Anda di halaman 1dari 42

ARSITEKTUR VERNAKULAR

OLEH :

NAMA : MARIO A. T. TEFA

NIM :1906090050
SEMESTER : V (LIMA)
JUDUL TUGAS : VERNAKULAR NTT (DAWAN)

KELAS :B

DOSEN : THOMAS K. DIMA, ST ., MT.

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suku Dawan biasa dinamakan suku bangsa Atoni. Suku bangsa ini merupakan
salah satu kelompok penduduk asal di Pulau Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Mereka berdiam terutama dalam wilayah tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang,
Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Pulau Timor dikenal dengan alamnya berbukit-bukit dengan beberapa puncak
gunung. Pulau Timor juga dialiri oleh banyak sungai yang pada umumnya kering pada
musim kemarau. Struktur tanah pada umumnya merupakan sedimen laut berupa tanah
liat dan kapur. Batu-batuan terdapat hampir merata di seluruh wilayah. Dengan
keadaan alam seperti ini, wilayah ini agak sukar diolah untuk lahan pertanian. Daerah
persawahan hanya terdapat di daerah pantai utara dengan sarana irigasi yang berasal
dari sungai-sungai yang mengalir di sana. Daerah ini dipengaruhi iklim tropis dengan
curah hujan yang rendah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Hubungan Elemen-Elemen Lanscape Dengan Arsitektur
Vernacular Dawan ?
2. Bagaimana Fungsi, Jenis Perabot, dan Makna Ruang pada vernacular dawan?
3. Jenis-jenis Sistem Sambungan Struktur Pada Struktur Vernakular Dawan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Hubungan Elemen-Elemen Lanscape Dengan Arsitektur
Vernacular.
2. Mengetahui fungsi, jenis perabot, dan makna ruang pada vernacular dawan.
3. Mengetahui Jenis-jenis Sistem Sambungan Struktur Pada Struktur Vernakular
Dawan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Elemen-Elemen Lanscape Dengan Arsitektur Vernacular Dawan
A. 7 Unsur Kebudayaan Msayarakat Dawan

Pulau Timor dikenal dengan alamnya berbukit-bukit dengan beberapa puncak


gunung. Pulau Timor juga dialiri oleh banyak sungai yang pada umumnya kering pada
musim kemarau. Struktur tanah pada umumnya merupakan sedimen laut berupa tanah liat
dan kapur. Batu-batuan terdapat hampir merata di seluruh wilayah. Dengan keadaan alam
seperti ini, wilayah ini agak sukar diolah untuk lahan pertanian. Daerah persawahan hanya
terdapat di daerah pantai utara dengan sarana irigasi yang berasal dari sungai-sungai yang
mengalir di sana. Daerah ini dipengaruhi iklim tropis dengan curah hujan yang rendah.
Budaya merupakan cara hidup yang berkembang, serta dimiliki bersama oleh kelompok
orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya ini terbentuk dari berbagai unsur
yang rumit, Unsur kebudayaan yang mempengaruhi karya Arsitektur Vernacular Dawan :
1. Sistem Bahasa
Bahasa Dawan biasa dikenal sebagai bahasa Atoni atau bahasa Timor. Sedangkan Atoni
sendiri menyebut bahasanya : Uab Meto, Molok Meto, atau Laes Meto, yang artinya :
ucapan, bahasa dari manusia yang berdiam di daerah tanah kering, daerah pegunungan, dan
pedalaman pulau Timor. Didalam bahasa Dawan sendiri terdapat banyak perbedaan,
menyangkut logat, pemakaian kata benda dan intonasi. Maka di dalam pengucapannya dapat
dibedakan asal daerah dari pembicara. Namun untuk dapat membedakan secara tepat dan
tegas diperlukan penelitian. Selain perbedaan tersebut, yang jelas bahwa bahasa Dawan
memiliki persamaan pengertian, pemahaman yang luas sehingga dapat dimengerti di mana
saja. Hanya saja dengan berbicara orang langsung mengerti asal usul dan logat yang
dipergunakan oleh pembicara.
Bahasa Uab Meto atau Bahasa Dawan atau juga disebut Bahasa Atoni adalah salah
satu bahasa anak cabang Austronesia, yang jumlah penuturnya mencapai ±600.000 penutur,
yang utamanya dituturkan oleh suku Atoni di Pulau Timor. Penutur bahasa Uab Meto
dikenal sebagai "suku Dawan" atau "Atoni Pah Meto" yang berarti orang dari tanah kering.
Sebagai sebuah bahasa (alat komunikasi yang paling efektif) antar manusia, Bahasa Dawan
juga memenuhi kriteria, sebagai sarana pemberian arti dan makna kepada realitas, dunia,
dan manusia. Hal ini terlihat pada sifatnya yang tidak hanya komunikasi tetapi juga sebagai
simbolis. Sebagai sarana atau alat komunikasi verbal, bahasa Dawan memiliki fungsi dan
pemanfaatan yang luas untuk sastra. Bila ditinjau dari sifatnya yang komunikatif bahasa
Dawan juga sebagai alat komunikasi dalam setiap doa kepada arwah leluhur (Be'i - Na'i);
roh-roh (nitu), dan wujud tertinggi (Uis Neno).
Bila ditinjau dari sifatnya yang simbolis, bahasa Dawan dalam pemakaian kata-
katanya menampilkan bentuk sinonim. Bahwa kata-kata yang dipergunakan berbeda dalam
bentuk, tetapi sama atau mirip. Namun di balik pemakaian kata-kata sinonim itu, terkandung
kebenaran yang tersembunyi. Disini bahasa Dawan dapat menunjukkan kekayaan akan
nilai-nilai: estetis (sastera lisan dan seni); historis (sudah ditradisikan turun temurun) ;
ilmiah (memiliki juga pengetahuan linguistis), ethis - moral ( mengandung nilai pendidikan
dan tingkah laku); dan religius (kepercayaan manusia). Bahasa Dawan tidak tergolong
Bahasa tulisan oleh penduduknya tetapi hanya di tradisikan secara lisan.

2. Sistem Pengetahuan
Kebudayaan manusia. suku bangsa atau kelompok ethnis manapun tidak terbatas
hanya pada benda-benda material yang dihasilkan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Tetapi lebih dari itu, unsur kerohanian . spiritualitas manusia menjadi unsur
terutama di dalam kebudayaan yang menjadi dasar atau pendorong terciptanya benda-benda
kebudayaan. Asal mulanya terciptanya Kebudayaan bersumber dari kehadiran makluk
manusia ditengah alam sebagai makluk rasional juga biologis. Eksistensinya itu diliputi
aneka ragam kebutuhan dan alam adalah bahan mentahnya. Manusia lalu bekerja,
memantaatkan potensi bahan mentah yang tersedia dalam alam untuk memenuhi
kebutuhannya baik material maupun spiritual. Maka kebudayaan adalah aktivitas manusia
mendayagunakan potensi alam lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya

Sistem pengetahuan masyarakat Dawan terdapat berbagai pengetahuan


diantaranya :

• Bahasa yang berbeda dan terbagi menurut wilayah dimana perbedaannya menyangkut
logat, pemakaian kata benda, dan intonasi dalam pengucapannya, dan juga terdapat
kesamaan pada pengertian dan pemahaman yang luas sehingga dapat dimengerti di mana
saja didaerah dawan.
• Sistem organisasi kemasyarakatan atau kelompok keluarga yang dibedakan menurut
marga/klan.
• Pengetahuan mengenai mata pencaharian yaitu lewat beternak dan Bertani.
• Pengetahuan mengenai keagamaan dan kepercayaan yang dipercaya serta adat
istiadat yang sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat Dawan.
• Sistem kesenian yang terdapat yaitu seperti tarian, rumah adat, tenunan, senjata
tradisional, alat musik, dan makanan khas asal daerah dawan.

3. Sistem Organisasi Kemasyarakatan


Sistem organisai kemasyrakatan menyangkut dengan kelompok keluarga. Kelompok
kerabat berupa keluarga inti disebut ume, dan keluarga luas disebut puknes. Mereka juga
mengenal sistem klen yang disebut kuanes, yakni klen kecil yang merupakan gabungan dari
beberapa keluarga luas. Gabungan klen kecil membentuk klen besar (kanaf),yang dikepalai
oleh klen. Tiap klen menjalankan upacara-upacara keagamaan sendiri-sendiri dan
mempunyai benda suci sendiri yang disebut "nono". Nama klen sering kali sama dengan nama
benda sucinya. Prinsip penarikan garis keturunan yang berlaku bersifat patrilineal, artinya
garis keturunan ditarik kepihak ayah atau pihak laki-laki. Seorang anak menjadi warga klen
ayahnya, dan ia mempunyai hak dan kewajiban terhadap klen tersebut. Bila suatu klen
mengadakan upacara, orang-orang yang ada kaitannya dengan klen tersebut diundang dan
mendapat tempat terhormat. Dalam upacara dan juga dalam kehidupan sehari-hari pihak
pemberi istri mendapat kedudukan yang tinggi. Adat menetap sesudah nikahnya menentukan
bahwa pada awal pernikahan pasangan pengantin untuk sementara berdiam di lingkungan
kerabat istri (uksorilokal). Setelah berjalan beberapa waktu, keluarga ini pindah ke
lingkungan kerabat suami (verilokal), meskipun ada pasangan yang tetap menetap secara
uksorilokal. Seorang istri diakui sebagai anggota klen suaminya, meskipun ia masih
mempunyai hak dan kewajiaban tertentu pada klen asalnya.
Pada zaman penjajahan itu sistem organisasi Suku Timor dibagi dalam beberapa
bagian kesatuan yaitu Kerajaan lokal disebut sebagai vorstendom atau kerajaan. Adapun
Kerajaan lokal atau bisa disebut lokal pemerintahan diNTT terdiri atas wilayah Kupang,
daerah Timor Tengah pada wilayah Selatan, Timor Tengah wilayah Utara dan Belu. Pada
zaman penjajahan sistem organisasi Suku Timor dibagi dalam beberapa bagian kesatuan yaitu
Kerajaan lokal disebut sebagai vorstendom atau kerajaan.
4. Sistem Teknologi

Bagi masyarakat didaerah Dawan kampung atau desa disebut : Kuan, dalam arti tempat
tinggal tetap. Ukurannya bisa besar juga kecil tergantung kepada berapa banyak orang yang
Bersama-sama membangun membentuk kampung itu, dan memutuskan untuk hidup-hidup
bersama-sama di tempat itu. Sesuai dengan totalitas pemikirannya, untuk membangun sebuah
rumah . terlebih rumah adat Atoni sangat terikat kuat dengan prinsip kekerabatan yang mendasari
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan . Prinsip dan semangat tersebut mulai terwujud
pada waktu perencanaan. pembagian kerja, penentuan hewan untuk upacara pembangunan dan
upacara pendinginan . Oleh karena itu prinsip Feto-Mone (sistem kekerabatan yang
terbentuk oleh perkawinan); prinsip kakak-beradik (olif - Tataf) menjadi dasar penentuan.
musyawarah, dan mufakat. Pembagian kerja dan tanggungan ini sudah merupakan kebiasaan
tradisional yang menjadi pedoman hidup manusia. Oleh karena itu, semangat kekeluargaan.
kegotongroyongan (bae feto - bae mone dan Nekaf mese ansa of mese - pertimbangan ipar
kandung, satu hati - satu jiwa) sudah merupakan falsafah hidup Atoni di dalam melaksanakan
suatu pekerjaan . yang disimpulkan dengan upacara pendinginan / Upacara perjamuan bersama.
lstilah kampung atau desa pada masyarakat NTT umumnya sangat bervariasi.

