Anda di halaman 1dari 17

Tongkonan layuk

talonge

Kabupaten tana toraja

Penulis : wily elvista payung

1
BAB II

LEMBANG RATTE TALONGE KECAMATAN


SALUPUTTI KABUPATEN TANA TORAJA

A.letak geografis

* Luas Wilayah

Lembang ratte talonge,memiliki luas wilayah 23,24


km2 dengan kordinat Geografis berada pada
03*12*8LS dan 119*32*20*BT dengan Ibukotanya
Ulusalu.

Batas Wilayah dibatasi

Sebelah Utara : lembang pattan ulusalu

Sebelah Selatan : lembang sambiri

Sebelah Timur : lembang rea

Sebelah Barat : lembang sa’tandung

2
Gambar 1.peta wilayah kabupaten tana toraja

B. wilayah administrasi
Secara administratif,lembang ratte talonge terdiri
dari 7 RT,dan 10 kampung.Sebagian besar penduduk
ratte talonge beragama Kristen. Perkembangan
pembangunan di bidang spiritual di daerah ini dapat
dilihat dari besarnya sarana peribadatan masing-
masing agama. .

Gambar 2.peta wilayah lembang ratte talonge


kecamatan saluputti

3
C. kondisi topografi
Kondisi topografi lembang ratte talonge merupakan
dataran tinggi yang dikelilingi oleh pegunungan
dengan keadaan lerengnya curam yakni rata-rata
kemiringannya diatas 25 %. Lembang ini terdiri dari
pegunungan, dataran rendah. Bagian terendah
lembang ini berada di kampung sambiri, sedangkan
bagian tertinggi berada di kampung ratteasa.
Lembang ratte talonge yang keadaan Wilayahnya
terdiri dari pegunungan mempunyai jarak tempuh 18
km dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten
Tana Toraja.

D. tata guna lahan


Tata guna lahan di lembang ratte talonge
sebagian merupakan area pertanian dan perkebunan
mata pencaharian mereka sebagai
penduduk.penggunaan wilayah ini lebih dominan
sebagai lahan pertanian.(tabel 1.)

Tabel 1. Tata guna lahan ( arsip lembang ratte talonge tahun ,2013 )

Peruntukan lahan Luas (km2)


Pertanian 6,11 km2
perkebunan 2,18 km2
Jumlah 8,29 km2

E. jumlah penduduk
Jumlah penduduk di lembang ratte talonge sebanyak
2.364 jiwa dan 736 kepala keluarga.sebagian juga

4
penduduk di lembang rette talonge merantau ke
berbagai tempat seperti;
Kalimantan,papua,manado,maupun ke luar negeri.

Tabel 2. Klasifikasi jumlah penduduk lembang ratte talonge ,( arsip


lembang ratte talonge ,2013).

Laki Perempuan jumlah


laki
Jumlah 1.238 1.126 2.364
penduduk
(p)
Jumlah _ _ 736
kepala
keluarga(kk)

F. kondisi perekonomian
Lembang ratte talonge dapat diamati dengan adanya
air tanah yang bersumber dari air hujan yang sebagian
mengalir di permukaan (run off) dan sebagian lagi
meresap ke bumi dan sampai ke tempat–tempat yang
dangkal, serta sebagian lagi mencapai tempat-tempat
yang dalam, dimana sering dikategorikan sebagai air
tanah. air tanah dangkal dapat diperoleh dari sumur
gali dengan kedalaman sekitar 10 – 15 meter dengan
kualitas airnya cukup memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Untuk jenis air ini dipergunakan oleh
sebagian besar masyarakat sebagai sumber air untuk
keperluan rumah tangga.

5
Lembang ratte talonge termasuk daerah yang beriklim
tropis basah, temperatur suhu rata-rata berkisar
antara 15° c - 28° c dengan kelembaban udara antara
82 - 86 %, curah hujan rata-rata 1500 mm/thn sampai
lebih dari 3500 mm/tahun.

Daerah lembang ratte talonge pada dasarnya beriklim


tropis dengan dua musim, berdasarkan curah hujan
yakni :

Musim hujan pada periode bulan Oktober sampai


Maret

Musim kemarau pada periode bulan April sampai


September

Menurut Oldement, tipe iklim di lembang ratte


talonge adalah tipe C2 yaitu bulan basah (200 mm)
selama 2–3 bulan berturut-turut dan bulan kering
(100 mm) selama 2 – 3 bulan berturut-turut. Hal ini
sangat mendukung aktivitas masyarakat pada sektor
agraris.

6
Gambar 3.cara menanam padi masyarakat lembang ratte talonge

Gambar 4. kebun sayur masyarakat lembang ratte talonge

G. sejarah ,adat dan budaya

1. sejarah singkat tongkonan talonge


Ratte talonge adalah kampung yang
sangat tua ditandai dengan berbagai
artefak yang masih terpelihara sampai
sekarang, seperti kuburan tua yang
tersebar dibeberapa titik, kayu mate
(erong) yang sudah sangat tua,
prasasti batu tallu, dan lain
sebagainya. Selain itu tongkonan
talonge juga dikenal sebagai peneliti
yang dikenal oleh para akademisi.
Prasasti batu Tallu misalnya menurut
perkiraan telah berusia lebh dari 500
tahun.HT Lanting (Kepala
Onderafdeling) Makale Zaman

7
Kolonial )mengatakan bahwa Basse
Batu Tallu dihadiri dan diikrarkan oleh
paling tidak depalan daerah :
Saluputti, Sa’dang, Mamasa, Rante
Bulawan, Sawitto, Gallang Kallang ,
Balanipa dan Matangnga. Mereka
bertemu di saluputti karena saluputti
adalah Nenek (yang paling dituakan
diantara ke delapan daerah tersebut.
kita masih bisa membaca jejak
kekerabatan masa lampau itu melalui
ungkapan saluputti Nenek, Sawita
Appo (Saluputti adalah Nenek dan
Sawito adalah Cucu), adanya la’bo
penai bulawan dimana sarung parang
tersebut diyakini berada di Sawito,
Kayu Mate ( dalam bentuk kerbau) di
Lekke dan Saluputti Batu Tallu karena
itu cakupan relasi kekerabatan dan
Wilyah Adat talonge pada masa
lampau sebernarnya sangat luas
mencakup Mandar, Mamasa, dan
Sawito (sekarangPinrang) tetapi
dipersempit oleh penetapan Wilayah
Administrasi Kolonial Belanda sampai
sekarang.

8
2. adat dan budaya

Gambar 5 . Menyaksikan budaya Toraja

Dikalangan pemerintah nama Toraja juga


mulai di pakai pada masa NIT ( Negara
Indonesia Timur ), ketika Onderafdeeling
Makale dan Rantepao di lepaskan dari
Afdeling Luwu dan di jadikan daerah
swapraja dengan nama Tanah Toraja,
yang akhirnya menjadi Kabupaten Tanah
Toraja (1957). Ketorajaan sebagai suatu
identitas mengemuka dalam sejarah
konflik dengan tetangga daerah yaitu
Bugis di dataran rendah, terkhusus pada
saaat munculnya kesatuan dan
persatuan melawan serangan Bone pada
akhir abad ke-17 . Kesatuan masyarakat
Toraja itu di gambarkan atau di
wujudkan dalam ungkapan To sang
lepongan bulan, sang lili’na matarik allo,
sebelum identitas Toraja itu mengemuka
di kalangan banyak orang jadi pada
tahun 1930-an, identitas mereka itu

9
mengikuti sub-sub Toraja berdasarkan
wilayah tradisonal yang ada di sana
yaitu; To Makale ( orang makale ) , To
Sa’dan ( orang sa’dan), To lempo ( orang
lempo) dan masih banyak daerah
lainnya.

Masyarakat Toraja pada mulanya itu


menganut agama Aluk Todolo ( Agama
leluhur atau agama nenek moyang) para
pemeluk aluk todolo itu mempercayai
dan tunduk kepada hukum-hukum dan
larangan-larangan yang dinamakan Aluk
sanda pintu, artinya adalah agama yang
sempurna, serba tujuh, dan bahkan ada
juga yang di namakan aluk sanda saratu’
( Agama serba seratus yang juga berarti
sempurna). Aluk itu menyangkut
manusia, binatang dan tanam tanaman,
yang dalam bahasa Toraja itu disebut
alukna lolo tau, alukna lolo patuan,
alukna lolo tananan. Pelanggaran
terhadap aluk dan larangan-larangan itu
diyakini oleh pemeluknya akan
mendatangkan malapetaka, baik
terhadap orang yang melanggar ataupun
terhadap masyarakat pada umumnya.
Sampai saat kedatangan pemerintah
belanda di Toraja itu masih banyak

10
masyarakatnya yang menganut Aluk
todolo, namun di daerah-daerah
tertentu itu ada penganut agama Islam.

