Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH LAMPUNG DAN BAHASA LAMPUNG

Sejarah asal mula kata Lampung berasal dari beberapa sumber. Salah satu sumber
menyebutkan bahwa pada zaman dahulu provinsi ini bila di lihat dari daerah lain
seperti melampung/terapung. Sebab wilayahnya sendiri pada waktu itu sebagian
besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan hanya dihubungkan deretan Bukit Barisan di
tanah Andalas. Karena daerah ini pada saat itu tampak terapung, lalu muncullah
sebutan lampung (melampung).

Sumber lain berdasarkan sebuah legenda rakyat menyebutkan, zaman dulu di daerah
ini ada seorang yang sakti mandraguna serta memiliki kepandaian yang sulit ada
tandingannya bernama Mpu Serutting Sakti. Sesuai dengan namanya, salah satu
kesaktian Mpu tersebut dapat terapung diatas air. Kemudian di ambil dari
kepandaian Mpu Serutting Sakti itu, tersebutlah kata lampung (terapung).

Riwayat lain menyebutkan bahwa pada zaman dahulu ada sekelompok suku dari
daerah Pagaruyung Petani, dipimpin kepala rombongan bernama Sang Guru Sati.
Suatu ketika Sang Guru Sati mengembara bersama ketiga orang anaknya, masing-
masing bernama Sang Bebatak, Sang Bebugis dan Sang Bededuh. Karena kala itu
tanah Pagaruyung sudah dianggap tak dapat lagi mampu memberikan penghidupan
yang layak, lalu ketiga keturunan ini akhirnya mencari daerah kehidupan baru.

Dalam riwayat ini disebutkan, Sang Bebatak menuju ke arah utara, menurunkan garis
keturunan suku bangsa Batak. Sang Bebugis menuju ke arah timur, menurunkan
garis keturunan suku bangsa Bugis dan Sang Bededuh menuju ke arah timur-selatan
yang merupakan garis keturunan suku Lampung. Singkat cerita, keturunan
berikutnya dari Sang Guru Sati lalu tinggal di Skala Brak. Saat rombongan tersebut
memasuki sebuah daerah yang di sebut dengan Bukit Pesagi, Appu Kesaktian, salah
seorang ketua rombongan menyebut kata “lampung”; maksudnya menanyakan siapa
bermukim di tempat ini.

Kemudian dalam pertemuan ini, pertanyaan yang dilontarkan Appu Kesaktian di


jawab oleh Appu Serata Dilangit yang sudah lebih dulu menetap di sana dengan
kata “wat” yang dalam bahasa daerah berarti ada.
Artinya, tempat tersebut ada yang menghuni. Karena terjadi selisih paham, kedua
tokoh itu bersitegang namun mereka akhirnya menjalin persaudaraan. Selanjutnya
nama “lampung” selalu diucapkan dan jadi nama tempat.

Versi lain dari cerita rakyat Lampung yang penuturannya hampir sama dengan
kedatangan Appu Kesaktian di Bukit Pesagi adalah cerita tentang Ompung
Silamponga. Dalam kisahnya diceritakan, di daerah yang sekarang dinamakan
Tapanuli, dulu terjadi letusan gunung berapi. Karena letusan gunung berapi itu
cukup dahsyat, di tempat ini banyak penduduknya yang mati terkena semburan lahar
panas serta bebatuan yang disemburkan dari gunung berapi tersebut. Namun,
meskipun letusan itu sangat hebat, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri.
Letusan gunung api di daerah Tapanuli ini menurut tuturannya membentuk sebuah
danau yang kini di kenal dengan nama Danau Toba.

Adalah empat orang bersaudara, masing-masing bernama Ompung Silitonga,


Ompung Silamponga Ompung Silaitoa dan Ompung Sintalanga berhasil selamat dari
letupan gunung berapi. Mereka berempat menyelamatkan diri meninggalkan tanah
Tapanuli menuju ke arah tenggara. Dalam penyelamatan diri itu, keempat
bersaudara tersebut naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat pulau Swarna
Dwipa yang sekarang bernama Pulau Sumatera. Siang malam mereka tidur diatas
rakit terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing dilautan
tanpa tujuan yang pasti. Persediaan makananpun dari hari ke hari semakin
berkurang. Keempat bersaudara ini juga sempat singgah di pantai untuk mencari
bahan makanan yang diperlukan.

Entah apa sebabnya, suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga enggan diajak
untuk meneruskan perjalanan. Padahal ia pada waktu itu dalam keadaan menderita
sakit. Merekapun turun ke daratan dan setelah itu menghanyutkan Ompung
Silamponga bersama rakit yang mereka naiki sejak dari tanah Tapanuli. Berhari-hari
Ompung Silaponga tak sadarkan diri diatas rakit.

Pada suatu ketika, Ompung Silamponga sadar begitu merasakan rakit yang
ditumpanginya menghantam suatu benda keras. Saat matanya terbuka, ia langsung
kaget karena rakitnya telah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu
besar. Yang lebih mengherankan lagi, begitu terbangun badannya terasa lebih segar.
Segeralah dia turun ke pantai dengan perasaan senang.
Ia tak tahu sudah berapa jauh berlayar dan dimana saudaranya berada. Yang dia
tahu, kini telah mendarat di suatu tempat. Kemudian Ompung Silamponga tinggal di
pantai tersebut. Kebetulan di pantai ini mengalir sungai yang bening. Pikirnya,
disinilah tempat terakhirnya untuk bertahan hidup, jauh dari letusan gunung berapi.

Setelah sekian lamanya Ompung Silamponga menetap di sini, yang menurut cerita
tempatnya terdampar itu sekarang bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung
Barat, ia hidup sebagai petani. Karena merasa sudah lama bertempat tinggal di
daerah pantai, Ompung seorang diri akhirnya melakukan perjalanan mendaki gunung
dan masuk ke dalam hutan. Suatu ketika tibalah ia di sebuah bukit yang tinggi
dengan panorama yang indah. Pandangannya mengarah ke laut serta di sekitar
tempat itu.

Kegembiraan yang dirasakannya, tanpa sadar dia berteriak dari atas bukit dengan
menyebut kata Lappung. Lappung dalam bahasa Tapanuli berarti luas.
Keyakinannya, pastilah disekitar situ ada orang selain dirinya. Dengan tergesa-gesa
dia turun dari atas bukit. Sesampainya di tempat yang di tuju, Ompung bertekad
untuk menetap di dataran tersebut untuk selamanya.
Ternyata apa yang selama ini diyakininya memang benar, setelah cukup lama tinggal
di sini, Ompung akhirnya bertemu dengan penduduk yang lebih dulu menetap di
tempat ini dengan pola hidup yang masih tradisional. Tapi meskipun demikian,
penduduk itu tidak mengganggu Ompung bahkan diantara mereka terjalin tali
persahabatan yang baik. Saat datang ajal menjemput, Ompung Silamponga
meninggal di dataran itu untuk selamanya. Daerah yang di sebut Lappung tersebut
bernama Skala Brak.

Tuturan cerita rakyat di sini mengatakan, bahwa nama Lampung berasal dari nama
Ompung Silamponga. Namun ada pula yang menuturkan kalau nama Lampung di
ambil dari ucapan Ompung saat ia berada diatas puncak bukit begitu melihat dataran
yang luas.
Versi berikutnya tentang asal-usul kata Lampung disebutkan bahwa Skala Brak
merupakan perkampungan pertama orang Lampung yang penduduknya dinamakan
orang Tumi atau Buai Tumi.

Menurut Achjarani Alf dalam tulisannya tahun 1954 berjudul “Ngeberengoh” tentang
istilah kata Lampung, bahwa untuk menuliskan kata Lampung, selain orang Lampung
yang beradat Sai Batin maka mereka menuliskannya dengan sebutan Lampung dan
bagi orang Sai Batin menyebutkannya dengan sebutan `Lampung’ sebagaimana dalam
bahasa Indonesia. Hal ini sama dengan sebutan “Mega-lo” menjadi kata “Menggala”.

Sebelum ajaran agama Hindu masuk ke Indonesia, beberapa sumber menyebutkan


bahwa di daerah ini semasanya telah terbentuk suatu pemerintahan demokratis yang
di kenal dengan sebutan Marga. Marga dalam bahasa Lampung di sebut Mega dan
Mega-lo berarti Marga yang utama. Dimana masuknya pengaruh Devide Et Impera,
penyimbang yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan Selapon. Sela
berarti duduk bersila atau bertahta sedangkan Pon/Pun adalah orang yang
dimuliakan.

Ketika ajaran agama Hindu masuk ke daerah Selapon, maka mereka yang berdiam di
Selapon ini mendapat gelaran Cela Indra atau dengan istilah lebih populer lagi di
kenal sebutan Syailendra atau Syailendro yang berarti bertahta raja.

Berdasarkan catatan It-Shing, seorang penziarah dari daratan Cina menyebutkan,


dalam lawatannya ia pernah mampir ke sebuah daerah di tanah Swarna Dwipa
(pulau Sumatera). Dimana di tempat itu walau kehidupan penduduknya masih
bersifat tradisional tapi sudah bisa membuat kerajinan tangan dari logam besi
(pandai besi) dan dapat membuat gula aren yang bahannya berasal dari pohon Aren.
Ternyata tempat yang disinggahinya tersebut merupakan bagian dari wilayah
Kerajaan Sriwijaya, yang mana kerajaan besar ini sendiri gabungan dari Kerajaan
Melayu dengan Tulang Bawang (Lampung).

