat dan rahmat Allah kepada
umat manusia sepanjang masa,dan menjamin
kesejahteraan hidup materi dan spiritual duniawi
dan ukhrowi.
Keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah ditentukan dan

184
disinari oleh islam ,islam sebagai sumber ajaran yang menentukan
keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah.Hidup beribadah
menurut ajaran islam adalah hidup bertaqarub kepada Allah
denagan menunaikan amanat serata mematuhi ketentuan yang telah
menjadi peraturan agar mendapatkan ridho dari Allah SWT.

b. Muhammadiyah perlu dikenalkan oleh angkatan muda


muhammadiyah

Dengan diajarkan mata pelajaran Kemuhammadiyahan, mereka


dapat mengenal tentang apa dan diapakah muhammadiyah itu,
mengenal perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
dapat menegtahui secara obyektif, bahwa persayarikatan
muhammadiyah merupakansebuah Gerakan Islam di Indonesia
yang telah berjasa dalam keikutsertaannya menmbangun bangsa
Indonesia dalam upaya menemukan jati dirinya sejak zaman
penjajahan Hindia Belanda hingga dewasa ini. Muhammadiyah
telah menyumbangkan adilnya kepada bangsa Indonesia dengan
memberikan putera-puteri terbaiknya untuk berjuang dikancah
perjuangan bangsa dan Negara Republik Indonesia

c. Hal-hal yang perlu dipelajari

Untuk mengenal secara utuh, bulat dan integral tentang apa


dan siapakah muhammadiyah itu, setidak-tidaknya ada tiga

185
pendekatan yang harus dipergunakan.

Ketiga pendekatan tersebut satu sama lain saling lengkap


melengkapi. Ketiga pendekatan itu ialah :

1) Pendekatan Historis
Aspek pertama untuk mengenal Persyarikatan
Muhammadiyah adalah lewat pendekatan historis atau pendekatan
kesejarahan. Dengan pendekatan seperti ini berarti mempelajari
tentang latar belakang berdirinya, sejarah perkembangannya,
berbagai amal usaha dan hasil-hasilnya yang telah dicapai dan
sebagainya. Sekaligus juga mempelajari cirri-ciriya yang khas yang
melekat pada jati diri Muhammadiyah, yang membedakan dengan
gerakan-gerakan lainnya, yang tumbuh dan berkembang baik di
Indonesia maupun yang di Alam Islam (dunia Islam).

2) Pendekatan Ideologis
Aspek kedua untuk mengenal persyarikatan
muhamamdiyah adalah lewat pendekatan ideologis atau
pendekatan dari segi keyakinan dan cita-citanya. Pendekatan aspek
yang kedua ini dapat dikatakan pendekatan yang paling penting,
sebab lewat pendekatan kedua ini akan dikenal tentang hakekat
atau jatidiri Muhammadiyah yang sebenar-benarnya. Lewat tilikan
aspek ini akan dapat dikenal watak dan kepribadiannya, dikenal

186
dorongan-dorongan yang menggerakkan seluruh aktifitas
Muhammadiyah, dikenal juga apa yang menjadi pandangan atau
keyakinan hidupnya serta apa yang menjadi cita-cita
perjuangannya.

Dalam pendekatan aspek idiolagis ini ada tiga materi yang


tidak boleh dilewatkan untuk dikaji dan dibahas secara mendalam,
yaitu ‘Kepribadian Muhammadiyah’, ‘Mukadimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah’ dan ‘Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.

3) Pendekatan Struktural
Yang dimagsud dengan pendekatan structural tidak lain
pendekatan dari segi susunan organisasinya. Mempelajari
organisasi muhammadiyah tidak lain kecuali mempelajari
bagaimanakah Muhammadiyah melancarkan amal usahanya
dengan system organisasi, bagaimanakah muhammadiyah
menyusun tenaga manusia yang ada didalmnya, mengatur tugas,
cara-cara pengerahan dan pengerahan aktifitasnya, jalinan
hubungan dan usaha pengerahan dan fasilitas yang semua diatur
secara rapid an tertib sehingga gerakannya menjadi lincah, dinamis
dan luwes. Sekaligus dengan pendekatan yang ketiga ini pula akan
dikenal khittah perjuangan Muhammadiyah atau strategi dasar
perjuangan Muhammadiyah.

