Anda di halaman 1dari 15

1.

PENDAHULUAN

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari


arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik, serta dibangun oleh tukang
berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal
serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada
dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi.
Globalisasi dan kapitalisme yang melanda bumi dalam tata wadah kehidupan
tampak telah terjadi secara intens pada kota-kota besar dan semakin berkembang
merabah ke desa-desa sekitarnya. Perubahan yang drastis ini terjadi juga pada bidang
arsitektur. Berbagai pembangunan yang mengeksploitasikan kearifan lokal hilang seiring
masuknya kapitalisme global.
Sejalan dengan dampak diatas, kritik dan reaksi terhadap kondisi dan gejala-
gejala modern muncul daripada ahli fenomenologi arsitektur yang mengatakan bahwa
kondisi modern mereduksi sekaligus memberi jarak pengalaman manusia terhadap
lingkungan dan wujud lokal arsitektur.
Reaksi terhadap globalisasi dalam intentitas arsitektur lokal ditandai dengan
munculnya ketertarikan pada ciri-ciri lokal, yang dahulu tersingkir dari wacana arsitektur
modern. Para praktisi dan teoritis mulai menoleh pada elemen lokal yang dianggap
unik, spesifik dan dapat memberikan keragaman “motif”. Dengan mengangkat
pengetahuan lokal secar kesejarahan yang telah teruji zaman, diharapkan intentitas
lokal tidak akan begitu mudah tersapu oleh gelombang globalisasi, bahkan diyakini
pengetahuan lokal ini akan memungkinkan suatu daerah berperan aktif dalam budaya
global.
Hal yang sangat memprihatinkan adalah terus berkembangnya proses
pengabaian (marjinalisasi) kekayaan budaya arsitektur nusantara. Artinya, kearifan lokal
cenderung terus menerus diabaikan bahkan tidak diperhitungkan untuk menjadi acuan
bagi perkembangan arsitektur permukiman di Indonesia. Sikap silau terhadap budaya
“kebarat-baratan” dikalangan masyarakat.
Obyek gramatika arsitektur masyarakat suku Atoni yang diangkat dalam makalah
ini adalah arsitektur masyarakat adat Pakaenoni-Kole di Kampung Kleja, Kelurahan
Bitauni, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara. Obyek arsitektur ini
memiliki spesifikasi yang masih terjaga hingga kini dan terdapat pola permukiman yang
cukup relevan untuk ditelusuri sebagai kajian teoritik, agar pendekatan yang digunakan
untuk memahami bentuk, makna dan ruang arsitektur suku Atoni menjadi lebih jelas.

Page | 1
2. LOKASI STUDI, IKLIM DAN TOPOGRAFI

Penetapan pemilihan lokasi studi adalah tempat yang memiliki rumah adat
beserta perkampungan adatnya yang masih terjaga, yakni kampung KLEJA. Kampung
ini merupakan wilayah bagian dari Kelurahan Bitauni, Kecamatan Insana, Kabupaten
Timor Tengah Utara. Timor Tengah Utara merupakan salah satu kabupaten dari 22
kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur yang secara geografis terletak antara 9˚02’
48” LS dan antara 124˚04’02” BT - 124˚46’ 00” BT.

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Timor Tengah Utara


(Sumber: http//google image education. com)

Page | 2
Berdasarkan catatan klimatologis dan klasifikasi iklim oleh Schmidt dan Ferguson,
Kabupaten TTU termasuk wilayah tipe D dengan koefisien 2 sebesar 71,4 persen.
Berdasarkan klasifikasi Koppen, tipe iklim Kabupaten TTU tergolong tipe A atau
termasuk iklim equator dengan temperatur bulan terpanas lebih dari 22˚C. (Lake,
Reginaldo:2015.Gramatika Arsitektur Vernakular Suku Atoni; 24). Iklim di Timor Tengah
Utara terdiri atas musim kering dari April hingga November dan musim hujan dari
November hingga April. Curah hujan rata-rata sedang (100-133mm).

Lokasi Studi

Gambar 2.2 Rupa Bumi Kampung Adat Kleja, Insana, TTU


(Sumber:w.w.w.googleearth.com, at 10 Oktober 2018 )

Kampung adat Kleja didiami oleh satu suku besar yang sekaligus merupakan
ama naek dalam kerajaan Insana yaitu suku PAKAENONI KOLE. Kampung yang luasnya
sekitar 12km2 ini berada pada 9˚28’21” LS dan 124˚40’01” BT. Kampung Kleja berada
di dataran rendah dengan sebelah Utara dan sebelah Barat diapit oleh sungai noe nebu,
sebelah Timur berbatasan dengan area persawahan dan sebelah selatan berbatasan
dengan kampung Nefo Mtasa.

