Anda di halaman 1dari 110

BAB IV

HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum

1. Sejarah Singkat Suku Rejang

Suku Rejang atau biasa disebut Tun Jang merupakan salah satu

suku tertua di Pulau Sumatra yang menduduki sebagian besar wilayah

di Provinsi Bengkulu. Menurut Prof. Jaspen yang telah meneliti adat,

budaya dan asal usul suku Rejang selama ± 3 tahun (1959-1962)

menyimpulkan dari bukti-bukti ilmiah yang ada suku Rejang berasal

dari Mongalia. Selain itu menurut Said & Butto dalam Hasan

menyatakan bahwa, istilah Rejang bersumber dari Rhe Jang Hyang,

yakni nama seorang leluhur suku Rejang yang berasal dari Mongolia.

Rhe Jang Hiang dipercaya singgah dan menetap di wilayah

Bengkulu pada tahun 2090 sebelum masehi (SM). Bersama

kelompoknya, Rhe Jang Hiang mendirikan perkampungan di Kutai nuak

yang berada di Napal Putih, Bengkulu Utara. Berdasarkan catatan yang

ada, masyarakat Rejang baru merasakan kesengsaraan penjajahan

Belanda pada tahun 1860. Padahal, wilayah Bengkulu sudah dikuasai

oleh Belanda sejak tahun 1825. Hal itu disebabkan lokasi tempat tinggal

masyarakat Suku Rejang yang berada jauh di pedalaman dan dikelilingi

bukit barisan.

Meski berada di pedalaman, pada kenyataannya perdaban suku

Rejang sudah lebih maju. Salah satu buktinya yaitu adanya

pemerintahan dalam masyarakat Rejang, yang dipimpin oleh 5 orang


Tuwi Kutei. Tuwi Kutei sendiri merupakan kepala kutei atau masyarakat

adat asli yang terdiri dari 10-15 keluarga atau rumah.

Suku Rejang yang terdiri dari 4 mergo atau dikenal dengan

sebutan Jang Pat Petulai yang berarti empat kelompok suku Rejang

yaitu Mergo Bermani atau Bermano, Mergo Bejinggo, Mergo

Sepanjang Jiwo dan Mergo Bimbo. Masing-masing Bang Mego

dikepalai oleh seorang pasirah (pesireak) yang dikoordinir oleh seorang

Rajo (raja). Suku Rejang tersebar di Kabupaten Kepahiang, Kabupaten

Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Lebong dan

sebagian besar wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Suku Rejang

memiliki berbagai macam kebudayaan yang mereka balut dengan

prosesi tradisi untuk memuliakan adat istiadatnya.

Dalam adat Rejang peranan seorang raja sangat penting

terutama dalam prosesi lamaran di dalam susunan upacara perkawinan.

Raja dalam istilah bisa diibaratkan lurah atau camat daerah setempat.

Selain itu, salah satu semboyan yang dimiliki oleh masyarakat

suku Rejang yang menarik ialah tentang semboyan “pat sepakat mo

sepermo” yang dijiwai oleh masyarakat suku Rejang sebagai identitas

kultural yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Rejang dimana

pun mereka berada, dan menjadi aturan hidup bagi mereka dalam

berinteraksi dengan masyarakat lainnya. ‘Pat Sepakat Lemo

Seperno’ melambangkan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat


suku Rejang yang senantiasa berlandaskan musyawarah mufakat

dengan tidak meninggalkan peran pihak Pemerintah.

Lalu ada moto dalam suku Rejang disebut juga dengan ‘Motto

Adat Bumei Sehasen Pat Petulai’ yaitu ‘Adat coa lekang keno panes coa

lapuk keno ujen, ade ndah dalen bekene, ade pelakat dalen tuhun rajo

metok abis macung putus, adat diem nak lem lembago’. Yang berarti

ketentuan adat rejang tidak bisa diganggu gugat aslinya, tidak dapat

ditambah, dikurangi dan ditolak berdasarkan ketentuan hukum adat

Rejang tahun 1628 oleh empat bikeu asal Rejang dan Kerajaan

Majapahit. Lalu ketentuan itu diralat kembali melalui buku Sumbur

Cahaya oleh Belanda tahun ± 1880.

Sejarah kedatangan masyarakat Rejang ke tanahnya yang

sekarang secara umum dipercayai sama dengan kedatangan masyarakat

penutur bahasa Austronesia lainnya. Rejang diyakini berasal dari suatu

daerah di utara Kepulauan indonesia saat ini. Beberapa menyebut

wilayah tersebut sebagai Hindia Belakang.

Dalam Kebudayaan Rejang karya Ekorusyono, disebutkan

bahwa sekurang-kurangnya abad ke-2 Masehi, nenek moyang Rejang

berlayar melintasi lautan dan menepi di pesisir barat Sumatra. Mereka

lalu menduduki daerah hilir Sungai Ketahun sebelum akhirnya terus

menyusuri sungai tersebut hingga sampai ke wilayah Lebong, yang kala

itu dinamai Renah Sekalawi.


Prof. McGinn mengemukakakn hipotesisnya mengenai asal-

usul bangsa Rejang. Sebelum ke Sumatra, nenek moyang Rejang

diperkirakan singgah sekian lama di Kalimantan (Sarawak), sebelum

kemudian menyeberang ke Sumatra melalui Bangka dan mendarat di

Sungai Musi. Mungkin karena faktor keamanan dan penaklukkan, nenek

moyang Rejang terus menyusuri Sungai Musi serta Sungai Rawas

hingga ke hulu. Kelompok yang berhasil adalah yang menyusuri ke Ulu

Rawas dan sampai di daerah Topos (Tapus) yang dipercaya sebagai

permukiman Rejang tertua Kawasan Ulu Rawas dan daerah Bukit

Barisan (sebagian masuk dalam Taman Nasional Kerinci

Seblat merupakan kawasan yang sarat akan peninggalan arkeologis dan

artefak, baik dari masyarakat Rejang, maupun masyarakat rumpun

Melayik seperti Semende dan lainnya.

Setelah mencapai wilayah Rejang yang sekarang, nenek

moyang Rejang tidak langsung mengenal pertanian atau perladangan.

Kehidupan mereka bercirikan seminomaden, mengumpulkan makanan

atau meramu, dan sifatnya genealogis. Kemudian seiring semakin

majunya masyarakat, ciri kehidupan seminomaden masih berlangsung

dan perlahan-lahan menghilang. Kegiatan mengumpulkan makanan

mulai berganti dengan perladangan dan akhirnya persawahan, keluarga

luas mulai terkonsep dan dikenal dengan sebutan pêtuloi atau pêtulai.

Masyarakat Rejang pada tahap ini sudah mulai membentuk

permukiman tetap dalam bentuk talang yang di kemudian hari berubah


menjadi kutai. Baik pêtuloi maupun kutai, sama-sama masih bersifat

genealogis. Kutai nantinya digantikan oleh sistem marga yang

dikenalkan Belanda. Kutai yang semula berdiri sendiri sebagai kesatuan

wilayah otonom, menjadi daerah bawahan marga dan marga pada

akhirnya lebih menonjolkan sifat teritorial (persekutuan berdasarkan

kewilayahan) dibanding sifat genealogis (persekutuan berdasarkan

hubungan darah)

Pada tahun 1818 Thomas Stamford Raffles yang saat itu

menjabat sebagai Gubernur Jenderal Bengkulu mengunjungi beberapa

daerah di Bukit Barisan, meliputi wilayah Rejang, Serawai, dan

Besemah. Kunjungannya diikuti beberapa misionaris Protestan, yang

upaya penginjilannya tidak berhasil, terkecuali mendapat beberapa

jemaat di kawasan Tanjung Sakti di Ulu Manna. Ketidakberhasilan

dalam usaha menginjilkan suku-suku di Bukit Barisan boleh jadi

disebabkan karena mereka sudah memeluk agama Islam, walaupun

dalam praktiknya masih tercampur dengan adat istiadat dan kepercayaan

lama.

Pada pertengahan abad ke-19, Tanah Rejang bagian dari Hindia

Belanda menyusul perjanjian antara pihak Hindia Belanda dengan

penguasa Rejang di Topos. Penguasaan atas Tanah Rejang ini

melengkapi penguasaan Belanda di Bengkulu yang dimulai pada 6

April 1825 khususnya pada wilayah pesisir. Ada pun wilayah

pedalaman termasuk wilayah huni suku Rejang tidak tersentuh oleh


Belanda hingga sekurang-kurangnya 1860-an. Ketika Tanah Rejang

diduduki Belanda, pihak Belanda menuliskan beberapa laporan tentang

masyarakat Rejang, termasuk pembagian masyarakatnya ke dalam lima

marga dengan pemimpin masing-masing.

Masuknya Belanda mempengaruhi adat istiadat setempat.

Budaya asli Rejang terganggu dan mulai mengalami penurunan.

Belanda juga memulai serangkaian proyek perkebunan dan pertanian

skala besar dengan pembangunan irigasi, serta pertambangan emas di

wilayah Lebong. Kekurangan tenaga kerja dan ketidakmauan penduduk

Rejang untuk menjadi kuli menyebabkan Belanda mendatangkan ribuan

pekerja kebun dan tambang dari Jawa

2. Sejarah Singkat Kabupaten Kepahiang

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal

18 Agustus 1945 sampai dengan tahun 1948, Kepahiang tetap menjadi

ibukota Kabupaten Rejang Lebong dan menjadi ibukota perjuangan

karena mulai dari pemerintahan sipil dan seluruh kekuatan perjuangan

terdiri dari Laskar Rakyat, Badan Perlawanan Rakyat (BTRI dan TKR

sebagai cikal bakal TNI juga berpusat di Kepahiang

Pada tahun 1948 terjadi aksi Militer Belanda ke II, maka untuk

mengantisipasi gerakan penyerbuan tentara Belanda ke pusat

pemerintah dan pusat perlawanan ini, seluruh fasilitas yang ada terdiri

dari ; Kantor Bupati, Gedung Daerah, Kantor Polisi, Kantor Pos dan
Telepon, penjara serta jembatan yang akan menghubungkan Kota

Kepahiang dengan tempat lainnya semua dibumihanguskan.

Tahun 1949 Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong berada

dalam pengasingan di hutan dan waktu penyerahan kedaulatan dari

Pemerintah Belanda ke Republik Indonesia yang dikenal dengan istilah

kembali ke Kota, maka Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong tidak

dapat kembali ke Kota Kepahiang karena seluruh fasilitas telah

dibumihanguskan maka seluruh staf Pemerintah menumpang di Kota

Curup yang masih ada bangunan Pesanggrahan di tempat Gedung

Olahraga Curup sekarang

Tahun 1956, Curup ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten

Rejang Lebong berdasarkan Undang-Undang dan sejak itu pula

Kepahiang menjadi ibukota Kecamatan sehingga hilanglah Mahkota

Kabupaten dari Kota Kepahiang.

Para tokoh masyarakat Kepahiang pernah memperjuangkan

Kepahiang menjadi ibukota Propinsi dan Kota Administratif (Kotif) tapi

tidak berhasil. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999, maka terbukalah peluang bagi Kepahiang untuk menjadi

Kabupaten kembali. Sejak Januari 2000 oleh para tokoh dan segenap

komponen masyarakat Kepahiang baik yang berada di Kepahiang

maupun yang berada diluar daerah, baik yang berada di Curup,

Bengkulu, Jakarta, Bandung dan kota-kota lainnya bersepakat untuk

mengembalikan mahkota Kepahiang sebagai Kabupaten kembali


sebagai realisasi dari kesepakatan bersama para tokoh masyarakat

Kepahiang, maka dibentuk Badan Perjuangan dengan nama Panitia

Persiapan Kabupaten Kepahiang (PPKK). Sebagai tindaklanjut dari

Badan Perjuangan tersebut maka secara resmi Panitia Persiapan

Kabupaten Kepahiang (PPKK) telah menyampaikan proposal

pemekaran Kabupaten Kepahiang kepada ; Bupati Kepala Daerah

Rejang Lebong, DPRD Kabupaten Rejang Lebong, Gubernur Bengkulu,

DPRD Propinsi Bengkulu dan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia di Jakarta.

Merebut kembali Mahkota Kepahiang ini memang tidak

semudah membalikkan telapak tangan demikian kata pepatah, walaupun

untuk Propinsi Bengkulu, Kepahiang merupakan daerah yang pertama

memperjuangkan pemekaran tetapi terakhir mendapat pengesahan

karena Kabupaten Induk (Rejang Lebong) tidak mau melepas

Kepahiang ini karena Kepahiang merupakan daerah yang paling

potensial di Rejang Lebong.

Kepala Daerah Pertama untuk Kabupaten Kepahiang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor : 131.28-8 Tahun 2004

tanggal 6 Januari 2004 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati

Kepahiang Propinsi Bengkulu, dan telah dilantik oleh Gubernur

Bengkulu atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 14 Januari

2004, Ir. Hidayattullah Sjahid, MM. Sampai dengan saat ini Kabupaten

Kepahiang telah dipimpin oleh 3 orang Kepala Daerah, yaitu :


a. Hidayatullah Sjahid, MM, periode 14 Januari 2004 s/d 29 April

2005, sebagai Penjabat Bupati Kepahiang (Caretaker).

b. Husni Hasanuddin, periode 30 April 2005 s/d 6 Agustus 2005,

sebagai Penjabat Bupati Kepahiang (Caretaker).

c. H. Bando Amin C, Kader. MM, periode 6 Agustus 2005 s/d 6

Agustus 2010, sebagai Bupati Kepahiang Defenitif berdasarkan

Hasil Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kepahiang Tahun 2005.

d. Ir. Hidayattullah Sjahid,MM, periode 2016 – 2021

Kota Kepahiang sejak zaman penjajahan Belanda dikenal

sebagai ibukota Kabupaten Rejang Lebong yang pada waktu itu disebut

afdeling Rejang Lebong dengan ibu kotanya Kepahiang. Pada zaman

pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun, Kepahiang tetap

merupakan pusat pemerintah Kabupaten Rejang Lebong.

