OLEH :
NIM :1906090050
SEMESTER : V (LIMA)
JUDUL TUGAS : VERNAKULAR NTT (DAWAN)
KELAS :B
2. Sistem Pengetahuan
Kebudayaan manusia. suku bangsa atau kelompok ethnis manapun tidak terbatas
hanya pada benda-benda material yang dihasilkan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Tetapi lebih dari itu, unsur kerohanian . spiritualitas manusia menjadi unsur
terutama di dalam kebudayaan yang menjadi dasar atau pendorong terciptanya benda-benda
kebudayaan. Asal mulanya terciptanya Kebudayaan bersumber dari kehadiran makluk
manusia ditengah alam sebagai makluk rasional juga biologis. Eksistensinya itu diliputi
aneka ragam kebutuhan dan alam adalah bahan mentahnya. Manusia lalu bekerja,
memantaatkan potensi bahan mentah yang tersedia dalam alam untuk memenuhi
kebutuhannya baik material maupun spiritual. Maka kebudayaan adalah aktivitas manusia
mendayagunakan potensi alam lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
• Bahasa yang berbeda dan terbagi menurut wilayah dimana perbedaannya menyangkut
logat, pemakaian kata benda, dan intonasi dalam pengucapannya, dan juga terdapat
kesamaan pada pengertian dan pemahaman yang luas sehingga dapat dimengerti di mana
saja didaerah dawan.
• Sistem organisasi kemasyarakatan atau kelompok keluarga yang dibedakan menurut
marga/klan.
• Pengetahuan mengenai mata pencaharian yaitu lewat beternak dan Bertani.
• Pengetahuan mengenai keagamaan dan kepercayaan yang dipercaya serta adat
istiadat yang sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat Dawan.
• Sistem kesenian yang terdapat yaitu seperti tarian, rumah adat, tenunan, senjata
tradisional, alat musik, dan makanan khas asal daerah dawan.
Bagi masyarakat didaerah Dawan kampung atau desa disebut : Kuan, dalam arti tempat
tinggal tetap. Ukurannya bisa besar juga kecil tergantung kepada berapa banyak orang yang
Bersama-sama membangun membentuk kampung itu, dan memutuskan untuk hidup-hidup
bersama-sama di tempat itu. Sesuai dengan totalitas pemikirannya, untuk membangun sebuah
rumah . terlebih rumah adat Atoni sangat terikat kuat dengan prinsip kekerabatan yang mendasari
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan . Prinsip dan semangat tersebut mulai terwujud
pada waktu perencanaan. pembagian kerja, penentuan hewan untuk upacara pembangunan dan
upacara pendinginan . Oleh karena itu prinsip Feto-Mone (sistem kekerabatan yang
terbentuk oleh perkawinan); prinsip kakak-beradik (olif - Tataf) menjadi dasar penentuan.
musyawarah, dan mufakat. Pembagian kerja dan tanggungan ini sudah merupakan kebiasaan
tradisional yang menjadi pedoman hidup manusia. Oleh karena itu, semangat kekeluargaan.
kegotongroyongan (bae feto - bae mone dan Nekaf mese ansa of mese - pertimbangan ipar
kandung, satu hati - satu jiwa) sudah merupakan falsafah hidup Atoni di dalam melaksanakan
suatu pekerjaan . yang disimpulkan dengan upacara pendinginan / Upacara perjamuan bersama.
lstilah kampung atau desa pada masyarakat NTT umumnya sangat bervariasi.
5. Sistem Ekonomi
Orang Dawan hidup bercocok tanam di ladang dengan sistem berpindah. Tanaman
ladangnya meliputi jagung, padi, ubi-ubian, kacang hijau, kedelai, bawang, tembakau , jeruk
dan apel. Pekerjaan lainnya adalah menyadap lontar. Pohon lontar biasanya hidup liar dan
bergerombolan. Penyadapan lontar baru dapat dilakukan bila pohonnya telah berusia sekitar 10
tahun. Untuk memperoleh nira yang tinggi kadar gulanya, sebagian daunnya harus dibuang.
Akar pohon lontar yang sudah kering dapat dijadikan kayu bakar. Batangnya dapat dijadikan
bahan bangunan, peti mati, dan tempat makanan ternak, sedangkan pelepahnya untuk tali.
Selain bertani, mereka juga memelihara ternak, terutama sapi. Selain diambil dagingnya, sapi
juga dijadikan mas kawin dalam upacara perkawinan. Tenaga sapi juga dapat digunakan untuk
merencah sawah. Kini daerah Timor dikenal juga sebagai salah satu daerah pengekspor sapi
dari Indonesia. Sejarah mata pencaharian masyarakat Dawan dimasa silam memberi petunjuk
adanya kegiatan berburu binatang seperti rusa Timor, babi hutan, kera, musang, kuskus, ayam
hutan, dan burung. Pekerjaan berburu dilakukan oleh kaum laki-laki. Pada masa lalu, taktik
pengempungan binatang buruan ialah dengan membakar semak belukar atau hutan. Ketika api
merambat membakar hutan mereka menari-nari sambil bersorak-sorai tetapi tetap waspada
menjaga agar binatang buruan tidak lolos. Hasil buruan dibawa pulang dengan bersorak - sorai
tanda suka-cita
Kaum wanita menyambut para pemburu tersebut juga sambil menari. Setelah itu daging
dibagikan kepada seluruh keluarga berdasarkan aturan adat. Puncaknya adalah acara pesta
makan bersama yang diselingi dengan berbagai tarian. Tradisi berburu ini menjadi latar
belakang adanya tari Honer, yang sampai sekarang masih dilakukan dalam berbagai upacara.