5. Sistem Ekonomi
Orang Dawan hidup bercocok tanam di ladang dengan sistem berpindah. Tanaman
ladangnya meliputi jagung, padi, ubi-ubian, kacang hijau, kedelai, bawang, tembakau , jeruk
dan apel. Pekerjaan lainnya adalah menyadap lontar. Pohon lontar biasanya hidup liar dan
bergerombolan. Penyadapan lontar baru dapat dilakukan bila pohonnya telah berusia sekitar 10
tahun. Untuk memperoleh nira yang tinggi kadar gulanya, sebagian daunnya harus dibuang.
Akar pohon lontar yang sudah kering dapat dijadikan kayu bakar. Batangnya dapat dijadikan
bahan bangunan, peti mati, dan tempat makanan ternak, sedangkan pelepahnya untuk tali.
Selain bertani, mereka juga memelihara ternak, terutama sapi. Selain diambil dagingnya, sapi
juga dijadikan mas kawin dalam upacara perkawinan. Tenaga sapi juga dapat digunakan untuk
merencah sawah. Kini daerah Timor dikenal juga sebagai salah satu daerah pengekspor sapi
dari Indonesia. Sejarah mata pencaharian masyarakat Dawan dimasa silam memberi petunjuk
adanya kegiatan berburu binatang seperti rusa Timor, babi hutan, kera, musang, kuskus, ayam
hutan, dan burung. Pekerjaan berburu dilakukan oleh kaum laki-laki. Pada masa lalu, taktik
pengempungan binatang buruan ialah dengan membakar semak belukar atau hutan. Ketika api
merambat membakar hutan mereka menari-nari sambil bersorak-sorai tetapi tetap waspada
menjaga agar binatang buruan tidak lolos. Hasil buruan dibawa pulang dengan bersorak - sorai
tanda suka-cita
Kaum wanita menyambut para pemburu tersebut juga sambil menari. Setelah itu daging
dibagikan kepada seluruh keluarga berdasarkan aturan adat. Puncaknya adalah acara pesta
makan bersama yang diselingi dengan berbagai tarian. Tradisi berburu ini menjadi latar
belakang adanya tari Honer, yang sampai sekarang masih dilakukan dalam berbagai upacara.
Tarian ini menggambarkan suasana pengepungan dalam berburu. Penarinya saling
berpegangan tangan sambil berputar-putar mengelilingi api unggun serta melantunkan pantun
berupa kisah perburuan. Berbagai sub kelompok orang Dawan mengenai jenis-jenis tarian
berburu ini dengan nama-nama tersendiri. Tarian tradisional ini pernah hilang dari kehidupan
masyarakat Dawan, namun akhir-akhir ini tampak tumbuh kembali. Syair-syair yang
mengiringi tarian itu mengundang berbagai pesan yang sesuai dengan kebutuhan masa kini,
misalnya tema pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi, lingkungan hidup,
pergaulan muda-mudi, dan tema lain. Tari Bonet ini ternyata menjadi salah satu media
komunikasi tradisional yang sehat.

6. Sistem Religi
Uis Neno adalah dewa pencipta alam dan kehidupan di dunia, yang menjadi pusat sistem
kepercayaan orang Dawan. Upacara-upacara pemujaan dewa dilakukan untuk memohon hujan,
sinar matahari, keturunan, kesehatan dan kesejehteraan. Penjelmaan Uis Neno dikenal dalam
bentuk dewa bumi atau dewa kesuburan (Uis Pah atau Uis Afu), dan arwah nenek moyang (Pah
Nitu) yang mendiami bumi dan setiap benda yang hidup diatasnya. Oleh sebab itu, dalam setiap
upacara yang dipanggil terlebih dahulu adalah dewa bumi dan roh nenek moyang. Arwah nenek
moyang merupakan tempat berlindung, tempat meminta bantuan dan penghubung kehidupan
di dunia dan alam gaib. Perwujudan pancaran kekuatan Uis Neno menjelma dalam bentuk
totem, seperti kera, buaya, burung gagak, burung kakatua dan lain-lain, yang dimiliki oleh
setiap klen.

Selain itu juga Uis Oe, yaitu dewa air yang menguasai sungai, danau dan mata air. Dewa
inilah yang menurunkan embun dan hujan. Namun kadang-kadang dewa itu menjelma menjadi
buaya, karena itu buaya ditakuti dan dihormati. Di samping itu mereka juga percaya kepada
makhluk-makhluk halus, yang baik maupun yang jahat. Makhluk-makhluk halus itu dipuja dan
dijinakkan dengan saji-sajian. Kini masyarakat Dawan juga memeluk agama Protestan, Katolik,
dan Islam. Pemeluk agama Katolik yang terbanyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara,
sedangkan pemeluk agama Protestan banyak terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
Kabupaten Kupang.

a) Kepercayaan akan adanya gaya-gaya magis


Kepercayaan akan gaya-gaya Magis ini dalam konsep pemahaman masyarakat disebut :
Hau, Le'u. atau Malo ( obat-obatan, gunaguna, dan Magi). Untuk membuktikan adanya konsep
kepercayaan ini maka dalam masyarakat dikenal kekuatan-kekuatan Magis seperti : Le'u Nono
(magi untuk kelahiran) ;Le'u musu (magi untuk berperang/mempertahankan diri) ;Le'u fenu
(magi untuk merawat/mengobati orang sakit ) ;Le'u abanat ( magi untuk menolak kekuatan
jahat/bala) ;Le'u kenat (magi untuk mengampuhkan senapan) :Le'u/Hau Abakat ( magi untuk
mencuri) ;Le'u/Hau Alaut (magi untuk menyusahkan orang lain dengan cara suanggi ) ; dan Le'u
untuk memperdaya/menarik wanita ( Le'u/haubife ), dan sebagainya. Selain itu manusia percaya
juga akan adanya kekuatan magis untuk mencelakakan orang bila melanggar larangan pada
pohon/tanaman yang disebut : Bunuk (tanda larangan). Juga akan adanya hewan/tanaman yang
dipandang sebagai asal usul suku dijaman Mithis yang disebut : totem.

b) Kepercayaan terhadap roh-roh halus :


Roh-roh halus dalam konsep pemikiran Atoni terbagi dua yaitu: yang baik (nitu ) dan yang
jahat (pah tuaf. naija bu'uf. Smana 'honis, atois dan sebagainya). Tempat tinggal mereka adalah
: Hutan belantara, pohon besar, bukit batu, sumber air. dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa yang
mendatangkan bencana bagi manusia dianggap datang dari roh-roh halus itu sebagai dalangnya.
Karena itu, manusia sebelum melakukan sesuatu di s~kitar tempat tinggalnya, roh-roh itu harus
diberi sesajian sebagai ijinan dan tanda perdamaian dengan manusia. Kehendak roh-roh itu
disampaikan kepada manusia melalui mimpi. Dari mimpi itulah manusia meramalkan kehendak
sang roh apakah baik atau buruk. Tindakan membuat upacara serta penentuan hewan korban
disesuaikan dengan hasil ramalan mimpi tersebut. Hal ini nyata dari kegiatan pembukaan kebun
baru, pembangunan rumah baru, pembuatan kandang hewan dan sebagainya
c) Pengaruh arwah leluhur/nenek moyang:
Menurut pandangan asli masyarakat di daerah Dawan/Atoni - Timor, roh nenek moyang
di dunia seberang mempunyai pengaruh besar terhadap anak cucu dan keturunan yang masih
hidup. Dalam istilahnya disebut: Be'i-Na'i, atau juga: Atokos-abeat, es haube bian-fatu bian;
Peut uf-oe'mataf, alikin-apean (Yang duduk dan mengaso. di sebelah kayu dan batu. pohon
betung dan sumber air, dan yang memberi hidup kepada manusia). Mereka dapat memberi
berkah kepada manusia tetapi juga kutukan bila mereka tak dipedulikan lagi. Mereka
menuntut hubungan terus berkes1mpulan melalui upacara-upacara.

d) Pandangan Atoni terhadap alam semesta.


Masyarakat di Nusa Tenggara Timur umumnya dan Atoni /DawanTimor khusus
memiliki suatu pandangan yang mendasar tentang kosmos (jagad raya, alam semesta). mereka
beranggapan bahwa jagad raya atau alam semesta ini merupakan suatu kesatuan yang utuh
serta mempunyai tata tertib yang teratur, tetap dan berjalan menurut hukum-hukumnya.
Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jagad raya. Kehidupannya selalu
terpaut dengan alam raya.