Page | 3
Akses menuju Kampung Kleja dari Bitauni dengan melewati Kampung Bisain
sekitar ±10 km dan memakan waktu agak lama, yakni 2-3 jam bagi pejalan kaki dan 60
menit-90 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan kondisi
jalannya yang belum beraspal dan terjal juga berlumpur ketika musim hujan. Pada
musim hujan, sangat kesulitan untuk menuju perkampungan maupun sebaliknya karena
eksistensi perkampungan dibatasi oleh sungai tanpa jembatan.

3.SOSIAL BUDAYA

3.1 Asal - Usul

Manusia makhluk menyejarah (ens historicum). Ia dibentuk dalam masa lalu (in
illo tempore). Kini dan disini (hic et nunc) ia mengaktualisasikan diri. Dan masa yang
akan datang (in future) membangun idealisme dan perjuangan untuk senantiasa
mewujudkan apa itu kebenaran, kebaikan dan keindahan. Menurut Bernheim, 1961 :
215;”Die Geschichte ist der Wissenschaft vont die Entwickcllung der Menschen
Bettetiegung als soziale wessen” (Silab, Wifridus:2005.Dari Noetoko ke Kefamenanu;
1) Artinya sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perbuatan manusia
dalam perubahan atau perkembangannya sebagai makhluk sosial. Kita adalah sejarah
itu sendiri, dan sejarah tidak akan pernah musnah. Tapan Nain, Nesan Nabal, artinya
yang lama tiada yang baru mengada.

Suku Pakaenoni (pakae = pembuat dan noni = uang logam) terdiri dari tiga suku
besar yaitu Pakaenoni Kole, Pakaenoni Ustabal dan Pakaenoni Us Fomeni. Sejarah asal-
mula suku Pakaenoni dimulai dari kedatangan nenek moyang mereka yang berasal dari
nenno saena, mengendarai bello mnaut’a dan mendarat di Besikama. Mereka
melanjutkan perjalanan ke Oepuah, kemudian pindah lagi ke Fohraen karena
kekeringan panjang. Disini mereka menetap dalam kurun waktu 3 generasi. Dari
Fohraen mereka berpindah lagi ke Mutis dipimpin oleh tiga bersaudara yakni; Boki
Taek, Sana Taek dan Mafo Taek. Sesampai di Mutis, Mafo Taek memutuskan untuk
menetap, sedangkan Boki Taek dan Sani Taek terus mencari tempat baru.
Dari Mutis, mereka menuju Tapenpah. Sesampai disini besi tnais milik Boki Taek
menunjukkan keseimbangan, sehingga Boki Taek memilih untuk tetap tinggal. Sana
Taek lalu melanjutkan perjalanannya menuju Oelolok. Sana Taek lalu menikah dan

Page | 4
dikarunia dua orang anak, yakni seorang putra bernama Kefi yang merupakan nenek
moyang suku Pakaenoni dan seorang putri diberi nama Finit yang sekarang adalah
penduduk asli Maubes, keturunan Raja Usfinit. Kefi kemudian pindah ke Kleja dan Finit
ke Maubes.

Gambar 3.1 Raja Insana bersama Permaisurinya.


(Sumber: https//encrypted-tbn0.gstatik.com)

Dalam lanjutannya, Manbait; Kepala Suku Pakaenoni Kole, yang diwawancarai


pada 28 September 2018 menyatakan bahwa Raja Insana pecah menjadi dua yakni
Kerajaan Usfinit dan Kerajaan Taolin. Kerajaan Insana pada mulanya dipimpin oleh
Sana Taek. Tapi setelah pemerintahan Hindia Belanda masuk ke Pulau Timor, maka di
bagilah wilayah kerajaan Insana menjadi 5 kefetoran, yakni kefetoran Oelolok,
kefetoran Ainan, kefetoran Maubes, kefetoran Subun dan kefetoran Fafinesu. Karena
Raja Sana Taek tidak bisa berbahasa belanda maupun berbahasa inggris maka
diambillah putra dari kerajaan Manlea di Malaka yang bernama L.A.N. Taolin yang fasih
dalam berbahasa inggris untuk memerintah kerajaan Insana. Raja Usfinit lalu
memisahkan diri dari saudaranya Pakaenoni, karena tidak ingin diperintahkan oleh raja
dari Kerajaan lain.