Tarian ini menggambarkan suasana pengepungan dalam berburu. Penarinya saling
berpegangan tangan sambil berputar-putar mengelilingi api unggun serta melantunkan pantun
berupa kisah perburuan. Berbagai sub kelompok orang Dawan mengenai jenis-jenis tarian
berburu ini dengan nama-nama tersendiri. Tarian tradisional ini pernah hilang dari kehidupan
masyarakat Dawan, namun akhir-akhir ini tampak tumbuh kembali. Syair-syair yang
mengiringi tarian itu mengundang berbagai pesan yang sesuai dengan kebutuhan masa kini,
misalnya tema pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi, lingkungan hidup,
pergaulan muda-mudi, dan tema lain. Tari Bonet ini ternyata menjadi salah satu media
komunikasi tradisional yang sehat.
6. Sistem Religi
Uis Neno adalah dewa pencipta alam dan kehidupan di dunia, yang menjadi pusat sistem
kepercayaan orang Dawan. Upacara-upacara pemujaan dewa dilakukan untuk memohon hujan,
sinar matahari, keturunan, kesehatan dan kesejehteraan. Penjelmaan Uis Neno dikenal dalam
bentuk dewa bumi atau dewa kesuburan (Uis Pah atau Uis Afu), dan arwah nenek moyang (Pah
Nitu) yang mendiami bumi dan setiap benda yang hidup diatasnya. Oleh sebab itu, dalam setiap
upacara yang dipanggil terlebih dahulu adalah dewa bumi dan roh nenek moyang. Arwah nenek
moyang merupakan tempat berlindung, tempat meminta bantuan dan penghubung kehidupan
di dunia dan alam gaib. Perwujudan pancaran kekuatan Uis Neno menjelma dalam bentuk
totem, seperti kera, buaya, burung gagak, burung kakatua dan lain-lain, yang dimiliki oleh
setiap klen.
Selain itu juga Uis Oe, yaitu dewa air yang menguasai sungai, danau dan mata air. Dewa
inilah yang menurunkan embun dan hujan. Namun kadang-kadang dewa itu menjelma menjadi
buaya, karena itu buaya ditakuti dan dihormati. Di samping itu mereka juga percaya kepada
makhluk-makhluk halus, yang baik maupun yang jahat. Makhluk-makhluk halus itu dipuja dan
dijinakkan dengan saji-sajian. Kini masyarakat Dawan juga memeluk agama Protestan, Katolik,
dan Islam. Pemeluk agama Katolik yang terbanyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara,
sedangkan pemeluk agama Protestan banyak terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
Kabupaten Kupang.
Dengan demikian, hidup manusia merupakan suatu pengalaman karena alam dianggap
mempunyai gaya-gaya gaib yang mempengaruhi bahkan menguasai hidup manusia. Untuk
itu, manusia selalu berupaya menyelaraskan tingkah lakunya dengan kehendak alam.
Manusia harus berusaha menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan kekuatan gaib
baik di langit yang tertinggi maupun di bawah bumi yang terdalam. Sebagai dwitunggal yang
membentuk satu kesatuan yang utuh. Lalu terungkaplah sebuah konsep tentang nama
penguasa kekuatan langit yang tertinggi dan bumi yang terdalam itu. Bagi masyarakat di
daerah Dawan/Atoni nama itu adalah : Uis Nano (Raja langit). Pandangan terhadap kosmos
(alam raya yang teratur) ini kemudian mepengaruhi pula pandangan tentang masyarakat
dimana tingkah laku hidup manusia diatur dalam tata tertib, norma-norma dan aturan adat
istiadat yang sudah dari jaman nenek moyang. Adat istiadat milah yang mengatur norma
kehidupan bermasyarakat: pergaulan dengan sesama hubungan manusia dengan para
pemimpin roh-roh dan arwah nenek moyang, yang bersifat sacral bahkan sebagai suatu
kekuatan hukum moral-etika.
e) Sistem Kesenian
Jaman dahulu orang Dawan mendirikan rumah dan perkampungannya di puncak–
puncak gunung. Perkampungan ini dikelilingi oleh pagar batu, bambu/pelepah gewang,
semak berduri dan sebagainya. Setiap kampung biasanya didiami kelompok kerabat
dengan seorang kepala/pimpinan. Sebuah perkampungan baru dapat terbentuk karena
adanya pemecahan anggota kelompok atau kawin campur antar suku. Dengan demikian
kelompok kerabat menjadi terpencar–pencar dalam wilayah yang luas. Pemecahan
tempat kediaman berhubungan erat dengan sistem mata pencaharian yaitu berladang.Pola
perkampungan suku Dawan yang asli adalah kelompok padat dengan rumah–rumah
(cluster) dengan beberapa kandang ternak (sapi/babi). Kadang–kadang penduduk
tersebar disekeliling perkampungan. Disamping itu ruang luar yang terbuka
dimanfaatkan sebagai tempat bermain anak–anak atau tempat bekerja (menenun)
terutama dibawah naungan pohon–pohon besar atau dengan mendirikan pondok-pondok
tempat kerja (sane).