Dengan demikian, hidup manusia merupakan suatu pengalaman karena alam dianggap
mempunyai gaya-gaya gaib yang mempengaruhi bahkan menguasai hidup manusia. Untuk
itu, manusia selalu berupaya menyelaraskan tingkah lakunya dengan kehendak alam.
Manusia harus berusaha menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan kekuatan gaib
baik di langit yang tertinggi maupun di bawah bumi yang terdalam. Sebagai dwitunggal yang
membentuk satu kesatuan yang utuh. Lalu terungkaplah sebuah konsep tentang nama
penguasa kekuatan langit yang tertinggi dan bumi yang terdalam itu. Bagi masyarakat di
daerah Dawan/Atoni nama itu adalah : Uis Nano (Raja langit). Pandangan terhadap kosmos
(alam raya yang teratur) ini kemudian mepengaruhi pula pandangan tentang masyarakat
dimana tingkah laku hidup manusia diatur dalam tata tertib, norma-norma dan aturan adat
istiadat yang sudah dari jaman nenek moyang. Adat istiadat milah yang mengatur norma
kehidupan bermasyarakat: pergaulan dengan sesama hubungan manusia dengan para
pemimpin roh-roh dan arwah nenek moyang, yang bersifat sacral bahkan sebagai suatu
kekuatan hukum moral-etika.
e) Sistem Kesenian
Jaman dahulu orang Dawan mendirikan rumah dan perkampungannya di puncak–
puncak gunung. Perkampungan ini dikelilingi oleh pagar batu, bambu/pelepah gewang,
semak berduri dan sebagainya. Setiap kampung biasanya didiami kelompok kerabat
dengan seorang kepala/pimpinan. Sebuah perkampungan baru dapat terbentuk karena
adanya pemecahan anggota kelompok atau kawin campur antar suku. Dengan demikian
kelompok kerabat menjadi terpencar–pencar dalam wilayah yang luas. Pemecahan
tempat kediaman berhubungan erat dengan sistem mata pencaharian yaitu berladang.Pola
perkampungan suku Dawan yang asli adalah kelompok padat dengan rumah–rumah
(cluster) dengan beberapa kandang ternak (sapi/babi). Kadang–kadang penduduk
tersebar disekeliling perkampungan. Disamping itu ruang luar yang terbuka
dimanfaatkan sebagai tempat bermain anak–anak atau tempat bekerja (menenun)
terutama dibawah naungan pohon–pohon besar atau dengan mendirikan pondok-pondok
tempat kerja (sane).

❖ Rumah Adat
Rumah tradisional suku Timor memiliki desain seperti suatu sarang lebah yang
memiliki atap yang hampir menyentuh dengan tanah. Rumah adat ini ditinggali satu
keluarga dalam satu, dalam rumah tersebut terdapat ruang makan, ruang tidur, tempat
untuk melakukan pekerjaan dan terdapat ruang tamu. Rumah tradisional masyarakat ini,
mereka disebut dengan Lopo. Ragam hias pada rumah orang Dawan umumnya
mengambil motif flora, fauna dan gejala alam. Di antara unsur flora terdapat motif daun
sirih (maun no mina), yang merupakan lambang pergaulan dalam masyarakat pengikat
persatuan, tanda sehati. Motif fauna meliputi Uma Ube' adalah rumah adat orang Meto
yang dikenal juga dengan nama orang Dawan. Di depan rumah itu ada kayu bercagak
tiga dan batu di atasnya adalah tempat meletakkan sesajian untuk nenek moyang,
binatang cecak, buaya, kuda, bangau, ayam, ular burung elang, tokek, dan kakaua. Seperti
halnya motif daun sirih, motif fauna pun mengandung arti yang terkait dengan
kepercayaan. Suara cecak dikaitkan dengan pengambilan keputusan dalam suatu
musyawarah, yaitu pertanda bahwa keputusan yang diambil tepat dan benar. Binatang
kuda melambangkan kekuatan dan kekayaan, burung bangau dan burung elang
melambangkan kekuasaan yang tinggi dan keberanian, Ular mewakili binatang sakral
yang disembah. Gejala alam yang menjadi motif hiasan adalah motif matahari (Uis
Neno), yang melambangkan kedudukan tinggi
❖ Tarian Adat
Tarian adat Suku Timor memiliki keanekaragaman, hal ini dikarenakan adanya berbagai jumlah sub
suku pada wilayah tersebut. Adapun jenis tarian tersebut yaitu:
• Tari Hopong sebagai tarian dimulainya panen
• Tari Manekat sebagai tarian yang melambangkan sapaan dengan pemberian sirih pinang
• Tari Peminangan yaitu tarian yang melambangkan ungkapan cinta yang tulus dan lain
sebagainya.
❖ Kain Tenun
Kain tenun ini dikembangkan sejak zaman dahulu. Kerjaninan menenun dari Suku Timor
dilestarikan secara turun-temurun. Seni ini ditularkan kepada anak cucu demi kelestarian
kerjaninan ini. Kain tenun pada zaman dahulu sebagai maskawin masyarakat tradisional
Timor, dikembangkan menjadi kain yang bisa dibuat pakaian biasa, seperti pakaian
safari, jas, dan rok yang bisa dipakai oleh siapa saja, juga dikembangkan sebagai
pajangan atau hiasan rumah tangga.
❖ Senjata Tradisional
Suku Timor memiliki senjata tradisional yang mereka sebut dengan Subdu atau Sudu yang biasa
disebut dengan Kelewang.

❖ Alat musik

Alat musik Suku Timor yang populer yaitu Gong, Okulele, dan suling (Knobe Oh)

❖ Makanan Khas
Makanan khas Suku Timor yaitu Jagung Bose dan Lu’at.

B. Hubungan elemen-elemen lanscape dengan arsitektur vernacular dawan


Bentuk atau pola pemukiman tradisional adalah bulat sebagai berikut :
a) Rumah cikal bakal pendiri kampung ( kepala suku/kepala kampung = kua tuaf) berada
ditengah-tengah yang terdiri dari sebuah rumah (ume) dan sebuah lumbung (lopo). Di
depan rumah dan lumbung·, ada tempat upacara yang terdiri dari : altar batu ( baki) dan
tiang upacara( hau teas/ hau monef). Rumahnya disebut : ume mnasidan lumbungnya :
lopo naek.
b) Rumah bawahannya ( amaf-amaf) dan rakyat jelata atau warga masyarakatnya berada di
sekitarnya.
c) Pekuburan nenek moyang ( nau kele nitu mnasi, be'i na'i) agak sedikit di luar kampung,
di arah barat. Dari kumpulan pekuburan itu pula, yang dipandang sebagai pekuburan cikal
bakal pendiri kuan di tempatkan di tengah-tengah dikitari oleh kuburan masyarakat
umum. Kuburan yang dipandang suci disebut : sonaf naek/istana besar.
d) Daerah perkebunan (lele-bane) di tentukan secara turun temurun oleh pendiri kampung
(kua tuef) atau naijufi tua tobe. Maka pekerjaan pengolahan lahan atau kebun selalu
mengikuti petunjuk kepala kampung. Setiap orang hanya boleh mengolah kebun pada
bekas-bekas kebunnya ('bane) sejak nenek moyang. Sedangkan hutan larangan (naes tala)
adalah pemilik bersama. Daerah diluar perkampungan dan pertanian adalah tempat
peternakan (kerbau, sapi, kuda, kambing, babi, dan sebagainya)

Enam konsep yang mendasari tata spasial pada arsitektur permukiman suku Dawan di desa Kaenbaun,

Enam konsep tersebut sungguh berperan penting dalam kehidupan orang Kaenbaun
dan terungkap pada tata spasial permukiman. Enam konsep tersebut berada dalam
keadaan latent atau tersembunyi dan mengendap dalam pikiran orang Kaenbaun serta
berperan aktif dalam menentukan perilaku sehari-hari.

Beberapa implikasi penting yang terwujud pada tata spasial permukiman Kaenbaun
antara lain adalah:
1) tatanan umesuku di pusat desa Kaenbaun;
2) keberadaan faotkana- oekana suku-suku di Kaenbaun;
3) keberadaan beringin desa dan tatanan batu suci di bawahnya sebagai representasi dan
simbol kesepakatan masa lalu;
4) adanya pola keruangan depan-tengah-belakang;
5) adanya persepsi spasial desa-tua dan desa-muda, desa-lama dan desa-baru, desa-dalam
dan desa-luar;
6) keberadaan area Taksoen yang menjadi lapangan penerimaan di dekat gerbang desa;
7) adanya gerbang desa dan upacara adat pintu desa yang unik;
8) penghormatan kepada pendiri-pemimpin desa yang makam- makamnya ada di area timur
desa;
9) adanya “pintu dua dunia” yang menandai relasi alam arwah dan alam manusia
berhubungan erat di Kaenbaun.
Hubungan Elemen-elemen pembentuk pola tapak vernacular dawan : Semua elemen ini
terdapat pada pola tapak vernacular Dawan, jadi sangat berhubungan antara elemen-elemen
ini dalam membentuknya pola tapak vernacular Dawan. Diantaranya vernacular Dawan
juga terdapat elemen seperti bentukan lahan yang merupakan elemen sangat penting
sebagai tempat dimana elemen-elemen lainnya ditempatkan, jenis tanaman yang
dibudidayakan ataupun alami dari penutup tanah sampai pohon, Bangunan sebagai elemen
lansekap yang membangun dan membatasi ruang luar, mempengaruhi pemandangan,
memodifikasi iklim mikro, dan mempengaruhi organisasi fungsional lansekap, Site
structure, pavement, dan air.

a. Elemen Lunak (Softscape) Dan Elemen Keras (Hardscape) Arsitektur Vernakular


Dawan
❖ Softscape adalah istilah yang digunakan untuk unsur-unsur material yang berasal dari
alam. Elemen softscape merupakan elemen yang dominan, contoh elemen ini terdiri dari
tanaman atau pepohonan yang terdapat didalam perkampungan yang masih termasuk
dalam tapak dan air sebagai elemen yang bergerak dan bersifat lunak.
❖ Hardscape adalah unsur-unsur material buatan atau elemen selain vegetasi yang
dimaksudkan adalah benda-benda pembentuk taman, contoh elemen keras terdiri dari
bangunan (rumah) yang terdapat dalam pola tapak, gazebo, kursi taman yang dibuat dari
papan, pagar dari batu, batu, kayu, dan lain sebagainya.
b. Penerapan Kepercayaan Dalam Pola Kampung Tradisional

Fenomena keunikan tersebut terjadi karena adanya nilai dasar berupa gagasan
abstrak yang melekat di dasar jiwa orang Kaenbaun yaitu bahwa hidup ideal bagi orang
Kaenbaun adalah menyatu dengan Tuhan pencipta alam, nenek-moyang, sesama saudara
dan alam. Jika gagasan tersebut di rumuskan dengan bahasa Dawan, menurut Pater John
Salu dan Willem Foni (via sms 23 Januari 2009) adalah: Atone kuan “Kuun Kaenbaun,
Take nael Naijuf” ina monena mataos – in pauk pina ma ai pina; halon – manonbon ma
natnanbon natuin uis neno afinit ma aneset – amoet ma apakaet – apinat ma aklahat; bei
na’i-uis kinama-tuakin; pah-tasi ma nifu. Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa
kehidupan dan tata spasial permukiman suku Dawan di desa Kaenbaun ditentukan oleh
interaksi empat unsur utama, yaitu Tuhan (Uis Neno), Nenek-moyang (bei nai),
manusia (atoni), dan alam semesta (universe).
Atas dasar konsep kehidupan ideal tersebut, maka tampak bahwa empat konsep
spesifik tersebut berakar pada empat substansi yang mendasarinya yaitu substansi Tuhan,
nenek-moyang (bei nai), manusia dan alam semesta. Keunikan empat substansi pada teori
tata spasial ini tampak sangat kontras jika dibandingkan dengan teori tata spasial yang
hanya mengandung dua substansi (Rapoport, 1977) yang menyatakan bahwa tata spasial
adalah relasi antara benda-benda dengan manusia-manusia. Keberadaan empat substansi
tersebut sangat khas Kaenbaun, maka menunjukkan bahwa teori dan konsep tata spasial
Kaenbaun bersifat sangat spesifik serta terkait erat dengan eksistensi orang Kaenbaun
yangreligius. Dengan demikian, teori tata spasial khas Kaenbaun layak disebut “sosio-
spiritual spasial”.