Akhirnya dengan kesungguhan dan keikhlasan para pejuang

Kabupaten Kepahiang, maka Mahkota Kepahiang yang hilang dapat

direbut kembali bagai pinang pulang ketampuknya pada tanggal 7

Januari 2004 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta

berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang

Pembentukan Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang di Propinsi

Bengkulu.

Kota Kepahiang sejak zaman penjajahan Belanda dikenal

sebagai ibukota Kabupaten Rejang Lebong yang pada waktu itu disebut
afdeling Rejang Lebong dengan ibu kotanya Kepahiang. Pada zaman

pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun, Kepahiang tetap

merupakan pusat pemerintah Kabupaten Rejang Lebong.Akhirnya

dengan kesungguhan dan keikhlasan para pejuang Kabupaten

Kepahiang, maka Mahkota Kepahiang yang hilang dapat direbut kembali

bagai pinang pulang ketampuknya pada tanggal 7 Januari 2004 yang

diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta berdasarkan Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lebong

dan Kabupaten Kepahiang di Propinsi Bengkulu.

3. Letak Geografis Kabupaten Kepahiang

Gambar 5. Peta Kabupaten Kepahiang


Kabupaten Kepahiang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi

Bengkulu, Indonesia. Kabupaten Kepahiang merupakan kabupaten hasil

dari pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. Ibukota Kabupaten

Kepahiang adalah Kepahiang. Secara administratif, Berada pada jarak

secara administratif ± 84,1 km dari pusat pemerintahan Provinsi

Bengkulu. Kawasan ini terbagi menajdi 8 kecamatan, 12 kelurahan dan

105 desa yang rinciannya sebagai berikut.

a. Kecamatan Kepahiang yang dipimpin oleh Gunawan Supriadi, S.IP

dan terdiri dari 7 kelurahan serta 16 desa.

b. Kecamatan Bermani Ilir yang dipimpin oleh Hermansyah T SSos

dan terdiri dari 1 kelurahan serta 18 desa.

c. Kecamatan Ujan Mas yang dipimpin oleh Fajar S.Pd dan terdiri dari

1 kelurahan serta 16 desa.

d. Kecamatan Tebat Karai yang dipimpin oleh Renal Saputro, SP, MP

dan terdiri dari 1 kelurahan serta 13 desa.

e. Kecamatan Merigi yang dipimpin oleh Wahid, S.Sos dan terdiri dari

1 kelurahan serta 7 desa.

f. Kecamatan Kabawetan yang dipimpin oleh Yunanto Budi Nugroho,

S.Hut dan terdiri dari 1 kelurahan dan 14 desa.

g. Kecamatan Seberang Musi yang dipimpin oleh Drs. Idris dan terdiri

dari 13 desa.

h. Kecamatab Muara Kemumu yang dipimpin oleh Mashuri Renoldi,

M.Pd dan terdiri 8 desa.


Luas wilayah Kabupaten Kepahiang mencapai lebih kurang

66.500 hektar atau 665 kilometer persegi. ecara astronomis, Kabupaten

Kepahiang terletak antara 101°55’19 “ sampai dengan 103°01’29”

bujur timur (BT) dan 02°43”07” sampai dengan 03°46’48” Lintang

Selatan (LS). Sementara jika dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten

Kepahiang memiliki batas-batas: Utara - Kabupaten Rejang Lebong;

Selatan - Kabupaten Bengkulu Tengah; Barat - Kabupaten Bengkulu

Tengah dan Rejang Lebong; Timur – Propinsi Sumatera Selatan.

Secara geografis Kabupaten Kepahiang terletak pada dataran

tinggi pegunungan Bukit Barisan, dengan ketinggian di atas 250 m

sampai lebih dari 1.600 meter dari permukaan laut (dpl) yang dapat

dirinci sebagai berikut: berbukit seluas 19.030 hektar (28,20 persen),

bergelombang sampai berbukit seluas 27.065 hektar (40,70 persen),

datar sampai bergelombang seluas 20.405 hektar (31,10 persen).

Kemudian, berdasarkan tekstur tanah, sebagian besar luas wilayah

Kabupaten Kepahiang bertekstur sedang seluas 35.579 hektar atau

sebesar 53,54 persen dari total luas Kabupaten Kepahiang, sedangkan

yang bertekstur halus seluas 22.621 hektar atau sebesar 34,03 persen

dan sisanya seluas 8.262 hektar atau sebesar 12,43 persen bertekstur

kasar.

Secara geografis, Kabupaten Kepahiang yang terletak di dataran

tinggi mempunyai iklim yang sejuk. Suhu udara rata-rata di Kabupaten

Kepahiang tidak lebih dari 25 0C, dengan jumlah curah hujan tertinggi
pada tahun 2018 terjadi di Bulan November, terendah di Bulan

Juli.pada tahun 2021, jumlah penduduk Kabupaten Kepahiang

sebanyak 149,7 ribu jiwa.

4. Latar Belakang Masyarakat Suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

Kepahiang adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Bengkulu

Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Rejang Lebong. Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39

Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lebong dan Kabupaten

Kepahiang di Propinsi Bengkulu diresmikan oleh Menteri Dalam

Negeri di Jakarta pada tanggal 7 Januari 2004.

Masyarakat Kepahiang mayoritas suku yang banyak dianut

adalah Suku Rejang. Selain suku Rejang, wilayah ini dihuni suku

pendatang seperti Jawa, Minangkabau, Sunda, Batak, Palembang dan

Cina. Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian

Kabupaten Kepahiang karena merupakan sektor utama yang

memberikan peranan terbesar dalam pembentukan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2021 peranan sektor pertanian

terhadap PDRB Kabupaten Kepahiang adalah 40,72 persen (angka

sangat sementara). Dengan nilai nominal 1.933 milyar rupiah (atas

dasar harga berlaku). Cakupan kegiatan pertanian terdiri dari beberapa

jenis kegiatan yaitu pertanian, peternakan, perburuan dan jasa

pertanian, kehutanan dan penebangan kayu serta perikanan.


Dukungan luas wilayah dan kondisi lahan di Kabupaten

Kepahiang terhadap komoditas tanaman perkebunan menjadikan

wilayah ini banyak yang dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan.

Komoditi andalan yang dihasilkan antara lain kopi. Pada tahun 2021,

komoditas tersebut mempunyai produksi masing-masing 19.518,6 ton,

mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2020.

Kekayaan adat di daerah Kepahiang saat ini masih banyak di

sana, ada tempat peninggalan sejarah adat rejang tersebut, baik berupa

benda maupun tatanan budaya adat rejang. Dalam penelitian ini yang

akan diteliti yaitu masyarakat asli suku Rejang Kabupaten Kepahiang

yaitu Perubahan Busana Pengantin Wanita Tradisional Suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

5. Kebudayaan Masyarakat Suku Rejang Kabupaten Kepahiang

Kabupaten Kepahiang berdasarkan perkembangan sejarah sama

dialami oleh penduduk mayoritas berkebudayaan Rejang. Secara adat

orang Rejang diakui oleh penduduk asli setempat, dikarenakan

dominannya adalah orang Rejang dan kebudayaan Rejang adalah

melekat kedalamnya. Menurut tambo sistem adat Rejang bermula dari

Semasa tuan biku menjadi raja di daerah Suku Rejang ini, maka

mereka itu membimbing Suku Rejang itu untuk bercocok tanam.

Terutama menanam padi di sawah maupun di ladang. Sebelum itu,

suku Rejang ini makan jagung dan tales. Sebab mereka belum

mengenal nasi.
Tentang adat istiadat Rejang yang sudah ada itu, mereka ikuti

saja. Tidak ada yang mereka ubah. Mereka hanya membuang adat

yang tidak baik. Mana yang kurang baik, maka ditambahnya agar

menjadi lebih baik. Seperti gawal. Tiada dibunuh lagi. Melainkan

membangun. Artinya, kesalahan itu boleh dibayar dengan emas atau

uang. Tiada dibayar dengan jiwa.

Yang menjadi pokok adat bangsa Rejang masa itu hingga

karang banyak sekali. Pertama, membunuh, membangun (Membunuh

yang tidak disengaja). Artinya kalau membunuh orang, hukumnya si

pembunuh membayar bangun kepada family si korban yang mati itu

dengan emas, perak atau uang. Kedua, salah berutang. Artinya, tiap-

tiap kesalahan terpikul oleh yang bersalah sendiri. Ketiga, Gawal

mati. Artinya, tiap-tiap seseorang melakukan kejahatan yang maha

besar atau yang dilarang keras oleh adat dihukum mati atau dibunuh.

Keempat, meloekai menepoeng. Artinya, memberi uang atau

emas kepada orang yang dilukai . Kelima, Selang, berpoelang.

Artinya, tiap barang yang dipinjamkan dikembalikan. Keenam,

soearang berbagi. Artinya, barang yang diperoleh bersama-sama harus

dibagi sama rata atau sama banyak. Ketujuh, boeroek poear aling

djiloepoeng. Artinya, patah tumbuh hilang berganti. Artinya, tiap-tiap

yang hilang mesti dicari gantinya. Mati suami, saudara suami akan

jadi gantinya. Mati istri, saudara istrinya akan jadi gantinya


(mengganti tikar). Mati raja dipilih gantinya. Selain daripada itu, ada

juga adat bujang gadis, aturan harta dan pusaka-pusaka.

6. Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang

Adat istiadat perkawinan merupakan bagian dari kebudayaan

yang ada di Kepahiang, Bengkulu. Di dalam adat perkawinan

masyarakat Kepahiang dilakukan melalui beberapa tahapan.

Tahapan-tahapan tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai serta makna

yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan wawancara peneliti pada

tanggal 15 November 2022 dengan Bapak Gusti Santoso selaku Ketua

Lembaga Adat Rejang Kepahiang di Kepahiang sebagai berikut:

Kalau secara adat, suku Rejang ini memang sudah turun

temurun dari dahulu. Sehingga, untuk masalah yang berkaitan dengan

perkawinan ini sudah banyak pengaruh dengan yang lain dan suku lain.

Tapi secara umum, dalam konsep Rejang itu, yang berkaitan masalah

perkawinan yang jelas bahwa adat Rejang itu “Adat Bersandi Syarak,

Syraka Bersandi Kitabullah” yang ingin dikuatkan saat ini. Sehingga

adat itu juga merupakan suatu bagian utnuk penerapan yang tertera

dalam kitab Allah SWT.

Maka dalam sistem perkawinannya, hubungan antara laki-laki

dan perempuan. Yang pertama, memang karena sakral, tidak boleh

sembarang. Yang jelas, untuk yang berkaitan dengan hubngan laki-laki

dan perempuan maka sangat-sangat dijaga. Misalnya laki-laki tidak


boleh sembarangan dengan wanita yang bukan muhrimnya dan juga

sebaliknya. Maka, apabila mereka ingin bertamu kerumah tidak boleh

berdua saja dan harusnya ditemani oleh salah seorang anggota keluarga

menemaninya. Kemudian apabila mereka ada keseriusan untuk

menikah, maka :

1. Lamaran.

Pada saat melamar, biasanya di isyaratkan ada hal yang

ditinggalkan oleh laki-laki. Ditinggalkan berupa tanda, bahwa laki-

laki ada niat yang baik kepada wanita itu. Baru kemudian laki-laki

itu melapor ke keluarganya dan juga bila ada persetujuan dari pihak

wanitannya baru pihak keluarga laki-laki menemui pihak keluarga

wanita. Biasannya di keduabelah pihak disertakan dengan

perangkat adatnya. Biasanya membawa berupa bakul sirih sebagai

tanda adatnya.

2. Menanyakan Tanggal

Kemudian yang kedua tadi menanyakan tanggal. Jika

benar-benar tanda itu ada. Berarti akan ditindak lanjuti hubungan

antara laki-laki dan perempuan tadi.

3. Rembuk Rasan

Lalu, rembuk rasan. Rembuk rasan itu biasanya ada. Rasan

bekulo, itu bagian-bagian yang akan melibatkan perangkat-

perangkat baik yang sejarah lama ada rajanya, ada ketua bathinnya,

ada bagian adatnya sendiri. Disanalah nanti dirembukan yang


berkaitan dengan apa yang akan di maksudkan oleh pihak laki-laki

pihak perempuan misalnya memberikan uang bantuan kemudian

memberikan perjanjian. Kemudian ada perjanjian adatnya.

Disitulah akan diresmikan oleh pihak raja atua pemerintah.

Misalnya nanti apabila pihak laki-laki membatakalkan rencana

perkawinan dari pertunangan tadi maka uang itu akan hangus.

Apabila pihak perempuan yang membatalkan maka uang

itu akan kembali lipat. Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan

misalnya ada kematian. Itu bisa dimusyawarahkan selanjutnya

akan dirembukan. Lalu kemudian disepakati hari H untuk

pelaksannan perkawinan terebut. Setelah kesepakatan hari

perkawinan baru pelakasanan kegiatan perkawinan di desa,

umumnya di pihak perempuan. Dan disanalah kemudian dilakukan

kembali upacara adat.

4. Pelaksanaan Upacara Adat Perkawinan

Dalam upacara adat perkawinan. Baik acara menyambut

tamu Tamu disongsong. Pihak laki-laki akan dsongsong oleh pihak

perempuan.

5. Tegur Sapa

Kemudian setelah sampai di tempat perkawinan,

diacarakan upacara adat berupa sambutan dari tegur sapa dari pihak

perempuan.
6. Penyampaian Maksud dan Tujuan

Setelah tegur sapa baru kemudian dilaksankan juga ucapan

maskud dan tujuan peleksanaan.