❖ Rumah Adat
Rumah tradisional suku Timor memiliki desain seperti suatu sarang lebah yang
memiliki atap yang hampir menyentuh dengan tanah. Rumah adat ini ditinggali satu
keluarga dalam satu, dalam rumah tersebut terdapat ruang makan, ruang tidur, tempat
untuk melakukan pekerjaan dan terdapat ruang tamu. Rumah tradisional masyarakat ini,
mereka disebut dengan Lopo. Ragam hias pada rumah orang Dawan umumnya
mengambil motif flora, fauna dan gejala alam. Di antara unsur flora terdapat motif daun
sirih (maun no mina), yang merupakan lambang pergaulan dalam masyarakat pengikat
persatuan, tanda sehati. Motif fauna meliputi Uma Ube' adalah rumah adat orang Meto
yang dikenal juga dengan nama orang Dawan. Di depan rumah itu ada kayu bercagak
tiga dan batu di atasnya adalah tempat meletakkan sesajian untuk nenek moyang,
binatang cecak, buaya, kuda, bangau, ayam, ular burung elang, tokek, dan kakaua. Seperti
halnya motif daun sirih, motif fauna pun mengandung arti yang terkait dengan
kepercayaan. Suara cecak dikaitkan dengan pengambilan keputusan dalam suatu
musyawarah, yaitu pertanda bahwa keputusan yang diambil tepat dan benar. Binatang
kuda melambangkan kekuatan dan kekayaan, burung bangau dan burung elang
melambangkan kekuasaan yang tinggi dan keberanian, Ular mewakili binatang sakral
yang disembah. Gejala alam yang menjadi motif hiasan adalah motif matahari (Uis
Neno), yang melambangkan kedudukan tinggi
❖ Tarian Adat
Tarian adat Suku Timor memiliki keanekaragaman, hal ini dikarenakan adanya berbagai jumlah sub
suku pada wilayah tersebut. Adapun jenis tarian tersebut yaitu:
• Tari Hopong sebagai tarian dimulainya panen
• Tari Manekat sebagai tarian yang melambangkan sapaan dengan pemberian sirih pinang
• Tari Peminangan yaitu tarian yang melambangkan ungkapan cinta yang tulus dan lain
sebagainya.
❖ Kain Tenun
Kain tenun ini dikembangkan sejak zaman dahulu. Kerjaninan menenun dari Suku Timor
dilestarikan secara turun-temurun. Seni ini ditularkan kepada anak cucu demi kelestarian
kerjaninan ini. Kain tenun pada zaman dahulu sebagai maskawin masyarakat tradisional
Timor, dikembangkan menjadi kain yang bisa dibuat pakaian biasa, seperti pakaian
safari, jas, dan rok yang bisa dipakai oleh siapa saja, juga dikembangkan sebagai
pajangan atau hiasan rumah tangga.
❖ Senjata Tradisional
Suku Timor memiliki senjata tradisional yang mereka sebut dengan Subdu atau Sudu yang biasa
disebut dengan Kelewang.
❖ Alat musik
Alat musik Suku Timor yang populer yaitu Gong, Okulele, dan suling (Knobe Oh)
❖ Makanan Khas
Makanan khas Suku Timor yaitu Jagung Bose dan Lu’at.
Enam konsep yang mendasari tata spasial pada arsitektur permukiman suku Dawan di desa Kaenbaun,
Enam konsep tersebut sungguh berperan penting dalam kehidupan orang Kaenbaun
dan terungkap pada tata spasial permukiman. Enam konsep tersebut berada dalam
keadaan latent atau tersembunyi dan mengendap dalam pikiran orang Kaenbaun serta
berperan aktif dalam menentukan perilaku sehari-hari.
Beberapa implikasi penting yang terwujud pada tata spasial permukiman Kaenbaun
antara lain adalah:
1) tatanan umesuku di pusat desa Kaenbaun;
2) keberadaan faotkana- oekana suku-suku di Kaenbaun;
3) keberadaan beringin desa dan tatanan batu suci di bawahnya sebagai representasi dan
simbol kesepakatan masa lalu;
4) adanya pola keruangan depan-tengah-belakang;
5) adanya persepsi spasial desa-tua dan desa-muda, desa-lama dan desa-baru, desa-dalam
dan desa-luar;
6) keberadaan area Taksoen yang menjadi lapangan penerimaan di dekat gerbang desa;
7) adanya gerbang desa dan upacara adat pintu desa yang unik;
8) penghormatan kepada pendiri-pemimpin desa yang makam- makamnya ada di area timur
desa;
9) adanya “pintu dua dunia” yang menandai relasi alam arwah dan alam manusia
berhubungan erat di Kaenbaun.
Hubungan Elemen-elemen pembentuk pola tapak vernacular dawan : Semua elemen ini
terdapat pada pola tapak vernacular Dawan, jadi sangat berhubungan antara elemen-elemen
ini dalam membentuknya pola tapak vernacular Dawan. Diantaranya vernacular Dawan
juga terdapat elemen seperti bentukan lahan yang merupakan elemen sangat penting
sebagai tempat dimana elemen-elemen lainnya ditempatkan, jenis tanaman yang
dibudidayakan ataupun alami dari penutup tanah sampai pohon, Bangunan sebagai elemen
lansekap yang membangun dan membatasi ruang luar, mempengaruhi pemandangan,
memodifikasi iklim mikro, dan mempengaruhi organisasi fungsional lansekap, Site
structure, pavement, dan air.
Fenomena keunikan tersebut terjadi karena adanya nilai dasar berupa gagasan
abstrak yang melekat di dasar jiwa orang Kaenbaun yaitu bahwa hidup ideal bagi orang
Kaenbaun adalah menyatu dengan Tuhan pencipta alam, nenek-moyang, sesama saudara
dan alam. Jika gagasan tersebut di rumuskan dengan bahasa Dawan, menurut Pater John
Salu dan Willem Foni (via sms 23 Januari 2009) adalah: Atone kuan “Kuun Kaenbaun,
Take nael Naijuf” ina monena mataos – in pauk pina ma ai pina; halon – manonbon ma
natnanbon natuin uis neno afinit ma aneset – amoet ma apakaet – apinat ma aklahat; bei
na’i-uis kinama-tuakin; pah-tasi ma nifu. Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa
kehidupan dan tata spasial permukiman suku Dawan di desa Kaenbaun ditentukan oleh
interaksi empat unsur utama, yaitu Tuhan (Uis Neno), Nenek-moyang (bei nai),
manusia (atoni), dan alam semesta (universe).
Atas dasar konsep kehidupan ideal tersebut, maka tampak bahwa empat konsep
spesifik tersebut berakar pada empat substansi yang mendasarinya yaitu substansi Tuhan,
nenek-moyang (bei nai), manusia dan alam semesta. Keunikan empat substansi pada teori
tata spasial ini tampak sangat kontras jika dibandingkan dengan teori tata spasial yang
hanya mengandung dua substansi (Rapoport, 1977) yang menyatakan bahwa tata spasial
adalah relasi antara benda-benda dengan manusia-manusia. Keberadaan empat substansi
tersebut sangat khas Kaenbaun, maka menunjukkan bahwa teori dan konsep tata spasial
Kaenbaun bersifat sangat spesifik serta terkait erat dengan eksistensi orang Kaenbaun
yangreligius. Dengan demikian, teori tata spasial khas Kaenbaun layak disebut “sosio-
spiritual spasial”.
2.2 Fungsi, Jenis Perabot, Dan Makna Ruang Pada Vernacular Dawan
Bentuk arsitektur vernakular atau tradisional merupakan artefak budaya yang lahir dari
citra, ekspresi dan pengetahuan dasar dari masyarakat adat setempat. Hal yang terpenting
pada arsitektur vernakular bukan hanyapada aspek bentuk arsitektur interiornya,
melainkan pada nilai, citra, dan soul yang tersimpan didalamnya (Kadaf 2018,1). Dalam
perwujudannya, tatanan arsitektur tradisional tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
konteks religi yang menjadi latar belakang kepercayaan masyarakat dan
lingkungan/ekologi tempat masyarakat itu berada, yang berkorelasi dengan tradisi
megalitik (Koentjaraningrat 1980, 390-391).
Arsitektur Vernakular yang tumbuh berdasarkan pada kebutuhan masyarakat setempat
pada suatu daerah biasanya dilatarbelakangi oleh kondisi, tantangan lingkungan alam, dan
sosial sekitarnya sehingga menghasilkan sebuah tatanan ruang yang cenderung sama dari
generasi satu kegenerasi berikutnya. Manusia adalah makluk hidup yang berdinamik,
artinya kehidupannya tidak statis tetapi selalu berubah menurut jaman, situasi dan kondisi
lingkungannya. Diseluruh daerah Atoni/Dawan dikenal beberapa macam rumah ( Ume )
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhannya.
A. Jenis Ruang Fungsi, Jenis Perabot, dan Makna Ruang pada Vernacular Dawan
Ruang juga terbentuk dari kepercayaan masyarakat pada masa
tertentu.Kepercayaan mengandung ajaran-ajaran serta petunjuk-petunjuk yang harus
ditaati oleh masyarakat, hal ini diwujudkan dalam adat istiadat dan kemudian ditingkatkan
nmenjadi aturan-aturan yang dipkai sebgai pedoman untuk membuat sebuah bangunan
(ruang). Ruang dapat dipahami berdasarkan pada fungsi dan penghuninya, bagaimana
ruang itu tercipta akan selalu merupakan cerminan dari kondisi, setting dan waktu dimana
ruang itu berada. Ruang dalam arsitektur terbagi menjadi 2 yakni ruang luar dan ruang
dalam
❖ Ruang Luar :
Ruang luar ialah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. (Yoshinobu Ashihara,
1974). Ruang Luar dipisahkan dari alam dengan memberi frame, atau Batasan tertentu.
Pada umumnya, pembatas ruang laur adalah Batasan area site dengan area luar site.
Pembatas ruang luar terbagi atas 2 yakni
• Ruang Hidup → Ruang yang terstruktur dan mempunyai fungsi serta hubungan yang jelas
dengan ruang disekitarnya
• Ruang Mati → Ruang yang tercipta tanpa direncanakan
❖ Ruang Dalam :
Ruang dalam terbentuk dari pembatas-pembatas yang ada di dalam bangunan.
Terbentuknya ruang dalam melalui elemen-elemen pembatasnya, sedangkan ruang-ruang
pergerakan atau sirkulasi dalam ruang terbentuk melalui elemen pengisinya. Ruang dalam
merupakan wadah yang digunakan manusia untuk beraktivitas. Ruang dalam terbentuk
dari pembatas-pembatas yang ada di dalam bangunan. Dalam mencapai kualitas ruang
dalam yang baik, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang terbentuk melalui
pembatas, pengisi, dan pelengkap ruang yang mencakup ukuran ruang, bentuk ruang,
kualitas lingkungan ruang, dan isi ruang. Adapun karakter penentu elemen pengisi ruang
dalam antara lain:
• Karakter pengguna
• Karakter aktivitas
• Karakter elemen pelingkup ruang
Secara horizontal pola ruang pada arsitektur ini dibagi atas tiga ruang, yaitu ruang:
▪ ruang depan (lakoq), merupakan ruang bersifat profan dan umumuntuk menerima tamu;
▪ Ruang tengah (lor) sebagai inti rumah, ruangan ini bersifat profan karena dipergunakan
dalam aktivitas seharihari, dan sakral karena digunakan sebagai tempat untuk melakukan
aktivitas upacara adat dalam rumah; dan
▪ ruang belakang (lako oto), diperuntukan sebagai aktivitas perempuan seperti memasak dan
pekerjaan rumah tangga lainnya (Asa 2019, 6) .
Untuk sebuah rumah tinggal, tiang-tiangnya terdiri dari empat buah dan salah satu
(yaitu: tiang disebelah kanan bila di lihat dari dalam rumah kearah pintu). Pada umumnya
sistem pembangunannya sangat baik rumah tinggal. lopo (lumbung) maupun rumah adat.
Hanya bagi rumah adat Atoni Timar. ada yang mempergunakan dua buah tiang agung di
tengah yang disebut: Ni Liurai (Tiang Liurai) di bagian timur dan Ni Sonbai (tiang Sonbai)
di bagian barat. Tetapi ada pula hanya satu tiang induk ( Ni ainaf) tetapi bercabang dua
dan menunjukkan ke dua otoritas di atas. Untuk rumah adat, jarang terdapat loteng (tetu)
sehingga, bagian dalam rumah kelihatan lowong. Yang unik hanyalah pintunya, selalu
mempergunakan usuk pengungkit yang disebut : Sua Loti (pengungkit atap sehingga
tirisnya terbuang keluar). Jenis rumah beserta fungsi ruang, jenis perabot, dan makna ruang
ada pada setiap ruang pada setiap rumah arsitektur vernacular Dawan :
2. Lopo (lumbung):
Bagi masyarakat Atoni Ti mar, ruma h tempat tinggal tidak hanya terdiri dari sebuah rumah
tetapi juga berpasangan dengan Lopo (lumbung). Lopo adalah sebuah tempat tinggal juga
bagi manusia, berbentuk bulat, bertiang empat dan mengandung fungsi lain sebagai tempat
pertemuan, tempat upacara suku, juga gudang bahan makanan (tetu mnahat). Selain itu
juga tempat penyimpanan dan pengamanan barang-barang harta kekayaan ('bale mnasi)
milik bersama keluarga atau suku, yang adakalanya disebut : 'bael nesaf (bernilai mahal).
Dalam kehidupan sehari-hari, lumbung ini merupakan tempat tinggal yang dikhususkan
bagi kaum pria (istirahat. makan dan tidur). Tetapi dapat juga menjadi tempat. dimana
kaum Wanita melaksanakan pekerjaan profesionalnya seperti: menyiapkan bahan
makanan sebelum dimasak: mengikat. menyulam atau menenun kain. dan sebagainya
3. Rumah suku (Ume Mnasi/Ume kanaf):
Sebagai makluk histcris, sekaligus berbudaya, manusia (Atoni Timar) juga memiliki
landasan sosial politis yang direpresentasikan di dalam rumah (Ume). Ume artinya rumah
dan mnasi atinya :tua, lama, kuno. milik nenek moyang; Sedangkan kanaf artinya nama
marga. Maksudnya, rumah suku atau marga yang dibangun sebagai tanda ikatan dan
kesatuan seluruh anggota suku atau marga. Ume mnasi ini didirikan oleh seluruh anggota
suku, ditempat yang sudah ditentukan sebagai bale mnasi ( tanah tumpah darah, tanah
leluhur, tempat yang menjadi cikal bakal berdirinya suku tersebut. Ume mnasi juga
merupakan tempat penyimpanan barang-barang kekayaan seluruh suku. Penjaganya
adalah wanita tertua dari suku tersebut yang biasanya ditentukan sendiri dari nenek
moyang. Di rumah ini biasanya dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
keperluan pembinaan persatuan dan kesatuan anggota suku melalui upacara-upacara:
kelahiran, kematian, perkawinan, penyerahan hasil panen kepada penguasa wilayah dan
sebagainya.
Seringkali yang disebut Ume mnasi adalah rumah penguasa wilayah yaitu: tua tobe.
naija tuaf, naijuf (pelindung dan penguasa baik wilayah, tanah dan manusia). Rumah ini
menjadi pusat kehidupan seluruh anggota masyarakat yang bernaung di bawah kekuasaan
seorang tuan tanah (naija taut, tuaf tobe atau naijuf). Sedangkan lumbungnya disebut :
Lopo Tobe, menjadi tempat pertemuan musyawarah dan ternpat upacara yang melibatkan
seluruh warga masyarakat di wilayah kekuasaan Tobe. Tempat berdirinya lumbung ini
pada pusat wilayah pemukiman dan perkampungan, pusat kampung yang menjadi cikal
bakal beridirinya kampung tersebut. Dan penguasa Tobe di sini adalah suku yang paling
pertama menghuni, serta menguasai wilayah ini secara otonom.
4. Sonat (istana):
Dimana-mana penguasa yang berstatus sebagai raja (usif lazim dikenal masyarakat. Pada
suku bangsa Atoni Timor rumah tempat tinggal Usif (raja) disebut: Sonaf yang artinya
istana. Pengertian sonaf atau istana ini selain berhubungan dengan penguasa tertinggi
(raja) juga mengisyaratkan bahwa rumah itu adalah tempat suci. Maka secara praktis, hal
ini ditentukan oleh sistem politik yang berlaku yaitu: bahwa raja (usif) bukanlah penguasa
eksekutif tetapi penguasa religius (ritual). Untuk itu, seorang raja lebih dikenal dengan
gelar Atupas. artinya penguasa pasif, yang hanya makan dan tidur.
Namun, otoritasnya adalah pusat ritual kekuasaan bagi seluruh rakyatnya, termasuk empat
penguasa wilayah yang disebut tobe itu. Tobe-tobe adalah penguasa eksekutif karena
merekalah yang memilik rakyat. Raja mendapat makan dari upeti/hasil panen pertama
yang dipersembahkan seluruh rakyat melalui naijur/ tobe masing-masing. Sebagai atupas,
penguasa ritual, pusat kekuatan seluruh kerajaan, maka istananya dianggap juga sebagai
tempat suci (sonaf le'u-pano Le'u).
Penampilan bentukan arsitekturnya tetap mengadopsi dan menduplikasi bentuk lama tetapi
diberi makna baru. Hal ini dimungkinkan terjadi pada masyarakat yang baru mengalami
masa transisi akibat pengadopsian nilai-nilai kebudayaan asing.
▪ Bentuk Baru Dengan Makna Tetap
Penampilan bentukan arsitekturnya menghadirkan bentuk baru dengan disertai makna yang
baru pula, karena terjadi perubahan paradigma berarsitektur secara total.