Di desa Kaenbaun terdapat rumah-adat yaitu tempat suci untuk mengadakan


upacara-adat. Ada lima buah rumah-adat yaitu untuk empat suku pendiri desa (Basan,
Timo, Taus dan Foni) dan satu rumah-adat untuk suku-perempuan (lian feto)
(direpresentasikan pada rumah-adat suku Nel). Kelima rumah-adat suku di Kaenbaun
tersebut terletak berdekatan dan di area pusat permukiman, sehingga sapat dikatakan
merupakan ”pusat lingkungan” yang bernilai tradisi lokal. Upacara-adat di rumah-adat
selalu dimulai dari doa di altar-luar yang intinya mengundang roh-roh nenek-moyang
untuk hadir dalam upacara-adat yang disiapkan. Selanjutnya, upacara-adat dilaksanakan
di dalam rumah-adat, berdoa menghadap tiang-perempuan di dalam rumah-adat dan
batusuci yang ada di bawahnya. Orang Dawan mempunyai beberapa macam tempat
pemujaan, yaitu Ume Le'o', Ume Musu, dan Ume Mnasi. Ume Le'o adalah tempat upacara
khusus bagi keluarga untuk memohon kesuburan dan kebahagiaan kepada Tuhan. Ume
Musu adalah tempat panglima perang, dukun perang, atau kepala adat mengadakan
upacara sebelum dan sesudah melakukan peperangan. Ume Mnasi adalah tempat
menyimpan benda suci (nono) atau benda pusaka nenek moyang yang dianggap keramat.
Nama benda suci itu biasanya juga menjadi nama klen.
Dalam bangunan ini terdapat tiang keramat, yang disebut ni mnasi, tempat
menggantungkan benda-benda keramat dan meletakkan saji-sajian. Tempat upacara
lainnya yang berada di luar rumah disebut Tol Uis Neno, yaitu tempat menyembah Dewa
Langit atau Dewa Matahari (Uis Neno). Tempat ini merupakan sebuah lingkaran tumpulan
batu. Di atas tumpukkan batu itu didirikan sebuah tiang bercabang tiga tempat meletakkan
batu ceper untuk meletakkan saji-sajian. Tempat pemujaan lainnya adalah Nu'uf, yaitu
tumpukkan batu berbentuk lingkaran yang terletak diatas bukit kecil di pinggir hutan.
Nu'uf digunakan sebagai tempat meletakkan sajian bagi dewa langit.

2.2 Fungsi, Jenis Perabot, Dan Makna Ruang Pada Vernacular Dawan

Bentuk arsitektur vernakular atau tradisional merupakan artefak budaya yang lahir dari
citra, ekspresi dan pengetahuan dasar dari masyarakat adat setempat. Hal yang terpenting
pada arsitektur vernakular bukan hanyapada aspek bentuk arsitektur interiornya,
melainkan pada nilai, citra, dan soul yang tersimpan didalamnya (Kadaf 2018,1). Dalam
perwujudannya, tatanan arsitektur tradisional tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
konteks religi yang menjadi latar belakang kepercayaan masyarakat dan
lingkungan/ekologi tempat masyarakat itu berada, yang berkorelasi dengan tradisi
megalitik (Koentjaraningrat 1980, 390-391).
Arsitektur Vernakular yang tumbuh berdasarkan pada kebutuhan masyarakat setempat
pada suatu daerah biasanya dilatarbelakangi oleh kondisi, tantangan lingkungan alam, dan
sosial sekitarnya sehingga menghasilkan sebuah tatanan ruang yang cenderung sama dari
generasi satu kegenerasi berikutnya. Manusia adalah makluk hidup yang berdinamik,
artinya kehidupannya tidak statis tetapi selalu berubah menurut jaman, situasi dan kondisi
lingkungannya. Diseluruh daerah Atoni/Dawan dikenal beberapa macam rumah ( Ume )
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhannya.

A. Jenis Ruang Fungsi, Jenis Perabot, dan Makna Ruang pada Vernacular Dawan
Ruang juga terbentuk dari kepercayaan masyarakat pada masa
tertentu.Kepercayaan mengandung ajaran-ajaran serta petunjuk-petunjuk yang harus
ditaati oleh masyarakat, hal ini diwujudkan dalam adat istiadat dan kemudian ditingkatkan
nmenjadi aturan-aturan yang dipkai sebgai pedoman untuk membuat sebuah bangunan
(ruang). Ruang dapat dipahami berdasarkan pada fungsi dan penghuninya, bagaimana
ruang itu tercipta akan selalu merupakan cerminan dari kondisi, setting dan waktu dimana
ruang itu berada. Ruang dalam arsitektur terbagi menjadi 2 yakni ruang luar dan ruang
dalam
❖ Ruang Luar :
Ruang luar ialah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. (Yoshinobu Ashihara,
1974). Ruang Luar dipisahkan dari alam dengan memberi frame, atau Batasan tertentu.
Pada umumnya, pembatas ruang laur adalah Batasan area site dengan area luar site.
Pembatas ruang luar terbagi atas 2 yakni
• Ruang Hidup → Ruang yang terstruktur dan mempunyai fungsi serta hubungan yang jelas
dengan ruang disekitarnya
• Ruang Mati → Ruang yang tercipta tanpa direncanakan

❖ Ruang Dalam :
Ruang dalam terbentuk dari pembatas-pembatas yang ada di dalam bangunan.
Terbentuknya ruang dalam melalui elemen-elemen pembatasnya, sedangkan ruang-ruang
pergerakan atau sirkulasi dalam ruang terbentuk melalui elemen pengisinya. Ruang dalam
merupakan wadah yang digunakan manusia untuk beraktivitas. Ruang dalam terbentuk
dari pembatas-pembatas yang ada di dalam bangunan. Dalam mencapai kualitas ruang
dalam yang baik, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang terbentuk melalui
pembatas, pengisi, dan pelengkap ruang yang mencakup ukuran ruang, bentuk ruang,
kualitas lingkungan ruang, dan isi ruang. Adapun karakter penentu elemen pengisi ruang
dalam antara lain:
• Karakter pengguna
• Karakter aktivitas
• Karakter elemen pelingkup ruang

Ruang dalam arsitektur vernakular merupakan cerminan jiwa penghuni dan


respon terhadap alam. Untuk dapat mengerti mengenai ruang dalam suatu Elemen ruang
vernacular dawan secara hierarkis dibagi atas dua bagian, yakni secara horizontal dan
vertikal. Secara vertical rumah ini dibagi atas 3 bagian yaitu:
▪ Bagian bawah kolong rumah (jigimil) dipercaya sebagai alam bawah tempat roh, dengan
fungsi untuk menyimpan kayu api, dan aktivitas tenun;
▪ Bagian tengah dipercaya sebagai alam manusia, berfungsi sakral dan profan, karena
digunakan dalam aktivitas seharihari dan untuk aktivitas upacara adat dalam rumah; dan
▪ Bagian atas/loteng (torѐn howa) dipercaya sebagai alam atas, sebagai alam leluhur dan
dewa tertinggi, juga sebagai tempat penyimpanan benda warisan leluhur dan hasil panen.

Secara horizontal pola ruang pada arsitektur ini dibagi atas tiga ruang, yaitu ruang:
▪ ruang depan (lakoq), merupakan ruang bersifat profan dan umumuntuk menerima tamu;
▪ Ruang tengah (lor) sebagai inti rumah, ruangan ini bersifat profan karena dipergunakan
dalam aktivitas seharihari, dan sakral karena digunakan sebagai tempat untuk melakukan
aktivitas upacara adat dalam rumah; dan
▪ ruang belakang (lako oto), diperuntukan sebagai aktivitas perempuan seperti memasak dan
pekerjaan rumah tangga lainnya (Asa 2019, 6) .

Gambar denah bangunan rumah tinggal (Ume kbubu); dan bagian-bagiannya:

1. Bagian dalam rumah (ume nanan). terdiri dari :


▪ Ni ainaf (tiang induk rumah yang disebut juga fatu (batu) sebagai tempat upacara.
▪ Tunaf (tungku api) tepat ditengah rumah sebagai tempat menyiapkan makanan dan
pengasapan semua bahan makanan dan barang -barang di atas loteng.
▪ Hala tupa (tempat tidur) yang hanya dikhususkan bagi ibu dengan anak-anak.
▪ Hala toko (tempat tidur/balai-balai) untuk duduk atau makan di dalam rumah.
▪ Pana (para-para) untuk menyimpan segala peralatan makan.
▪ Ni ainaf tetu tunan (tiang induk di atas loteng) tempat menggantungkan segala barang
pusaka juga fatu nono ( batu nama suku) tepat di tengah-tengah loteng.
▪ Eno/Nesu (pintu rumah).

2. Bagian luar rurnah (Ume Katen), yang terdiri dari :


▪ Lingkaran tiris sekitar rumah yang meliputi : tiris dari atap (tnat oe) ; dan 'Ioli (tanah yang
dibuat berupa got untuk membendung air masuk kedalam rumah.
▪ Ume Katin ( belakang rumah).
▪ Ume 'siu ( samping rumah).
▪ Hau Monef/hau teas ( kayu trisula) untuk upacara yang disertai baki (altar batu).
▪ Pan oe (para-para) untuk menyimpan air minum di luar rumah.
▪ Bubungan rumah (Ume'pupun).

Untuk sebuah rumah tinggal, tiang-tiangnya terdiri dari empat buah dan salah satu
(yaitu: tiang disebelah kanan bila di lihat dari dalam rumah kearah pintu). Pada umumnya
sistem pembangunannya sangat baik rumah tinggal. lopo (lumbung) maupun rumah adat.
Hanya bagi rumah adat Atoni Timar. ada yang mempergunakan dua buah tiang agung di
tengah yang disebut: Ni Liurai (Tiang Liurai) di bagian timur dan Ni Sonbai (tiang Sonbai)
di bagian barat. Tetapi ada pula hanya satu tiang induk ( Ni ainaf) tetapi bercabang dua
dan menunjukkan ke dua otoritas di atas. Untuk rumah adat, jarang terdapat loteng (tetu)
sehingga, bagian dalam rumah kelihatan lowong. Yang unik hanyalah pintunya, selalu
mempergunakan usuk pengungkit yang disebut : Sua Loti (pengungkit atap sehingga
tirisnya terbuang keluar). Jenis rumah beserta fungsi ruang, jenis perabot, dan makna ruang
ada pada setiap ruang pada setiap rumah arsitektur vernacular Dawan :

1. Rumah tinggal. (ume kbubu)


Rumah tempat tinggal disebut secara berbeda-beda. Ada yang menyebutnya : Ume 'tupa (
rumah tempat tidur/ beristirahat bagi seluruh anggota keluarga), juga Ume Snasat (rumah
tempat beristirahat atau mengaso). Ume sebagai bangunan fisik manusia sebagai salah satu
kebutuhan sosial ekonomis dimiliki oleh setiap manusia dalam masyarakat. Namun tempat
tinggal seperti ini dibangun juga di kebun, maka dikenal istilah atau sebutan : 'Pele atau
'sane ( pondok atau gubuk) dalam fungsi yang sama.

2. Lopo (lumbung):

Bagi masyarakat Atoni Ti mar, ruma h tempat tinggal tidak hanya terdiri dari sebuah rumah
tetapi juga berpasangan dengan Lopo (lumbung). Lopo adalah sebuah tempat tinggal juga
bagi manusia, berbentuk bulat, bertiang empat dan mengandung fungsi lain sebagai tempat
pertemuan, tempat upacara suku, juga gudang bahan makanan (tetu mnahat). Selain itu
juga tempat penyimpanan dan pengamanan barang-barang harta kekayaan ('bale mnasi)
milik bersama keluarga atau suku, yang adakalanya disebut : 'bael nesaf (bernilai mahal).
Dalam kehidupan sehari-hari, lumbung ini merupakan tempat tinggal yang dikhususkan
bagi kaum pria (istirahat. makan dan tidur). Tetapi dapat juga menjadi tempat. dimana
kaum Wanita melaksanakan pekerjaan profesionalnya seperti: menyiapkan bahan
makanan sebelum dimasak: mengikat. menyulam atau menenun kain. dan sebagainya
3. Rumah suku (Ume Mnasi/Ume kanaf):

Sebagai makluk histcris, sekaligus berbudaya, manusia (Atoni Timar) juga memiliki
landasan sosial politis yang direpresentasikan di dalam rumah (Ume). Ume artinya rumah
dan mnasi atinya :tua, lama, kuno. milik nenek moyang; Sedangkan kanaf artinya nama
marga. Maksudnya, rumah suku atau marga yang dibangun sebagai tanda ikatan dan
kesatuan seluruh anggota suku atau marga. Ume mnasi ini didirikan oleh seluruh anggota
suku, ditempat yang sudah ditentukan sebagai bale mnasi ( tanah tumpah darah, tanah
leluhur, tempat yang menjadi cikal bakal berdirinya suku tersebut. Ume mnasi juga
merupakan tempat penyimpanan barang-barang kekayaan seluruh suku. Penjaganya
adalah wanita tertua dari suku tersebut yang biasanya ditentukan sendiri dari nenek
moyang. Di rumah ini biasanya dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
keperluan pembinaan persatuan dan kesatuan anggota suku melalui upacara-upacara:
kelahiran, kematian, perkawinan, penyerahan hasil panen kepada penguasa wilayah dan
sebagainya.
Seringkali yang disebut Ume mnasi adalah rumah penguasa wilayah yaitu: tua tobe.
naija tuaf, naijuf (pelindung dan penguasa baik wilayah, tanah dan manusia). Rumah ini
menjadi pusat kehidupan seluruh anggota masyarakat yang bernaung di bawah kekuasaan
seorang tuan tanah (naija taut, tuaf tobe atau naijuf). Sedangkan lumbungnya disebut :
Lopo Tobe, menjadi tempat pertemuan musyawarah dan ternpat upacara yang melibatkan
seluruh warga masyarakat di wilayah kekuasaan Tobe. Tempat berdirinya lumbung ini
pada pusat wilayah pemukiman dan perkampungan, pusat kampung yang menjadi cikal
bakal beridirinya kampung tersebut. Dan penguasa Tobe di sini adalah suku yang paling
pertama menghuni, serta menguasai wilayah ini secara otonom.
4. Sonat (istana):
Dimana-mana penguasa yang berstatus sebagai raja (usif lazim dikenal masyarakat. Pada
suku bangsa Atoni Timor rumah tempat tinggal Usif (raja) disebut: Sonaf yang artinya
istana. Pengertian sonaf atau istana ini selain berhubungan dengan penguasa tertinggi
(raja) juga mengisyaratkan bahwa rumah itu adalah tempat suci. Maka secara praktis, hal
ini ditentukan oleh sistem politik yang berlaku yaitu: bahwa raja (usif) bukanlah penguasa
eksekutif tetapi penguasa religius (ritual). Untuk itu, seorang raja lebih dikenal dengan
gelar Atupas. artinya penguasa pasif, yang hanya makan dan tidur.
Namun, otoritasnya adalah pusat ritual kekuasaan bagi seluruh rakyatnya, termasuk empat
penguasa wilayah yang disebut tobe itu. Tobe-tobe adalah penguasa eksekutif karena
merekalah yang memilik rakyat. Raja mendapat makan dari upeti/hasil panen pertama
yang dipersembahkan seluruh rakyat melalui naijur/ tobe masing-masing. Sebagai atupas,
penguasa ritual, pusat kekuatan seluruh kerajaan, maka istananya dianggap juga sebagai
tempat suci (sonaf le'u-pano Le'u).

5. Rumah Suci (Ume Le'u atau juga Ume Nono):


Ume Le'u dalam pengertian ini adalah rumah suci, oleh karena fungsinya hanya
dikhususkan untuk segala upacara keagamaan dengan intensi yang beraneka ragam. Ume
Le'u ini biasanya dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang sakral milik suku atau
marga yang berhubungan dengan pemberian nenek moyang, kekuatankekuatan magis,
terutama untuk peperangan. Sebelum sesuatu kegiatan dilaksanakan, maka harus didahului
dengan upacara di dalam Ume Le'u ini. Seorang pemimpin sebelum memangku
jabatannya, ia terlebih dahulu harus disucikan di dalam rumah ini. Ume Le'u ini dalam
perkembangannya untuk sementara suku dijadikan sebagai Ume nono. Artinya; rumah
yang menjadi tanda adat istiadat, norma. dan pedoman hidup seluruh anggota suku. Dalam
pengertiannya, Nono berarti tali hutan (dalam pengertian luas). Tetapi dalam pengertian
khusus, Nono berarti adat istiadat kebiasaan normatif yang mengatur tingkah laku hidup
manusia didalam keluarga, suku, dan masyarakat umumnya. Maka kebiasaan, adat istiadat
yang berlaku didalam suku itu disebut: Nonot (yang mengarahkan. yang mengatur dan
mengendalikan kebersamaan menuju suatu tujuan yang dikehendaki oleh nenek moyang).
Manusia pemilik, pendukungnya hanya menjaga, meneruskan, dan mengaktualisasinya
melalui upacara-upacara seperti : perkawinan, kelahiran, kematian, pesta syukur hasil
panen pertama (primitia), penyakit dan sebagainya. Nono ini berupa benda simbolis (uang
perak, emas, kelewang, gong, batu ceper, buku dan sebagainya) sebagai representan
kesatuan hidup bersama seluruh anggota suku dibawah satu nama dan satu kebiasaan.
Sedangkan Nonot ini berisikan aturan-aturan hidup, adat istiadat, perintah-perintah dan
larangan-larangan tabu serta totem yang mengatur dan mengendalikan tingkah laku hidup
manusia menurut tradisi yang sudah ditetapkan sejak nenek moyang. Jadi, Ume Le'u dan
Ume Nono ini adalah rumah-rumah yang khusus untuk upacara-upacara dan bukan rumah
tinggal. Tetapi sebagai tanda kehadiran nenek moyang bersama manusia di dalam rumah-
rumah ini harus tetap menghidupkan api dan menyalakan lampu, melawan kehendak nono
(adat nenek moyang) itu berarti penyakit dan kematian dapat mengakhiri sejarah suku
tersebut di dunia ini.

B. Pemahaman Mitologi Dan Akulturasi Budaya


Menurut KBBI mitologi adalah bentuk sastra yg mengandung konsepsi dan
dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dl suatu kebudayaan. Mitos
berasal dari bahasa Yunani Mythos yang berarti cerita. Mitos adalah cerita yang
menjelaskan fenomena yang terjadi di alam yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
alam. Mitos adalah cerita yang sudah ada semenjak zaman dahulu yang menyangkut
seluruh aspek kehidupan manusia. Mitologi, menjelaskan tentang fenomena alam, asal-
usul adat istiadat dan ritus-ritus agama dengan peran para dewa atau para pahlawan di
dalamnya. Mitos merupakan dasar kehidupan sosial dan kebudayaannya. Setiap mitos
memiliki kesakralannya, sehingga mitos sebagai kepercayaan tidak diceritakan pada
sembarang tempat dan waktu.
Mitos merupakan salah satu cara manusia menjelaskan bagaimana dunia ini bekerja
secara teratur dan dalam usaha memenuhi aturan-aturan tertentu yang terdapat kekuatan
yang lebih besar dalam mengatur kehidupan. Mitos mengungkapkan adanya sesuatu di
dunia. Mitos merupakan realita kultural yang kompleks dan karena itu sulit untuk
memberikan batasan definitifnya. Mitos menjadi suatu kebenaran yang pasti dan absolut
yang tak dapat diganggu gugat. Mitos berbicara hanya tentang kenyataan ysng terjadi.
Kenyataan ini merupakan yang kudus (holy), berbeda dengan suci (sacred), kudus
merupakan kebenaran yang sejati. Mitos berbeda dengan dongeng. Didalam
perkembangan zaman, terdapat pemikiran-pemikiran mitologi yang terus berubah.
Pemikiran tersebut meliputi :
▪ Alam Pemikiran Mistis = yaitu mengatur hubungan antara daya kekuatan alam dan
manusia.
▪ Alam pemikiran Ontologis = yaitu manusia mulai mengambil jarak terhadap segala
sesuatu yang mengitarinya.
▪ Alam Pemikiran Fungsionil = diperuntukan bagi kebudayaan modern, karena sifat
kebudayaan secara istimewa ditonjolkan.

Arsitektur merupakan mediator antara manusia dengan alamnya yang dijalin


dengan mitos sebagai Interlocking Meaning, yang memberi makna. Dengan mitos,
arsitektur dimengerti oleh masyarakat yang menjadikannya sebagai arsitektur dalam arti
yang sebenarnya, saling mengenal sehingga timbulnya keindahan yang abadi. Hal ini
secara arsitektural dapat dilihat pada bentuk struktur dan konstruksi, olah ruang, tata
tapak pada arsitektur lokal dengan makna-makna yang menyertai bentuk rumah di
arsitektur pada suatu daerah.

C. Perubahan Bentuk (Akulturasi)


Pengertian akulturasi secara umum adalah proses masuknya budaya asing pada
suatu kelompok masyarakat tanpa menghilangkan unsur budaya yang sudah ada. Bisa
dibilang bahwa akulturasi adalah meleburnya dua budaya dengan tetap adanya unsur
budaya lama. Akulturasi berbeda dari asimilasi. Terdapat contoh-contoh akulturasi yang
dapat dilihat di lingkungan masyarakat. Akulturasi menurut KBBI yaitu proses masuknya
pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif
sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu dan sebagian berusaha menolak pengaruh
itu. Proses akulturasi budaya tidak bisa dihindari, setiap kebudayaan selalu adanya
perbedaan atau bisa dibilang akulturasi pada setiap kebudayaan tidaklah sama.
Ada beberapa faktor pendorong akulturasi sebagai salah satu bentuk-bentuk
interaksi sosial, baik faktor internal atau eksternal. Faktor internal meliputi perubahan
jumlah penduduk, penemuan ide dan alat baru, terjadi konflik serta adanya
pemberontakan atau revolusi. Sementara faktor eksternal meliputi terjadi perang,
perubahan alam atau penyebaran kebudayaan. Beberapa pola perubahan yang terjadi
dalam proses akulturasi budaya tersebut tercermin pada tampilan arsitekturnya yang
cenderung mempunyai paradigma-paradigma sebagai berikut:
▪ Bentuk Dan Maknanya Tetap

Penampilan bentukan arsitekturnya tetap mengadopsi dan menduplikasi bentuk


lama (walaupun dengan beberapa perubahan material bangunan) dan makna yang ada
tetaplah lama.
▪ Bentuk Tetap Dengan Makna Baru

Penampilan bentukan arsitekturnya tetap mengadopsi dan menduplikasi bentuk lama tetapi
diberi makna baru. Hal ini dimungkinkan terjadi pada masyarakat yang baru mengalami
masa transisi akibat pengadopsian nilai-nilai kebudayaan asing.
▪ Bentuk Baru Dengan Makna Tetap

Penampilan bentukan arsitekturnya menghadirkan bentuk baru dalam pengertian unsur-


unsur lama yang diperbarui, jadi tidak lepas sama sekali karena terjadi interpretasi baru
terhadap bentuk lama yang kemudian diberi makna yang lama untuk menghindari
kejutan budaya.
▪ Bentuk Dan Maknanya Baru (Berubah)

Penampilan bentukan arsitekturnya menghadirkan bentuk baru dengan disertai makna yang
baru pula, karena terjadi perubahan paradigma berarsitektur secara total.
Dalam berakulturasi desain, kebudayaan lama sudah ditinggalkan atau tetap dipakai
hanya sebagai tempelan atau sebatas untuk ornamen/dekorasi saja.

D. Mitologi Vernakular Dawan :


a) Pengertian Rumah
Dalam bahasa Dawan/Atoni Timor, rumah disebut : Ume. Pengertian ini dibedakan
dari lopo (lumbung) dan sane atau pale (gubuk/pondok). Ume dalam pengertiannya
menunjukkan bentuk fisik untuk bangunan tempat tinggal, yang dibangun oleh manusia
untuk melindungi diri dari panas dan dingin, gangguan dari luar (hewan, manusia, dan
sebaginya). Ume juga mengandung pengertian simbolis yang menunjukkan kepada
marga (kanaf) atau suku tertentu. Hal ini ternyata dari hubungan perkawinan antara dua
orang, dua marga, atau dua suku, yang lazimnya disebut perkawinan antara dua ume.
Perkawinan sendiri disebut membuat/membangun rumah atau tempat tinggal (keluarga)
untuk hidup bersama membentuk rumah tangga oleh sepasang insan manusia. Rumah
dalam pengertian ini disebut : Tok Ume - Tok bale ( duduk pada rumah, tempat tinggal,
membangun keluarga atau rumah tangga).
b) Arsitektur rumah tradisional
Pada umumnya rumah tradisional Atoni Timor berbentuk bulat (khubu). Pada
kenyataan bahwa sekarang ini banyak terdapat rumah-rumah penduduk yang berbentuk
persegi empat / trapezium. Bentuk bulat adalah cirikhas keaslian rumah tradisional Atoni.
Hal ini terbukti dengan masih banyaknya rumah-rumah adat (ume mnasi) Atoni Timor
yang dibangun dengan berbentuk bulat.
1) Bagian dalam rumah (ume nanan) terdiri dari :
Ni ainaf (tiang induk rumah yang disebut juga fatu (batu) sebagai tempat upacara.
Tunaf (tungku api) tepat ditengah rumah sebagai tempat menyiapkan makanan dan
pengasapan semua bahan makanan dan barang-barang di atas loteng.
Hala tupa (tempat tidur) yang hanya dikhususkan bagi ibu dengan anak-anak.
Hala toko (tempat tidur/balai-balai) untuk duduk atau makan di dalam rumah.
Pana (para-para) untuk menyimpan segala peralatan makan.
Ni ainaf tetu tunan (tiang induk di atas loteng) tempat menggantungkan segala barang
pusaka juga fatu nono (batu nama suku) tepat di tengah-tengah loteng.
Eno/Nesu (pintu rumah)

2) Bagian luar rumah (Ume Katen), yang terdiri dari :


Lingkaran tiris sekitar rumah yang meliputi : tiris dari atap (tnat oe) ; dan loli (tanah yang
dibuat berupa got untuk membendung air masuk kedalam rumah.
Ume Katin ( belakang rumah).
Ume 'siu ( samping rumah).
Hau Monef/hau teas ( kayu trisula) untuk upacara yang disertai baki (altar batu).
Pan oe (para-para) untuk menyimpan air minum di luar rumah.
Bubungan rumah (Ume'pupun).

Untuk sebuah rumah tinggal, tiang-tiangnya terdiri dari empat buah dan salah satu
(yaitu: tiang disebelah kanan bila dilihat dari dalam rumah kearah pintu). Pada umumnya
sistem pembangunannya sangat baik rumah tinggal. lopo (lumbung) maupun rumah adat.
Hanya bagi rumah adat Atoni Timar. ada yang mempergunakan dua buah tiang agung
ditengah yang disebut: Ni Liurai (Tiang Liurai) dibagian timur dan Ni Sonbai (tiang
Sonbai) di bagian barat. Tetapi ada pula hanya satu tiang induk ( Ni ainaf) tetapi bercabang
dua dan menunjukkan ke dua otoritas di atas. Untuk rumah adat, jarang terdapat loteng
(tetu) sehingga, bagian dalam rumah kelihatan lowong . Yang unik hanyalah pintunya,
selalu mempergunakan usuk pengungkit yang disebut : Sua Loti (pengungkit atap sehingga
tirisnya terbuang keluar). Dalam pembang unan sebuah rumah atau lumbung, hal yang
paling penting berupa pantangan adalah: usuk-usuk di depan pintu. Maksudnya, pintu
harus ditempatkan diantara dua usuk dan tidak boleh ada usuk lagi ditengahnya. Menurut
pandangan orang Tlmor (Atoni), jika terjadi kekeliruan menempatkan usuk tersebut maka
kepala keluarga (suami) akan mati.
3) Arsitektur Rumah Tradisional Atoni Timor :
❖ Bentuk dan Ukuran Rumah :
Rumah tradisional Atoin Timor pada prinsipnya berbentuk bulat (khubu). Maka
untuk sebagaian masyarakat rumah berbentuk demikian disebut : Ume suba (rumah yang
atapnya mencapai/mendekati permukaan tanah dengan pintu yang rendah). Maka untuk
memasukinya, orang harus mengambil sikap menunduk atau merangkak agar mudah
melewati pintunya. Bila dilihat dari atapnya yang mencapai tanah, ada sebagian
masyarakat menyebut rumah ini dengan : Ume 'tetnain (Rumah yang atapnya mencapai
tanah sehingga nampaknya seperti sebuah tempurung yang ditelungkupkan pada
permukaan tanah). Rumah tradisional yang disebut : Ume suba atau Ume tetnain
ukurannya sangat bervariasi, tergantung kepada keinginan dan kebutuhan pemiliknya.
❖ Posisi / letak rumah :
Masyarakat Dawan/Atoni Timor memiliki pandangan tentang keempat
jurusan/mata angin. Sebelah utara disebutnya : Taes bife (Laut wanita) oleh karena
gelombangnya tidak sederas laut selatan . Jurusan ini biasanya disebut juga dengan:
Maes'e lalan, aobe lalan (jalan garam dan jalan kapur sirih). Maksudnya sumber atau asal
usul barang-barang kebutu han hidup manusia. Sebelah selatan disebut Laut Pria,
maskulin atau jantan (Tasi Atoni). Dan ini biasanya dihubungkan dengan kekuatan-
kekuatan gaib yang keras, kasar, bencana, dan ketidak beruntungan. Sebelah timur adalah
tempat matahari terbit, awal mula/arah datangnya suku-suku bangsa memasuki pulau
Timor, awal mula kehidupan dan harapan baru,serta jurusan atau sumber datangnya
keberuntungan. Sebelah barat adalah tempat terbenamnya matahari, lambang kematian,
akhir dari terang, dan tujuan akhir hidup manusia. Pandangan tentang keempat jurusan
mata angin ini mempengaruhi pula pandangan manusia tentang posisi rumah atau apa
saja yang dibuat oleh manusia. sampai kepada pintu lumbung. Untuk tempat
pembangunan orang akan melihat bukit-bukit, kali kering karena dianggap sebagai jalan
roh-roh jahat. Maksudnya rumah tidak ditempatkan persis diatas punggung bukit atau
tidak menyumbat sebuah kali kering, karena rumah. atau bangunan itu akan menjadi jalan
roh-roh jahat, sedangkan pintu rumah diupayakan supaya menghadap ke utara atau ke
timur. Karena kedua jurusan ini merupakan sumber keberuntungan terlebih sebelah timur
yang dianggap sebagai keberunturigan datang bersama terbitnya matahari. Lawannya
adalah sebelah barat dimana keberuntungan akan terbenam bersama matahari. Tempat
rumah yang salah menurut pandangan orang limor akan membawa bencana dan nasib sial
seperti: penyakit. kematian, kebakaran, kelaparan, dan pengalaman amoral lainnya.
❖ Bahan-bahan bangunan rumah.
Atoni Timor memiliki pandangan tentang kekuatan-kekuatan gaib/magis yang
terdapat pada pohon-pohon semak belukar dan sebagainya. Mereka dapat membedakan
dengan baik pohon-pohon yang memiliki kekuatan magi putih (white magic) yang
menguntungkan dan pohon-pohon atau semak belukar yang mengandung kekuatan magi
hitam (black magic). Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap kegiatan pengumpulan
bahan ramuan untuk pembangunan rumah (Ume) atau lumbung (lopo) tempat tinggal
manusia, terutama untuk tiang(ni) dua balok penyanggah loteng (su'if) dan dua kayu
penyanggah pintu (nonof), lingkaran loteng (ne'ut), tiang agung di atas loteng (Ni ainaf),
dan lain-lain.
Bahan-bahan bangunan untuk sebuah rumah (Ume) atau lumbung (Lopo) terdiri dari
▪ Tiang-tiang (ni) . terdiri dari kayu-kayu yang ktiat dan pada umumnya kayu teras.
▪ Usuk-usuk (suaf) terdiri dari kayu-kayu lurus yang mudah dilenturkan seperti : cemara
dan lain sebagainya.
▪ Balok-balok penyanggah loteng (su'if) adalah kayu bulat atau dapat dibentuk seperti
balok.
▪ Kayu penyanggah loteng (nonof) terdiri dari kayu-kayu yang lurus.
▪ Atap tefis/tefse) terbuat dari rumput atau alang-alang (humusu) dan seringkali daun
gawang (tuinno'o).
▪ Dinding (nikit) dari bahan pelepah gewang (beba) atau belahan bambu (nesat). Bahan-
bahan ini juga untuk pembuatan pelataran loteng (tetu)

4) Sistem Pembangunan Rumah Tradisional


Sesuai dengan totalitas pemikirannya, untuk membangun sebuah rumah. terlebih
rumah adat Atoni sangat terikat kuat dengan prinsip kekerabatan yang mendasari semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan . Prinsip dan semangat tersebut mulai terwujud pada
waktu perencanaan, pembagian kerja, penentuan hewan untuk upacara pembangunan dan
upacara pendinginan. Oleh karena itu prinsip Feto-Mone (sistem kekerabatan yang
terbentuk oleh perkawinan); prinsip kakak-beradik (olif - Tataf) menjadi dasar penentuan.
musyawarah, dan mufakat. Pembagian kerja dan tanggungan ini sudah merupakan
kebiasaan tradisional yang menjadi pedoman hidup manusia. Oleh karena itu, semangat
kekeluargaan. kegotongroyongan (bae feto - bae mone dan Nekaf mese ansaof mese -
pertimbangan ipar kandung, satu hati - satu jiwa) sudah merupakan falsafah hidup Atoni
didalam melaksanakan suatu pekerjaan yang disimpulkan dengan upacara pendinginan
Upacara perjamuan bersama.

5) Perubahan Mitologi Dawan


Perjalanan sejarah dari masa ke masa membawa perkembangan dan perubahan
dalam kebudayaan masyarakat Atoni.

▪ Perubahan Bentuk Bangunan


Perubahan bentuk pun terjadi pada bangunan vernacular dawan. Bentuk bangunan
dari bentuk bulat dan elips yang tanggap terhadap iklim, dalam perkembangannya,
mengikuti bangunan modern dengan pengunaan aritektur colonial di Indonesia tahun
1800-an (awal abad ke-19) sampai dengan tahun 1902. Hasilnya berbentuk gaya Hindia
Belanda yang bercitra colonial yang disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim dan
material yang tersedia pada masa itu (Handinoto, 1996). Bangunan rumah tinggal
masyarakat yang dahulu berbentuk bundar dan memiliki atap ke tanah, mengalami
perkembangan yang ada pada Kawasan Amarasi. Beberapa bangunan di Teunbaun tetap
menggunakan material lokal, tetapi menggunakan bentuk-bentuk yang telah dimodifikasi
berbentuk atap pelana. Bangunan lopo (rumah musyawarah) tetap memiliki fungsi yang
sama, tetapi berubah mengikuti bentuk modern berupa balai desa. Dan, masyarakat
menggunakan bangunan tersebut untuk jumlah banyak, sehingga bangunan rumah
musyawarah bertambah besar dan luas.

▪ Perubahan Bentuk Ruang Bangunan


Bentuk ruang bangunan ini mengalami perkembangan menjadi bentuk persegi,
mengkuti bentuk arsitektur colonial di Indonesia tahun 1800-an (awal abad ke- 19)
sampai dengan tahun 1902. Penambahan ruang disesuaikan dengan jumlah pengguna dan
fungsi ruang masing-masing. Bangunan utama terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga,
ruang tidur yang terdiri dari empat ruang untuk raja dan anak-anaknya, sedangkan untuk
bangunan di samping ruang tinggal utama terdapat, lumbung, dapur,KM/WC sebagai
ruang pembantu bagi ruang utama. Perubahan bentuk ruang juga terjadi pada bangunan
ume kbubu. Ruang ume kbubu terdiri dari satu ruang dan berbagai aktivitas di dalamnya,
yakni memasak dan tidur, dan hanya dikhususkan untuk perempuan mengalami
pembagian ruang, dan bangunan baru. Bangunan lama berfungsi menjadi dapur,
sedangkan untuk tidur dan makan sudah pada bangunan utama. Jadi, bangunan
masyarakat biasa sudah terdiri dari dua bangunan, yakni bangunan utama dan dapur
(lumbung). Dan, dilihat dari pengguna sudah bukan dikhususkan untuk perempuan, tetapi
untuk laki-laki dan perempuan.

▪ Perubahan fungsi ruang


Fungsi bangunan vernakular yang dulunya untuk musyawarah, beristirahat dan
memasak juga mengalami perkembangan. Bangunan sudah memiliki penataaan berupa
pembagian ruang berdasarkan kegiatan masing-masing. Bukan hanya untuk tempat
tinggal bagi keluarga raja saja, melainkan ruang bagi tempat istirahat pembantu dan
ruang-ruang tempat bekerja pembantu, yakni dapur dan lumbung.

▪ Perubahan pengunaan bahan bangunan


Dahulu, penggunaan material pada arsitektur tradisional masih menggunakan
bahan-bahan dari alam berupa: pengunaan kayu, batu, ilalang, dan bahan dari alam non
pabrikasi. Pada perkembangannya, bangunan vernakular sudah menggunakan perpaduan
bahan lokal dan bahan modern, begitu pula dengan bangunan masyarakat biasa, rumah
musyawarah dan tempat beribadah yang sudah menggunakan bentuk-bentuk arsitektur
modern.
2.3 Jenis-jenis Sistem Sambungan Struktur Pada Struktur Vernakular Dawan

Rumah tradisional Atoin Timor pada prinsipnya berbentuk bulat (khubu). Maka
untuk sebagaian masyarakat rumah berbentuk demikian disebut : Ume 'suba (maksudnya
rumah yang atapnya mencapai/mendekati permukaan tanah dengan pintu yang rendah.
Maka untuk memasukinya, orang harus mengambil sikap menunduk atau merangkak agar
mudah melewati pintunya. Bila dilihat dari atapnya yang mencapai tanah, ada Sebagian
masyarakat menyebut rumah ini dengan : Ume 'tetnain (maksudnya: Rumah yang atapnya
mencapai tanah sehingga nampaknya seperti sebuah tempurung yang ditelungkupkan
(maksudnya: Rumah yang atapnya mencapai tanah sehingga nampaknya seperti sebuah
tempurung yang ditelungkupkan pada permukaan tanah. Rumah tradisional yang disebut
: Ume 'suba atau Ume' tetnain ukurannya sangat bervariasi, tergantung kepada keinginan
dan kebutuhan pemiliknya.
Denah rumah rakyat biasa berbentuk bundar. Luasnya tergantung pada kebutuhan
serta status sosial pemiliknya. Rumah dengan denah berbentuk bundar ini disebut Ume
Kbubu (Rumah Bulat). Kadang disebut juga Ume Bife (Rumah Perempuan) karena
sebagian besar kegiatan dari wanita terfokus pada rumah ini, misalnya : melahirkan,
memasak, menenun, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan pria lebih banyak di ladang.

Ume Kbubu adalah salah satu hasil arsitektur tradisional yang dimiliki oleh
masyarakat Suku Dawan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ume
Kbubu terdiri dari dua kata yaitu "Ume" dan "Kbubu". Ume berarti Rumah dan Kbubu
berarti Bulat. Secara harafiah, Ume Kbubu berarti Rumah Bulat. Akan tetapi, bentuk Ume
Kbubu menyerupai kerucut hanya saja masyarakat Suku Dawan menganggap bentuk
kerucut seperti oval (tergantung konteks dan apa yang dibicarakan). Secara umum, Ume
Kbubu memiliki sejumlah struktur bangunan yang terdiri atas Sub struktur, Supper
struktur, dan Upper struktur

A. Sub-Struktur Rumah Vernakular Dawan


❖ Pondasi

Ume Kbubu memilki fondasi yang disebut baki. Pondasi dibentuk dari batu-batu
yang disusun secara melingkar. Batu-batu tersebut memiliki fungsi sebagai penahan
dinding agar tidak langsung menyentuk tanah. Selain itu, juga berfungsi sebagai penahan
air saat hujan agar tidak masuk ke dalam ume kbubu. Ume Kbubu memiliki kolom atau
tiang yang terdiri atas tiang induk (ni enaf), tiang anak (ni ana) dna tiang depan (ni maun
nine). Pondasi (Baki). Pondasi dibentuk dari batu kali ceper yang disusun membentuk
lingkaran sesuai dengan luasnya. Tinggi pondasi dari permukaan tanah antara 20 cm–40
cm. Fungsinya untuk mencegah masuknya air pada saat musim penghujan.
❖ Lantai

Lantai bangunan terbuat dari tanah yang diurung diatas/ i dalam fondasi yang sudah
berbentuk (bundar). Permukaan lantai kemudian diratakan.

B. Supper-Struktur Rumah Vernakular Dawan


1. Dinding

Dinding Ume Kbubu biasanya terbentuk dari bambu atau papan. Dinding ume
kbubu biasanya diapit dengan menggunakan bambu atau kayu bulat dari bagian dalam dan
bagian luar. Tujuannya agar dinding bisa menjadi lebih kuat. Bambu atau kayu yang
bertugas mengapit itu disebut tanpani nikit. Dinding dipasang melingkari tiang (Ni Ana’).
Beberapa kayu/bilah bambu melintang terdiri dari dua jalur diikatkan pada kayu/bambu
melintang sekaligus merupakan perkuatan pada dinding. Tinggi dinding ± 0,50–0,80 cm.
Semakin dekat ke pintu semakin tinggi, dindingnya sampai 100 cm. Bahan dinding dipilih
dari beberapa jenis bahan antara lain : papan, bambu cincang, batang pinang cincang,
pelepah gewang, kulit kayu, dan sebagainya. Bagian bawah/ujung dinding dimuati diatas
batu dengan tujuan agar tidak mudah rusak oleh rayap atau air.

2. Pintu
Pintu masuk dalam ume kbubu disebut sebagai nesu atau eno. Pintu keluar masuk
dalam ume kbubu hanya berjumlah satu. Umumnya pintu ini menghadap arah timur atau
dalam bahwa Dawan disebut Neon Saet atau posisi matahari naik. Nesu yang dibuat
memiliki tinggi yang sangat rendah. Sehingga untuk bisa masuk ke dalam ume kbubu
melalui nesu, orang harus membungkuk.

3. Kolom - Tiang (Ni).

Tian To Ana’ disini dibagi menjadi :


▪ Ni Ana’ : Tiang yang mengelilingi bangunan. Tiang ini ditanam sesuai dengan bentuk
denah (secara melingkar). Jumlah tiang tergantung dari luasnya. Jarak antara tiangnya juga
bervariasi, namun rata–rata antara 1,5–2,5 m. Bentuk tiang diambil dari alam dan langsung
digunakan tanpa dibentuk lagi, hanya dirapikan. Tiang ini dipilih yang agak lurus dan
bercabang pada bagian atas yang mana nanti berfungsi untuk menopang Neu’ Nono. Jenis
kayu yang digunakan antara lain : kayu merah atau kayu putih. Tinggi tiang Ni Ana’,
makin dekat dengan pintu makin tinggi hingga kira – kira 1,25 m, sedangkan yang
terpendek yang terjauh dari pintu 60 – 80 cm. Diameter tiang antara 10–15 cm.
▪ Ni Tetu (tiang loteng/pelindung). Tiang ini dipakai sebagai tumpuan utama dari bangunan
secara keseluruhan dan juga sebagai tumpuan untuk meletakan balok–balok loteng. Tiang
ini juga meneruskan semua gaya–gaya vertikal ke tanah. Jumlah tiang ini adalah empat
buah (4) dan di tanam dalam tanah sedalam 50 cm. Demikain pula halnya dengan Ni Tetu
ini kayu yang digunakan harus dipilih yang bercabang pada puncaknya. Fungsinya sebagai
tumpuan balok–balok loteng. Pada saat sekarang ini dengan peralatan yang cukup baik
tiang yang bercabang ini diganti dengan bagian puncak yang ditakik menyerupai cabang
asli. Karena berfungsi sebagai penerima seluruh gaya vertikal ke tanah maka
konsekuensinya dimensi tiang harus cukup besar. Bentuk tiang ini bulat dan berdiameter
antara 20–25 cm dan dipilih dari teras kayu merah/kayu putih, asam dan lain sebagainya.
Tinggi tiang rata – rata berkisar antara 2,50–3,00 m.
▪ Ni Enaf (Tiang Penopang Bangunan). Tiang ini diletakan dibaian tengah–atas balok
loteng. Umlahnya satu (1) buah. Pada bagian bawah diberi takikan untuk memasukannya
dalam Tunis, yang kemudian diperkuat dengan ikatan. Sedangkan bagian atas bercabang
dan berfungsi untuk menopang balok bubungan. Bentuk Ni Enaf bulat, tingginya 2,00–
2,50 m.
C. Upper-Struktur Rumah Vernakular Dawan

1. Loteng (Tetu).

Loteng terdiri dari dua balok yang menumpu diatas empat tiang pendukung (Ni Tet
) yang disebut Suif. Diatas Suif diletakan melintang balok Nono, dan diatas Nono ini
diletakan secara melintang balok Tunis. Di atas Tunis in diletakan bambu cincang/ batang
pinang cincang.

2. Atap (Tefi).
Ume Kbubu yang berbentuk bundar menjadikan struktur atapnya menjadi berbentuk
kerucut. Diameternya sekitar 3 hingga 5 meter. Atap Ume Kbubu biasanya ditutup dengan
alang-alang. Atap Ume Kbubu memilki peranan penting karena bentuknya yang menonjol.
Atap berbentuk kerucut sebagai akibat dari bentuk denah dan rangka atap. Puncak atap
mempunyai dua bentuk yakni bulat (seperti sanggul wanita) dan pelana/palungan terbalik.
Bentuk bundar (denah) atau metaphor sebagai bentuk bulat/kerucut (atap) mempunyai arti
bentangan langit yang melingkupi bumi.

D. Sistem sambungan pada struktur Vernakular Dawan

a. Sistem sambungan pada struktur Vernakular Dawan pada bagian upper tersebut
dibentuk oleh 9 elemen diantaranya :

▪ Suaf (usuk). Suaf memiliki fungsi untuk menyangga atau menopang penutup atap.
Umumnya terbuat dari kayu busi dan berjumlah genap.
▪ Lael (nok), Lael merupakan kayu yang dipasang pada cabang ni enaf (tiang induk). Kayu
tersebut memiliki fungsi sebagai penopang suaf.
▪ Nono, yang berfungsi sebagai pengikat dan penjaga agar susunan suaf tetap memiliki
bentuk bulat. Nono sendiri terletak di bagian dalam rumah. Adapun Nono memiliki terbagi
menjadi empat jenis. Pertama nono ni ana yang berfungsi membantu menopang suaf.
Kedua, nono lote yang berfungsi sebagai pembentuk maun nine (teras) dan tempat
mengantung jagung serta tulang rahan yang dikurbankan pada saat upacara adat. Ketiga,
nono tetu yang berfungsi untuk menjaga bentuk susunan suaf yang letaknya berada di atas
non late. Kempat, nono lael yang berfungsi sebagai penopang suaf.
▪ Lote, berfungsi sebagai pembentuk tritisan teras rumah (maun nine). Bagian ini memiliki
julah empat dan terbuat dari kayu busi.
▪ Tanpani atau takpani, yang berfungsi menjadi tempat untuk mengingkat alang-alang.
Biasanya terbuat dari bahan bambu yang dibelah.
▪ Tfa, berfungsi sebagai elemen yang memperkuat struktur atap dan tempat untuk
menggantungkan hasil panen jagung. Tfa juga terbuat dari kayu busi dan jumlahnya harus
genap.
▪ Penutup atap, umumnya terbuat dari hun atau alang-alang. Alang-alang tersebut diikat oleh
serat daun nanas hutan.
▪ Nete bifo, memiliki arti jalan tikus. Elemen ini biasanya terbuat dari bahan kayu bis dan
letaknya di atas lael.
▪ Tobes, befungsi untuk menutup bagian atas atap ume kbubu. Tujuan pembuatannya adalah
agar air hujan tidak merembes masuk ke dalam rumah.
b. Proses Pembangunan :
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam filosofi Suku Dawan, Ume Kbubu melambangkan perempuan Dawan
sebagai sosok yang punya sopan santun, merendah, bersahaja, dan auratnya tertutup
sebagaimana dapat dilihat dari bagian atap Ume Kbubu yaitu bubungan sampai ke tanah
yang hanya memiliki satu pintu saja, sehingga setiap orang yang akan masuk dan keluar
haruslah menunduk. Ume Kbubu berarti Rumah Bulat. Alas Ume Kbubu ini berbentuk
bulat ditandai dengan susunan batu yang menyerupai lingkaran atau yang disebut sebagai
Baki atau pondasi yang berfungsi menahan dan mengarahkan aliran air hujan dari atap
maupun banjir tidak menunju dalam rumah. Sedangkan atap Ume Kbubu berbentuk
kerucut yang terbuat dari rangka kayu yang ditutupi alang-alang. Alang-alang diikat sekuat
dan serapat mungkin untuk mencegah air hujan masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah
bulat terdapat empat tiang utama (kolom utama) yang berfungai sebagai penyangga rumah
kemudian tiang-tiang kecil yang mengikuti lingkaran batu. Ini berfungsi untuk menahan
kayu-kayu lata dan juga memudahkan pembuatan dinding.
Dinding didirikan di atas batu atau pondasi Ume Kbubu dengan ketinggian setinggi
pintu dengan material berupa bamboo atau papan yang dibelah. Dinding tidak dapat dilihat
dari luar karena ditutupi oleh atap Ume Kbubu yang menyentuh tanah, hanya bisa dilihat
dari dalam rumah. Bagian titik puncak kerucut berbentuk bulat atau lebih sering disebut
sebagai "Tobe". Selain agar tidak mudah terlepas bagian ini diikat dengan kuat agar
mencegah air hujan yang merembes masuk. Material yang digunakan dalam pembuatan
Ume kbubu ini yaitu berbahan dasar alami dan proses pengerjaan pun dilakukan oleh
tukang atau masyarakat setempat dengan memperhatikan adat dan kepercayaan dari
masyarakat setempat akan hal mistis / religius
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Ume_Kbubu#Struktur_Bangunan
https://vernakularntt.blogspot.com/2009/08/perkampungan-orang-dawan.html
https://www.kompasiana.com/neno1069/5e32c193d541df20a81a52c3/ume-kbubu-
simbol-harga-diri-perempuan-suku-dawan-timor
http://www.adatnusantara.web.id/2017/08/sejarah-suku-dawan-dari-nusa-tenggara.html
https://docs.google.com/document/d/1vL75WJBAaMpouMhBhh034Gw-
lSU_8zWSffLY_4xSANQ/edit
https://www.pengadaan.web.id/2020/08/lanskap-adalah.html

Anda mungkin juga menyukai