Page | 5
3.2 ADAT ISTIADAT

Masyarakat suku Pakaenoni Kole adalah suku Atoni atau Dawan atau Atoin Pah
Meto. Istilah dawan adalah ucapan lidah orang Belu terhadap Atoni. Selain istilah
Dawan, Atoni Pah Meto merupakan ungkapan asli bagi penduduk yang menghuni
daerah-daerah pegunungan di pedalaman bagian barat pulau Timor. Dalam arti luas,
Atoni berarti orang, manusia atau penduduk. Sedangkan dalam arti sempit, Atoni
berarti laki-laki (pria) dengan lawan jenisnya; Bife berarti perempuan (wanita). Jadi,
Atoin Pah Meto berarti orang, manusia atau penduduk tanah kering, yang hidupnya
hanya dengan pengolahan tanah kering, hasil-hasil hutan dan seringkali diartikan
sebagai orang yang tidak bersekolah, bukan pegawai, tempat tinggalnya terisolir di
kampung-kampung terpencil dan jarang berinteraksi sosial dari penduduk pantai atau
orang yang datang dari luar. Seringkali ungkapan itu disingkat: Atoin Meto (orang
kering) dengan pengertian yang sama seperti diatas untuk dibedakan dengan pegawai
yang disebutnya: Kase.

Gambar 3.2 Atoni Pah Meto


(sumber: http://encrypted-tbn0.gstatik.com)

Page | 6
Bagian pulau Timor yang didiami Atoni atau Atoin Pah Meto meliputi: Kabupaten
Timor Tengah Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Daerah
Enclave Ambenu, yang mana menjadi pintu dan tempat atau daerah asal banyak
kelompok etnis di Timor Indonesia seperti: Boti (Amanatun Timur), Boentuka
(Amanuban Barat); Timau dan Fuames.
Dalam sistem pemerintahan adat Pakaenoni Kole, terdiri dari apao sonaf yang
sekaligus Kepala Suku, dan kolo-manu. Sedangkan dalam tatanan gender adat
Pakaenoni Kole memiliki cakupan yang cukup luas, tidak hanya terbatas pada dualisme
perempuan dan laki-laki yang berfokus pada kedudukan dan peran garis laki-laki dalam
kehidupan ritual maupun sehari-hari. Konsep gender muncul pada beberapa fenomena
dalam budaya bermukim masyarakat suku Pakaenoni Kole, yakni:

1) Pembagian pekerjaan; Laki-laki berladang dan memimpin upacara ritual sedangkan


perempuan memasak dan menenun.

Gambar 3.3 Berladang dan menenun


(sumber: genanraris.id)

Page | 7
2) Corak dan filosofis kain tenun; bagi laki-laki disebut Beti dan perempuan
Dikenal dengan istilah Tais.

Gambar 3.4 Busana Adat Insana, Beti dan Tais


(sumber: http://encrypted-tbn0.gstatic.com)

3) Tipologi bangunan; Ume Lopo bagi kaum laki-laki dan Ume Kbubu untuk
perempuan.

Gambar 3.5 Lopo dan Ume Kbubu


(sumber: maubes.blogspot)

Page | 8
3.3 KESENIAN

Dalam masyarakat komunal, kesenian menduduki tempat dan memiliki peranan


penting. Hal ini dikarenakan kesenian merupakan ekspresi estetis dari individu manusia,
kelompok ataupun komunitasnya dalam bentuk seni musik, seni tari dan seni kriya.
Masyarakat Insana khususnya Pakaenoni dikenal dengan masyarakat malile ba’e.

1. Seni Musik
Jenis alat musik yang di kenal masyarakat suku Pakaenoni-Kole antara lain; Gong
(Senne), Tambur (Ke’e), Gambus (Kassi), Biola (He’o) dan Giring-giring (Banno).
Alat-alat musik ini biasa di simpan di lumbung (Lopo) dan rumah adat atau rumah
pemali (Ume Leu). Biasanya alat-alat musik ini di gunakan pada upacara adat,
upacara perkawinan, upacara penyambutan tamu dan syukuran atas hasil panen.
Dalam tradisi adat suku Pakaenoni-Kole sebelum alat-alat musik itu dimainkan
harus terlebih dahulu memohin izin kepada mereka (diyakini memiliki roh) dengan
cara tloe sin di suguh dengan siri dan pinang sehing bunyi yang di hasilkan sesuai
dengan keinginan kita. Alat-alat musik di atas masih di gunakan sampai saat ini.

Gambar 3.6 Gong, Gendang dan Biola, alat musik suku Pakaenoni Kole
(sumber: bukantrik.com)

Page | 9
2. Seni Tari

Jenis tarian yang masih dilestarikan masyarakat setempat hingga saat ini antara
lain; Tarian Perang/Tarian Ronggeng (Bso’ot), tarian Bidu (Bilut) dan Tarian Bonet.
Tarian ini biasa di pentaskan di luar rumuah atau ruang terbuka pada upacara
adat,upacara perkawinan dan upacara peneriamaan tamu.

Gambar 3.7 Tarian Ronggeng dan Bidu


(sumber: Maubesi.blogspot)

Jenis alat musik pengiring tari-tarian di atas, melliputi:

- Gong; alat musik pengiring tarian Perang (Bso’ot).