7. Penyerahan Calon Pengantin Laki-Laki

Kemudian penyerahan calon pengantin laki laki ke phak

pemertintah atau adat setempat. Pemetintah dan adat setempat baru

kemudian menyerahkan calon tadi kepihak penghulu. Baru pihak

penghulu melaksanakan kegiatan perkawinan tersebut. Yang jelas

sah secara adat maupun sudah perkawinan oleh penghulu. Dan

yang di komandani atau dipimpin oleh penghulu.

8. Menikahkan

Lalu wali pihak wanita menikahkan anaknya dengan pihak

laki-laki baru sah. Perkawinan itu sendIri dari awal sampaikan

bahwa menggunakn semendo rajo-rajo. Semendo rajo rajo artinya

apabila terjadi perkawinan itu pihak laki-laki maupun kedua

mempelai, kedua pasangan, pengantin baru tadi boleh memilih

untuk tinggal ditempat mertuannya ataupun tinggal ditempat lain

yang mereka anggap cocok untuk kehidupan mereka berdua.

Sementara menurut Abdul Ma’an selaku Ketua Badan

Musyawarah Adat (BMA) Kelurahan Pensiunan mengemukakan

bahwa adat istiadat perkawinan Rejang disebut dengan Adat

perkawinan Tiang Pat. Penjelasannya sebagai berikut.


1. Pengideak

Pada zaman dahulu, hubungan antara muda dan mudi

di dahului dengan perkenalan lewat: bersaer, sambai, sampai

dengan pada tukar menukar kain atau selendang tangan dan

seturnya, hingga terjalin cinta, yang disebut opot jurus. Barang

dipertukkan tersebut disebut dengan barang pengideak.

2. Mpek Tando

Kelanjutan dari tukar menukar barang (mideak),

akhirnya si pemuda menyampaikan hasratnya, demikian pula

si pemuda hingga si pemuda meletakan tanda cintai untuk

selanjutnya ingin melamar dengan melatakan barang sebagai

bukti, melaluui si pemuda langsung atau pakai perantara:

a. Selepeak ngen cuk ulew

b. Dalamnya uang atau emas, untuk disampaikan pada orang

tua pemudi.

Ada pula yang memakai sarung panjang, dalamnya ada

uang atau emas, cincin, rantai ada pula emas saja. Biasanya

tanda tersebut disampaikan pada ibu pemudi, si ibu

membicarakan pada bapak si pemudi, yang kemudian

dibacarakan pula pada sanak family. Kalau cinta ditolak, maka

tanda tersebut dikembalikan kepada si pemuda, berarti

lamaran ditolak.
Kalau lamaran diterima, orang tua gadis memberi

jawaban: minta agar orang tua si pemuda datang. Kedatangan

orang tua si pemuda pada umumnya memakai perantara

terlebih dahulu, untuk mendengarkan bagaimana yang

dikehendaki oleh pihak keluarga si pemudi. Sesudah itu baru

orang tua si pemuda datang menemui ibu si pemudi untuk

membicarakan permintaan tadi. Kalau persesuaian antara

kedua belah pihak diperoleh, yang berarti pihak si pemuda

menyanggupi apa-apa yang dikehendaki pihak pemudi, maka

pihak si pemudi menyampaikan berita ini pada sanak

familinya.

Sering pula terjadi, karena permintaan pihak si pemudi

tidak terangkat oleh pihak pemuda hingga lamaran itu

dikembalikan terhadap lamaran yang diterima sesudah

perembukan dengan family-familinya, lalu ditetapkan

hari/malam akan diadakan perembukan perasanan dengan

mengumpulkan kutai. Pihak si pemudi memberitahukan

rencana tersebut pada kepala dusun dan kepala dusun

menunjukan seseorang rasan, sebagai lawan juru rasan dari

pihak si pemuda

3. Basen (Melamar)

Setelah kepala dusun menetapkan juru rasan, pihak si

pemudi menguraikan satu per satu permasalahan pada uru


rasan baik kedudukan si pemuda permintaan si pemudi.

Rombongan pihak si pemuda, sudilah pula ditetapkan.

Rombongan dari dusun yang sama (satu dusun) dituai

oleh seorang yang dianggap sebagai pimpinan rombongan,

turut pula gadis/bujang, tua wanita serta rasannya, kepala

dusun berada di pihak si pemudi. Kalau si pemuda berasan

dari dusun lain, maka dalam rombongan pihak si pemuda turut

pula kepala dusun. Sebelum keberangkatan rombongan utusan

pihak si pemuda berkumpul terlebih dahulu dirumah pihak

pemuda, dan waktu itu dijelaskan oleh orang tua si pemuda

dihadapan tamu-tamu, apa-apa yang diminta pihak pemudi,

kedudukan permintaan si pemudi sendiri antara lain:

a. Uang antaran sebanyak Rp…………………

b. Kambing atau sapi atau kerbau sekian ekor.

c. Beras sekian kaleng………

d. Gemuk manis, pel geak pe eak.

e. Keris, selpeak cuk ulew, selimut.

f. Permintaan si pemudi antara lain alat sepemakai,cincin

atau rantai sekian gram.

g. Uang kercak-kercik:

1) Uang sarak kundang

2) Uang tiang kule

3) Piun (rokok)
4) Uang rajo, keseluruhannya tanggungan pihak

pemuda.

h. Pemberian pihak pemuda diluar permintaan pihak

pemudi.

Semua permintaan ini dibawa sekaligus atau sebagian

saja, menurut perundingan kedua belah pihak. Yang biasanya

dibawa saat melamar adalah poin a, e, f, g dan h, disertai bokoa

iben adat (bakul sirih adat), sedangkan yang lainnya diberikan

menjelang pernikahan.

Kedudukan si pemuda:

a. Semendo it, cat bubung gitei bubung.

b. Semendo temakep buung tebang.

c. Semendo tekemok anok.

d. Semendo misai utang.

e. Semendo beuk lai.

f. Semendo langew ijo.

g. Semendo rajo-rajo.

h. Beleket.

Di rumah pihak si pemudi telah siap menunggu

kedatangan pihak tamu, sebagai utusan. Yang menunggu

terdiri kepala dusun, tua-tua suku, peg sarka, cerdik pandai

dan juru rasan, tua bujang dan lain-lain. Setelah tetamu


rombongan utusan dipersilahkan mengambil tempat masing-

masing, lalu istirahat sebentar.

1) Iben Minoi Izin

Juru rasan menghadap kepala dusun meminta izin

akan melakukan tegur sapa terhadap tetamu sebagai

utusan. Sebelum berbicara dengan kepala dusun terlebih

dahulu mengunjuk sirih, diiringi dengan pembicaraan.

Adapun istilah, peribahasa, pepatah dalam meminta

izin, berbagai macam tata caranya, terutama bergantung

dengan keahlian dari juru rasan itu, Menyusun kata-kata,

hingga lain lubuk lain pula ikannya. Di sini dijelaskan

beberapa saja karena istilah-istilah, peribahasa, kata sastra

Rejang dikaitkan pula dengan keadaan alam disekitarnya,

hingga indah dalam penuturanya, timbul pula kesulitan

untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia,

diantaranya tidak terdapat dalam kata/bahasa Indonesia.

Yang dikemukakan hanya beberapa saja yang kata-

katanya agak mudah diterjemahkan, dapat dimengerti.

Demikian pula terdapat dalam kata-kata iben

penaak/tegur sapa, diambil beberapa saja sebagai contoh,

dalam mengikutinya. Apalagi dalam bahasa pengantar

suku Rejang terdapat berbagai bahasa dalamnya.

Termasuk pula kata variasi yang menyubt-nyebut nama


dari jenis tumbuhan dan tanaman seperti kata: ilang pekik

kelitang, lengit cetung redap sebuah, sepatah melokon go

dong jagung, dan sebagainya.

2) Iben Penaak

Setelah juru rasan dari pihak si pemudi mendapat

izin dari kepala dusun untuk monjoak iben penaak,

terlebih dahulu, menanyakan pada ketua rombongan yang

datang, kepada siapa sirih disampaikan. Setelah diketahui

kepada siapa sirih ditujukan, lalu juru rasan dari pihak si

pemudi, mengunjuk sirih sambal bersalaman. Selesai

bersalaman lalu berbicara diantaranya yang sering

dipakai.

Setelah selesai penyampaian kata sambutan dari

yang mewakili ahli rumah (juru rasan) oleh wakil tamu

(juru rasan yang datang) sirih diambil, sambal

mengatakan iben keme temimo dan mengatakan pada

rombongannnya tegur sapa telah ia terima.

a) Iben (sirih lengkap)

Dikatakan sirih lengkap bila ada kapur, getah

gambir, piang, tembakau dan daun sirih. Menurut

adat, setiap pembukaan pembicaraan adat selalu

memakai sirih, begitu pula pada penutupnnya.

Sirih ada 5 macam dengan namanya sendiri-sendiri:


- Sirih sebenarnya sirih (maksudnya tertentu saja)

- Sirih punjung (dipakai dalam menyelesaikan

permasalahan subang 1,3, 5, 7 dan 9)

- Sirih cepalo (tidak berbekas)

- Sirih lengguwai (pakai bunga rampai di

bawahnya)

- Sirih cerano (sirih untuk tamu-tamu agung)

Yang dikatakan memakai piring dulang adalah

piring besar (ada yang berwarna putih, kesemuanya

dari porselin).

Untuk gadis dan bujang ada bakulnya tersendiri

yang dinamakan bakul bujang gadis, bakul ukiran

yang dibuat begitu rupa dari bahan singe atau yang

disebut bokoa bungai dan lain-lain,

Adapula bakul sirih sembah sujud, sebagai

pengantar pengantin memakai bakul sirih biasa, dan

waktu melaksanakan sembah sujud memakai

porselen, sirih diletakan dalam piring

Nama-nama bokoa iben (bakul sirih):

- Bokoa (bakul) iben adat

- Bokoa iben biasa

- Bokoa iben bujang gadis


- Tukeng

- Sorok

- Lengguwai

- Iben sembeak sujud

b) Mengiben (monjok iben)

Sirih sebagai bukti penghormatan,

persahabatan dan persaudaraan diberikan kepada:

- Tamu aguang/terhormat

- Tamu-tamu dalam rangka persamaan bujang

gadis.

- Penjemputan anak sangei.

- Mengajak bujang gadis sebagai tamu masuk

balai untuk menari kejai.

- Kedatangan rombongan pengantin

- Rombongan yang membawa sumbangan atau

bantuan saat perhelatan.

- Pengantin pada waktu acara penggantian nama

panggilan sesudah pernikahan.

3) Sawo Niyoa

Selesai memberikan jawaban, maka oleh ahli rumah

dikeluarkan beberapa piring sawo kelapa (kelapa agak

muda diparut dan diatasnya diletakkan gula merah yang

diparut yang disebut sawo nyioa), serta beberapa gelas air


kelapa. Kemudian juru rumah, mengatakan pada tamu,

untuk mengajak minum.

4) Menyampaikan Maksud

Selanjutnya pihak juru rasan pihak pemuda minta

izin kepada kepala dusun, untuk menyampaikan maksud,

dengan menjelaskan dan menanyakan pada kepala dusun

sebagai berikut:

- Nepandang nak padang

- Denong nak imbo

- Tenangeak nak langet

- Teninjaeu nak pulew

- Tenting nak arus

- Dendak nak ombak

- Kendong nak tenong

- Jenjak ngen satang

- Benicik bi ndik

Yang maksudnya kepada siapa akan ia bicarakan,

menyampaikan maksudnya itu, karena kalau dilihat

semua tahu, tapi tidak mungkin, sudah tentu telah

ditetapkan orangnya. Adapun cara meminta izin pada

kepala dusun sama halnya dengan meminta izin seperti

disebutkan di atas hanya ada perbedaanya atau tambahan

untuk menemui dan merundingkan tentang


kemauan/keinginan dari pihak si pemuda sebagai mana

telah disetujui oleh orang tuanya. Sebagai jawaban atas

pertanyaan juru rasan tersebut di atas, kepala dusun

menujuk orang yang akan ditemuinya, untuk melanjutkan

pembicaraan dan perundingan.

5) Menutup perasasanan dengan sawo bitei dan punjung

Pada akhir pertemuan setelah mengambil keputusan

bersama yang menjadi keputusan kutai, maka tiba saatnya

santap malam atau siang bersama. Juru rasan pihak

wanita menyampaikan kata pengantar perjamuan yang

isinya bersyukur telah tercapai kesepakatan, untuk itu

tuan rumah (puko umeak) akan menghidangkan makan

bersama ditutup dengan do’a. untuk ungkapan terima

kasih dan rasa hormat kepada kutai dan pihak-pihak

lainnya, maka disiapkan sawo (ketan putih dicetak dalam

cangkir di atasnya diletakan kelapa parut yang telah

dimasak dengan gula merah).