Mereka mulai mengenal agama Islam itu


sejak akhir perang Untulak Buntunna
Bone ( perang melawan serangan
kerajaan bone ) dan pada akhir abad ke-
17 agama islam semakin dikenal ketika
perdagangan kopi dan senjata mulai
marak di antara orang Toraja dan orang
Bugis, terkhusus di kalangan orang
bangsawan. Dan di Toraja itu masih
banyak sekali kegiatan-kegiatan
Budaya/Adat yang masih dijalankan
sama mereka seperti kegiatan
Menyimpan lama mayat di rumah, jadi
kegiatan ini memang sudah digumuli
dari tahun 1913 – 1924. Masyarakat
Toraja itu merasa keberatan jika mereka
di perintahkan hanya menyimpan mayat
beberapa hari saja dan mereka juga
menganggap bahwa mayat yang
disimpan masih hidup atau hanya
terbaring sakit jadi mereka masih
menyiapkan makan/minum untuk
mayatnya dan juga membukakan jendela
serta menyalakan pelita di tempat
mayatnya di simpan.

11
Gambar 6.Upacara Penguburan Adat

Masyarakat Toraja juga percaya bahwa


tanpa upacara penguburan ini maka
arwah orang yang meninggal tersebut
akan memberikan kemalangan kepada
orang-orang yang ditinggalkannya
(keluarganya) dan pada puncak upacara
pemakaman (Rambu Solo) banyak
rangkaian kegiatan yang mereka
laksanakan dan sangat membutuhkan
biaya yang banyak. Puncak upacara
Rambu Solo biasanya berlangsung itu
diadakan pada bulan Juli dan Agustus.
Saat itu orang Toraja yang merantau di
seluruh Indonesia akan pulang kampung
untuk ikut serta dalam rangkaian acara
ini, jadi saat proses pemakaman itu
banyak sekali kerbau dan babi yang di
potong bahkan sampai ratusan. Dalam
kegiatan pemakaman ada juga orang-
orang yang melaksanakan Tarian

12
mabadong. Mabadong ini dilaksanakan
pada saat proses pemakaman baik itu
siang hari maupun malam hari.

Gambar 7.Aktivitas Pemuda Toraja

Tarian mabadong ini dilakukan secara


berkelompok. Para penari (pabadong)
membentuk lingkaran dan saling
berpegangan tangan dan umumnya
mereka berpakaian hitam-hitam.
Mabadong bukan hanya sekadar tarian,
melainkan sebuah kegiatan melagukan
badong dengan gerak-gerakan yang khas
syair yang dilagukan disebut
kadongbadong, Isi dari syair tersebut
tidak lain adalah pengagungan terhadap
orang mati, dan di dalamnya diceritakan
asal-usul dari langit, masa kanak-
kanaknya, amal dan kebaikannya, serta
semua hal menyangkut dirinya yang
dianggap terpuji Selain itu, di dalamnya

13
juga mengandung harapan bahwa orang
mati tersebut dengan segala
kebaikannya akan memberkati orang-
orang yang masih hidup.

Bukan cuman acara menyimpan mayat


saja masih ada upacara ma’bate,
ma’bugi dam maro, upacara ini juga
sudah sangat lama di jalankan oleh
masyarakat Toraja, upacara ini
dilaksanakan oleh masyarakat orang
Toraja untuk mengobati orang yang
kerasukan roh jahat. Maro, suatu pesta
dengan lagu tertentu biasanya pesta ini
sangat banyak dikunjungi oleh orang-
orang. Dalam acara maro biasanya itu
ada beberapa orang yang kerasukan.
Ketika sedang kerasukan, yang
bersangkutan biasanya berjalan dalam
bara api, menaiki tangga kelewang
tajam, tetapi tidak apa-apa atau bahkan
membaringkan tubuhnya di atas
sebatang bambu dengan ketinggian
beberapa meter.

Namun kadang ada saja orang-orang


yang tidak setuju akan kegiatan adat

14
yang ada di sana, makanya anak muda
yang ada di Toraja itu dituntut untuk
mempertahankan adat dan budaya yang
ada di Toraja sehingga sampai saat ini
kegiatan-kegiataan adat yang ada di
Toraja masih di jalankan oleh
masyarakatnya.

H.pola pemukiman masarakat


Desa-desa tradisional Toraja pada umumnya memiliki
ciri umum yaitudengan kelompok rumah-rumah adat
untuk tempat tinggal keluarga sedikitnyaantara 5 - 10
keluarga dan disesuaikan dengan kondisi topografis
sertalokasinya menyebar di lereng pegunungan.
Setiap kelompok rumah-rumah penduduk memiliki
tongkonan dan alang atau lumbung padi untuk
kegiatansosial ekonomi dan kehidupan tradisi dan
budaya mereka. Tongkonan biasanya secara turun
temurun dilengkapi dengan ladang dan sawah untuk
bertani serta binatang ternak dengan memelihara
kerbau dan babi.

wilayah permukiman masyarakat Toraja terletak di


pegunungan dengan ketinggian 600 hingga 2800m di
atas permukaan laut. Temperatur udara kawasan
permukiman masyarakat Toraja berkisar pada 15 0
hingga 30 0 C. Daerah ini tidak berpantai, budayanya
unik, baik dalam tari-tarian, musik, bahasa, makanan,
dan kepercayaan Aluktodolo yang menjiwai
kehidupan masyarakatnya. Keunikan itu terlihat juga
pada pola permukiman dan arsitektur tradisional

15
rumah mereka, upacara pengantin serta upacara
penguburannya.

Kondisi Tana Toraja, tang dipounty dan berhawa


dingin diduga mendasari ukuran pintu dan jendela
yang relatif kecil, lantai dan dindingnya dari kayu yang
tebal. Ukuran atap rumah tradisional Toraja yang
terbuat dari susunan bambu sangat tebal. Wujud
konstruksi ini sangat diperlukan untuk
menghangatkan temperatur udara interior rumah.

Masyarakat Tradisional Tana Toraja didalam


membangun rumah tradisional mengacu pada
kearifan budaya lokal – Kosmologi mereka yaitu: (1)
Konsep 'pusar' atau 'pusat rumah' sebagai paduan
antara kosmologi dan simbolisme; (2) Dalam
perspektif kosmologi, rumah bagi masyarakat Toraja
merupakan mikrokosmos, bagian dari lingkungan
makrokosmos; (3) Pusat rumah meraga sebagai
perapian di tengah rumah, atau atap menjulang
menaungi ruang tengah rumah dimana atap menyatu
dengan asap- langit ayah; (4) Pusat rumah juga
meraga sebagai tiang utama, seperti a'riri possi di
Toraja, possi bola di Bugis, pocci balla di Makassar
dimana tiang menyatu dengan ibu bumi; (5) Pada
masyarakat tradisional Toraja, dalam kehidupannya
juga mengenal filosofi “Aluk A'pa Oto'na” yaitu
empat dasar pandangan hidup: Kehidupan Manusia,
kehidupan alam leluhur “ Todolo ”, kemuliaan Tuhan,

16
adat dan kebudayaan. Keempat filosofi ini menjadi
dasar terbentuknya denah rumah Toraja empat
persegi panjang dengan meteran dinding yang
melambangkan “badan” atau “Kekuasaan”. Dalam
kehidupan masyarakat toraja lebih percaya akan
kekuatan sendiri, “Egocentrum”. Hal ini menempati
konsep arsitektur rumah mereka dengan ruang-ruang
tertutup dengan “bukaan” yang sempit.

Selain itu konsep arsitektur tradisional toraja, banyak


dibangun oleh etos budaya “simuane tallang” atau
filosofi “harmonisasi” dua belahan bambu yang
saling terselungkup cara pemasangan belahan bambu
pada atap rumah adat dan lumbung. Harmonisasi
didapati dalam konsep arsitektur “Tongkonan” yang
menginteraksikan secara keseluruhan komponen
“tongkonan” seperti: Rumah, lumbung, sawah,
kombong, rante dan liang, didalam satu sistem
kehidupan dan penghidupan orang toraja didalam
kawasan tongkonan. Selain itu, makro dan mikro
kosmos tetap terpelihara didalam tatanan kehidupan
masyarakat tradisional toraja, dimana rumah berada
sebagai mikrokosmos.

17

Anda mungkin juga menyukai