Sewaktu pujangga Tionghoa It-Shing singgah melihat daerah Selapon, dari It-Shing
inilah kemudian lahir nama Tola P’ohwang. Sebutan Tola P’ohwang diambilnya dari
ejaan Sela-pun. Sedangkan untuk mengejanya, kata Selapon ini di lidah It-Shing
berbunyi: So-la-po-un. Berhubung orang Tionghoa itu berasal dari Ke’, seorang
pendatang negeri Cina yang asalnya dari Tartar dan dilidahnya tidak dapat
menyebutkan sebutan So maka It-Shing mengejanya dengan sebutan To. Sehingga
kata Solapun atau Selapon disebutnya Tola P’ohwang, yang kemudian lama kelamaan
sebutan Tolang Powang menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya berbentuk federasi yang terdiri dari Kerajaan Melayu dan
Kerajaan Tulang Bawang semasanya menerima pengaruh ajaran agama Hindu.
Sedangkan orang Melayu yang tidak menerima ajaran tersebut menyingkir ke Skala
Brak.
Sebagian lagi tetap menetap di Mega-lo dengan budaya yang tetap hidup dengan
ditandai adanya Aksara Lampung.

Di antara orang Sela-pon yang menyingkir ke Skala Brak, guna untuk merapatkan
kembali hubungan dengan orang Melayu yang pindah ke Pagaruyung, dilakukanlah
pernikahan dengan seorang wanita bernama “Tuanku Gadis”. Dari pernikahan
tersebut, Selapon akhirnya mendapat istilah baru lagi menjadi Selampung, dengan
silsilahnya yang asli mereka gelari “Abung”.

Pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan agung yang wilayahnya
sangat luas. Rajanya yang pertama bernama Sri Jayanegara (680). Wilayah
daerahnya meliputi sejumlah daerah di Sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan Barat,
bahkan nama Sriwijaya termashur hingga ke Malaysia dan Singapura (konon di ambil
dari nama panglima perang Sriwijaya yang mendarat di sana bernama Panglima
Singapura) sampai ke India.

Kemashuran Kerajaan Sriwijaya di tanah air meninggalkan beberapa bukti kejayaan,


diantaranya sebuah candi di Muara Takus Provinsi Jambi yang di kenal dengan Candi
Muara Takus, makam raja-raja di Bukit Siguntang, Bukit Besar Palembang, Sumsel
serta sejumlah prasasti (batu bertulis) yang berada di beberapa tempat, seperti:
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang, Prasasti Talang Tuo di
Palembang, Prasasti Telaga Batu di Palembang, Prasasti Bom Baru di Palembang,
Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka, Prasasti Karang Berahi di Jambi, Prasasti Palas
Pasemah di Lampung Selatan dan Prasasti Nalanda di Mesium Nalanda di India.

Dari sejumlah berita-berita ini diketahui, Sriwijaya memperoleh kemajuan sekitar


abad ke 7 dan 8 masehi dibawah pemerintahan Raja Balaputra Dewa dari Wangsa
Syailendra. Kemajuan-kemajuan itu, diantaranya: Membentuk armada laut yang kuat
sehingga memberikan kemudahan bagi para pedagang untuk singgah dan berdagang
dengan aman; Kapal-kapal dagang Sriwijaya berlayar hampir ke seluruh pelabuhan di
Asia; Memberikan kesempatan pada putra-putri Indonesia untuk belajar sampai ke
India (Perguruan Tinggi Nalanda).

Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada sekitar abad ke 11 masehi.


Lemahnya kerajaan yang sempat jaya ini dikarenakan mendapat serangan dari
Kerajaan Cola pimpinan Rajendrachola tahun 1025 dan munculnya Kerajaan Kediri
yang mengadakan ekspedisi Pamalayu ke Sumatera
Dari beberapa keterangan di peroleh bahwa kata Lampung telah berulang kali
mengalami perubahan. Semula sebelum Hindu dari India masuk ke Nusantara di
sebut Selapon. Setelah Hindu masuk mendapat gelaran Cela Indra atau
Syailendra/Syailendro. Abad ke IV oleh It-Shing disebutkannya Tola P’ohwang
(Tulang Bawang). Abad ke VII di masa Tuanku Gadis mendapat gelaran Selampung
yang kemudian menjadi sebutan Lampung.

Dr. Van Royen membagi bahasa daerah Lampung dalam 2 dialek, yaitu dialek Nyo
dan dialek Api. Kita dapat membedakan antara yang diucapkannya memakai a, o,
atau ou. Dialek a digolongkan dalam dialek Belalau, dialek o dan ou digolongkan
dalam dialek Abung. Sedangkan Van der Tuuk membagi bahasa Lampung dalam
dialek Abung dan dialek Pubian.

Encylopaidie Van Nederlands Indie menyebutkan bahwa bahasa Lampung adalah


bahasa yang dipakai oleh penduduk di Karesidenan Lampung termasuk daerah
Komering (dalam Karesidenan Palembang) dan daerah Krui.
Masyarakat Lampung yang mempunyai tradisi asli warisan dari zaman Malayo
Polinesia, juga mempunyai tulisan tersendiri yang disebut huruf/aksara Lampung
(Kaghanga) mirip huruf Palawa Hindu.
TUGAS
BAHASA LAMPUNG

NAMA

AULIA QOULAN SADIDA


KELAS 7A

00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000
SMP NEGERI 3 TERBANGGI BESAR
LAMPUNG TENGAH

Anda mungkin juga menyukai