- Gendang; sebagai pelengkap Gong.
- Giring-giring; biasanya dipakai sebagai pelengkap tarian Perang.
- Gambus; pengiring tarian Bidu.
- Biola; sebagai pelengkap Gambus dalam mengiring tarian Bidu.

Busana yang lazim dikenakan pada tari-tarian ini biasa mengunakan busana
adat, meliputi:

- Petno’o; Mahkota.

- Kikis / Sabaul none ; baju yang terbuat dari kumpilan uang logam.
- Foke; Gelang kaki.
- Suni; Klewang.
- Aluk; Tas
- Mollo; Kalus.
- Niti; Gelang tangan.
- Passu noni; Ikat pinggang.
- Pilu; Pengikat kepala.

Page | 10
3.Seni Kriya.

Jenis seni kriya yang masih dikembangkan oleh masyarakat suku Pakaenoni-Kole
adalah ayaman dan tenun ikat.
1). Jenis ayaman, meliputi:
- Nahe; Tikar
- Oko; Bakul
- Tu’as; ayaman tempat ketupat
- Pese; Kipas
- Ti’o; Tempat siri bagi laki-laki
- Kabi / Okomama; Tempat siri bagi perempuan
- Tupa; Niru.
- Kohe; Tempat menyimpan buku.
- Kulat; Sejenis kohe yang biasa dipakai sebagai tas penyimpanan bekal.
- Taka; Wadah penyimpanan beras, jagung, kacang dan sejenisnya yang
memiliki penutup.
-Kol keta; Sangkar ayam yang terbuat dari daun lontar dan daun gewang.

Ayaman-ayaman ini menggunakan jenis bahan seperti daun gewang dan pelepah
lontar. Biasanya hasil anyaman di sipan di atas lumbung, rumah tinggal dan
rumah adat.

Gambar 3.8 Tio dan Kabi, tempat menyimpan sirih dan pinang.
(sumber: threadsoflife.com).

Page | 11
2). Jenis tenun ikat, terdiri dari:

 tenun Buna
 tenun Lote
 tenun Ikat / Futus.

Jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan tenun ikat antara lain kapas
(Abas), tumbuhan Taru (Taun), kemiri (Fenu), kapur (Ao), kunyit (Huki). Alat yang
digunakan terdiri dari senu Neakna dan Monaf. Fungsi dari tenun ikat ini sebagai
pakaian sekaligus selimut biasanya kaum perempuan menenun di tempat terbuka
seperti lopo.

Gambar 3.9 Motif Buna, motif orang Insana

(sumber: dinesatenun.blogspot.com)

Page | 12
3.4 NILAI BUDAYA

Masyarakat suku Pakaenoni-Kole bermata pencaharian sebagai petani. Mereka


dituntut untuk mencari dan mengolah lahan pertanian sebagai cara survival. Untuk
menjamin kesuburan tanah, mendatangkan hujan, menjauhkan hama dan
menghasilkan panen berlimpah, maka masyarakat suku ini biasanya melaksanakan
berbagai macam ritus dan seremoni adat untuk meminta pertolongan dari kekuatan-
kekuatan supranatural maupun preternatural. Salah satunya adalah upacara fua pah
yakni ritus persembahan hewan korban kepada penguasa bumi.

Sedangkan dalam proses perkawinan masyarakat Suku Pakaenoni-Kole, biasanya


melewati tahap-tahap sebagai berikut:
 pertemuan atau perkenalan
 peminangan
 nikah adat
 nikah Gereja

4. ARSITEKTUR

4.1 TAPAK
Lingkup tapak dipahami sebagai ruang luar arsitektur permukiman. Lingkup
tapaak memungkinkan sebagai ruang dan pengikat antara massa bangunan. Tingkat
kepositifan ruang luar ini tercipta sejalan dengan penciptaan rasa kepemilikan atau
teritori penghuni terhadap ruang-ruang pada kompleks permukiman suku Pakaenoni-
Kole. Semakin positif sifat ruang semakin kuat rasa kepemilikan yang tercipta
terhadapnya.

Page | 13
Kleja merupakan perkampungan yang dikelilingi dengan pagar. Akses masuknya
melalui utara dan keluarnya melalui arah timur. Posisi rumah adat menghadap kearah
barat sedangkan hau teas nya kearah timur matahari terbit, sebagai symbol asal mula
kedatangan mereka.

4.2 TIPOLOGI ARSITEKTUR

Page | 14
2.4.3 FILOSOFI BENTUK
2.4.4 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI
2.4.5 MATERIAL
2.4.6 RAGAM HIAS
2.5 DINAMIKA PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA
2.6 DINAMIKA PERKEMBANGAN ARSITEKTUR

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai