Kota Ternate terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Ternate Utara, Ternate
Selatan, Ternate Tengah, dan Kecamatan Pulau Ternate dengan Ternate sebagai
sedangkan di sebelah utara, selatan dan barat berbatasan dengan Laut Maluku.
Maluku Utara adalah daerah kepulauan yang terletak pada lintasan garis
khatulistiwa dan berada pada 124 Bujur Timur dan 3 utara sampai dengan 3
lintang Selatan. Ada sekitar 353 pulau besar dan kecil, baik yang berpenghuni
maupun belum di wilayah ini. Pulau terbesar dan paling utama adalah Halmahera,
Kota Ternate memiliki luas 206,77 km2 Ternate adalah satu dari sejumlah
kota di Kepulauan Maluku Utara, yang terletak di antara Pulau Irian di sebelah
timur, Pulau Sulawesi di sebelah barat, Lautan Teduh di sebelah utara, dan Seram
selain Pulau Ternate juga ada Pulau Halmahera, Morotai, Tidore, Makian, Bacan,
Utara. Sebaliknya pulau Ternate yang berdekatan dengan Ternate adalah Pulau
34
35
Hiri di sebelah utara serta Pulau Tidore dan pulau Maitara di sebelah selatan
yang pesat. Penyebabnya adalah adanya pendatang yang berasal dari luar Pulau
adalah angka kelahiran lebih besar dari pada angka kematian. Hal itu menjadikan
pulau yang sekarang menjadi pusat pemerintahan Kota Ternate ini telah menjadi
Kota Ternate adalah sebuah kota yang berada di bawah kaki gunung api,
yaitu Gunung Gamalama pada sebuah pulau Ternate di provinsi Maluku Utara,
Indonesia. Ternate menjadi satu kota otonom sejak 4 Agustus 2010 dan pernah
menjadi ibu kota sementara Provinsi Maluku Utara sampai Sofifi yang menjadi
ibu kotanya di Pulau Halmahera siap secara infrastruktur. Walaupun kota Ternate
ini tergolong kota kecil yang tidak terlalu luas, sebagai suatu kota mempunyai
berbeda pula. Perbedaan itu menjadi ciri khas budaya kota kecil yang terkenal ini.
Perbedaan itu dapat dilihat dari latar belakang etnis penduduk yang
mendiami kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan ini. Selain penduduknya
adalah orang asli Ternate, Kota Ternate juga mempunyai beragam latar belakang
etnis, di antaranya, Bugis, Jawa, Cina, dan Arab. Beberapa etnis pada umumnya
Ternate berjalan dengan baik. Selain dari mereka Kota Ternate didiami juga oleh
etnis-etnis yang berasal dari satu rumpun Maluku Utara semisal etnis Tidore,
pendatang bukan penduduk Ternate, dan golongan penduduk orang asing Asia
(Cina) (Atjo, 2009:14). Diketahui bahwa penduduk asli Kota Ternate lebih banyak
tersebar di bagian Ternate Tengah dan Utara karena masih berdekatan dengan
Istana Kesultanan Ternate yaitu tepatnya berada di Kelurahan Soa Sio Ternate
bagian Tengah. Sebaliknya Ternate Selatan lebih banyak didiami oleh penduduk
pendatang dan berbagai etnis yang berasal dari satu rumpun Maluku Utara.
Pada tiap kelurahan atau kampung yang hidup dekat Istana Kesultanan ini
terjadi perpaduan antara nilai-nilai adat dan budaya yang asli dan nilai-nilai Islam
yang mendiami di bagian Ternate Tengah, nilai-nilai Islam, nilai-nilai adat dan
budaya yang asli sudah sering dikesampingkan dan lebih cenderung terdapat nilai-
nilai Islam yang murni tanpa pencampuran nilai adat dan budaya lagi dalam
kehidupan kesehariannya.
kepulauan inilah Islam awal memasuki Nusantara melalui jalur perjalanan perahu
Cina yang telah mampir ke Maluku Utara untuk perdagangan cengkih sejak abad
ke-7 Masehi (era dinasti Tang). Karena Chinese-Linkage inilah, Islam di Ternate
37
Perbedaan sosial ini juga dapat dilihat pada acara-acara adat semisal pada
upacara pernikahan. Masyarakat yang mendiami Kota Ternate bagian Tengah dan
Ternate Selatan sudah tidak terlalu taat memakai adat istiadat yang berciri khas
Kota Ternate bagian Utara, pada umumnya masih sangat kental memegang nilai-
nilai tradisi sehingga pada upacara pernikahan masih dipakai adat istiadat yang
Pada saat penelitian ini dilakukan sastra lisan terutama cerita rakyat Tolire
Gam Jaha ini masih di kenal oleh masyarakat Ternate, dalam dunia pendidikan
cerita ini dimuat pada buku pelajaran muatan lokal di tiap-tiap sekolah dasar yang
Lebih khusus penelitian ini dilakukan pada sebuah kelurahan yang berada
tempat yang sangat berdekatan dengan lokasi Danau Tolire. Saat ini Kelurahan
Takome memiliki 982 jiwa penduduk (sensus 2012). Disamping itu, diketahui
bahwa di kelurahan ini terdapat penutur-penutur cerita rakyat Tolire Gam Jaha.
Bercerita tentang Kelurahan Takome tidak akan lepas dengan legenda Danau
Tolire yang konon sebagian penduduknya berasal dari Desa Tolire (sebelum
terjadinya bencana alam). Dengan demikian, cerita Tolire Gam Jaha ini dianggap
bagian Utara. Danau yang sudah ada sejak abad 18 ini, diakibatkan oleh letusan
Gunung Gamalama meletus yang paling dahsyat pada tahun 1775 sampai
yang tadinya penduduk di Kota Ternate berjumlah 3.000 tapi karena bencana
gunung meletus itu menyisakan penduduknya menjadi 1.000 karena 2.000 nya
menjadi korban bencana. Bangunan seperti rumah, mesjid, bahkan keraton
kesultanan (disebutkan pada zaman itu keraton masih terbuat dari kayu) yang
di Kota Ternate pada saat hancur lebur akibat gempa sekaligus Gunung
Gamalama meletus. Danau Tolire sebelum tenggelam, dikisahkan bahwa ada
pemukiman, yang dikepalai oleh seorang fanyira dengan jumlah penduduk
kira-kira 600 kepala keluarga. Permukiman ini tenggelam, dan hampir semua
penduduknya meninggal, hanya beberapa yang hidup. Kemudian penduduk
yang berhasil menyelamatkan diri dari bencana dahsyat itu pindah ke
Kelurahan Takome. Sejak itu Tolire dikenal dengan nama Tolire Gam Jaha
(kampung Tolire yang tenggelam). Sebelum kampung Tolire Tenggelam ada
sebagian penduduk yang pindah ke Kelurahan Takome. Perpindahan itu
disebabkan bukan akibat bencana melainkan akibat serbuan bangsa Spanyol
dengan bantuan masyarakat Tidore menyerbu Ternate pada tahun 1607.
Kampung Tolire diperkirakan 300 m lebarnya dan 200 m panjangnya. Tolire
pantai kira-kira 50 m dari tepi laut. Tolire yang besar cukup terjal
(Wawancara dengan Adnan Amal, sumber diambil dari apendix V Disertasi
Christian Van Frassen jilid I : halaman 388-389, Leiden 1987).
Pada 5--7 September terbentuk sebuah maar di Desa Soela Takomi, atau 1,5
m barat daya Desa Takomi (sekarang). Gorgateng (1918) menyatakan bahwa
terbentuknya lubang yang kemudian dikenal dengan Tolire Jaha (Tolire besar)
tersebut didahului dengan gempa tektonik berskala besar kemudian diikuti
dengan letusan freatik yang dahsyat pada tanggal 5 September. Letusan
berikutnya berlangsung kembali pada tanggal 7 September dan ketika
penduduk sekitarnya datang melihat apa yang terjadi ternyata Desa Soela
Takomi tidak ditemukan lagi. Yang mereka temukan adalah sebuah kawah
bergaris tengah 700 m (bagian atas) dan 350 bagian dasar sedalam antara 40--
50 m serta ke 141orang penduduknya hilang ditelan bumi. Demikian
besarnnya danau maar tersebut sehingga banyak penulis berpendapat bahwa
terbentuknya akibat amblasan tanah (land subsidence) akibat gempa
bumi.Tetapi S. Bronto dkk (1982) mengatakan bahwa terbentuknya maar
tersebut akibat letusan freatik yang dipicu oleh gempa tektonik berskala besar
dengan intrusi magma dengan air tanah di bawah Soela Takomi. Pada saat
gempa bumi terbentuk rekahan dan menyusupnya air tanah dan terjadi kontak
dengan heatfront mengakibatkan letusan freatik (Badan Geologi, 2011).
39
dan letusan gunung berapi (Gamalama) Desa Soela Takome ini tenggelam ditelan
bumi. Kemudian tempat yang hancur ini dikenal oleh masyarakat dengan nama
danau Tolire Ici (Tolire kecil) dan Danau Tolire lamo (Tolire besar) sebagai
akibat dari gempa bumi itu, yaitu dengan nama Tolire Gam Jaha (Tolire
Kecamatan Pulau Ternate seperti pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
Gambar 4.1
Danau Tolire Besar
(Dokumentasi Halida Nuria, 2013)
40
Gambar 4.2
Danau Tolire Kecil
(Dokumentasi Halida Nuria, 2013)
agama lain, yaitu Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Pada
umumnya agama selain Islam adalah agama yang berasal dari pendatang-
Asia- Arab, Gujarat, dan Cina yang berprofesi sebagai pedagang, berikutnya
pergaulan dan pembauran antara orang-orang Islam pendatang dan pribumi lokal,
lainnya di seluruh Nusantara adalah kapan tepatnya agama Islam mulai masuk ke
kawasan ini. Para penulis sejarah Maluku, baik asing maupun nasional, lazimnya
Zainal Abidin dari Ternate, yakni 1486 sebagai permulaan tarikh Islam di Maluku.
Dasar penggunaan tahun ini sebagai awal masuknya Islam di Maluku adalah
ketika Zainal Abidin bertakhta. Ia menggunakan gelar sulthan yang islami dan
bahwa sejak abad XIV / XV agama Islam masuk ke pulau Ternate. Pada masa
oleh Datuk Maulana Husin. Agama Islam dengan mudahnya diterima dan dianut
memeluk Islam maka mereka pun mengikutinya. Hal itu membuktikan bahwa
masyarakat Ternate adalah masyarakat yang taat pada tiap titah atau perintah dari
pemimpinnya. Ini merupakan salah satu faktor sehingga masyarakat Kota Ternate
menjadi mayoritas Islam sejak proses masuknya Islam di pulau ini. Agama Islam
42
saat ini. Hal tersebut dilihat pada sistem kerajaan Ternate diangkat seorang
itu. Untuk sekadar menggambarkan proses masuknya Islam dan kontak politik
dengan imperium Barat lainnya, Ternate merupakan saksi sejarah atas dominasi
Islam sebagai suatu ideologi masyarakat saat itu (Dinsie & Taib, 2008:52).
Respons atau masuknya Islam merupakan hal yang tidak terlalu sulit bagi
komunitas masyarakat adat Moloku Kie Raha (sebutan untuk empat kerajaan di
Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo) dalam hal penyesuaian
nilai-nilai budaya yang mengatur hubungan sosial dan produk hukum adat yang
berlaku secara turun temurun dari para leluhur untuk mengikuti doktrin dan
Hal ini disebabkan oleh telah berlaku produk hukum adat yang mengatur,
baik hubungan antara sesama manusia dalam hubungan relasi sosial, manusia
dengan lingkungan alam, maupun manusia dengan sang Pencipta melalui simbol-
simbol yang berbau mistik dan bersifat holistik. Namun, dalam tataran praksis
tidak terlalu berbeda dengan syariat Islam dan prinsip-prinsip semua ajaran
tergolong menjalankan syariat Islam seperti pada rukun Islam, yaitu salat, puasa,
zakat, dan naik haji. Pada perayaan-perayaan hari keagamaan Islam, seperti pada
hari raya Idul Fitri, Idul Adha, hari perayaan maulid dan Isra Miraj, masyarakat
menggunakan jilbab walaupun masih dijumpai ada wanita yang tidak memakai
jilbab. Yang terjadi pada saat ini di Kota Ternate pada lembaga-lembaga formal
hampir 95% wanita muslim memakai jilbab. Di dunia pendidikan, yaitu dari
tingkat TK sampai pada perguruan tinggi, baik pendidik dan anak didik tidak
dan perkantoran swasta pun semakin banyak wanita yang menggunakan jilbab
menjadi fenomena baru di kota Ternate, bahkan pada acara-acara formal juga
juga upacara mendoakan orang yang sudah meninggal. Prosesi dalam upacara
Khitan dan Khatam Al-Quran hampir sama dengan yang dilakukan oleh
kemudian diulang lagi pada hari ke-40, 100, dan pada saat genap menjadi setahun
orang Ternate yang masih hidup ada beberapa kepercayan yang dikelompokan
menyebabkan orang menderita sakit. Makhluk halus itu dapat berupa hantu-hantu,
dianggap keramat itu berupa kubur yang disebut jere. Yang dimaksud jere ialah
kubur seseorang yang dianggap seperti orang suci, yang menjadi tempat
persembahan.
keagamaan Dabus atau Badabus. Biasanya ritual itu dilakukan apabila seseorang
Selain itu, juga untuk orang yang telah selamat dari musibah atau dari suatu
penyakit. Pelaksanaan ritual Dabus biasanya dipimpin oleh seorang guru agama
ahli kebatinan, yang biasanya disebut Joguru yang dalam pelaksanaannya Dabus
disapa Syekh. Ia dibantu oleh para muridnya/santri yang berjumlah sekitar lima
Hal lain, ada juga suatu permainan yang berciri khas keagamaan, yaitu
dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Kemudian dapat dilihat kekuatan magis dari
bambu tersebut bisa bergerak sendiri dengan panduan dari seorang. Orang-orang
yang memegangnya juga harus menjaga keseimbangan tubuh dan gerakan bambu
tersebut.
adalah sebuah bentuk ritual yang dipersembahkan kepada roh-roh halus. Ritual ini
dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat dan sarana untuk meminta kesembuhan
untuk kelompok kecil seperti satu anggota keluarga saja ataupun dilaksanakan
oleh kampung atau desa yang dilanda penyakit atau suatu musibah.
kepada agama yang murni. Akan tetapi, sebagian kecil warga masyarakat masih
Agama lain seperti agama Katolik baru mulai ada di Ternate saat
Agama Hindu dan Budha didominasi oleh para pendatang dari luar Ternate.
Kota Ternate. Akan tetapi, sejauh ini sikap toleransi yang ada juga dijunjung
Kota Ternate sebelum terbentuk pemerintahan yang ada saat ini, dipimpin
oleh seorang raja atau sultan. Dahulu daerah Maluku dikenal dengan jazirah
yang dielaborasi dengan unsur-unsur adat dan tradisi. Takhta adalah lambang
akhir atas semua urusan kerajaan dan pemerintahan (Amal, 2009: 9).
Dinsie & Taib (2008) dalam pengantarnya pada buku Ternate Sejarah,
kesultanan Maluku Utara memiliki dua lembaga yang mengatur sistem negara dan
perwakilan rakyat yang terdiri atas kumpulan Soa (dalam istilah Sumatra adalah
Marga dan dalam istilah Ambon adalah Dati). Sebagai lembaga legislatif, Bobato
hukum adat. Bobato berwenang menunjuk dan mengangkat kepada adat, yang
terdiri atas (a) Jogugu adalah Perdana Menteri (dalam isitlah Jawa disebut
47
pangkat Mayor Parang, (b) Kapita Parang : Menteri Pertahanan Keamanan, (c)
Kapita Lau : Laksamana Angkatan Laut, (d) .Hukum Soa-Sio: Menteri Dalam
Negeri, (e) Hukum Sangaji: Menteri Luar Negeri, (f) Tuli Lamo: Sekretaris
pemerintahan di kampung-kampung.
Pada zaman modern ini struktur pemerintahan di kota Ternate sama halnya
pernyataan Acho (2009: 26) disebutkan bahwa pada tahun 1915 terjadi perubahan
struktur pemerintahan. Daerah kerajaan (di Pulau Ternate) dibagi dalam dua
distrik dan dikepalai oleh kepala Distrik. Selanjutnya, distrik terbagi dalam
jabatan-jabatan yang ada seperti pada struktur pemerintahan sekarang ini. Pada
tersebut, kecuali yang berada di dalam dan di sekitar istana kesultanan Ternate.
seperti pada daerah lain yang ada di Indonesia, seperti kampung/ desa/ kelurahan,
mengikuti lapisan sosial yang ada pada masyarakat Indonesia pada umumnya,
yakni lapisan sosial berdasarkan sesuatu yang dengan mudahnya berpindah pada
tingkat atau strata yang dikehendaki. Tentunya perpindahan lapisan tersebut harus
sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh tiap
masyarakat Ternate. Saat ini pelapisan sosial baru, seperti pegawai, guru,
pengusaha, dan lainnya lebih banyak berpengaruh daripada lapisan sosial yang
sebagai berikut :
keluarganya, sampai tiga turunan satu garis lurus langsung. Gelar terhadap
kedua golongan ini, misalnya Jou Kolano (yang mulia sultan), dengan
Boki, gelar untuk anak putra sultan, yaitu Kaicil Putra dan Boki Putri
dipakai oleh golongan Jou Tuala Bubudo. Setelah sultan mangkat mereka
saja. Akan tetapi, golongan ini menduduki urutan kedua dalam pelapisan
sosial di kesultanan.
2. Lapisan sosial dari kelas bangsawan kedua atau disebut dengan golongan
Dano, yaitu golongan yang berasal dari keluarga atau anak cucu sultan dan
anak-anak yang dilahirkan dari putri Sultan dengan orang dari luar
3. Kelas rakyat biasa atau disebut dengan bala, yaitu golongan sering
kelas bangsawan dengan tanda, yaitu warna kuning atau disebut dengan
tuala kuraci.
4. Kelas budak lapisan sosial ini diketahui pernah ada di daerah Ternate,
tetapi sudah sejak lama tidak ada. Oleh karena itu, kadang masyarakat
Ternate ada hal yang menarik karena tidak menutup kemungkinan rakyat biasa
dapat ikut serta dalam jabatan-jabatan tinggi misalnya, kepala adat dan jabatan-
jabatan yang bisa dijabat tanpa harus melihat garis keturunan bangsawannya atau
keturunan sultan. Akan tetapi, dalam hal penentuan jabatan biasanya berdasarkan
keturunan dari orang yang sudah menjabat jabatan tersebut. Misalnya, jabatan
50
perdana menteri harus diganti dengan anak perdana menteri ataupun garis
keturunan yang kuat dari perdana menteri tersebut. Walaupun perdana menteri itu
tidak berasal dari golongan sultan ataupun bangsawan yang disebutkan di atas.
memerlukan orang lain dalam berbagai hal, seperti bergaul, bekerja, tolong
menolong, kerja bakti, keamanan, dan lain-lain. Seperti halnya yang dikemukakan
oleh Kayam (1987: 27) bahwa sejak manusia bergabung dalam suatu masyarakat,
efisien, dan efektif daripada hidup soliter, sendirian. Pada waktu itu pula manusia
belajar untuk bertenggang rasa dan bersikap toleran terhadap yang lain. Pada
kerja sama dengan orang yang kemudian mengikat diri dalam suatu masyarakat,
manusia juga belajar memahami suatu pola kerja sama yang terdapat dalam
mempunyai sikap toleransi yang tinggi dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Masyarakat Ternate mempunyai pola kerja sama yang terjalin untuk membina
suatu hubungan yang baik. Bentuk-bentuk kerja sama tersebut yang lazim disebut
pada masyarakat Ternate adalah (a) bari adalah suatu bentuk gotong royong
51
dalam membangun rumah, (b) morong adalah suatu bentuk gotong royong untuk
menyelesaikan pekerjaan dalam bidang pertanian, (c) oro-oro gia yakni gotong
royong dalam hal membuka tanah-tanah baru secara bergilir antara beberapa
orang anggota masyarakat yang telah bersepakat terlebih dahulu, (d) lilian adalah
suatu kerja gotong royong dalam hal membantu perhelatan dalam menyambut
sebuah upacara perkawinan, khitanan, selamatan untuk orang yang naik haji,
ataupun pada acara-acara lainnya, (e) rorio adalah suatu kerja tolong menolong
untuk masyarakat dalam wujud yang diberikan kepada orang yang membuat suatu
hajatan, dan istilah ini pada umumnya digunakan untuk acara pernikahan dan
daerah Ternate yang telah disebutkan di atas adalah sebagai bentuk gotong
royong, yang menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling meringankan
beban setiap pekerjaan. Adanya kerja sama semacam ini merupakan suatu bukti
diikuti dengan pola menetap patrilokal, yaitu adat yang menetapkan istri harus
keluarga batih, terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah. Anak-
anak yang sudah menikah/kawin membentuk lagi keluarga batih. Dalam sebuah
52
rumah tangga terkadang terdapat juga dua keluarga batih, tetapi pada umumnya
dalam satu rumah tangga terdapat satu keluarga batih yang membentuk satu
keluarga batih, yaitu memiliki keluarga inti yang terdiri atas suami, istri, dan
anak-anak. Selain itu, juga ada keluarga besar terdiri atas beberapa keluarga inti.
lebih besar adalah soa (clan), yaitu kelompok kekerabatan yang menghitung
eksogam, artinya seorang laki-laki mencari calon istrinya di luar soa nya. Pada
masa sekarang ini mencari jodoh tidak terikat lagi pada adat ini. Soa biasanya
bersifat genealogis. Tiap-tiap Soa disebut dengan nama soa nya, misalnya Soa
berbagai jenis marga yang ada mewakili darimana asal orang tersebut. Fungsi
Sistem kekerabatan juga tidak lepas dengan pernikahan yang ada dalam
daerah tersebut. Begitu halnya dengan pernikahan yang ada di Maluku Utara
khususnya di Kota Ternate. Ada beberapa jenis pernikahan yang dikenal yang
1. Kawin minta, atau dalam bahasa Ternate disebut dengan Kai Lahi.
sangat ideal. Biasanya pernikahan ini diawali dengan masa percintaan laki-
Pernikahan ini dilakukan apabila kerabat atau orang tua tidak menyetujui
biasanya juga dilakukan kesepakatan dari kedua belah pihak. Akan tetapi,
dari anak yang ingin dinikahkan tidak menyetujui dan melakukan Kawin
Lari atau Ma Sibiri dengan pasangan yang dipilih olehnya sendiri dan
Pernikahan jenis ini dilakukan apabila telah terjadi norma asusila yang
tersebut.
5. Kawin tutup malu, atau disebut dalam bahas Ternate dengan Kai Taku
Mahe. Pernikahan jenis ini dilakukan jika ada perempuan yang hamil di
yang dilakukan.
6. Kawin sembah atau dalam bahasa Ternate disebut dengan Kai Suba.
Pernikahan jenis ini sudah sejak lama tidak ada lagi di daerah Maluku
7. Kawin ganti tiang atau disebut dalalm bahasa Ternate dengan Ngali
Ngasu. Yang dimaksudkan dengan ganti tiang adalah turun ranjang atau
menikahi ipar sendiri karena ditinggal mati oleh suaminya. Hal itu
55
orang lain.
adalah kawin minta (Kai Lahi) dan kawin lari (Kai Masibiri). Kawin minta (Kai
terhormat, sedangkan kawin lari (Kai Masibiri ) walaupun merasa tidak terhormat
orang yang menempuh jenis pernikahan ini, masih saja banyak terjadi di kalangan
masyarakat Ternate. Kemudian, untuk poin tiga sampai dengan poin 7 sudah
Pada saat ini orang Ternate umumnya telah mencapai pendidikan dari
jenjang perguruan tinggi, baik strata satu maupun strata dua. Sehubungan dengan
itu, mereka rata-rata bekerja sebagai pegawai negeri sipil, dengan berbagai ragam
profesi. Ada yang menjadi guru, bidan atau perawat, polisi dan tentara, dan
berbagai latar kedinasan lain yang ada di Provinsi Maluku Utara. Adapun
Kota Ternate adalah kota yang sebagian besar wilayahnya berupa laut jika
bergantung pada sektor perikanan, baik sebagai nelayan, penjual atau pedagang
penghasilan bagi penduduk. Jenis- jenis perahu penangkapan ikan yang dikenal
sema-sema terbuat dari batang kayu dan diberikan cadik. Perahu fonai terbuat dari
papan kayu keras dengan ukuran panjang rata-rata 7--8 m, sedangkan perahu lepa-
lepa terbuat dari batang kayu tanpa cadik. Penduduk menangkap ikan dengan
berbagai cara, antara lain dengan menggunakan kail, lai-lai, pukat, jubi-jubi, igi
Selain sebagai nelayan, kota Ternate juga dikenal memiliki lahan yang
subur sehingga mata pencaharian sebagian penduduk juga tergantung pada sektor
yang menjadi favorit masyarakat Ternate adalah pohon sagu. Hasil pohon sagu
tersebut kemudian diolah menjadi tepung kemudian tepung tersebut diolah lagi
menjadi makanan yang dikenal dengan nama popeda, jenis makanan yang seperti
bubur dan lebih mirip dengan lem. Selain itu, tepung sagu dibakar kemudian
hasilnya seperti roti. Biasanya masyarakat Ternate menyebut sagu lempeng. Hal
lainnya tepung sagu dijadikan bahan dasar kue-kue tradisional Ternate seperti
pisang, salak, nanas, mangga, kelapa, dan tanaman kayu manis. Kemudian, yang
57
paling tersohor dari zaman penjajahan adalah tanaman cengkih, yang menjadi
sumber perdagangan utama masyarakat Eropa zaman dahulu. Saat ini tanaman
Ternate yang menonjol adalah tanaman cengkih dan kelapa yang menghasilkan
produksi yang cukup tinggi harganya. Kedua jenis tanaman perdagangan ini
yang tidak mudah hilang sehingga kesuburan tanahnya dapat bertahan lama.
Adapun yang disebut cengkih ialah kuntum bunga yang telah kering. Kuntum
bunga itu dipetik sebelum menjadi polong (buah). Setelah dikumpulkan lalu
dijemur sehingga menjadi kering dan berwarna sawo. Orang Ternate menyebut
Untuk profesi petani saat ini semakin sedikit antara lain disebabkan oleh
pertambangan pun dilakoni oleh masyarakat di Kota Ternate. Walaupun pada saat
58
Halmahera dan akan kembali ke Ternate setelah mendapat cuti libur kerja.
kehidupan sehari-hari. Sastra lisan yang ada di Ternate merupakan karya sastra
diwariskan secara turun-memurun dalam bentuk lisan. Adapun jenis sastra lisan
yang ada di Kota Ternate adalah puisi dan prosa. Beberapa macam sastra lisan
dalam bentuk puisi adalah tamsil, dola bololo, dalil moro, dalil tifa, cum-cum, dan
rorasa, sedangkan kemudian dalam bentuk prosa, seperti mite, legenda, dan fabel.
Sastra lisan di Kota Ternate yang berbentuk puisi adalah sebagai berikut:
pada hari-hari berkabung selama beberapa hari di rumah duka. Tamsil dapat
perintah Ilahi dan wajib dijalankannya. Di dalam tamsil terdapat banyak ibarat
Ternate dan sebagainya (Atjo, 2009:45). Contoh tamsil adalah sebagai berikut.
Uto joro kaha domato, marau jang jaga lawara, serta mabunga tego
masofo malo (menanam tanaman di tanah yang berbatu-batu, daunnya
bagus, cabangnya banyak, serta bunga duduk/mekar hasilnya tidak ada).
Ditinjau dari pengertian umum adalah menggambarkan jerih payah tanpa
hasil (pahala) dan yang diperoleh hanyalah kelalahan belaka.
59
Dalil Moro adalah sajak-sajak yang dalam bentuk nasehat yang dilagukan
secara berkelompok atau terdiri atas beberapa orang. Biasanya berisikan tentang
bermasyarakat yang penuh dengan norma agama dan adat, yang patut
dilaksanakan dengan baik agar tidak tergiring dalam situasi yang tidak diinginkan.
Sebagai salah satu contoh syair dari dalil moro adalah seperti di bawah ini.
ino fo ma oki mayang, mayang ma oki, ma oki mayang, non toma titi ino
giki ua ngone bati, maku gasa jira afa (mari bersama seperti tangkai
mayang, mayangnya bertangkai, tangkainya bermayang, berasal dari satu
pangkal, bukan orang lain, melainkan kita juga, jangan saling berbuat
jahat). Maknanya bahwa sekalipun berbeda-beda, tetap satu jua atau jika
menggunakan semboyan populer Bhineka Tunggal Ika (Atjo, 2009:46).
Dola bololo adalah puisi yang berbentuk dua bait yang berisikan pendapat,
perasaan, ataupun sindiran. Biasanya dilakukan oleh dua orang jika bertemu atau
bololo agar orang yang diajak berbicara merasa nyaman dengan kehalusan bahasa
yang terkandung dalam Dola bololo tersebut. Misalnya dalam ungkapan bahasa
Dara tolefo mampila, Soro gudu to nonako, Gudu moju si to suba, Ri jou
si to nonako (Burung merpati kuberi tanda, Terbang jauh aku kenali,
Masih jauh sudah ku beri hormat, Tuanku maka kukenali).
dilagukan dengan iringan alat musik tradisional yaitu Tifa (beduk yang biasa
ditabuh saat memasuki waktu salat). Biasanya dilagukan oleh para orang tua jika
saling bertemu. Sajak-sajak ini merupakan nasihat nenek moyang yang dijadikan
contoh dan wajib ditaati karena dalamnya berisi tentang perintah agama ataupun
dimainkan pada saat suasana berkabung atau upacara kematian. Jenis sastra lisan
ini dimainkan oleh dua kelompok. Dalam permainan ini ada beberapa ketentuan
yang harus dipatuhi para pemain. Biasanya ketentuan tersebut adalah jika yang
menyiapkan makanan adat untuk keperluan upacara dan hukuman lainnya yang
sebagai berikut:
Sidolo-dolo afa sidolo dian die, Naha nita si fohida maha yala mai laha,
Manyira jang majojo jang tego kokonora, kapagu ijo ngone ngamdi nga
ronga jaro masinoto, Bela-bela wari, wari Abdul Majid bole nage adi
(Diketuk-ketuk jangan, ketuk mereka punya, Nanti besok kita lihat,
nantikan baik juga, Yang kakak cantik yang adik, cantik terletak ditengah,
dipanggung hijau kita berhadapan nama terpancung dua pemisah, Kilat
menyambar, meyambar Abdul Majid, atau siapa lagi?).
oleh ketua adat atau pemuka agama dalam suatu kegiatan seremonial. Rorasa
berisi nasihat atau petunjuk ataupun sebuah ungkapan perasaan dari orang yang
melaksanakan hajatan atau seremonial tersebut. Rorasa bisa ditemukan pada saat
Sastra lisan yang berbentuk prosa yang ada di Ternate ada yang berbentuk
prosa, seperti mite di antaranya asal mula mahkota, momole, puteri tujuh. Selain
itu, juga ada yang berbentuk fabel yang mengungkapkan kisah-kisah binatang
seperti tikus, kucing, penyu, burung gagak, ikan layar dan ikan lumba-lumba, dan
cecak. Kemudian yang berbentuk legenda seperti asal mula empat kesultanan di
Maluku Utara, air sentosa, legenda danau laguna, dan yang lainnya.
dipaparkan dua versi cerita rakyat Tolire Gam Jaha yang didapatkan dari
informan pada saat penelitian. Versi pertama, cerita ini didapatkan dari penutur
lisan pihak kesultanan Ternate, yaitu Ridwan Dero, seorang mantan Jo Kalem atau
Menteri Agama dalam kesultanan Moloku Kie Raha (Ternate, Tidore, Bacan dan
Tolire Gam Jaha berceritakan tentang suatu desa di Ternate Maluku Utara.
Yang bernama Tolire. Pada zaman dahulu biasanya masyarakat
melaksanakan pesta rakyat apabila menerima hasil panen seperti cengkeh,
pala atau kelapa. Dalam pesta itu masyarakat biasanya menyediakan
makanan dan melaksanakan pesta bersama-sama. Berbagai ronggeng pun
dipentaskan seperti ronggeng Gala dan Tide biasanya pesta tersebut
berlangsung sampai 3 hari 3 malam, 7 hari 7 malam, sampai 9 hari 9
malam. Saat pesta sedang berlangsung terjadi perbuatan asusila antara
ayah dan anak terjadi. Awalnya biasa saja, tapi karena pengaruh minuman
keras mereka kemudian mabuk sehingga menghilangkan kesadaran dan
terjadi perbuatan asusila itu. Setelah perbuatan tersebut ada kokok ayam
yang bisa berbicara layaknya manusia sambil berbicara Tolire Ma Gam
Jaha yang artinya Kampung Tolire tenggelam.
62
Dalam pesta tidak seorang pun yang mendengar suara kokok ayam
tersebut. Namun, salah seorang masyarakat yang tidak mengikuti pesta
mendengar dan memberitahukan kepada yang melaksanakan pesta bahwa
hentikan segera pesta yang melampaui batas karena dia baru saja
mendengar ayam berkokok yang mengatakan kampung Tolire mau
tenggelam. Namun, masyarakat tidak menghiraukan informasi yang
dikatakan orang tersebut. Beberapa kali kokok ayam itu terdengar pada
tengah malam dan kembali dia memberitahukan, tetapi masyarakat tetap
tidak menghiraukan. Kemudian orang tersebut menyelamatkan diri, tiba-
tiba tanah di sekitar kampung Tolire mulai turun dan tenggelam.Tersadar
akan hal itu, anak perempuan yang melakukan perbuatan zina dengan ayah
tersebut kemudian lari ke tepi laut dan tanah di tepi laut pun ikut
tenggelam. Akhirnya, ayah dan anak tenggelam bersama-sama dengan
masyarakat kampung Tolire yang merayakan pesta. Kemudian cerita ini
dikenal turun-temurun oleh masyarakat Ternate dengan pembuktian dua
danau yang ada di dekat desa Takome, yaitu Tolire ici atau Tolire kecil
yang dikenal penjelmaan dari anak gadis, sedangkan sang ayah serta
masyarakat desa sebagian yang melakukan pesta menjelma menjadi Tolire
lamo atau Tolire besar (Wawancara dengan Ridwan Dero 4 Februari
2013).
Versi cerita kedua dari cerita ini adalah hampir sama temanya tapi agak
berbeda dalam alurnya. Berbeda dari yang peneliti dapatkan dari cerita di atas
yang didapatkan dari pihak kesultanan Ternate. Akan tetapi, cerita yang
dipaparkan nanti adalah cerita yang didapatkan dari salah satu tokoh masyarakat.
Versi berikut adalah versi yang juga dikenal oleh masyarakat Ternate dan Moloku
Kie Raha lainnya. Berikut petikan wawancara dengan Safril F. Salam dalam versi
Gam Jaha, ditemukan kaitan antara teks dan konteks sosial masyarakat pemilik
cerita rakyat ini khususnya Ternate, Maluku Utara. Terdapat berbagai perspektif
yang digunakan untuk menemukan kaitan antara cerita rakyat dan masyarakat