Sawo tersebut dinamakan sawo bitei yang berfungsi

sebagai materai dalam setiap keputusan kutai. Sebagai

teman sawo bitei adalah punjung adalah nasi putih

secukupnya yang dicetak dalam mangkok yang di atasnya

diletakan gulai paha ayam. Sawo bitei dan punjung harus

selalu berpasangan untuk semua perasanan (basen,


mengantinkan, menengak tarup, penyelesaian,

masalah/sengketa) yang memanggil kutai (kepala

kampung, kepala adat, pegawai sarak, ketua suku, cerdik

panai, pakar adat)

B. Temuan Khusus

Sesuai dengan yang telah diuraikan dalam BAB III maka pada

bagian ini peneliti akan mendeskripsikan data yang telah diperoleh

berdasasrkan pada penelitian yang terkumpul serta dianalisis. Data yang

terdapat pada peenelitian ini sesuai dengan fakta-fakta pembahasan yang

berdasarkan bab yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Perubahan Busana

Pengantin Wanita Tradisional Suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

Provinsi Bengkulu dengan fokus penelitian 1) Perubahan desain baju

pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi

Bengkulu. 2) Perubahan pelengkap baju pengantin wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. 3) Perubahan aksesoris

baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

Provinsi Bengkulu. 4) Perubahan cara pakai busana pengantin wanita

tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

1. Perubahan Desain Baju Pengantin Wanita Tradisional Suku

Rejang Di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

Sesuai dengan wawancara peneliti lakukan mengenai

Perubahan Busana Pengantin Wanita Tradisional Suku Rejang di


Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu bahwa busana pengantin

wanita ini telah mengalami perubahan pada desain baju dari segi siluet,

bentuk, bahan, warna, motif, teknik hias maupun pola hias.

a. Perubahan Siluet Baju Pengantin Wanita

Berdasarkan dengan hasil wawancara peneliti dengan Ibu

Karnida sebagai Induk Inang pada tanggal 23 November 2022 yang

menyatakan bahwa:

Busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di


Kabupaten Kepahiang menggunakan baju atas yaitu baju
kurung kurung tabur (kurung nyawe) yang lapang dan
longgar. Bagian leher baju memiliki garis leher bulat dan
terdapat belahan pada bagian belakang baju berupa resleting.
Bagian bawahnya menggunakan kain songket. Kain yang
panjang dililitkan sekeliling badan bagian bawah, mulai dari
pinggang hingga mata kaki, berbentuk lurus mulai dari atas
sampai bawah.

Selaras dengan pendapat ini, Bapak Ahmad Faizir selaku

Budayawan dan pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik

menyampaikan pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November

2022 mengatakan bahwa:

Prosesi perkawinan pada suku Rejang mempelai wanita yang


disebut dengan semanten menggunakan baju kurung tabur
atau disebut juga dengan baju kurung nyawe dengan hiasan
berupa logam-logam yang ditabur. Baju seorang mepelai
harus longgar yang tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Pada bagian bawah menggunakan kain songket berwarna
merah dan emas.
Selanjutnya, hasil wawancara peneliti pada tanggal 23

November 2022 dengan Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili

Wedding Organizer menyatakan:

Seorang mengenyan menggunakan busana pengantin khas


suku Rejang pada hari menikah. terdiri dari 2 bagian yaitu
bagian atas dan bawah. Bagian atas disebut dengan baju
kurung tabur (kurung nyawe) yang longgar berbahan beludru
berwana merah atau hitam. Lalu bagian bawah ada kain
songket merupakan kain songket berwana merah. Memiliki
panjang mulai dari pinggang hingga mata kaki.

Maka dapat disimpulkan bahwa baju pengantin wanita

tradisional suku Rejang di Kepahiang yaitu berupa baju kurung

tabur (kurung nyawe) yang lapang dan longgar. Memiliki garis leher

yang bulat dan belahan belakang dengan resletong. Terdapat hiasan

berupa tabur-tabur yang ditempel dengan warna baju hitam dan

merah berbahan beludru. Pada bagian bawah baju terdapat kain

songket berwarna merah dan emas. busana pengantin ini memiliki

siluet I dimana busana ini lurus mulai dari atas hingga bawah

busana.
Gambar 4. Busana Pengantin Wanita Tradisional Suku Rejang di
Kabupaten Kepahiang (Sumber Rumah Museum H.
Abdullah Sani Khalik , 2022)

Pada masa sekarang ini busana pengantin wanita tradisional

suku Rejang di Kepahiang telah mengalami perubahan. Sesuai

dengan hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan dengan

Bapak Gusti selaku Ketua Adat Rejang Kepahiang (LARK) pada

tanggal 15 November 2022 menyatakan bahwa :

Pada saat ini busana pengantin tradisional sudah jarang


digunakan. Hal ini dikarenakan banyak konsumen yang
menginginkan baju yang lebih modern. Sehingga saat
sekarang ini baju pengantin banyak mengalami perubahan
mulai dari bentuk model, bahan, warna maupun teknik hiasan
yang digunakan pada baju tersebut.

Menurut Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding

Organizer pada tanggal 23 November 2022 menurutnya

Permintaan pasar menginginkan model terbaru dari busana


pengantin wanita. Namun pada koleksi busananya masih
memiliki siluet yang mirip dengan busana pengantin lama
akan tetapi mengalami perubahan dari berbagai hal. Seperti
bahan, teknik hiasan ataupun model baju. Untuk bentuk baju
masih sama dengan baju pengantin tradisional yang lurus
dari atas sampai bawah”.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti Ibu Meri sebagai

pemilik Ida Salon pada tanggal 23 November 2022 menyatakan:

Baju kurung suku Rejang di Kepahiang biasa disebut juga


dengan baju kurung tabur atau baju kurung nyawe ini adalah
baju saat resepsi pernikahan pengantin perempuan suku
Rejang di Kepahiang masa dulu. Dilihat dari desainnya
memiliki bentuk yang sederhana, dimana pengantin
perempuan memakai baju kurung nyawe dengan panjang
sampai lutut, model baju lurus longgar, lengan panjang dan
longgar, kemudian bagian leher tidak memiliki krah dan
bulat.

Selanjutnya, hasil wawancara peneliti dengan Ibu Yossa

selaku pemilik usaha Yossa Decoration tanggal 24 November 2022

menyatakan:

Baju kurung nyawe asli suku Rejang di Kepahiang


bentuknya lurus dari atas hingga bawah. Bagian sisi badan
dan lengan longgar dan tidak memberntuk lekuk badan
sipemakai biasa disebut siluet I karena bentuknya lurus sama
besar dari atas hingga bawah.

Pada masa kini busana pengantin wanita suku Rejang di

Kepahiang tidaj terlalu mengalami perubahan pada siluetnya. Sesuai

hasil wawancara dan observasi peneliti dengan Bapak Ahmad Faizir

selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani

Khalik menyampaikan pendapatnya pada wawancara tanggal 16

November 2022 mengatakan bahwa:

Bentuk siluet untuk baju pengantin wanita tradisional Suku


Rejang di Kepahiang di lihat pada siluetnya tidak jauh
berubah tetap memakai siluet I perbedaanya di lihat pada
ukuran bajunya yang dulunya longgar berubah menjadi lebih
suai.

Berikut gambar siluet busana pengantin wanita tradisionaL

saat resepsi pernikahan di daerah kepahiang masa kini.

Gambar 5. Busana Pengantin 1 Milik Laili Wedding


Organizer (Sumber Laili Laili Wedding Organizer 2022)
Gambar 6. Busana Pengantin 2 Milik Yossa Decoration
(Sumber Yossa Decoration 2022)

Gambar 7. Busana Pengantin 3 Milik Ida Salon (Sumber Ida


Salon 2022)
Sesuai hasil observasi dan wawancara diatas dapat

disimpulkan bahwa siluet pada busana resepsi pernikahan tidak

mengalami perubahan. Masih menggunakan siluet I, perubahannya

dilihat dari ukuran baju yang di buat.

b. Perubahan Warna Baju Pengantin Wanita

Pendapat dari Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan

pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan

pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November 2022

mengatakan bahwa:

Busana pengantin tradisional wanita suku Rejang


menggunakan baju kurung yang disebut dengan baju
kuruang tabur (baju kurung nyawe). Baju ini harus longgar
dan tidak memperlihatkan bentuk lekuk tubuh. Lengan suai
lurus dan panjang baju dibawah lutut terbuat dari bahan
beludru berwarna merah.

Selain itu, pendapat selanjutnya diungkapkan oleh Bapak

Sukarni, selaku Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Kelurahan

Padang Lekat pada tanggal 25 November 2022 mengatakan bahwa,

“Dahulunya orang menggunakan baju atas yang terbuat dari bahan

beludru berwarna merah. Sedangkan kain bawah berwarna merah

dan emas".

Pendapat di atas dikuatkan dengan Bapak Emong Soewandi

(Bapak Firmansyah), selaku Sejarawan di Kabupaten Kepahiang

menyampaikan pada wawancara tanggal 23 November 2022 bahwa

"Pada bagian baju seorang pengantin suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang aslinya menggunakan bahan beludru berwarna merah


dengan motif bunga-bunga yang ditabur, dengan baju bawah yang

berwarna merah dan emas.

Sesuai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa baju atas

pada busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang menggunakan baju kurung yang disebut dengan baju

kuruang tabur (baju kurung nyawe) yang berwarna merah terbuat

dari bahan beludru. Untuk motif baju memiliki warna emas.

Sedangkan pada baju bawah pengantin menggunakan kain songket

berwarna merah dan emas. Berikut merupakan gambar baju atas dan

bawah pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang.

Gambar 8. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)


Tradisional Suku Rejang Pada Zaman Dahulu Berwarna Merah
(Sumber Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik 2022)
Gambar 9. Kain Songket pada Suku Rejang Pada Zaman
Dahulu Berwarna Merah (Sumber Rumah Museum H.
Abdullah Sani Khalik 2022).

Jika dibandingkan dari warna busana pengantin wanita suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang masa dulu asat pernikahan masa

sekarang memang mengalami perubahan dalam segi warna.

Menurut Menurut Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding

Organizer pada tanggal 23 November 2022 menurutnya,

Warna busana yang banyak dipakai pengantin dahulunya


memakai warna merah dipasangkan dengan songket warna
merah. Telah mengalami perubahan memakai warna merah
tua, pink hijau, hitam, dipasangkan dengan songket
berwarna hijau, merah, pink, oren.
Berikut warna busana pengantin wanita tradisional suku

Rejang pada masa kini.

Gambar 10. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)


Modern Berwarna Hijau (Sumber Laili Wedding Organizer
2022).

Gambar 11. Kain Songket Modern Berwarna Merah (Sumber


Laili Wedding Organizer 2022).
Gambar 12. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)
Modern Berwarna Merah Tua (Sumber Yossa Decoration
2022).

Gambar 13. Kain Songket Modern Berwarna Merah Tua


(Sumber Yossa Decoration 2022).
Gambar 14. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)
Modern Berwarna Pink (Sumber Ida Salon 2022).

Gambar 15. Kain Songket Modern Berwarna Pink (Sumber


Ida Salon 2022).

Sesuai hasil observasi dan wawancara di atas dapat

disimpulkan bahwa pengantin wanita tradisional suku Rejang di


Kabupaten Kepahiang menggunakan baju kurung tabur (kurung

nyawe) berwarna merah dan kain songket berwarna merah.

Sementara busana pengantin pada masa sekarang menggunakan

warna-warna kontras untuk baju atas warna pink, merah tua, dan

hijau. Lalu menggunakan kain songket berwarna merah, pink, dan

oren. Hal ini terjadi dikarenakan perkembangan zaman dan

permintaan konsumen yang menginginkan busana pengantin terlihat

lebih modern.

c. Perubahan Bahan Baju Pengantin Wanita

Berdasarkan dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak

Ahmad Faizir selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H.

Abdullah Sani Khalik menyampaikan pendapatnya pada wawancara

tanggal 16 November 2022 mengatakan bahwa, “Baju yang

digunakan oleh mengenyan zaman dulunya merupakan baju kurung

tabur (kurung nyawe) dengan penggunaan bahan beludru yang

berwarna merah sedangkan bagian bawah menggunakan kain

songket."

Sependapat dengan pernyataan diatas, Ibu Karnida sebagai

Induk Inang pada tanggal 23 November 2022 mengatakan "Busana

pengantin wanita tradisional suku Rejang yaitu menggunakan kain

beludru yang berwarna merah untuk baju kurung tabur serta songket

sebagai bawahannya."
Selanjutnya, hasil wawancara peneliti pada 28 November

2022 dengan Bapak Abdul Ma’an, selaku Ketua Badan Musyawarah

Adat (BMA) Kelurahan Pensiunan mengungkapkan bahwa

"Pengantin suku Rejang dalam pembuatan busana baju kurung

nyawe menggunakan bahan beludru berwarna merah, bahan songket

untuk bawahan."

Maka dapat disimpulkan bahwa baju kurung tabur (kurung

nyawe) dibuat dari bahan beludru berwarna merah. Sedangkan baju

bawah yang dikenal dengan nama kain songket menggunakan kain

songket. Berikut merupakan gambar bahan yang digunakan pada

busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang

1) Tekstil Baju Atasan Busana Pengantin Wanita Tradisional Suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang

Gambar 16. Tekstil Baju Pengantin Wanita Tradisional Suku


Rejang (Sumber Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik 2022).
2) Tekstil Baju Atasan Busana Pengantin Wanita Tradisional Suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang

Gambar 17. Tekstil Songket Pengantin Wanita Tradisional Suku


Rejang (Sumber Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik 2022).

Berdasarkan dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak

Ahmad Faizir selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H.

Abdullah Sani Khalik menyampaikan pendapatnya pada wawancara

tanggal 16 November 2022 mengatakan bahwa “Bahan yang

digunakan oleh pengantin tradisional saat ini mengalami perubahan.

Dimana yang dahulunya menggunakan bahan bludru dan songket

untuk bawahan”.

Pada perubahan busana pengantin model 1, Ibu Meri sebagai

pemilik Ida Salon pada tanggal 23 November 2022 menjelaskan

pada peneliti bahwa, “Pada busana penganini ini menggunakan

bahan Mikado berwarna pink untuk baju atasannya dan baju bawah

menggunakan bahan songket berwarna pink atau bahan Mikado”.


Berikut gambar bahan Mikado pada busana pengantin milik Ibu

Meri Karnida.

Gambar 18. Tekstil Model 1 Pengantin Wanita Tradisional Suku


Rejang (Sumber Ida Salon 2022).

Selain itu pada perubahan busana pengantin model 2 dan 3

dengan pemilik Laili Wedding Organizer dan Yossa Decoration

mengungkapkan wawancara peneliti tanggal 23 – 24 November

2022 bahwa.

Pada busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di


Kabupeten Kepahiang yang digunakan saat ini masih
menggunakan bahan beludru tetapi dengan warna yang akan
berbeda dulu hanya merah saja sekarang ada warna merah hati
dan hijau, ada yang menggunakan bahan beda seperti bahan
Mikado dan bridal.

Berikut ini gambar bahan beludru pada busana pengantin

wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang milik Ibu

Yossa Dina Adila dan Ibu Laili.


Gambar 19. Tekstil Busana Pengantin 2 Milik Laili Wedding
Organizer (Sumber Laili Wedding Organizer 2022)

Gambar 20. Tekstil Busana Pengantin 3 Milik Yossa


Decoration (Sumber Yossa Decoration 2022)

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpilkan

bahwa, busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang masa sekarang ini tidak terlalu mengalami

perubahan, ada yang memakai bahan selain beludru yaitu Mikado

tetapi bahan beludru masih digunakan saat sekarang ini.


d. Perubahan Motif Baju Pengantin Wanita

1) Baju Atas

Baju atas dari pengantin wanita suku Rejang

menggunakan baju kurung tabur (kurung nyawe) dengan motif

bungo-bungo dan koin-koin yang dibuat dengan berbagai jenis

tabur yang terbuat dari lempengan logam ataupun emas asli

menurut Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan pemilik

Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan

pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November 2022

Selanjutnya Karnida sebagai Induk Inang pada tanggal

23 November 2022 menjelaskan pada peneliti bahwa, "Baju

kurung tabur dihiasi dengan motif bunga dan koin seperti

bunga-bunga dan koin-koin yang dipasang berserak pada

baju".

Berdasarkan pendapat dari beberapa narasumber

tersebut dapat disimpulkan bahwa baju kurung tabur yang

digunakan mempelai wanita saat prosesi pernikahan yang

tradisional dihiasi dengan sulaman yang bermotif bungo

bertabur ataupun koin-koin. Berikut merupakan gambar motif

pada baju atas pengantin tradisional wanita di Kabupaten

Kepahiang.
Gambar 21. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)
dengan Motif Tabur (Sumber Rumah Museum H. Abdullah
Sani Khalik 2022)

Namun jika dilihat pada masa ini, motif yang digunakan

busana pengantin wanita suku Rejang memang mengalami

perubahan. Sesuai wawancara dengan Ibu Karnida sebagai

Induk Inang pada tanggal 23 November 2022 menjelaskan

pada peneliti bahwa "Dahulunya baju kurung tabur yang

berwarna merah dipenuhi dengan hiasan bermotif bungo

betabur dan koin-koin.”

Pada perubahan busana pengantin wanita model 1, Ibu

Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding Organizer pada

tanggal 23 November 2022 menurutnya, "Pada baju dari

busana pengantin wanita ini dipenuhi dengan motif koin dan

bunga kibut.”
Gambar 22. Motif Koin dan Bunga Kibut (Sumber Laili
Wedding Organizer 2022)

Selain itu pada perubahan busana pengantin

wawancara yang peneliti lakukan dengan Ibu Yossa selaku

pemilik usaha Yossa Decoration tanggal 24 November 2022

menyatakan “Busana pengantin ini dihiasi dengan motif

dekoratif hasil kreativitasnya sendiri yang dibuat berwarna

emas." Berikut merupakan gambar model 2, dari hasil motif

pada busana pengantin milik Ibu Yossa.

Gambar 23. Motif Dekoratif (Sumber Yossa Decoration


2022)
Sedangkan pada perubahan busana pengantin model 3,

Ibu Meri sebagai pemilik Ida Salon pada tanggal 23 November

2022 mengatakan "Jika dahulu busana dihiasi dengan motif

bungo dan koin yang diserak yang ditempel, namun sekarang

motif pada baju pengantin wanita menggunakan motif

dekoratif hasil kreasi pengrajin." Berikut merupakan gambar

motif pada busana pengantin model 3 milik Ibu Meri.

Gambar 24. Motif Dekoratif (Sumber Ida Salon 2022)

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan

bahwa busana pengantin wanita di Kabupaten Kepahiang saat

ini mengalami perubahan pada motifnya. Hal ini terlihat pada

ketiga model baju yang telah mengalami perubahan. Dimana

sebelumnya pada baju atas busana pengantin tradisional

wanita menggunakan motif bungo bertabur dan koin-koin.

Namun sekarang pada perubahan busana pengantin wanita

model 2 dan 3 menggunakan motif yang digunakan adalah


motif dekoratif. Pada ketiga model baju ini motifnya dibuat

berdasarkan hasil kreativitas dari pengrajin saja, tidak ada

penamaan khusus dari motif tersebut ataupun penggunaan

motif-motif khas suku Rejang.

2) Baju Bawah

Menurut Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan

pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik

menyampaikan pendapatnya pada wawancara tanggal 16

November 2022, "Bagian bawah busana pengantin wanita di

Kepahiang memiliki motif khas yaitu matei ponoi, sekoa

keluang, lekua berantai, kembang delapan dan tanjak

berkek.".

Selanjutnya menurut Ibu Karnida sebagai Induk Inang

pada tanggal 23 November 2022 mengungkapkan bahwa

"Motif pada songket yang digunakan oleh mempelai wanita di

Kepahiang menggunakan motif khas suku Rejang. Jika

diperhatikan terdapat motif matei ponoi, sekoa keluang, lekua

berantai, kembang delapan dan tanjak berkek."

Hal ini dikuatkan dengan Bapak Emong Soewandi

(Bapak Firmansyah), selaku Sejarawan di Kabupaten

Kepahiang menyampaikan pada wawancara tanggal 23

November 2022 "Songket hampir semuanya menggunakan

benang emas, motifnya terdiri dari beberapa motif khas suku


Rejang seperti matei ponoi, sekoa keluang, lekua berantai,

kembang delapan dan tanjak berkek.”

Dengan hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa motif

dari kain songket yang menjadi baju bawah pengantin

tradisional wanita di Kabupaten Kepahiang merupakan motif

khas suku Rejang yaitu matei ponoi, sekoa keluang, lekua

berantai, kembang delapan dan tanjak berkek. Berikut

merupakan gambar motif pada kain songket pengantin

tradisional wanita di Kabupaten Kepahiang.

Gambar 25. Motif Songket (Sumber Rumah Museum H.


Abdullah Sani Khalik 2022)

Jika dilihat pada masa sekarang ini, busana pengantin

wanita di Kabupaten Kepahiang pada baju bawahnya

menggunakan bahan serta motif yang berbeda. Menurut Bapak

Ahmad Faizir selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum


H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan pendapatnya pada

wawancara tanggal 16 November 2022, bahwa,

Motif-motif yang ada pada kain (songket) pengantin


wanita di Kepahiang terdiri atas motif yang berasal
dari suku Rejang. Namun saat sekarang ini kain
tersebut tidak lagi digunakan, serta digantikan dengan
kain yang dimana orang penyedia jasa pelaminanpun
tidak terlalu mementingkan motif yang ada pada
busana miliknya sendiri, yang terpenting warnanya
sesuai dengan atasannya maka itu yang akan dipilihnya
untuk busana pengantin.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang

peneliti lakukan dengan Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili

Wedding Organizer pada tanggal 23 November 2022

menurutnya dan juga pemilik perubahan busana pengantin

wanita model 1 mengungkapkan bahwa

Pada kain bawah yang digunakan pada busana


pengantin wanita ini menggunakan motif matei ponoi,
sekoa keluang, lekua berantai, kembang delapan dan
tanjak berkek yang di buat dengan cara dibordir
menggunakan benang berwarna emas. Motif ini meniru
bentuk motif pada kain songket agar terlihat mirip.

Berikut merupakan gambar motif pada busana

pengantin wanita milik Ibu Laili.


Gambar 26. Motif Songket (Sumber Laili Wedding
Organizer 2022)
Selain itu pada perubahan busana pengantin wanita

model 2, Ibu Yossa selaku pemilik usaha Yossa Decoration

tanggal 24 November 2022 menyatakan "Busana pengantin ini

menggunakan kain songket. Pada songket ini terdapat motif-

motif minangkabau seperti semut beralik dan matei ponoi.”

Berikut merupakan gambar baju bawah dari busana pengantin

wanita milik Ibu Yossa.

Gambar 27. Motif Songket (Sumber Yossa Decoration


2022)
Sedangkan perubahan busana pengantin wanita

model ke 3 yang dimiliki oleh Ibu Meri pemilik Ida Salon pada

tanggal 23 November 2022 bahwasanya "Songket yang

digunakan pada baju pengantin ini meliki motif matei ponoi."

Berikut merupakan gambar songket pada perubahan busana

pengantin wanita model 3.

Gambar 28. Motif Songket (Sumber Ida Salon 2022)

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat

disimpulkan bahwa pada busana pengantin wanita suku

Rejangdi Kabupaten Kepahiang untuk motif yang digunakan

pada baju bawah jika dilihat secara keseluruhan memang

mengalami perubahan dari yang tradisional dibandingkan

dengan masa sekarang. Namun beberapa motif tetap

dipertahankan seperti matei ponoi karena memang motif ini

adalah ciri khas dari songket asli suku Rejang.


e. Perubahan Teknik Hias Baju Pengantin Wanita

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Bapak

Ahmad Faizir selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H.

Abdullah Sani Khalik menyampaikan pendapatnya pada

wawancara tanggal 16 November 2022 "Teknik hias yang terdapat

busana pengantin suku Rejang ada pada baju kurung tabur (kurung

nyawe) yaitu teknik tabur menggunakan lempengan logam

bersepuh emas yang ditempelkan di baju."

Selain itu, menurut Ibu Karnida sebagai Induk Inang pada

tanggal 23 November 2022 bahwasanya mengungkapkan "baju

kurung tabur yang menjadi salah satu bagian busana pengantin

suku Rejang zaman dulu dihiasi dengan berbagai jenis tabur berupa

lempengan logam bersepuh emas yang ditempelkan.”

Sesuai pendapat diatas dapat disimpulkan busana

pengantina suku Rejang di Kabupaten Kepahiang menggunakan

baju kurung tabur dengan teknik tabur menggunakan lempengan

logam bersepuh emas yang ditempelkan di baju.


Berikut merupakan gambar teknik hias pada busana

pengantin pada masa lalu.

Gambar 29. Baju Kurung Tabur (Baju Kurung Nyawe)


dengan Motif Tabur (Sumber Rumah Museum H. Abdullah
Sani Khalik 2022)

Jika dilihat pada masa dahulu busana pengantin wanita di

Kabupaten Kepahiang dihiasi dengan teknik tabur menggunakan

lempengan logam bersepuh emas yang ditempelkan di baju, sangat

berbeda dengan masa sekarang. Menurut Bapak Ahmad Faizir

selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani

Khalik menyampaikan pendapatnya pada wawancara tanggal 16

November 2022.

Selain itu, menurut Ibu Meri pemilik Ida Salon pada tanggal

23 November 2022 bahwasanya mengungkapkan "Untuk teknik

hias yang digunakan pada baju masa lalu dengan baju yang masa

sekarang mengalami perubahan yang cukup besar. Untuk masa


sekarang kebanyakan menggunakan bordiran dengan mesin dan

hiasan payet serta manik-manik."

Jika dilihat pada perubahan busana pengantin wanita model

1 milik Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding Organizer

pada tanggal 23 November 2022 "Untuk busana pengantin ini

menggunakan bahan bludru yang dihiasi dengan tabur yang terbuat

dari logam berwarna emas." Berikut merupakan gambar teknik hias

yang digunakan pada busana pengantin yang dimiliki Ibu Laili.

Gambar 30. Baju Kurung Tabur dengan Teknik Hias Tabur


(Sumber Laili Wedding Organizer 2022)

Selain itu pada perubahan busana pengantin wanita model

2, pada dengan Ibu Yossa selaku pemilik usaha Yossa Decoration

tanggal 24 November 2022 menyatakan "Teknik hias yang dipakai

dalam pembuatan hiasan busana ini terdapat pada baju atas yang

menggunakan bordiran. Selain itu, pada busana ini dihiasi dengan

penggunaan payet dan manik-manik untuk menambah kesan


mewah dan keindahan pada baju." Berikut merupakan gambar

busana pengantin wanita milik Ibu Yossa yang memperlihatkan

teknik hias pada baju.

Gambar 31. Baju Kurung Tabur dengan Teknik Hias Bordir


dan Payet (Sumber Yossa Decoration 2022)
Sedangkan pada perubahan busana pengantin model 3 yang

merupakan milik Ibu Meri pemilik Ida Salon pada tanggal 23

November 2022 “Busana pengantin wanita ini memiliki hiasan

pada baju atas. Hiasan dibuat dengan cara Menempelkan kain yang

sudah dibentuk motif lalu dijahit di atas kain dan juga bordir."

Berikut merupakan gambar busana pengantin wanita dengan

hiasan bordiran milik Ibu Meri.

Gambar 32. Baju Kurung Tabur dengan Teknik Hias Bordir


(Sumber Ida Salon 2022)
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwasanya pada busana pengantin wanita suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang saat ini memang mengalami perubahan

dalam teknik hiasnya. Jika dibandingkan dengan busana pengantin

tradisional yang dahulunya menggunakan teknik tabur

menggunakan lempengan logam bersepuh emas yang ditempelkan

di baju, sekarang menggunakan teknik bordiran dan penggunaan

payet serta manik dalam pembuatan hiasan pada baju pengantin

wanita.

2. Perubahan Pelengkap Baju Pengantin Wanita Tradisional Suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada

tanggal 4 pril 2021 dengan Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan

pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan

pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November 2022 mengatakan

bahwa, “Pelengkap pada busana pengantin adalah menggunakan sunting

beringin/sunting tapung, tapak sako, burung-burung, kote-kote, pita-

pita, cempako, pending yang dililitkan dipinggang, ke’is yang

diselipkan di pending dan selop.

Sejalan dengan pendapat Ibu Karnida sebagai Induk Inang pada

tanggal 23 November 2022 bahwasanya mengungkapkan bahwa, “Pada

busana pengantin suku Rejang terdapat pelengkap seperti pending, ke’is,


beringin/sunting tapung, tapak sako, burung-burung, kote-kote, pita-

pita, cempako, dan juga selop.

Jadi disimpulkan bahwa pelengkap pada busana pengantin suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang terdiri dari beringin/sunting tapung,

tapak sako, burung-burung, kote-kote, pita-pita, cempako, pending yang

dililitkan dipinggang, ke’is yang diselipkan di pending dan selop.

a. Sunting Tapung/ Beringin

Gambar 33. Sunting Tapung / Beringin(Sumber Rumah


Museum H. Abdullah Sani Khalik 2022)
b. Tapak Sako

Gambar 34. Tapak Sako (Sumber Rumah Museum H.


Abdullah Sani Khalik 2022)

c. Burung-Burung

Gambar 35. Burung-Burung (Sumber Rumah Museum H.


Abdullah Sani Khalik 2022)
d. Kote-Kote

Gambar 36. Kote-Kote (Sumber Rumah Museum H. Abdullah


Sani Khalik 2022)

e. Pita-Pita

Gambar 37. Pita-Pita (Sumber Rumah Museum H. Abdullah


Sani Khalik 2022)
f. Cempako

Gambar 38. Cempako (Sumber Rumah Museum H. Abdullah


Sani Khalik 2022)

g. Pending

Gambar 39. Pending (Sumber Rumah Museum H. Abdullah


Sani Khalik 2022)

h. Ke’is

Gambar 38. Ke’is (Sumber Rumah Museum H. Abdullah Sani


Khalik 2022)
i. Selop

Gambar 38. Selop (Sumber Yossa Decoration 2022)

Menurut Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding Organizer

pada tanggal 23 November 2022 menyatakan bahwa, “Pelengkap yang

digunakan pada busana modern yaitu memakai teratai, sunting, kote-

kote, melati, tapak sako, pending dan selop. Berikut merupakan bentuk

gambar perubahan pelengkap pada masa sekarang milik Ibu Laili.

a. Sunting Beringin

Gambar 39. Sunting Beringin (Sumber Laili Wedding


Organizer 2022)
b. Kote-Kote

Gambar 40. Kote-Kote (Sumber Laili Wedding Organizer


2022)
c. Tapak Sako

Gambar 41. Tapak Sako(Sumber Laili Wedding Organizer 2022)


d. Melati

Gambar 42. Melati (Sumber Laili Wedding Organizer 2022)

e. Pending

Gambar 43. Pending (Sumber Laili Wedding Organizer 2022)


f. Teratai

Gambar 44. Teratai (Sumber Laili Wedding Organizer 2022)

g. Selop

Gambar 45. Selop (Sumber Laili Wedding Organizer 2022)

Selain itu pada perubahan busana pengantin wanita model 2, pada

dengan Ibu Yossa selaku pemilik usaha Yossa Decoration tanggal 24

November 2022 menyatakan bahwa, “Pelengkap pengantin ini memakai

melati, sunting, kote-kote, tapak sako, cemapako, pending, dan selop.”


a. Sunting tapung/beringin

Gambar 46. Tapung beringin (Sumber Yossa Decoration 2022)

b. Kote-Kote

Gambar 47. Kote-Kote (Sumber Yossa Decoration 2022)

c. Cempako

Gambar 48. Cempako (Sumber Yossa Decoration 2022


d. Melati

Gambar 49. Melati (Sumber Yossa Decoration 2022)

e. Tapak Sako

Gambar 50. Tapak Sako (Sumber Yossa Decoration 2022)

f. Pending

Gambar 51. Pending (Sumber Yossa Decoration 2022)


g. Selop

Gambar 52. Selop (Sumber Yossa Decoration 2022)

Pendapat Ibu Meri pemilik Ida Salon pada tanggal 23 November

2022 bahwasanya mengungkapkan bahwa, “Pelengkap busana

pengantin yaitu sunting tapung, tapak sako, kote kote, pita-pita,

kembang goyang, selop, dan pending.”

a. Sunting Tapung/Beringin

Gambar 53. Sunting beringin (Sumber Ida Salon 2022)


b. Tapak Sako

Gambar 54. TApak Sako (Sumber Ida Salon 2022)

c. Kote-Kote

Gambar 55. Kote-Kote (Sumber Ida Salon 2022)


d. Kembang Goyang

Gambar 56. Kembang Goyang (Sumber Ida Salon 2022)

e. Pita-Pita

Gambar 57. Pita-Pita (Sumber Ida Salon 2022)


f. Selop

Gambar 58. Selop (Sumber Ida Salon 2022)


g. Pending

Gambar 59. Pending (Sumber Ida Salon 2022)

Jadi dapat disimpulkan bahwa, pelengkap busana pengantin

pada masa lalu dan sekarang berbeda.

3. Perubahan Aksesoris Baju Pengantin Wanita Tradisional Suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang

Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Ahmad Faizir

selaku Budayawan dan pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani

Khalik menyampaikan pendapatnya pada wawancara tanggal 16

November 2022 mengatakan bahwa mengenai aksesoris yang

digunakan oleh pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang mengatakan bahwa, “Aksesoris yang di gunakan busana

tradisional untuk acara sangatlah sederhana yaitu memakai kalung

gelamor, gelang papan dan terakhir memakai saputangan segitigo”

Selanjutnya wawancara peneliti dengan Ibu Karnida sebagai

Induk Inang pada tanggal 23 November 2022 mengungkapkan bahwa,

“Aksesoris yang digunakan oleh pengantin wanita suku Rejang yaitu

kalung gelamor yang berbentuk seperti koin-koin yang berjumlah 7

keping, ada juga memakai gelang papan yang semakin panjang gelang
papan semakin menunjukan kedudukan si wanita pengantin. terakhir

saputangan segitigo yang di pakai pada tangan kiri”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan

bahwa aksesoris yang digunakan oleh pengantin wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang adalah kalung gelamor, gelang papan,

dan saputangan segitigo.

a. Kalung Gelamor

Gambar 60. Kalung gelamor (Sumber Rumah Museum H.

Abdullah Sani Khalik)

b. Gelang Papan

Gambar 61. Gelang Papan (Sumber Rumah Museum H.

Abdullah Sani Khalik)


Pada masa sekarang ini dalam penggunaan aksesoris pengantin

wanita tradisional suku Rejang di Kabipaten Kepahiang berbeda dengan

masa dahulu.

Hal ini dibenarkan Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan

pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan

pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November 2022 mengatakan

bahwa "Jika dahulunya terdapat beberapa aksesoris saja di lihat pada

kalung yang digunakan hanya 1 macam yaitu Kalung gelamor dan pada

gelang menggunakan 1 gelang saja yaitu galang papan dan memegang

saputangan segitigo".

Dilihat pada perubahan busana pengantin wanita model 1,

selaku milik Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding Organizer

pada tanggal 23 November 2022 bahwa, "Aksesoris yang digunakan

untuk baju pengantin pada saat sekarang ini ada beberapa macam di lihat

pada kalung memakai kalung cekik, untuk gelangnya memakai gelang

india". Berikut merupakan bentuk gambar perubahan aksesoris pada

masa sekarang ini milik Ibu Laili.

Gambar 62. Kalung Cekik (Sumber Laili Wedding Organizer)


Gambar 63. Gelang India (Sumber Laili Wedding Organizer)

Selain itu perubahan aksesoris pengantin model 2, dari hasil

wawancara peneliti lakukan dengan Ibu Yossa selaku pemilik usaha

Yossa Decoration tanggal 24 November 2022 menyatakan "Aksesoris

pengantin yang digunakan oleh pengantin masa kini berbeda dengan

masa lampau di lihat dari beberapa aksesoris yang digunakan yaitu

kalungnya kalung pinyaram dan memakai gelang india". Berikut

merupakan bentuk gambar perubahan aksesoris pada masa sekarang ini

milik Ibu Yossa

Gambar 64. Kalung (Sumber Yossa Decoration)


Gambar 65. Gelang (Sumber Yossa Decoration)

Selain itu perubahan aksesoris pengantin model 3, dari hasil

wawancara peneliti dengan Ibu Meri pemilik Ida Salon pada tanggal 23

November 2022 bahwa, "Aksesoris pengantin yang digunakan oleh

pengantin masa kini berbeda dengan masa lampau di lihat dari beberapa

aksesoris yang digunakan yaitu kalungnya karang bulan dan gelang

gedang". Berikut merupakan bentuk gambar perubahan aksesoris pada

masa sekarang ini milik Ibu Meri.

Gambar 66. Kalung Karang Bulan (Sumber Ida Salon)


Gambar 68. Gelang (Sumber Ida Salon)

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

busana pengantin wanita mengalami perubahan pada bentuk pelengkap

busana di lihat dari aksesoris yang di gunakan pada penganttin masa

dulu berbeda dengan masa sekarang karna perubahan zaman membawa

dampak dari pemakaian aksesoris yang berbeda.

4. Perubahan Cara Memakai Busana Pengantin Wanita Tradisional

Suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada

tanggal 4 pril 2021 dengan Bapak Ahmad Faizir selaku Budayawan dan

pemilik Rumah Museum H. Abdullah Sani Khalik menyampaikan

pendapatnya pada wawancara tanggal 16 November 2022 mengatakan

bahwa:

Cara pemakaian busana pengantin wanita tradisonal suku


Rejang di Kabupaten Kepahiang dimulai dari pemasangan kain
songket dengan cara dililitkan pada pinggang, bagian kepala
kain berada di depan. Kemudian pemasangan baju kurung tabur
(kurung nyawe). Selanjutnya sunting tapug/beringin, Setelah itu
pemasangan tapak sako pada dahi dan dipasangkan juga
cempako, burung-burung minimal 2 (semampu pengantin),
kote-kote minimal 2 (semampu pengantin) dan pita-pita pada
sanggul. Kemudian pemasangan pending, ke’is dan saputangan
segitigo. Lalu pasangkan semua aksesoris seperti kalung
gelamor, gelang papan dan cincin. Terakhir pemasangan sandal
yang disebut dengan selop.

Selain itu menurut Ibu Meri sebagai Induk Inang dan pemilik

Ida Salon pada tanggal 23 November 2022 yang menyatakan bahwa:

Dalam pemasangan busana pengantin wanita suku Rejang


dimulai dari pemasangan baju bawah yaitu kain balapak yang
pada pinggang diikat agar tidak mudah lepas, dilanjutkan
dengan pemasangan baju kurung tabur, Kemudian pemasangan
baju kurung tabur (kurung nyawe). Selanjutnya sunting
tapug/beringin, Setelah itu pemasangan tapak sako pada dahi
pemasangan seperti cempako, burung-burung, kote-kote dan
pita-pita dipasang pada sekitar sunting tapung. Kemudian
pemasangan semua aksesoris dan pelengkap dan terakhir
pemasangan selop.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

dalam pemasangan busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang memiliki tata cara. Berikut merupakan tata cara

pemakaian busana pengantin pengantin wanita tradisional suku Rejang

di Kabupaten Kepahiang.

a. Bagian pertama yang dipasangkan pada pengantin adalah kain

songket. Dipasang dengan cara dililitkan pada pinggang dengan

bagian kepala kain berada di depan dan belahannya berada pada

sisi kanan. Kemudian pada ujung kain bagian atas terdapat tali yang

berfungsi untuk mengikat kain adar tidak mudah lepas.

b. Bagian kedua adalah baju atas yang disebut dengan baju kurung

tabur (kurung nyawe). Dipasangkan dengan bagian belahan berada

pada bagian belakang.


c. Bagian ketiga yang dipasangakn adalah sunting tapung/beringin.

Sunting tapung/beringin merupakan sunting khas dari suku Rejang.

d. Selanjutnya pemasangan tapak sako pada dahi pengantin wanita.

e. Kemudian, pemasangan cempako, burung-burung, kote-kote dan

pita-pita dipasang pada sekitar sunting tapung dengan cara

ditusuk. Pertama pemasangan cempako berjumalah 3 buah ditusuk

diantara sunting tapung/beringin dengan tapak sako. Lalu

pemasangan kote-kote minimal 2 buah dan boleh lebih semampu

dari pengantin. Lalu pemasangan burung-burung sama seperti

kote-kote. Kemudian pasangkan pita-pita pada bagian belakang

sanggul.

f. Selanjutnya pasangkan pending pada pinggang dan ke’is yang

diselipkan di pending sebelah kiri.

g. Kemudian pasangkan semua aksesoris seperti kalung gelamor,

gelang papan dan cincin.

h. Terakhir pasangkan selop dan memegang saputangan segitigo.

Saat sekarang ini busana pengantin wanita di Kota memiliki

model yang berbeda-beda sehingga cara pakainya juga memiliki

perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Ibu Meri sebagai

Induk Inang dan pemilik Ida Salon pada tanggal 23 November 2022

yang menyatakan bahwa "Dalam pemasangan busana pengantin wanita

tradisional memiliki tata aturan yang harus diikuti. Jika terdapat


perubahan bentuk maka pastinya akan terjadi perubahan dalam

pemasangan busana pengantin wanita tersebut."

Jika dilihat pada perubahan busana pengantin wanita model 1,

milik Ibu Laili selaku pemilik usaha Laili Wedding Organizer pada

tanggal 23 November 2022 menurutnya

Jika dijabarkan tata cara pemakaian busana pengantin wanita ini


adalah sebagai berikut, (1) Memakai kain bawah yang
penggunaannya sama dengan cara pemakaian songket pada
busana pengantin tradisional. (2) Memasang baju atas. (3)
Memakai sanggul lalu sunting dengan cara meletakkan sunting
di atas kepala kemudian diikat dengan tali dan juga jepitan untuk
menahan suntiang agar tidak lepas. (4) Memakai tapak sako
dengan cara meletakkan tapak sako di dahi kemudian diikat
dengan agar tidak lepas (5) Memasang kote-kote 4 buah (6)
Memakai melati di belakang sanggul (7) Memakai pending (8)
Memakai teratai di bahu (9) memakai kalung cekik (10)
Terakhir memasang selop."

Selain itu pada perubahan busana pengantin wanita model 2,

peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Yossa selaku pemilik usaha

Yossa Decoration tanggal 24 November 2022 menyatakan:

Dalam penggunaan busana pengantin wanita ini memiliki tata


cara pemakaian. Dimulai dari pemasangan kain songket dengan
cara melilitkan pada tubuh bagian pinggang ke bawah kemudian
diikat agar tidak mudah lepas. Selanjutnya pemasangan baju
atas dengan belahan mengarah belakang. Kemudian dilanjutkan
dengan pemakaian sunting, tapak sako, beserta kote-kote
berjumlah 4 buah dan melati. Pasangkan pending, lalu aksesoris
berupa gelang India dan kalung. Terakhir pemasangan selop
kolom."

Sedangkan pada perubahan busana pengantin wanita model 3,

bersama Ibu Meri sebagai Induk Inang dan pemilik Ida Salon pada

tanggal 23 November 2022 mengatakan :


Cara memakai busana pengantin wanita ini sama dengan busana
pengantin lainnya. Penggunaan songket dengan pemasangan
songket pada umumnya yaitu dengan cara dililitkan. Setelah itu
pemasangan baju atas. Selanjutnya pemasangan sunting dengan
cara meletakkannya di atas kepala. Kemudian memasangkan
tapak sako, kote-kote dan pita-pita. Lalu pasangkan kalung
karang bulan dan gelang gedang. Terakhir adalah pemasangan
selop.

Berdasarkan pengamatan selama observasi, wawancara dan juga

dokumentasi yang peneliti lakukan, maka dapat dirangkum dalam

pemasangan busana pengantin wanita antara yang tradisional dengan

yang masa sekarang memiliki perubahan dan tetapi juga ada persamaan.

Untuk perubahan cara pakai terdapat pada pemasangan pita pita yang

dahulunya dipasang namun diganti dengan melai.. Selanjutnya

perubahan terjadi pada pemasangan sunting. Dahulu sunting. Dahulu

ada tusuk burung-burung sekarang ini penggunaan tusuk burung-

burung jarang digunakan. Lalu ada penambahan aksesoris lain dan

berbeda dari aksesoris suku Rejang seperti gelang, kalung dan teratai.

Dan pada busana pengantin masa sekarang tidak lagi menggunakan

ke/is dan saputangan segitigo.Jika dilihat persamaan cara pemakaian

busana pengantin tradisional dengan pengantin masa sekarang yaitu

terdapat pada pemakaian kain bawah dengan cara dililitkan pada tubuh

bagian pinggang hingga ke bawah dengan bagian kepala kain berada

didepan dan belahan berada di sisi kanan. Selanjutnya pemasangan

selop seperti pemasangan pada umumnya.


C. Pembahasan

Berdasarkan temuan penelitian diatas maka akan dilakukan

pembahasan dengan mengemukakan alasan terkait dengan teori-teori yang

berhubungan dengan perubahan desain baju, pelengkap, aksesoris, cara

memakai pada busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang.

1. Perubahan Desain Baju Pengantin Wanita tradisional suku Rejang

di Kabupaten Kepahiang.

Desain pada baju pengantin wanita tradisional suku rejang di

Kabupaten Kepahiang memang mengalami perubahan.

Koentjaraningrat (1994:9) menjelaskan perubahan akan terus terjadi

beriringan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat apalagi dengan

berkembang pesatnya teknologi yang semakin canggih sehingga dapat

mempengaruhi budaya yang ada. Perubahan pada desain pengantin

wanita ini terdiri atas dua bagian yaitu desain struktur dan desain

hiasan. Yuliarma (2016:2) mengungkapkan desain yang ada pada

busana berkaitan dengan susunan garis, motif, bentuk, ukuran, warna

serta bahan maupun tekstur yang dapat menghasilkan suatu produk

yang memiliki nilai-nilai seperti nilai kretif, artistik, dan juga

estetis.Berikut ini merupakan bagian dari desain busana pengantin

wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang.


a. Siluet Baju Pengantin Wanita

Sri Widarwati (1993:2) menjelaskan pada busana yang

dimaksud dengan desain struktural disebut juga dengan siluet yang

merupakan bentuk dasar dari busana. Pada baju yang digunakan

oleh pengantin wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten

Kepahiang dahulunya menggunakan baju kurung tabur (kurung

nyawe). Baju yang lapang dan longgar ini membentuk garis lurus

mulai dari atas hingga bawah. Berdasarkan hal ini maka siluet pada

busana pengantin tradisional wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang adalah I. Bentuk desain busana dari siluet

"I" tetap memakai siluet "I" dengan ukuran dan model yang

berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sawitri (1994:57)

menjelaskan bahwa siluet merupakan garis luar suatu busana.

b. Warna Baju Pengantin wanita

Warna menjadi unsur yang paling penting di dalam sebuah

desain. Hal ini sesuai dengan pendapat Ernawati (2008:76) warna

merupakan untuk desain yang paling menonjol. Dengan adanya

warna menjadikan suatu benda dapat dilihat. Pada busana

pengantin tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

bajunya berwarna merah. Pada motif terdapat emas. Menurut Sani

(1990:50) menjelaskan baju kurung yang dipakai oleh seorang

pengantin wanita disebut dengan baju kurung tabur (kurung

nyawe) baju ini berwarna merah, dimana warna merah


melambangkan kegembiraan seorang pengantin wanita yang ingin

melepaskan masa gadisnya.

Pada masa sekarang warna baju pengantin tidak hanya

merah yang menjadi warna utamanya. Seperti pada perubahan

busana pengantin wanita model 1, menggunakan perpaduan warna

hijau untuk bahan dan emas untuk hiasan bajunya. Selain itu pada

perubahan busana pengantin wanita model 2, menggunakan bahan

yang berbeda yaitu berwarna merah hati dengan motif berwarna

emas. Pada perubahan busana pengantin model 3, pada baju atas

menggunakan bahan Mikado berwarna pink dan hiasan

menggunakan warna emas, begitu juga dengan songket yang

berwarna pink dan emas.

c. Bahan Baju Pengantin wanita.

Sesuai pendapat yang disampaikan oleh Noor Fitrihana

(2011:30) bahwa bahan utama yang digunakan dalam pembuatan

busana adalah tekstil dalam bentuk kain, Pada busana pengantin

wanita tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang

menggunakan bahan beludru untuk baju atasnya, sedangkan pada

baju bawah menggunakan kain songket Hal ini berbeda dengan

bahan yang digunakan pada busana pengantin wanita yang

mengalami perubahan. Pada perubahan busana pengantin wanita

model 3 untuk baju atas menggunakan bahan mikado. Berbeda

dengan sebelumnya, pada perubahan busana pengantin model 1


dan 2 tetap menggunakan bahan beludru untuk baju atas serta

bahan songket untuk baju bawahnya tetapi memiliki warna yang

berbeda dari yang dahulu.

d. Motif Baju Pengantin Wanita

Motif merupakan bagian dari ragam hias, menurut

Suharsono (2006:10) motif merupakan desain yang dibuat dari

bagian tertentu seperti seperti garis ataupun elemen-elemen dan

terkadang sangat dipengaruhi oleh bentuk dan objek dengan

gayanya sendiri. Menurut Yuliarma (2016:69) ragam hias

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu geometris, naturalis dan

dekoratif. Pada busana pengantin wanita tradisional suku rejang di

Kabupaten Kepahiang pada baju atas yang tradisional

menggunakan motif naturalis dan geometris yaitu berupa

tumbuhan seperti bunga yang disebut dengan motif bungo serak

dan juga koin-koin. Sedangkan pada baju bawah terdapat motif-

motif khas suku Rejang.

Pada masa sekarang ini motif yang digunakan pada busana

pengantin mengalami perubahan bentuk. Jika dahulu motif yang

digunakan adalah motif suku Rejang yang disebut dengan tabur,

sekarang menggunakan motif yang lebih beragam. Pada perubahan

busana pegantin model 1, motif sama-sama memiliki ide dari alam

yaitu bunga dan kojn, namun bentuk motif berbeda dengan yang

asli. Motif pada baju ini merupakan motif hasil karya pengrajin.
Pada perubahan busana pengantin model 2, menggunakan motif

yang berbeda dengan yang asli, yaitu motif dekoratif. sedangkan

pada busana pengantin model 3 motif yang digunakan adalah

dekoratif

e. Teknik Hias Baju Pengantin Wanita

Teknik hias yang ada pada suatu busana akan menambah

nilai keindahan. Berdasarkan pendapat Chodijah (2001:6) bahwa

hiasan dalam desain busana merupakan suatu detail yang tujuannya

untuk mempercantik struktur seperti kerah, sulaman, saku,

kancing, bordir, renda dan payet. Jika dibandingkan antara busana

pengantin tradisional dengan baju pengantin masa sekarang

mengalami perubahan dalam teknik hias yang digunakan. Pada

busana pengantin tradisional wanita menggunakan berbagai jenis

tabur berupa logam bersepuh emas yang ditabur dan ditempel.

Sedangkan pada busana pengantin sekarang yang telah mengalami

perubahan seperti pada model 2 dan 3 yang dihiasi dengan motif

yang dibuat dengan bordiran serta hiasan payet dan manik-manik.

2. Perubahan Desain Pelengkap Pengantin Wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang.

Pelengkap busana pengantin yang dipakai oleh pengantin wanita

Kabupaten Kepahiang ialah memakai sunting tapung/beringin atau

penutup kepala yang terbuat dari kuningan bersepuh emas. Perubahan

Sunting tapung/beringin busana pengantin wanita suku Rejang di


Kabupaten Kepahiang yaitu tampak pada model 1 2 dan 3 bahwa

sunting tapung/beringin nampak beberapa penambahan pada sunting

tapung/beringin. Penambahan ini seperti juntai atau tusuk yang

ditambahkan dan juga pada sunting tapung/beringin masa kini tidak

seramai pada zama dahulu. Lalu kote-kote pada zaman sekarang

berbeda dengan masa lalu. Pada zama sekarang tidak menggunakan

burung-burung, hanyak menggunakan kote-kote. Pada tapak sako juga

terlihat perbedaan. Selain itu, penggunaan pita-pita sudah diganti

dengan penggunaan melati. Hal mencolok lainnya adalah pada zaman

dahulu pengantin wanita menggunaka ke'is yang diselipkan di pending,

sekarang tidak ada pengantin wanita menggunakan ke'is lagi.

Kemudian saputangan segito yang dahulu dipakai oleh pengantin

wanita, sekarang jarang ditemukan pengantin menggunkan dan

memegang saputangan segitigo. Dan terakhir pada penggunaan selop,

pada zaman sekarang pengantin wanita banyak menggunakan heels

modern yang sesuai dengan warna baju dan bawahan yang digunakan.

Penggunaan pelengkap pada busana digunakan agar busana

terlihat lebih menarik. Menurut: Rostmailis (2005:172) "Pelengkap

busana maksud nya adalah semua yang melengkapi dan berguna bagi si

pemakai seperti selendang, topi, sarung tangan, kaus kaki, sepatu, tas,

ikat pinggang". Menurut Tri Misnawati (2016) Pelengkap busana

pengantin tradisional Mukomuko pada pengantin perempuan yaitu pada

bagian kepala memakai singal, peding, ampaian bahu dan slop, kalung,
gelang, anting Pengantin laki-laki pada bagian kepala memakai destar,

peding, dan sandal. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

busana tidak hanya terdiri dari baju, rok, celana akan tetapi merupakan

kesatuan yang dipakai mulai dari kepala hingga ujung kaki, yang

bersifat pokok dan pelengkap yang bernilai guna.

3. Perubahan Desain Aksesoris Pengantin Wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang.

Aksesoris pada perubahan busana pengantin perempuan terdiri

dari kalung yang terbuat dari mutiara berwarna emas dengan hiasan dari

logam berwarna emas. Selain itu aksesoris yang dikenakan pada

perubahan busana pengantin Kabupaten Kepahiang oleh pengantin

perempuan yaitu gelang emas banyak yang merupakan pemberian dari

keluarga pengantin perempuan. Aksesoris pada busana merupakan

benda yang dikenakan pada tubuh seseorang dengan bertujuan untuk

memperindah tampilan serta penunjang suatu busana (Restimah:2016)

Sedangkan aksesoris busana pengantin wanita terdiri dari, gelang

papan, kalung gelamor.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa modifikasi busana

pengantin Kabupaten Kepahiang dilengkapi dengan aksesoris yang

bertujuan untuk memperindah busana pengantinnya. Aksesoris pada

pengantin wanita terdiri dari kalung dan gelang.


4. Perubahan Cara Pakai Busana Pengantin Wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang.

Dalam pemasangan busana pengantin wanita antara yang

tradisional dengan yang masa sekarang memiliki perubahan dan tetapi

juga ada persamaan. Untuk perubahan cara pakai terdapat pada

pemasangan pita pita yang dahulunya dipasang namun diganti dengan

melai.. Selanjutnya perubahan terjadi pada pemasangan sunting.

Dahulu sunting. Dahulu ada tusuk burung-burung sekarang ini

penggunaan tusuk burung-burung jarang digunakan. Lalu ada

penambahan aksesoris lain dan berbeda dari aksesoris suku Rejang

seperti gelang, kalung dan teratai. Dan pada busana pengantin masa

sekarang tidak lagi menggunakan ke/is dan saputangan segitigo.Jika

dilihat persamaan cara pemakaian busana pengantin tradisional dengan

pengantin masa sekarang yaitu terdapat pada pemakaian kain bawah

dengan cara dililitkan pada tubuh bagian pinggang hingga ke bawah

dengan bagian kepala kain berada didepan dan belahan berada di sisi

kanan. Selanjutnya pemasangan selop seperti pemasangan pada

umumnya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Busana pengantin wanita suku Rejang di Kabupaten Kepahiang jika

dilihat dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang cukup besar.

Walaupun ada beberapa komponen yang masih dipertahankan dari

busana pengantin wanita tersebut. Untuk baju bawah pengantin

memiliki bentuk yang sama baik pada yang tradisional maupun yang

sekarang, hanya untuk ukurannya menjadi bervariasi dengan panjang

95-98cm dan lebarnya antara 156-160cm. Namun untuk jenis kain dan

motifnya memiliki perbedaan.

2. Penggunaan pelengkap busana pengantin wanita suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang juga mengalami perubahan. Tokah yang

dahulunya berbentuk seperti selendang panjang berbahan satin warna

hijau dan terdapat sulaman benang emas sebagai hiasannya, sekarang

memiliki bentuk seperti segitiga yang dan menggantung pada bahu,

terbuat dari berbagai bahan, warna, motif dan teknik hias yang berbeda-

beda dari setiap desainnya. Sandal yang digunakan secara keseluruhan

tidak terlalu banyak perubahan. Dahulu sandal memiliki bagian depan

tertutup dengan tapak datar, berbahan satin warna merah, hiasan motif

flora dengan sulaman benang emas dan kepala peniti. Sekarang


memiliki perubahan pada tapaknya terdapat penambahan hak setinggi

7cm. serta bahan dan warna yang digunakan berbeda-beda. Begitu juga

dengan suntiang yang dahulunya dirangkai satu persatu, untuk sekarang

suntiang telah dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga

pemasangannya menjadi lebih mudah.

3. Aksesoris yang digunakan oleh pengantin wanita yang tradisional terdiri

atas kalung gelamor, gelang papan dan saputangan segitigo. Pada masa

sekarang ini penggunaan aksesoris sudah jarang dipakai, dan digantikan

dengan kalung dan gelang lain yang bukan ciri khas dari suku Rejang.

4. Untuk cara pemakaian busana pengantin memiliki beberapa perubahan

dalam penggunaannya. Seperti pada pemasangan Sunting. Dahulu

sunting dipasang antara lain kote-kote , burung burung dan pita-pita

sekarang hanya menggunakan kote-kote dan pita-pita diganti dengan

melati.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan,

maka peneliti ingin memberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Kepala Lembaga Adat Rejang Kepahiang seperti Ketua Adat, Ketua

BMA, Induk Inang serta tokoh masyarakat di Kabupaten Kepahiang

Provinsi Bengkulu agar senangtiasa memberikan pengetahuan kepada

generasi penerus tentang adat istiadat serta budaya Rejang terutama

tentang Busana Adat Pengantin Wanita Tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang
2. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Kepahiang agar dapat

mengenalkan adat istiadat serta budaya Rejang kepada masyarakat

dengan melakukan pawai budaya busana adat dan busana pengantin

tradisional agar dikenali banyak orang.


DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad, Zuchri. 2021. Metode Penelitian Kualitatif. Makasar: Syakir Media


Press.
Albuhari. 2021. Kedudukan Wanita dalam Pernikahan Adat Rejang. Ar-Risalah:
Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, (Online), Vol. 19, No. 2,
(http://ejournal.iaiibrahimy.ac.id/, diakses 10 Oktober 2022).
Al-Firdaus, Iqra. 2010. Inspirasi-Inspirasi menakjubkan ragam kreasi busana.
Yogyakarta: Diva Press.
Andriani, Riri. 2016. Perubahan Pakaian Pengantin Nagari Taluak Kecamatan
Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Serupa The
Journal of Art Education. (Online), Vol. 5, No. 1, (http://ejournal.unp.ac.id/,
diakses 10 Oktober 2022).
Boedi, Abdullah. 2015. Sejarah filsafat Islam Geneologis dan Transmisi Filsafat
Timur dan Barat. Bandung: CV Pustaka Setia.
Djazifah, Nur. 2012. Proses Perubahan Sosial di Masyarakat. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Febrina, Febrina. 2013. Studi Busana Pengantin Tradisional di Alam Surambi
Sungai Pagu. Journal of Economics and Tourism, (Online), Vol. 4, No. 3,
(http://ejournal.unp.ac.id/, diakses 10 Oktober 2022).
Ghony. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Harmelia, Cindi. 2021. Perubahan Desain Busana Adat Pengantin Wanita di Kota
Pariaman Sumatera Barat. Gorga: Jurnal Seni Rupa, (Online), Vol. 10, No.
2, (https://jurnal.unimed.ac.id/, diakses 10 Oktober 2022)
Hawab, et al. 1978. Sejarah Daerah Bengkulu. Jakarta: Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Daerah.
Hawa, Siti. 2018. Perubahan Bentuk pada Busana Tradisional Adat Perkawinan
Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahsiswa Pendidikan Seni, Drama dan Tari,
(Online), Vol. 3, No. 2, (http://www.jim.unsyiah.ac.id/, diakses 10 Oktober
2022).
Hanafi, et al. 1978. Adat Istiadat Daerah Bengkulu. Jakarta: Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Daerah.
Hestiworo, dkk. 2013. Dasar Desain 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
_____________. 2013. Dasar Desain 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Husin, et al. 1989. Arti Perlambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam
Menanamkan Nilai-Nilai Budaya Daerah Bengkulu. Jakarta: Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Idrus, Yenni dan Arviana, Riny. 2017. Desain Ragam Hias Berbantuan Coreldraw.
Bandung: ITB Press.
Kusmastuti. 2019. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Lembaga Pendidikan
Sukarno Pressindo.
Lapian, et al. 1984. Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Misnawati, Tri. 2017. Studi Tentang Busana Pengantin Tradisional di Kabupaten
MukoMuko Provinsi Bengkulu. Journal of Economics and Tourism,
(Online), Vol. 15, No. 2, (http://ejournal.unp.ac.id/, diakses 10 Oktober
2022).
Moelong, Lexy J. 2015. Metode Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mundir. 2013. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantatif. Jember: STAIN Jember
Press.
Murdiyanto, Eko. 2020. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Perpustakaan
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Nasution, Syukri. 2013. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Noor, Zulki Zulkifli. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Jakarta: Deepublish.
Nurdin, et al. 1990. Pakaian Adat Tradisional Daerah Bengkulu. Bandung:
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Parwanta, dkk. 2016. Memahami Hukum dan Kebudayaan. Bali: Pustaka Ekspresi.
Rizki. 2012. PLK Seminar. Sekolah Tinggi Seni Rupa dan Design Indonesia
Telkom. Diakses pada tanggal 10 Juni 2022 www.digilib.stisitelkom.ac.id.
Rosyida, Eva. 2019. Perubahan Sosial dalam Masyarakat. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Saefullah. (2016). Manajemen Perubahan. Bandung: Pustaka Setia.
Santoso, Tien. 2017. Tata Rias & Busana Pengantin Seluruh Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Sari, Desy Permata. 2015. Studi Tentang Busana Pengantin Melayu Jambi di
Kecamatan Kota Baru Kota Jambi. Journal of Economics and Tourism,
(Online), Vol. 8, No. 1, (http://ejournal.unp.ac.id/, diakses 10 Oktober 2022).
Sidiq, Umar. 2019. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan. Ponorogo:
CV Nata Karya.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suhardi. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Semantik. Yogyakarta: Ar-ruzz Media,
Sumarto. 2021. Tanah Rejang Tanah Sriwijaya, Penemmuan Menhir Situs Rimba
di Desa Lawang Agung Kecamatan Sindang Beliti Ulu Kabupaten Rejang
Lebong Bengkulu. Jurnal Literasiologi, (Online), Vol. 5, No. 1,
(https://jurnal.literasikitaindonesia.com, diakses 10 Oktober 2022).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1967 Junkto Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang pembentukan Provinsi Bengkulu.
1967. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2003 tentang pembentukan
Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang. 2003. Jakarta.
Yadnya. 2017. Dinamika Manusia dan Kebudayaan Indonesia dari Masa ke Masa.
Bali: Pustaka Larasan.
Yasnidawati. 2012. Busana Tailoring. Padang: FT UNP.
Yuliarma. 2016. The Art of Embroidery Designs. Jakarta: KPG.
________.2016. Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Busana. Edisi Pertama. Jakarta:
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Yunus, Rona Rahayu. 2014. Studi Tentang Busana Pengantin Tradisonal Kurai
Bukittinggi. Journal of Home Economics and Tourism, (Online), Vol. 6, No.
2, (http://ejournal.unp.ac.id/, diakses 10 Oktober 2022).
Lampiran 1

PANDUAN WAWANCARA

Pendahuluan

Panduan wawancara ini adalah alat untuk memperoleh data atau informasi

penelitian mengenai perubahan busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan ini saya mohon kesedian

Bapak/Ibu memberi jawaban dari setiap pertanyaan dalam daftar pada panduan

wawancara sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Identitas Informan

1. Fungsi Masyarakat :

2. Nama Lengkap :

3. Umur :

4. Pekerjaan :

5. Alamat :

Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Perubahan desain baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

a. Bagaimanakah siluet baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?


b. Bagaimanakah bentuk baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas.

a) Model baju

b) Bentuk garis leher/kerah

c) Lengan

d) Belahan

2) Baju Bawah/Kain

a) Model baju

b) Ukuran

c. Bagaimanakah jenis bahan baju pengantin wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain

d. Apa saja warna yang digunakan pada baju pengantin wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain

e. Bagaimakah bentuk motif yang digunakan pada baju wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain
f. Bagaimanakah pola hias yang digunakan pada baju wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain

g. Apa saja jenis kombinasi warna yang digunakan pada baju wanita

tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain

h. Apa teknik hias yang digunakan pada baju wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

1) Baju Atas

2) Baju Bawah/Kain

2. Perubahan pelengkap baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

a. Apa saja jenis pelengkap baju pengantin wanita tradisional suku Rejang

di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

b. Bagaimanakah jenis bahan pelengkap baju pengantin wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

c. Apa saja warna yang digunakan pada pelengkap baju pengantin wanita

tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

d. Bagaimakah bentuk motif yang digunakan pada pelengkap baju wanita

tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?


e. Apa teknik hias yang digunakan pada pelengkap baju wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

3. Perubahan aksesoris baju pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

a. Apa saja jenis aksesoris baju pengantin wanita tradisional suku Rejang

di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

b. Bagaimanakah jenis bahan aksesoris baju pengantin wanita tradisional

suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

c. Apa saja warna yang digunakan pada pelengkap baju pengantin wanita

tradisional suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?

4. Perubahan cara pakai busana pengantin wanita tradisional suku Rejang di

Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.

a. Bagaimana cara pemakaian busana pengantin wanita tradisional suku

Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu?


Lampiran 2

DAFTAR INFORMAN

1. Nama Lengkap : Ir. Ahmad Faizir Sani

2. Umur : 62 Tahun

3. Pekerjaan : Dosen

4. Fungsi Masyarakat : Budayawan

1. Nama Lengkap : Gusti Santoso S.P

2. Umur : 50 Tahun

3. Pekerjaan : Wiraswasta

4. Fungsi Masyarakat : Ketua Lembaga Adat Rejang Kepahiang

1. Nama Lengkap : Abdul Ma’an

2. Umur : 79 Tahun

3. Pekerjaan : Wiraswasta

4. Fungsi Masyarakat : Ketua Badan Musyawarah Adat Kel. Pensiunan

1. Nama Lengkap : Sukarni, S.Ag, M.Pd. I

2. Umur : 53 Tahun

3. Pekerjaan : PNS

4. Fungsi Masyarakat : Ketua Badan Musyawarah Adat Kel. Pasar Ujung


1. Nama Lengkap : Embong Soewandi (Bapak Firmansyah, S.Pd)

2. Umur : 53 Tahun

3. Pekerjaan : PNS

4. Fungsi Masyarakat : Sejarawan

1. Nama Lengkap : Karnida

2. Umur : 70 Tahun

3. Pekerjaan : Wiraswasta

4. Fungsi Masyarakat : Induk Inang

1. Nama Lengkap : Arfi Refaldi, S.Pd

2. Umur : 30 Tahun

3. Pekerjaan : Honorer

4. Fungsi Masyarakat : Petugas Rumah Adat Rejang Kepahiang

1. Nama Lengkap : Meri Karnida

2. Umur : 52 Tahun

3. Pekerjaan : Juru Rias dan Pemilik Usaha Ida Salon

1. Nama Lengkap : Laili Suryani, S.Pd

2. Umur : 48 Tahun

3. Pekerjaan : Juru Rias dan Pemilik Usaha Laili Wedding

Organizer
1. Nama Lengkap : Yossa Dina Adila, S.Pd

2. Umur : 30 Tahun

3. Pekerjaan : Juru Rias dan Pemilik Usaha Yossa Decoration


Lampiran 3

DOKUMENTASI DENGAN INFORMAN

Ir. Ahmad Faizir Sani

Gusti Santoso S.P


Abdul Ma’an

Sukarni, S.Ag, M.Pd. I


Embong Soewandi (Bapak Firmansyah, S.Pd)

Arfi Refaldi, S.Pd


Meri Karnida

Laili Suryani, S.Pd


Yossa Dina Adila, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai