I. PENDAHULUAN
membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai
ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan
penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, "nilai"
wilayah pesisir terus bertambah.
Ibrahim A. Tamrin (2013), menjelaskan bahwa masyarakat pesisir
merupakan orang-orang yang hidup dalam batas-batas geografis, interaksi sosial
dan memiliki satu atau lebih ikatan psikologis, tempat tinggal tradisi dan norma.
Selain itu masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, dihadapkan langsung
pada kondisi ekosistem yang keras dan sumber kehidupan yang bergantung pada
pemanfaat sumberdaya pesisir dan laut. Masyarakat pesisir terutama nelayan
kecil, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan dan keterbelengguan. Terdapat
persoalan tertentu terkait dengan aspek ekologis, sosial dan ekonomi, sehingga
masyarakat pesisir masih tertinggal (Hanson, 1984 dalam Amanah S, 2006).
II. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Desa Toniku telah mencacat sejarah ketika Sultan Nuku di Nobatkan
sebagai Raja atas Papua dan Seram Timur. Kemudian sebagai Sulatan Tidore, saat
itu upaya Nuku
Sangaji Tahane sebagai Sultan Jailolo dengan gelar Muhammad Arif Billa, ketika
Inggris mengembalikkan Maluku pada Belanda yang kemudian berkuasa pada
Tahun 1803-1810. Sultan Nuku (Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku) pertama
kali menawarkan sebuah perundingan dengan Belanda pada tahun 1804.
Perundingan ini di tawarkan dengan salah satu persyaratan pengakuan Belanda
atas kesultanan Jailolo sebagai Sebuah kerajaan Merdeka dan Berdaulat penuh.
Bagi Nuku pengakuan atas Jailolo sebagai salah satu syarat perundingan dan
merupakan suatu kemestian. Menurut adat Sultan Jailolo telah memberikan
persetujuan dari para Bobato Tidore, Bobato Halmahera Timur-Weda, MabaPatani, serta dapat dukungan Halmahera Utara, Jailolo, Sahu, Tobelo, Galela, Raja
Loloda serta Kao, tetapi Belanda menolak Tawaran prasyarat Nuku tersebut.
Sebuah berita tersiar bahwa belanda menolak syarat tersebut, Pasuka
Sultan Jaiololo yang berada di Desa Toniku mulai di mobilisasikan untuk
menggempur Halmahera Utara, Nuku sendiri yang merancang rencana
penyerbuan tersebut. Raja Jailolo Muhammad Arif Billa ditugasi memimpin serta
melaksanakannya, pasukan dan armada perang mulai dikumpulkan di Desa
Toniku, yaitu: 1 Juanga Sultan Jailolo, 1 Juanga putra-putra Sultan Jailolo,
8 Juanga orang Tobelo dan Kao, 6 Juanga dari Loloda, 4 Juanga dari Sahu,
2 Juanga dari Galela, 6 Juanga dari Patani, 6 Juanga dari Weda, 6 Juanga dari
Tidore, dan Juang dari Papua. Adapun tujuan dari penyerangan adalah
memperoleh Legitimasi para Sangaji di Halmahera Utara bagi Sultan Jailolo. Pada
hal Sultan Nuku tidak menyadari bahwa sejak tahun 1635 Jailolo telah lebur dan
menjadi wilayah Kesultanan Ternate yang sudah melakukan pembinaan sehingga
Rakyat di kawasaan Jailolo dan Halmahera Utara mengubah loyalitasnya kepada
Ternate, terutama di kalangan orang Awam dan Suku-suku yang berada di Kao
Pedalaman dan setelah Nuku mengetahui hal ini maka penyerangan pun batal dan
tidak pernah dilakukannya lagi.
Sementara itu, Sultan Ternate Muhammad Yasin mengusulkan kompromi
kepada Belanda di Ternate sehubungan dengan Prasyarat Nuku. Usulan itu adalah
kawasaan Toniku di Pantai Barat Halmahera yang masuk wilayah Tidore yang
ditetapkan sebagai wilayah Jailolo dan rakyatnya diberi izin memperoleh suplai
makanan dari Gane dalam yang masuk dalam wilayah Kesultanan Ternate.
Sejarah mencatat pula bahwa pada tahun 1904-1912 pada masa perang
Kao, seorang panglima yang berasal dari Kao bernama Muhammad Bingkas serta
pengikutnya yang berjuang habis-habisan melawan penjajah (Belanda) dan tidak
pernah menyerah. Mengetahui bahwa panglima Kao ini memberontak maka
Belanda pun mengejar sang panglima. Merasa konsisinya tidak aman maka
Panglima Bangkis bersembunyi di suatu tempat tersembunyi (bahasa Ternate;
toma hiku), dimana pihak Belanda tidak dapat menemukannya. Takdir berkata lain
tempat persembunyian Panglima Kao ini pun akhirnya ditemukan oleh Belanda
yang kemudian menyergapnya. Dalam penyergapan ini Panglima Muhammad
Dari potensi yang ada, potensi perikanan laut merupakan salah satu
potensi yang mendominasi di Desa Toniku, karena Desa Toniku dikenal dimanamana memiliki ciri khas penghasil ikan teri (stolephorus sp.).
terdapat beberapa potensi untuk skala usaha rumah tangga diantaranya: membuat
es bagi yang mempunyai kulkas, menjual pisang goreng, membuat kios-kios kecil
dan lain-lain.
10
Gambar 5. Bagang.
Sedangkan untuk perempuan nelayan, pekerjaanya yaitu manangani hasil
tangkapan ikan yang sudah didaratkan oleh para pekerja di bagang dan pekerjaan
ini merupakan kegiatan rutinitas para perempuan pesisir. Desa Toniku terdapat
kios-kios kecil sebanyak 13 unit dan usaha skala usaha rumah tangga diantaranya:
membuat es bagi yang mempunyai kulkas, menjual pisang goreng dan lain-lain.
Secara umum adalah usaha ikan teri (stolephorus sp.) merupakan usaha
utama yang dilakukan oleh masyarakat, badik dari proses penangkapan hingga
proses pengolahan hasil tangkapan itu sendiri. Disinilah perempuan nelayan
sangat berperan dalam proses pengolahan yaitu manangani hasil tangkapan ikan
yang sudah didaratkan oleh para pekerja di bagang dan pekerjaan ini merupakan
kegiatan rutinitas para perempuan pesisir. Pengolahan itu sendiri diawali dari
pemisahan pemilihan hasil tangkapan sesuai dengan jenis ikan yang didapatkan
lalu dijemur hingga kering atau mengeras, kemudian dapat dikonsumsi atau
diproduksikan keluar desa maupun ke daerah lain di Maluku Utara.
11
1000.000,- s/d 2000.000,-, hingga pendapatan tinggi 3.000.000,- s/d 4000.000,untuk nelayan (bagang). pendapatan petani seperti kelapa (kopra) penghasilan
mereka dalam tiga bulan satu kali panen berkisar 2000.000,- s/d 3000.000,-.
Sedangkan pendapatan perhari rata-rata antara 50.000,- s/d 100.000,-, masingmasing pendapatan warga dapat dari hasil melaut, petani dan tukang ojek.
2.6 Lingkungan Hidup
Toniku merupakan desa yang langsung berhadapan dengan laut sehingga
sangat mendapat ancaman secara alamaiah oleh hidrodinamika atau pergerakan air
laut baik, gelombang, arus dan pasang surut dalam pengikisan atau perombakan
garis pantai sehingga lama-kelamaan pantai desa toniku mengalami abrasi pantai.
Ada beberapa penyangga yang ada di Desa Toniku baik sacara alamiah maupun
buatan manusia. Secara alamiah, Toniku memiliki hutan mangrove di sisi utara
desa dan padang lamun yang bermanfaat untuk meredam gerakan air laut. Ada
pula daerah ekosistem terumbu karang namun berada jauh dari bibir pantai. Hal
ini kerena, pesisi pantai Desa Toniku bersubstrat pasir berlumpur sehingga karang
sulit untuk berkembang atau hidup dalam kondisi itu (sedimentasi yang dapat
menutup polip karang sehingga karang akan mati). Selain itu, ada penyangga yang
dibuat oleh manusia. Upaya pembuatan tanggul ini dilakukan oleh masyarakat
dengan bantuan pemerintah.
2.7 Pembahasan
Dari potensi yang ada, potensi perikanan laut merupakan salah satu
potensi yang mendominasi atau yang cukup besar di Desa Toniku salah satunya
yaitu ikan teri (stolephorus sp.) yang telah memberikan kontribusi penuh dalam
12
13
14
mereka yang keras, masyarakat desa Toniku dalam menghadapi suatu masalah
tidak dengan kekerasan. Terbukti berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Desa
Toniku dalam hal pengambilan kebijakan dengan cara musyawarah secara
kekeluargaan masyarakat untuk menyelesaikan suatu masalah baik masalah
kelompok maupun individu. Proses tersebut biasanya ditinjau dan arahan
langsung oleh ketua-ketua RT kemudian dilanjutkan ke Kepala Desa.
Ibrahim A. Thamrin. (2005), menjelaskan bahwa nelayan gurem (kecil)
pada umumnya merupakan kelompok masyarakat yang paling relatif lama,
walaupun memiliki resiko yang sangat tinggi baik karena kondisi persaingan antar
nelayan serta pendapatan yang tidak pasti. Ini terjadi karena menjadi nelayan
tidaklah semata-mata menjadi mata pencarian, akan tetapi sudah merupakan satusatunya jalan hidup. Karena itu secara umum, para nelayan tersebut akan
mewariskan tradisi menagkap ikan kepada generasi berikutnya walaupun mata
pencarian tersebut bersifat marginal. Ciri-ciri yang sering di hubungkan dengan
masyarakat pedesaan itu memang ada dalam desa-desa di indonesia, secara
sepintas lalu dapat di pelajari dalam kehidupan sederhana masyarakat yang hidup
di sekeliling kita. Pertama-tama orang kota membayangkan orang desa itu sebagai
orang yang bergaul dengan rukun, tenang dan selaras. Dinamika ini banyak di
temui di masyarakat pesisir, pegunungan terpelosok bahkan di tengaah-tengah
hiruk pihuk kota. Adapula berbagai bentuk kehidupan yang berada di laut masih
sulit di pahami oleh kalangan non nelayan. Masyarakat yang berada dalam
komonitas nelayan selalu identik dengan kalangan yang malas, banyak waktu
senggangnya, hanya bermain dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sia-sia.
15
Walaupun demikian kehidupan sosial komonitas nelayan sangat rukun dan kurang
terjadi konflik antara sesama.
Ibrahim A. Thamrin (2006), menjelaskan bahwa cici-ciri masyarakat
pedesaan indonesia di antaranya, konflik dan pertentangan. Kehidupan sosial
warga sangat harmonis, namun sering kali terjadi konflik diantara warga. Hal ini
membuktikan bahwa didesa yang dianggap tempat yang rukun dan damai juga
bisa terjadi konflik diantara warga. Dalam mengkaji masalah nelayan sangat
penting untuk membedakan antara nelayan sebagai status pekerjaan dan dalam
konteks pengelolaan sumber daya perikanan sekali untuk mengklasifikasikan hak
nelayan berdasarkan skala ekonomi menjadi nelayan kecil dan nelayan besar.
Persoalan
mendasar
yang
dihadapi
oleh
nelayan
yang
tingkat
16
Sementara itu kebutuhan papan relatif kurang diperhatikan dan tidak dapat
diwujudkan dalam waktu yang singkat. Kurangnya perhatian terhadap kebutuhan
akan papan dapat dilihat dari kondisi pemukiman nelayan yang jauh dari standar
rumah hunian yang layak (Widodo, 2006).
Perolehan
penghasilan
yang
lebih
dari
cukup
tidak
selamanya
17
sumberdaya (uang, barang dan jasa) melalui pertukaran timbal balik diantara
anggota-anggotanya. Jika jaringan sosial tidak dapat dimanfaatkan lagi istri
nelayan akan menggadaikan atau menjual barang-barang rumah tangga yang
dimilikinya. Sebaliknya bagi rumah tangga nelayan yang tidak memiliki barangbarang yang berharga, jaringan sosial adalah pilihan satu-satunya yang harus
didayagunakan untuk mendapatkan bantuan sumberdaya ekonomi (Fauji Akhmad,
2005).
Karena itulah masyarakat membentuk beberapa lembaga yang kemudian
dapat meringankan beban bersama diantara lain yaitu LPM, lambaga Desa,
kelompok arisan, kelompok pengajian, kelompok usaha, merupakan bentuk dari
pergerakan yang dilkukan oleh masyarakat desa toniku yang bergerak sesuai
dengan fungsinya masing-masing, hal ini sangat terkait dengan penjelasan dari
Rohman Arif et al (2005) yang menjelaskan bahwa, lembaga kemasyarakatan
yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalahmasalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhankebutuhan.
2. Menjaga keuntungan masyarakat
3. Memberikan pengangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengndalian sosial (social control artinya, sistem pengawasan
masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.
Selain itu, lembaga masyarakat merupakan sikap yang mempelajari dari
masyarakat yang mengajarkan bahwa setiap orang semestinya menghormati orang
18
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Potensi perikanan laut merupakan salah satu potensi yang mendominasi
yaitu penghasil ikan teri (stolephorus sp.).
2. Desa yang berada di wilayah pesisir dan juga bisa disebut nelayan dengan
jumlah penduduk 1024 jiwa.
3. Masyarakat Desa Toniku sangat ramah masih mempertahankan adatistiadat yang masih kental sekali, hal ini dapat dilihat dalam partisipasi
masyarakat.
19
3.2. Saran
Diharapkan dapat dilakukan studi mengenai masyarakat pesisir dengan
menggunakan beberapa spesifikasi metode pengamatan dan perancangan yang
layak dan sesuai dengan kondisi desa toniku dengan keahlian yang lebih memadai
dalam melakukan perancangan di lapangan. Sehingga hasil yang diharapkan dapat
dimanfaatkan lebih lanjut dalam pengembangan masyarakat Desa Toniku.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bagi
Kegiatan
Penyuluhan
Pertanian.
Sumber:
http://cybex.deptan.go.id/2011/05/penyuluhan/pertanian-madya.html.
Dikunjungi pada tanggal, 30 maret 2014.
Ibrahim A. Thamrin. 2005. Proses-proses Sosial. Materi kuliah sosiologi
perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Khairun
Ternate.
Ibrahim A. Thamrin. 2006. Cici-ciri Masyarakat Pedesaan Indonesia. Materi
kuliah sosiologi perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Khairun Ternate.
21
Dikunjungi
R.
2012.
Sejarah
Sosiologi.
Sumber:
22