Dalam berakulturasi desain, kebudayaan lama sudah ditinggalkan atau tetap dipakai
hanya sebagai tempelan atau sebatas untuk ornamen/dekorasi saja.
Untuk sebuah rumah tinggal, tiang-tiangnya terdiri dari empat buah dan salah satu
(yaitu: tiang disebelah kanan bila dilihat dari dalam rumah kearah pintu). Pada umumnya
sistem pembangunannya sangat baik rumah tinggal. lopo (lumbung) maupun rumah adat.
Hanya bagi rumah adat Atoni Timar. ada yang mempergunakan dua buah tiang agung
ditengah yang disebut: Ni Liurai (Tiang Liurai) dibagian timur dan Ni Sonbai (tiang
Sonbai) di bagian barat. Tetapi ada pula hanya satu tiang induk ( Ni ainaf) tetapi bercabang
dua dan menunjukkan ke dua otoritas di atas. Untuk rumah adat, jarang terdapat loteng
(tetu) sehingga, bagian dalam rumah kelihatan lowong . Yang unik hanyalah pintunya,
selalu mempergunakan usuk pengungkit yang disebut : Sua Loti (pengungkit atap sehingga
tirisnya terbuang keluar). Dalam pembang unan sebuah rumah atau lumbung, hal yang
paling penting berupa pantangan adalah: usuk-usuk di depan pintu. Maksudnya, pintu
harus ditempatkan diantara dua usuk dan tidak boleh ada usuk lagi ditengahnya. Menurut
pandangan orang Tlmor (Atoni), jika terjadi kekeliruan menempatkan usuk tersebut maka
kepala keluarga (suami) akan mati.
3) Arsitektur Rumah Tradisional Atoni Timor :
❖ Bentuk dan Ukuran Rumah :
Rumah tradisional Atoin Timor pada prinsipnya berbentuk bulat (khubu). Maka
untuk sebagaian masyarakat rumah berbentuk demikian disebut : Ume suba (rumah yang
atapnya mencapai/mendekati permukaan tanah dengan pintu yang rendah). Maka untuk
memasukinya, orang harus mengambil sikap menunduk atau merangkak agar mudah
melewati pintunya. Bila dilihat dari atapnya yang mencapai tanah, ada sebagian
masyarakat menyebut rumah ini dengan : Ume 'tetnain (Rumah yang atapnya mencapai
tanah sehingga nampaknya seperti sebuah tempurung yang ditelungkupkan pada
permukaan tanah). Rumah tradisional yang disebut : Ume suba atau Ume tetnain
ukurannya sangat bervariasi, tergantung kepada keinginan dan kebutuhan pemiliknya.
❖ Posisi / letak rumah :
Masyarakat Dawan/Atoni Timor memiliki pandangan tentang keempat
jurusan/mata angin. Sebelah utara disebutnya : Taes bife (Laut wanita) oleh karena
gelombangnya tidak sederas laut selatan . Jurusan ini biasanya disebut juga dengan:
Maes'e lalan, aobe lalan (jalan garam dan jalan kapur sirih). Maksudnya sumber atau asal
usul barang-barang kebutu han hidup manusia. Sebelah selatan disebut Laut Pria,
maskulin atau jantan (Tasi Atoni). Dan ini biasanya dihubungkan dengan kekuatan-
kekuatan gaib yang keras, kasar, bencana, dan ketidak beruntungan. Sebelah timur adalah
tempat matahari terbit, awal mula/arah datangnya suku-suku bangsa memasuki pulau
Timor, awal mula kehidupan dan harapan baru,serta jurusan atau sumber datangnya
keberuntungan. Sebelah barat adalah tempat terbenamnya matahari, lambang kematian,
akhir dari terang, dan tujuan akhir hidup manusia. Pandangan tentang keempat jurusan
mata angin ini mempengaruhi pula pandangan manusia tentang posisi rumah atau apa
saja yang dibuat oleh manusia. sampai kepada pintu lumbung. Untuk tempat
pembangunan orang akan melihat bukit-bukit, kali kering karena dianggap sebagai jalan
roh-roh jahat. Maksudnya rumah tidak ditempatkan persis diatas punggung bukit atau
tidak menyumbat sebuah kali kering, karena rumah. atau bangunan itu akan menjadi jalan
roh-roh jahat, sedangkan pintu rumah diupayakan supaya menghadap ke utara atau ke
timur. Karena kedua jurusan ini merupakan sumber keberuntungan terlebih sebelah timur
yang dianggap sebagai keberunturigan datang bersama terbitnya matahari. Lawannya
adalah sebelah barat dimana keberuntungan akan terbenam bersama matahari. Tempat
rumah yang salah menurut pandangan orang limor akan membawa bencana dan nasib sial
seperti: penyakit. kematian, kebakaran, kelaparan, dan pengalaman amoral lainnya.
❖ Bahan-bahan bangunan rumah.
Atoni Timor memiliki pandangan tentang kekuatan-kekuatan gaib/magis yang
terdapat pada pohon-pohon semak belukar dan sebagainya. Mereka dapat membedakan
dengan baik pohon-pohon yang memiliki kekuatan magi putih (white magic) yang
menguntungkan dan pohon-pohon atau semak belukar yang mengandung kekuatan magi
hitam (black magic). Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap kegiatan pengumpulan
bahan ramuan untuk pembangunan rumah (Ume) atau lumbung (lopo) tempat tinggal
manusia, terutama untuk tiang(ni) dua balok penyanggah loteng (su'if) dan dua kayu
penyanggah pintu (nonof), lingkaran loteng (ne'ut), tiang agung di atas loteng (Ni ainaf),
dan lain-lain.
Bahan-bahan bangunan untuk sebuah rumah (Ume) atau lumbung (Lopo) terdiri dari
▪ Tiang-tiang (ni) . terdiri dari kayu-kayu yang ktiat dan pada umumnya kayu teras.
▪ Usuk-usuk (suaf) terdiri dari kayu-kayu lurus yang mudah dilenturkan seperti : cemara
dan lain sebagainya.
▪ Balok-balok penyanggah loteng (su'if) adalah kayu bulat atau dapat dibentuk seperti
balok.
▪ Kayu penyanggah loteng (nonof) terdiri dari kayu-kayu yang lurus.
▪ Atap tefis/tefse) terbuat dari rumput atau alang-alang (humusu) dan seringkali daun
gawang (tuinno'o).
▪ Dinding (nikit) dari bahan pelepah gewang (beba) atau belahan bambu (nesat). Bahan-
bahan ini juga untuk pembuatan pelataran loteng (tetu)
Rumah tradisional Atoin Timor pada prinsipnya berbentuk bulat (khubu). Maka
untuk sebagaian masyarakat rumah berbentuk demikian disebut : Ume 'suba (maksudnya
rumah yang atapnya mencapai/mendekati permukaan tanah dengan pintu yang rendah.
Maka untuk memasukinya, orang harus mengambil sikap menunduk atau merangkak agar
mudah melewati pintunya. Bila dilihat dari atapnya yang mencapai tanah, ada Sebagian
masyarakat menyebut rumah ini dengan : Ume 'tetnain (maksudnya: Rumah yang atapnya
mencapai tanah sehingga nampaknya seperti sebuah tempurung yang ditelungkupkan
(maksudnya: Rumah yang atapnya mencapai tanah sehingga nampaknya seperti sebuah
tempurung yang ditelungkupkan pada permukaan tanah. Rumah tradisional yang disebut
: Ume 'suba atau Ume' tetnain ukurannya sangat bervariasi, tergantung kepada keinginan
dan kebutuhan pemiliknya.
Denah rumah rakyat biasa berbentuk bundar. Luasnya tergantung pada kebutuhan
serta status sosial pemiliknya. Rumah dengan denah berbentuk bundar ini disebut Ume
Kbubu (Rumah Bulat). Kadang disebut juga Ume Bife (Rumah Perempuan) karena
sebagian besar kegiatan dari wanita terfokus pada rumah ini, misalnya : melahirkan,
memasak, menenun, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan pria lebih banyak di ladang.
Ume Kbubu adalah salah satu hasil arsitektur tradisional yang dimiliki oleh
masyarakat Suku Dawan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ume
Kbubu terdiri dari dua kata yaitu "Ume" dan "Kbubu". Ume berarti Rumah dan Kbubu
berarti Bulat. Secara harafiah, Ume Kbubu berarti Rumah Bulat. Akan tetapi, bentuk Ume
Kbubu menyerupai kerucut hanya saja masyarakat Suku Dawan menganggap bentuk
kerucut seperti oval (tergantung konteks dan apa yang dibicarakan). Secara umum, Ume
Kbubu memiliki sejumlah struktur bangunan yang terdiri atas Sub struktur, Supper
struktur, dan Upper struktur
Ume Kbubu memilki fondasi yang disebut baki. Pondasi dibentuk dari batu-batu
yang disusun secara melingkar. Batu-batu tersebut memiliki fungsi sebagai penahan
dinding agar tidak langsung menyentuk tanah. Selain itu, juga berfungsi sebagai penahan
air saat hujan agar tidak masuk ke dalam ume kbubu. Ume Kbubu memiliki kolom atau
tiang yang terdiri atas tiang induk (ni enaf), tiang anak (ni ana) dna tiang depan (ni maun
nine). Pondasi (Baki). Pondasi dibentuk dari batu kali ceper yang disusun membentuk
lingkaran sesuai dengan luasnya. Tinggi pondasi dari permukaan tanah antara 20 cm–40
cm. Fungsinya untuk mencegah masuknya air pada saat musim penghujan.
❖ Lantai
Lantai bangunan terbuat dari tanah yang diurung diatas/ i dalam fondasi yang sudah
berbentuk (bundar). Permukaan lantai kemudian diratakan.
Dinding Ume Kbubu biasanya terbentuk dari bambu atau papan. Dinding ume
kbubu biasanya diapit dengan menggunakan bambu atau kayu bulat dari bagian dalam dan
bagian luar. Tujuannya agar dinding bisa menjadi lebih kuat. Bambu atau kayu yang
bertugas mengapit itu disebut tanpani nikit. Dinding dipasang melingkari tiang (Ni Ana’).
Beberapa kayu/bilah bambu melintang terdiri dari dua jalur diikatkan pada kayu/bambu
melintang sekaligus merupakan perkuatan pada dinding. Tinggi dinding ± 0,50–0,80 cm.
Semakin dekat ke pintu semakin tinggi, dindingnya sampai 100 cm. Bahan dinding dipilih
dari beberapa jenis bahan antara lain : papan, bambu cincang, batang pinang cincang,
pelepah gewang, kulit kayu, dan sebagainya. Bagian bawah/ujung dinding dimuati diatas
batu dengan tujuan agar tidak mudah rusak oleh rayap atau air.
2. Pintu
Pintu masuk dalam ume kbubu disebut sebagai nesu atau eno. Pintu keluar masuk
dalam ume kbubu hanya berjumlah satu. Umumnya pintu ini menghadap arah timur atau
dalam bahwa Dawan disebut Neon Saet atau posisi matahari naik. Nesu yang dibuat
memiliki tinggi yang sangat rendah. Sehingga untuk bisa masuk ke dalam ume kbubu
melalui nesu, orang harus membungkuk.
1. Loteng (Tetu).
Loteng terdiri dari dua balok yang menumpu diatas empat tiang pendukung (Ni Tet
) yang disebut Suif. Diatas Suif diletakan melintang balok Nono, dan diatas Nono ini
diletakan secara melintang balok Tunis. Di atas Tunis in diletakan bambu cincang/ batang
pinang cincang.
2. Atap (Tefi).
Ume Kbubu yang berbentuk bundar menjadikan struktur atapnya menjadi berbentuk
kerucut. Diameternya sekitar 3 hingga 5 meter. Atap Ume Kbubu biasanya ditutup dengan
alang-alang. Atap Ume Kbubu memilki peranan penting karena bentuknya yang menonjol.
Atap berbentuk kerucut sebagai akibat dari bentuk denah dan rangka atap. Puncak atap
mempunyai dua bentuk yakni bulat (seperti sanggul wanita) dan pelana/palungan terbalik.
Bentuk bundar (denah) atau metaphor sebagai bentuk bulat/kerucut (atap) mempunyai arti
bentangan langit yang melingkupi bumi.
a. Sistem sambungan pada struktur Vernakular Dawan pada bagian upper tersebut
dibentuk oleh 9 elemen diantaranya :
▪ Suaf (usuk). Suaf memiliki fungsi untuk menyangga atau menopang penutup atap.
Umumnya terbuat dari kayu busi dan berjumlah genap.
▪ Lael (nok), Lael merupakan kayu yang dipasang pada cabang ni enaf (tiang induk). Kayu
tersebut memiliki fungsi sebagai penopang suaf.
▪ Nono, yang berfungsi sebagai pengikat dan penjaga agar susunan suaf tetap memiliki
bentuk bulat. Nono sendiri terletak di bagian dalam rumah. Adapun Nono memiliki terbagi
menjadi empat jenis. Pertama nono ni ana yang berfungsi membantu menopang suaf.
Kedua, nono lote yang berfungsi sebagai pembentuk maun nine (teras) dan tempat
mengantung jagung serta tulang rahan yang dikurbankan pada saat upacara adat. Ketiga,
nono tetu yang berfungsi untuk menjaga bentuk susunan suaf yang letaknya berada di atas
non late. Kempat, nono lael yang berfungsi sebagai penopang suaf.
▪ Lote, berfungsi sebagai pembentuk tritisan teras rumah (maun nine). Bagian ini memiliki
julah empat dan terbuat dari kayu busi.
▪ Tanpani atau takpani, yang berfungsi menjadi tempat untuk mengingkat alang-alang.
Biasanya terbuat dari bahan bambu yang dibelah.
▪ Tfa, berfungsi sebagai elemen yang memperkuat struktur atap dan tempat untuk
menggantungkan hasil panen jagung. Tfa juga terbuat dari kayu busi dan jumlahnya harus
genap.
▪ Penutup atap, umumnya terbuat dari hun atau alang-alang. Alang-alang tersebut diikat oleh
serat daun nanas hutan.
▪ Nete bifo, memiliki arti jalan tikus. Elemen ini biasanya terbuat dari bahan kayu bis dan
letaknya di atas lael.
▪ Tobes, befungsi untuk menutup bagian atas atap ume kbubu. Tujuan pembuatannya adalah
agar air hujan tidak merembes masuk ke dalam rumah.
b. Proses Pembangunan :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam filosofi Suku Dawan, Ume Kbubu melambangkan perempuan Dawan
sebagai sosok yang punya sopan santun, merendah, bersahaja, dan auratnya tertutup
sebagaimana dapat dilihat dari bagian atap Ume Kbubu yaitu bubungan sampai ke tanah
yang hanya memiliki satu pintu saja, sehingga setiap orang yang akan masuk dan keluar
haruslah menunduk. Ume Kbubu berarti Rumah Bulat. Alas Ume Kbubu ini berbentuk
bulat ditandai dengan susunan batu yang menyerupai lingkaran atau yang disebut sebagai
Baki atau pondasi yang berfungsi menahan dan mengarahkan aliran air hujan dari atap
maupun banjir tidak menunju dalam rumah. Sedangkan atap Ume Kbubu berbentuk
kerucut yang terbuat dari rangka kayu yang ditutupi alang-alang. Alang-alang diikat sekuat
dan serapat mungkin untuk mencegah air hujan masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah
bulat terdapat empat tiang utama (kolom utama) yang berfungai sebagai penyangga rumah
kemudian tiang-tiang kecil yang mengikuti lingkaran batu. Ini berfungsi untuk menahan
kayu-kayu lata dan juga memudahkan pembuatan dinding.
Dinding didirikan di atas batu atau pondasi Ume Kbubu dengan ketinggian setinggi
pintu dengan material berupa bamboo atau papan yang dibelah. Dinding tidak dapat dilihat
dari luar karena ditutupi oleh atap Ume Kbubu yang menyentuh tanah, hanya bisa dilihat
dari dalam rumah. Bagian titik puncak kerucut berbentuk bulat atau lebih sering disebut
sebagai "Tobe". Selain agar tidak mudah terlepas bagian ini diikat dengan kuat agar
mencegah air hujan yang merembes masuk. Material yang digunakan dalam pembuatan
Ume kbubu ini yaitu berbahan dasar alami dan proses pengerjaan pun dilakukan oleh
tukang atau masyarakat setempat dengan memperhatikan adat dan kepercayaan dari
masyarakat setempat akan hal mistis / religius
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Ume_Kbubu#Struktur_Bangunan
https://vernakularntt.blogspot.com/2009/08/perkampungan-orang-dawan.html
https://www.kompasiana.com/neno1069/5e32c193d541df20a81a52c3/ume-kbubu-
simbol-harga-diri-perempuan-suku-dawan-timor
http://www.adatnusantara.web.id/2017/08/sejarah-suku-dawan-dari-nusa-tenggara.html
https://docs.google.com/document/d/1vL75WJBAaMpouMhBhh034Gw-
lSU_8zWSffLY_4xSANQ/edit
https://www.pengadaan.web.id/2020/08/lanskap-adalah.html