187
4. Faham Agama

Agama islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada para


RosulNya sejak nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW .Nabi
Muhammad SAW sebagai nabi terakir yang di utus Allah dengan
membawa syariat agama yang sempurna untuk seluruh umat
sepanjang masa.Oleh karena itu agama yang diturunkan Nabi
Muhammad SAW tetap berlaku sekarang dan untuk masa-masa
yang akan datang.Ajaran islam telah menegaskan bahwa islam
diturunkan kepada umat manusia tidak lain untuk menyebar
luaskan rahmat Allah diseluruh alam ,sehingga jelas bahwa fungsi
utama agama islam adalah sebagai pengayoman bagi hidup dan
kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga
Muhammadiyah berpendirian bahwa dalam melaksanakan agama
hendaknya dilakukan berdasarkan pengertian yang benar dengan
denag jalan ijtihad dan ittiba.Muhammadiyah dalam agama ,baik
bagi kehidupan perorangan ataupun bagi kehidupan
kemasyarakatan dan gerakan adalah dengan dasar-dasar dengan
dilakukannya musyawarah oleh para ahlinya,denagan cara yanmg
sudah lazim dikenal denagn istilah tarjih.

Tarjih adalah usaha membanding-bandingkan berbagi para


ulama ahlinya kemudian mengambil pendapat yang didukung oleh

188
alasan dalil yang paling laut.

5. Fungsi dan Misi Muhammadiyah


Berdasar keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumber ajaran
islam yang murni ,muhammadiyah menyadari akan kewajibanya
berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapaisan bangsa
Indonesia untuk mengatur dan membnagun tanah air dan Negara
republik Indoneia sehinga tercapai kebahagian materiil dan
spiritual yang di ridhoi Allah SWA .Semua yang ingin
dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah bukanlah hal yang baru
tetapi wajar,sedangkan pola perjuangan muhammadiyah dalam
melaksanakan dan mencapai keyakinan dan ciuta-cita hidupnya
dalam masyarakat Negara republik Indonesia,satu-atunya jalan
yang ditempuh ialah menggunakan dakwah islam dan amar makruf
nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenarnya.

B. Matan Kayakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyyah


(MKCH)

1. Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan


bekerja untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah

189
yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi
Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada
umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan
hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi.
3. Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an   : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul  : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-
Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw.
Dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam
yang meliputi bidang-bidang:
a) Aqidah,
b) Akhlak,
c) Ibadah,
d) Mu'amalat Duniawiyat.

4.1.Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang


murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan
khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran
Islam.
4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia
dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah

190
Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang
dituntunkan oleh Rasulullah saw. tanpa tambahan dan
perubahan manusia.
4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat
duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat)
dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
5.   Muhammdiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia
yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang
mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa
dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila,
untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang
adil, makmur dan di ridloi Allah swt.
"BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR"

Catatan: Rumusan matan tersebut telah mendapat perubahan dan


perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas kuasa tanwir
tahun 1970 di Yogyakarta.
C. Sistematika  dan  pedoman untuk memahami rumusan
“matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah”

Bismillahirrahmanirrahim
SISTEMATIKA:

191
Rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”
terdiri dari lima (5) angka.
Lima (5) angka tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok kesatu: Mengandung pokok-pokok persoalan yang
bersifat idiologis, (terdiri dari angka 1 dan
2)

                        Kelompok kedua  :  Mengandung persoalan mengenai faham agama


menurut Muhammadiyah, (terdiri dari angka 3 dan 4)
Kelompok Ketiga : Mengandung persoalan mengenai fungsi dan
missi Muhammadiyah dalam masyarakat
Negara RI (terdiri dari nomor 5)

PEDOMAN UNTUK MEMAHAMI:


"Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah" (KCHM)
memuat hal-hal sebagai berikut:

1. IDEOLOGI
Istilah ideologi dibentuk oleh kata 'ideo' yang artinya
pemikiran, khayalan, konsep, atau keyakinan, dan 'logoi' artinya
logika, ilmu atau pengetahuan. Secara harfiyah ideologi berarti
pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang berbagai gagasan.
Desrutt de Tracy (1796-Perancis) mengartikan ideologi "sebagai
'science of ideas', di mana di dalamnya ideologi dijabarkan sebagai
sejumlah program yang diharapkan membawa perubahan
institusional dalam suatu masyarakat". Sedang Sastra Pratedja

192
mendifinisasikannya sebagai "seperangkat gagasan atau pikiran
yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu
sistem yang teratur".
Selanjutnya ia menyatakan bahwa pada seriap ideologi pasti
mengandung tiga unsur, yaitu:
a. Adanya suatu penafsiran terhadap kenyataan atau realitas
(interpretasi). Dalam hal ini Kuntowibisono mengistilahkannya
dengan 'keyakinan', dalam arri bahwa setiap ideologi selalu
menunjuk adanya gagasan-gagasan vital yang sudah diyakini
kebenarannya untuk dijadikan dasar dan arah strategik bagi
tercapainya tujuan yang telah ditentukan.

b. Seriap ideologi memuat seperangkat nilai atau suatu ketentuan


(pre$kripsi) moral. Dengan demikian berarti seriap ideologi
secara implisit memuat penolakan terhadap sistem moral
lainnya.

c. Ideologi memuat suatu orientasi pada rindakan (program aksi),


ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan
nilai-nilai yang termuat di dalamnya (Sastra Pratedja
dalam'Pancasila sebagai ideologi Negara, BP7Pusat:142).

Dengan memahami makna ideologi dengan ketiga unsurnya


seperti di atas dapat ditegaskan bahwa pada seriap ideologi terdapat

193
tiga aspek yang merupakan satiu kesatuan yang utuh, yaitu;
1. Adanya suatu realitas yang diyakini dalam hidupnya
(Keyakinan hidup)
2. Keyakinan ini dijadikan asas atau landasan untuk merumuskan
tujuan hidup yang dicita-citakannya (Cita-Cita Hidup)
3. Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan
hidup yang dicita-citakan.
Pada pertama kalinya ketika masih dalam konsep
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah ini dinamakan
ideologi Muhammadiyah. Namun setelah diskusikan dan ditelaah
lebih mendalam akhirnya team perumus memutuskan istilah
ideologi perlu diganti dengan mencari padanannya. Semua itu
dengan pertimbangan agar fihak lain tidak dengan mudahnya
menuduh Muhammadiyah memiliki ideologi tandingan terhadap
ideologi Negara. Dan akhirnya team mengganti istilah "ideologi
Muhammadiyah" dengan istilah "Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah"

Dalam matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah


pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis terkandung dalam
angka 1 dan 2 yang mengandung inti persoalan:

a. Asas : Muhammadiyah adalah Gerakan berasas


Islam.
b. Keyakinan hidup : Bercita-cita dan bekerja untuk

194
terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
c. Ajaran untuk : Agama Islam ialah agama Allah sebagai
hidayah melaksanakan "asas" hidayah
dan rahmat Allah kepada umat dalam
mencapai cita-cita: manusia sepanjang
masa dan menjamin kesejahteraan
materiil dan spirituil, duniawi dan
ukhrawi
1). Fungsi "asas"
Dalam persoalan Ideologi atau keyakinan dan cita-cita hidup
maka asas/ dasar atau keyakinan hidup berfungsi sebagai sumber
yang menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hidup itu sendiri.
Berdasarkan Islam, artinya ialah Islam sebagai sumber ajaran yang
menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islam yang
inti ajarannya berupa kepercayaan 'tauhid" membentuk keyakinan
dan cita-cita hidup, bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata
hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT., demi untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Hidup beribadah
menurut ajaran Islam, ialah hidup ber-taqarrub kepada Allah SWT.
dengan menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-
ketentuan yang menjadi peraturan-Nya, guna mendapatkan
keridlaan-Nya. Amanah Allah yang menentukan fungsi dan missi
manusia dalam hidupnya di dunia ialah, manusia sebagai hamba

195
Allah dan khalifah (pengganti)-Nya yang bertugas mengatur dan
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan
dan ketertiban untuk kemakmurannya.

2).  Fungsi “cita-cita/tujuan”

dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup ialah


sebagai kelanjutan/konsekuensi daripada “asas”.
Hidup yang berasaskan Islam seperti yang disimpulkan pada ad. 4
di atas, tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran pendirian
bahwa cita-cita, tujuan yang akan di capai dalam hidupnya didunia
ini ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna
mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada
Allah swt.
Dalam hubungan ini Muhammadiyah adalah menegaskan
cita-cita/tujuan perjuangannya dengan rumusan “….. sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. (AD Pasal
3). Bagaimana bentuk/wujud masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya yang dimaksud itu harus dirumuskan dalam suatu
konsepsi yang jelas gamblang dan menyeluruh.
Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang berasas
Islam dan dikuatkan dengan hasil penyidikan secara ilmiah, historis
dan sosiologis Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang

196
dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan asasnya
dalam mencapai “cita-cita/tujuan” hidup dan perjuangannya
sebagaimana yang dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Sangat perlu
adanya rumusan secara kongkrit, sistimatis dan menyelurah tentang
konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia/masyarakat, sebagai isi daripada masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang
persoalan-persoalan pokoknya sebagaimana telah diuraikan dengan
singkat di atas adalah di bentuk, ditentukan, oleh pengertian dan
fahamnya mengenai agama Islam. Agama Islam adalah sumber
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Maka dari itu,
faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan
yang essensial bagi adanya Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah.
3. Paham agama
Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, sejak Nabi Adam sehingga Nabi terakhir, ialah Nabi
Muhammad saw. sebagai Nabi terakhir, diutus dengan membawa
syari'at agama yang sempurna untuk seluruh umat manusia
sepanjang masa. Maka dari itu, agama yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan

197
untuk masa-masa selanjutnya.

‫ت‬ ِ ْ‫ر‬aaُ‫هُ هللاُ فِى ْالق‬aَ‫ى ال ِّد ْينَ ْا ِال ْسالَ ِم ُّي ال ُم َح َّم ِديُّ ) ه َُو َماأَن َزل‬
ْ ‫ ا َء‬a‫ا َج‬aa‫آن َو َم‬ ِ َ‫اَل ِّديْنُ (ا‬

‫اهُ ْم‬aaَ‫ا ِد ُد ْني‬aaَ‫ح ْال ِعب‬


ِ َ‫صال‬ ِ ‫َّحي َْحةُ ِمنَ ْاالَ َوا ِم ِر َوالنَّ َوا ِهى َو ْا ِالرْ َشادَا‬
َ ِ‫ت ل‬ ِ ‫بِ ِه ال ُّسنَّةُ الص‬

)‫ (قرار مجلس الترجيح‬.‫َوأُ ْخ َراهُ ْم‬

“Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad


saw. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur'an dan yang
tersebut dalam Sunnah yang shahih berupa perintah-perintah dan
larangan-larangan setiap petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia dunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih).
ِ ‫ادَا‬a ‫ر َوالنَّ َوا ِهى َو ْا ِالرْ َش‬a
‫ت‬ ِ a‫ ِه ِمنَ ْاالَ َوا ِم‬a ِ‫اَل ِّديْنُ هُ َو َما َش َر َعهُ هللاُ َعلَى لِ َسا ِن أَ ْنبِيَائ‬

)‫ (قرار مجلس الترجيح‬.‫ح ْال ِعبَا ِد ُد ْنيَاهُ ْم َوأُ ْخ َراهُ ْم‬


ِ َ‫صال‬
َ ِ‫ل‬

“Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah, dengan peraturan


Nabi-Nabi-Nya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia didunia dan
akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih).
Dasar Agama Islam
a.  Al-Qur'an   : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-
Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad
saw.dengan menggunakan akal fikiran sesuai

198
dengan jiwa ajaran Islam. (nukilan dari Matan)
Al Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai penjelasannya adalah
pokok dasar hukum/ajaran Islam yang mengandung ajaran yang
mutlak kebenarannya Akal pikiran/ar Ra'yu adalah alat untuk:
a.   Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung
dalam al Qur'an dan Sunnah Rasul;
b.   Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian
al Qur'an dan Sunnah Rasul
Sedang untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran al
Qur'an dan Sunnah Rasul dalam mengatur dunia guna
kemakmurannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif
mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu
pula akal pikiran bisa mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh
keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum
dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama Muhammadiyah
berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Terjemahannya, Khadim AI-Haramain As-Syarifain,


Kerajaan Saudi Arabia, 1971.
Abu Bakar Atjeh, Sejarah Al-Qur'an, Sinar Bupeni, Jakarta, 1955.

--------- , Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia,Ramadhani,


Semarang, 1982.

199
Assiba'I, Musthafa Husni, Sosialisme Islam, CV. Diponegoro,
Bandung, 1983.

Algemeene Secretaries, Konsept Besluit Gubernur Jendral Hindia


Belanda,22 Agustus 1914.

Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Jakarta, 1997.

Abduhuh, Muhammad, Risalah Tauhid, terjemahan Firdaus AN,


Bulan Bintang, Jakarta, 1965.

Akbar, S. Ahmed, Pos Modernisme-Bahaya dan Harapan bagi Islam,


Mizan, Jakarta, 1993.

Ameer Ali, Ilham Islam, terjemahan Roesli, PT. Pembangunan,


Jakarta, 1958.

Amin Husein, Omar,Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.


Arifin MT'.,Potret yang Berubah, Institut Gelanggang Pemikiran
filsafat, Sosial Budaya dan Kependidikan Surakarta, 1990.
Bajasud Saleh, Alam Pikiran dan Perjuangan Prawoto Mangkusasmito,
Documents, Surabaya, 1972.
Benda, Hj., Bulan Sabit dan Matahari Terbit - Islam di Indonesia di Masa
Pendudukan fepang, Pustaka Jaya, Jakarta, 1982.
Boisard M.arcel A, Hunianisnte dalam Islam, terjemahan HM. Rasjidi,
Bulan Bintang, Jakarta, 1980.
Bonger W.A., Masalah-masatah Demokrasi, Pembangunan, Jakarta,
1952.
Deliar Noer Gerakan Modern Islam di Indonesia Tahun 1900-7942,
LP3ES, Jakarta, 1985.

200
Hadikusumo, Djarnawi, Kristologi, Penerbit persatuan, Yogyakarta

Hashem, O, Keesoan Tuhan., Penerbit JAPI, Surabaya, 1964

Legenhausen, Muhammad, Satu Agama atau BanyakAgama, terjemahan


Ari Mulyadi & Ana Farida, Penerbit Lentera, Jakarta, 2002
Murtadla Muthahhari, Keadilan llahi, terjemahan Agus Efendi,
Penerbit Mizan, Bandung, 1992
Muhammadiyah Majlis Tarjih, PP &LPPlJurnal Tarjih Edisi ke-6
Juli 2003
Madjid, Nurcholis, Islam, Kemoderan dan Keindonesiaan, Penerbit
Mizan, Bandung, 1991

201
202

Anda mungkin juga menyukai